Anda di halaman 1dari 103

ANALISIS NILAI TAMBAH PRODUK OLAHAN SALAK

PADA AGROINDUSTRI SALACCA DI KECAMATAN


ANGKOLA BARAT KABUPATEN TAPANULI SELATAN

SKRIPSI

SONYA CINDY GRACIA SIREGAR

JURUSAN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS JAMBI

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang selalu

memberikan berkat dan kasih, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Analisis Nilai Tambah Produk Olahan Salak Pada Agroindustri di

Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan”

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Dr. Ir.

Saidin Nainggolan, M.Si selaku Dosen Pembimbing I dan Ardhiyan Syahputra,

S.P., M.Si selaku Dosen Pembimbing II yang telah membimbing penulis untuk

menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada ibu Gina

Fauziah, S.P., M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis. Selain itu,

penulis juga berterimakasih kepada kedua orangtua tercinta, keluarga, sahabat-

sahabat dan semua pihak yang selalu mendukung dan memberi motivasi serta ikut

membantu menyumbangkan tenaga dan pikirannya dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih perlu

penyempurnaan. Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis

harapkan.

Jambi, Mei 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR....................................................................... i
DAFTAR ISI……………………………………………………….. ii
DAFTAR TABEL………………………………………………….. iv
DAFTAR GAMBAR………………………………………………. vi
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………….. vii
I. PENDAHULUAN……………………………………………. 1
1.1 Latar Belakang………………………………………….. 8
1.2 Rumusan Masalah………………………………………. 10
1.3 Tujuan Penelitian……………………………………….. 10
1.4 Manfaat Penelitian……………………………………… 11

II. TINJAUAN PUSTAKA……………………………………... 11


2.1 Tanaman Salak…….……………………………………. 11
2.2 Konsep Agroindustri…………………………...……….. 14
2.3 Pengolahan Salak……………………………………….. 16
2.4 Nilai Tambah…………………………………………… 17
2.5 Analisis Nilai Tambah Metode Hayami………………... 18
2.6 Revenue Cost Ratio ……………………………………. 22
2.7 Penelitian Terdahulu ..………………………………….. 22
2.7 Kerangka Pemikiran……………………………………. 24

III. METODE PENELITIAN…………………………………... 28


3.1 Ruang Lingkup Penelitian……………………………… 28
3.2 Sumber dan Metode Pengumpulan Data…………….…. 29
3.3 Metode Analisis Data…………………………….……... 29
3.4 Konsepsi Pengukuran…………………………………... 31

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………….. 33


4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian……………………. 33
4.2 Gambaran Umum Agroindustri Salacca………………... 33
4.2.1 Proses Produksi…………………………………. 36
4.3 Pembentuk Nilai Tambah………………………………. 42
4.3.1 Bahan Baku……………………………………... 42
4.3.2 Output…………………………………………... 45
4.3.3 Nilai Input Lain…………………………………. 49
4.4 Komponen Diluar Pembentuk Nilai Tambah…………... 53
4.5 Analisis Nilai Tambah Produk Olahan Salak…………... 55
4.5.1 Analisis Nilai Tambah Dodol Salak……………. 56
4.5.2 Analisis Nilai Tambah Keripik Salak…………... 58
4.5.3 Analisis Nilai Tambah Kurma Salak…………… 60
4.6 Perbandingan R/C dan Pendapatan Dodol Salak, Keripik 62
Salak dan Kurma Salak………………………………….
4.7 Implikasi Penelitian……………………………………... 65

ii
V. KESIMPULAN DAN SARAN ……..………………………. 67
5.1 Kesimpulan 67
5.2 Saran 68

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………… 69
LAMPIRAN…………………………………………………….......
71

iii
DAFTAR TABEL

Halaman
1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Salak di Kabupaten 4
Tapanuli Selatan Tahun 2022……………………………………

2. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Salak Pada Tahun 2020- 4


2022 di Kecamatan Angkola Barat………………………………

3. Perhitungan Nilai Tambah Metode Hayami…………………….. 30

4. Rata-rata Penggunaan, Harga dan Biaya Bahan Baku Dodol 43


Salak di Agroindustri Salacca Tahun 2022………………………

5. Rata-rata Penggunaan, Harga dan Biaya Bahan Baku Keripik 44


Salak di Agroindustri Salacca Tahun 2022………………………

6. Rata-rata Penggunaan, Harga dan Biaya Bahan Baku Kurma 45


Salak di Agroindustri Salacca Tahun 2022………………………

7. Rata-rata Output, Faktor Konversi, Harga Output dan Nilai 46


Output Dodol Salak pada Agroindustri Salacca Tahun 2022…….

8. Rata-rata Output, Faktor Konversi, Harga Output dan Nilai 47


Output Keripik Salak pada Agroindustri Salacca Tahun 2022…..

9. Rata-rata Output, Faktor Konversi, Harga Output dan Nilai 48


Output Kurma Salak pada Agroindustri Salacca Tahun 2022…..

10. Rata-rata Biaya Bahan Penolong, Biaya Listrik, Biaya 50


Pengemasan dan Biaya Penyusutan Peralatan pada Dodol Salak
di Agroindustri Salacca Tahun 2022…………………………….

11. Rata-rata Biaya Bahan Penolong, Biaya Listrik, Biaya 51


Pengemasan dan Biaya Penyusutan Peralatan pada Keripik Salak
di Agroindustri Salacca Tahun 2022…………………………….

12. Rata-rata Biaya Bahan Penolong, Biaya Listrik, Biaya 52


Pengemasan dan Biaya Penyusutan Peralatan pada Kurma Salak
di Agroindustri Salacca Tahun 2022…………………………….

13. Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja Per Proses Produksi Pada 53


Pengolahan Dodol Salak di Daerah Penelitian…………………..

14. Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja Per Proses Produksi Pada 54


Pengolahan Keripik Salak di Daerah Penelitian…………………

iv
15. Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja Per Proses Produksi Pada 55
Pengolahan Kurma Salak di Daerah Penelitian………………….

16. Perhitungan Nilai Tambah Dodol Salak Per Proses Produksi…… 56

17. Perhitungan Nilai Tambah Keripik Salak Per Proses Produksi…. 58

18. Perhitungan Nilai Tambah Kurma Salak Per Proses Produksi…... 60

19. Perbandingan Rata-Rata Total Biaya Dodol Salak, Keripik Salak 62


dan Kurma Salak di Agroindustri Salacca Tahun 2022………….

20. Perbandingan Rata-rata Penerimaan Dodol Salak, Keripik Salak 63


dan Kurma Salak di Agroindustri Salacca Tahun 2022………….

21. Analisis Revenue Cost Ratio Pada Dodol Salak, Keripik Salak 64
dan Kurma Salak………………………………………………...

22. Rata-rata Pendapatan Dodol Salak, Keripik Salak dan Kurma 65


Salak di Agroindustri Salacca Tahun 2022………………………

v
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kontribusi Wilayah Daerah Sentra Produksi Buah Salak di 3
Sumatera Utara………………………………………………...

2. Kerangka Pemikiran Analisis Nilai Tambah Produk Olahan 27


Salak pada Agroindustri Salacca di Desa Aek Nabara
Kecamatan Angkola Barat……………………………………..

3. Skema Proses Pembuatan Dodol Salak……………………….. 36

4. Skema Proses Pembuatan Keripik Salak……………………… 38

5. Skema Proses Pembuatan Kurma Salak………………………. 40

vi
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1. Kuesioner Penelitian 70

2. Penggunaan bahan baku, harga bahan baku dan biaya bahan 74


baku pada dodol salak per proses produksi…………………….

3. Penggunaan bahan baku, harga bahan baku dan biaya bahan 75


baku pada keripik salak per proses produksi…………………...

4. Penggunaan bahan baku, harga bahan baku dan biaya bahan 76


baku pada kurma salak per proses produksi……………………

5. Rata-rata output dan harga ouput pada dodol salak per proses 77
produksi………………………………………………………...

6. Rata-rata output dan harga ouput pada keripik salak per proses 78
produksi.…………………………………………………..……

7. Rata-rata output dan harga ouput pada kurma salak per proses 79
produksi.…………………………………………………..……

8. Rata-rata biaya bahan penolong pada dodol salak per proses 80


produksi.……………………………………………………………..
9. Rata-rata biaya bahan penolong pada keripik salak per proses 81
produksi…………………………………………………….......

10. Rata-rata biaya bahan penolong pada kurma salak per proses 82
produksi………………………………………………………...

11. Rata-rata biaya pengemasan pada dodol salak per proses 83


produksi………………………………………………………...

12. Rata-rata biaya pengemasan pada keripik salak per proses 84


produksi………………………………………………………...

13. Rata-rata biaya pengemasan pada kurma salak per proses 85


produksi………………………………………………………...

14. Rata-rata biaya penyusutan peralatan per proses produksi dodol 86


salak…………………………………………………………….

15. Rata-rata biaya penyusutan peralatan per proses produksi 87


keripik salak…………………………………………………….

vii
16. Rata-rata biaya penyusutan peralatan per proses produksi kurma 88
salak…………………………………………………………….

17. Rata-rata biaya tetap dan biaya variabel pada pengolahan dodol 89
salak…………………………………………………………….

18. Rata-rata biaya tetap dan biaya variabel pada pengolahan 90


keripik salak…………………………………………………….

19. Rata-rata biaya tetap dan biaya variabel pada pengolahan kurma 91
salak………………………………………………….…………

20. Penerimaan dodol salak per proses produksi……………...……. 92

21. Penerimaan keripik salak per proses produksi………………..... 93

22. Penerimaan kurma salak per proses produksi…………………... 94

viii
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu sektor utama pembangunan ekonomi Indonesia adalah sektor

pertanian. Sebagai negara agraris dengan produk hasil-hasil pertanian yang

beragam, diharapkan dapat menunjang pendapatan nasional, maka dari itu

diperlukan sektor industri yang ditopang oleh bidang pertanian yang tangguh.

Menurut Undang-Undang No 3 Tahun 2014 industri adalah seluruh bentuk kegiatan

ekonomi yang mengolah bahan baku dan memanfaatkan sumber daya industri

sehingga menghasilkan barang yang mempunyai nilai tambah atau manfaat yang

tinggi, termasuk jasa industri. Industri menjadi subsistem melengkapi rangkaian

agribisnis dengan fokus kegiatan berbasis pada pengolahan sumber daya hasil

pertanian dan peningkatan nilai tambah komoditas. Sektor pertanian terdiri dari

beberapa subsektor yaitu sektor tanaman pangan, perkebunan, hortikultura,

kehutanan, peternakan, perikanan dan kelautan. Subsektor hortilkultura meliputi

buah-buahan, sayur-sayuran, tanaman hias dan tanaman obat-obatan.

Agroindustri berasal dari dua kata agricultural dan industry yang berarti

industri yang menggunakan hasil pertanian sebagai bahan baku utamanya atau

suatu industri yang menghasilkan suatu produk yang digunakan sebagai sarana atau

input dalam usaha pertanian. Agroindustri merupakan kegiatan pemanfaatan hasil

pertanian menjadi produk olahan yang bernilai ekonomi, sekaligus menjadi suatu

tahapan pembangunan pertanian berkelanjutan. Upaya pengembangan agroindustri

secara tidak langsung dapat membantu meningkatkan perekonomian petani dengan

1
2

peran sebagai penyuplai bahan baku. Pengembangan agroindustri merupakan salah

satu upaya dalam meningkatkan nilai tambah produk hasil pertanian.

Agroindustri mempunyai peranan penting karena mampu menghasilkan nilai

tambah dari produk segar hasil pertanian. Agroindustri di pedesaaan yang berskala

usaha kecil dan menengah serta industri rumah tangga, memiliki potensi,

kedudukan dan peranan yang cukup strategis untuk mewujudkan struktur

perekonomian yang mampu memberikan pelayanan ekonomi, melaksanakan

pemerataan. Produk agroindustri memiliki daya terhadap kualitas produk dan

proses produksi, sehingga prmintaan produk agroindustri nanti mudah dipasarkan,

salah satu bahan baku agroindustri yang digunakan adalah salak.

Salak merupakan salah satu komoditas buah-buahan yang berpotensi untuk

dikembangkan. Potensi pengembangan salak didukung oleh berbagai faktor

diantaranya adalah teknik budidaya tanaman salak tidak memerlukan perawatan

yang khusus, tanaman salak termasuk tanaman yang relative tidak ada hama dan

penyakit (Hakim, Lubis, & Sibuea, 2018). Buah salak merupakan salah satu buah-

buahan yang memiliki ciri-ciri buah yang mudah rusak, sehingga penyimpanannya

relatif singkat. Untuk memperpanjang masa simpan dari buah salak maka

diperlukan pengolahan lebih lanjut terhadap buah salak. Untuk mendapatkan nilai

tambah dari buah salak termasuk memperpanjang umur simpan dari buah salak

maka diperlukan keahlian dalam mengolah buah salak menjadi produk olahan yang

memiliki daya tarik. Pengolahan buah salak ini dilakukan bertujuan untuk

meningkatkan daya tahan produk agar lebih tahan lama.


3

Salah satu produk olahan yang bersumber dari hortikultura adalah produk

olahan salak di Provinsi Sumatera Utara. Produksi buah salak salah satunya adalah

terdapat di Kabupaten Tapanuli Selatan. Ada beberapa kabupaten/kota yang

menjadi sentra produksi buah salak di Provinsi Sumatera Utara.

Lainny
a
Padangsidempuan
18.55%

Deli
Serdang
2.38%
Tapsel
Humbahas
70.31%
5.12%

Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara 2022


Gambar 1. Kontribusi Wilayah Daerah Sentra Produksi Buah Salak di
Sumatera Utara
Gambar 1 menunjukkan sentra produksi salak di Sumatera Utara terdapat di

beberapa kabupaten. Total kontribusi di beberapa kabupaten tersebut sebesar 93,98

persen. Kabupaten Tapanuli Selatan memberikan kontribusi sebesar 70,31 persen

terhadap total produksi salak di Sumatera Utara, Kota Padangsidempuan sebesar

18,55 persen, Kabupaten Humbang Hasundutan sebesar 5,12 persen dan Kabupaten

Deli Serdang sebesar 2,38 persen.

Tapanuli Selatan memiliki potensi sumber daya alam yang bisa mendukung

perkembangan industri pengolahan hasil pertanian. Salah satu bentuk agroindustri

yang dapat dikembangkan yaitu agroindustri salak. Tapanuli Selatan merupakan

salah satu sentra produksi salak terbesar di Sumatera Utara. Ada beberapa
4

kecamatan di Kabupaten Tapanuli Selatan yang menjadi penghasil buah salak,

diantaranya sebagai berikut :

Tabel 1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Salak di Kabupaten


Tapanuli Selatan Tahun 2022.

Kecamatan Luas Panen (ha) Produksi (ton) Produktivitas


(Ton/Ha)
Angkola Timur 1,67 20,10 12,03
Sayur Matinggi 0,80 14,40 18
Angkola Selatan 0,18 3,19 17,72
Angkola Barat 14.830,79 296.615,76 19,99
Angkola Sangkunur 0,72 12,96 18
Batang Toru 31,64 569,52 18
Marancar 84,14 1.514,43 17,99
Sipirok 0,86 15.53 18,06
Saipar Dolok Hole 0,52 9,36 18
Total 14.951,32 298.775,25 157,79
Sumber : Badan Pusat Statistik Tapanuli Selatan 2023.

Tabel 1 menunjukkan bahwa tanaman salak di Kabupaten Tapanuli Selatan

khususnya di Kecamatan Angkola Barat memiliki luas panen terbesar diantara

kecamatan lainnya yaitu sebesar 14.830,79. Kecamatan Angkola Barat juga

merupakan sentra produksi salak di Kabupaten Tapanuli Selatan dengan luas panen

dan produksi menempati urutan pertama. Dilihat dari produksinya, Kecamatan

Angkola Barat memiliki produksi terbesar yaitu sebesar 296.615,76 ton.

Tabel 2. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Salak Pada Tahun 2020
2022 di Kecamatan Angkola Barat
Tahun Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas
(Ton/Ha)
2020 5.730,75 145.168,90 25.33
2021 5.232,71 69.624,10 13,30
2022 14.951,32 298.775,25 19,98
Sumber : Badan Pusat Statistik 2023.

Tabel 2 menunjukkan bahwa Kecamatan Angkola Barat mengalami

penurunan luas lahan pada tahun 2021 namun mengalami peningkatan lagi pada
5

tahun berikutnya. pada tabel dapat dilihat bahwa perkembangan luas lahan salak

dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi. Produksi salak yang cukup besar pada

tahun 2022 dapat dimanfaatkan menjadi produk olahan untuk meningkatkan nilai

tambah dari buah salak.

Buah salak merupakan salah satu komoditi hortikultura yang cukup penting

di wilayah Kecamatan Angkola Barat. Salak juga merupakan salah satu komoditi

yang banyak diminati di Kecamatan Angkola Barat. Saat ini terdapat beberapa

kecamatan di wilayah Tapanuli Selatan yang memiliki lahan salak, salah satunya

adalah Kecamatan Angkola Barat yang menempati urutan pertama sebagai

kecamatan dengan luas lahan terluas di Kabupaten Tapanuli Selatan.

