PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Indonesia Instagram telah menjadi salah satu aplikasi dengan pengunduh
terbanyak mulai dari kalangan masyarakat biasa, pejabat, artis, hingga sampai kepada
ataupun belajar dan terdaftar sedang menjalani pendidikan pada salah satu bentuk
perguruan tinggi yang terdiri dari akademik, politeknik, sekolah tinggi, institut dan
penggunaan media sosial Instagram di Indonesia. Salah satu media sosial yang
banyak digemari dan merupakan salah satu fitur unggulan di smartphone adalah
Instagram adalah sebuah aplikasi berbagi foto, menerapkan filter digital, dan
1
atau memiliki pengikut dari pengguna Instagram lainnya (Byun, 2009). Santoso
(2017) dalam penelitiannya menuturkan bahwa di era digital saat ini, sosial media
memiliki peran penting sebagai alat komunikasi dimana setiap pengguna dapat
konsep ruang digital dimana setiap pengguna dapat membuat rangkuman profil,
berbeda, baik dalam lingkup antar individu maupun dengan perusahaan (Agustina,
tanda suka (like) dan juga mengomentari foto-foto yang telah diunggah oleh
pada perilaku adiksi (Byun, 2009). Andreassen (2015) mendefinisikan adiksi terhadap
media sosial sebagai perilaku individu yang terlalu memperhatikan media sosial yang
ia miliki, didorong oleh motivasi yang sangat kuat untuk masuk atau menggunakan
media sosial, dan menghabiskan banyak waktu serta tenaga untuk bermain jejaring
adalah kecanduan atau keinginan yang sangat kuat dalam diri individu untuk
menimbulkan rasa senang atau kepuasaan, tanpa memikirkan dampak negatif yang
2
Kemudian menurut pendapat Kuss dan Griffiths (2011) mengatakan bahwa
perilaku adiksi terhadap media sosial masuk ke dalam salah satu tipe perilaku adiksi
internet, yaitu cyber-relationship addiction, karena tujuan dan motivasi utama untuk
Adiksi pada media sosial belum menjadi bagian dari gangguan mental
(Yonatan, 2018). Adiksi media sosial yaitu perhatian yang berlebihan terhadap media
lain, seperti: pekerjaan dan studi, hubungan sosial, serta kesehatan, dan kesejahteraan
psikologisnya (Andreassen & Pallesen, 2015). Beberapa konsekuensi negatif lain dari
Penelitian ini akan mengkaji mengenai perilaku adiksi mahasiswa yang ada di
Pekanbaru. Menurut Rahardjo (2020) adiksi media sosial Instagram menjadi penting
untuk diteliti karena beberapa alasan. Pertama, bahwa mayoritas riset terdahulu
sifatnya masih lebih luas karena berfokus pada adiksi internet. Kedua, media sosial
memberikan platform yang bervariasi dan luas bagi individu untuk berinteraksi dan
terkait dengan banyak orang, Ketiga, penyebab internal yang banyak dilibatkan
sebagai penyebab adiksi sosial media sosial adalah tipe kepribadian, namun masih
belum banyak sehingga masih dibutuhkan riset yang komprehensif mengenai topik
3
ini. Kepribadian merupakan faktor internal yang paling cepat mempengaruhi harga
bahwa 89,7% pengguna internet di Indonesia adalah mahasiswa, dan 97% dari
pengguna internet telah mengakses konten media sosial (APJII, 2018). Pengguna
sosial media di Indonesia mencapai 79 juta di Tahun 2016 dimana setara dengan 30%
total populasi penduduk. Lebih detail, penggunaan sosial media dengan jenis mobile
phone tercatat sebanyak 66 juta, dimana telah mewakili 25% dari total penduduk di
penelitian ini dikarenakan instagram merupakan media sosial yang paling banyak
diakses oleh mahasiswa saat ini. Penulis telah melakukan survey awal untuk melihat
4
Survey yang dilakukan penulis pada mahasiswa kota Pekanbaru, mahasiswa
mahasiswa untuk terlibat ke dalam perilaku adiksi pada instagram. Hasil data
deskriptif responden juga menunjukkan bahwa aktivitas yang paling sering dilakukan
instastory teman/user Instagram lain. Instastory merupakan salah satu tools dalam
aplikasi instagram untuk sharing foto/video dengan batasan waktu untuk tampil.
