Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH TEKNIK PENGOLAHAN SAMPAH

MRF

Oleh :

Dosen Pengampu:
Yommi Dewilda, MT

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK-UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan peningkatan aktivitas penduduk yang berarti
juga peningkatan jumlah timbulan sampah. Masalah pengelolaan sampah perkotaan antara
lain adalah keterbatasan peralatan, lahan, dan sumber daya manusia . Sehingga untuk
mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan upaya minimisasi sampah. Kegiatan minimisasi
sampah dapat dilakukan dengan mengomposkan sampah dan memanfaatkan kembali sampah.
Kegiatan komposting dapat menyusutkan ±100 kg sampah basah dari berat awal sampah (184
kg menjadi 84 kg). Persentase sampah basah di Indonesia sangat mendominasi atau sekitar
80% dari timbulan sampah. Sehingga pengolahan dengan komposting sangat tepat untuk
menangani sampah perkotaan di Indonesia.

Pengolahan sampah dapat dilakukan di MRF. TPST merupakan tempat pengolahan sampah
terpadu. TPST dapat dikatakan sebagai MRF (Material Recovery Facilities) dan merupakan
fasilitas sampah dengan tujuan untuk mereduksi jumlah sampah yang dihasilkan. Keberadaan
TPST sangat membantu dalam mengurangi jumlah sampah sebelum masuk ke TPA.
Pengolahan sampah di TPST dilakukan dengan mendaur ulang sampah. Hal tersebut sangat
berpotensi besar mereduksi jumlah sampah menuju TPA, sehingga dapat menambah umur
pakai sebuah TPA. Proses pengolahan di TPST dimulai dengan memilah sampah yang masuk
kemudian diolah. Sampah yang masuk selain diolah ada yang dijual, sehingga jumlah sampah
yang masuk ke TPA hanya residu yang merupakan output dari TPST.

Pengolahan sampah dengan melakukan daur ulang dan pengolahan sebelum dibuang ke TPA
merupakan salah satu tujuan untuk mengurangi volume sampah. Selain itu, sampah yang
diolah sebelum dibuang ke TPA dapat dimanfaatkan kembali, sehingga selain mengurangi
tumpukan sampah dapat juga bernilai ekonomi yang baik dari sampah yang telah diolah.
Salah satu contoh melakukan pengolahan sampah dapat dilakukan dengan mengomposkan
sampah basah dan dijual kembali sampah kering. Seperti sampah basah selain dapat
dikomposkan, sampah basah yang merupakan sisa makanan dapat diolah dan dijual kembali
untuk dijadikan pakan ternak. Karena sampah rumah tangga yang dihasilkan berupa sampah
basah, sehingga bahan baku untuk pengomposan sampah basah dapat mudah diperoleh.
Sampah basah ini juga mudah terdekomposisi sehingga proses pengomposan dapat menjadi
cepat.
Sampah yang kering atau sulit terdekomposisi seperti sampah plastik, gelas, kaleng, dan lain-
lain dapat dikelola dengan menggunakan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle). Prinsip 3R ini
dapat menjadikan sampah seperti sampah plastik atau gelas untuk dijual kembali sebagai
bahan baku industri sehingga memiliki nilai ekonomi yang baik. Kegiatan pengolahan
sampah dengan prinsip ini, dapat memperoleh peluang untuk meningkatkan pendapatan per
kapitanya dan sekaligus merefleksikan adanya peningkatan pemberdayaan masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah pada makalah ini yaitu:
1. Apa itu pengertian dan tahapan MRF?
2. Jelaskan diagram alir proses MRF tercampur.
3. Jelaskan diagram alir proses MRF terpisah.
4. Apa itu analisis kesetimbangan material dan laju pembebanan?
5. Jelaskan mengenai layout dan desain fasilitas MRF.
6. Jelaskan mengenai pemilihan peralatan dan rekomendasi MRF.

