Anda di halaman 1dari 27

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS TRISAKTI

PAPER MANAJEMEN STRATEGIK

VISI DAN MISI SEKTOR PUBLIK

Diajukan oleh:

ALFIA KAMALIA 123012304007

NAILA RUSYDA MUNIF 123012301055

MAGISTER AKUNTANSI
JAKARTA
2024
Visi, Misi, Sasaran dan Program
Berdasarkan Peraturan Menteri Bappenas Nomor 1 Tahun 2021 tentang
Tata Cara Penyusunan, Penelaahan dan Perubahan Rencana Kerja
Kementerian/Lembaga

a. Visi
Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang ingin dicapai oleh
kementerian/lembaga.

b. Misi
Misi merupakan sesuatu rumusan umum mengenai upaya-upaya dalam mencapai visi
kementerian/lembaga.

c. Tujuan
Tujuan merupakan implementasi dari visi dan misi kementerian/lembaga.

d. Sasaran
Sasaran adalah hasil yang diharapkan dari suatu Program atau Keluaran yang
diharapkan dari suatu kegiatan.

e. Program
Program merupakan alat kebijakan (policy tool) yang dimiliki oleh kementerian/lembaga
dalam menjabarkan tugas dan fungsi sesuai visi dan misi Presiden, yang dilaksanakan
oleh satu atau lebih unit kerja eselon I.
Gambar dibawah ini menunjukkan hubungan antara visi, misi, tujuan dan sasaran.

Dalam lingkup pemerintahan telah disusun Rencana Pembangunan Jangka


Panjang Nasional (RPJPN) selama 20 tahun. RPJPN ini diturunkan menjadi RPJMN
(Rencana Pembangunan Jangka Menengah) dan disusun juga Renstra K/L (Rencana
Strategis) untuk periode 5 tahun. Untuk lebih spesifiknya diturunkan kembali dengan
adanya Rencana Kerja Pemerintah (RKP) berisikan dokumen perencanaan
pembangunan nasional dan disusun menjadi Rencana Kerja (Renja) K/L periode 1
tahunan.
Berikut ini Kerangka Pikir RPJPN:

Undang-undang No 17 Tahun 2007 tentang RPJPN Tahun 2005-2025


Visi pembangunan nasional yaitu menjadi Indonesia yang mandiri, maju, adil dan
makmur. Maksud dari Mandiri, Maju, Adil dan Makmur antara lain:
1. Mandiri : Indonesia mampu mewujudkan kehidupan sejajar dan sederajat
dengan bangsa lain dengan mengandalkan pada kemampuan dan kekuatan
sendiri.
2. Maju : Indonesia mampu meningkatkan kualitas kualitas SDM, tingkat
kemakmuran, dan kemantapan sistem dan kelembagaan politik dan hukum.
3. Adil : Tidak ada diskriminasi dalam bentuk apapun, baik antarindividu,
gender, maupun wilayah di Indonesia.
4. Makmur : Masyarakat Indonesia mampu memenuhi kebutuhan hidupnya.
Berikut merupakan 8 misi perwujudan atas visi pembangunan nasional dalam RPJPN
2005-2025.

Tahapan RPJPN 2005-2025 sebagai berikut:

Peraturan Presiden No 18 Tahun 2020 tentang RPJMN Tahun 2020-2024


Visi Presiden yaitu terwujudnya Indonesia maju yang berdaulat, mandiri, dan
berkepribadian berlandaskan gotong royong.
Misi Presiden diantaranya:
1. Peningkatan Kualitas Manusia Indonesia
2. Struktur Ekonomi yang Produktif, Mandiri, dan Berdaya Saing
3. Pembangunan yang Merata dan Berkeadilan
4. Mencapai Lingkungan Hidup yang Berkelanjutan
5. Kemajuan Budaya yang Mencerminkan Kepribadian Bangsa
6. Penegakan Sistem Hukum yang Bebas Korupsi, Bermartabat, dan Terpercaya
7. Perlindungan bagi Segenap Bangsa dan Memberikan Rasa Aman pada Seluruh
Warga
8. Pengelolaan Pemerintahan yang Bersih, Efektif, dan Terpercaya
9. Sinergi Pemerintah Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan

RPJMN 2020-2024 menjadi tolak ukur untuk mencapai sasaran Visi Indonesia 2045
yaitu Indonesia Maju. Untuk mencapai tujuan pembangunan tahun 2045, maka fokus
utama diantaranya pencapaian infrastruktur, kualitas sumber daya manusia, layanan
publik, serta kesejahteraan rakyat yang lebih baik.

Visi Indonesia Emas 2045 dalam RPJPN 2025-2045 yaitu Negara Nusantara
Berdaulat, Maju dan Berkelanjutan.
Negara Nusantara adalah negara kepulauan yang memiliki ketangguhan politik,
ekonomi, keamanan nasional dan budaya/peradaban bahari sebagai poros maritim
dunia.
Terdapat 5 sasaran utama Visi Indonesia 2045, antara lain:
1. Pendapatan per kapita setara negara maju
2. Kemiskinan menuju nol persen dan ketimpangan berkurang
3. Kepemimpinan dan pengaruh di dunia internasional meningkat
4. Daya saing sumber daya manusia meningkat
5. Intensitas emisi Gas Rumah Kaca (GRK) menurun menuju net zero emission.

