Sosialisasi Dan FGD RUU Kes - Transformasi Kesehatan Farmalkes
Sosialisasi Dan FGD RUU Kes - Transformasi Kesehatan Farmalkes
RUU Kesehatan
Substansi Transformasi Kesehatan di
Bidang Kefarmasian dan Alat Kesehatan
#SehatLebihDekat
#SehatLebihTepat
#SehatLebihMurah partisipasisehat.kemkes.go.id
11
Kesehatan merupakan hak setiap warga negara Indonesia dan
Negara bertanggung jawab untuk mewujudkannya
2
DPR berinisiatif untuk mengusulkan RUU Kesehatan,…
Presiden telah menunjuk Kementerian Kesehatan sebagai salah satu wakil Pemerintah dalam
proses penyusunan RUU
Linimasa:
1 2 3 4
3
…dan di saat yang sama, Pemerintah juga berupaya melakukan
Transformasi Kesehatan
Visi
Sejalan dengan visi Presiden untuk mewujudkan masyarakat yang sehat, produktif, mandiri dan berkeadilan
Meningkatkan
Memperkuat sistem
Outcome kesehatan ibu, anak,
Mempercepat Memperbaiki Gerakan Masyarakat kesehatan &
RPJMN keluarga berencana
perbaikan gizi pengendalian Hidup Sehat pengendalian obat
bidang dan kesehatan
masyarakat penyakit (GERMAS) dan makanan
kesehatan reproduksi
1 2 3
DPR Pemerintah DPR
Penyusunan Draft Penyusunan masukan Pembahasan antara
RUU dan Naskah dari Pemerintah DPR dan Pemerintah
Akademik terhadap Draft RUU
partisipasisehat.kemkes.go.id
5
Pemerintah telah mengidentifikasi Transformasi Kesehatan yang dapat
didukung oleh RUU Kesehatan
b Mempersiapkan masyarakat untuk menghadapi krisis kesehatan di masa kini dan yang akan datang
6
Pilar 1: Layanan Primer
RUU Kesehatan akan menciptakan layanan kesehatan yang berfokus
pada upaya untuk mencegah orang sehat menjadi sakit
7
Pilar 2: Layanan Rujukan
RUU Kesehatan akan mempermudah masyarakat mendapatkan
layanan kesehatan yang berkualitas
8
Pilar 3: Sistem Ketahanan Kesehatan
RUU Kesehatan akan meningkatkan kemandirian dalam memproduksi
sediaan farmasi (mis. obat) dan alat kesehatan
9
Pilar 3: Sistem Ketahanan Kesehatan
RUU Kesehatan akan mempersiapkan masyarakat untuk menghadapi
krisis kesehatan di masa kini dan yang akan datang
10
Pilar 4: Sistem Pembiayaan Kesehatan
12
Pilar 6: Teknologi Kesehatan
RUU Kesehatan akan mewujudkan digitalisasi sistem kesehatan dan
inovasi teknologi kesehatan
13
Kondisi sistem ketahanan kesehatan
Sektor farmasi dan alat kesehatan masih bergantung signifikan pada impor
14
Konsep Ketahanan Kefarmasian
dan Alat Kesehatan
Dititikberatkan pada:
“Ketahanan Sediaan Farmasi
dan Alat Kesehatan adalah kondisi Upaya mencapai
kemandirian sediaan
terpenuhinya kebutuhan Sediaan Farmasi
farmasi dan alat kesehatan
dan Alat Kesehatan bagi negara sampai
dengan perseorangan, yang tercermin
Akses sediaan farmasi dan
dari tersedianya sediaan farmasi dan alat alat kesehatan yang
kesehatan yang memenuhi persyaratan dibutuhkan oleh pelayanan
kesehatan dalam segala
untuk pelayanan kesehatan dalam kondisi.
setiap kondisi, termasuk kondisi
kedaruratan Kesehatan.”
15
Indonesia memiliki kebutuhan produk obat derivat plasma (PODP)
yang cukup tinggi
16
Sumber: importasi produk obat derivate plasma BPOM 2020
Ketersediaan, keterjangkauan, dan akses obat masih menjadi tantangan
17
Kondisi pelayanan kefarmasian
Adanya kasus terkait keamanan obat, obat yang dijual di laman tidak resmi, serta
ketidakpatuhan pengobatan dan penggunaan obat yang tidak rasional
18
Ketersediaan dan mutu Sarana dan SDM Kefarmasian perlu ditingkatkan
▪ Pemanfaatan belum ▪ Kekayaan alam Indonesia ▪ Perluasan partisipasi masyarakat, dengan tetap
maksimal tidak dimanfaatkan bertanggungjawab terhadap manfaat dan keamanan
setinggi-tingginya oleh ▪ Jaminan dan dorongan dari Pemerintah baik Pusat maupun
masyarakat Daerah terhadap penelitian dan pengembangan produk yang
berasal dari alam, dengan tetap menjaga kelestariannya.
