KATA PENGANTAR
............................
( Direktur Utama )
i
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................ Bab I ii- 1
DAFTAR TABEL ......................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... v
ii
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
iii
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
DAFTAR TABEL
iv
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
DAFTAR GAMBAR
v
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
Bab
I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
I-1
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
meningkatkan luas tanam dan luas panen, optimasi lahan dan keragaman produk
yang tinggi, meningkatkan produktivitas dan peningkatan efisiensi proses
produksi (budidaya). Program pembangunan pertanian Jawa Barat yang telah
dicanangkan bukan hanya sebuah slogan saja, tetapi telah berdampak nyata ke
seluruh kabupaten/kota di Jawa Barat.
Dinamika pengembangan berbagai aktivitas yang berkaitan dengan
pembangunan pertanian di setiap daerah terus berjalan sesuai potensi dan
keberadaan sumberdaya pertanian yang ada di setiap wilayah pembangunan. Oleh
sebab itu, tidak mengherankan apabila komitmen munculnya berbagai komoditas
unggulan spesifik lokasi ataupun komoditas pertanian basis sebagai sumber
perkonomian daerah masing-masing dalam beberapa tahun terakhir ini menjadi
hal yang positif. Pengembangan potensi wilayah pertanian secara luas pada
dasarnya meliputi berbagai rumpun pertanian (pertanian, perkebunan, kehutanan,
peternakan dan perikanan) yang ada pada masing-masing daerah, walaupun dalam
perkembangannya telah muncul berbagai jenis komoditas yang menjadi prioritas
penanganan dinas terkait di dalamnya sesuai dengan tujuan dan orientasi
pembangunan yang diprioritaskan masing-masing daerah.
Kabupaten Majalengka merupakan adalah satu daerah di wilayah propinsi
Jawa Barat yang selama ini mengekedepankan sektor pertanian menjadi pondasi
dasar pembangunan perekonomian daerah diantara sektor ekonomi lainnya. Sektor
pertanian masih memegang kontribusi penting bagi pendapatan daerah dan
sumber mata pencaharian utama bagi sebagian besar penduduk Kabupaten
Majalengka. Besarnya kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Kabupaten
Majalengka dapat dilihat pada Tabel 1.1. Potensi wilayah pertanian di Kabupaten
Majalengka sangat memungkinkan untk berkembangnya berbagai kegiatan
pembangunan sektor pertanian, mengingat luas wilayah maupun kondisi geografis
yang tercakup di dalamnya relatif cukup menunjang.
I-2
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
I-3
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
1.2.1 Maksud
1.2.2 Tujuan
I-4
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
1.2.3 Manfaat
I-5
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
1.3 KELUARAN
I-6
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
I-7
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
I-8
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
I-9
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
Bab
II
TINJAUAN PUSTAKA
Peta Lokasi Kabupaten Majalengka dapat dilihat pada Gambar 2.1 Kota
Majalengka sebagai ibukota kabupaten dapat dicapai dari Bandung (ibukota
provinsi) melalui beberapa arah (jalur provinsi), yaitu: (1) Jatinangor-Sumedang,
(2) Lembang-Jalan Cagak (Subang)-Sumedang, (3) Lembang-Subang-
Cikamurang, dan (4) Arah Jakarta melalui Bekasi-Subang-Cikamurang atau dari
arah Indramayu. Kondisi jalan yang menghubungkan Bandung-Majalengka atau
Bekasi-Subang-Cikamurang-Majalengka termasuk baik dengan volume kendaraan
angkutan umum dan barang cukup padat. Kondisi jalan di dalam wilayah
kabupaten yang menghubungkan ke kecamatan dan desa umumnya sudah
beraspal. Dengan demikian Kabupaten Majalengka berada pada posisi strategis
yang dapat dengan mudah menerima dan memberi informasi terutama di bidang
pembangunan pertanian, mengingat wilayahnya berada pada jalur yang dapat
dengan mudah disinggahi atau keluar dari atau ke berbagai arah.
II - 1
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
II - 2
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
II - 3
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
atau 31,27 % dari seluruh luas wilayah Kabupaten Majalengka; dan (3) daerah
dataran rendah dengan ketinggian 19-50 meter di atas permukaan laut dengan luas
345,69 km2 atau 28,70 % dari seluruh luas wilayah Kabupaten Majalengka.