Salah satu contoh Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran satuan kerja Kementerian Lembaga:
VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN DITJEN PPI KEMKOMINFO
Visi: Terwujudnya Indonesia Maju yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian
Berlandaskan Gotong Royong.
Misi:
1. Pemerataan konektivitas, aksesibilitas, dan ekosistem layanan pitalebar nasional
2. Pengembangan, penyehatan industri dan adopsi teknologi baru untuk
mendukung transformasi digital
3. Meningkatkan kemudahan berusaha sektor pos, telekomunikasi dan penyiaran
4. Meningkatkan cakupan area penyiaran digital
5. Meningkatkan cakupan wilayah layanan pos
6. Meningkatkan pengendalian dan pengawasan kualitas layanan pos,
telekomunikasi, dan penyiaran
7. Meningkatkan profesionalitas dan kapasitas SDM Ditjen PPI dalam kerangka
Reformasi Birokrasi

Tujuan:
1. Terwujudnya konektivitas, aksesibilitas, dan ekosistem layanan pitalebar nasional
2. Terwujudnya iklim industri pos, telekomunikasi dan penyiaran yang sehat dan
berkelanjutan
3. Terwujudnya pengembangan High-Speed mobile broadband
4. Terwujudnya kemudahan berusaha sektor pos, telekomunikasi dan penyiaran
5. Terjangkaunya masyarakat dengan layanan penyiaran digital
6. Terjangkaunya masyarakat dengan layanan pos
7. Meningkatnya standar kualitas dan kepatuhan layanan pos, telekomunikasi dan
penyiaran
8. Terwujudnya profesionalitas dan kapasitas SDM Ditjen PPI dalam kerangka
Reformasi Birokrasi

Sasaran Strategis Kemkominfo:


1. Meningkatnya cakupan jaringan pita lebar yang cepat dan terjangkau
2. Meningkatnya cakupan wilayah yang terlayani penyiaran digital
3. Meningkatnya konektivitas layanan pos
4. Terwujudnya Konektivitas Next Generation Nasional
5. Meningkatnya pemanfaatan spektrum frekuensi dan kualitas pengelolaan
layanan publik bidang pos dan informatika
6. Meningkatnya pemanfaatan TIK di sektor ekonomi dan bisnis
7. Terwujudnya masyarakat cerdas digital
8. Dukungan implementasi digitalisasi pemerintah
9. Meningkatnya pengelolaan informasi dan komunikasi publik
10. Terwujudnya tata kelola pemerintah yang baik

Sasaran Program:
1. Meningkatnya cakupan dan kualitas layanan broadband di wilayah komersial
2. Meningkatnya cakupan wilayah yang terlayani penyiaran digital
3. Meningkatnya cakupan dan kualitas layanan pos
4. Terwujudnya pengembangan high-speed mobile broadband
5. Meningkatnya kualitas penyelenggaraan layanan dan pengelolaan PNBP
6. Terwujudnya digitalisasi Pemerintahan pusat dan daerah
7. Meningkatnya kualitas tata Kelola birokrasi yang efektif dan efisien
Analisis SWOT

Analisis SWOT adalah teknik yang digunakan untuk mengidentifikasi kekuatan,


kelemahan, peluang, dan ancaman untuk bisnis atau bahkan proyek tertentu.
Digunakan untuk membantu mengidentifikasi peluang kompetitif dalam rangka
mencapai tujuan organisasi.
Kepanjangan SWOT yaitu
1. Strengths : kelebihan atau kekuatan yang dimiliki oleh suatu organisasi mampu
mempengaruhi perkembangan suatu organisasi.
2. Weaknesses : kekurangan yang dimiliki oleh organisasi dan apabila dapat diatasi
maka dapat berdampak pada upaya pengembangan dalam mencapai tujuan
organisasi.
3. Opportunities : kesempatan yang dapat dimanfaatkan oleh organisasi dalam
mencapai tujuannya.
4. Threats : faktor yang dapat berpengaruh terhadap organisasi baik dari dalam
maupun luar organisasi yang harus segera diatasi agar tidak menjadi ancaman
dalam mencapai tujuan organisasi.
Salah satu contoh analisis SWOT dalam Satuan Kerja Kementerian Lembaga.

