Laporan Akhir ini disusun dalam kaitan dengan Bidang Jasa Studi kegiatan
Penyusunan Kajian Hilirsasi Produk Kelapa Sawit, yang dilaksanakan oleh Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sintang bekerjasama dengan
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Tanjungpura.
Disusunnya Laporan Akhir ini pada intinya adalah untuk melaporkan seluruh hasil
akhir kegiatan dimulai dari tahap awal, tahap pengumpulan dan pengolahan data
yang telah dianalisis dari laporan draft akhir menjadi laporan akhir.
Akhir kata kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
penyelesaian Laporan Akhir ini dan semoga Laporan Akhir ini bermanfaat bagi
Pemerintah Kabupaten Sintang dalam menyusun kebijakan dan arah perencanaan
untuk pembangunan daerah Kabupaten Sintang.
Laporan Akhir i
Penyusunan Kajian Hilirisasi Produk Kelapa Sawit
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................................................... i
Daftar Isi.............................................................................................................................. ii
Daftar Tabel......................................................................................................................... iv
Daftar Gambar….................................................................................................................. vi
Daftar Pustaka…………………………………………………………………………………………………………………… viii
Laporan Akhir ii ii
Penyusunan Kajian Hilirisasi Produk Kelapa Sawit
3.2. Penjelasan Tahapan Metodologi Kajian Hilirisasi Produk Kelapa Sawit……….. III – 2
3.2.1. Penentuan Tujuan Kajian……………………………………….…………………………. III – 2
3.2.2. Tinjauan Pustaka dan Studi Literatur…………………………………………………. III – 2
3.2.3. Pengumpulan Data.………………………………………………………………………….. III – 2
3.2.4. Identifikasi dan Kriteria Pemilihan Produk Turunan Kelapa Sawit………. III – 2
3.2.5. Kelayakan Alternatif Terpilih Produk Turunan Kelapa Sawit…………….… III – 3
3.2.6. Analisis dan Interpretasi Hasil.………………………………………………………….. III – 8
3.2.7. Kesimpulan dan Rekomendasi………………………………………………………….. III – 8
BAB VI PENUTUP VI – 1
6.1. Kesimpulan………………………………………………………………………………………………… VI – 1
6.2. Rekomendasi……………………………………………………………………………………………… VI – 2
Tabel 4.3 Laju Pertumbuhan Penduduk di Kabupaten Sintang, Tahun 2010 – 2019……………….. IV – 4
Tabel 4.4 Persentase Penduduk Menurut Golongan Pendapatan Per Kapita Per Bulan di
Kabupaten Sintang Tahun 2019…………………………………………………………………………….. IV – 5
Tabel 4.5 Luas Panen Sektor Pertanian di Kecamatan Kabupaten Sintang, Tahun 2019…………. IV – 5
Tabel 4.6 Luas Panen Sektor Perkebunan di 14 Kecamatan Kabupaten Sintang, Tahun 2019…. IV – 6
Tabel 4.7 Populasi Sektor Peternakan di 14 Kecamatan Kabupaten Sintang, Tahun 2019………. IV – 7
Tabel 4.8 Perbandingan Luas Area Tanaman di Kabupaten Sintang, Tahun 2019…………………… IV – 8
Tabel 4.9 Pertumbuhan Luas Area Tanaman Kelapa Sawit Kabupaten Sintang, Tahun 2019…… IV – 9
Tabel 4.11 Tanaman Kelapa Sawit di 14 Kecamatan Kabupaten Sintang, Tahun 2019……………… IV – 10
Laporan Akhir iv iv
Penyusunan Kajian Hilirisasi Produk Kelapa Sawit
Tabel 4.15 Rekapitulasi Nilai Bobot Kriteria……………………………………………………………………………. IV – 14
Tabel 4.19 Rekapitulasi Hasil Skala Prioritas Alternatif Hilirisasi Produk Kelapa Sawit……………… IV – 20
Tabel 5.2 Skala Prioritas Alternatif Produk Hilirisasi Kelapa Sawit………………………………………….. V–3
Laporan Akhir v v
Penyusunan Kajian Hilirisasi Produk Kelapa Sawit
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.2. Matriks Perbandingan Berpasangan Antar Kriteria Pada Software Expert Cchoice….. IV – 15
Gambar 4.3. Nilai Bobot Setiap Kriteria Pada Software Expert Cchoice……………………………………….. IV - 16
Gambar 4.6. Sensitivity Kriteria dan Alternatif Hilirisasi Produk Kelapa Sawit…………………………….. IV – 21
Gambar 5.2. Paket Mesin Pengolahan Minyak Goreng Kelapa Sawit Skala UKM……………………….. V–6
Laporan Akhir vi v
Penyusunan Kajian Hilirisasi Produk Kelapa Sawit
Gambar 5.5. Proses Pengolahan TKKS Menjadi Pupuk Organik………………………………………………….. V – 13
Perkebunan kelapa sawit yang menghasilkan minyak kelapa sawit mentah (Crude
Palm Oil/CPO) masih menjadi salah satu komoditas ekspor unggulan Indonesia.
Hingga tahun 2019, Indonesia masih tercatat sebagai eksportir terbesar di dunia
untuk komoditas tersebut. Berdasarkan data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit
Indonesia (GAPKI), volume ekspor minyak sawit Indonesia pada tahun 2019, baik
dalam bentuk CPO, PKO, dan produk turunannya termasuk oleokimia dan
biodiesel, mencapai 36,17 juta ton. Jumlah tersebut naik 4,2% dibandingkan dengan
periode yang sama tahun 2018 yang hanya mencapai 34,71 juta ton (GAPKI, 2019).
Sedangkan tujuan dari pekerjaan Kajian Hilirisasi Produk Kelapa Sawit ini adalah
menyusun dan merumuskan suatu dokumen studi kelayakan terhadap minimal 3
jenis produk turunan kelapa sawit yang sesuai dengan ketersediaan teknologi dan
kemampu-terapan masyarakat, untuk dapat dijadikan sebagai rekomendasi bagi
Pemerintah Daerah Kabupaten Sintang dalam menentukan kebijakan hilirisasi
produk turunan kelapa sawit di Kabupaten Sintang.
1.3. Sasaran
Sasaran yang ingin dicapai dari kegiatan ini adalah :
1. Optimalisasi terhadap pemanfaatan potensi sumber daya hasil perkebunan
kelapa sawit untuk pengembangan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat
khususnya petani sawit mandiri di Kabupaten Sintang.
2. Memberikan masukan atas pemanfaatan potensi yang dapat dihasilkan dari
perkebunan kelapa sawit agar menjadi lebih bermanfaat dan mempunyai nilai
tambah (value added) dan manfaat bagi perekonomian dan kehidupan
masyarakat petani sawit mandiri di Kabupaten Sintang.
3. Memberikan gambaran tentang teknologi pengolahan untuk hilirisasi produk
kelapa sawit dengan memanfaatkan hasil-hasil dari perkebunan kelapa
4. Pelaporan
Pelaporan dilakukan dalam bentuk laporan tertulis dan juga presentasi,
dilaksanakan sebanyak 3 (tiga) kali tahapan presentasi kegiatan.
Adapun output (keluaran) laporan yang harus disampaikan atau
dikumpulkan adalah sebagai berikut:
a. Laporan Pendahuluan.
b. Laporan Draft Akhir.
c. Laporan Akhir.
d. Laporan Ringkasan Eksekutif.
e. Cakram Padat (CD).
1.5. Keluaran
Keluaran yang dihasilkan dari pelaksanaan kegiatan Kajian Hilirisasi Produk Kelapa
Sawit di Kabupaten Sintang ini adalah:
1. Buku Laporan tentang Kajian Hilirisasi Produk Kelapa Sawit di Kabupaten
Sintang.
2. Dokumen pendukung berupa hasil kegiatan penelitian lapangan, diskusi, serta
koordinasi/konsultasi dan asistensi dengan instansi/lembaga terkait, seminar,
publik hearing, dan lain sebagainya.
3. Rekomendasi Akhir.
Akhir-akhir ini banyak dibahas konsep nilai tambah sebagai strategi pembangunan
(value-added development strategy) melalui pembangunan agroindustri.