Wilayah administratif Kabupaten Majalengka meliputi 23 kecamatan dan
331 desa. Dari 331 desa tersebut, 318 berstatus desa dan 13 berstatus kelurahan.
Bila dilihat dari klasifikasi desanya terdapat 264 Desa Swadaya, 67 Desa
Swakarya.
II - 4
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
II - 5
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
II - 6
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
II - 7
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
II - 8
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
Ada dua definisi mengenai lahan basah. Definisi yang satu mengenai lahan
basah alami, sedangkan definisi yang lain mengenai lahan basah buatan. Lahan
basah alami merupakan lahan yang memiliki drainase buruk, bersifat basah
sepanjang waktu atau selama bagian terbesar waktu. Definisi ini merupakan istilah
generik yang menekankan makna pada kelebihan air (Moorman dan van de
Wetering, 1985). Keadaan ini terjadi karena iklim basah berkaitan dengan
kedudukan atau posisi lahan yang berenergi potensial rendah (berketinggian
rendah) atau berkaitan dengan bentuk lahan yang berupa cekungan tambat
(retention basin). Menurut Webster’s New Collegiate Dictionary, lahan basah
(wetlands) diberi arti lahan atau daerah yang mengandung kelembaban tanah
tinggi, seperti dataran pasang surut dan rawa.
Lahan basah buatan merupakan lahan yang bentuknya sengaja dibuat
sedemikian rupa sehingga dapat menambat banyak air untuk membuat tanah jenuh
air (waterlogged) atau untuk mempertahankan genangan air pada permukaan
tanah selama waktu tertentu. Teknik ini biasa diterapkan pada budidaya padi
sawah. Lahan basah buatan sinonim dengan lahan basah. Lahan basah buatan
tidak terbatas pada keadaan iklim dan bentanglahan tertentu.
II - 9
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
II - 10
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
Potensi sumberdaya lahan ditentukan oleh tiga faktor, yaitu : kualitas; luas
total dan sebaran satuan hamparannya; letaknya yang menentukan ketercapaian
(accessibility) dan keterlintasannya (trafficability). Keterkaitannya dengan lahan
basah, faktor keterlintasan dapat diabaikan sebgai kriteria pemilah potensi, karena
semua lahan basah sama mengenai ciri-ciri medan yang menentukan keterlintasan.
Ciri-ciri tersebut adalah topografi datar atau nyaris datar dan tanah lunak. Kualitas
dapat ditetapkan untuk penggunaan umum atau untuk suatu macam penggunaan
tertentu.
Sejarah menunjukkan dan pengalaman membuktikan bahwa lahan basah
dapat dimanfaatkan untuk produksi, khususnya produksi pangan. Berdasarkan
pengalaman tersebut kemudian orang mengembangkan lahan basah buatan untuk
budidaya padi (sawah), ternak dan ikan (kolam dan tambak).
Satu keunggulan utama lahan basah untuk produksi pertanian adalah
ketersediaan air yang melimpah. Keunggulan ini bertambah nyata kalau
diperhatikan fakta semakin meningkat permintaan akan air domestik dan industri
dari sumber air konvensional (air permukaan dan air tanah). Keunggulan lainnya
adalah bentuk wilayahnya yang datar dan sering membentuk satuan hamparan
yang luas sehingga menyediakan peluang bagus untuk memapankan usahatani
skala besar. Kesuburan hakiki tanahnya lebih baik daripada lahan kering
sekitarnya. Umumnya sedang sampai dengan tinggi.
Menurut Guthrie (1985) dan Nolte (1985) dalam Notohadiprawiro (1989),
lahan basah menyediakan peluang khas bagi perluasan lahan produksi pangan
karena : (1) tanpa meningkatkan resiko degradasi tanah khususnya bahaya erosi;
(2) dapat menghemat masukan (input) pupuk; (3) tanpa keharusan menyediakan
sarana irigasi yang biasanya mahal, (4) umumnya drainase lahan basah merupakan
kegiatan ekonomis, sekalipun dalam keadaan suku bunga tinggi dan harga
komoditas pertanian rendah.
