Anda di halaman 1dari 3

3.3.

Analisis Non-Teknis Pengelolaan Sampah


1. Aspek Non-Teknis Pengelolaan Sampah di Bantar Gebang

 Aspek Kelembagaan
a. Struktur Organisasi dan Pembagian Kerja
Dalam pengelolaan sampah di Bantar Gebang,pernah terjadi berbagai kendala dari
segi aspek kelembagaan. Pengelolaan sampah di Bantar Gebang didasarkan atas
kerjasama Pemkot Bekasi dengan Pemprov DKI Jakarta yang sudah beberapa kali
mengalami revisi atau perubahan. Masalah ini diawali sejak perubahan status kota
administratif Bekasi menjadi kota Bekasi pada tahun 1996, dengan Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 1996 tentang Pembentukan Kotamadya daerah Tingkat II Bekasi yang
menyebabkan tidak jelasnya kewenangan instansi pengelola sampah. Kondisi ini melihat
bahwa TPA Bantargebang dimiliki oleh DKI Jakarta namun wilayah teritorialnya berada
di kota Bekasi yang menyebabkan permasalahan pengelolaan TPA menjadi semakin
kompleks
Pada tanggal 5 Desember 2008, Pemprov DKI Jakarta melakukan lelang terbuka
dan menetapkan PT Godang Tua Jaya joint operation dan PT. Navigat Organic Energy
sebagai investor baru. Namun, setelah dilakukan pemeriksaan, terdapat banyak kewajiban
yang tidak dilakukan oleh pihak swasta tersebut misalnya tidak dibangunnya fasilitas
gasifikasi. Akhirnya, setelah diberikan surat peringatan sebanyak tiga kali terhadap pihak
swasta tersebut, perjanjian kontrak pun dibatalkan. Akhirnya sejak tahun 2016, TPA
Bantargebang sepenuhnya milik swakelola Pemprov DKI. melalui UPST Bantargebang
yang terdiri dari seksi operasional, seksi sarana dan prasarana, seksi STA, seksi
keamanan dan ketertiban dan Kasubag TU. Namun, masih terdapat beberapa kendala
yang dihadapi meliputi belum ada kejelasan dan kewenangan koordinasi antara seksi
tersebut. Masalah lain yang dihadapi adalah terlalu banyaknya pemulung (6ribu-10ribu)
sehingga pengelolaan sampah sulit dilakukan terutama pemulung yang bermukim di
kawasna TPA Bantargebang.
Adapun pengelolaan sampah oleh Pemkot Bekasi dilaksanakan melalui Dinas
Kebersihan Kota Bekasi yang bekerja sama dengan dengan Badan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (BPLH) Kota Bekasi yang tugasnya hanya melakukan pengawasan
dan monitoring berupa pengelolaan air sampah (lindi), pembuangan serta
penumpukan.Dinas Kebersihan Kota Bekasi bekerjasama dengan Pemprov DKI dalam
pengadaan fasilitas kesehatan gratis untuk warga Bekasi apabila terjadi gangguan
penyakit akibat adanya aktifitas pembuangan sampah di Bantargebang.
b. Tingkat Pelayanan
Saat ini, tingkat pelayanan pengelolaan sampah baru mencapai 40% dari 75-80%
yang ditargetkan oleh pemerintah pusat. Oleh karena itu, perlu ditingkatkan pelayanan
agar semua masyarakat dapat terlayani dengan baik dalam hal pembuangan sampah.

 Aspek pembiayaan
Pengunaan dana kompensasi di TPA Bantargebang pernah dituntut oleh warga dari tiga
kelurahan yang ada di sekitar lokasi Bantargebang. Kasus ini pernah sampai ke DPRD, dimana
DPRD kota Bekasi memanggil instansi dan pihak terkait untuk diminta penjelasan mengenai alur
pendapatan dan penggunaan dana kompensasi dengan audit secara lengkap
Biaya pengolahan sampah yang umumnya berlaku saat ini adalah sekitar 10% dari
keseluruhan biaya pengelolaan kebersihan. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membayar biaya
pengolahan sampah yang bersumber dari APBD dengan sistem tipping fee sesuai perjanjian
kerjasama dengan pihak ketiga sebagai operator TPA Bantar Gebang sebesar Rp 70.060,- per ton
sampah mulai tahun 2007. Namun tidak seluruh biaya tersebut digunakan untuk operasional
pengelolaan TPA, karena 20% dari tipping fee tersebut dialokasikan untuk biaya sosial
(community development) yang diberikan dalam bentuk program pemberdayaan masyarakat
maupun penyediaan fasilitas sosial yang dapat mendukung perbaikan kondisi sosial budaya
masyarakat yang tinggal di sekitar TPA Bantar Gebang.
 Peran serta masyarakat
Tingkat kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap masalah persampahan masih
tergolong rendah, sehingga semakin menambah beban pada pengelolaan sampah di TPA.
Peran serta masyarakat dapat ditingkatkan melalui pemilahan sampah yang ada di sumber
sesuai dengan jenis pengolahan sampah yang ada di TPA. Misalnya pemlahan samapah
organik yang dapat dipakai untuk kompos dan pemilahan sampah plastic yang dapat
dipakai untuk Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa). Dengan adanya pemilahan
sampah, volume sampah yang dibuang ke TPA pun akan berkurang sehingga dapat
memperpanjang umur TPA.

2. Aspek Non-Teknis Pengelolaan Sampah di TPA Sumur Batu


 Pembiayaan
Saat ini, lahan TPA sebesar 21 hektar berkurang kapasitasnya untuk menampung jumlah
sampah warga Bekasi yang masuk sebesar 1.700 ton per hari. Seksi Perencanaan dan Pengadaan
Lahan Dinas Perumahan Permukiman dan Pertanahan (Perkimtan) Kota Bekasi belum memiliki
dana yang cukup untuk memperluas TPA tersebut. Oleh karena itu, banyak zona-zona di TPA
yang tidak digunakan lagi, yaitu ada 4 zona tidak aktif dari 6 zona yang ada.

 Tingkat Pelayanan
Perencanaan persentase pelayanan pengangkutan sampah ke TPA Sumur batu Kota Bekasi
sudah baik, yaitu mengacu kepada kondisi eksisting dan capaian target RPJMD (Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah) Dinas Kebersihan kota Bekasi. Pada tahun 2012,
sampah yang terangkut ke TPA yaitu sebesar 48,44%, sementara target pada tahun 2013
sampah terangkut sebesar 55,45% dan terus meningkat hingga mencapai 70% pada tahun
2018 dan seterusnya.

 Peran serta masyarakat


Peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah Kota Bekasi masih sangat kurang.
Sampah yang dihasilkan dari semua warga kota Bekasi langsung saja dikumpulkan dan
diangkut ke TPA Sumur Batu tanpa adanya pemilahan maupun penerapan konsep 3R
(Reuse, reduce, recycle). Tidak adanya pemilahan dan penerapan konsep 3R ini
menyebabkan peningkatan volume sampah di TPA Sumur Batu sehingga memperpendek
jangka penggunaan TPA apabila tidak ada penambahan kapasitas lahan.

Anda mungkin juga menyukai