1.2 Tujuan
Makalah ini dibuat dengan tujuan sebagai berikut, antara lain:

1. Mengetahui pengertian dan tahapan MRF.


2. Mengetahui diagram alir proses MRF tercampur.
3. Mengetahui diagram alir proses MRF terpisah.
4. Mengetahui analisis kesetimbangan material dan laju pembebanan.
5. Mengetahui mengenai layout dan desain fasilitas MRF.
6. Mengetahui mengenai pemilihan peralatan dan rekomendasi MRF.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian dan Tahapan MRF


a. Pengertian MRF
TPST atau Material Recovery Facility (MRF) didefinisikan sebagai tempat berlangsungnya
kegiatan pemisahan dan pengolahan sampah secara terpusat (Tchobanoglous, Theisen dan
Vigil,1993). Menurut Aryenti dan Darwanti (2012), TPST adalah sebagai tempat untuk
dilaksanakannya kegiatan, pemilahan, pengumpulan, menggunakan ulang, mendaur ulang,
pengolahan sampah. TPST dibangun di lingkungan permukiman untuk skala kawasan atau
RT/RW. TPST merupakan tempat pembuangan limbah padat untuk dilakukan pemilahan,
pemrosesan dan disimpan untuk selanjutnya digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan
dan pemrosesan barang (Dubanowitz, 2000). Fungsi TPST adalah sebagai tempat
berlangsungnya pemisahan, pencucian/pembersihan, pengemasan, dan pengiriman produk
daur ulang sampah.
Kegiatan pokok dalam TPST adalah:
1. pengolahan lebih lanjut sampah yang telah dipilah di sumbernya
2. pemisahan dan pengolahan langsung komponen sampah kota3. peningkatan mutu produk
recovery/recycling.

b. Tahapan MRF
Menurut Tchobanoglous, Theisen dan Vigil, 1993, Tahapan yang dilakukan sebelum
mendesain MRF, yaitu:
1.) Analisa Kelayakan
Analisa kelayakan merupakan suatu tahap untuk menentukan layak atau tidaknya suatu lahan
untuk MRF yang berkaitan dengan studi analisis yang menyangkut:
a) Rencana pengelolaan sampah : Merupakan hubungan antara MRF dengan
pengelolaan sampah.
b) Desain konsep Berkaitan dengan : Tipe MRF yang dibangun , jenis material yang
akan diproses dan besar kapasitas desain MRF
c) Pertimbangan ekonomi Termasuk biaya : Biaya operasi dan perawatan Perkiraan balik
modal dari hasil MRF
d) Sistem pemilikan dan pengoperasian
e) Sistem usaha, menyangkut :
 Desain MRF dibangun secara tradisional dan konstruksi dilakukan oleh
kontraktor.
 desain dan konstruksi dibuat oleh suatu perusahaan sedangkan proses
pengambilan menggunakan sistem kontrak.
 Mulai dari desain, konstruksi, dan pengoperasian menggunakan sistem kontrak.
2.) Perancangan Awal ,Perancangan awal meliputi :
a) Pembuatan diagram alir material
Merupakan pengumpulan unit operasi, fasilitas dan operasi manual untuk
menyelesaikan tujuan pemilahan sampah atau tujuan lainnya.
Adapun faktor-faktor yang melatarbelakangi pembuatan diagram alir material, yaitu:
 Identifikasi karakteristik sampah.
 Jenis-jenis sampah yang akan diproses
 Ketersediaan perlengkapan dan fasilitas yang sesuai.
b) Mass balance material
Dalam mass balance ini akan diuraikan proses yang terjadi pada pengelolaan dengan
fasilitas daur ulang MRF, dimana proses perhitungan massa dimulai dari input
sampah sampai output yang dihasilkan dalam fasilitas daur ulang.
c) Loading rate untuk unit operasi
Loading Rate merupakan perhitungan untuk mengetahiu beben sampah yang dapat
diolah setiap jamnya.
Loading rate (ton/jam) = berat basah (ton/hari)
Waktu proses (jam/hari)
d) Lay out dari komponen fisik MRF Lay out merupakan tata letak komponen fisik daur
ulang dan fasilitas penunjang lainnya seperti; kantor, parkir, pos, dan sebagainya.
3.) Perancangan Akhir Perancangan akhir merupakan persiapan akhir dari MRF dan
spesifikasi yang akan digunakan dalam pengoperasian serta perkiraan biaya akhir.