Agroindustri pengolahan hasil pertanian, mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1. Dapat meningkatkan nilai tambah
2. Menghasilkan produk yang dapat dipasarkan atau digunakan
3. Meningkatkan daya saing
4. Menambah pendapatan dan keuntungan produsen
Nilai tambah yang semakin besar atas produk pertanian khususnya kelapa sawit
tentunya dapat berperan bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan
ekonomi yang besar tentu saja berdampak bagi peningkatan lapangan usaha dan
pendapatan masyarakat yang muara akhirnya adalah meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Akan tetapi kondisi yang terus berlangsung saat ini produk kelapa
sawit dalam jumlah yang signifikan diekspor tanpa mengalami pengolahan lebih
lanjut di dalam negeri. Akhirnya keuntungan nilai tambah atas kedua produk
pertanian tersebut hanya dinikmati oleh pihak asing.
Menurut Zimmerer (1996), nilai tambah dapat diciptakan melalui cara-cara sebagai
berikut :
Sebagai salah satu sumber bahan baku minyak nabati, kelapa sawit adalah jenis
tanaman yang paling produktif dalam menghasilkan minyak nabati. Satu pohon
tanaman kelapa sawit pada usia produktif (di atas 6 tahun) dapat menghasilkan
sekitar 200 kg tandan buah segar per tahunnya atau setara dengan 40 kg minyak
sawit kasar (CPO). Pada luas lahan yang sama (1 ha), rata-rata kelapa sawit dapat
menghasilkan minyak sawit sebanyak 5.000 kg per tahun, sementara tanaman
penghasil minyak nabati lainnya seperti kedelai dan jagung hanya mampu
menghasilkan 375 kg dan 145 kg. Fakta ini selain disebabkan oleh tingginya
produktivitas buah pada tanaman kelapa sawit, juga disebabkan tingginya rendemen
minyak pada buah sawit, yaitu sekitar 22%, di mana angka ini belum termasuk
minyak dari bagian kernel. Sebagai pembanding, rendemen minyak dari kedelai
hanya sekitar 15%.
Pada Tabel 2.1 berikut disajikan beberapa informasi mengenai produktivitas kelapa
sawit di Indonesia saat ini.
2.4.2. Akar
Akar kelapa sawit berfungsi untuk menunjang struktur batang di atas tanah,
menyerap unsur hara dalam tanah, dan alat respirasi. Kelapa sawit memiliki sistem
akar serabut, yang terdiri atas akar primer, sekunder, tersier dan kuarter. Akar
primer tumbuh dari pangkal batang (bole), diameternya berkisar antara 8-10 mm,
panjangnya dapat mencapai 18 cm. Akar sekunder tumbuh dari akar primer dengan
diameter 2-4 mm, dari akar sekunder tumbuh akar tersier dengan diameter 0,7-1,5
mm dan panjangnya dapat mencapai 15 cm. Akar-akar kelapa sawit membentuk
lapisan anyaman yang tebal di dekat permukaan tanah, dan juga terdapat beberapa
akar napas yang mengarah ke samping atas. Sebagian besar perakaran tanaman
kelapa sawit berada dekat permukaan tanah, hanya sedikit yang berada pada
kedalaman 90 cm (Mangoensoekarjo dan Semangun 2005).
2.4.3. Daun
Daun kelapa sawit tersusun majemuk menyirip. Daun kelapa sawit terdiri atas
kumpulan anak daun (leaflets) yang mempunyai helaian dan tulang anak daun,
rachis yang merupakan tempat anak daun melekat, tangkai daun (petiole) yang
merupakan bagian antara daun dan tangkai, dan seludang pembuluh (sheath) yang
berfungsi sebagai pelindung dari kuncup dan memberikan kekuatan pada batang.
Pada tanaman dewasa dapat menghasilkan 40-60 daun dan akan menghasilkan
bakal daun setiap dua minggu serta memiliki masa hidup fungsional selama dua
tahun. Panjang daun dapat mencapai 5-7 meter dan memiliki 100-160 pasang anak
daun linear. Setiap tahun 18-24 pelepah daun akan dihasilkan, daun tersusun secara
spiral dan teratur yang dinamakan phylotaxis. Jumlah pelepah dalam satu spiral
berjumlah delapan pelepah (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005).
Diketahui untuk 1 ton kelapa sawit akan mampu menghasilkan limbah berupa
tandan kosong kelapa sawit sebanyak 23% atau 230 kg, limbah cangkang (shell)
sebanyak 6,5% atau 65 kg, wet decanter solid (lumpur sawit) 4 % atau 40 kg,
serabut (fiber) 13% atau 130 kg serta limbah cair sebanyak 50% (Mandiri, 2012).
Ada empat buah prinsip dasar AHP yang harus dipahami, yaitu :
1. Decomposition, yaitu memecah persoalan kompleks ke dalam bentuk yang
lebih sederhana dan menyusunnya ke dalam suatu pohon hirarki.
2. Comparative judgment, yaitu proses penilaian mengenai kepentingan relatif
antara satu kriteria dengan kriteria lainnya pada suatu tingkat tertentu.
Penilaian ini berpengaruh terhadap prioritas kriteria yang merupakan inti dari
metode AHP. Hasil penilaian ini disusun dalam bentuk matriks pairwise
comparison.
Tahapan yang dilakukan dalam metode AHP secara umum digambarkan seperti
terlihat seperti pada Gambar 2.1.
Tahap 1
Mendefinisikan struktur hirarki masalah
Tahap 2
Melakukan pembobotan kriteria pada
setiap tingkat hirarki
Tahap 3
Menghitung pembobotan kriteria dan
konsistensi pembobotan
Tahap 4
Menghitung pembobotan alternatif
Tahap 5
Menampilkan urutan alternatif yang
dipertimbangkan dan memilih alternatif
𝒂𝒊,𝒌, menyatakan elemen matriks A baris ke-i kolom ke-k dan 𝒂𝒌,𝒋 ,
menyatakan elemen matriks A baris ke-k kolom ke- j
Konsistensi AHP
Penilaian antara satu kriteria dengan kriteria lain tidak bisa sepenuhnya konsisten.
Inkonsistensi ini dapat disebabkan oleh kesalahan memasukkan penilaian ke dalam
Keterangan:
CI = consistency index (indeks konsistensi)
n = orde dari matriks
𝝀𝒎𝒂𝒙 = nilai eigenvector terbesar dari matriks berorde n
Keterangan:
CR = consistency ratio (rasio konsistensi)
RI = random index (indeks acak) untuk setiap matriks berorde n
Tabel 2.3 berikut ini menunjukkan nilai indeks acak untuk setiap matriks berorde 1
hingga 10 :
Tabel 2. Nilai indeks acak (RI)
Orde RI
1 0
2 0
3 0,52
4 0,89
5 1,11
6 1,25
7 1,35
8 1,40
9 1,45
10 1,49
Tahap 4: Menghitung pembobotan alternatif
𝑨𝒍𝒕𝒂,𝒃 menyatakan elemen matriks Alt baris ke-a kolom ke-b dan Eb menyatakan
elemen matriks E baris ke-b.
Menurut Suliyanto (2010), analisis aspek pasar dan pemasaran dilakukan untuk
menjawab pertanyaan “apakah bisnis/usaha yang akan dijalankan dapat
menghasilkan produk yang dapat diterima pasar dengan tingkat penjualan yang
menguntungkan?” Suatu ide bisnis/usaha dianggap layak berdasarkan aspek pasar
dan pemasaran jika ide bisnis tersebut dapat menghasilkan produk yang dapat
diterima pasar (dibutuhkan dan diinginkan oleh calon konsumen) dengan tingkat
penjualan yang menguntungkan. Secara spesifik analisis aspek pasar dan pemasaran
dalam studi kelayakan bisnis bertujuan untuk menganalisis permintaan atas produk
yang akan dihasilkan, menganalisis penawaran atas produk sejenis, menganalisis
ketersediaan rekanan atas pemasok faktor produksi yang dibutuhkan, dan
menganalisis ketepatan strategi pemasaran yang akan digunakan
Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menganalisis aspek teknis dan
teknologi antara lain :
1. Teknologi harus mudah untuk diterapkan.
2. Jenis teknologi yang digunakan harus dapat menghasilkan standar mutu yang
sesuai dengan keinginan pasar.