Salah satu industri yang dapat digolongkan sebagai agroindustri pangan

adalah pengolahan buah salak, yang memberikan nilai tambah terhadap buah salak.

Buah salak bisa diolah menjadi dodol salak, keripik salak dan kurma salak. Dodol

salak, keripik salak dan kurma salak ini berasal dari buah salak yang dicuci,

dipotong secara manual kemudian dicampur dengan bahan-bahan penolong. Dodol

salak, keripik salak dan kurma salak ini mempunyai peluang bisnis jika diolah

dengan benar dan dipasarkan secara tepat. Nilai tambah dari produk olahan ini akan

memberikan kontribusi yang sangat penting bagi petani terhadap apa yang

dihasilkannya. Mengolah bahan baku yang harganya murah menjadi barang olahan

yang bagus, unik dan rasanya enak, maka produk yang dihasilkan akan memiliki

nilai tambah yang lebih tinggi. Pengembangan agroindustri salak ini merupakan

salah satu cara untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi yang baik. Pengolahan

buah salak ini didukung dengan ketersediaan bahan baku salak di Angkola Barat
6

yang merupakan kecamatan penghasil buah salak terbanyak di kabupaten Tapanuli

Selatan seperti yang dijelaskan pada Tabel 1.

Salah satu usaha pengolahan buah salak terletak di Kecamatan Angkola

Barat. Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan merupakan daerah

dengan potensi lahan pertanian yang strategis untuk pengembangan produksi buah

salak. Wilayah desa Aek Nabara termasuk lahan strategis, karena memiliki iklim

yang baik dan cocok untuk pembudidayaan buah salak. Sentra pengolahan buah

salak yaitu agroindustri Salacca yang berlokasi di Jl. Sibolga KM. 11 Parsalakan

Desa Aek Nabara Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan.

Agroindustri ini merupakan perusahaan perseorangan yang didirikan pada bulan

Oktober 2014. Lokasi agroindustri salak ini tidak hanya dekat dengan bahan baku

produksi, tetapi juga berada dijalan lintas yang merupakan lokasi strategis untuk

pengolahan buah salak. Agroindustri ini didirikan dengan tujuan untuk

menghasilkan produk makanan ringan khas Tapanuli Selatan dengan menggunakan

bahan baku lokal untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen dan

memberikan kepuasan kepada pelanggannya sehingga agroindustri Salacca dapat

meningkatkan keuntungan perusahaan, menyerap tenaga kerja serta meningkatkan

nilai tambah. Usaha pengolahan ini menggunakan buah salak menjadi bahan baku

utamanya. Salak yang diolah dibeli dari petani sekitar. Usaha pengolahan buah

salak ini mengolah buah salak menjadi beberapa produk yaitu dodol salak, keripik

salak dan kurma salak. Salak yang digunakan sebagai bahan baku pengolahan,

dibeli dari petani sekitar.

Pemasaran dan penjualan yang dilakukan oleh usaha pengolahan ini terdiri

dari dua cara yaitu dijual langsung ke pemilik toko dan dijual ke reseller.
7

Agroindustri ini memiliki reseller di luar kabupaten dan kota Padangsidimpuan

yang dikenal sebagai kota salak juga merupakan salah satu kota yang memasarkan

produk olahan dari agroindustri Salacca ini. Hasil pengolahan dalam satu kali

proses produksi ini disimpan untuk stok dan di distribusikan ke beberapa reseller

serta toko yang ada untuk dijual kepada konsumen. Pengolahan salak ini bertujuan

agar buah salak memiliki umur simpan yang lebih lama dan awet. Produk olahan

salak seperti dodol, keripik dan kurma yang dikemas dan disimpan dengan benar

dan tepat, memiliki masa simpan hingga satu tahun. Daya tahan produk olahan ini

akan lebih awet sehingga akan dapat lebih menguntungkan dari segi pemasaran.

Daya tahan buah salak yang dijual dalam bentuk segar mudah membusuk

sehingga perlu pengolahan lebih lanjut maka salah satu alternatif yaitu dengan

mengolah buah salak menjadi dodol salak, keripik salak dan kurma salak. Dengan

pengolahan jamur tiram menjadi suatu produk yang lebih tahan lama akan

memberikan nilai tambah yang dapat meningkatkan nilai ekonomis dari produk

olahan tersebut.

Keberadaan industri ini mampu mengubah bahan baku menjadi produk baru

yang lebih tinggi nilai ekonomisnya setelah melalui proses pengolahan dan industri

ini diharapkan mampu untuk memberikan nilai tambah seperti menciptakan

lapangan pekerjaan dan meningkatkan pendapatan. Nilai tambah diartikan sebagai

pertambahan nilai suatu komoditas karena adanya input fungsional yang

diberlakukan pada komoditas tersebut. Input fungsional tersebut berupa proses

perubahan bentuk, pemindahan tempat maupun penyimpanan. Peningkatan nilai

tambah ini dapat dihitung dengan membandingkan biaya sebelum dan sesudah

pengolahan. Mengingat pentingnya proses pengolahan ini, maka sektor ini perlu
8

mendapat perhatian lebih untuk mengetahui bagaimana proses pengolahan buah

salak menjadi dodol salak, keripik salak dan kurma salak serta mengetahui berapa

perbandingan pendapatan dan Revenue Cost dari keempat produk olahan serta

berapa besar nilai tambah yang didapatkan dari masing-masing produk olahan salak

tersebut.

Dari penjelasan yang telah dikemukakan diatas, maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian lebih lanjut mengenai “Analisis Nilai Tambah Produk

Olahan Salak Pada Agroindustri Salacca di Kecamatan Angkola Barat

Kabupaten Tapanuli Selatan”.

1.2 Rumusan Masalah

Dalam sistem agribisnis tercangkup kegiatan yang utuh yang mana satu sama

lainnya tidak dapat dipisahkan. Kegiatan tersebut dinilai dari proses produksi,

pengolahan hasil (agroindustri) dan pemasaran serta kegiatan-kegiatan lainnya

yang berhubungan.

Agroindustri salak ini merupakan agroindustri pangan yang mengelola salak

menjadi dodol salak, keripik salak dan kurma salak. Salak merupakan komiditas

yang mudah rusak sehingga memiliki umur simpan yang relative pendek, untuk

menghadapi masalah ini masa simpan buah salak harus diperpanjang sehingga

meningkatkan nilai tambah dan sekaligus meningkatkan nilai ekonomisnya, yaitu

dengan proses pengolahan buah salak menjadi produk olahan seperti dodol salak,

keripik salak dan kurma salak namun belum dikerahui secara pasti besarnya nilai

tambah dari hasil pengolahan buah salak dan perbandingan keuntungan penjualan

tersebut.
9

Setiap produksi dari awal yaitu penyediaan bahan baku hingga pengemasan

sampai pemasaran membutuhkan biaya. Setiap unit usaha menginginkan total

penerimaan lebih besar dari total biaya. Apabila yang diharapkan dapat terealisasi

maka usaha tersebut akan memperoleh keuntungan yang lebih besar. Oleh karena

itu dalam mengembangkan usaha pengolahan salak ini diperlukan informasi

mengenai nilai tambah untuk mengetahui besarnya nilai tambah dari proses

produksi pengolahan buah salak.

Nilai tambah merupakan penambahan nilai suatu produk sebelum dilakukan

proses produksi dan setelah dilakukan proses produksi. Pengolahan buah salak

menjadi dodol, keripik dan kurma adalah untuk meningkatkan umur simpan dari

buah salak serta merubah bentuk dan sedikit merubah rasa sehingga memperoleh

nilai jual yang lebih tinggi dipasaran. Dengan adanya kegiatan usaha pengolahan

buah salak yang mengubah produk primer menjadi produk baru yang lebih tinggi

nilai ekonomisnya setelah melalui proses produksi, maka akan memerlukan nilai

tambah karena dikeluarkan biaya-biaya sehingga terbentuk harga baru yang lebih

tinggi dan keuntungan yang lebih besar bila dibandingkan tanpa melalui proses

produksi. Untuk mendapatkan nilai tambah dari buah salak ini, diperlukan

pengetahuan khusus untuk mengolah buah salak menjadi produk makanan yang

memiliki daya tarik, seperti dodol salak, keripik salak, dan kurma salak.

Setelah menganalisis nilai tambah produk olahan salak, akan dilakukan

analisis Revenue Cost Ratio dan pendapatan yang diperoleh dari dodol salak,

keripik salak dan kurma salak. Perbandingan R/C ini dilakukan untuk melihat

produk olahan salak mana yang layak dipasarkan. Adanya perbandingan R/C,

pendapatan dan nilai tambah ini akan membantu petani salak dan pelaku agribisnis
10

untuk memilih produk mana yang lebih menjanjikan dan memiliki keuntungan yang

lebih baik. Dengan demikian, hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi

bagi masayarakat, petani salak dan pelaku agroindustri buah salak.

Berdasarkan uraian di atas, adapun masalah yang akan dibahas dalam

penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah proses pengolahan buah salak menjadi dodol salak, keripik

salak dan kurma salak pada agroindustri Salacca di Desa Aek Nabara

Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan?

2. Berapakah besar nilai tambah olahan buah salak menjadi dodol salak, keripik

salak dan kurma salak pada agroindustri Salacca di Desa Aek Nabara

Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan?

3. Bagaimanakah perbandingan pendapatan dan R/C dodol salak, keripik salak

dan kurma salak pada agroindustri Salacca di Desa Aek Nabara Kecamatan

Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mendeskripsikan proses pengolahan dodol salak, keripik salak dan

kurma salak pada agroindustri Salacca di Desa Aek Nabara Kecamatan

Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan.

2. Untuk menganalisis besarnya nilai tambah dari pengolahan salak menjadi

produk dodol salak, keripik salak dan kurma salak pada agroindustri Salacca

di Desa Aek Nabara Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan.

3. Untuk menganalisis R/C dan pendapatan dodol salak, keripik salak dan kurma
11

salak pada agroindustri Salacca di Desa Aek Nabara Kecamatan Angkola

Barat Kabupaten Tapanuli Selatan.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun kegunaan yang diperoleh dalam penelitian ini adalah :

1. Sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi untuk memperoleh gelar

sarjana pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas Jambi.

2. Sebagai sumber informasi dan referensi bagi pihak-pihak yang

membutuhkan.

3. Sebagai sarana pembelajaran dalam menganalisis nilai tambah produk

olahan salak. Selain itu dapat dijadikan sebagai bahan literatur dalam

penelitian-penelitian selanjutnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Salak

Tanaman salak adalah salah satu tanaman asli Indonesia. Tanaman Salak

memiliki buah yang bisa dimakan. Dalam bahasa inggris tanaman salak disebut

snake fruit sementara nama ilmiahnya adalah Salacca Edulis. Buah ini disebut

snake fruit karena memilik kulit buah yang mirip dengan sisik ular. Buah salak

ini merupakan salah satu produk pertanian yang mudah rusak (perishable).

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Palmae

Famli : Palmaceae

Genus : Salacca

Spesies : Salacca edulis

Buah salak memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi dan dapat dikonsumsi

sebagai buah segar maupun diolah menjadi berbagai macam produk. Daging buah

salak mengandung kalsium, tanin, saponin, dan flavonoid. Kandungan betakaroten

dalam 100 gram salak lebih banyak 5,5 kali dari buah mangga, 3 kali dari buah

jambu biji dan 5 kali dari buah semangka merah. Betakaroten adalah salah satu zat

anti oksidan yang banyak terdapat dalam sayuran wortel, yang berkhasiat untuk

kesehatan mata (Fahroji, 2016).

Tanaman salak memiliki akar serabut dengan luas akar kecil yang dangkal

dan mudah rusak karena kekurangan air. Pada tanaman salak, batangnya hampir

12
13

tidak terlihat karena tertutup oleh pelepah daun yang berjarak rapat. Daun yang

panjang, pelepah dan tangkainya yang berduri tajam menjadi ciri dari tanaman

salak. Batang atau tunas bunga berduri itu akan menumbuhkan tunas baru yang

dapat tumbuh menjadi tunas bunga buah salak dalam jumlah yang banyak.

Tanaman salak merupakan buah yang cukup produktif yang dapat berbuah

sepanjang tahun. Buah yang sudah masak, berasa manis, beraroma salak dan

masir serta memiliki warna kulit coklat kehitaman dan mempunyai sisik yang

jarang dan bulu-bulu pada kulit yang sudah berkurang merupakan ciri buah salak

yang sudah siap panen. Buah salak yang sudah siap panen biasanya berumur 6-

7 bulan.

Secara umum, ada tiga jenis salak di Indonesia yang merupakan bagian

dari kelompok Salacca edulis. Pembagiannya berdasarkan bentuk tanaman,

bentuk buah dan rasanya. Jenis salak ini yaitu salak Padangsidimpuan, salak Bali

dan salak Madura. Dalam penelitian ini salak yang diolah menjadi produk olahan

adalah salak Padangsidimpuan. Salak Padangsidimpuan lebih besar dari jenis

salak lainnya. Kulit buah salak ini memiliki sisik yang besar besar dan jarang,

duri pada kulit buah nya pendek, berwarna coklat abu-abu dan sangat mudah

patah. Daging buah salak Padangsidimpuan ini berwarna merah dengan

perpaduan rasa masam, sepat dan manis. Dari segi kesehatan, salak merah ini

mengandung antioksidan dan dipercaya dapat membantu menurunkan kadar

kolesterol jahat dalam tubuh, mengatasi penyakit pencernaan dan perut, diabetes

serta menguatkan tulang.


14

2.2 Konsep Agroindustri

Agroindustri berasal dari dua kata agricultural dan industry yang berarti sutau

industri yang menggunakan hasil pertanian sebagai bahan baku utamanya atau

suatu industri yang menghasilkan suatu produk yang digunakan sebagai sarana atau

input dalam usaha pertanian. Menurut A.Soeharjo (2001), agroindustri adalah salah

satu cabang industri yang mempunyai kaitan erat dan langsung dengan pertanian.

Apabila pertanian digambarkan sebagai proses menghasilkan produk-produk

pertanian di tingkat produksi primer maka kaitannya dengan berlangsung ke

belakang dan ke depan. Kaitan ke belakang berlangsung karena pertanian

memerlukan input seperti bibit, benih, pupuk, pestisida, dan alat pertanian.

Sedangkan kaitannya ke depan berlangsung karena sifat produk pertanian yang

sangat bergantung pada musim, menyita banyak ruang penyimpanan, mudah rusak

atau karena permintaan konsumen yang makin menuntut persyaratan kualitas.

Menurut Austin, 1981 dalam Adam (2020) agroindustri adalah perusahaan

yang memproses bahan nabati (yang berasal dari tanaman) atau hewani (yang

dihasilkan oleh hewan). Proses yang digunakan mencakup pengubahan dan

pengawetan melalui perlakuan fisik atau kimiawi, pemyimpanan, pengemasan dan

distribusi. Produk agroindustri ini dapat merupakan produk akhir yang siap

dikonsumsi ataupun sebagai produk bahan baku industri.

Dalam kerangka pembangunan pertanian, agroindustri merupakan penggerak

utama sektor pertanian, terlebih dalam masa yang akan datang posisi pertanian

merupakan sektor andalan dalam pembangunan nasional sehingga peranan

agroindustri akan semakin besar. Dengan kata lain, dalam upaya mewujudkan

sektor pertanian yang tangguh, maju dan efisien sehingga mampu menjadi leading
15

sector dalam pembangunan nasional, harus ditunjang melalui pengembangan

agroindustri, menuju agorindutri yang tangguh, mau serta efisien dan efektif

(Arifin, 2016)

Strategi pengembangan agroindustri yang dapat ditempuh hasrus disesuaikan

dengan karakteristik dan permasalahan agroindustri yang bersangkutan. Secara

umum permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan agroindustri adalah : (a)

sifat produk pertanian yang mudah rusak dan banyak sehingga diperlukan teknologi

pengemasan dan transportasi yang mampu mengatasi masalah tersebut, (b)

sebagian besar produk pertanian bersifat musiman dan sangat dipengaruhi oleh

kondisi iklim sehingga aspek kontinuitas produksi agroindustri menjadi tidak

terjamin, (c) kualitas produk pertanian dan agroindustri yang dihasilkan pada

umumnya masih rendah sehingga mengalami kesulitan dalam persaingan pasar baik

didalam negeri maupun di pasar internasional, dan (d) sebagian besar industri

berskala kecil dengan teknologi yang rendah (Arifin, 2016).

Agroindustri mempunyai peranan penting karena mampu menghasilkan nilai

tambah dari produk segar hasil pertanian. Agroindustri di perdesaan yang berskala

usaha kecil dan menengah serta industri rumah tangga, memiliki potensi,

kedudukan, dan peranan yang cukup strategis untuk mewujudkan struktur

perekonomian yang mampu memberikan pelayanan ekonomi, melaksanakan

pemerataan, dan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi serta mewujudkan

stabilitas ekonomi (Ariyanti et al., 2019)

Agroindustri dapat menjadi salah satu alternatif untuk meningkatkan

perekonomian masyarakat, salah suatunya industri pertanian yang kegiatannya


16

terkait dengan sektor pertanian. Keterkaitan tersebut menjadi salah satu ciri dari

negara berkembang yang strukturnya mengalami transformasi dari ekonomi

pertanian (agriculture) menuju industri pertanian (agroindustri). Munculnya

agroindustri dapat memberikan ruang baru bagi produsen untuk menggali

kemampuanya dalam memproduksi produk pertanian agar lebih menarik dan

disukai oleh konsumen (Herdiyandi et al, 2016).