2.2 Diagram Alir Proses MRF Tercampur


Diagram alir proses dalam MRF didefinisikan sebagai kumpulan dari unit operasi, fasilias,
dan operasi manual untuk menetakan perlengkapan tujuan desain. Faktor penting yang harus
dipertimbangkan dalam membuat diagram alir proses ini adalah karakteristik sampah yang
akan di proses, spesifikasi bahan atau sampah, serta ketersediaan jnis peralatan dan fsilitas.
Berikut ini adalah contoh diagram alir proses MRF tercampur :
SAMPAH
CAMPURAN
DALAM
KANTONG

PEMBUKAAN
KANTONG

MENGELUARKAN
SAMPAH

PEMILAHAN KERTAS KORAN/


MANUAL KERTAS KARDUS
KORAN/ KARDUS

PEMILAHAN KERTAS
MANUAL KERTAS CAMPURAN
CAMPURAN
TEMPAT
BALER
PENYIMPANAN

PEMILAHAN
MANUAL PLASTIK PENGEPAKKAN
PLASTIK
GEROBAK
KACA
PEMILAHAN KACA TEMPAT
MANUAL PENYIMPANAN

KALENG KALENG

ALUMINIUM
PEMILIHAN OTOMATIS ALUMINIUM
ATAU MANUAL

RESIDU

PEMBUANGAN

2.3 Layout dan Desain Fasilitas MRF


2.3.1 Perancangan MRF
Ada beberapa langkah untuk merancang dari MRF ini yaitu :
1. Material Balance Analysis
Mengetahui jumlah sampah yang masuk ke lokasi pengolahan termasuk komposisi dan
karakateristik sampah. Langkah ini bertujuan untuk membuat material balance guna
mengetahui proses pengolahan yang akan dilakukan serta berapa banyak produk yang
dihasilkan dan residu yang dihasilkan. Langkah ini juga merupakan langkah awal untuk
menentukan prakiraan luas lahan serta kebutuhan peralatan bagi sistem di MRF.
2. Identifikasi seluruh kemungkinan pemanfaatan material tersebut
Mengetahui karakteristik sampah dan pemanfaatannya untuk bias mengembangkan diagram
alir proses pemanfaatan dan material balance.
3. Perhitungan akumulasi sampah
Menentukan dan menghitung jumlah akumulasi dari sampah, berapa sampah yang akan
ditangani di dalam MRF dan laju akumulasi dengan penetapan waktu operasional dari MRF.
4. Perhitungan material loading rate
Perhitungan jumlah pekerja dan alat yang dibutuhkan serta jam kerja dan waktu operasional
dari peralatan yang digunakan di dalam MRF.
5. Layout dan desain
Tata letak di dalam lokasi MRF agar mempermudah pelaksanaan pekerjaan.

2.3.2 Material Recovery Facility (MRF)


Material Recovery Facility (MRF) didefinisikan sebagai tempat berlangsungnya kegiatan
pemisahan dan pengolahan sampah secara terpusat . Kegiatan pokok di MRF ini adalah:
· pengolahan lebih lanjut sampah yang telah dipilah di sumbernya
· pemisahan & pengolahan langsung komponen sampah kota
· peningkatan mutu produk recovery/recycling
Jadi fungsi MRF & MR (Material Recovery)/TF adalah sebagai tempat berlangsungnya
pemisahan, pencucian/pembersihan, pengemasan, dan pengiriman produk daur ulang sampah.
Sedangkan pertimbangan teknis adanya MRF adalah :
1. penetapan definisi dan fungsi MRF
2. penentuan komponen sampah yang akan diolah untuk saat sekarang dan masa mendatang
3. identifikasi spesifikasi produk
4. pengembangan diagram alir proses pengolahan
5. penentuan laju beban pengolahan
6. penentuan lay-out dan disain
7. penentuan peralatan yang digunakan
8. penentuan upaya pengendalian kualitas lingkungan
9. penentuan pertimbangan-pertimbangan estetika
10. penentuan adaptabilitas peralatan terhadap perubahan-perubahan yang
mungkin terjadi.