Sumber : Renstra Kominfo Ditjen PPI 2020-2024

1) Strengths (Kekuatan)
● Infrastruktur Pos sudah tersebar hampir ke semua pelosok di Indonesia
● Hampir semua ibu kota kecamatan dalam kota telah terjangkau layanan pos
universal
● Sudah tersedianya berbagai regulasi yang mengatur perizinan
penyelenggaraan pos
● Penyediaan layanan pos khusus layanan pos universal masih menjadi fokus
pemerintah sehingga menjadi lebih terjamin
● Beberapa Penyelenggara Pos Nasional telah menggunakan sistem layanan
berbasis online
2) Weakness (Kelemahan)
● Persaingan Industri semakin ketat dengan semakin banyaknya
penyelenggara pos
● Biaya penyelenggaraan pos dianggap masih belum efisien karena semua
penyelenggara menyediakan sendiri sehingga kalah bersaing dengan
penyedia marketplace yang mampu memberikan biaya pengiriman yang
lebih murah
● Penyelenggaraan Layanan pos masih bertumpu pada pengiriman surat dan
paket dengan menggunakan teknologi konvensional, padahal dengan
berkembangnya teknologi digital layanan logistik, jasa keuangan dan
keagenan pos menjadi potensi layanan kedepan
● Belum adanya standarisasi penyelenggaraan pos termasuk standarisasi
pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas
dalam proses bisnis pos
● Pengembangan layanan Pos digital masih rendah
● Regulasi dan kebijakan yang mendukung penyelenggaraan pos digital
masih kurang
● SDM yang kurang kompeten dalam berinovasi di bidang pos
3) Opportunities (Kesempatan)
● Perkembangan teknologi TIK telah mendorong berbagai layanan baru yang
menjadi potensi bagi penyelenggara pos
● Perkembangan layanan logistik, e-commerce tumbuh pesat dapat
mendorong pertumbuhan industri pos
● Perkembangan teknologi tracking and tracing yang memberikan jaminan
kualitas layanan yang semakin pasti
● Digitalisasi industri menciptakan efisiensi biaya dan penciptaan berbagai
inovasi layanan
● Memperkuat dan mempertegas regulasi yang sudah ada terutama terkait
tarif layanan pos agar tidak berada di bawah tarif layanan Pos Indonesia
● Menindak tegas penyelenggara layanan pos yang menentukan tarif layanan
lebih rendah dibanding yang telah ditentukan pemerintah
● Melakukan Benchmarking terhadap layanan sejenis guna mengembangkan
inovasi dalam sektor layanan pos
● Melakukan pelatihan kepada SDM untuk mengembangkan
4) Treats (Ancaman)
● Banyak bermunculan penyelenggara pos baru
● Adanya produk substitusi dari penyedia marketplace
Manajemen dan Perencanaan Strategis

Perencanaan strategis didefinisikan sebagai proses sistematis untuk mengelola


organisasi dan arah masa depannya dalam kaitannya dengan lingkungannya dan
tuntutan pemangku kepentingan eksternal, termasuk perumusan strategi, analisis
kekuatan dan kelemahan, identifikasi pemangku kepentingan lembaga, implementasi
tindakan strategis, dan manajemen masalah.
Secara garis besar terdapat lima tugas manajerial yang saling berkaitan:
● menetapkan visi strategis organisasi;
● melakukan penjabaran dan transformasi visi menjadi tujuan dan sasaran;
● menetapkan strategi untuk mencapai tujuan;
● melaksanakan strategi yang dipilih dengan menggunakan kriteria efektif dan
efisien, dan;
● melakukan evaluasi kinerja serta melakukan penyesuaian dari hasil evaluasi.
Perencanaan strategis didefinisikan sebagai proses sistematis untuk mengelola
organisasi dan arah masa depannya dalam kaitannya dengan lingkungannya dan
tuntutan pemangku kepentingan eksternal, termasuk perumusan strategi, analisis
kekuatan dan kelemahan, identifikasi pemangku kepentingan lembaga, implementasi
tindakan strategis, dan manajemen masalah.
Decision Flow Diagram untuk perencanaan strategis sederhana di sektor publik:
Manajemen strategis adalah kumpulan menyeluruh dari aktivitas dan proses
yang sedang berjalan yang digunakan organisasi untuk secara sistematis
mengkoordinasikan dan menyelaraskan sumber daya dan aksi-aksi dengan misi,
visi, strategi melalui sebuah organisasi.
Aktivitas manajemen strategis mengubah bentuk dari rencana statis menjadi
sebuah sistem yang menyediakan kinerja strategi dan memberikan umpan balik
untuk pengambilan keputusan serta memungkinkan rencana bisa terlibat dan
tumbuh sebagai persyaratan dan perubahan keadaan lainnya.
Eksekusi strategi pada dasarnya sinonim manajemen strategi dan jumlah sistematik
implementasi dari strategi.