2.3 Pengolahan Salak

Pengolahan hasil merupakan salah satu bentuk utama kegiatan

agroindustri. Agroindustri menempati posisi perantara antara dua sektor, yaitu

sektor pertanian dan sektor industri. Buah salak merupakan komoditas pertanian

yang mudah rusak dan memiliki umur simpan yang relatif singkat. Oleh karena

itu perlu dilakukan pengolahan buah salak. Komponen pengolahan hasil

pertanian karena pertimbangan di antaranya sebagai berikut (Soekartawi, 1991),

yaitu :

1. Meningkatkan nilai tambah : pengolahan yang baik dapat meningkatkan

nilai tambah hasil pengolahan komoditi pertanian.

2. Kualitas hasil : salah satu tujuan dari pengolahan hasil pertanian adalah

meningkatkan kualitas produk tersebut. Dengan kualitas yang lebih baik

maka akan memberikan nilai yang lebih tinggi dan keinginan konsumen

menjadi terpenuhi. Kualitas barang yang rendah akan menyebabkan harga

yang rendah juga dan bahkan perbedaan harga karena perbedaan kualitas

ini juga relatif besar.

3. Penyerapan tenaga kerja : dalam proses pengolahan tenaga kerja sangat


17

dibutuhkan. Jika petani langsung menjual hasil pertaniannya dengan tanpa

diolah terlebih dahulu, maka tindakan ini akan menghilangkan kesempatan

orang lain yang ingin bekerja pada kegiatan pengolahan yang semestinya

dilakukan. Sebaliknya bila pengolahan hasil itu dilakukan, maka banyak

tenaga kerja yang diserap.

4. Meningkatkan keterampilan : dengan keterampilan mengolah hasil, maka

akan terjadi peningkatan keterampila secara kumulatif sehingga pada

akhirnya juga akan memperoleh hasil penerimaan usahatani yang lebih

besar.

5. Meningkatkan pendapatan : hasil olahan yang lebih baik akan

menyebabkan total penerimaan yang lebih tinggi.

Buah salak bisa langsung dimakan dan bisa juga diolah. Pengolahan buah

salak dapat menjadi alternatif untuk mengatasi jika produksi salak berlimpah dan

tidak dapat dipasarkan karena kualitasnya rendah. Hasil pertanian yang tidak

memenuhi standar ukuran dan bentuk dan bisa dimanfaatkan menjadi berbagai

jenis produk olahan untuk meningkatkan nilai tambah (Agustina, 2017).

Beberapa produk yang akan diteliti dalam pengolahan salak di Kecamatan

Angkola Barat khususnya di agroindustri Salacca antara lain dodol salak, kripik

salak dan kurma salak.

2.4 Nilai Tambah

Sistem agribisnis bertujuan untuk meningkatkan nilai suatu komoditas

melalui pengolahan yang mampu meningkatkan kegunaan suatu komoditas

dengan mengubah bentuk, tempat maupun waktu. Nilai tambah (value added)

adalah pertambahan nilai suatu produk atau komoditas karena telah mengalami
18

proses pengolahan dalam proses produksinya. Jika komponen biaya antara yang

digunakan lebih besar, maka nilai tambah produk akan lebih sedikit. Di sisi lain,

semakin rendah biaya, semakin tinggi nilai tambah produk (Tika, 2017).

Pengolahan ini diharapkan mampu meningkatkan nilai tambah sehingga mampu

menghasilkan keuntungan yang berkelanjutan.

Pengolahan hasil pertanian tersebut akan memberikan nilai tambah yang

jauh lebih besar dibandingkan dengan hasil pertanian itu sendiri, sehingga dapat

memberikan kontribusi pertanian yang besar terhadap pertanian yang layak

secara ekonomi. Dalam beberapa peranan pengolahan produk, baik dalam

pengolahan maupun produk penunjang dapat meningkatkan pendapatan pelaku

agribisnis, mampu menyerap banyaknya tenaga kerja, meningkatkan devisa

negara, dan mendorong tumbuhnya industri lain (Soekartawi,1991).

2.4 Analisis Nilai Tambah Metode Hayami

Metode Hayami diterapkan pada subsistem pengolahan dalam agribisnis.

Menurut Hayami et al. (1987), nilai tambah adalah selisih antara nilai komoditi

yang mendapat perlakuan pada tahap tertentu dikurangi dengan pengorbanan

yang digunakan selama proses produksi. Metode ini menggunakan perhitungan

per unit input seperti bahan baku (kg/proses produksi), tenaga kerja (jam/proses

produksi), output (kg/proses produksi). Agar produksi dapat terus berjalan

secara efisien dan efektif, biaya tambahan yang diperlukan dapat didistribusikan

secara adil kepada faktor-faktor produksi yang digunakan. Menurut Hayami et

al. (1987), ada dua faktor yang mempengaruhi nilai tambah yaitu faktor teknis

dan faktor pasar.

1. Faktor teknis, yang mempengaruhi nilai tambah adalah kapasitas


19

produksi, jumlah bahan baku yang digunakan dan tenaga kerja.

2. Faktor pasar yang mempengaruhi nilai tambah adalah harga output, upah,

yang mempengaruhi nilai tambah adalah kapasitas produksi, jumlah

bahan baku dan tenaga kerja yang digunakan, harga bahan baku, dan

input lainnya selain bahan bakar dan tenaga kerja.

Analisis nilai tambah dengan metode Hayami dapat dilakukan dengan

menghitung biaya proses pengolahan produk. Metode ini memiliki beberapa

keuntungan, yaitu :

1. Dapat dilihat berapa nilai tambah, nilai ouput dan produktivitasnya.

2. Dapat dilihat berapa besar balas jasa yang diterima oleh pemilik faktor

produksi.

3. Prinsip nilai tambah menurut Hayami dapat diterapkan pada subsistem

lain diluar pengolahan, misalnya untuk kegiatan pemasaran.

Perhitungan nilai tambah dengan metode Hayami pada pengolahan ini berupa :

1. Nilai tambah (Rp).

2. Rasio nilai tambah (%), menunjukkan berapa besar persentase nilai

tambah dari nilai produk.

3. Balas jasa tenaga kerja (Rp), menunjukkan berapa besar upah uang yang

diterima oleh tenaga kerja langsung.

4. Bagian tenaga kerja (%), menunjukkan persentase imbalan tenaga kerja

dari nilai tambah.

5. Keuntungan (Rp), menunjukkan bagian yang diterima pengusaha.

6. Tingkat keuntungan (%), menunjukkan persentase keuntungan terhadap

nilai tambah.
20

Adapun komponen-komponen pembentukan nilai tambah pada metode Hayami

adalah sebagai berikut :

1. Bahan Baku dan Bahan Penolong

Pembangunan industry membutuhkan ketersediaan bahan baku yang

berkelanjutan dalam jumlah yang tepat. Bahan yang digunakan dalam proses

produksi dibagi menjadi tiga jenis yaitu bahan baku, bahan penolong dan bahan

habis pakai. Secara umum bahan yang digunakan dalam proses dapat dibedakan

menjadi dua jenis, yaitu bahan baku dan bahan penolong. Bahan baku (bahan

langsung) adalah bahan yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

produk jadi, yang langsung dimasukkan dalam perhitungan biaya pokok

produksi, dan bahan penolong (bahan tidak langsung) adalah bahan-bahan yang

diperlukan untuk melengkapi produk, dengan kata lain digunakan untuk

mempermudah proses produksi.

2. Tenaga Kerja

Tenaga kerja dibagi menjadi tiga jenis yaitu tenaga kerja manusia, tenaga

kerja hewan dan tenaga kerja mekanik. Industri pengolahan biasanaya

menggunakan tenaga manusia dan tenaga mekanik. Tenaga kerja mekanik

berupa mesin dan peralatan yang digunakan untuk mengolah bahan baku

menjadi produk olahan.

3. Output

Output merupakan hasil dari pengolahan bahan baku. Hasil pengolahan

bahan baku ini biasanya berupa barang. Penggunaan bahan baku dan sistem

pengolahan yang berkualitas akan sangat mempengaruhi kualitas produk jadi.

Satuan Rp/Kg biasanya digunakan untuk menghitung harga output suatu produk.
21

4. Faktor Konversi

Faktor konversi menunjukkan jumlah produk yang dihasilkan dari suatu

unit bahan baku yaitu salak. Faktor konversi ini diperoleh dengan membagi

jumlah output yang dihasilkan dalam satu hari kerja dengan jumlah bahan baku

yang diproses.

5. Koefisien Tenaga Kerja

Koefisien tenaga kerja ini merupakan jumlah tenaga kerja yang digunakan

untuk mengolah satu satuan input bahan baku. Koefisien tenaga kerja diperoleh

dengan membandingkan tenaga kerja dengan jumlah bahan baku yang diolah.

6. Harga Output

Salah satu tujuan pengolahan hasil pertanian adalah untuk menciptakan

nilai tambah dan nilai guna dari produk pertanian tersebut. Dengan menciptakan

nilai tambah dan nilai guna dari produk pertanian tersebut, maka akan

meningkatkan nilai jual dari produk yang dihasilkan. Harga output dipengaruhi

oleh kualitas produk yang dihasilkan.

7. Upah Tenaga Kerja

Tenaga kerja yang digunakan selama pengolahan terdiri dari tenaga kerja

keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Upah ini diperoleh dengan membagi

upah setiap tenaga kerja perhari kerja dengan proses produksi.

8. Sumbangan Input Lain

Sumbangan ini merupakan biaya yang dikeluarkan untuk memperlancar

proses produksi. Sumbangan input lain untuk pengolahan ini terdiri dari biaya

penolong dan biaya penyusutan. Nilai tambah yang dihasilkan dari pengolahan
22

adalah selisih antara nilai komoditas yang mendapat perlakuan pada suatu tahap

dengan nilai korbanan yang dikeluarkan selama proses produksi terjadi.

2.5 Revenue Cost Ratio

Revenue Cost Ratio adalah besaran nilai yang menunjukkan perbandingan

antara perbandingan antara penerimaan dengan biaya total. Dalam batasan besaran

nilai R/C dapat diketahui apakah usaha itu menguntungkan atau tidak

menguntungkan. Rumus dari Revenue Cost Ratio ini adalah sebagai berikut :

R/C = TR/TC

Dengan asumsi :

a. R/C < 1, maka usaha tersebut rugi.

b. R/C = 1, maka usaha tersebut tidak untung tidak rugi (impas).

c. R/C > 1, maka usaha tersebut untung sehingga layak diusahakan.

Secara garis besar dapat dimengerti bahwa suatu usaha akan mendapatkan

keuntungan apabila penerimaan lebih besar dibandingkan dengan biaya usaha. Jika

hasil ratio lebih dari satu maka usaha tersebut menguntungkan sedangkan jika rasio

kurang dari satu maka usaha tersebut tidak menguntungkan dan jika rationya sama

dengan satu maka dikatakan impas yang berarti usaha tersebut tidak

menguntungkan dan tidak merugikan.

2.6 Penelitian Terdahulu

Banyak penelitian yang membahas mengenai nilai tambah produk olahan

komoditas pertanian. Oleh karena itu diperlukan kajian dari penelitian terdahulu

yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan.


23

Hepi Hapsari et al (2008), mengenai “Peningkatan Nilai Tambah dan

Strategi Pengembangan Usaha Pengolahan Salak Manonjaya”. Penelitian ini

menjelaskan untuk mengetahui nilai tambah dari olahan salak maka data

dianalisis menggunakan metode Hayami dan menggunakan analisis R/C untuk

menghitung efisiensi usaha pengolahan salak ini. Hasil dari penelitian ini adalah

pengolahan salak dapat memberi nilai tambah berupa keuntungan bagi

pengusaha, balas jasa bagi faktor-faktor produksi dan pendapatan bagi tenaga

kerja. Nilai tambah yang terbesar yang diperoleh dari pengolahan ini yaitu

manisan salak yaitu Rp 10.443,23 per kilogram. Pendapatan tertinggi diperoleh

dari pengolahan dodol salak yaitu Rp 326.579,16 per proses produksi. Usaha

pengolahan salak memiliki R.C > 1 yang artinya layak untuk dilakukan.

Berdasarkan hasil penelitian Arvianti et al (2017) yang berjudul “Analisis

Teknologi Mesin Pengolahan Dan Nilai Tambah Keripik Salak Pondoh Pada

Kelompok Srikandi Kelurahan Sumbergondo Kecamatan Bumiaji Kota Batu”,

untuk mengetahui nilai tambah dari keripik salak maka digunakan analisis nilai

tambah dengan menggunakan metode Hayami. Hasil dari penelitian ini yaitu

keripik salak menghaswilkan nilai tambah sebesar Rp 861 per kilogram bahan

baku.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Wicaksono et al (2020) dengan judul

“Nilai Tambah Pengolahan Salak Di Home Industry Bunda Arum Bojonegoro”,

penelitian ini menghasilkan bahwa besar nilai tambah yang dihasilkan dalam

pengolahan buah salak menjadi kurma salak yaitu sebesar Rp 24.500 per

kilogram bahan baku.

Indarwati et al (2015) melakukan penelitian mengenai “Analisis


24

Kelayakan Finansial, Nilai Tambah dan Strategi Pengembangan Komoditas

Salak di Kabupaten Jember”, dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa

pengolahan salak menjadi dodol salak memberikan nilai tambah. Nilai tambah

pada pengolahan salak menjadi dodol salak di Desa Bagorejo Kecamatan

Gumukmas Kabupaten Jember adalah sebesar Rp 8.169,62 per kilogram bahan

baku salak.

Widiani et al (2017) melakukan penelitian mengenai “Analisis Nilai

Tambah Olahan Dodol Salak Di Desa Tamarenja Kabupaten Donggala”, dalam

penelitian ini dapat disimpulkan bahwa keuntungan yang diterima Usaha

Industri Rumah Tangga olaha dodol salak sebesar Rp 293.473,61 per proses

produksi dan menghasilkan nilai tambah sebesar Rp 32.802,50 per kilogram

bahan baku yang dimanfaatkan.

2.7 Kerangka Pemikiran

Salah satu sifat produk pertanian adalah mudah rusak sedangkan konsumsi

berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Untuk itu upaya dalam memenuhi

konsumsi antara lain melalui pengolahan hasil pertanian. Tujuan industri

pengolahan adalah meningkatkan guna bentuk yang menghasilkan nilai tambah

suatu produk dan memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Ditinjau dari

segi ekonomi, pengolahan hasil pertanian dapat meningkatkan nilai tambah,

yaitu, meningkatkan daya awet komoditas pertanian dan memberikan

keuntungan bagi pengolah. Kecamatan Angkola Barat merupakan kecamatan

dengan luas lahan dan produksi buah salak tertinggi di Kabupaten Tapanuli

Selatan. Buah salak ini memiliki sifat mudah rusak maka perlu dilakukan

penyimpanan yang baik, tetapi jika buah salak lama tersimpan maka akan
25

membusuk. Buah salak tidak dapat bertahan lama, maka untuk itu perlu

dilakukan pengolahan lebih lanjut agar dapat bertahan lama untuk dikonsumsi.

Adanya kegiatan pengolahan terhadap buah salak ini akan memberikan nilai

tambah pada buah salak. Salak yang biasanya memiliki nilai rendah karena

sifatnya yang mudah rusak, akan memiliki nilai ekonomis yang lebih jika diolah

menjadi produk jadi karena sifatnya yang dapat memberikan umur simpan lebih

lama. Pentingnya analisis nilai tambah ini adalah untuk mengetahui seberapa

besar nilai tambah yang diberikan saat mengolah buah salak ini.

Produk olahan yang dihasilkan cukup beragam. Produk yang dihasilkan

juga akan memberikan keuntungan bagi usaha pengolahan ini. Beberapa produk

yang dihasilkan diantaranya adalah produk dodol salak, keripik salak, dan kurma

salak.

Dalam penelitian ini penulis meneliti bagaimana nilai tambah yang didapat

dari kegiatan pengelolaan salak menjadi dodol salak, keripik salak dan kurma

salak di agroindustri Salacca. Analisis nilai tambah mengindikasikan bagaimana

kekayaan agroindustri diciptakan melalui proses produksi. Analisis nilai tambah

berguna untuk menentukan faktor yang paling berjasa dalam meningkatkan nilai

tambah dalam proses produksi. Ketika menganalisis nilai tambah dari setiap

produk, nilai tambah diperoleh dengan memperhatikan berbagai komponen

penting dalam pengolahan, yaitu nilai output, biaya bahan baku dan biaya terkait

lainnya. Metode yang digunakan untuk menganalisis nilai tambah ini adalah

metode Hayami. Hasil yang diharapkan adalah adanya nilai tambah dari masing-

masing produk olahan salak serta adanya perbandingan nilai tambah antar

produk. Selain itu, perbandingan deskriptif mengenai nilai tambah, pendapatan


26

dan biaya R/C dari masing-masing produk diperlukan untuk melihat produk

mana yang layak dipasarkan dan memiliki nilai tambah tertinggi. Kerangka

pemikiran dapat dilihat dalam Gambar 2.