2.3.3 Rancangan MRF

MRF sebagai tempat daur ulang sampah, memerlukan fasilitas berdasarkan komponen
sampah yang masuk dan yang akan dikelola. Secara umum dibedakan atas:
1. Fasilitas pre-processing, merupakan tahap awal pemisahan sampah,
mengetahui jenis sampah yang masuk, meliputi proses-proses sebagai berikut:
· Penimbangan, mengetahui jumlah sampah yang masuk.
· Penerimaan dan penyimpanan, menentukan area untuk mengantisipasi jika sampah yang
terolah tidak secepat sampah yang datang ke lokasi.
2. Fasilitas pemilahan, bisa secara manual maupun mekanis.
Secara manual akan membutuhkan area dan tenaga kerja untuk melakukan pemilahan
dengan cepat, sedangkan secara mekanis akan mempermudah proses pemilahan dan
menghemat waktu. Peralatan mekanis yang digunakan antara lain:
Alat untuk memisahkan berdasarkan ukuran : reciprocating screen, trommel screen, disc
screen. Alat untuk memisahkan berdasarkan berat jenis : air classifier, pemisahan inersi, dan
flotation.
3. Fasilitas pengolahan sampah secara fisik,
setelah dipilah sampah akan ditangani menurut jenis dan ukuran material tersebut. Peralatan
yang digunakan antara lain : hammer mill dan shear shredder.
4. Fasilitas pengolahan yang lain seperti komposting, ataupun RDF.

2.3.4 Rencana desainnya

Rencana desainnya sebagai berikut :


_ Fasilitas daur ulang sampah direncanakan pada lokasi depo yang memiliki luas < 400 m2,
sedangkan depo dengan luas > 400 m2 digunakan untuk fasilitas komposting. Pemilihan
lokasi juga memperhatikan jumlah depo masing-masing kelurahan.
_ TPS (Tempat Pembuangan Sementara) dibagi menjadi 3 bagian utama yaitu: tempat
kontainer, tempat pemilahan dan tempat penyimpanan.
_ Kontainer hanya digunakan untuk pengumpulan residu yang akan dibuang ke TPA. Satu
TPS dirancang hanya membutuhkan satu kontainer. Jenis kontainer untuk masing-masing
TPS direncanakan seperti yang tercantum dalam Tabel 3. Luas lahan yang diperlukan untuk
meletakkan container dapat dilihat pada Tabel 4.
_ Kapasitas pengolahan dihitung berdasarkan kebutuhan lahan yang diperlukan untuk sorting
(pemilahan) dan penimbunan tiap 1m3 sampah.
Bangunan Pelengkap
Untuk penyimpanan material daur ulang yang telah terpilah disediakan Gudang penyimpanan
dengan ukuran 3x 3 meter. Sedangkan rumah jaga untuk petugas operasional MRF dengan
ukuran 4 x 6 meter.
Pengomposan
Sampah organik yang diterima oleh Depo Daur Ulang Sampah kemudian mengalami proses
pemilahan oleh petugas sebelum dikomposkan. Sampah yang mudah dikomposkan, dicacah,
kemudian ditumpuk untuk proses pengomposan.
a. Proses Aerobik
- Sampah ditumpuk di atas para-para. Sampah perlu dibalik pada perioda waktu tertentu,
untuk memastikan pemberian oksigen pada sampah cukup merata. Lama pengomposan
sampah dengan cara ini ± 60 hari. Cara ini telah dilakukan di UPDK Bratang.
- Untuk mempercepat waktu pengomposan, mengingat keterbatasan lahan, maka pemberian
oksigen dapat dilakukan dengan cara memberi oksigen ke dalam tumpukan sampah. Tetapi
sebagai konsekwensinya, perlu energi tambahan untuk proses pemberian (suplay) oksigen.
- Sampah dimasukkan ke dalam tong berlubang yang dapat diputar. Kapasitas tong tidak
lebih dari 1 m3, karena jika terlalu besar,sampah tidak dapat tercampur pada saat diputar.
b. Proses Anaerobik/Fakultatif
- Sampah yang telah dicacah dimasukkan ke dalam bak sampah tertutup. Sampah dicampur
dengan biofermentor. Leachate yang diperoleh dari hasil pengomposan juga sudah
mengandung mikroba, sehingga dapat dimanfaatkan kembali pada proses pengomposan
selanjutnya. Jika lama pengomposan yang diperlukan ± 30 hari, maka diperlukan 30 unit bak-
bak dengan volume bak sampah sesuai dengan kapasitas pengolahan setiap hari. Atau bak
dapat dirancang untuk menerima sampah selama 5 hari, maka jumlah bak sampah yang
diperlukan menjadi 6 unit. Penggunaan cara ini, dapat mengurangi kebutuhan luas lahan,
karena bak dapat dibangun keatas.