3. Teknologi harus sesuai dengan persyaratan yang diperlukan untuk mencapai
skala produksi yang ekonomis.
4. Pilihan jenis teknologi yang diusulkan harus mempertimbangkan kemungkinan
pengadaan tenaga ahli, pengadaan bahan baku, dan bahan penunjang yang
diperlukan untuk penerapannya.
5. Pemilihan teknologi hendaknya memperhatikan jumlah dana yang diperlukan
untuk pembelian mesin serta peralatan yang dibutuhkan.
6. Perlu juga meninjau pengalaman penerapan teknologi yang bersangkutan oleh
pihak lain di tempat lain, sehingga dapat diketahui apakah teknologi tersebut
telah dapat disetarakan dengan baik.
Oleh karena itu agar penerapan kemajuan industri dan teknologi tersebut dapat
memberikan hasil dan manfaat yang lebih baik bagi kelangsungan hidup manusia,
maka pada aspek lingkungan terdapat beberapa hal yang harus dikaji yaitu :
Nilai IRR dapat dicari misalnya dengan coba-coba (trial and error).
Caranya, hitung nilai sekarang dari arus kas dari suatu investasi dengan
menggunakan suku bunga yang wajar, lalu bnadingkan dengan biaya
investasi, jika nilai investasi lebih kecil, maka coba lagi dengan suku
bunga yang lebih tinggi demikian seterusnya sampai biaya investasi
menjadi sama besar.
Sebaliknya, dengan suku bunga wajar tadi nilai investasi lebih besar,
maka coba lagi dengan suku bunga yang lebih rendah sampai
mendapatkan nilai investasi yang sama besar dengan nilai sekarang
(Umar 199). Kriteria penilaian : Jika IRR yang didapat ternyata lebih
besar dari rate of return yang ditentukan maka investasi dapat diterima.
3. Payback Periode
Periode pengembalian (payback period) adalah jangka waktu yang
diperlukan untuk mengembalikan modal suatu investasi, yang dihitung
dari arus kas bersih. Arus kas bersih adalah selisih antara pendapatan
Dimana:
Cf = Jumlah investasi awal
An = Jumlah kumulatif arus kas pada tahun ke - n
n = Tahun pengembalian ditambah 1 (n+1)
Kriteria penilaian :
Periode pengembalian lebih cepat : layak
Periode pengembalian lebih lama : tidak layak
Jika usulan proyek investasi lebih dari satu, maka periode
pengembalian yang lebih cepat yang dipilih
Kriterianya adalah :
jika nilai B/C > 1 berarti investasi layak untuk dijalankan
jika nilai B/C < 1 berarti investasi tidak layak untuk dijalankan dan
jika nilai B/C = 1, maka keputusan tergantung pada investor
MULAI
Pengumpulan Data
Aspek Aspek
Aspek Teknis Aspek Aspek
Pasar & Ekonomi &
& Teknologi Lingkungan Hukum
Pemasaran Finansial
Penentuan Hilirisasi
Produk Kelapa Sawit
3. Aspek Lingkungan
Pada aspek lingkungan ini dilakukan analisa mengenai dampak lingkungan
yang mungkin terjadi dengan adanya rencana industri produk turunan kelapa
sawit ini. Data yang diperlukan adalah jenis teknologi yang digunakan, limbah
yang mungkin dihasilkan, proses produksi, dan kondisi lingkungan lokasi
usaha.
4. Aspek Hukum
Pada aspek hukum ini dilakukan pengumpulan data dan analisis mengenai
syarat-syarat legalitas yang harus dipenuhi. Data yang digunakan adalah syarat
legalitas (undang-undang dan peraturan lain) terhadap kepemilikan badan
usaha dan syarat keamanan dan kesehatan dari produk turunan kelapa sawit.
Selanjutnya dilakukan identifikasi mengenai syarat yang telah terpenuhi dan
syarat yang belum dipenuhi.
Dimana :
CFt = aliran kas per tahun pada periode t
Io= investasi awal pada tahun 0.
K= suku bunga (discount rate)
t = tahun ke – t
n = jumlah tahun
Dimana :
CFt = aliran kas per tahun pada periode t
Io = nilai investasi awal
IRR = tingkat suku bunga yang dicari harganya
t = tahun ke – t
n = jumlah tahun
3) Payback Period
Payback period adalah jangka waktu yang diperlukan untuk
mengembalikan modal suatu investasi dengan menghitung arus kas
bersih. Periode pengembalian biasanya dinyatakan dalam jangka
waktu per tahun. Persamaan rumus Payback Period adalah sebagai
berikut :
Dimana :
Cf = biaya Pertama
An= arus Kas pada tahun n
n= tahun pengembalian ditambah 1
Kriterianya adalah :
jika nilai B/C > 1 berarti investasi layak untuk dijalankan
jika nilai B/C < 1 berarti investasi tidak layak untuk dijalankan dan
jika nilai B/C = 1, maka keputusan tergantung pada investor
Luas wilayah Kabupaten Sintang yaitu 21.635 km2, dengan wilayah terluas terdapat di
Kecamatan Ambalau yaitu 6.386,40 km2 atau sebesar 29,52 %, sedangkan Kecamatan Sintang
merupakan kecamatan yang terkecil luas wilayahnya yaitu 277,05 km2 atau hanya sebesar
1,28 %, dari luas tersebut sebagian besar merupakan wilayah perbukitan dengan luas sekitar
13.573,75 km2 atau 62,74 %.
Kabupaten Sintang merupakan salah satu kabupaten yang berbatasan langsung dengan
negara tetangga yaitu Malaysia, khususnya negara bagian Sarawak. Wilayah Kabupaten
Sintang yang berbatasan langsung dengan negara Malaysia adalah Kecamatan Ketungau
Tengah dan Kecamatan Ketungau Hulu.
Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Sintang selama kurun waktu 2010 – 2019
tercatat rata-rata 1,55%. Angka ini lebih rendah jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan
penduduk pada tahun sebelumnya (2010 – 2018) yang besarnya rata-rata 1,58% per tahun.
Selanjutnya berdasarkan hasil survey Sosial Ekonomi Nasional pada Maret 2019
seperti terlihat pada Tabel 4.4, penduduk Kabupaten Sintang sebanyak 35,87% berada pada
kelompok pendapatan diantara Rp. 500.000 – Rp. 749.000, kelompok penduduk dengan
pendapatan diantara Rp. 750.000 – Rp. 999.000 sebanyak 18,32%, kemudian kelompok
penduduk dengan pendapatan diantara Rp. 1.000.000 – Rp.1.499.000 sebanyak 15,56% dan
hanya sebanyak 7,58% saja kelompok penduduk yang memiliki pendapatan diatas Rp.
1.500.000.
Tabel 4.5 Luas Panen Sektor Pertanian di 14 Kecamatan Kabupaten Sintang, Tahun 2019
Pertanian (Luas Panen/ Ha)
Padi Kacang Kacang Ubi Ubi
No Kecamatan Jagung Kedelai
Sawah Ladang Tanah Hijau Kayu Jalar
Sektor lain dalam potret agribisnis di Kabupaten Sintang ialah sektor perkebunan.
Hasil perkebunan di setiap kecamatan berbeda-beda, tentunya berdasarkan keadaan geografis
dari setiap kecamatan. Hasil perkebunan di Kabupaten Sintang pada pada umumnya ditunjang
dari hasil perkebunan tanaman karet dan kelapa sawit, hal ini untuk memenuhi keperluan
industri. Produksi tanaman perkebunan lainnya mengalami peningkatan walau peran atau
sumbangannya relatif kecil.