II - 11
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
Apabila dilihat dari segi luasnya yang potensial bagi budidaya pertanian,
lahan basah di Indonesia perlu dimanfaatkan sebaik-baiknya. Kebijakan
perencanaan pengembangan lahan basah perlu memuat arahan-arahan sebagai
berikut : Inventarisasi kemampuan dan kesesuaian sumberdaya lahan basah secara
rinci untuk potensi pengembangannya; Koordinasi pendekatan antardisiplin
(interdisciplinary approach) dengan konsep holistik, dinamik dan geografik;
Mengembangkan budidaya pertanian yang teradaptasi pada lahan basah dengan
maksud meningkatkan produksi total nasional akan komoditas tertentu dan
mersionalkan penggunaan lahan; Menyiapkan kelembagaan yang memadai bagi
penerapan konsep pengembangan dan penanganan persoalan khas lahan basah.
II - 12
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
sistem usahatani terpadu yang disesuaikan dengan kondisi lahan dan sosial
ekonomi petani. Pendekatan yang ditempuh dalam optimalisasi pemanfaatan
sumberdaya lahan sawah adalah usahatani integrasi tanaman-ternak-ikan.
Pendekatan yang ditempuh dalam optimalisasi pemanfaatan sumberdaya
lahan sawah adalah usahatani integrasi tanaman-ternak-ikan. Menurut
Harwood (1997) penggunaan sumberdaya usahatani yang optimum pada umumya
lebih mudah, dapat dicapai melalui “diversifikasi“ cabang-cabang usaha. Bahkan
Broadfield dalam Hsien dan Lus (1967) lebih menekankan bahwa manfaat
terbesar dari penyelenggaraan produksi pertanian secara menyeluruh di dalam
usahatani biasanya tidak diperoleh hanya melalui satu teknik pengelolaan cabang
usaha saja, melainkan bersumber pada hasil interaksi berbagai kombinasi inovasi
yang komplemen antara yang satu dengan yang lainnya. Azas komplementer di
dalam penerapan berbagai teknik unggul dalam pengelolaan usaha pertanian yang
menghasilkan interaksi positif merupakan landasan dasar bagi pengembangan
diversifikasi usaha di dalam usaha pertanian terpadu.
Sistem usahatani tanaman-ternak-ikan merupakan suatu sistem yang
lumintu dan tidak dapat berdiri sendiri. Pada sistem ini dikenal prinsip The Law
Return, kembali ke hukum alam. Prinsip dari teknologi integrasi tanaman-ternak-
ikan ini adalah pengelolaan usaha pertanian yang dilaksanakan secara sinergis,
dimana masing-masing usaha yang diintegrasikan satu sama lain “Saling
mendukung”, “Saling Memperkuat” dan “Saling Ketergantungan” dengan
memanfaatkan secara optimal seluruh potensi sumberdaya yang dimiliki dengan
prinsip zero waste (tidak ada limbah) karena akan terjadi siklus daur ulang limbah
secara berkesinambungan. Selanjutnya hasil pendauran limbah tersebut
dimanfaatkan untuk peningkatan efisiensi usaha dan nilai tambah bagi usaha-
usaha yang diintegrasikan.
Pada sistem usahatani integrasi tanaman-ternak tersebut dikenal konsep
LEISA (LowExternal Input Sustainable Agriculture), yaitu suatu sistem pertanian
yang berkelanjutan dengan menekan sekecil mungkin pengaruh dari luar. Adapun
hasil penerapan dari konsep ini adalah : (1) optimalisasi pemanfaatan sumberdaya
lokal, contoh pemanfaatan jerami sebagai pakan ternak dan kompos; (2)
II - 13
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
Untuk dapat memanfaatkan sumber daya lahan secara terarah dan efisien,
diperlukan tersedianya data dan informasi yang lengkap mengenai keadaan iklim,
tanah dan sifat lingkungan fisik lainnya, serta persyaratan tumbuh tanaman yang
diusahakan, terutama tanaman-tanaman yang mempunyai peluang pasar dan arti
ekonomi cukup baik. Data iklim, tanah, dan sifat fisik lingkungan lainnya yang
berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman serta terhadap aspek manajemennya
perlu diidentifikasi melalui kegiatan survei dan pemetaan sumber daya lahan. Data
sumber daya lahan ini diperlukan terutama untuk kepentingan perencanaan
pembangunan dan pengembangan pertanian. Data yang dihasilkan dari kegiatan
survei dan pemetaan sumber daya lahan masih sulit untuk dapat dipakai oleh
pengguna (users) untuk suatu perencanaan tanpa dilakukan interpretasi bagi
keperluan tertentu.