2.3.5 Model Desain Fasilitas Komposting

Rencana desainnya adalah :


1. TPS dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu tempat kontainer, tempat proses awal dan
lahan pematangan.
2. Kontainer hanya digunakan untuk pengumpulan residu yang akan dibuang ke TPA.
3. Dilakukan pemilahan awal secara manual untuk bahan yang tidak dapat dikomposkan.
4. Dilakukan pencacahan bahan hingga mencapai ukuran 2 cm.
5. Sistem komposting terpilih adalah:
· Alternatif 1 :
secara anaerobic fakultatif, dengan penambahan inokulum EM4. Waktu proses komposting
selama 30 hari.
· Alternatif 2 :
secara aerobic, windrow komposting terbuka, dengan penambahan inokulum EM 4. Waktu
proses komposting selama 30 hari.

2.3.6 Pemilihan Peralatan, Fasilitas MRF Dan Rekomendasi

Pemilihan peralatan dan fasilitas MRF yang perlu diperhatikan:

1. Keandalan dan fleksibilitas peralatan dan


2. Fasilitas yang tersedia terjamin.
3. Effisiensi kinerja proses terjamin.
4. Operasi yang mudah dan ekonomis
Fasilitas berdasarkan komponen sampah yang masuk dibedakan dan yang dikelola
diantaranya:
a) Fasilitas pre-processing merupakan tahapan awal pemisahan sampah
b) Fasilitas pemilahan, bisa secara manual ataupun teknis
c) Fasilitas pengolahan sampah secara fisik
d) Fasilitas pengolahan yang lain seperti komposting ataupun RDF

Rekomendasi dari MRF itu sendiri diantaranya:


• Direkomendasikan untuk melakukan kunjungan ke instalasi pengoperasian yang sudah ada
informasi dari tangan pertama
• Karena sifat abrasif pada komponen dalam sampah padat maka laju pemakaian peralatan
dan penurunan waktu harus diantisipasi lebih besar.
• Direkomendasikan instalasi dua atau lebih jalur proses, yang tidak saling tergantung.
• Reparasi peralatan menggunakan komponen standar dibuat secara lokal
BAB III
PENUTUP

1.1 Kesimpulan
1.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.its.ac.id/64086/1/3310100010-Undergraduate_Thesis.pdf

Zahra, 2012. Perancangan Ulang Tata Letak Unit Pengolahan Sampah Bojong Terong
Keluragan Bojong Pondok Terong. Depok

Anda mungkin juga menyukai