Tabel 4.6 Luas Panen Sektor Perkebunan di 14 Kecamatan Kabupaten Sintang, Tahun 2019
Perkebunan (Luas Panen/ Ha)
Tabel 4.7 Populasi Sektor Perternakan di 14 Kecamatan Kabupaten Sintang, Tahun 2019
Ternak / Unggas (Populasi)
Ayam Ayam
No Kecamatan Sapi Kerbau Kambing Babi Itik
Ras Buras
1 Ambalau 160 0 175 3.687 0 15.260 174
2 Binjai Hulu 943 18 404 7.985 111.935 36.480 304
3 Dedai 968 18 376 5.293 162.373 38.300 422
4 KayanHilir 181 3 58 4.030 79.397 22.442 157
5 Kayan Hulu 197 0 85 4.086 57.003 19.003 100
6 KelamPermai 203 0 180 7.522 28.0875 34.873 271
7 KetungauHilir 168 12 100 3.905 44.547 33.126 195
8 Ketungau Hulu 92 0 165 3.837 80.006 14.930 100
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Sintang
Tabel 4.8. Perbandingan Luas Area Tanaman di Kabupaten Sintang, Tahun 2019
Luas Area Tanaman (Ha)
% Kelapa
Keseluruhan Kelapa Sawit
Sawit
TBM 80.897 47.437 58,63%
TM 179.311 121.306 67,65%
TT/R 10.788 131 1,20%
Jumlah 270.996 168.874 62,30%
Sumber: Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Sintang Bidang Perkebunan
Keterangan :
TBM = Tanaman Belum Menghasilkan
TM = TanamanMenghasilkan
TT/R = Tanaman Tuas / Rusak
Tabel 4.9. Pertumbuhan Luas Area Tanaman Kelapa Sawit Kabupaten Sintang, Tahun 2019
Luas Area TanamanKelapaSawit (Ha)
%
Tahun TBM TM TT/R Jumlah
Kenaikan
2018 47.437 121.306 131 168.874 0,5%
2017 47.525 120.421 0 167.946 3%
2016 48.619 114.409 0 163.028
Sumber :Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Sintang Bidang Perkebunan
Potensi tanaman kelapa sawit dapat dilihat dari setiap kecamatan, hal ini tentunya
didukung oleh kondisi geografis setiap daerah. Luas area tanaman dan kapsitas produksi
kelapa sawit di setiap kecamatan tahun 2019 dapat dilihat pada tabel 4.11 berikut.
Responden yang terlibat dalam Kajian Hilirisasi Produk Kelapa Sawit di Kabupaten
Sintang untuk penentuan prioritas olahan produk turunan kelapa sawit ini ada sejumlah 9
pihak yaitu Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Dinas Pertanian dan Perkebunan,
Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Perindustrian
Perdagangan dan Koperasi, Bagian Ekonomi Pembangunan Sekretariat Daerah, Dinas
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Dinas Tata Ruang dan Pertanahan dan
Tahapan proses pemilihan prioritas olahan produk turunan kelapa sawit dalam Kajian
Hilirisasi Produk Kelapa Sawit di Kabupaten Sintang dengan menggunakan metode Analytic
Hierarchy Process ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Tahap Penentuan Kriteria dan Alternatif
Tahapan pertama dalam metode Analytic Hierarchy Process (AHP) ialah
menentukan kriteria dan alternatif sebagai elemen yang menjadi pertimbangan dalam
memilih produk hilirisasi kelapa sawit di Kabupaten Sintang. Tabel 4.12 dan tabel 4.13 di
bawah ini adalah hasil kriteria dan alternatif yang digunakan sebagai pertimbangan.
Penentuan Hilirisasi
Produk Kelapa Sawit
Hirarki penentuan hilirisasi produk kelapa sawit diatas terbentuk dengan 3 tingkat
level hirarki, dimana Level 0 merupakan tujuan utama yaitu prioritas hilirisasi produk
kelapa sawit, Level 1 merupakan kriteria-kriteria dalam pemilihan hilirisasi produk
kelapa sawit, dan Level 2 adalah tingkatan terakhir yaitu alternatif atau produk-produk
hilirisasi berbahan baku kelapa sawit yang akan dipilih prioritasnya.
Kriteria K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 Bobot
Peningkatan
Nilai Tambah 1 1,737 0,5095 0,30 0,172 0,41 0,353 3,67 0,063
(K1)
Ketersediaan
SDM Terampil 0,576 1 0,431 0,215 0,1897 0,399 0,270 1,817 0,045
(K2)
Daya Serap
Tenaga Kerja 1,963 2,32 1 0,365 0,24 0,671 0,47 3,79 0,088
(K3)
Prospek &
Permintaan Pasar 3,327 4,66 2,742 1 0,516 2,74151 2,026 4,98 0,210
(K4)
Ketersediaan
Bahan Baku 5,798 5,272 4,173 1,937 1 3,54 3,057 6,123 0,320
(K5)
Kemudahan
Proses Produksi 2,426 2,505 1,489 0,365 0,283 1 0,926 3,582 0,109
(K6)
Kemudahan
Akses Teknologi 2,831 3,699 2,1197 0,4935 0,327 1,08 1 3,791 0,133
(K7)
Dampak
Lingkungan 0,272 0,550 0,264 0,20 0,163 0,279 0,264 1 0,032
(K8)
Berdasarkan dari tabel 4.14 tentang matriks perbandingan antar kriteria di atas,
maka untuk menghitung bobot kriteria Peningkatan Nilai Tambah (K1) dapat dilihat
sebagai berikut:
Kriteria Bobot
Peningkatan Nilai Tambah
0,063
(K1)
Ketersediaan SDM Terampil
0,045
(K2)
Daya Serap Tenaga Kerja
0,088
(K3)
Prospek & Permintaan Pasar
0,210
(K4)
Ketersediaan Bahan Baku
0,320
(K5)
Kemudahan Proses Produksi
0,109
(K6)
Kemudahan Akses Teknologi
0,133
(K7)
Dampak Lingkungan
0,032
(K8)
Sumber : Hasil Pengolahan
Jika nilai CR > 0,1 maka matrik tersebut tidak konsisten dan mengulang pada
kuesioner matriks perbandingan berpasangan. Nilai konsistensi menghasilkan nilai
0,0322 sehingga matriks perbandingan berpasangan antara kriteria, dinyatakan konsisten.
Gambar 4.2 dibawah ini merupakan hasil matriks perbandingan berpasangan antar
kriteria yang dihitung secara otomatis langsung dengan menggunakan software expert
choice.
Gambar 4.2. Matriks Perbandingan Berpasangan Antar Kriteria Pada Software Expert Cchoice
Nilai bobot kriteria Peningkatan Nilai Tambah (K1) sampai kriteria Dampak
Lingkungan (K8) pada pengolahan dengan menggunakan software expert choice ditandai
dengan warna dan nilai yang berada di dalam tanda kurung. Kriteria Ketersediaan Bahan
Baku (K5) memiliki nilai hijau dengan volume warna yang lebih tinggi dari kriteria lain,
hal ini menunjukan bahwa kriteria tersebut memiliki nilai bobot tertinggi. Artinya kriteria
tersebut menjadi pengaruh paling penting dalam menentukan hiliriasasi produk kelapa
sawit nantinya. Nilai bobot setiap kriteria dapat dilihat pada gambar 4.3 di bawah secara
keseluruhan.
Berikut ini tabel 4.16 adalah contoh matriks perbandingan berpasangan antara
Alternatif terhadap Kriteria Peningkatan Nilai Tambah (K1), matriks ini merupakan salah
satu dari delapan matriks perbandingan berpasangan antara Alternatif terhadap 8 Kriteria
yang ada.
Gambar 4.4 di bawah ini merupakan salah satu dari delapan matriks
perbandingan berpasangan antar Alternatif terhadap Kriteria, yaitu matriks perbandingan
berpasangan antar Alternatif terhadap Kriteria Peningkatan Nilai Tambah (K1) yang
dihitung secara otomatis langsung dengan menggunakan software expert choice.
Nilai setiap alternatif di software excpert choice ditandai juga dengan warna
seperti terlihat di gambar. Hal ini menunjukan, semakin banyak warna (mengarah ke
kanan) maka alternatif tersebut memiliki nilai prioritas tertinggi dan menjadi pengaruh
paling penting dalam menentukan hiliriasasi produk kelapa sawit nantinya.