Evaluasi lahan merupakan suatu pendekatan atau cara untuk menilai
potensi sumber daya lahan. Hasil evaluasi lahan akan memberikan informasi
dan/atau arahan penggunaan lahan yang diperlukan, dan akhirnya nilai harapan
II - 14
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
produksi yang kemungkinan akan diperoleh. Beberapa sistem evaluasi lahan yang
telah banyak dikembangkan dengan menggunakan berbagai pendekatan, yaitu ada
yang dengan sistem perkalian parameter, penjumlahan, dan sistem matching atau
mencocokkan antara kualitas dan sifat-sifat lahan (Land Qualities/Land
Characteritics) dengan kriteria kelas kesesuaian lahan yang disusun berdasarkan
persyaratan tumbuh komoditas pertanian yang berbasis lahan. Sistem evaluasi
lahan yang pernah digunakan dan yang sedang dikembangkan di Pusat Penelitian
dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Balai Penelitian Tanah Bogor
diantaranya:
- Klasifikasi kemampuan wilayah
- Sistem pendugaan kesesuaian lahan secara parametrik
- Sistem yang digunakan oleh Proyek Penelitian Pertanian Menunjang
Transmigrasi atau P3MT
- Sistem yang digunakan dalam Reconnaissance Land Resources Surveys
1 : 250.000 scale Atlas Format Procedures
- Land Evaluation Computer System atau LECS
- Automated Land Evalution System atau ALES
2.3.1 Lahan
II - 15
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
II - 16
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
II - 17
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
II - 18
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
paling sesuai (S1). Sedangkan kualitas lahan yang di bawah optimum merupakan
batasan kelas kesesuaian lahan antara kelas yang cukup sesuai (S2), dan/atau
sesuai marginal (S3). Di luar batasan tersebut merupakan lahan-lahan yang secara
fisik tergolong tidak sesuai (N).
II - 19
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
II - 20
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
II - 21
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
Bab
III
METODOLOGI PENDEKATAN
III - 1
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
III - 2
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
Konsultasi
Pendahuluan
Survei Tanah
Perencanaan
III - 3
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
Studi Pustaka
Bahan-bahan yang dipergunakan dalam kegiatan studi pustaka terdiri atas
beberapa peta dan laporan antara lain :
- Citra Landsat TM-7 Path 1121 Row 65.
- Peta Rupa Bumi skala 1 : 25.000 dari Bakosurtanal.
- Peta Tanah Tinjau Pantai Utara Jawa skala 1 : 250.000 dari
Pusat Penelitian Tanah tahun 1991.
- Peta Tanah Kabupaten Majalengka skala 1 : 100.000 dari
Bapeda Kabupaten Majalengka.
- Peta Geologi Kabupaten Majalengka skala 1 : 100.000 dari
Bapeda Kabupaten Majalengka.
- Peta Kemiringan Tanah Kabupaten Majalengka skala 1 : 100.000 dari
Bapeda Kabupaten Majalengka.
- Peta Ketinggian Kabupaten Majalengka skala 1 : 100.000 dari
Bapeda Kabupaten Majalengka.
- Peta Curah Hujan Kabupaten Majalengka skala 1 : 100.000 dari
Bapeda Kabupaten Majalengka.
- Laporan Agroecological Zone skala 1 : 50.000 kabupaten Majalengka dari
BPTP Jawa Barat, tahun 2007.
- Peta Kebijakan Tata Ruang Kabupaten Majalengka skala 1 : 100.000 dari
Bapeda Kabupaten Majalengka.
- Laporan Majalengka Dalam Angka Tahun 2003 sampai dengan 2008 dari
Bapeda Kabupaten Majalengka.
- Programa Penyuluhan Pertanian Tingkat Kecamatan dan Tingkat
Kabupaten Majalengka dari Tahun 2006 sampai dengan 2009.
III - 4
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
III - 5
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
memiliki skala dan sistem proyeksi yang diinginkan dan dapat dipadukan dengan
peta hasil pengukuran teristris dilakukan koreksi geometris. Sebelum pelaksanaan
analisis citra Landsat TM-7, dilakukan koreksi radiometris. Sistem proyeksi yang
digunakan adalah Universal Transverse Mercartor (UTM).