27

Salak

Produksi buah salak

Mudah busuk Penyimpanan yang Harga relatif


baik murah

Pengolahan buah salak

Dodol salak Keripik salak Kurma salak

Analisis Nilai Tambah dengan


menggunakan metode Hayami

Perbandingan nilai tambah,


R/C dan pendapatan produk
olahan salak

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Analisis Nilai Tambah Produk Olahan Salak pada
Agroindustri Salacca di Desa Aek Nabara Kecamatan Angkola Barat.
28

III. METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada agroindustri Salacca di Kecamatan Angkola

Barat Kabupaten Tapanuli Selatan. Lokasi penelitian ini dipilih secara sengaja

dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Angkola Barat merupakan produksi

salak terbesar di Kabupaten Tapanuli Selatan. Sampel pada penelitian ini yaitu

pemilik agroindustri pengolahan buah salak. Penelitian ini terfokus pada

seberapa besar nilai tambah yang dihasilkan dari pengolahan buah salak serta

perbandingan secara deskriptif mengenai Revenue Cost Ratio dan pendapatan

dari produk olahan salak tersebut.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran umum kegiatan

pengolahan produk dodol salak, keripik salak dan kurma salak. Perhitungan nilai

tambah dilakukan selama dua kali proses produksi. Adapun data yang

diperlukan dalam penelitian ini adalah :

1. Gambaran umum usaha pengolahan salak.

2. Tahapan pembuatan dodol salak, keripik salak dan kurma salak.

3. Jumlah bahan baku yang digunakan dalam pengolahan salak (kg/proses

produksi)

4. Harga bahan baku (Rp/kg).

5. Jumlah output pada pengolahan salak.

6. Jumlah input pada pengolahan salak.

7. Harga output (Rp/kg).


29

8. Jumlah tenaga kerja dalam pengolahan salak.

9. Jumlah jam kerja (jam/proses produksi)Upah tenaga kerja (Rp/jam kerja).

10. Upah tenaga kerja (Rp/jam kerja)

11. Harga input lain selain bahan penolong (Rp/proses produksi).

12. Jumlah bahan penolong yang digunakan (kg/proses produksi).

13. Harga bahan penolong yang digunakan (kg/proses produksi).

14. Data-data yang dianggap penting dan berhubungan dalam penelitian ini.

3.2 Sumber dan Metode Pengumpulan Data

Sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data

primer adalah data yang dikumpulkan dan diolah oleh peneliti dan langsung

diperoleh dari objek penelitian yang diperoleh dari agroindustri salak. Data

sekunder adalah data yang diterbitkan atau digunakan oleh organisasi lain atau

lembaga, literature pustaka, laporan dan hasil penelitian yang bukan merupakan

hasil olahan penelitian.

Pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu diperoleh dengan melakukan

wawancara langsung dengan responden dengan menggunakan daftar pertanyaan

yang telah dipersiapkan terlebih dahulu, dan diperoleh dari berbagai instansi terkait

seperti : Badan Pusat Statistik dan pustaka-pustaka ilmiah yaitu buku-buku

penunjang lain yang berhubungan dengan penelitian dan melengkapi data primer.

Data yang dikumpulkan meliputi biaya produksi, jumlah produksi, penerimaan, dan

lain-lain.

3.3 Metode Analisis Data

Untuk identifikasi masalah (1) dianalisis dengan metode deskriptif.


30

Analisis deskripitif adalah analisis yang digunakan untuk menggambarkan,

menjelaskan atau mendeskripsikan kumpulan data pengamatan satu objek.

Analisis deskriptif dapat menjadi sarana untuk menjelaskan sebuah kejadian,

untuk menggambarkan kegiatan masing-masing produk hasil pengolahan buah

salak. Sedangkan masalah (2), untuk menganalisis nilai tambah yang dihasilkan

dari pengolahan bahan baku salak digunakan perhitungan nilai tambah metode

hayami.

Tabel 2. Perhitungan Nilai Tambah Metode Hayami

Variable Nilai
I Output, Input dan Harga
1 Output (kg/proses produksi) (1)
2 Input (kg/proses produksi) (2)
3 Tenaga kerja (jam kerja/proses produksi) (3)
4 Faktor Konversi (4) = (1) / (2)
5 Koefisien Tenaga Kerja (5) = (3) / (2)
6 Harga Output (Rp/kg) (6)
7 Upah Tenaga Kerja (Rp/jam kerja) (7)
II Penerimaan dan Keuntungan
8 Harga Bahan Baku (Rp/Kg) (8)
9 Sumbangan Input Lain (Rp/Kg) (9)6
10 Nilai Output (Rp) (10) = (4) x (6)
11 a. Nilai Tambah (Rp/Kg) (11a) = (10) – (9) – (8)
b. Rasio Nilai Tambah (%) (11b) = (11a / 10) x 100%
12 a. Pendapatan Tenaga Kerja (Rp/Kg) (12a) = (5) x (7)
b. Pangsa Tenaga Kerja (%) (12b) = (12a / 11a) x 100%
a. Keuntungan (Rp/kg) (13a) =s (11a) – (12a)
13 b. Tingkat Keuntungan (%) (13b) = (13a /1 a) x 100%
III Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi
14 Margin (Rp/Kg) (14) = (10) – (8)
a. Pendapatan Tenaga Kerja (%) (14a) = (12a/14) x 100%
b. Sumbangan Input Lain (%) (14b) = (9/14) x 100%
c. Keuntungan Pengusaha (%) (14c) = (13a/14) x 100%
Sumber : Hayami (1987)

Untuk menjawab masalah (3), dilakukan perbandingan R/C, pendapatan

dan nilai tambah yang diperoleh dari dodol salak, keripik salak dan kurma salak.

Perbandingan Revenue Cost ini dilakukan untuk mengetahui produk mana yang
31

layak dipasarkan. Pendapatan dari dodol salak, keripik salak dan kurma salak

diperoleh dari perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya.

3.4 Konsepsi Pengukuran

Konsepsi pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Bahan baku adalah bahan utama yaitu salak kg diolah menjadi dodol salak,

keripik salak dan kurma salak (kg/proses produksi).

2. Harga bahan baku adalah sejumlah uang yang dibayarkan untuk membeli

salak yang akan diolah (Rp/proses produksi).

3. Tenaga kerja adalah pekerja yang terlibat dalam proses pengolahan salak

menjadi dodol salak, keripik salak dan kurma salak (Rp/jam kerja)

4. Koefisien tenaga kerja adalah hasil bagi dari tenaga kerja dengan bahan

baku.

5. Output adalah jumlah masing-masing produk yang dihasilkan dalam satu

kali proses produksi (kg/proses produksi).

6. Nilai output adalah hasil kali harga dodol salak, keripik salak dan kurma

salak dengan faktor konversi (Rp/kg).

7. Harga output yaitu sejumlah harga baru dari pengolahan komoditi salak

yang dalam harga baru tersebut terdapat nilai yang menjadi imbalan bagi

usaha pengolahan salak dari penjualan dodol salak, keripik salak dan kurma

salak (Rp/kg).

8. Faktor konversi adalah perbandingan jumlah produk yang dapat diproduksi

dari satu-satuan input bahan baku (kg).

9. Upah tenaga kerja adalah biaya yang digunakan untuk membayar tenaga
32

kerja dalam memproduksi salak mulai dari pembersihan bahan baku sampai

menjadi produk (Rp/jam kerja).

10. Sumbangan input lain adalah besarnya input lain yang digunakan dalam satu

kali kegiatan produksi yang terdiri dari bahan penyusutan alat dan bahan

baku penolong (Rp/kg bahan baku).

11. Nilai tambah adalah selisih antara nilai output dengan biaya total selain

biaya tenaga kerja yang terjadi pada proses produksi (Rp/kg).

12. Rasio nilai tambah adalah persentase nilai tambah dari nilai output (%).

13. Pendapatan tenaga kerja menunjukkan upah yang diterima tenaga kerja

untuk mengolah satu-satuan bahan baku yang diukur dalam satuan rupiah

per kg bahan baku dan produk olahan (Rp/kg).

14. Pendapatan tenaga kerja dari margin merupakan persentase pendapatan

tenaga kerja terhadap marjin (%).

15. Keuntungan adalah hasil selisih dan nilai tambah dengan imbalan tenaga

kerja (Rp).

16. Tingkat keuntungan merupakan pembagian antara keuntungan dengan nilai

output dan dinyatakan dalam persen (%).

17. Margin merupakan selisih antara nilai ouput dengan harga bahan baku

(Rp/kg).
33

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kabupaten Tapanuli Selatan ini di sebelah utara berbatasan dengan

Kabupaten Tapanuli Tengah dan Tapanuli Utara. Di bagian timur berbatasan

dengan kabupaten Padang Lawas dan Padang Lawas Utara, sebelah barat dan

selatan berbatasan dengan kabupaten Mandailing, dan tepat di tengah wilayahnya,

terdapat kota Padangsidimpuan yang seluruhnya dkelilingi oleh kabupaten ini.

Batas-batas wilayah Kabupaten Tapanuli Selatam adalah sebagai berikut :

1. Sebelah Utara : Kabupaten Tapanuli Utara dan Tapnuli Tengah

2. Sebelah Selatan : Kabupaten Mandailing Natal

3. Sebelah Barat : Kabupaten Mandailing Natal

4. Sebelah Timur : Kabupaten Padang Lawas Utara, Kabupaten Padang Lawas

dan Kabupaten Labuhan Batu

Kecamatan Angkola Barat terletak di Kabupaten Tapanuli Selatan dengan luas

wilayah yaitu sebesar 10.42,31 Ha. Batas –batas wilayah Kecamatan Angkola

Barat sebagai berikut :

1. Sebelah Utara : Kecamatan Batang Toru

2. Sebelah Selatan : Kecamatan Angkola Selatan

3. Sebelah Barat : Kecamatan Angkola Sangkunur

4. Sebelah Timur : Padangsidimpuan

4.2 Gambaran Umum Agroindustri Salacca

Agroindustri Salacca merupakan usaha pengolahan salak menjadi beberapa

produk makanan. Usaha pengolahan ini didirikan oleh Bapak Gulma Mendrofa
34

pada tahun 2014. Usaha pengolahan ini terletak di Jl. Sibolga KM. 11 Parsalakan

Desa Aek Nabara Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan.

Berdirinya usaha pengolahan ini bertujuan untuk menambah nilai dari buah salak

seperti memperpanjang umur simpan dari buah salak. Pada agroindustri ini, buah

salak dapat dijadikan beberapa produk diantaranya adalah dodol salak, kurma salak,

dan keripik salak.

Visi dari usaha pengolahan salak ini yaitu :

- Untuk mengembangkan pengolahan buah salak di Kabupaten Tapanuli Selatan

sehingga mempunyai nilai tambah dengan kualitas terjamin.

- Dapat memanfaatkan kemampuan teknologi pengolahan buah salak dan untuk

meningkatkan daya saing produk olahan slake dengan pengemasan yang baik

sehingga mampu menembus pasar nasional maupun internasional.

- Dengan adanya usaha pengolahan ini akan menguntungkan bagi petani salak

terutama di Kabupaten Tapanuli Selatan.

Misi dari usaha pengolahan salak ini yaitu untuk mensejahterahkan petani salak

khususnya di Desa Aek Nabara, Parsalakan, Kecamatan Angkola Barat , Kabupaten

Tapanuli Selaran secara umum.

Bahan baku dalam pengolahan buah salak ini dibeli dari petani sekitar dengan

harga Rp 5.200 per kilogram. Agroindustri Salacca memproduksi beberapa

makanan yaitu dodol salak, keripik salak dan kurma salak. Produksi dodol salak

memakai buah salak rata-rata 55 kilogram dengan hasil rata-rata 126 kemasan dodol

salak dalam satu kali proses produksi. Pada proses produksi keripik salak, rata-rata

bahan baku yang dihabiskan dalam satu kali proses produksi yaitu 45 kilogram
35

dengan hasil 53 kemasan keripik salak. Sedangkan pada kurma salak menghabiskan

bahan baku salak rata-rata sebanyak 40 kilogram dengan hasil rata-rata 44 kemasan

kurma salak. Harga yang diberikan pada dodol salak yaitu Rp 12.000 per kemasan

sedangkan pada keripik salak dan kurma salak masing-masing Rp 15.000 per

kemasan. Kegiatan produksi dodol salak, keripik salak dan kurma salak tentunya

membutuhkan proses, dimana pada setiap tahapannya diperlukan control yang

maksimal mulai dari tahap pengadaan bahan baku sampai dengan tahap akhir atau

pengemasan produk.

Tenaga kerja pada usaha pengolahan ini berbeda pada tiap produknya. Pada

pengolahan dodol salak membutuhkan 4 orang tenaga kerja, pada keripik salak dan

kurma salak membutuhkan 3 orang tenaga kerja. Dalam memilih tenaga kerja,

pemilik usaha tidak begitu peduli akan status pendidikan, akan tetapi lebih

menekankan pada pengalaman, keterampilan dan kreatifitas pekerjanya. Untuk

pembagian pekerjaan, usaha ini masih menggunakan sistem bekerjasama yaitu

saling melengkapi antara pekerja yang satu dengan pekerja yang lainnya, dalam

artian bahwa setiap pekerja dapat merangkap semua jenis pekerjaan yang telah

ditetapkan.

Pemasaran dodol salak ,keripik salak dan kurma salak ini umumnya ke toko

oleh-oleh, supermarket dan beberapa reseller diluar kota seperti Sipirok,

Padangsidimpuan, Tanjung Balai. Target pemasaran yaitu semua kalangan,

meliputi anak-anak, remaja, dewasa bahkan lansia.


36

4.2.1 Proses Produksi

Proses produksi dodol salak, keripik salak, dan kurma salak dikerjakan dalam

beberapa tahap. Adapun tahapan dalam pembuatannya sebagai berikut :

1. Proses pembuatan dodol salak.

Kegiatan pengolahan dodol salak dilakukan secara sederhana dengan

menggunakan pisau untuk mengupas kulit salak dan pada saat penggilingan salak

masih menggunakan blender biasa dan menggunakan tenaga kerja manusia pada

saat pengepusan kulit buah salak serta perebusan dan memasak adonan salak masih

menggunakan kayu bakar. Uraian kegiatan yang dilakukan dalam proses produksi

pengolahan dodol salak adalah sebagai berikut :

Salak

Pengupasan dan Perebusan

Penghalusan dan Pengadonan

Pengadukan

Pembungkusan dan Pengemasan

Gambar 3. Skema proses pembuatan dodol salak


37

a. Pengadaan bahan baku

Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan dodol salak yaitu salak, gula

pasir, tepung dan santan kelapa. Komposisi rata-rata penggunaan salak dalam

satu kali proses produksi yaitu 55 kilogram salak.

b. Pengupasan dan perebusan

Salak dikupas secara manual satu persatu dengan tujuan membuang seluruh kulit

luar dan kulit ari serta memisahkan buah salak dari bijinya. Kemudian salak yang

telah di kupas dimasukkan ke dalam baskom dan dibasuh menggunakan air

hingga bersih. Buah salak yang telah dicuci bersih akan direbus dengan

menggunakan kuali besar. Penggunaan tenaga kerja pada pengupasan hingga

perebusan ini yaitu sebanyak 4 orang tenaga kerja di mana kegiatan pengolahan

ini memakan waktu kurang lebih 4 jam pengerjaan.

c. Penghalusan dan pengadonan

Proses penghalusan buah salak bertujuan untuk menghaluskan salak hasil

rebusan. Penghalusan buah salak dilakukan dengan menggunakan blender.

Setelah itu semua bahan penolong yang dibutuhkan seperti tepung, gula pasir

dan santan kelapa dicampurkan dengan salak. Kemudian adonan buah salak siap

untuk dimasak. Pada penghalusan dan pengadonan ini memakan waktu kurang

lebih 1 jam pengerjaan.

d. Pengadukan

Adonan buah salak yang telak dibuat akan di aduk didalam kuali besar diatas

kayu bakar. Pengadukan dodol salak ini membutuhkan 4 orang tenaga kerja yang

bekerja secara bergantian dan kegiatan ini memakan waktu kurang lebih 4 jam

pemasakan.
38

e. Pembungkusan dan pengemasan

Setelah adonan selesai dimasak, dodol salak akan didiamkan semalaman dan

akan dibungkus pada esok hari. Setelah itu dodol salak akan dibentuk bulat

silinder dibungkus dengan menggunakan plastik bening. Setelah dibungkus

dodol salak akan dikemas ke dalam kotak yang telah diberi label nama usaha

pengolahan. Untuk dodol salak dikemas dengan berat satu kotaknya yaitu 200

gram dengan isi 15 biji dodol dengan harga Rp 12.000. Pembungkusan dan

pengemasan ini menggunakan 4 orang tenaga kerja dan memakan waktu 2 jam

pengerjaan.