Jika nilai CR > 0,1 maka tidak konsisten dan harus mengulang pengambilan data
pada kuesioner matriks perbandingan berpasangan. Berdasarkan perhitungan dari nilai
konsistensi rasio (CR) di atas diperoleh nilai CR sebesar 0,02936, sehingga perbandingan
berpasangan antara Alternatif Minyak Goreng (A1) sampai Alternatif Papan Serat (7)
terhadap Kriteria Peningkatan Nilai Tambah (K1) dinyatakan konsisten.
Sehingga pada akhirnya hasil perhitungan nilai bobot untuk setiap alternatif mulai
dari Alternatif Minyak Goreng (A1) sampai dengan Alternatif Papan Serat (A7) terhadap
masing-masing kriteria yaitu Kriteria Peningkatan Nilai Tambah (K1) sampai Kriteria
Dampak Lingkungan (K8) direkapitulasi seperti dalam tabel 4.17.
Rekap Bobot K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8
Minyak Goreng
0,343 0,299 0,315 0,339 0,311 0,317 0,312 0,298
(A1)
Pupuk Organik
0,155 0,172 0,160 0,160 0,160 0,141 0,170 0,157
(A2)
Pellet Biomassa
0,058 0,052 0,054 0,055 0,053 0,051 0,058 0,054
(A3)
Briket Arang
0,107 0,108 0,101 0,102 0,107 0,121 0,125 0,111
(A4)
Arang Aktif
0,080 0,086 0,086 0,090 0,088 0,090 0,083 0,093
(A5)
Pakan Ternak 0,213 0,237 0,236 0,224 0,235 0,232 0,213 0,247
(A6)
Papan Serat
0,045 0,043 0,045 0,042 0,045 0,046 0,042 0,043
(A7)
Sumber : Hasil Pengolahan
Keterangan:
YA1 = Bobot Prioritas alternatif ke-1
A = Kriteria ke-1
bobot X1 = Bobot alternatif terhadap kriteria ke-1.
Tabel 4.18 di bawah ini merupakan rekapitulasi nilai bobot dari kriteria dan
alternatif untuk memudahkan dalam perhitungan akhir.
Perhitungan untuk 6 alternatif lainnya yaitu alternatif Pupuk Organik (A2) sampai
alternatif Papan Serat (A7) dilakukan dengan cara yang sama, dan hasil dari skala
prioritas di rekapitulasi dan dapat dilihat pada tabel 4.19.
Tabel 4.19. Rekapitulasi Hasil Skala Prioritas Alternatif Hilirisasi Produk Kelapa Sawit
Alternatif Hasil Peringkat
Minyak Goreng (A1) 0,3193 1
Pupuk Organik (A2) 0,1597 3
Pellet Biomassa (A3) 0,0541 6
Briket Arang (A4) 0,1096 4
Arang Aktif (A5) 0,0873 5
Pakan Ternak (A6) 0,2288 2
Papan Serat (A7) 0,0438 7
Sumber: Hasil Pengolahan
Gambar 4.5 di bawah ini merupakan proses pemilihan prioritas alternatif terbaik
untuk hilirisasi produk kelapa sawit yang dihitung secara otomatis langsung dengan
menggunakan software expert choice.
Perhitungan di atas diperoleh secara konsisten dengan nilai konsistensi 0,02 atau <
0,1 artinya setiap responden yang terlibat dalam Kajian Hilirisasi Produk Kelapa Sawit di
Kabupaten Sintang ini telah memahami seluruh isi kuesioner perbandingan berpasangan
dan telah melakukan penilaian perbandingan berpasangan yang sesuai. Gambar 4.6 di
bawah ini memperlihatkan bagaimana kontribusi dari setiap kriteria dan alternatif yang
menjadi pertimbangan untuk menentukan produk mana yang menjadi prioritas dari
Kajian Hilirisasi Produk Kelapa Sawit ini.
Gambar 4.6. Sensitivity Kriteria dan Alternatif Hilirisasi Produk Kelapa Sawit
Pada faktor internal, kekuatan yang dimiliki oleh agribisnis kelapa sawit Kabupaten
Sintang adalah:
1. Ketersediaan Lahan Perkebunan Sawit Cukup Besar
Sektor perkebunan di Sintang berkontribusi terhadap 22% produk domestik regional
bruto (PDRB) Kabupaten Sintang, dimana 183.500 Ha perkebunan kelapa sawit di
Kabupaten Sintang sebagian besar dikelola oleh perusahaan swasta dengan luas tanam
177.500 hektar, sedangkan perkebunan kelapa sawit mandiri milik masyarakat sekitar
6.000 hektar.
2. Produktivitas Kelapa Sawit Meningkat Signifikan
Perkembangan produksi perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Sintang yang dikelola
oleh sebagian besar perusahaan meningkat cukup signifikan, dimana pada tahun 2015
kapasitas produksinya sebesar 214.761 ton, kemudian pada tahun 2017 menjadi 260.291
ton dan pada tahun 2019 meningkat menjadi 280.771 ton.
3. Dapat Banyak Menyerap Sumber Daya Manusia
Perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Sintang telah diusahakan oleh setidaknya 12.903
KK (+/- 51.612 jiwa), baik yang berada di bawah pengelolaan pihak perusahaan swasta
maupun oleh petani mandiri, sehingga tanaman kelapa sawit telah menjadi salah satu
sumber usaha dan pendapatan masyarakat di Kabupaten Sintang.
4. Kebijakan Pemerintah Daerah Sangat Mendukung Perkebunan Kelapa Sawit
Komitmen yang tinggi dari Pemerintah Kabupaten Sintang dalam pengembangan industri
agribisnis kelapa sawit, melalui penerapan Rencana Aksi Daerah Kelapa Sawit
Berkelanjutan (RAD-KSB) melalui Keputusan Bupati Sintang No. 525/305/KEP
DISTANBUN/2018. Merujuk informasi dari Pemda Sintang, luas izin perkebunan kelapa
Selanjutnya untuk faktor internal terkait kelemahan yang ada pada agribisnis kelapa
sawit di Kabupaten Sintang diantaranya adalah:
1. Nilai Tambah Hasil Perkebunan Sawit Masih Kurang
Sub sektor perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Sintang pada tahun 2019 menghasilkan
kapasitas produksi tandan buah segar (TBS) sebesar 260.291 ton atau sebesar 86,3% dari
total hasil sektor perkebunan yang ada. Namun produk hasil dari sektor perkebunan sawit
tersebut hanya sebatas berupa tandan buah segar (TBS), tidak ada menghasilkan produk
turunan lainnya yang memiliki nilai tambah dan dapat memberikan peningkatan
penghasilan khususnya bagi petani sawit mandiri.
2. Tingkat Pendidikan dan Pemahaman Iptek Dari Masyarakat Masih Rendah
Upaya masyarakat dalam upaya pengembangan dan peningkatan produktivitas kebun
kelapa sawit mandiri belum diimbangi dengan pengetahuan budidaya yang baik dari
petani maupun kesiapan pendampingan dari pemerintah Kabupaten Sintang. Masih
adanya petani sawit mandiri yang melakukan ekspansi lahan secara sembarangan
sehingga berakibat pada rendahnya produktivitas kebun sawit yang dimiliki secara
mandiri oleh masyarakat. Masyarakat juga belum memahami tentang perlindungan
lingkungan hidup, jenis pencemaran lingkungan yang dihasilkan dari kegiatan
perkebunan kelapa sawit, prosedur pengolahan ataupun pemanfaatan dari limbah hasil
perkebunan kelapa sawit, dan lain sebagainya.
3. Petani Sawit Mandiri Sulit Mendapat Akses Terhadap Pasokan Pupuk
Masyarakat pemilik kebun sawit mandiri kesulitan mendapatkan akses pupuk sehingga
berpengaruh terhadap biaya produksi dan juga produktivas hasil perkebunan sawit
mereka. Alternatif pupuk lain, berupa pupuk organik (tankos dan pupuk kandang) sangat
terbatas kapasitasnya di daerah Kabupaten Sintang.