Analisa citra dilakukan dengan transformasi Tesseled cap (Kauth dan
Thomas, dalam Crist dan Cicone, 1984), untuk mendapatkan rangkuman data
(compressed data) informasi dari enam band (1, 2, 3, 4, 5, dan 7) menjadi tiga
komponen citra. Hasilnya berupa tiga komponen citra, yaitu indeks kecerahan
(brightness), indeks kehijauan (greenness), dan indeks kebasahan (wetness).
Formula transformasi Tesseled cap yang digunakan dalam penelitian ini adalah
formula yang ada dalam perangkat lunak ER Mapper Versi 7.0.
Selanjutnya dilakukan visualisasi citra untuk menajamkan kenampakan
citra dengan cara menyesuaikan kontras dan tingkat kecerahan warna atau dengan
merentangkan histogram. Proses selanjutnya adalah rektifikasi citra. Rektifikasi
citra dilakukan terhadap sebuah peta acuan sehingga didapatkan posisi koordinat
yang lebih akurat. Kemudian dilanjutkan dengan mengimpor citra dalam bentuk
data raster untuk digunakan dalam proses digitasi di perangkat lunak (software)
Arc View GIS Versi 3.3. Proses visualisasi, rektifikasi dan impor citra dalam
bentuk raster diolah menggunakan Image Analysis (IA) yang merupakan sebuah
ekstensions Arc View. Apabila semua proses-proses di atas telah selesai
dilakukan, kemudian dilanjutkan dengan proses klasifikasi landform dan
penggunaan lahan dengan mendeliniasi batas-batasnya.
Hasil interpretasi landform diklasifikasi berdasarkan sistem klasifikasi
landform dengan pendekatan fisiografi atau geomorfik. Klasifikasi landform
mengacu pada Laporan Teknis LREPP II No.5 (Marsoedi et. al., 1997)
Berdasarkan sistem klasifikasi tersebut, landform-landform dikelompokkan
menjadi 10 grup landform utama, yaitu: (1) aluvial, (2) marine, (3) fluvio-marine,
(4) gambut, (5) eolin, (6) karst/karstik, (7) volkanik, (8) angkatan, (9) lipatan dan
patahan dan (10) aneka (pengaruh aktifitas manusia, seperti pertambangan dan
lain-lain). Selanjutnya, pembagian landform utama ini didasarkan pada
perbedaan-perbedaan relief dan lereng, litologi, dan tingkat torehan. Relief
III - 6
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
diperoleh dari interpretasi citra landsat peta rupa bumi skala 1 : 25.000 dan peta
kelas lereng dengan mencantumkan besarnya lereng dalam persen (%).
Pembagian relief mengacu pada Laporan Teknis LREPP II No.5
(Marsoedi et. al., 1997). Informasi litologi diperoleh dari peta geologi, skala 1 :
100.000 yang dikelompokkan menjadi empat, yaitu: volkanik, sedimen, endapan
aluvium, dan endapan marin. Skema tahap interpretasi diuraikan secara ringkas
dalam Gambar 3.2.
Peta Penggunaan
Lahan
Digitasi
Peta tematik yang ada (peta tanah, peta geologi, peta iklim, peta kelas
lereng, peta landform dan peta penggunaan lahan) ditumpangtampalkan (overlay)
sehingga membentuk poligon-poligon baru yang merupakan pengelompokkan
lahan berdasarkan kesamaan sifat komponen lahan (tanah, bahan induk, iklim,
kelas kemiringan lereng, bentuklahan (landform) dan penggunaan lahan),
perbedaan salah satu sifat komponen menghasilkan satuan lahan yang berbeda.
Proses ini dikerjakan dengan bantuan program Geografic Information System
(GIS) menggunakan perangkat lunak (software) Arc View GIS Versi 3.3. program
ini memungkinkan untuk input data spasial secara digital dengan cepat dan
III - 7
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
mudah, sehingga memungkinkan untuk analisis data spasial lebih lanjut. Skema
proses overlay peta dapat dilihat pada Gambar 3.3.
Peta Iklim Peta Geologi Peta Land Use Peta Kelas Lereng
C1 C2 C4 D1
B2
A1 B1 D3
C3
C2 D2
A2 C2
3 4
1 7
5
8 69
10 11 12 13
14 15
15 16 17
20
18 19
III - 8
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
III - 9
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
III - 10
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
III - 11
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
III - 12
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
peternakan, kuiesioner disatukan dengan form isian aspek sosial ekonomi dan
kelembagaan.
