Anda di halaman 1dari 9

Stase Saraf – RSUD dr.

Soedono Madiun Universitas Islam Indonesia

TUGAS RUMAH OSLER SARAF

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF RSUD DR SOEDONO MADIUN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

Oleh : Rifa Alifia Atika


23712097
Penguji: dr. Gita Diah Prasasti, Sp.N
1
Rifa Alifia Atika 23712097@students.uii.ac.id
Stase Ilmu Penyakit Dalam – RSUD dr. Soedono Madiun Universitas Islam Indonesia

Tatalaksana Bell’s Palsy


• Salah satu komplikasi yang mungkin terjadi
adalah sindrom air mata buaya atau "crocodile
tears syndrome". Ini terjadi ketika saraf yang
seharusnya mengendalikan produksi saliva
menjadi produksi air mata berlebihan saat
melakukan aktivitas yang seharusnya memicu
saliva, seperti makan

• Crocodile tear phenomenon, yang timbul


beberapa bulan setelah paresisakibat regenerasi
yang salah dari serabut otonom, contohnya air
mata pasien keluar pada saat mengkonsumsi
makanan

Rifa Alifia Atika 23712097@students.uii.ac.id


Stase Ilmu Penyakit Dalam – RSUD dr. Soedono Madiun Universitas Islam Indonesia

Tatalaksana Bell’s Palsy


Bell’s palsy akut Bell’s palsy komplikasi (crocodile tears)
1. Prednisolone oral dengan dosis 60 mg per hari selama 5 hari 1. Pasien dengan kelemahan wajah fasial yang persisten atau
kemudian diturunkan dosisnya menjadi 10 mg per hari dengan progresif membutuhkan imaging untuk mencari penyebab.
total lama pengobatan selama 10 hari Pasien ini juga membutuhkan rujukan ke ahli saraf dan
fisioterapis
2. Terapi kombinasi obat antiviral dengan steroid oral, hasilnya lebih
baik dibandingkan terapi steroid oral tunggal, terutama pada 2. Pemberian pengobatan untuk menghentikan lakrimasi
Bell’s palsy berat tanpa penyakit penyerta, seperti hipertensi dan • larutan guanethidine 5% untuk memblokir reseptor
diabetes melitus → acyclovir per oral dengan dosis 400 mg 5 kali adrenergic di kel. Lakrimal
sehari diberikan selama 5 hari atau valacyclovir per oral dengan • Obat tetes mata homatropine hidrobromida 1% untuk
dosis 1.000 mg per hari selama 5 hari blockade saraf secretomotor
3. Stimulasi elektrik dapat menyebabkan kontraksi otot yang 3. Injeksi toksin botulinum ke kelenjar lakrimal yang
kehilangan inervasinya dan merangsang regenerasi saraf dan gen menghambat pelepasan asetilkolin dan bekerja pada
yang berpengaruh pada pertumbuhan sambungan neuromuscular → cara kerja menghentikan
4. Pasien dengan penutupan mata yang inkomplit harus diberi transmisi sepanjang serabut parasimpatis yang beregenerasi
proteksi mata dengan lubrikasi dan salep untuk menghindari secara menyimpang ke kelenjar yang terkana → dosis toksin
kerusakan kornea → tata laksana berupa air mata buatan, salep botulinum 2,5 unit dan efeknya bertahan 6 bulan dengan
mata, penutup mata untuk menjaga kelembapan, atau implan transkutan atau transkonjungtiva → suntikan toksin botulinum
kelopak mata. Gunakan penutup mata jika perlu, meskipun tidak ke kelenjar lakrimal pada sindrom air mata buaya adalah
secara signifikan menurunkan risiko kerusakan kornea yang dapat metode yang aman dan efektif untuk mengobati robekan
mengakibatkan penurunan kemampuan penglihatan berlebihan.
4. Melanjutkan pemberian steroid dan mecobalamin

Rifa Alifia Atika 23712097@students.uii.ac.id


Stase Ilmu Penyakit Dalam – RSUD dr. Soedono Madiun Universitas Islam Indonesia

Tatalaksana Bell’s Palsy

Rifa Alifia Atika 23712097@students.uii.ac.id


Stase Ilmu Penyakit Dalam – RSUD dr. Soedono Madiun Universitas Islam Indonesia

Tatalaksana Bell’s Palsy

Rifa Alifia Atika 23712097@students.uii.ac.id


Stase Ilmu Penyakit Dalam – RSUD dr. Soedono Madiun Universitas Islam Indonesia

Edukasi Bell’s Palsy


Bell’s palsy akut Bell’s palsy komplikasi (crocodile tears)
1. Minum obat teratur 1. Minum obat teratur, terutama vitamin B12
(mecobalamin)
2. Fisioterapi dan akupuntur dapat mempercepat
perbaikan dan menurukan sequele (dilakukan 2. Melanjutkan fisioterapi atau terapi wajah secara
setelah fase akut lebih dari 2 minggu) → rutin sampai wajah tidak perot dan lakrimasi
dilakukan dengan cara messase otot wajah berkurang
selama 5 mnit pagi dan sore atau dengan
3. Menghindari paparan udara secara langsung
faradisasi
(kipas angin dan AC dalam jangka waktu yang
3. Menghindari paparan udara secara langsung lama dan menjaga jarak tidak terlalu dekat)
(kipas angin dan AC dalam jangka waktu yang
4. Memakai helm jika berkendara terutama pada
lama dan menjaga jarak tidak terlalu dekat)
malam hari
4. Memakai helm jika berkendara terutama pada
5. Tindakan operatif dilakukan apabila → tidak
malam hari
terdapat penyembuhan spontoon, tidak
5. Tindakan operatif tidak perlu dilakukan jika terdapat perbaikan dengan pengobatan
perbaikan segera dan pasien diberitahu tidak prednisone, dan pada px elektrik terdapat
perlu cemas denervasi total