4. Pemasaran Hasil Produksi Kebun Sawit Mandiri Sangat Terbatas
Pemasaran TBS milik petani sawit mandiri masih bergantung pada tengkulak dengan
patokan harga yang rendah dan masyarakat mau tidak mau harus menjualnya. Petani
sawit mandiri kesulitan untuk bisa menjual tandan buah segar (TBS) sawit secara
Pada faktor eksternal, peluang yang dimiliki oleh agribisnis kelapa sawit Kabupaten
Sintang adalah:
1. Potensi Agribisnis Kelapa Sawit Semakin Berkembang
Indonesia menghasilkan minyak sawit inti/Palm Kernel Oil (PKO) sebanyak 3 juta ton,
bahkan menjadi negara produsen minyak sawit mentah/Crude Palm Oil (CPO) terbesar di
dunia dengan total produksi sebesar 32 juta ton atau 46,6% dari total produksi CPO
dunia. Kebutuhan CPO dunia pada tahun 2020 diperkirakan mencapai 95,7 juta ton.
Kondisi ini menunjukkan bahwa masa depan industri kelapa sawit di Kabupaten Sintang
dan Indonesia pada umumnya dapat terus berkembang untuk mencukupi kebutuhan CPO
dunia.
2. Perkembangan Teknologi Menjadikan Industri Kelapa Sawit Lebih Produktif dan
Efisien
Daya saing minyak kelapa sawit yang jauh lebih tinggi, seiring dengan terus
berkembangnya teknologi di industri kelapa sawit, baik di hulu seperti berkembangnya
bibit kelapa sawit unggul dan teknologi pemeliharaan, maupun di hilir seperti teknologi
pengolahan dan diversifikasi produk turunan telah menjadikan industri kelapa sawit
semakin efisien dibanding hasil perkebunan lainnya.
3. Produk Nilai Tambah Melalui Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit
Seperti diketahui untuk 1 ton tandan buah segar (TBS) kelapa sawit dapat menghasilkan
limbah berupa tandan kosong kelapa sawit (TKKS) sebanyak 23% (230 kg), limbah
cangkang (Shell) sebanyak 6,5% (65 kg), wet decanter solid (lumpur sawit) sebanyak 4
% (40 kg), serabut (Fiber) 13% (130 kg) serta limbah cair sebanyak 50%. Namun
limbah-limbah tersebut belum dimanfaatkan dan diolah menjadi produk yang memiliki
nilai tambah seperti misalnya limbah cangkang kelapa sawit, tandan kosong kelapa sawit
Selanjutnya untuk faktor eksternal terkait ancaman yang ada pada agribisnis kelapa
sawit Kabupaten Sintang diantaranya adalah:
1. Permainan Pasar Luar Negeri Menghambat Pemasaran Produk Kelapa Sawit
Adanya hambatan perdagangan dari pihak luar negeri, misalnya dari Uni Eropa (UE)
yang menetapkan bea masuk anti-subsidi (BMAS) antara 8-18% terhadap produk impor
biodiesel dari Indonesia. Selanjutnya pada Maret 2019 yang lalu, Komisi UE pun
mengategorikan minyak sawit sebagai produk yang 'tidak berkelanjutan' alias tidak bisa
digunakan sebagai bahan baku biodiesel.
2. Munculnya Opini Buruk Terhadap Produk Kelapa Sawit Indonesia
Munculnya rangkaian kampanye hitam yang digaungkan oleh sejumlah LSM asing
dengan menggunakan isu deforestasi hingga pelanggaran HAM dalam proses pembukaan
lahan, mereka menggiring opini publik seolah pengembangan industri sawit di Indonesia
telah berdampak buruk bagi lingkungan dan masyarakat.
3. Masih Belum Bisa Bersaing Dengan Industri Kelapa Sawit Negara Lain
Industri hilir (downstream) dari sektor perkebunan kelapa sawit di Indonesia masih lemah
jika dibandingkan dengan negara seperti Malaysia dan Thailand. Hal ini terlihat dari
inovasi produk turunan kelapa sawit yang dihasilkan, dimana Indonesia baru mempunyai
3 inovasi paten, Malaysia menempati posisi teratas dengan 79 paten, Singapura 34 paten
dan Thailand 4 inovasi paten. Begitu pula dengan produk turunan CPO, Indonesia hanya
memiliki 47 produk turunan CPO sedangkan Malaysia memiliki lebih dari 100 produk
turunan CPO.
Hasil dari perhitungan pembobotan dan penilaian rating pada setiap faktor internal
(kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) selanjutnya
Peluang SO WO
(Opportunity) 1,676 + 1,977 = 3,653 0,853 + 1,977 = 2,829
Ancaman ST WT
(Threats) 1,676+ 0,896 = 2,572 0,853+ 0,896 = 1,749
Sumber : Hasil Pengolahan
(-,+) (+,+)
1,977 SO
Kelemahan Kekuatan
1,676
Kuadran IV Kuadran II
(-,-) (+,-)
Ancaman
Berdasarkan perhitungan seperti pada tabel 4.24, nilai strategi tertinggi berada pada
kuadran I (satu) yaitu SO dengan nilai 3,653. Hal ini menunjukan bahwa strategi Stenghts and
Opportunity (SO) terpilih sebagai alternatif strategi untuk pengembangan hilirisasi produk
kelapa sawit di Kabupaten Sintang. Kuadran alternatif strategi dapat dilihat pada gambar 4.8.
Strategi Stenghts and Opportunity (SO) yang terpilih dapat dijelaskan berdasarkan
matriks SWOT sebelumnya, yaitu sebagai berikut:
1. Menghasilkan dan mengoptimalkan produk hasil turunan kelapa sawit dengan
memanfaatkan perkembangan teknologi yang ada.
Tanaman kelapa sawit sangat produktif dan efisien, dimana setiap bagiannya dapat
dimanfaatkan sehingga tidak ada yang terbuang. Bahkan limbah yang dihasilkan dalam
proses produksi dan pengolahan tandan buah segar (TBS) kelapa sawit menjadi Crude
Palm Oil (CPO) dapat diolah menjadi suatu produk yang memiliki nilai tambah seperti
diolah menjadi pupuk organik dan pakan ternak, baik untuk kebutuhan masyarakat dan
juga dunia industri. Sehingga hal ini menjadikan kelapa sawit sebagai salah satu tanaman
tanpa limbah produksi.
2. Menciptakan prospek pasar dari peluang bisnis hasil produk turunan kelapa sawit yang
dapat menyerap banyak SDM di Kabupaten Sintang.
Pada bagian ini merupakan penjelasan terhadap proses pengolahan data yang telah
dilakukan pada Bab 4 sebelumnya, serta analisa untuk melihat tingkat kepentingan dan prioritas
terhadap rencana pengembangan produk turunan untuk hilirisasi produk kelapa sawit di
Kabupaten Sintang, serta apa saja alternatif strategi yang diperlukan.
Pada tabel 5.1 menunjukkan dari 8 kriteria yang ada, kriteria yang menjadi
pertimbangan utama bagi 9 responden (stakeholder) dalam memilih prioritas jenis produk
turunan untuk hilirisasi produk kelapa sawit adalah kriteria ketersediaan bahan baku
dengan nilai bobot 0,320 (32%). Urutan kriteria selanjutnya yang menjadi pertimbangan
bagi 9 responden (stakeholder) dalam memilih prioritas jenis produk turunan untuk
hilirisasi produk kelapa sawit adalah kriteria prospek dan permintaan pasar, kriteria
kemudahan akses teknologi, kriteria kemudahan proses produksi, kriteria, daya serap
tenaga kerja, kriteria peningkatan nilai tambah, kriteria ketersediaan SDM terampil dan
terakhir kriteria dampak lingkungan.
Pada Kajian Hilirisasi Produk Kelapa Sawit di Kabupaten Sintang ini, dari 7
alternatif jenis produk turunan untuk hilirisasi produk kelapa sawit yang telah diperoleh
urutan prioritasnya, selanjutnya ditetapkan 3 (tiga) jenis produk turunan yang memiliki
nilai bobot dan prioritas tertinggi untuk dianalisa lebih lanjut dalam upaya untuk
pengembangan hilirisasi produk kelapa sawit di Kabupaten Sintang, yaitu produk minyak
goreng, produk pakan ternak dan produk pupuk organik.