III - 13
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
Tabel 3.1 Metode dan Jenis Analisa Tanah (Pusat Penelitian Tanah, 1983)
Sifat Fisika
Tekstur % Pipet dan penyaringan. Saringan.
Bobot isi g/cm3 Gravimetrik. Neraca.
Porositas % Gravimetrik. Vp/V x 100%.
Kemantapan agregat
Permeabilitas cm/jam Neraca Lambe (1957).
Sifat Kimia
pH H2O - Ekstrak H2O 1:1. pH meter.
pH KCl - Ekstrak KCl 1:1. pH meter
C-total % Walkley & Black.
N-total % Kjeldahl.
P-tersedia mg/100 g Ekstrak Bray-I
K, Na mg/100 g Ekstrak NH4O Ac pH 7. Flame.
Ca, Mg mg/100 g Ekstrak NH4O Ac pH 7. Titrasi
KTK meq/100 g Penjenuhan dengan NH4O Ac pH 7.
Konsentrasi. Titrasi.
Kejenuhan Basa-Basa % (Jumlah basa-basa/KTK) x 100%
Al3+ meq/100 g Titrasi.
Fe, Mn, Co, Cu, Zn ppm Destruksi. AAS.
K2O mg/100 g HCl 25%
III - 14
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
daerah yang diselidiki dengan kemampuan sektor yang sama pada daerah yang
lebih luas. Formula Location Quotient (LQ) adalah sebagai berikut :
LQ
Keterangan :
Pi = produksi/populasi komoditas i pada tingkat wilayah kecamatan
Pt = total produksi/populasi komoditas pada tingkat wilayah Kabupaten
PI = produksi/populasi komoditas i pada tingkat propinsi
PT = total produksi/populasi komoditas pada tingkat kabupaten
Kriteria:
LQ = > 1 : sektor basis, artinya komoditas i di suatu wilayah memiliki
keunggulan komparatif.
LQ = 1 : sektor nonbasis, artinya komoditas i di suatu wilayah tidak
memiliki keunggulan, produksi tanaman atau populasi ternak
hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan wilayah sendiri
LQ = <1 : sektor nonbasis, artinya komoditas i di suatu wilayah tidak
memenuhi, kebutuhan sendiri sehingga perlu pasokan dari luar
Keterangan :
KL = Koefisien Lokalisasi
Pi = produksi/populasi komoditas i kabupaten
Pt = total produksi/populasi komoditas i kabupaten
III - 15
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
Keterangan:
KS = Koefisien Spesialisasi
Pi = produksi/populasi komoditas i kabupaten
Pt = total produksi/populasi komoditas i kabupaten
PI = produksi/populasi komoditas i propinsi
PT = total produksi/populasi komoditas i propinsi
Kriteria:
0 < KS < 1 : daerah tersebut tidak menspesialisasikan untuk mengusahakan
komoditas tertentu
KS = 1 : daerah tersebut telah menspesialisasikan untuk mengusahakan
komoditas tertentu
III - 16
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
NPV =
Keterangan :
Bt = Penerimaan, sehubungan dengan adanya kegiatan usaha dalam tahun t
Ct = Biaya dari kegiatan usaha pada tahun t
t = Umur ekonomis atau jumlah tahun
I = Discount rate
Perhitungan akan diterima bilamana NPV > 0, semakin besar nilai NPV,
maka usaha tersebut dikatakan semakin menguntungkan atau layak.
III - 17
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
IRR =
Keterangan :
i1 = Discount Factor pertama di mana diperoleh NPV positif
i2 = Discount Factor kedua di mana diperoleh NPV negatif
Apabila IRR lebih besar dari tingkat bunga (i) yang berlaku, maka suatu
komoditas layak untuk diusahakan.