Penelitian mengenai hubungan harga diri dan perilaku adiksi media sosial
pernah dilakukan oleh Rahardjo (2019) yang menemukan bahwa harga diri yang
negatif mendorong individu untuk terlibat dalam adiksi internet, penggunaan media
sosial yang terus-menerus atau berlebihan yang berpotensi menjadi perilaku adiksi.
Harga diri kemudian menjadi faktor yang menonjol yang dianggap berkorelasi
dengan adiksi internet secara lebih kuat dibandingkan beberapa faktor internal
lainnya. Bagi individu dengan harga diri negatif, internet dianggap sebagai tempat
yang didapatkan dalam kehidupan sehari-hari (Nie, Zhang, & Liu, 2017). Hal ini
kesepian yang muncul pada individu dengan adiksi internet dan harga diri yang
5
Penulis juga melakukan observasi lapangan dengan cara mengamati perilaku
yang dilakukan penulis melihat bagaimana mahasiswa kota Pekanbaru sangat aktif
dalam sosial media Instagram. bisa dilihat dari intensitas mereka aktif mengelola
akun instagram setiap harinya. Alasan penulis menjadikan mahasiswa kota Pekanbaru
judul: Hubungan Harga Diri Dengan Perilaku Adiksi di Media Sosial Instagram Pada
merumuskan masalah yang akan di teliti sebagai berikut, apakah ada hubungan
harga diri dengan perilaku adiksi di media sosial Instagram pada mahasiswa Kota
Pekanbaru ?
adalah untuk mengetahui hubungan harga diri dengan perilaku adiksi di media
6
1.4 Manfaat Penelitian
a. Manfaat Akademis
penelitian selanjutnya.
b. Manfaat praktis
Keaslian topik yang terkait dengan perilaku adiksi, pernah ada peneliti
sebelumnya. Beberapa penelitian terdahulu yang memiliki kemiripan jika dilihat dari
topiknya, yaitu penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Wahyu Rahardjo, Nurul
Qomariyah, Inge Andriani, Matrissya Hermita1 & Firda Nur Zanah (2020) dengan
judul Adiksi Media Sosial pada Remaja Pengguna Instagram dan WhatsApp:
7
Memahami Peran Need Fulfillment dan Social Media Engagement. DP Budi Susetyo
Harga Diri Dengan Perilaku Adiksi di Media Sosial Instagram Pada Mahasiswa Kota
Pekanbaru”.
Firda Nur Zanah (2020) menggunakan teori (Wild, Flisher, Bhana, & Lombard 2004,
dalam Kavas, 2009). DP Budi Susetyo (2018) menggunakan teori Byun dkk (2009).
(2013).
Firda Nur Zanah (2020), DP Budi Susetyo (2018) sama-sama menggunakan skala
yang dikembangkan oleh Sheldon, Elliot, Kim, dan Kasser (2001). Skala ini memiliki
6 aspek, yaitu (1) competence, (2) relatedness, (3) pleasure, (4) security, (5) self-
8
Sedangkan dalam penelitian ini menggunakan alat pengumpulan data berupa
skala perilaku adiksi dari American Psyciatric Association diagnostic and Statistical
penelitian dari 40 artikel ilmiah antara tahun 2005-2018 dan melibatkan 120.825
Hermita1 & Firda Nur Zanah (2020) menggunakan subjek penelitian siswa SMA
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam ketergantungan perilaku, aktivitas pencarian zat dan bukti terkait pola
pada efek fisik (fisiologis) dari beberapa episode penggunaan zat (Salicetia, 2015).
Medicine (ASAM), adiksi bukan hanya perilaku tapi juga penyakit otak kronis.
Adiksi meliputi (A) ketidakmampuan untuk secara konsisten menjauhkan diri; (B)
gangguan dalam pengendalian perilaku; (C) keinginan atau peningkatan untuk obat-
obatan atau pengalaman berharga; (D) berkurangnya pengakuan akan masalah yang
10
signifikan dengan perilaku dan hubungan interpersonal seseorang; dan (E) disfungsi
mengalaminya (Salicetia, 2015). Dalam adiksi, terdapat tuntutan dalam diri untuk
setelah terjadinya ketergantungan secara psikis dan fisik serta terdapat pula
(2015), yaitu:
a. Faktor sosial
dianggap lebih aman dan lebih mudah daripada dilakukan secara face to face.