Selanjutnya dari kedua tindakan pada strategi Stenghts and Opportunity (SO) yang
telah disebutkan diatas, untuk setiap tindakan strategi akan dianalisis lebih mendalam
dikaitkan berdasarkan dengan 3 jenis produk turunan terpilih yang memiliki nilai bobot
dan prioritas tertinggi yaitu produk minyak goreng, produk pakan ternak dan produk
pupuk organik.
5.2.1. Menghasilkan dan Mengoptimalkan Produk Hasil Turunan Kelapa Sawit Dengan
Memanfaatkan Perkembangan Teknologi Yang Ada
Pemberdayaan petani sawit mandiri merupakan salah satu upaya Pemerintah
Kabupaten Sintang untuk menjadikan para petani sawit mandiri lebih berdaya saing dan
mengurangi ketergantungan terhadap subsidi pemerintah serta meningkatkan partisipasi
mereka dalam pembangunan daerah, tetapi hal ini sering sulit dijalankan karena tingkat
pengetahuan dan ketrampilan dari petani sawit mandiri masih rendah.
Kegiatan untuk menghasilkan dan mengoptimalkan produk hasil turunan kelapa
sawit dengan memanfaatkan perkembangan teknologi yang ada, merupakan salah satu
tindakan strategi yang bertujuan untuk : (1) meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
petani sawit mandiri tentang produk-produk turunan yang dapat dihasilkan dari komoditas
kelapa sawit, dan (2) meningkatkan daya saing dan juga pendapatan dari petani sawit
mandiri sehingga petani sawit mandiri memiliki kemandirian ekonomi dan juga dapat
berkontribusi lebih besar dalam pembangunan di Kabupaten Sintang.
Berikut ini adalah 3 jenis produk yang dapat dihasilkan dan dioptimalkan oleh
petani sawit mandiri dalam mendukung pengembangan hilirisasi produk kelapa sawit di
Kabupaten Sintang, yaitu:
1. Produk Minyak Goreng Kelapa Sawit
Minyak goreng sawit, memiliki komposisi asam lemak yang seimbang dan
stabil, proses pembuatannya tanpa hidrogenisasi serta mengandung vitamin A dan E,
Sortasi
Fraksi 0-0 mentah; Fraksi 1-3 masak; Fraksi 3-4 lewat matang;
Fraksi ≥ 5 optimal
Perebusan
t = 80 menit; P = 3,0 Bar; T = 120 C
Tandan
Perontokan
Kosong
Biji Kernel
Pengepresan Dengan
Air Pengencer Screw Press
Screw Press
T = 90 – 95 C; 15 – 25%
P = 50 – 70 psi
Biji Fiber
Pemurnian
T = 80 – 90 C
Degumming
Bleaching
Filtration
Deodorisation
Fractination
Packaging
Gambar 5.2. Paket Mesin Pengolahan Minyak Goreng Kelapa Sawit Skala UKM
Salah satu hal yang menjadi pertimbangan dipiihnya produk minyak goreng
dari kelapa sawit menjadi prioritas utama dalam upaya untuk pengembangan
Rata-rata 1 Ha lahan kelapa sawit ditanami 130 pohon dan setiap pohon dapat
menghasilkan 22 pelepah/tahun. Jika setiap pelepah rata-rata bobotnya 5 kg, maka
dalam 1 Ha lahan kelapa sawit produktif dapat menghasilkan 9 ton pelepah segar
setiap tahun atau setara dengan 0,66 ton bahan kering per tahun yang dapat diolah
menjadi produk pakan ternak. Sementara Satu ekor sapi dewasa dengan bobot hidup
250 kg membutuhkan bahan kering berupa pakan ternak sabanyak 8,75 kg/hari.
Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa dari hasil samping perkebunan
kelapa sawit mempunyai potensi biomassa yang melimpah bagi petani sawit mandiri
untuk diolah menjadi produk pakan ternak yang dapat digunakan sebagai salah satu
upaya dalam pengembangan hilirisasi produk kelapa sawit, sehingga dapat
berdampak positif untuk peningkatan pendapatan bagi petani sawit mandiri di
Kabupaten Sintang.
TKKS
Pengolahan pupuk organik granul berbahan baku tandan kosong kelapa sawit
(TKKS) dapat dilakukan oleh kelompok petani sawit mandiri dengan menggunakan
paket teknologi pengolahan pupuk organik untuk skala industri UKM dengan
kapasitas produksi hingga 4.000 kg/hari yang terdiri dari:
a. Mesin pencacah tandan kosong kelapa sawit (TKKS) berkapasitas 400 – 700
kg/jam
f. Mesin pengaduk bahan baku pupuk organik berkapasitas 250 – 350 kg/jam
5.2.2. Menciptakan Prospek Pasar dari Peluang Bisnis Hasil Produk Turunan Kelapa
Sawit Yang Dapat Menyerap Banyak SDM di Kabupaten Sintang
Berikut ini adalah prospek pasar yang dapat diciptakan dari peluang bisnis/usaha
dari 3 jenis produk yang dapat dihasilkan oleh petani sawit mandiri dalam upaya
mendukung pengembangan hilirisasi produk kelapa sawit di Kabupaten Sintang, yaitu:
1. Prospek Pasar Produk Minyak Goreng
Sektor perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Sintang memiliki luas tanam
keseluruhan 183.500 Ha dengan kapasitas produksi berupa Crude Palm Oil (CPO)
yang dihasilkan pada tahun 2019 sebesar 280.771 ton. Berdasarkan luas tanam
keseluruhan sebesar 183.500 Ha tersebut, sebesar 6.000 Ha atau 3,3% adalah
perkebunan kelapa sawit mandiri milik masyarakat, artinya masyarakat petani sawit
mandiri ikut berkontribusi produksi Crude Palm Oil (CPO) sekitar 9.265 ton.
Seperti diketahui, dari 1 ton Crude Palm Oil (CPO) jika diolah akan
menghasilkan 750 liter Olein (minyak goreng), 200 liter Stearin (bahan baku
margarine, kosmetik dan sabun) dan 50 liter Losses (sabun cair hasil netralisasi Free
Fatty Acid/FFA). Seandainya 30% dari 9.265 ton kapasitas produksi Crude Palm Oil
(CPO) yang dihasilkan dari perkebunan kelapa sawit mandiri milik masyarakat
Jika produk pakan ternak hasil olahan dari limbah pelepah kelapa sawit
tersebut dijual dengan harga Rp. 1.000/kg, maka potensi pendapatan yang bisa
diperoleh oleh petani sawit mandiri dari produk pakan ternak limbah pelepah kelapa
sawit tersebut adalah sebesar Rp. 10.850.000/hari.
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil Kajian Hilirisasi Produk Kelapa Sawit di Kabupaten Sintang
yang telah dilakukan ini, maka beberapa kesimpulan yang dihasilkan diantaranya adalah:
1. Penentuan prioritas produk turunan untuk hilirisasi produk kelapa sawit dilakukan
dengan menggunaka metode Analytic Hierarchy Process (AHP) berdasarkan 8
(delapan) kriteria yang menjadi pertimbangan dalam memilih produk yaitu
Peningkatan Nilai Tambah, Ketersediaan SDM Terampil, Daya Serap Tenaga Kerja,
Prospek & Permintaan Pasar, Ketersediaan Bahan Baku, Kemudahaan Proses
Produksi, Kemudahan Akses Teknologi dan Dampak Lingkungan, serta 7 (tujuh)
alternatif produk turunan yaitu Pekan Ternak, Minyak Goreng, Pellet Biomassa,
Briket Arang, Arang Aktif, Pupuk Organik dan Papan Serat.
2. Berdasarkan hasil penilaian pembobotan terhadap 8 (delapan) kriteria yang menjadi
pertimbangan dalam memilih produk turunan untuk hilirisasi produk kelapa sawit,
diperoleh tiga kriteria teratas yang paling mempengaruhi dari pemilihan produk
turunan untuk hilirisasi produk kelapa sawit yaitu Kriteria Ketersediaan Bahan Baku
dengan nilai 0,32 (32%), Kriteria Prospek & Permintaan Pasar dengan nilai 0,21
(21%) dan Kriteria Kemudahan Akses Teknologi dengan nilai 0,133 (13,3%).