III - 18
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
Net B/C =
III - 19
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
III - 20
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
Tabel 3.2 Kualitas dan Karakterisik Lahan untuk Evaluasi Lahan Tingkat
Tinjau (Skala 1 : 250.000)
III - 21
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan pada saat itu atau kesesuaian
alami. Untuk penentuan kelas kesesuaian lahan aktual, mula-mula dilakukan
penilaian terhadap masing-masing kualitas lahan berdasarkan kualitas lahan
terjelek. Sebagai contoh, jika karakteristik lahan yang tergabung dalam kualitas
lahan ’media perakaran’ untuk tanaman padi sawah menghasilkan kriteria sebagai
berikut: drainase: sangat sesuai (S1), tekstur tanah : cukup sesuai (S2), kedalaman
efektif : sesuai marginal (S3). Maka kelas kesesuaian lahan untuk tanaman jagung
atas media perakaran, adalah termasuk kelas sesuai marginal (S3). Dalam
pemetaan tanah tinjau, klasifikasi kesesuaian termasuk S atau S3, pada tingkat
semi detail termasuk S3r adalah simbol untuk media perakaran.
Kesesuaian potensial adalah kesesuaian lahan yang akan dicapai setelah
dilakukan usaha-usaha perbaikan lahan. Kesesuaian lahan potensial merupakan
kondisi yang diharapkan sesudah diberikan masukan sesuai dengan tingkat
pengelolaan yang diterapkan, sehingga dapat diduga tingkat produktivitasnya per
satuan lahan.
Usaha perbaikan dapat dilakukan dengan memperhatikan karakteristik
lahan yang tergabung dalam kualitas lahan. Karakteristik lahan dapat dibedakan
menjadi karakteristik yang dapat diperbaiki, dan karakteristik lahan yang tidak
dapat diperbaiki. Satuan peta tanah yang mempunyai karakteristik lahan yang
tidak dapat diperbaiki tidak akan mengalami perubahan kelas kesesuaian lahan,
sedangkan pada karakteristik lahan yang dapat diperbaiki, kelas kesesuaian dapat
berubah. Dalam evaluasi kesesuaian lahan dapat dibuat beberapa asumsi tentang
jenis usaha perbaikan yang dapat dilaksanakan pada tingkat pengelolaan tertentu.
Khusus kawasan hutan atau kawasan konservasi, akan dinyatakan sebagai
daerah yang tidak sesuai untuk kawasan budidaya pertanian. Kawasan hutan atau
kawasan konservasi tidak sesuai untuk kawasan budidaya pertanian karena
mempunyai faktor pembatas yang sulit diatasi, menjaga dan mengamankan
kelestarian lingkungan, maka lahan tersebut harus di konservasi dan dijadikan
kawasan lindung (KEPPRES, 1990).
Untuk ketelitian dan mempercepat proses evaluasi lahan digunakan
perangkat lunak (software) Automated Land Evaluation System (ALES) versi 4.65
III - 22
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
(Rossiter dan van Wambeke, 1997). Evaluasi kesesuaian lahan tersebut dilakukan
secara fisik dan ekonomi yang mempertimbangkan kondisi yang sebenarnya di
lapangan.
Peta Kesesuaian Lahan (Peta Perwilayahan Komoditas) dibuat dari proses
tumpang tampal (overlay) Peta Satuan Tanah (SPT) yang dihasilkan dengan hasil
evaluasi lahan untuk komoditas yang diinginkan. Proses pemetaan menggunakan
perangkat lunak (software) Arc View GIS Version 3.3.
Alokasi atau rekomendasi penggunaan lahan yang akan dikembangkan
pada pertanian lahan basah Kabupaten Majalengka disajikan dalam bentuk
laporan dan ringkasan eksekutif. Laporan ini berisi alternatif-alternatif
penggunaan lahan dapat dikemukakan tanpa mengaburkan pembaca terhadap
alternatif penggunaan lahan yang ditolak. Bagian terpenting dalam laporan ini
adalah deskripsi tentang tipe penggunaan lahan yang dipilih termasuk spesifikasi
pengelolaannya dan satuan lahan dimana tipe penggunaan lahan ini disarankan.
Alasan-alasan pemilihan dan keputusan yang diambil dikemukakan baik dalam
bentuk ringkasan maupun secara rinci.
Data-data yang telah diolah dan dianalisis diinput ke dalam program
dengan menggunakan perangkat lunak Arc View GIS 3.3, Arc Info dan ALES,
kemudian hasil tersebut dibentuk menjadi peta interaktif dengan menggunakan
perangkat lunak Macromedia Flash 8.
III - 23
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
Bab
IV
RENCANA PELAKSANAAN PEKERJAAN
Bab ini akan membahas rencana kerja pelaksanaan kegiatan Master Plan
Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka, termasuk di
dalamnya mekanisme pelaksanaan pekerjaan, rencana pelaksana pekerjaan, jadual
pelaksanaan pekerjaan dan sistematika pelaporan.