11
harga diri, mengisolasi diri menyebabkan permasalahan dalam hidup seperti
b. Faktor psikologis
individu untuk melarikan diri dari masalah, menerima hiburan menjadi rasa
c. Faktor biologis
depresif.
yang mempengaruhi adiksi internet menurut Montag dan Reuter (2015) yaitu faktor
12
2.1.3 Aspek-Aspek Adiksi Internet
a. Salience
Aspek ini berkaitan dengan pikiran individu yang mengalami adiksi oleh
suatu zat atau perilaku, individu tersebut terus menerus memikirkan suatu zat
sesuatu yang sedang dikerjakan dan senang mengobrol mengenai hal yang
b. Tolerance
Aspek ini berkaitan dengan waktu yang dibutuhkan oleh individu yang
mengalami adiksi untuk kembali mencicipi zat atau melakukan aktivitas yang
memanajemen waktu.
c. Mood modification
13
d. Relapse
e. Withdrawl
dengan adiksi, ingin selalu terus melakukan aktivitas adiksi, merasa ada yang
rutinitas.
f. Conflict
untuk berinteraksi dan terdapat kebencian dalam hati terhadap orang banyak.
g. Problems
Aspek problems adalah adanya masalah dalam keseharian individu akibat dari
14
2.2.1 Pengertian Harga Diri
perkembangan sosio-emosi yang salah satunya adalah harga diri, yang merupakan
keseluruhan cara yang digunakan untuk mengevaluasi diri kita, dimana harga diri
diri adalah sikap yang dimiliki tentang dirinya sendiri, baik positif maupun negatif
(Rosenberg, 1965).
harga diri merupakan hasil evaluasi individu terhadap dirinya sendiri yang
diekspresikan dalam sikap terhadap diri sendiri. Evaluasi ini menyatakan suatu sikap
penerimaan atau penolakan dan menunjukkan seberapa besar individu percaya bahwa
dirinya mampu, berarti, berhasil, berharga menurut standart dan nilai pribadinya
(Santrock, 2012).
Harga diri adalah gagasan mengenai diri secara global yang mengacu pada
mengenai diri mereka sendiri dalam arti yang komprehensif (Verkuyten, 2003).
Baron & Byrne (2012) juga berpendapat bahwa harga diri adalah evaluasi diri yang
dibuat oleh setiap individu, sikap orang terhadap dirinya sendiri dalam rentang
dimensi positif sampai negatif. Baron & Byrne menegaskan harga diri merujuk pada
sikap seseorang terhadap dirinya sendiri, mulai dari sangat negatif sampai sangat
positif, individu yang ditampilkan nampak memiliki sikap negatif terhadap dirinya
sendiri.
15
Harga diri yang tinggi berarti seorang individu menyukai dirinya sendiri,
evaluasi positif ini sebagian berdasarkan opini orang lain dan sebagian berdasarkan
dari pengalaman spesifik (Verkuyten, 2003). Sikap terhadap diri sendiri dimulai
dengan interaksi paling awal antara bayi dengan ibunya atau pengasuh lain,
perbedaan budaya juga mempengaruhi apa yang penting bagi harga diri seseorang
Menurut Kwan dan Singelis (dalam Baron & Byrne, 2012) harmoni dalam
Tingkah laku individu dengan harga diri yang relatif rendah lebih mudah
diprediksikan dari pada individu dengan harga diri yang tinggi, hal ini dikarenakan
skema diri yang negatif diorganisasikan lebih ketat dari pada skema diri yang positif
dimensi yang majemuk seperti olah raga, akademis, hubungan interpersonal, dan lain
sebagainya padahal harga diri secara keseluruhan mewakili rangkuman dari evaluasi
spesifik ini (Marsh & Pelham dalam Baron & Byrne, 2012).
Tokoh lain yang juga memberikan pengertian tentang harga diri adalah
Minchintin (dalam Lestari & Koentjoro, 2002) yang mengemukakan bahwa harga diri
merupakan penilaian atau perasaan mengenai diri kita sendiri sebagai manusia baik
berdasarkan penerimaan akan diri dan tingkah laku sendiri, maupun berdasarkan
16
Perasaan mengenai diri sendiri ini berpengaruh pada bagaimana kita
berhubungan dengan orang lain disekitar kita dan aspek-aspek lain dalan kehidupan
(Baron & Byrne, 2012). Menurut Baron & Byrne (2012) Harga diri sering kali diukur
sebagai sebuah peringkat dalam dimensi yang berkisar dari negatif sampai positif atau
mengindikasikan self-ideal mereka seperti apa, self mereka yang sebenarnya, dan
Semakin besar perbedaan real self dengan ideal self maka semakin rendah harga diri.
self ideal dengan real self akan cenderung stabil (Strauman dalam Baron & Byrne,
2012).
respon positif terhadap beberapa aspek self-ideal namun individu akan merasa kurang
senang apabila seseorang mengatakan bahwa dalam diri individu tidak terdapat
beberapa aspek dari self-ideal (Eisenstand & Leippe dalam Baron & Byrne, 2012).