Komponen Utama Proses Perencanaan Strategi


Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Kasus Amerika Serikat dan Versus
Indonesia)
Sebagai pelopor pendekatan anggaran berbasis kinerja, AS mulai menerapkan
Government Performance and Result Act pada tahun 1993. Sedangkan, Indonesia
mulai menerapkan sistem penganggaran berbasis kinerja setelah reformasi keuangan
negara dengan disahkannya Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara dan UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional.
Dalam implementasi sistem anggaran berbasis kinerja, AS dan Indonesia sama-sama
menghadapi masalah klasik yang serupa, antara lain, 1) misinterpretasi informasi
kinerja kementerian/lembaga (K/L) yang berdampak pada capaian pembangunan
nasional; dan 2) miskoordinasi serta tumpang tindih persepsi dan kinerja lintas sektor
dalam mencapai prioritas nasional. Baik Indonesia maupun AS sama-sama
mengeluarkan inisiatif baru untuk menjawab tantangan tersebut dengan diterapkannya
Performance Improvement Initiative (PII) pada era kepemimpinan Presiden George W
Bush pada tahun 2002; dan Redesain Sistem Perencanaan dan Penganggaran (RSPP)
di Indonesia, yang telah diimplementasikan sejak awal tahun 2021.
Namun demikian, dalam rangka perubahan atas peta jalan reformasi birokrasi nasional
tahun 2020—2024, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi (PANRB) menyampaikan bahwa hingga saat ini—bahkan setelah penerapan
RSPP—hasil penilaian evaluasi akuntabilitas kinerja dipandang belum sesuai dengan
realitas capaian pembangunan di lapangan. Lebih jauh lagi, terbukanya ruang
kolaborasi dan fleksibilitas melalui RSPP di Indonesia ternyata juga memberikan
tantangan baru dalam perspektif akuntabilitas kinerja. Ruang kolaborasi yang dibuka
melalui RSPP membuat persoalan klaim pengukuran kinerja dan kontribusi pada
program yang bersifat lintas (baik lintas unit kerja maupun K/L) menjadi tantangan
tersendiri. Selain itu, mekanisme monitoring juga perlu dibuat berkala dan lebih ketat
guna memastikan keluaran program benar-benar telah mencapai tujuan dan dinikmati
masyarakat.
Di sisi lain, Berdasarkan laporan Organisation for Economic Co-operation and
Development atau OECD (Blazey and Nicol, 2018), AS berhasil mencapai sasaran
pembangunan juga menjadi benchmark negara lain dalam pencapaian sasaran
pembangunan nasional yang memiliki kompleksitas permasalahan lintas sektor yang
tinggi dengan menerapkan PII. PII memastikan capaian prioritas nasional lintas sektor
dengan menerapkan, salah satunya, penilaian kinerja menggunakan Program
Assessment Rating Tool (PART). Analisis pembangunan lintas sektor melalui PART
membuka ruang komunikasi para pemangku kebijakan untuk menyamakan persepsi
mengenai nomenklatur tujuan, sasaran beserta indikator dan targetnya sehingga
menciptakan harmoni dalam pencapaian prioritas nasional lintas sektor.
Sistem Perencanaan dan Penganggaran: Kelembagaan, Pola Interaksi dan Siklus
Sistem manajemen kinerja dan anggaran di AS ditangani oleh beberapa lembaga, baik
eksekutif maupun legislatif (Office of Management and Budget, 2018). Pertama, Office
of Management and Budget (OMB) yang bertanggung jawab dalam menyiapkan
perencanaan program dan anggaran Presiden (President’s Budget) serta seluruh
jajaran agencies. OMB bertugas untuk a) mengevaluasi efektivitas program, kebijakan,
dan prosedur; b) memastikan kebutuhan anggaran seluruh agencies; c) menentukan
program prioritas nasional; serta d) memastikan seluruh usulan program, kegiatan, dan
regulasi mendukung pencapaian visi Presiden. Kedua, Department of Treasury (DoT)
bertugas untuk mengelola keuangan negara dengan mengumpulkan data laporan
keuangan yang digunakan oleh sektor publik dan privat untuk memantau status
keuangan negara, untuk kemudian merumuskan kebijakan fiskal dan moneter. Ketiga,
Congressional Budget Office (CBO) bertanggung jawab untuk menyiapkan hasil analisis
mengenai kondisi ekonomi terkini sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi
Kongres. Selain itu, CBO juga menyiapkan perencanaan anggaran Kongres. Keempat,
Government Accountability Office (GAO) merupakan lembaga legislatif yang membantu
Kongres sebagai investigator akuntabilitas kinerja pemerintah federal AS. GAO
memastikan kesesuaian pelaksanaan keuangan negara, mengevaluasi program dan
kegiatan pemerintah, serta memproduksi alternatif kebijakan untuk Kongres dalam
mengawasi kinerja pemerintah.
Di sisi lain, setidaknya ada empat faktor utama yang terlibat dalam perencanaan kinerja
dan anggaran pada level pemerintahan pusat di Indonesia yaitu Kementerian Keuangan
(Kemenkeu), Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas),
Kementerian PANRB, dan Bagian Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Selain
itu, terdapat dua aktor yang kinerjanya beririsan dalam evaluasi kinerja dan pengelolaan
anggaran yaitu, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai lembaga negara yang bebas dan mandiri. Semua
lembaga tersebut bersinergi dalam penyelenggaraan sistem perencanaan
pembangunan nasional yang dilaksanakan melalui beberapa fase berbeda.
Secara umum, proses perencanaan program dan anggaran di AS dan Indonesia
memiliki fase yang mirip, yaitu formulasi, kongres, dan eksekusi. Pada fase formulasi,
OMB mengeluarkan petunjuk teknis perencanaan program dan anggaran pada seluruh
agencies untuk menyiapkan usulan program beserta kebutuhan pendanaannya.
Selanjutnya, Presiden mengakhiri fase ini dengan mengirimkan usulan President’s
Budget ke Kongres pada Senin minggu pertama bulan Februari. Sedangkan di