2. Proses Pembuatan Keripik Salak

Kegiatan pengolahan keripik salak dilakukan secara sederhana dengan

menggunakan pisau untuk pengirisan buah salak. Uraian kegiatan yang dilakukan

dalam proses produksi pengolahan dodol salak adalah sebagai berikut :

Salak

Pengupasan

Pengirisan dan Pencucian

Penggorengan

Pembungkusan dan Pengemasan

Gambar 4. Skema proses pembuatan keripik salak.


39

a. Pengadaan bahan baku

Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan keripik salak yaitu salak dan

minyak goreng. Rata-rata penggunaan salak dalam satu kali proses produksi

yaitu 45 kilogram salak.

b. Pengupasan

Salak dikupas satu persatu secara manual dengan tujuan membuang seluruh kulit

luar dan kulit ari serta memisahkan buah salak dari bijinya. Kemudian salak yang

telah di kupas dimasukkan ke dalam baskom. Pada kegiatan pengolahan ini

memakan waktu kurang lebih 2 jam pengerjaan.

c. Pengirisan

Salak yang telah dikupas lalu di iris tipis untuk menghasilkan keripik salak yang

renyah. Setelah itu salak yang telah di iris tipis dimasukkan kedalam baskom

untuk dicuci dengan air bersih dan pastikan buah salak telah bersih dari kotoran

yang melengket..

d. Penggorengan

Penggorengan dilakukan dengan mesin penggoreng. Sebelum melakukan

penggorengan, minyak goreng terlebih dahulu dimasukkan ke dalam tabung

mesin penggoreng. Setelah minyak goreng dimasukkan ke dalam tabung, mesin

penggoreng dipanaskan dengan dengan bantuan bahan bakar listrik, lalu setelah

minyak panas buah salak yang telah di iris dimasukkan ke dalam tabung

penggoreng dan di cek satu kali dalam 15 menit. Kegiatan penggorengan ini

membutuhkan waktu selama 2 jam. Setelah keripik salak digoreng lalu minyak

ditiriskan beberapa saat lalu dimasukkan ke dalam toples besar.


40

e. Pembungkusan dan pengemasan

Setelah dilakukan penggorengan, keripik salak dibungkus kedalam plastik kaca.

Setelah dibungkus lalu dikemasi kedalam kotak dengan berat bersih 200 gram

per kemasan. Harga dari keripik salak ini yaitu Rp 15.000 per kemasan.

Pembungkusan dan pengemasan ini membutuhkan waktu kurang lebih 2 jam.

3. Proses Pembuatan Kurma Salak

Kegiatan pengolahan kurma salak dilakukan secara sederhana dengan

menggunakan pisau untuk mengupas kulit salak dan pada saat pengirisan buah salak

juga masih menggunakan pisau. Uraian kegiatan yang dilakukan dalam proses

produksi pengolahan kurma salak adalah sebagai berikut :

Uraian kegiatan yang dilakukan dalam proses produksi pengolahan kurma

salak adalah sebagai berikut :

Salak

Pengupasan dan Pencucian

Perebusan

Pembungkusan dan Pengemasan

Gambar 5. Skema proses pembuatan kurma salak.

a. Pengadaan bahan baku

Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan kurma salak yaitu salak dan gula

pasir. Rata-rata penggunaan salak dalam satu kali proses produksi yaitu 40

kilogram salak.
41

b. Pengupasan dan pencucian

Salak dikupas satu persatu secara manual dengan tujuan membuang seluruh kulit

luar dan kulit ari serta memisahkan buah salak dari bijinya. Kemudian salak yang

telah di kupas dimasukkan ke dalam baskom lalu di cuci dengan air bersih

sampai tidak ada kotoran yang melengket pada buah salak. Pada kegiatan

pengolahan ini memakan waktu kurang lebih 2 jam pengerjaan.

c. Perebusan

Buah salak yang telah di cuci bersih lalu direbus dengan air biasa didalam kuali

besar dengan menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakarnya. Perebusan

menggunakan air biasa ini membutuhkan waktu 1 jam. Setelah direbus

menggunakan air biasa lalu dilakukan perebusan sebanyak dua kali perebusan

dengan menggunakan air gula dengan menggunakan masing masing 3 kilogram

gula pasir dalam tiap kegiatan perebusan buah salak. Perebusan buah salak

dengan air gula ini membutuhkan waktu kurang lebih 4 jam. Perebusan

dilakukan sampai air gula mengental dan meresap pada buah salak.

d. Penjemuran

Buah salak yang telah direbus dengan air gula kemudian disusun diatas nampan

lalu dilakukan penjemuran selama kurang lebih 7 jam sampai buah salak kering.

e. Pembungkusan dan pengemasan

Salak yang telah dijemur akan berbentuk kurma. Setelah itu akan dilakukan

pembungkusan menggunakan plastik kaca lalu ditutup dengan menggunakan

mesin press. Setelah dilakukan pembungkusan, kurma salak akan dikemas

dengan menggunakan kotak yang telah berlabel nama usaha pengolahan ini.

Berat bersih kurma salak ini yaitu 200 gram per kemasan dengan harga Rp
42

15.000 per kemasan. Pembungkusan dan pengemasan ini memakan waktu

kurang lebih 1,5 jam pengerjaan.

4.3 Pembentuk Nilai Tambah

Pada tahap pengolahan buah salak menjadi dodol salak, keripik salak dan

kurma salak, akan tercipta nilai tambah. Nilai tambah tersebut dapat diketahui dari

perhitungan menggunakan metode Hayami. Pada tabel bantu metode Hayami

terdapat komponen-komponen pembentukan nilai tambah yaitu output, jumlah

bahan baku, tenaga kerja, harga output, upah rata-rata tenaga kerja, harga bahan

baku, dan nilai lain-lain. Adapun uraian mengenai komponen-komponen tersebut

adalah sebagai berikut:

4.3.1 Bahan Baku

Bahan baku merupakan bahan utama yang digunakan dalam proses produksi.

Bahan baku yang digunakan adalah buah salak yang diperoleh dari petani sekitar.

Bahan baku utama yang digunakan dalam proses pembuatan dodol salak, keripik

salak, dan kurma salak adalah buah salak. Sumber bahan baku usaha pengolahan

ini di beli langsung dari petani salak sekitar. Bahan baku yang digunakan dalam

proses produksi ini diukur dalam satuan kilogram.

1. Bahan Baku Dodol Salak

Bahan baku yang digunakan dalam proses pengolahan dodol salak yaitu buah

salak. Untuk melihat jumlah bahan baku yang digunakan per proses produksi dodol

salak pada usaha pengolahan di daerah penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

Sedangkan untuk rata-rata penggunaan jumlah bahan baku, harga bahan baku dan

biaya bahan baku dapat dilihat dalam tabel berikut ini :


43

Tabel 4. Rata-rata Penggunaan, Harga dan Biaya Bahan Baku Dodol Salak di
Agroindustri Salacca.

No Komponen Nilai
(per proses produksi)
1 Jumlah bahan baku (Kg) 55
2 Harga bahan baku (Rp/Kilogram) 5.200
3 Biaya bahan baku (Rp) 286.000

Tabel 4 menunjukkan bahwa dalam satu kali proses produksi dodol salak,

usaha pengolahan ini menggunakan bahan baku rata-rata 55 kilogram dengan harga

Rp 5.200 per kilogram. Hal ini berarti dalam satu kali proses produksi pemilik usaha

mengeluarkan biaya sebesar Rp 286.000 untuk pembelian bahan baku. Jika

dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ni Kade Widiani (2019) di

Desa Tamarenja, maka rata-rata bahan baku yang digunakan lebih kecil dimana

dalam penelitiannya bahan baku yang digunakan yaitu sebesar 20 kilogram per

proses produksi dan jika dibandingkan rata-rata harga bahan baku dalam penelitian

Ni Kade Widiani (2019), harga buah salak di desa Tamarenja lebih murah dimana

harga buah salaknya sebesar Rp 5.000 per kilogram. Hal ini disebabkan adanya

perbedaan tahun penelitian dan daerah penelitian yang dilakukan.

2. Bahan baku keripik salak

Bahan baku yang digunakan dalam proses pengolahan keripik salak yaitu

buah salak. Untuk melihat jumlah bahan baku yang digunakan per proses produksi

keripik salak pada usaha pengolahan di daerah penelitian dapat dilihat pada

Lampiran 2. Sedangkan untuk rata-rata penggunaan jumlah bahan baku, harga

bahan baku dan biaya bahan baku dapat dilihat dalam tabel berikut ini :
44

Tabel 5. Rata-rata Penggunaan, Harga dan Biaya Bahan Baku Keripik Salak
di Agroindustri Salacca Tahun 2022.

No Komponen Nilai
(per proses produksi)
1 Jumlah bahan baku (Kg) 45
2 Harga bahan baku (Rp/Kilogram) 5.200
3 Biaya bahan baku (Rp) 234.000

Tabel 5 menunjukkan bahwa dalam satu kali proses produksi keripik salak,

usaha pengolahan ini menggunakan bahan baku rata-rata 45 kilogram dengan harga

Rp 5.200 per kilogram. Hal ini berarti dalam satu kali proses produksi keripik salak,

pemilik usaha mengeluarkan biaya sebesar Rp 234.000 untuk pembelian bahan

baku. Jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hepi Hapsari dkk

(2008) pada Usaha pengolahan salak Manonjaya, rata-rata bahan baku yang

digunakan per proses produksi lebih kecil yaitu sebanyak 20 kilogram tetapi pada

usaha pengolahan salak Manonjaya harga biaya bahan baku per kilogram lebih

murah yaitu sebesar Rp 1.000 per kilogram, hal ini bisa dikarenakan adanhya

perbedaan waktu dan tempat penelitian.

3. Bahan Baku Kurma Salak

Bahan baku yang digunakan dalam proses pengolahan kurma salak yaitu buah

salak. Untuk melihat jumlah bahan baku yang digunakan per proses produksi kurma

salak pada usaha pengolahan di daerah penelitian dapat dilihat pada Lampiran 3.

Sedangkan untuk rata-rata penggunaan jumlah bahan baku, harga bahan baku dan

biaya bahan baku dapat dilihat dalam tabel berikut ini :


45

Tabel 6. Rata-rata Penggunaan, Harga dan Biaya Bahan Baku Kurma Salak
Pada Agroindustri Salacca Tahun 2022.

No Komponen Nilai
(per proses produksi)
1 Jumlah bahan baku (Kg) 40
2 Harga bahan baku (Rp/Kilogram) 5.200
3 Biaya bahan baku (Rp) 208.000

Tabel 6 menunjukkan bahwa dalam satu kali proses produksi kurma salak,

usaha pengolahan ini menggunakan bahan baku rata-rata 40 kilogram dengan harga

Rp 5.200 per kilogram. Hal ini berarti dalam satu kali proses produksi kurma salak,

pemilik usaha mengeluarkan biaya sebesar Rp 208.000 untuk pembelian bahan

baku.

4.3.2 Output

Output merupakan keluaran dari suatu proses produksi. Pada penelitian ini

output yang dihasilkan adalah dodol salak, keripik salak dan kurma salak.

1. Output Dodol Salak

Dodol salak merupakan salah satu produk olahan yang dihasilkan dalam

pengolahan salak di Agroindustri Salacca. Untuk melihat jumlah output yang

dihasilkan per proses produksi di daerah penelitian dapat dilihat pada Lampiran 4.

Sedangkan untuk rata-rata ouput, faktor konversi, harga ouput pada dodol salak

dapat dilihat dalam tabel berikut ini:


46

Tabel 7. Rata-rata Output, Faktor Konversi, Harga Output dan Nilai Output
Dodol Salak pada Agroindustri Salacca Tahun 2022 .

No Komponen Nilai
(per proses produksi)
1 Output (Kg) 25,3
2 Faktor konversi 0,46
3 Harga output (Rp/kg) 60.000
4 Nilai output (Rp/kg) 27.600

Tabel 7 menunjukkan bahwa rata-rata ouput per proses produksi yang

dihasilkan dalam pengolahan dodol salak yaitu sebesar 25,3 kilogram dengan faktor

konversi pada dodol salak sebesar 0,46 artinya, 1 kilogram pemakaian bahan baku

salak dapat menghasilkan dodol salak sebanyak 0,46 kilogram. Harga dari dodol

salak di daerah penelitian adalah Rp 60.000 per kilogram dengan nilai output

sebesar RP 27.600 per kilogram. Artinya dari 1 kilogram buah salak akan

menghasilkan 0,46 kilogram dodol salak yang bernilai Rp 27.600.

Berdasarkan penelitian Hepi dkk (2008) pada usaha pengolahan salak

manonjaya, output yang dihasilkan dalam pengolahan dodol salak yaitu sebesar

37,50 kilogram dengan faktor konversi yang dihasilkan yaitu sebesar 0,62. Harga

output pada penelitian Hepi Hapsari dkk (2008) yaitu Rp 20.000 per kilogram

sehingga menghasilkan nilai output yaitu sebesaar Rp 12.500 per kilogram. Jika

dibandingkan, output pada penelitian Hepi dkk lebih besar, hal ini dapat disebabkan

oleh perbandingan waktu dan daerah penelitian.

2. Output Keripik Salak

Selain dodol salak, keripik salak juga merupakan hasil olahan buah salak

dalam Agroindustri Salacca. Rata-rata output, faktor konversi, harga output dan

nilai output pada proses produksi keripik salak dapat dilihat dalam tabel berikut.
47

Tabel 8. Rata-rata Output, Faktor Konversi, Harga Output dan Nilai Output
Keripik Salak pada Agroindustri Salacca Tahun 2022 .

No Komponen Nilai
(per proses produksi)
1 Output (Kg) 10,7
2 Faktor konversi 0,237
3 Harga output (Rp/kg) 75.000
4 Nilai output (Rp/kg) 17.775

Tabel 8 menunjukkan bahwa rata-rata ouput per proses produksi yang

dihasilkan dalam pengolahan keripik salak yaitu sebesar 10,7 kilogram. Faktor

konversi pada keripik salak sebesar 0,237 artinya, tiap 1 kilogram pemakaian bahan

baku salak dapat menghasilkan keripik salak sebanyak 0,237 kilogram. Harga

output dan faktor konversi akan mempengaruhi besarnya nilai output yang

diperoleh. Nilai output menunjukkan penerimaan kotor yang diperoleh dari

pengolahan keripik salak sedangkan faktor konversi merupakan banyaknya keripik

salak yang dihasilkan. Data proses produksi pada pengolahan keripik salak terlihat

bahwa harga output keripik salak sebesar Rp 75.000 per kilogram dan faktor

konversi 0,237 maka akan menghasilkan rata-rata nilai output keripik salak sebesar

Rp 17.775 per kilogram. Jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Hepi dkk (2008), output yang dihasilkan pada pengolahan keripik salak lebih kecil

yaitu 2 kilogram per proses produksi dan harga ouput pada penelitian Hepi dkk

(2008) lebih kecil dibandingkan di daerah penelitian yaitu Rp 65.000 per kilogram

keripik salak.
48

3. Output Kurma Salak

Produk kurma salak salah satu hasil dari pengolahan buah salak pada daerah

penelitian ini. Rata-rata output, faktor konversi, harga output dan nilai output ada

kurma salak dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

Tabel 9. Rata-rata Output, Faktor Konversi, Harga Output dan Nilai Output
Kurma Salak pada Agroindustri Salacca Tahun 2022.

No Komponen Nilai
1 Output (Kg) 8,8
2 Faktor konversi 0,22
3 Harga output (Rp/kg) 75.000
4 Nilai output (Rp/kg) 16.500

Tabel 9 menunjukkan bahwa rata-rata ouput per proses produksi yang

dihasilkan dalam pengolahan kurma salak yaitu sebesar 8,8 kilogram. Faktor

konversi pada kurma salak sebesar 0,22 artinya, tiap 1 kilogram pemakaian bahan

baku salak dapat menghasilkan kurma salak sebanyak 0,22 kilogram. Harga output

dan faktor konversi akan mempengaruhi besarnya nilai output yang diperoleh. Nilai

output menunjukkan penerimaan kotor yang diperoleh dari pengolahan kurma salak

sedangkan faktor konversi merupakan banyaknya kurma salak yang dihasilkan.

Data proses produksi pada pengolahan kurma salak terlihat bahwa harga output

kurma salak sebesar Rp 75.000 per kilogram dan faktor konversi 0,22 maka akan

menghasilkan rata-rata nilai output keripik salak sebesar Rp 16.500 per kilogram.

Jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Aldi dkk (2020), output

yang dihasilkan lebih banyak yaitu 15 kilogram per proses produksi sedangkan

harga output pada penelitian Aldi dkk (2020) lebih kecil yaitu sebesar Rp 66.000

per kilogram.
49

4.3.3 Nilai Input Lain

Nilai input lain merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan diluar bahan baku

utama yang mendukung kelancaran proses produksi. Pada proses pembuatan dodol

salak, keripik salak dan kurma salak, nilai input yang diperhitungkan adalah biaya

bahan penolong, biaya listrik, biaya pengemasan dan biaya penyusutan peralatan.

Biaya penggunaan air tidak dihitung dalam nilai input lain dikarenakan usaha

pengolahan ini menggunakan air yang berasal dari sumur sendiri. Pada penelitian

ini air tetap digunakan dalam proses produksi namun tidak dihitung biaya dalam

penggunaannya.