Robinson (dalam Aditomo & Retnowati, 2004) mengemukakan bahwa harga diri
lebih spesifik dari konsep diri, yang melibatkan unsur evaluasi atau penilaian
terhadap diri.
konsep diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang paling penting (Baron &
Byrne, 2012). Konsep diri adalah kerangka kognitif yang mengorganisir bagaimana
17
kita mengetahui diri kita dan bagaimana kita memproses informasi-informasi yang
Tokoh lain seperti Baron & Byrne (dalam Aditomo & Retnowati, 2004) juga
menyebutkan bahwa konsep diri, termasuk harga diri, merupakan aspek yang sangat
penting dalam berfungsinya manusia, hal ini karena manusia memang sangat
memperhatikan berbagai hal tentang diri, termasuk siapa dirinya, seberapa positif
atau negatif seorang individu memandang dirinya, bagaimana citra yang ditampilkan
keprihatinan yang ekstrim dengan apa yang orang lain pikirkan, kurangnya otonomi
dan individualitas, dan selalu menawarkan atau menyamarkan harga diri yang rendah
pertumbuhannya, seperti:
(6) terdapat kelebihan dan keunikan yang selalu diabaikan (On My Own To
18
Adanya sistem yang bermasalah yang mendorong rendahnya harga diri, hal ini
selalu tunduk terhadap peraturan (On My Own To Feet: Identity and Self-Esteem,
1997).
Pelham & Swan (dalam Aditomo & Retnowati, 2004) mengemukakan dalam
konteks kesehatan mental, harga diri memiliki peran yang penting. Individu yang
memiliki harga diri tinggi berarti memandang dirinya secara positif. Individu dengan
harga diri yang tinggi sadar akan kelebihan-kelebihan yang dimilikinya dan
Temuan ini juga menunjukkan bahwa tingkat harga diri akademik dapat
mempengaruhi harga diri seseorang secara global, terutama pada komponen harga
diri yang positif yang berfungsi juga untuk melihat seberapa tinggi penghargaan
Penelitian pada harga diri umumnya melanjutkan pada praduga dari salah satu
konsep dari tiga konseptualisasi, dan setiap konseptualisasi telah diperlakukan secara
secara independen dari yang lain. Konsep tersebut adalah (1) harga diri telah
diselidiki sebagai hasil dari perilaku. (2) harga diri telah diselidiki sebagai motif,
mempertahankan atau meningkatkan evaluasi diri yang positif. (3) harga diri telah
diselidiki sebagai alat penyangga bagi diri sendiri, karena dianggap memberikan
19
perlindungan dari pengalaman-pengalaman buruk dan berbahaya bagi diri individu
Dari teori yang dikemukakan oleh para ahli psikologi diatas mengenai
pengertian harga diri dapat disimpulkan bahwa harga diri adalah penilaian terhadap
diri individu mengenai siapa dirinya yang berdasarkan pada keyakinan dari individu
itu sendiri.
menyebutkan bahwa terdapat tiga faktor dari harga diri, yaitu family experience,
20
yang dibandingkan baik dengan hasil yang diharapkan diri sendiri
berharga akan memiliki penilaian yang lebih baik atau positif terhadap
Individu yang memiliki harga diri yang baik akan mampu menghargai
21
c. Keluarga dan orang tua. Keluarga dan orang tua memiliki porsi terbesar
a. Interaksi dengan manusia lain. Awal interaksi adalah melalui ibu yang
kemudian meluas pada figur lain yang akrab dengan individu. Ibu yang
kepribadiannya.
individu akan memiliki harga diri yang positif. Bila sekolah dianggap
tidak memberikan umpan balik yang positif bagi individu, harga diri akan
individu pula.