IV - 1
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
PEMERINTAH
KABUPATEN MAJALENGKA
DINAS PERTANIAN
KONSULTAN PERENCANA KABUPATEN MAJALENGKA
KETUA TIM
AHLI PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN TIM TEKNIS
WILAYAH PERTANIAN
KEUANGAN
ASISTEN AHLI :
OPERATOR KOMPUTER
SURVEYOR
OUTPUT
(Laporan dan Peta)
IV - 2
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
A. Tenaga Inti
1. Ahli Perencanaan dan Pengembangan Pertanian (Ketua Tim)
Ir. H. Abraham Suriadikusumah, MS., DEA.
Tanggung jawab dan tugas :
- Mengkoordinasi kegiatan pelaksanaan pekerjaan dari tahap awal
sampai akhir pekerjaan.
- Mendesain kerangka pelaksanaan pekerjaan mulai dari tahap
pengumpulan data sampai tahap operasionalisasi.
- Mendistribusikan kegiatan kepada tenaga ahli sesuai bidang dan
pengalamannya.
IV - 3
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
IV - 4
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
IV - 5
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
IV - 6
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
B. Tenaga Pendukung
1. Asisten Ahli (S1)
Tenaga ahli akan dibantu oleh asisten ahli selama proses pelaksanaan
pekerjaan. Asisten ahli tersebut adalah sebagai berikut :
- Asisten Ahli Perencanaan dan Pengembangan wilayah pertanian;
- Asisten Ahli Ilmu Tanah;
- Asisten Ahli Sosial Ekonomi Pertanian;
- Asisten Ahli Budidaya Pertanian;
- Asisten Ahli Perikanan dan Peternakan
IV - 7
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
Tanggung jawab dan tugas dari Asisten Ahli adalah : (1) Membantu tenaga
ahli melakukan survei lapangan; (2) Membantu tenaga ahli melakukan
penyusunan laporan dan analisis; (3) Membantu tenaga ahli melakukan
perhitungan-perhitungan terhadap sistem yang direncanakan; dan (4) Melakukan
evaluasi dan analisa data-data numerik yang berkaitan dengan penyusunan
laporan.
3. Drafter
Melakukan proses digitasi, pembuatan peta-peta dan pencetakan peta-peta
tahap akhir.
4. Surveyor
Bertugas dalam semua kegiatan tahap survei lapang, yaitu :
- Observasi visual;
- Analisis dan pengambilan sampel tanah;
- Analisis pengambilan sampel air; dan
- Wawancara (interview) dengan pelaku usahatani, baik di sistem
produksi usahatani (on-farm) maupun di luar usahatani (off-farm)
IV - 8
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
IV - 9
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
IV - 10
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
IV - 11
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
IV - 12
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
IV - 13
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
IV - 14
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
IV - 15
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
DAFTAR PUSTAKA
Dugan, P.J. 1990. Wetland conservation. The World Conservation Union. Gland.
96 h . Switzerland.
F.A.O. 1976. Framework for land evaluation, international institute for land
reclamation and improvement. Wageningen the Netherland.
F.A.O. 1996. Agro-ecological zoning guidelines. FAO Soil Bulletin 73. Rome.
Hsien, S.C. 1966. Manajement decision on farm in Taiwan. A/D/C Reprit The
Agricultural Development Council, Inc. New York.
D-1
PROPOSAL TEKNIS
Master Plan Pengembangan Pertanian Lahan Basah di Kabupaten Majalengka
Moorman, F.R., and H.T.J. van de Wetering. 1985. Problem in characterizing and
classifying wetland soils. Dalam : Wetland soils : characterization,
classification and utilization. Proc. Workshop IRRI – SMSS – Bureau of
Soils, Philippine Ministry of Agriculture : 53 – 68. Philippine.
Rossiter, D.G., and A.R. van Wambeke. 1997. Automated land evaluation system
ALES version 4.65d users manual. Cornell University Department of Soil
Crop and Atmospheric Sci. SCAS. Ithaca NY. United Sates of America.
Soil Survey Staff. 1999. Keys to soil taxonomy. A basic system of soil
classification for making and interpreting soil surveys, 2nd edition 1999.
National Resources Conservation Service, USDA. United States
of America.
D-2