3. Berdasarkan hasil penilaian pembobotan terhadap 7 (tujuh) alternatif produk turunan
untuk hilirisasi produk kelapa sawit dengan menggunakan metoda Analytic
Hierarchy Process (AHP), diperoleh urutan alternatif produk turunan berdasarkan
dari nilai prioritasnya yang tertinggi ialah produk Minyak Goreng dengan nilai bobot
0,3193 (31,93%), produk Pakan Ternak dengan nilai bobot 0,2288 (22,88%), produk
Pupuk Organik dengan nilai bobot 0,1597 (15,97%), produk Briket Arang dengan
nilai bobot 0,1096 (10,96%), produk Arang Aktif dengan nilai bobot 0,0873 (8,73%),
VI-1
Laporan Akhir
Penyusunan Kajian Hilirisasi Produk Kelapa Sawit
produk Pellet Biomassa dengan nilai bobot 0,0541 (5,41%) dan terakhir produk
Papan Serat dengan nilai bobot 0,0438 (4,38%).
4. Berdasarkan hasil penilaian terhadap setiap faktor internal dan faktor eksternal serta
pembobotan rating kepentingan untuk penentuan alternatif strategi terpilih untuk
hilirisasi produk kelapa sawit yang telah dilakukan dalam analisis SWOT, diperoleh
nilai strategi tertinggi berada pada kuadran I (satu) yaitu strategi Strenght –
Opportunity (SO) dengan nilai bobot 3,653. Hal ini menunjukan bahwa strategi
Stenghts – Opportunity (SO) terpilih sebagai strategi prioritas yang perlu dilakukan
untuk pengembangan hilirisasi produk kelapa sawit di Kabupaten Sintang
6.2. Rekomendasi
Berdasarkan hasil analisa dan interpretasi hasil yang telah dilakukan, maka
implikasi strategi Stenghts – Opportunity (SO) untuk pengembangan hilirisasi produk
kelapa sawit di Kabupaten Sintang, adalah sebagai berikut:
1. Menghasilkan dan mengoptimalkan produk hasil turunan kelapa sawit dengan
memanfaatkan perkembangan teknologi yang ada dengan cara memproduksi 3 jenis
produk yang memiliki nilai bobot dan prioritas tertinggi, yaitu produk Minyak
Goreng, produk Pakan Ternak dan produk Pupuk Organik.
2. Pemerintah Kabupaten Sintang memfasilitasi terbentuknya beberapa Industri Kecil
Menengah yang beranggotakan petani ataupun kelompok petani sawit mandiri untuk
memproduksi dan mengembangkan produk turunan kelapa sawit, berupa produk
Minyak Goreng, produk Pakan Ternak dan produk Pupuk Organik.
3. Teknologi pengolahan produk minyak goreng berbahan baku CPO sebaiknya
menggunakan paket teknologi Mini Plant Minyak Goreng untuk skala industri UKM
dengan kapasitas produksi yang mencukupi hingga 1.000 liter CPO per proses (8
jam) produksi.
4. Teknologi pengolahan produk Pakan Ternak berbahan baku limbah pelepah sawit
sebaiknya menggunakan paket teknologi pakan berkapasitas produksi 500 kg/jam
dengan biaya investasi yang relatif kecil, sehingga produk Pakan Ternak juga dapat
diproduksi oleh petani sawit mandiri secara perorangan.
5. Teknologi sebaiknya Pengolahan pupuk organik granul berbahan baku tandan kosong
kelapa sawit (TKKS) sebaiknya menggunakan paket teknologi pengolahan pupuk
organik untuk skala industri UKM dengan kapasitas produksi hingga 4.000 kg/hari.
VI-2
Laporan Akhir
Penyusunan Kajian Hilirisasi Produk Kelapa Sawit
6. Pemerintah Kabupaten Sintang memfasilitasi untuk proses perijinan dan pengurusan
Sertifikasi Produk dari produk Minyak Goreng, produk Pakan Ternak dan produk
Pupuk Organik yang telah diproduksi oleh petani ataupun kelompok petani sawit
mandiri, agar produk-produk yang dihasilkan dapat dipercaya oleh masyarakat dan
diterima oleh pasar secara luas.
7. Pemerintah Kabupaten Sintang menyiapkan dan membangun suatu Demplot
(Demonstration Plot) pada suatu kawasan perkebunan sawit yang terintegrasi dengan
kegiatan pendidian dan pariwisata (agroedutourisme), yang dapat berfungsi sebagai
pusat informasi, pengembangan SDM petani sawit mandiri dan promosi terkait
hilirisasi produk kelapa sawit untuk masyarakat luas. Sehingga diharapkan dengan
adanya agroedutourisme kelapa sawit ini juga akan dapat meningkatkan PAD
Kabupaten Sintang.
VI-3
Laporan Akhir
Penyusunan Kajian Hilirisasi Produk Kelapa Sawit
DAFTAR PUSTAKA
Austin JE., 1992. Agroindustrial Project Analysis Critical Design Factors: EDI Series in
Economic Development. Baltimore: John Hopkins Univ. Press
Badan Pusat Statistik., 2020. Kabupaten Sintang dalam Angka Tahun 2020. Badan Pusat
Statistik (BPS) Kabupaten Sintang
Badan Pusat Statistik., 2019. Kabupaten Sintang dalam Angka Tahun 2019. Badan Pusat
Statistik (BPS) Kabupaten Sintang
Forman, Ernest H., 2006. Decision by Objectives. Department of Decision Science, School of
Business, The George Washington University. Alamat: http://mdm.gwu.edu/forman/DBpdf
Haas, Dr. Rainer dan Dr. Oliver Meixner., 2005. An illustrated Guide to the Analytic Hierarchy
Process. Institute of Marketing & Innovation, University of Natural Resources and
Applied Life Sciences, Vienna. Alamat: http://www.boku.ac.at/mi/
Hayami Y, Kawagoe T, Morooka Y, Siregar M., 1987. Agricultural Marketing and Processing
in Upland Java. A Perspective from a Sunda Village. Bogor: The CPGRT Centre
Hitt, Michael A, R. Duane Ireland, and Robert E.Hoskisson, alih bahasa., 2005. Manajemen
Strategis Daya saing & Globalisasi. Buku Satu. Penerbit Salemba. Jakarta.
Manusawai. H. A., Pengelolaan Limbah Padat Sabut Kelapa Sawit Sebagai Bahan Untuk
Mengelola Limbah Cair, 2011, 6(12), 892
Padil, 2010, Proses Pembuatan Nitroselulosa Berbahan Baku Biomassa Sawit, Seminar Nasional
Fakultas Teknik UR, ISBN 978-602-96729-0-9, TK20.
Rangkuti, F., 1997. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT. Gramedia Pustaka
Utama Jakarta.
Saaty, Thomas L. dan Michael P. Niemera., 2006. A Framework for Making a Better
Decision: How to Make More Effective Site Selection, Store Closing, and Other Real
Estate Decisions. Research Review, Vol.13, No.1, hal.4. Alamat :
http://mdm.gwu.edu/forman/Saaty_Niemira_paper
Singh, G., Manoharan, S. dan Toh, T. S., 1989. United plantations approach to palm oil mill by
product management and utilization. Proceedings of International Palm Oil Development
Conference, Palm Oil Research Institute of Malaysia, Kuala Lumpur, 225-234.
Laporan Akhir
Penyusunan Kajian Hilirisasi Produk Kelapa Sawit viii
Wahyudi, Agustinus, S., 1996, Manajemen Strategik:Pengantar Proses Berpikir Strategik,
Binarupa Aksara.
Yarman dan Edi, Pengaruh Penambahan Cangkang Sawit Terhadap Kuat Tekan Beton K200,
Skripsi Politeknik Pasir Pengaraian, 2006
Zimmerer, W.T., 1996. Entrepreneurship and The New Venture Formation. New Jersey :
Prentice Hall International, Inc
Laporan Akhir
Penyusunan Kajian Hilirisasi Produk Kelapa Sawit ix