Indonesia, pada fase ini seluruh K/L melakukan pemutakhiran prakiraan maju sebagai
proyeksi indikasi kebutuhan dana yang diperlukan hingga akhirnya pagu indikatif
dibagikan ke K/L dan rancangan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Indonesia
ditetapkan. Fase ini juga turut melibatkan BPKP selaku badan eksekutif yang
melakukan pengawasan intern terhadap akuntabilitas keuangan negara dan
pembangunan nasional.
Selanjutnya pada fase kongres, usulan President’s Budget berdasarkan proyeksi dan
asumsi ekonomi—yang diformulasi oleh CBO direviu oleh Kongres, sementara di
Indonesia proses reviu rancangan RKP (dengan kerangka ekonomi makro dan pokok
kebijakan fiskal dibuat oleh Kemenkeu dan Bappenas) dibahas bersama dengan Badan
Anggaran DPR untuk kemudian ditetapkan dalam siklus pagu anggaran dan pagu
alokasi anggaran. Baik parlemen di AS maupun Indonesia terlibat secara aktif dengan
memberikan bahan pertimbangan utamanya dari sisi pertimbangan ekonomi dan
evaluasi atas program dan kinerja pemerintah.
Fase terakhir adalah eksekusi, yaitu tahun pelaksanaan yang diselenggarakan cukup
berbeda antara Indonesia dan AS. Indonesia menganut metode penganggaran tak
bersisa (zero based budgeting) dengan masa berlaku satu tahun, yaitu penganggaran
berbasis nol pada awal setiap periode anggaran, sehingga seluruh alokasi yang
disusun berdasarkan visi dan juga rencana program pada periode berjalan. Hal ini juga
menjelaskan prakiraan maju yang perlu dimutakhirkan setiap tahunnya pada kerangka
pendanaan dan pendapatan jangka menengah. Sementara itu, AS menganut sistem
anggaran berimbang (balanced budgeting) dengan masa berlaku rencana kerja lima
tahunan. Metode yang digunakan dalam perhitungan total biaya pembangunan adalah
pendapatan negara yang dihasilkan dari sisa anggaran per tahun yang bisa bergulir ke
tahun berikutnya sampai dengan masa anggaran selesai.
Selama tahun pelaksanaan, baik Indonesia maupun AS melaksanakan fungsi
pengawasan melalui badan khusus. Indonesia memiliki BPK, sebagai lembaga
independen, yang melakukan evaluasi dalam bentuk pemeriksaan
penggunaan/pengelolaan anggaran dan menyerahkan hasil pemeriksaan kepada DPR.
Sementara itu, AS melaksanakan audit kinerja melalui GAO, hasil audit tersebut
disampaikan ke OMB untuk ditindaklanjuti. Selain itu, dalam kurun waktu pelaksanaan
anggaran, BPKP juga berfungsi untuk memberikan asistensi dan konsultasi mengenai
keuangan negara dan akuntabilitas kinerja aparatur.
Sesuai dengan prinsip anggaran berbasis kinerja, selain perencanaan anggaran, OMB
juga bertanggung jawab untuk perencanaan kinerja hingga ke level individu sehingga
kontribusi setiap individu dalam pencapaian output dapat terlihat termasuk keterkaitan
dengan pendanaannya. Sementara itu, perencanaan kinerja hingga ke level individu di
Indonesia ditangani oleh Kementerian PANRB—lembaga eksekutif terpisah dari
Kemenkeu dan Bappenas. Setiap tahunnya, Kementerian PANRB melakukan evaluasi
kinerja setiap K/L dan memberikan rekomendasi area of improvement yang di AS fungsi
ini dijalankan oleh GAO.
Berkaca pada perbandingan kondisi AS dan Indonesia dalam kacamata perencanaan
pembangunan nasional, dapat dilihat adanya persamaan dan perbedaan pada kedua
negara. Dari sisi kelembagaan, aktor yang terlibat pada proses perencanaan
pembangunan di Indonesia lebih banyak dari segi kuantitas. Selain itu, proses yang
dilalui Indonesia tampak lebih kompleks. Kondisi ini bisa jadi adalah kondisi yang
dibutuhkan Indonesia mengingat kompleksitas dinamika yang dihadapi
Indonesia—kondisi dibutuhkannya banyak aktor untuk pengawasan. Namun demikian,
efisiensi kelembagaan yang terdapat di AS dapat menjadi contoh yang baik dalam
proses perencanaan pembangunan nasional. Efisiensi aktor dengan pembagian tugas
dan fungsi yang efektif membuat birokrasi menjadi lebih ringkas. Selain itu, salah satu
poin penting dalam perbandingan proses perencanaan di kedua negara ini ialah
kedudukan lembaga investigator atau lembaga yang bertugas mengawasi kinerja dan
pengelolaan anggaran. Kedua negara memiliki lembaga tersebut, namun kedudukan
BPK di Indonesia patut mendapat apresiasi lebih. Adanya sebuah lembaga yang
independen seperti BPK—yang tidak berada di posisi condong pada satu sisi
pemerintahan, merupakan hal positif dalam perencanaan pembangunan. Kedudukan
BPK sebagai lembaga yang mandiri memberikan keleluasaan pengawasan yang
diharapkan dapat menambah nilai akuntabilitas atas kinerja dan keuangan negara.
Perbedaan signifikan terlihat pada penerapan prinsip efisiensi pada sistem
perencanaan dan penganggaran di AS yang mampu menggulirkan sisa anggaran pada
tahun berjalan ke tahun rencana berikutnya, sedangkan dengan prinsip zero based
budgeting yang Indonesia jalankan “mengharuskan” K/L untuk realisasi anggaran
sebesar-besarnya sehingga sisa anggaran menjadi nihil untuk memulai tahun rencana
baru. Hal tersebut menunjukan tingkat kematangan fiskal AS yang mungkin dapat
dipelajari di kemudian hari.
Tantangan yang dihadapi Indonesia hari ini—yaitu misinterpretasi K/L terhadap
outcome statement membuat implementasi performance based budgeting tidak efektif
untuk menggambarkan capaian nasional—juga pernah dialami oleh AS. Namun,
dengan penerapan prinsip kaizen (continuous improvement), dan berkaca dari
keberhasilan AS yang terus berinovasi dalam perbaikan sistem dan prosedur
perencanaan dan penganggaran—seperti yang juga dilakukan Indonesia, kami yakin
bahwa indonesia sudah berada pada jalur yang tepat, dan bahwa ini adalah proses
yang harus dihadapi Indonesia untuk menuju performance based budgeting yang lebih
baik.