1.7 Nilai input lain pada dodol salak

Jumlah penggunaan biaya bahan penolong pada pembuatan dodol salak

meliputi tepung, gula pasir, santan kelapa dan kayu bakar. Untuk lebih jelasnya,

biaya bahan penolong yang digunakan per proses produksi dodol salak dapat dilihat

pada Lampiran 7. Selain itu, biaya listrik, biaya pengemasan serta biaya penyusutan

alat juga termasuk dalam nilai input lain yang digunakan dalam proses produksi

dodol salak. Biaya pengemasan ini tergantung pada jumlah output yang dihasilkan

dalam setiap proses produksinya. Pengemasan pada dodol salak ini menggunakan

plastik kaca dan kotak yang sudah diberi label nama usaha pengolahan, untuk

rincian biaya pengemasan per proses produksi dapat dilihat pada Lampiran 10

sedangkan untuk rincian biaya penyusutan alat yang digunakan per proses produksi

dalam pengolahan dodol salak dapat dilihat pada Lampiran 13. Rata-rata biaya

bahan penolong, biaya penyusutan alat, biaya pengemasan dan biaya listrik yang

digunakan per proses produksi dapat dilihat dalam tabel berikut :


50

Tabel 10. Rata-rata Biaya Bahan Penolong, Biaya Listrik, Biaya Pengemasan
dan Biaya Penyusutan Peralatan pada Dodol Salak di Agroindustri
Salacca Tahun 2022

No Komponen Nilai
(per proses produksi)
1 Biaya bahan penolong 285.000
2 Biaya lisrik 10.000
3 Biaya pengemasan 222.000
4 Biaya penyusutan alat 17.102,84
Jumlah 534.102,84
Rata – rata penggunaan bahan baku 55
Sumbangan input lain (Rp/Kg) 9.710,96

Tabel 10 menunjukkan bahwa rata-rata biaya bahan penolong dodol salak

yaitu sebesar Rp 285.000 per proses produksi, biaya penyusutan alat yaitu sebesar

Rp 17.102,84 per proses produksi, rata-rata biaya pengemasan yaitu sebesar Rp

222.000 per proses produksi dan biaya listrik yang digunakan dalam pengolahan

dodol salak yaitu sebesar Rp 10.000 per proses produksi. Rata-rata jumlah

penggunaan bahan baku per proses produksi dodol salak yaitu sebanyak 55

kilogram, sehingga total sumbangan input lain yang digunakan per proses produksi

yaitu sebesar Rp 9.710,96 per kilogram.

2.7 Nilai input lain pada keripik salak

Penggunaan biaya bahan penolong pada pembuatan keripik salak meliputi

minyak goreng dan bahan bakar gas. Untuk lebih jelasnya, biaya bahan penolong

yang digunakan per proses produksi keripik salak dapat dilihat pada Lampiran 8.

Selain itu, biaya listrik, biaya pengemasan serta biaya penyusutan alat juga

termasuk dalam nilai input lain yang digunakan dalam proses produksi keripik

salak. Biaya pengemasan ini tergantung pada jumlah output yang dihasilkan dalam

setiap proses produksinya, untuk rincian biaya pengemasan per proses produksi
51

dapat dilihat pada Lampiran 11 sedangkan untuk rincian biaya penyusutan alat yang

digunakan per proses produksi dalam pengolahan keripik salak dapat dilihat pada

Lampiran 14. Rata-rata biaya bahan penolong, biaya penyusutan alat, biaya

pengemasan dan biaya listrik yang digunakan per proses produksi dapat dilihat

dalam tabel berikut :

Tabel 11. Rata-rata Biaya Bahan Penolong, Biaya Penyusutan Alat, Biaya
Pengemasan dan Biaya Listrik Keripik Salak di Agroindustri
Salacca Tahun 2022.

No Komponen Nilai
(per proses produksi)
1 Biaya bahan penolong 240.000
2 Biaya penyusutan alat 24.729,41
3 Biaya pengemasan 117.000
4 Biaya listrik 20.000
Jumlah 318.279,41
Rata – rata penggunaan bahan baku 45
Sumbangan input lain (Rp/Kg) 7.072,87

Tabel 11 menunjukkan bahwa rata-rata biaya bahan penolong pada

pengolahan keripik salak yaitu sebesar Rp 240.000 per proses produksi, biaya

penyusutan alat yaitu sebesar Rp 24.729,41 per proses produksi, rata-rata biaya

pengemasan yaitu sebesar Rp 117.000 per proses produksi dan biaya listrik yang

digunakan dalam pengolahan keripik salak yaitu sebesar Rp 10.000 per proses

produksi. Berdasarkan tabel 10, rata-rata jumlah penggunaan bahan baku per proses

produksi yaitu sebanyak 45 kilogram, sehingga total sumbangan input lain yang

digunakan per proses produksi yaitu sebesar Rp 7.072,87 per kilogram. Pada

penelitian yang dilakukan Hepi Hapsari dkk (2008), nilai input pada pengolahan

keripik salak lebih kecil yaitu sebesar Rp 3.202,67 per kilogram.


52

3.7 Nilai input lain pada kurma salak

Pada pengolahan kurma salak, bahan penolong yang digunakan meliputi gula

pasir dan kayu bakar. Untuk lebih jelasnya, biaya bahan penolong yang digunakan

per proses produksi kurma salak dapat dilihat pada Lampiran 9. Selain itu, biaya

listrik, biaya pengemasan serta biaya penyusutan alat juga termasuk dalam nilai

input lain yang digunakan dalam proses produksi kurma salak. Biaya pengemasan

ini tergantung pada jumlah output yang dihasilkan dalam setiap proses produksinya,

untuk rincian biaya pengemasan per proses produksi dapat dilihat pada Lampiran

12 sedangkan untuk rincian biaya penyusutan alat yang digunakan per proses

produksi dapat dilihat pada Lampiran 15. Rata-rata biaya bahan penolong, biaya

penyusutan alat, biaya pengemasan dan biaya listrik yang digunakan pada

pengolahan kurma salak dapat dilihat dalam tabel berikut :

Tabel 12. Rata-rata Biaya Bahan Penolong, Biaya Penyusutan Alat, Biaya
Pengemasan dan Biaya Listrik Kurma Salak di Agroindustri
Salacca Tahun 2022.

No Komponen Nilai
(per proses produksi)
1 Biaya bahan penolong 124.000
2 Biaya penyusutan alat 12.936,18
3 Biaya pengemasan 84.000
4 Biaya listrik 5.000
Jumlah 225.936,18
Rata – rata penggunaan bahan baku 40
Sumbangan input lain (Rp/Kg) 5.648,40

Tabel 12 menunjukkan bahwa rata-rata biaya bahan penolong pada

pengolahan kurma salak yaitu sebesar Rp 124.000 per proses produksi, biaya

penyusutan alat sebesar Rp 12.936,18 per proses produksi, rata-rata biaya

pengemasan yaitu sebesar Rp 84.000 per proses produksi dan biaya listrik yang
53

digunakan dalam pengolahan keripik salak yaitu sebesar Rp 5.000 per proses

produksi. Berdasarkan tabel 12, rata-rata jumlah penggunaan bahan baku per proses

produksi yaitu sebanyak 40 kilogram, sehingga total sumbangan input lain yang

digunakan per proses produksi yaitu sebesar Rp 5.648,40 per kilogram bahan baku.

4.4 Komponen Diluar Pembentuk Nilai Tambah

Komponen diluar pembentuk nilai tambah adalah komponen-komponen

dalam Tabel Hayami yang tidak langsung menyusun perhitungan nilai tambah.

Komponen diluar pembentuk nilai tambah terdiri dari jumlah tenaga kerja,

koefisien tenaga kerja dan upah rata-rata tenaga kerja. Tenaga kerja adalah tenaga

kerja manusia yang melakukan proses produksi. Tenaga kerja ini merupakan tenaga

kerja yang dikerahkan untuk mengolah bahan baku salak menjadi dodol salak,

keripik salak dan kurma salak dihitung dalam satu kali proses produksi.

1. Komponen diluar Pembentuk Nilai Tambah pada Dodol Salak

Jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam proses produksi pembuatan dodol

salak ini adalah sebanyak lima orang. Rata-rata curahan jam kerja per proses

produksi yang digunakan dalam pembuatan dodol salak adalah 11 jam.

Tabel 13. Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja Per Proses Produksi Pada
Pengolahan Dodol Salak di Daerah Penelitian.
No Komponen Nilai
(per proses produksi)
1 Tenaga Kerja (jam) 11
2 Koefisien Tenaga Kerja 0,2
3 Upah Rata-rata Tenaga Kerja (Rp/Jam) 7.272,72

Berdasarkan Tabel 13 rata-rata kebutuhan tenaga kerja dalam satu kali

proses produksi adalah empat tenaga kerja. Maka dibutuhkan sekitar 11 jam untuk

mengolah buah salak menjadi dodol salak. Koefisien tenaga kerja adalah jumlah
54

tenaga kerja yang dibutuhkan dibagi dengan jumlah input yang diolah. Jumlah

tenaga kerja yang dibutuhkan untuk mengolah dodol salak adalah 11 jam dengan

jumlah input yang diolah rata-rata sebanyak 55 kilogram setiap satu kali proses

produksi. Dengan demikian, koefisien tenaga kerja rata-rata sebesar 0,2, artinya

untuk mengolah satu kilogram salak dibutuhkan tenaga kerja sebanyak 0,2 jam.

Upah rata-rata tenaga kerja dalam satu kali proses produksi dodol salak yaitu Rp

7.272,72.

2. Komponen diluar Pembentuk Nilai Tambah pada Keripik Salak

Jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam proses produksi pembuatan keripik

salak ini adalah sebanyak tiga orang. Rata-rata curahan jam kerja per proses

produksi yang digunakan dalam pembuatan keripik salak adalah 9 jam.

Tabel 14. Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja Per Proses Produksi Pada
Pengolahan Keripik Salak di Daerah Penelitian.
No Komponen Nilai
(per proses produksi)
1 Tenaga Kerja (jam) 9
2 Koefisien Tenaga Kerja 0,2
3 Upah Rata-rata Tenaga Kerja (Rp/Jam) 19.998

Berdasarkan Tabel 14 rata-rata kebutuhan tenaga kerja dalam satu kali

proses produksi adalah tiga tenaga kerja. Maka dibutuhkan sekitar 9 jam untuk

mengolah buah salak menjadi keripik salak. Koefisien tenaga kerja adalah jumlah

tenaga kerja yang dibutuhkan dibagi dengan jumlah input yang diolah. Jumlah

tenaga kerja yang dibutuhkan untuk mengolah keripik salak adalah 9 jam dengan

jumlah input yang diolah rata-rata sebanyak 45 kilogram setiap satu kali proses

produksi. Dengan demikian, koefisien tenaga kerja rata-rata sebesar 0,2, artinya

untuk mengolah satu kilogram salak dibutuhkan tenaga kerja sebanyak 0,2 jam.
55

Upah rata-rata tenaga kerja dalam satu kali proses produksi keripik salak yaitu Rp

19.998.

3. Komponen diluar Pembentuk Nilai Tambah Pada Keripik Salak

Jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam proses produksi pembuatan kurma

salak ini adalah sebanyak tiga orang. Rata-rata curahan jam kerja per proses

produksi yang digunakan dalam pembuatan kurma salak adalah 7,5 jam.

Tabel 15. Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja Per Proses Produksi Pada
Pengolahan Kurma Salak di Daerah Penelitian.
No Komponen Nilai
(per proses produksi)
1 Tenaga Kerja (jam) 7,5
2 Koefisien Tenaga Kerja 0,18
3 Upah Rata-rata Tenaga Kerja (Rp/Jam) 24.000

Berdasarkan Tabel 15 rata-rata kebutuhan tenaga kerja dalam satu kali

proses produksi adalah tiga tenaga kerja. Maka dibutuhkan sekitar 7,5 jam untuk

mengolah buah salak menjadi kurma salak. Koefisien tenaga kerja adalah jumlah

tenaga kerja yang dibutuhkan dibagi dengan jumlah input yang diolah. Jumlah

tenaga kerja yang dibutuhkan untuk mengolah kurma salak adalah 7,5 jam dengan

jumlah input yang diolah rata-rata sebanyak 40 kilogram setiap satu kali proses

produksi. Dengan demikian, koefisien tenaga kerja rata-rata sebesar 0,18, artinya

untuk mengolah satu kilogram salak dibutuhkan tenaga kerja sebanyak 0,18 jam.

Upah rata-rata tenaga kerja dalam satu kali proses produksi kurma salak yaitu Rp

24.000.

4.5 Analisis Nilai Tambah Produk Olahan Salak

Salah satu tujuan dari kegiatan pengolahan adalah menciptakan nilai tambah

suatu produk. Proses pengolahan buah salak menjadi dodol salak, keripik salak dan
56

kurma salak mengakibatkan bertambahnya nilai dari komoditi tersebut. Analisis

nilai tambah yang dilakukan dihasilkan dari perhitungan nilai output, harga bahan

baku dan sumbangan input lain. Secara lebih lengkap, nilai tambah yang dihasilkan

dalam tiap produk yang dihasilkan dapat dilihat dalam perhitungan dengan

menggunakan Metode Hayami.

4.5.1 Analisis Nilai Tambah Dodol Salak

Nilai tambah yang diperoleh berasal dari pengolahan salak menjadi dodol

salak, analisis yang dilakukan dihasilkan dari perhitungan menggunakan metode

Hayami. Dari hasil perhitungan rata-rata nilai tambah per proses produksi pada

pengolahan dodol salak dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 16. Perhitungan Nilai Tambah Dodol Salak Per Proses Produksi

No Variabel Nilai
I. Output, Input dan Harga
1. Output (kg/proses produksi) 25,3
2. Input (kg/proses produksi) 55
3. Tenaga kerja (jam kerja/proses produksi) 11
4. Faktor konversi 0,46
5. Koefisien tenaga kerja 0,2
6. Harga output (Rp/kg) 60.000
7. Upah rata-rata tenaga kerja (Rp/jam kerja) 7.272,72
II. Penerimaan dan Keuntungan
8. Harga bahan baku (Rp/kg) 5.200
9. Sumbangan input lain (Rp/kg) 9.710,96
10. Nilai output (Rp/kg) 27.600
11. a. Nilai Tambah (Rp/Kg) 12.689,04
b. Rasio Nilai Tambah (%) 45,9
12. a. Imbalan Tenaga Kerja (Rp/Kg) 1.454,54
b. Bagian Tenaga Kerja (%) 11,46
13. a. Keuntungan (Rp/Kg) 11.234,5
b. Tingkat Keuntungan (%) 88,53
III. Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi
14. Margin (Rp/Kg) 22.400
a. Pendapatan Tenaga Kerja (%) 6,49
b. Sumbangan Input Lain (%) 43,35
c. Keuntungan Pengusaha (%) 50,15
57

Tabel 16 menujukkan perhitungan rata-rata nilai tambah yang dihasilkan pada

satu kali proses produksi adalah sebesar Rp 12.689,04 per kilogram dengan rasio

nilai tambah 45,9 % artinya dari Rp 27.600 per kilogram nilai output maka 45,9 %

merupakan nilai tambah dari pengolahan salak menjadi dodol salak. Nilai tambah

tersebut merupakan nilai tambah yang belum dikurangi dengan imbalan tenaga

kerja.

Bagian tenaga kerja adalah imbalan tenaga kerja dibagi dengan nilai tambah.

Bagian tenaga kerja untuk pengusaha pengolahan salak ini adalah sebesar 11,46 %.

Artinya dari nilai tambah sebesar Rp 12.689,04 yang diperoleh maka 11,46

persennya adalah bagian tenaga kerja.

Setiap agroindustri pada umumnya melakukan suatu usaha pengolahan

dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan. Keuntungan dalam metode Hayami

diperoleh dari perhitungan selisih antar nilai tambah dengan imbalan tenaga kerja.

Keuntungan rata-rata produksi dodol salak adalah 11.234,5 per kilogram dengan

presentase tingkat keuntungan sebesar 88,53 %. Keuntungan tersebut merupakan

untung untuk setiap kilogram bahan baku yang diolah.

Marjin menunjukkan kontribusi faktor-faktor produksi selain bahan baku

yang digunakan dalam proses produksi. Dari besaran marjin, dapat dilihat balas jasa

terhadap tenaga kerja, sumbangan input lain dan keuntungan bagi agroindustri.

Marjin diperoleh dari selisih nilai output dengan harga bahan baku. Besaran marjin

rata-rata per proses produksi untuk pengolahan dodol salak adalah sebesar Rp

22.400 per kilogram bahan baku yang dimana terdiri dari pendapatan tenaga kerfja

sebesar 6,59 %, sumbangan input lain sebesar 43,35 % dan keuntungan agroindustri
58

sebesar 50,15 %. Artinya bila marjin Rp 100,- per kilogram bahan baku, maka

Rp6,59 merupakan pendapatan tenaga kerja, Rp 43,35 merupakan sumbangan input

lain dan Rp 50,15 merupakan bagian untuk keuntungan agroindustri.