Rifa Alifia Atika 23712097@students.uii.ac.id


Stase Ilmu Penyakit Dalam – RSUD dr. Soedono Madiun Universitas Islam Indonesia

Prognosis Bell’s Palsy


• Perjalanan alamiah Bell’s palsy bervariasi dari perbaikan komplit dini sampai cedera saraf substansial dengan sekuelepermanen.
Sekitar 80-90% pasien dengan Bell’s palsy sembuh total dalam 6 bulan, bahkan pada 50-60% kasus membaik dalam 3 minggu.
Sekitar 10% mengalami asimetri muskulus fasialis persisten dan 5% mengalami sekuele yang berat, serta 8% kasus dapat rekuren
• Faktor yang dapat mengarah ke prognosis buruk
1. Palsy komplit (risiko sekuele berat)
2. Riwayat rekurensi
3. Diabetes
4. Adanya nyeri hebat post-auricular
5. Menurunnya fungsi pengecapan atau aliran saliva pada sisi yang lumpuh
6. Nyeri pada belakang telinga dan berkurangnya air mata
7. Wanita hamil dengan Bell’s palsy
8. Bukti denervasi mulai setelah 10 hari (penyembuhan lambat)
• Prognosis crocodile tears syndrome bervariasi. Beberapa pasien mungkin mengalami perbaikan spontan seiring waktu, sementara
yang lain mungkin memerlukan tindakan medis seperti pemberian botulinum toxin untuk mengurangi produksi air mata
berlebihan.
• Crocodile tears syndrome merupakan komplikasi yang terjadi pada Bell palsy dengan insiden 3,3% yang terjadi sekitar 6 hingga 9
bulan setelah Bell palsy.

Rifa Alifia Atika 23712097@students.uii.ac.id


Stase Ilmu Penyakit Dalam – RSUD dr. Soedono Madiun Universitas Islam Indonesia

Daftar Pustaka
1. Adam, O.M. (2019) ‘Bell ’ s Palsy’, 8(3), pp. 137–149.
2. Fróis, A.T. (2022) ‘Lacrimejo durante a mastigação associado a paralisia facial: relato de caso da síndroma de lágrimas de crocodilo’, Revista Portuguesa
de Clínica Geral, 38(3), pp. 294–299. Available at: https://doi.org/10.32385/rpmgf.v38i3.13251.
3. Moch, B. (2017) ‘Bell’s Palsy (BP)’, Saintika Medika, 7(2), pp. 20–25. Available at: https://doi.org/10.22219/sm.v7i2.4073.
4. Montoya, F.J. et al. (2002) ‘Treatment of gustatory hyperlacrimation (crocodile tears) with injection of botulinum toxin into the lacrimal gland’, Eye,
16(6), pp. 705–709. Available at: https://doi.org/10.1038/sj.eye.6700230.
5. Pattanayak; Subyasachi (2022) ‘Transconjunctival botulinum toxin injection into the lacrimal gland in crocodile tears syndrome’, BMC Ophthalmology,
17(1), p. 1. Available at: https://doi.org/10.4103/ijo.IJO.
6. PERDOSSI, I. (2016) ‘Panduan Praktik Klinis Neurologi’, Perhimpuanan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, pp. 1–305.
7. Pranav, M. (2023) Crocodile Tears Syndrome, StatPearls. Available at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK525953/#:~:text=Surgical options
include excision of,or cocaine%2C and vidian neurectomy. (Accessed: 28 February 2024).
8. Putri, Z.R. (2022) ‘Bell’s Palsy: Diagnosis dan Tata Laksana’, Cermin Dunia Kedokteran, 49(8), pp. 431–434. Available at:
https://doi.org/10.55175/cdk.v49i8.269.
9. Remigio, A.F.N. and Eduardo, F. (2015) ‘Development of a Protocol for Treatment of Crocodile Tears Syndrome with Botulinum Toxin Alessandra G .
Salles , MD , PhD ; Ligia A . A Prospective Randomised Double-Blind Dose-Comparative Clinical Investigation Evaluating Skin Mechanical Property
Alterat’, (group I), p. 2015.

Rifa Alifia 23712097@students.uii.ac.id


Stase Ilmu Penyakit Dalam – RSUD dr. Soedono Madiun Universitas Islam Indonesia

Alhamdulillah

Terima Kasih

Rifa Alifia 23712097@students.uii.ac.id

Anda mungkin juga menyukai