Perbedaan Manajemen Strategis dan Perencanaan Strategis pada Sektor Publik


Dalam literatur mengenai manajemen di sektor swasta, salah satu
kecenderungan paling awal (khususnya pada tahun 1960an dan 1970an) adalah
merujuk pada perencanaan strategis atau perencanaan perusahaan dibandingkan
manajemen strategis. Perencanaan strategis diartikan, misalnya, pekerjaan suatu
perusahaan dalam memikirkan, dan menganalisis , apakah perusahaan tersebut harus
memasarkan produk baru atau memasuki industri baru, apakah perusahaan harus
memilih diversifikasi aktivitas yang terkait atau tidak, dan sebagainya. pada. Inti dari
keputusan-keputusan ini adalah bahwa perencanaan strategis digunakan untuk
mengambil keputusan-keputusan tersebut tanpa berasumsi bahwa masa depan
hanyalah sebuah ekstrapolasi dari masa lalu. Inilah sebabnya mengapa perusahaan
harus menganalisis tren, kejadian yang mungkin terjadi, peluang dan ancaman untuk
membuat penilaian tentang seberapa baik kinerja mereka di masa depan dan
bagaimana mereka dapat mencapai tujuan strategis mereka.
Oleh karena itu, gagasan perencanaan strategis adalah untuk mengantisipasi
ancaman dan peluang dan tidak menunggu hingga ancaman dan peluang tersebut
terwujud. Dengan demikian, perencanaan strategis mungkin disamakan dengan
ketergantungan pada pengambilan keputusan analitis dan logis untuk memposisikan
perusahaan dalam lingkungan bisnisnya berdasarkan antisipasi.

Perbedaan Manajemen Strategis dan Perencanaan Strategis pada Sektor Publik


Tidak jelas apakah para praktisi di sektor publik menganggap perencanaan
strategis hanya sebagai proses pengambilan keputusan yang analitis dan logis, dengan
mengandalkan antisipasi untuk memutuskan strategi. Faktanya, di sektor publik di
banyak negara, perencanaan strategis sering dipandang sebagai alat yang tepat untuk
perencanaan pembangunan nasional, dan dalam beberapa tahun terakhir sering
diasumsikan bahwa pemantauan selama implementasi juga merupakan bagian integral
dari perencanaan strategis. Pemerintah telah meningkatkan pemantauan dan evaluasi
terhadap perencanaan strategis mereka, sehingga tidak hanya memberikan keyakinan
yang lebih besar bahwa rencana tersebut dipraktikkan, namun juga memungkinkan
terjadinya pembelajaran.
Ada juga peningkatan tanda-tanda bahwa pemerintah ingin memperluas
kepemilikan atas rencana strategis sehingga mulai berbicara lebih banyak tentang
melibatkan masyarakat, dunia usaha, dan pemangku kepentingan lainnya dalam
perencanaan strategis, dengan berkonsultasi dengan mereka sebelum menyelesaikan
rencana strategis pemerintah, dan dengan mengkomunikasikan lebih banyak tentang
rencana strategis tersebut, proses perencanaan, dan isi rencana kepada publik. Jadi,
perencanaan strategis di sektor publik tidak dipandang hanya sebagai alat analisis
kerangka perumusan strategi tetapi juga mencakup kegiatan-kegiatan lain yang
dipandang perlu untuk mencapai efektivitas.