4.5.2 Analisis Nilai Tambah Keripik Salak

Salah satu tujuan dari kegiatan pengolahan adalah menciptakan nilai tambah

suatu produk. Proses pengolahan salak menjado keripik salak mengakibatkan

bertambahnya nilai dari komoditi tersebut. Dari hasil perhitungan rata-rata nilai

tambah per proses produksi pada pengolahan keripik salak dapat dilihat pada tabel

berikut ini :

Tabel 17. Perhitungan Nilai Tambah Keripik Salak Per Proses Produksi

No Variabel Nilai
I. Output, Input dan Harga
1. Output (kg/proses produksi) 10,7
2. Input (Kg/proses produksi) 45
3. Tenaga kerja (jam kerja/proses produksi) 9
4. Faktor konversi 0,237
5. Koefisien tenaga kerja 0,2
6. Harga output (Rp/kg) 75.000
7. Upah tenaga kerja (Rp/jam kerja) 6.666,67
II. Penerimaan dan Keuntungan
8. Harga bahan baku (Rp/kg) 5.200
9. Sumbangan input lain (Rp/kg) 7.072,87
10. Nilai output (Rp/kg) 17.775
11. a. Nilai Tambah (Rp/Kg) 5.502,13
b. Rasio Nilai Tambah (%) 30,95
12. a. Imbalan Tenaga Kerja (Rp/Kg) 1.333,34
b. Bagian Tenaga Kerja (%) 24,23
13. a. Keuntungan (Rp/Kg) 4.168,79
b. Tingkat Keuntungan (%) 75,76
III. Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi
14. Margin (Rp/Kg) 12.575
a. Pendapatan Tenaga Kerja (%) 10,60
b. Sumbangan Input Lain (%) 56,25
c. Keuntungan Pengusaha (%) 33,15
59

Tabel 17 menujukkan perhitungan rata-rata nilai tambah yang dihasilkan pada

satu kali proses produksi adalah sebesar Rp 5.502,13 per kilogram dengan rasio

nilai tambah 30,95 % artinya dari Rp 17.775 per kilogram nilai output maka 30,95%

merupakan nilai tambah dari pengolahan salak menjadi keripik salak. Nilai tambah

tersebut merupakan nilai tambah yang belum dikurangi dengan imbalan tenaga

kerja.

Bagian tenaga kerja adalah imbalan tenaga kerja dibagi dengan nilai tambah.

Bagian tenaga kerja untuk pengusaha pengolahan salak ini adalah sebesar 24,23 %.

Artinya dari nilai tambah sebesar Rp 5.502,13 yang diperoleh maka 24,23

persennya adalah bagian tenaga kerja.

Setiap agroindustri pada umumnya melakukan suatu usaha pengolahan

dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan. Keuntungan dalam metode Hayami

diperoleh dari perhitungan selisih antar nilai tambah dengan imbalan tenaga kerja.

Keuntungan rata-rata produksi keripik salak adalah 4.168,79 per kilogram dengan

presentase tingkat keuntungan sebesar 75,76 %. Keuntungan tersebut merupakan

untung untuk setiap kilogram bahan baku yang diolah.

Marjin menunjukkan kontribusi faktor-faktor produksi selain bahan baku

yang digunakan dalam proses produksi. Dari besaran marjin, dapat dilihat balas jasa

terhadap tenaga kerja, sumbangan input lain dan keuntungan bagi agroindustri.

Marjin diperoleh dari selisih nilai output dengan harga bahan baku. Besaran marjin

rata-rata per proses produksi untuk pengolahan keripik salak adalah sebesar Rp

12.575 per kilogram bahan baku yang dimana terdiri dari pendapatan tenaga kerja

sebesar 10,60 %, sumbangan input lain sebesar 56,25 % dan keuntungan


60

agroindustri sebesar 33,15 %. Artinya bila marjin Rp 100,- per kilogram bahan

baku, maka Rp 10,60 merupakan pendapatan tenaga kerja, Rp 56,25 merupakan

sumbangan input lain dan Rp 33,15 merupakan bagian untuk keuntungan

agroindustri.

4.5.3 Analisis Nilai Tambah Kurma Salak

Nilai tambah yang diperoleh berasal dari pengolahan salak menjadi kurma

salak, analisis yang dilakukan dihasilkan dari perhitungan menggunakan metode

Hayami. Hasil perhitungan rata-rata nilai tambah per proses produksi pada

pengolahan kurma salak dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 18. Perhitungan Nilai Tambah Kurma Salak Per Proses Produksi
No Variabel Nilai
I. Output, Input dan Harga
1. Output (kg/proses produksi) 8,8
2. Input (kg/proses produksi) 40
3. Tenaga kerja (jam kerja/proses produksi) 7,5
4. Faktor konversi 0,22
5. Koefisien tenaga kerja 0,18
6. Harga output (Rp/kg) 75.000
7. Upah tenaga kerja (Rp/jam) 8.000
II. Penerimaan dan Keuntungan
8. Harga bahan baku (Rp/kg) 5.200
9. Sumbangan input lain (Rp/kg) 5.648,40
10. Nilai output (Rp/kg) 16.500
11. a. Nilai Tambah (Rp/Kg) 5.651,6
c. Rasio Nilai Tambah (%) 34,25
12. a. Imbalan Tenaga Kerja (Rp/Kg) 1.440
c. Bagian Tenaga Kerja (%) 25,48
13. a. Keuntungan (Rp/Kg) 4.211,6
b. Tingkat Keuntungan (%) 74,52
III. Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi
14. Margin (Rp/Kg) 11.300
a. Pendapatan Tenaga Kerja (%) 12,74
b. Sumbangan Input Lain (%) 49,98
c. Keuntungan Pengusaha (%) 37,27
61

Tabel 18 menunjukkan perhitungan rata-rata nilai tambah yang dihasilkan

pada satu kali proses produksi adalah sebesar Rp 5.651,6 per kilogram dengan rasio

nilai tambah 34,25 % artinya dari Rp 16.500 per kilogram nilai output maka 34,25%

merupakan nilai tambah dari pengolahan salak menjadi kurma salak. Nilai tambah

tersebut merupakan nilai tambah yang belum dikurangi dengan imbalan tenaga

kerja.

Bagian tenaga kerja adalah imbalan tenaga kerja dibagi dengan nilai tambah.

Bagian tenaga kerja untuk pengusaha pengolahan salak ini adalah sebesar 25,48 %.

Artinya dari nilai tambah sebesar Rp 5.651,6 yang diperoleh maka 25,48 persennya

adalah bagian tenaga kerja.

Setiap agroindustri pada umumnya melakukan suatu usaha pengolahan

dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan. Keuntungan dalam metode Hayami

diperoleh dari perhitungan selisih antar nilai tambah dengan imbalan tenaga kerja.

Keuntungan rata-rata produksi kurma salak adalah 4.211,6 per kilogram dengan

presentase tingkat keuntungan sebesar 74,52 %. Keuntungan tersebut merupakan

untung untuk setiap kilogram bahan baku yang diolah.

Marjin menunjukkan kontribusi faktor-faktor produksi selain bahan baku

yang digunakan dalam proses produksi. Dari besaran marjin, dapat dilihat balas jasa

terhadap tenaga kerja, sumbangan input lain dan keuntungan bagi agroindustri.

Marjin diperoleh dari selisih nilai output dengan harga bahan baku. Besaran marjin

rata-rata per proses produksi untuk pengolahan kurma salak adalah sebesar Rp

11.300 per kilogram bahan baku yang dimana terdiri dari pendapatan tenaga kerja

sebesar 12,74 %, sumbangan input lain sebesar 49,98 % dan keuntungan


62

agroindustri sebesar 37,27 %. Artinya bila marjin Rp 100,- per kilogram bahan

baku, maka Rp 12,74 merupakan pendapatan tenaga kerja, Rp 49,98 merupakan

sumbangan input lain dan Rp 37,27 merupakan bagian untuk keuntungan

agroindustri.

4.6 Perbandingan Revenue Cost Ratio dan Pendapatan Dodol Salak,

Keripik Salak, Kurma Salak

Revenue Cost Ratio adalah suatu pengujian analisa kelayakan dengan

perbandingan anatara total pendapatan dengan total biaya yang dikeluarkan dengan

kriteria yang digunakan dalam analisis ini adalah apabila nilai R/C >1 maka usaha

tersebut dikatakan untung dan layak untuk diusahakan, karena besarnya pendapatan

lebih besar dari besarnya biaya yang dikeluarkan, dan sebaliknya. Total biaya dari

suatu usaha merupakan jumlah keseluruhan biaya yang terdiri dari dari biaya tetap

dan biaya variabel. Adapun rincian rata-rata biaya tetap dan biaya variabel pada

pengolahan dodol salak, keripik salak dan kurma salak dapat dilihat secara berturut

pada Lampiran 16, Lampiran 17, dan Lampiran 18 sedangkan total biaya pada

pengolahan dodol salak, keripik salak, dan kurma salak dapat dilihat pada tabel

berikut ini :

Tabel 19. Perbandingan Rata-Rata Total Biaya Dodol Salak, Keripik Salak
dan Kurma Salak di Agroindustri Salacca Tahun 2022.

No Produk Olahan Total Biaya


(Rp/proses produksi)
1 Dodol salak 1.140.102,84
2 Keripik salak 732.229,41
3 Kurma salak 583.936,18

Tabel 19 menunjukkan total biaya dari dodol salak, keripik salak dan kurma

salak. Rata-rata total biaya yang dikeluarkan usaha pengolahan dodol salak yaitu
63

sebesar Rp 1.140.102,84 per proses produksi. Pada pengolahan keripik salak, usaha

pengolahan mengeluarkan biaya rata-rata sebesar Rp 732.229,41 dalam tiap proses

produksinya. Sedangkan rata-rata total biaya yang dikeluarkan usaha pengolahan

untuk kurma salak yaitu sebesar Rp 583.936,18 per proses produksi.

Dalam setiap kegiatan pengolahan akan menghasilkan penerimaan.

Penerimaan yang didapat dalam tiap proses produksi dodol salak, keripik salak dan

kurma salak dapat dilihat secara berturut pada Lampiran 19, Lampiran 20 dan

Lampiran 21. Untuk rata-rata penerimaan dodol salak, keripik salak dan kurma

salak per proses produksinya dapat dilihat dalam tabel berikut ini :

Tabel 20. Perbandingan Rata-rata Penerimaan Dodol Salak, Keripik Salak


dan Kurma Salak di Agroindustri Salacca Tahun 2022.

No Produk Olahan Total Penerimaan


(Rp/proses produksi)
1 Dodol salak 1.518.000
2 Keripik salak 802.000
3 Kurma salak 697.500

Tabel 20 menunjukkan bahwa rata-rata total penerimaan yang terbesar yaitu

pada pengolahan dodol salak yaitu sebesar Rp 1.518.000. Rata-rata total

penerimaan pada keripik salak yaitu sebesar Rp 802.000. Sedangkan rata-rata total

penerimaan pada produk kurma salak yaitu sebesar Rp 697.500.

Untuk melihat kelayakan dari setiap produk yang dihasilkan oleh usaha

pengolahan buah salak ini maka perlu dilakukan analisis kelayakan dari dodol

salak, keripik salak dan kurma salak dengan analisis Revenue Cost Ratio. Analisis

Revenue Cost Ratio dari dodol salak, keripik salak dan kurma salak dapat dilihat

dalam tabel berikut ini:


64

Tabel 21. Analisis Revenue Cost Ratio Pada Dodol Salak, Keripik Salak dan
Kurma Salak.

No Produk Olahan R/C Keterangan


1 Dodol salak 1,33 > 1 Layak
2 Keripik salak 1,09 > 1 Layak
3 Kurma salak 1,19 > 1 Layak

Tabel 21 menunjukkan bahwa ketiga produk dalam usaha pengolahan ini

dinyatakan menguntungkan dan layak untuk diusahakan. Hal ini dapat dilihat dari

hasil perbandingan antara total pendapatan dengan total biaya yang lebih besar dari

satu, pengolahan dodol salak memiliki rasio sebesar 1,33 yang berarti lebih dari 1,

yang artinya setiap Rp 1.000,- biaya yang dikeluarkan dalam proses pengolahan

dodol salak akan memberikan pendapatan sebesar Rp 1.330,- dan akan

menghasilkan keuntungan Rp 330.

Proses pengolahan keripik salak menghasilkan Revenue Cost Ratio sebesar

1,09 yang berarti lebih dari 1, yang artinya setiap Rp 1.000,- biaya yang dikeluarkan

dalam proses pengolahan kurma salak akan memberikan pendapatan sebesar Rp

1.090,- dan akan menghasilkan keuntungan Rp 90.

Pada proses pengolahan kurma salak menghasilkan Revenue Cost Ratio yiatu

1,19. yang berarti lebih dari 1, yang artinya setiap Rp 1.000,- biaya yang

dikeluarkan dalam proses pengolahan kurma salak akan memberikan pendapatan

sebesar Rp 1.190,- dan akan menghasilkan keuntungan Rp 190.

Perbandingan pendapatan yang diperoleh pada proses produksi dodol salak, keripik

salak dan kurma salak dapat dilihat pada tabel berikut ini.
65

Tabel 22. Rata-rata Pendapatan Dodol Salak, Keripik Salak dan Kurma Salak
di Agroindustri Salacca.

Jumlah (Rp/proses produksi)


Produk Total Penerimaan Total Biaya Pendapatan
(TR) (TC)
Dodol Salak 1.518.000 1.140.102,84 377.897,16
Keripik Salak 802.000 732.229,41 69.770,59
Kurma Salak 697.500 583.936,18 113.563,82

Tabel 22 menunjukkan bahwa pendapatan yang diperoleh pada proses

produksi dodol salak, keripik salak dan kurma salak berbeda, dari tabel dapat dilihat

pendapatan terbesar diperoleh dari proses produksi dodol salak yaitu Rp

377.897,16. Pendapatan rata-rata pada keripik salak yaitu sebesar Rp 69.770,59 per

proses produksi sedangkan pada kurma salak yaitu sebesar 113.563,82. Dari ketiga

produk olahan salak ini, pendapatan terbesar dihasilkan pada pengolahan dodol

salak yaitu sebesar Rp 377.897,16.

4.7 Implikasi Penelitian

Kegiatan pengolahan buah salak ini dilakukan bertujuan untuk menciptakan

nilai tambah, selain itu dengan timbulnya inovasi pengolahan produk maupun

meningkatkan peluang usaha dan menyerap tenaga kerja pengolahan buah salak

menjadi dodol salak, keripik salak dan kurma salak yang dilakukan pada

agroindustri Salacca di Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan

pengolahan buah salak mini ditujukan untuk memperoleh nilai tambah dari suatu

proses pengolahan yang dilakukan.

Adanya penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan efektivitas dan

efisien bagi usaha pengolahan dalam menjalankan proses pengolahannya, selain itu

dengan mengetahui nilai tambah dari pengolahan dodol salak, keripik salak dan

kurma salak maka buah salak bisa terus berkembang dan tetap menjaga ciri khas
66

dari daerah penelitian ini. Kegiatan usaha pengolahan buah salak ini merupakan

suatu usaha berbasis pertanian, yang bukan hanya meningkatkan pendapatan bagi

pelaku agroindustri tetapi juga memberikan pendapatan bagi masyarakat khususnya

bagi petani sebagai pemasok bahan baku, dan adanya usaha pengolahan ini bisa

memberikan lapangan pekerjaan. Oleh sebab itu diperlukan kerja sama dengan

dinas maupun pemerintahan supaya lebih memperhatikan usaha pengolahan ini

seperti pelatihan mengenai proses pengolahan buah salak sehingga para pelaku

usaha pengolahan ini mampu menambah wawasan dan diharapkan mampu

meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan agar usaha yang dijalankan dapat

berkembang dengan baik.


67

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada usaha pengolahan salak

menjadi dodol salak, keripik salak dan kurma salak dapat disimpulkan sebagai

berikut :

1. Tahapan proses pengolahan dodol salak yaitu pengupasan kulit salak,

pencucian, perebusan, penghalusan, pengadonan, pengadukan, didiamkan

dan pengemasan. Untuk tahapan pengolahan keripik salak yaitu pengupasan,

pengirisan, pencucian, penggorengan dan pengemasan, sedangkan tahapan

proses pengolahan kurma salak yaitu pengupasan pada kulit salak, pencucian,

perebusan, penjemuran dan pengemasan.

2. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata nilai tambah yang dihasilkan dari

pengolahan dodol salak per kilogram bahan baku yaitu Rp 12.689,04 dengan

rasio nilai tambah 45,9 %. Besar nilai tambah yang dihasilkan dalam

pengolahan keripik salak per kilogram bahan baku salak yaitu Rp 5.502,13

dengan rasio nilai tambah 30,95 % sedangkan pada kurma salak

menghasilkan nilai tambah Rp 5.651,6 per kilogram bahan baku salak dengan

rasio nilai tambah 34,25 %. Maka dapat dilihat bahwa rata-rata nilai tambah

yang dihasilkan oleh dodol salak lebih besar dibandingkan dengan

pengolahan salak menjadi keripik salak dan kurma salak.