22
c. Pola asuh. Bagaimana orang tua mengasuh anaknya mempengaruhi harga
diri anak.
e. Kepercayaan dan nilai yang dianut individu, harga diri yang tinggi dapat
dicapai bila ada keseimbangan antara nilai dan kepercayaan yang dianut
disimpulkan bahwa, faktor yang dapat mempengaruhi harga diri adalah family
Rosenberg (dalam Rahmania & Yuniar, 2012) menyatakan bahwa harga diri
memiliki dua aspek, yaitu penerimaan diri dan penghormatan diri. Kedua aspek
tersebut memiliki lima dimensi yaitu: dimensi akademik, sosial, emosional, keluarga,
dan fisik.
pendidikan individu
individu
23
c. Dimensi emosional merupakan hubungan keterlibatan individu terhadap
emosi individu
e. Dimensi fisik yang mengacu pada persepsi individu terhadap kondisi fisik
individu.
individu dari orang lain, hal tersebut merupakan penghargaan dan minat
tingkah laku yang dilarang dan melakukan tingkah laku yang diperbolehkan
pekerjaan dengan baik dari level yang tinggi dan usia yang berbeda.
Menurut Reasoner & Dusa (dalam Lestari & Koentjoro, 2002), komponen utama
24
a. Sense of security Rasa aman bagi individu yang berhubungan dengan rasa
individu yang memisahkan dari orang lain dan memiliki karakteristik yang
unik. Ini juga melibatkan penerimaan diri yang memiliki berbagai potensi,
bagian dari dunia, perasaan yang ada dalam diri, dan juga merasa memiliki
dalam menetapkan dan mencapai tujuan. Orang tua dapat membantu anak-
satu perasaan adalah kompetensi pada diri sendiri dan perasaan yang
25
nanti. Individu yang tidak memiliki rasa kompetensi pribadi akan merasa
berlebihan dan tidak terkontrol yang kemudian menyebabkan dirinya berada pada
tekanan dan masalah baru (Gorse & Lejoyeux, 2011). Definisi ini digunakan dalam
ada, terungkap kompleksitas dari adiksi internet. Salah satu upaya memahami
fenomena adiksi internet adalah melalui perspektif bahwa adiksi internet sangat
fungsi keluarga, keberadaan media sosial dan permainan daring di telepon genggam
menjadi beberapa hal yang dianggap memengaruhi adiksi internet (Tang, et al.,
2018). Sementara itu, faktor-faktor internal yang banyak ditemukan terkait dengan
adiksi internet antara lain adalah kepribadian dan harga diri (Kuss, van Rooij, Shorter,
Griffiths, & van de Mheen, 2013; Munno et al., 2017). Harga diri kemudian menjadi
faktor yang menonjol yang dianggap berkorelasi dengan adiksi internet secara lebih
26
Harga diri umumnya digunakan untuk merujuk kepada evaluasi individu atas
perilaku berisiko seperti penyalahgunaan zat sebagai cara untuk mengatasi atau
melarikan diri dari perasaan negatif yang terkait dengan harga diri yang rendah
(Tang, et al., 2018). Obat terlarang dapat membantu beberapa remaja untuk
minuman keras, dan mengkonsumsi obat terlarang dapat mengurangi ketegangan dan
frustrasi, menghilangkan kebosanan dan rasa lelah, dan dalam beberapa kasus juga
dapat membantu remaja melarikan diri dari kenyataan hidup yang keras (Santrock,
2005).
Adapun kerangka berfikir dalam penelitian ini dapat dilihat di bagian 2.3
Adapun kerangka berfikir dalam penelitian ini dapat dilihat di bagian 2.3
27
Mahasiswa
Perilaku Adiksi
Salience
Tolerance
Mood modification
Relapse
Withdrawl
Conflict
Problems
Adiksi Adiksi
tinggi rendah
Keterangan:
:Apabila
: Maka
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir Penelitian.
2.4 Hipotesis
28
Hipotesis berasal dari dua kata "hypo" yang artinya " dibawah" dan "thesa"
ejaan bahasa Indonesia menjadi hipotesa, dan berkembang menjadi hipetesis. Adapun
H1: Ada hubungan harga diri dengan perilaku adiksi di media sosial instagram pada
H2: Tidak ada hubungan harga diri dengan perilaku adiksi di media sosial instagram
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
adalah adanya hubungan harga diri dengan perilaku adiksi di media sosial instagram
pada mahasiswa Kota Pekanbaru. Arah hubungan dalam penelitian ini negatif, yaitu
semakin tinggi harga diri maka akan semakin rendah perilaku adiksi, sebaliknya
DAFTAR PUSTAKA
29
American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorder Edition (DSM-V). Washington : American Psychiatric
Publishing.
Andreassen, C. & Pallesen, S., (2015). Social network site addiction - an overview.