IDE APA YANG DAPAT KITA TRANSFER DARI MANAJEMEN STRATEGIS SEKTOR
SWASTA?
Pada tingkat paling umum dan paling abstrak, pengambilan keputusan strategis baik di
sektor swasta maupun publik berkaitan dengan hal-hal:

RENCANA KINERJA ORGANISASI PUBLIK


Perencanaan kinerja adalah aktivitas analisis dan pengambilan keputusan ke depan
untuk menetapkan tingkat kinerja yang diinginkan di masa mendatang. Perencanaan
kinerja membantu pemerintah untuk mencapai tujuan yang sudah diidentifikasikan
dalam rencana strategis, termasuk didalamnya pembuatan target kinerja dengan
menggunakan ukuran-ukuran kinerja. Pencapaian kinerja dapat dituangkan dalam
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP. Siklus penyusunan rencana
yang digambarkan berikut ini menunjukkan bagaimana Anggaran Berbasis Kinerja
(ABK) digunakan sebagai umpan balik dalam rencana strategis secara keseluruhan.
RENCANA PROGRAM TAHUNAN DAN RENCANA PROGRAM LIMA TAHUNAN
Rencana Program Tahunan (Prota) dan Rencana Program Lima Tahunan
(Renstra) merupakan dua tahapan perencanaan yang saling terkait dalam konteks
perencanaan organisasi atau lembaga. Berikut penjelasan mengenai hubungan antara
keduanya:
● Rencana Program Lima Tahunan (Renstra)
❖ Renstra adalah dokumen perencanaan yang mencakup periode lima tahun.
❖ Biasanya, Renstra merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) bagi Pemerintah Pusat dan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) bagi Pemerintah Daerah.
❖ Renstra menggambarkan visi, misi, tujuan, dan strategi organisasi atau lembaga
dalam jangka waktu lima tahun.
❖ Renstra memberikan arah dan fokus bagi pelaksanaan program dan kegiatan
selama periode tersebut.
❖ Renstra juga menjadi dasar untuk menyusun Rencana Program Tahunan (Prota).
● Rencana Program Tahunan (Prota)
❖ Prota adalah rencana yang mencakup periode satu tahun.
❖ Prota merupakan penjabaran lebih rinci dari Renstra.
❖ Dalam Prota, alokasi waktu dan sumber daya diatur untuk mencapai tujuan dan
target yang telah ditetapkan dalam Renstra.
❖ Prota memuat penjabaran alokasi waktu untuk setiap standar kompetensi dan
kompetensi dasar.
❖ Prota membantu mengarahkan pelaksanaan program dan kegiatan pada tahun
tertentu.

PENGERTIAN RPJMN & RENSTRA KEMENTERIAN K/L


RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) adalah dokumen
perencanaan yang mencakup periode lima tahun dan menjadi pedoman bagi
pemerintah dalam mengarahkan pembangunan nasional. RPJMN memuat strategi
pembangunan, kebijakan umum, proyek prioritas strategis, program
Kementerian/Lembaga, serta arah pembangunan kewilayahan dan lintas kewilayahan.
Selain itu, RPJMN juga mencakup kerangka ekonomi makro yang melibatkan
gambaran perekonomian secara menyeluruh, termasuk arah kebijakan fiskal dalam
rencana kerja yang berupa kerangka regulasi dan pendanaan yang bersifat indikatif.
Renstra (Rencana Strategis) adalah dokumen perencanaan yang disusun oleh setiap
Kementerian/Lembaga (K/L) berdasarkan RPJMN. Renstra K/L merupakan pedoman
dalam menyusun Rencana Kerja Tahunan (Renja) dan RKAKL (Rencana Kerja
Anggaran Kementerian/Lembaga). Renstra K/L mencakup penjabaran dari RPJMN dan
menjadi acuan untuk mengarahkan kebijakan dan strategi dalam mencapai visi
Presiden 2020-2024: “Terwujudnya Indonesia maju yang berdaulat, mandiri, dan
berkepribadian berlandaskan gotong royong”.