3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dodol salak, keripik salak dan kurma

salak layak untuk diusahakan karena dodol salak, keripik salak dan kurma

salak memiliki RC > 1. Pendapatan yang dihasilkan oleh dodol salak lebih
68

besar dibandingkan dengan keuntungan yang dihasilkan pada keripik salak

dan kurma salak.

5.2. Saran

1. Bagi pengusaha agroindustri salak agar lebih mengikuti perkembanagn

teknologi dalam proses pengolahan salak sehingga tidak hanya menggunakan

alat yang sederhana yang kurang efektif dan efisien. Telah banyak alat

produksi modern yang akan mempermudah pengusaha dalam meproduksi

hasil olahan salak seperti pencetak dodol salak dan oven untuk mengeringkan

kurma salak. Dimana jika digunakan akan lebih menghemat waktu dan biaya

tenaga kerja.

2. Untuk pemerintah agar lebih memperhatikan para pengusaha pembuatan

olahan salak terutama dalam hal pemberian bantuan peralatan agar pengusaha

dapat meningkatkan produksinya.

3. Untuk peneliti selanjutnya agar melakukan penelitian mengenai jalur

pemasaran produk dodol salak, kurma salak dan keripik salak.


DAFTAR PUSTAKA

Adam. 2020. Analisis Nilai Tambah dan Peramalan Penjualan Olahan Produk
Nanas di Desa Tangkit Baru Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muaro
Jambi. Fakultas Pertanian. Universitas Jambi.
Arifin. 2016. Pengantar Agroindustri. Penerbit CV.Mujahid Press. Bandung.
Agustina, Tika. 2017. Analisis Nilai Tambah Pengolahan Salak. Fakultas Pertanian.
Universitas Sumatera Utara.
Arvianti, Eri Yusnita., Cahyo., Karunia. 2017. Analisis Teknologi Mesin
Pengolahan Dan Nilai Tambah Keripik Salak Pondoh Pada Kelompok
Srikandi Kelurahan Sumbergondo Kecamatan Bumiaji Kota Batu. Jurnal
Akses Pengabdian Indonesia. Universitas Tribhuwarna Tunggadewi
Malang.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan. 2023. Analisis Produksi Salak
di Sumatera Utara 2022. Sumatera Utara.
Badan Pusat Statistik Tapanuli Selatan. 2023. Kecamatan Dalam Angka 2022
Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara.
Fahroji. 2016. Teknologi Pascapanen Buah-Buahan oleh Dinas Tanaman Pangan
dan Hortikultura.
Hayami, Y., Kawagoe,T., Morooka,Y., Siregar,M. 1987. Agricultural Marketing
and Processing in Upland Java A Perspective FROM A Sunda Village.
Hapsari, Hepi., Djuwendah, Endah., & Karyani, Tuti. 2008. Peningkatan Nilai
Tambah dan Strategi Pengembangan Usaha Pengolahan Salak Manonjaya
Herdiyandi., Rusman,Y., & Yusuf, M.N. 2016. Analisis Nilai Tambah Agroindustri
Tepung Tapioka Di Desa Negaratengah Kecamatan Cineam Kabupaten
Tasikmalaya. Jurnal. Fakultas Pertanian Universitas Galuh.
Indarwati, Viana., Soetriono., & Sudarko. 2015. Analisis Kelayakan Finansial,
Nilai Tambah Dan Strategi Pengembangan Komoditas Salak di Kabupaten
Jember. Jurnal. Universitas Jember
Soeharjo, A. 2001. Konsep dan Ruang Lingkup Agroindustri. Kumpulan Makalah
Agribisnis Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian IPB, Bogor.
Soekartawi. 1991. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. PT. Raja Grafindo Persada.
Jakarta
Wicaksono, Aldi., Isdianana. 2020. Nilai Tambah Pengolahan Salak Di Home
Industry “Bunda Arum” Bojonegoro. Jurnal. Universitas Trunojoyo
Madura.
Widiani, Ni Kade., Max., Abdul. 2017. Analisis Nilai Tambah Olahan Dodol Salak
Di Desa Tamarenja Kabupaten Donggala. Jurnal Mitra Sains. Universitas
Tadulako.

69
70

LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuosioner Penelitian

Judul Penelitian : Analisis Nilai Tambah Produk Olahan Salak Pada


Agroindustri .Salacca di Desa Aek Nabara Kecamatan
Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan
Peneliti : Sonya Cindy Gracia Siregar

NIM : D1B018183

Fakultas : Pertanian

Jurusan : Agribisnis

I. Identitas Pemilik Agroindustri .Salacca

1. Nama :

2. Umur :

3. Tingkat Pendidikan :

II. Profil Usaha

1. Nama :

2. Jenis Produk Olahan :

3. Tahun berdirinya usaha :

4. Alasan didirikannya Agroindustri Salacca :

5. Sumber bahan baku?

III. Produksi

1. Bagaimana proses pengolahan dari :

a. Dodol salak

b. Keripik salak

c. Kurma salak
71

2. Berapa lama proses produksi dalam satu kali produksi dari produk

a. Dodol salak

b. Keripik salak

c. Kurma salak

3. Berapa jumlah bahan baku yang digunakan dalam satu kali produksi ?

Jenis Produk Harga Jual (Rp/Kg) Jumlah Produksi (Kg)


Dodol Salak
Keripik Salak
Kurma Salak

IV. Tenaga Kerja

1. Berapa lama tenaga kerja bekerja dalam sekali produksi ?

2. Berapakah upah tenaga kerja ?

3. Bagaimanakah sistem pengupahan tenaga kerja ?

a. Harian

b. Mingguan

c. Bulanan
72

V. Biaya

1. Biaya tetap yang digunakan dalam satu kali proses produksi pada produk

olahan salak (dodol salak, kripik salak, kurma salak)

Jenis Produk Jenis Alat Jumlah Alat Harga Alat Biaya


(unit) (Rp) Penyusutan
Dodol Salak

Keripik Salak

Kurma Salak

2. Biaya variabel yang digunakan dalam satu kali proses produksi

a. Bahan baku utama (salak)

Produk Olahan Bahan Baku Harga Bahan Biaya Bahan


(kg) Baku (Rp/kg) Baku (Rp)
Dodol salak
Keripik salak
Kurma salak
Total

d. Bahan penolong

Produk Olahan Bahan penolong Harga Bahan Biaya Bahan


(kg) penolong penolong (Rp)
(Rp/kg)
Dodol salak

Keripik salak

Kurma salak

Total
73

Lampiran 2. Penggunaan bahan baku, harga bahan baku dan biaya bahan
baku pada dodol salak per proses produksi.
Proses Bahan baku Salak Biaya (Rp)
Produksi Jumlah (kg) Harga (kg)
1 60 5.200 312.000
2 50 5.200 260.000
Jumlah 110 10.400 572.000
Rata-rata 55 5.200 286.000
74

Lampiran 3. Penggunaan bahan baku, harga bahan baku dan biaya bahan
baku keripik salak per proses produksi.

Proses Bahan baku Salak Biaya (Rp)


Produksi Jumlah (kg) Harga (kg)
1 40 5.200 208.000
2 50 5.200 260.000
Jumlah 90 10.400 468.000
Rata-rata 45 5.200 234.000
75

Lampiran 4. Penggunaan bahan baku, harga bahan baku dan biaya bahan
baku pada kurma salak per proses produksi.

Proses Bahan baku Salak Biaya (Rp)


Produksi Jumlah (kg) Harga (kg)
1 40 5.200 208.000
2 40 5.200 208.000
Jumlah 80 10.400 416.000
Rata-rata 40 5.200 208.000
76

Lampiran 5. Rata-rata output dan harga ouput pada dodol salak per proses
produksi.

Komponen
Proses Ouput (kg) Harga output (Rp/kg)
Produksi
1 26 60.000
2 24,6 60.000
Jumlah 50,6 120.000
Rata-rata 25,3 60.000
77

Lampiran 6. Rata-rata output dan harga ouput pada keripik salak per proses
produksi.

Komponen
Proses Ouput (kg) Harga output (Rp/kg)
Produksi
1 9 75.000
2 12,4 75.000
Jumlah 21,4 150.000
Rata-rata 10,7 75.000
78

Lampiran 7. Rata-rata output dan harga ouput pada kurma salak per proses
produksi.

Komponen
Proses Ouput (kg) Harga output (Rp/kg)
Produksi
1 9 75.000
2 9,6 75.000
Jumlah 17,6 150.000
Rata-rata 8,8 75.000
79

Lampiran 8. Rata-rata biaya bahan penolong pada dodol salak per proses produksi.

Proses produksi

Jenis bahan penolong 1 Total biaya 2 Total biaya


Jumlah Harga (Rp) Jumlah Harga (Rp)
(satuan) (Rp/satuan) (satuan) (Rp/satuan)
Tepung (Kg) 6 12.000 72.000 4,5 12.000 54.000
Gula (kg) 11 14.000 154.000 9 14.000 126.000
Kelapa (buah) 9 4.000 36.000 8 4.000 32.000
Kayu bakar (karung) 6 8.000 48.000 6 8.000 48.000
Jumlah 32 38.000 310.000 27,5 38.000 260.000
Rata-rata 285.000
80

Lampiran 9. Rata-rata biaya bahan penolong pada keripik salak per proses produksi.

Proses produksi

Jenis bahan penolong 1 Total biaya 2 Total biaya


Jumlah Harga (Rp) Jumlah Harga (Rp)
(satuan) (Rp/satuan) (satuan) (Rp/satuan)
Minyak Goreng (kg) 9 13.000 117.000 12 13.000 156.000
Bahan bakar gas 1 30.000 30.000 1 30.000 30.000
Jumlah 10 43.000 147.000 13 43.000 186.000
Rata-Rata : Rp 240.000,-
81

Lampiran 10. Rata-rata biaya bahan penolong pada kurma salak per proses produksi.

Proses produksi

Jenis bahan penolong 1 Total biaya 2 Total biaya


Jumlah Harga (Rp) Jumlah Harga (Rp)
(satuan) (Rp/satuan) (satuan) (Rp/satuan)
Gula 6 14.000 84.000 6 14.000 84.000
Kayu bakar (karung) 5 8.000 40.000 5 8.000 40.000
Jumlah 11 22.000 124.000 11 22.000 124.000
82

Lampiran 11. Rata-rata biaya pengemasan pada dodol salak per proses produksi.

Proses produksi

Jenis bahan penolong 1 Total biaya 2 Total biaya


Jumlah Harga (Rp) Jumlah Harga (Rp)
(satuan) (Rp/satuan) (satuan) (Rp/satuan)
Plastik kaca (gram) 200 10.000 20.000 200 10.000 20.000
Kotak (buah) 130 1.600 208.000 123 1.600 196.800
Jumlah 11.600 228.000 11.600 216.000
Rata-rata : Rp 222.000,-
83

Lampiran 12. Rata-rata biaya pengemasan pada keripik salak per proses produksi.

Proses produksi

Jenis bahan penolong 1 Total biaya 2 Total biaya


Jumlah Harga (Rp) Jumlah Harga (Rp)
(satuan) (Rp/satuan) (satuan) (Rp/satuan)
Plastik kaca (gram) 100 10.000 10.000 100 10.000 10.000
Kotak (buah) 45 2.000 90.000 62 2.000 124.000
Jumlah 145 12.000 100.000 162 12.000 134.000
Rata-Rata Rp 117.000,-
84

Lampiran 13. Rata-rata biaya pengemasan pada kurma salak per proses produksi.

Proses produksi

Jenis bahan penolong 1 Total biaya 2 Total biaya


Jumlah Harga (Rp) Jumlah Harga (Rp)
(satuan) (Rp/satuan) (satuan) (Rp/satuan)
Plastik kaca (gram) 100 10.000 10.000 100 10.000 10.000
Kotak (buah) 45 1.600 72.000 48 1.600 76.800
Jumlah 145 11.600 82.000 148 11.600 86.800
Rata-rata : Rp 84.400,-
85

Lampiran 14. Rata-rata biaya penyusutan peralatan per proses produksi dodol salak.

Harga Total harga Umur ekonomi Total Penyusutan


Jenis Alat Jumlah perolehan perolehan (minggu) (Rp/mingguan)
Pisau 6 12.000 72.000 72 1.000
Baskom plastic 4 15.000 60.000 96 625
Loyang 5 45.000 225.000 240 937,5
Keranjang 5 12.000 72.000 144 500
Box 2 35.000 70.000 192 364,5
Ember plastik 8 20.000 160.000 192 833,3
Sendok plastik 3 8.000 24.000 144 166,6
Mesin press 1 300.000 300.000 336 892,85
Saringan 3 20.000 60.000 96 625
Sendok masak kayu besar 2 150.000 300.000 192 1.562,5
Blender 4 150.000 600.000 144 4.166,66
Tungku 2 250.000 500.000 336 1.488,09
Gayung 2 10.000 20.000 192 104,16
Kuali besar 2 550.000 1.100.000 384 2.864,58
Gunting 2 10.000 20.000 48 416,6
Timbangan 1 80.000 80.000 144 555,5
Jumlah 52 1.667.000 3.663.000 2.952 17.102,84
86

Lampiran 15. Rata-rata biaya penyusutan peralatan per proses produksi keripik salak..

Harga Total harga Umur ekonomi Total Penyusutan


Jenis Alat Jumlah perolehan perolehan (minggu) (Rp/mingguan)
Pisau 6 12.000 72.000 72 1.000
Baskom plastik 4 15.000 60.000 96 625
Loyang 5 45.000 225.000 240 937,5
Keranjang 5 12.000 72.000 144 500
Box 2 35.000 70.000 192 364,5
Ember plastik 8 20.000 160.000 192 833,3
Sendok plastik 3 8.000 24.000 144 166,6
Mesin press 1 300.000 300.000 336 892,85
Gayung 2 10.000 20.000 192 104,16
Mesin penggoreng 1 9.000.000 9.000.000 480 18.750
Timbangan 1 80.000 80.000 144 555,5
Jumlah 38 9.537.000 10.083.000 2.232 24.729,41
87

Lampiran 16. Rata-rata Biaya Penyusutan Kurma Salak

Jenis Alat Jumlah Harga Total harga Umur ekonomi Total Penyusutan
perolehan perolehan (minggu) (Rp/mingguan)
Pisau 6 12.000 72.000 72 1.000
Baskom plastik 4 15.000 60.000 96 625
Loyang 5 45.000 225.000 240 937,5
Nampan 6 25.000 150.000 144 1.041,6
Keranjang 5 12.000 72.000 144 500
Box 2 35.000 70.000 192 364,5
Ember plastik 8 20.000 160.000 192 833,3
Sendok plastik 3 8.000 24.000 144 166,6
Mesin press 1 300.000 300.000 336 892.85
Sendok masak kayu besar 2 150.000 300.000 192 1.562,5
Tungku 2 250.000 500.000 336 1.488,09
Gayung 2 10.000 20.000 192 104,16
Kuali besar 2 550.000 1.100.000 384 2.864,58
Timbangan 1 80.000 80.000 144 555,5
Jumlah 49 1.512.000 3.133.000 2.808 12.936,18
Lampiran 17. Rata-rata biaya tetap dan biaya variabel pada pengolahan dodol
salak.

No Keterangan Nilai
1. Biaya Tetap
Biaya penyusutan alat 17.102,84
Upah tenaga kerja 320.000
2. Biaya variabel
Biaya bahan baku 286.000
Biaya bahan penolong 285.000
Biaya pengemasan 222.000
Biaya listrik 10.000
Total 1.140.102,84
Lampiran 18. Rata-rata biaya tetap dan biaya variabel pada pengolahan
keripik salak.

No Keterangan Nilai
1. Biaya Tetap
Biaya penyusutan alat 24.729,41
Upah tenaga kerja 180.000
2. Biaya variabel
Biaya bahan baku 234.000
Biaya bahan penolong 156.500
Biaya pengemasan 117.000
Biaya listrik 20.000
Total 732.229,41
Lampiran 19. Rata-rata biaya tetap dan biaya variabel pada pengolahan
kurma salak.

No Keterangan Nilai
1. Biaya Tetap
Biaya penyusutan alat 12.936,18
Upah tenaga kerja 180.000
2. Biaya variabel
Biaya bahan baku 208.000
Biaya bahan penolong 124.000
Biaya pengemasan 84.000
Biaya listrik 5.000
Total 613.936,18
Lampiran 20. Penerimaan dodol salak per proses produksi

Komponen
Proses Hasil produk Harga Total Harga
Produksi (kemasan) (Rp/kemasan)
1 130 12.000 1.560.000
2 123 12.000 1.476.000
Jumlah 253 24.000 3.036.000
Rata-rata 126,5 12.000 1.518.000
Lampiran 21. Penerimaan keripik salak per proses produksi

Komponen
Proses Hasil produk Harga Total Harga
Produksi (kemasan) (Rp/kemasan)
1 45 15.000 675.000
2 62 15.000 930.000
Jumlah 107 30.000 1.605.000
Rata-rata 53,5 15.000 802.000
Lampiran 22. Penerimaan kurma salak per proses produksi

Komponen
Proses Hasil produk Harga Total Harga
Produksi (kemasan) (Rp/kemasan)
1 45 15.000 675.000
2 48 15.000 720.000
Jumlah 93 30.000 1.395.000
Rata-rata 46,5 15.000 697.500

Anda mungkin juga menyukai