Curr Pharm Des, 20(25), pp.4053-61.
Anindyajati, M., Karima, M.C. 2004. Peran Harga Diri Terhadap Asertivitas Remaja
Penyalahguna Narkoba (Penelitian Pada Remaja Penyalahguna Narkoba Di
Tempat-Tempat Rehabilitasi Penyalahguna Narkoba). Fakultas Psikologi
Universitas Indonusa Esa Unggul Jakarta.
Andarini, S., Susandari, & Rosiana, D. (2012). Hubungan antara Self-Esteem dengan
Derajar Stres pada Siswa Akselerasi SD Negeri Banjarsari 1 Bandung.
Prosiding SNaPP2012: Sosial, Ekonomi, dan Humaniora. III, pp. 217-224.
Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung.
APJII. (2018). Penetrasi dan Perilaku Pengguna Internet Indonesia 2018. Jakarta:
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia.
30
Anggraini, Y. (2010). Asuhan kebidanan masa nifas. Yogyakarta: Pustaka Rihana
Baron, R., & Byrne, D. (2012). Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga
Byun, S., et al. (2009). Internet addiction: metasynthesis of 1996 – 2006 quantitative
research. Cyber Psychology & Behavior. Vol. 12, Number 2, p. 203-207.
Cast, A., & Burke, P. (2002, March). A theory of self esteem. Article in Social
Forces. Retrieved from https://www.researchgate.net/publication/
236761671_A_Theory_of_Self-Esteem.
Kuss, D. J., van Rooij, A. J., Shorter, G. W., Griffiths, M. D., & van de Mheen, D.
(2013). Internet addiction in adolescents: Prevalence and risk factors.
Computers in Human Behavior, 29, 1987-1996. doi: 10.1016/
j.chb.2013.04.002
Lisnawita, Lucky Lhaura Van FC, Musfawati. (2020). Pengaruh Media Sosial
31
Instagram terhadap Lifestyle dan Prestasi Akademik Mahasiswa. JIPI.
Volume 05, Nomor 01, Juni 2020 : 1 – 8
Montag, C., & Reuter, M. (2015). Molecular genetics, personality and internet
addiction. In C. Montag & M. Reuter (Eds.), Internet addiction, studies in
neuroscience, psychology and behavioral economics. (pp. 93-109). London:
Springer International Publishing.
Munno, D., Cappellin, F., Saroldi, M., Bechon, E., Guglielmucci, F., Passera, R., &
Zullo, G. (2017). Internet addiction disorder: Personality characteristics and
risk pathological overuse in adolescents. Psychiatry Research, 248, 1-5. doi:
10.1016/j.psychres. 2016.11.008
Nie, J., Zhang, W., & Liu, Y. (2017). Exploring depression, self-esteem and verbal
fluency with different degrees of internet addiction among Chinese college
students. Comprehensive Psychiatry, 72, 114-120.
On My Own To Feet: Identity and Self-Esteem (2nd ed.). (1997). St. Marlborough:
Dept.of Education and Science Ireland.
32
Kecenderungan Body Dysmorphic Disorder pada Remaja Putri. Jurnal
Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental, I(2), 110-117
Rosenberg, Morris (1965). Society and the adolescent self-image. Princeton, NJ:
Princeton. University Press.
Rosenberg, M., (1979), Conceiving the Self, New York: Basic Books.
Sadock, B.J., Sadock, V.A., & Ruiz, P. (2015). Kaplan & Sadock’s Synopsis of
Psychiatry (11th ed.). Philadelphia: Wolters Kluwer.
Sdrulla, Wolfe & Higgins. (2014). Self-Control And Perceived Behavioral Control:
An Examination Of College Student Drinking. Applied Psychology in
Criminal Justice. 4 (01)
Santrock, J.W. (2012). Life-Span Development (Perkembangan Masa Hidup Edisi 13.
Jilid 1, Penerjemah: Widyasinta,B). Jakarta: Erlangga.
Tang, C.M., & Chaw, L.Y. (2018). Readiness for blended learning:understanding
attitude of university students. International Journal of Cyber Society and
Education, 6(2), 79-100, doi: 10.7903/ ijcse.1086. Retrieved from academic-
pub.org/ojs/ index.php/IJCSE/ article/ view/1086
33
Wibowo, Y. (2018). Hubungan self estem dan penggunaan media sosial instagram
dengan perilaku narsisme pada siswa kelas VIII SMK Penabur Jaya. Jurnal
Humaniora, 110.
34