KORELASI RPJMN DENGAN RENSTRA


Pemerintah telah menetapkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) tahun 2020-2024 melalui Perpres Nomor 18 Tahun 2020. Selama periode
2020-2024 pembangunan akan difokuskan pada 5 aspek yaitu: (i) Pembangunan SDM;
(ii) Pembangunan infrastruktur; (iii) Penyederhanaan regulasi; (iv) Penyederhaan
birokrasi; dan (v) Transformasi ekonomi.
Selanjutnya, kelima hal tersebut akan diimplementasikan dalam 7 agenda
pembangunan nasional meliputi:
1) Ketahanan ekonomi untuk pertumbuhan berkualitas dan berkeadilan;
2) Pengembangan wilayah untuk mengurangi kesenjangan;
3) SDM berkualitas dan berdaya saing;
4) Revolusi mental dan pembangunan kebudayaan;
5) Infrastruktur untuk ekonomi dan pelayanan dasar;
6) Lingkungan hidup, ketahanan bencana, dan perubahan iklim; dan
7) Stabilitas polhukhankam dan transformasi pelayanan publik.
Apabila dibandingkan dengan RPJMN periode sebelumnya (2015-2019), dalam periode
tahun 2020-2024 terdapat penyempurnaan fokus pembangunan. Pada RPJMN periode
2015-2019 pembangunan difokuskan pada 3 hal yaitu infrastruktur, SDM, dan
deregulasi ekonomi, kemudian pada RPJMN periode 2020-2024 disempurnakan
dengan menambahkan dua lagi fokus pembangunan yaitu penyederhanaan regulasi
dan penyederhanaan birokrasi.
Dalam penyusunan agenda pembangunan tersebut, pemerintah telah
mempertimbangkan lingkungan, isu-isu strategis, kerangka ekonomi, batasan
pembangunan, pengarusutamaan, serta proyek prioritas strategis. Faktor-fakor tersebut
dijadikan sebagai referensi untuk pembuatan arah kebijakan dan strategi dalam
mencapai visi Presiden 2020-2024 “Terwujudnya Indonesia maju yang berdaulat,
mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong royong”.
Pasca penetapan RPJMN, seluruh K/L termasuk Kementerian Keuangan diwajibkan
untuk menyusun Renstra K/L. Rencana Strategis Kementerian/Lembaga Tahun
2020-2024 yang selanjutnya disebut Renstra K/L adalah dokumen perencanaan
Kementerian/Lembaga untuk periode 5 (lima) tahun, yakni tahun 2020 sampai dengan
tahun 2024, yang merupakan penjabaran dari RPJMN Tahun 2020-2024. Renstra K/L
merupakan penjabaran Visi Kementerian/Lembaga yang bersangkutan dan dilengkapi
dengan rencana sasaran nasional yang hendak dicapai dalam rangka mencapai
sasaran Program Prioritas Presiden.
Penyusunan Renstra K/L dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri Perencanaan
Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional nomor 5
Tahun 2019 tentang Tata Cara Penyusunan Renstra K/L Tahun 2020-2024.
Berdasarkan peraturan tersebut, tahapan penyusunan Renstra K/L meliputi:
1. Penyusunan rancangan teknokratik Renstra K/L;
2. Penyusunan rancangan Renstra K/L;
3. Penelaahan rancangan Renstra K/L; dan
4. Penyesuaian rancangan Renstra K/L.
Kementerian/Lembaga menetapkan rancangan Renstra K/L menjadi Renstra K/L yang
ditetapkan dengan Peraturan Menteri, Peraturan Lembaga, atau Peraturan Badan dan
menyampaikan Renstra K/L yang telah ditetapkan kepada Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, dan
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi paling lambat 3
(tiga) bulan setelah RPJMN ditetapkan. Apabila pada masa RPJMN yang ditetapkan,
diperlukan Perubahan Renstra K/L, dapat dilaksanakan setelah mendapatkan
pertimbangan dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional.
Renstra K/L merupakan dokumen perencanaan dari setiap Kementerian/Lembaga yang
berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional dan menjadi
salah satu pedoman bagi Kementerian/Lembaga dalam menyusun Rencana Kerja
Tahunan (Renja) dan RKAKL. Untuk itu masing-masing Kementerian/Lembaga harus
mengeksekusi strategi yang telah dirumuskan ke Kegiatan Operasional.

PENGERTIAN RPJMD & RENSTRA PERANGKAT DAERAH


● RPJMD merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program kepala daerah yang
memuat tujuan, sasaran, strategi, arah kebijakan, pembangunan Daerah dan
keuangan Daerah, serta program Perangkat Daerah dan lintas Perangkat Daerah
yang disertai dengan kerangka pendanaan bersifat indikatif untuk jangka waktu 5
(lima) tahun yang disusun dengan berpedoman pada RPJPD dan RPJMN.
● RPJMD adalah dokumen perencanaan Daerah untuk periode 5 (lima) tahun
terhitung sejak dilantik sampai dengan berakhirnya masa jabatan Kepala Daerah.
● Rencana Strategis Perangkat Daerah memuat tujuan, sasaran, program, dan
kegiatan pembangunan dalam rangka pelaksanaan Urusan Pemerintahan Wajib
dan/ atau Urusan Pemerintahan Pilihan sesuai dengan tugas dan fungsi setiap
Perangkat Daerah.
● Rencana strategis Perangkat Daerah ditetapkan dengan Perkada setelah RPJMD
ditetapkan.
● Renstra tersebut selanjutnya akan dijabarkan secara tahunan dalam bentuk
Rencana Kerja Perangkat Daerah (Renja PD) agar kegiatan pembangunan yang
direncanakan dapat dianggarkan.

HUBUNGAN KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH

KETERKAITAN TAHAPAN PENYUSUNAN RPJMD DAN RENSTRA PD


KETERKAITAN SUBSTANSI RPJMD DENGAN RENSTRA PD

Anda mungkin juga menyukai