▪ Penggunaan OBA ▪ OBA belum dimanfaatkan ▪ Pemanfaatan sumber daya alam dan ramuan tradisional
dalam pelayanan dalam JKN walaupun saat secara berkelanjutan dalam pelayanan kesehatan
kesehatan belum ini sudah ada Formularium
optimal Fitofarmaka
Substansi RUU terkait Ketahanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan (3/5)
Permasalahan Implikasi Substansi pada RUU
Kemandirian ▪ Ketergantungan ▪ Ketergantungan ▪ Pemerintah bertanggung jawab terhadap kemandirian dalam
impor bahan baku mengakibatkan Indonesia bidang sediaan farmasi dan alat kesehatan, dalam rangka
dan produk tidak mandiri mewujudkan ketahanan.
jadi/inovatif sangat ▪ Pengutamaan produksi dalam negeri (sediaan farmasi, alat
tinggi kesehatan, maupun bahan bakunya)
▪ Terganggunya tata kelola ▪ Pengembangan dan penguatan tata kelola rantai pasok
rantai pasok sediaan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan dari hulu hingga hilir
farmasi dan alat secara terintegrasi.
kesehatan
Daya saing ▪ Tidak terbentuknya ▪ Rendahnya daya saing Pengembangan dan penguatan tata kelola rantai pasok
nasional competitive nasional Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan dilakukan dengan:
advantage industri ▪ Pemanfaatan produk a. pemberian insentif,
dalam negeri yang rendah b. peningkatan daya saing industri
▪ Tidak terbentuknya c. transfer serta penguasaan teknologi, dan pemanfaatan hasil
sinergisme ABGC
riset
d. utilisasi kapasitas industri untuk pemenuhan kebutuhan
dalam negeri dan ekspor,
e. pemanfaatan bahan baku obat dan alat kesehatan dalam
negeri
f. optimalisasi peran akademisi, pelaku usaha, pemerintah, dan
masyarakat
Substansi RUU terkait Ketahanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan (4/5)
Permasalahan Implikasi Substansi pada RUU
Jaminan ▪ Produk dalam negeri ▪ Industri nasional tidak ▪ Pengutamaan penggunaan Sediaan Farmasi dan Alat
Pemanfaata belum dimanfaatkan tumbuh, keekonomian Kesehatan dalam negeri oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah
n bahan secara maksimal di produk negatif, Daerah, masyarakat, dan fasilitas pelayanan kesehatan.
baku, pelayanan pelayanan kesehatan ▪ Prioritisasi penggunaan bahan baku produksi dalam negeri oleh
sediaan kesehatan tidak menggunakan Industri Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
farmasi dan ▪ Industri tidak mampu produk dalam negeri ▪ Prioritisasi Obat dan Alat Kesehatan yang menggunakan bahan
alkes dalam bersaing baku produksi dalam negeri dalam pengadaan Pemerintah
negeri Pusat, Pemerintah Daerah, dan fasilitas pelayanan kesehatan.
Hilirisasi ▪ Ekosistem penelitian ▪ Kemajuan penelitian ▪ Pemberian kemudahan dalam hilirisasi penelitian nasional oleh
Penelitian tidak terbangun lambat Pemerintah Pusat dan Daerah dalam rangka peningkatan daya
▪ Penelitian tidak terhilirisasi saing industri Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
untuk mendukung ▪ Pembangunan ekosistem penelitian oleh Pemerintah Pusat dan
kemandirian sediaan Daerah, baik berupa:
farmasi dan alat a. infrastruktur penelitian, yang dapat dibangun oleh
kesehatan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, maupun
masyarakat,
b. kemudahan perizinan (dalam penelitian dan pendukung
penelitian) tanpa mengurangi perlindungan terhadap nilai-
nilai penelitian,
c. sumber daya manusia
▪ Pemberian dukungan bagi institusi dan/atau masyarakat yang
melakukan investasi penelitian kefarmasian dan alat kesehatan.
▪ Mengoptimalkan peran akademisi, pelaku usaha, pemerintah,
dan masyarakat
Substansi RUU terkait Ketahanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan (5/5)
Permasalahan Implikasi Substansi pada RUU
Percepatan ▪ Insentif belum ▪ Minat investor rendah, ▪ Pengaturan Pemerintah Pusat dapat memberikan insentif bagi
Pengemban dimanfaatkan secara tidak menarik secara industri Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan yang melakukan
gan maksimal oleh bisnis kegiatan penelitian, pengembangan dan inovasi di dalam
Ketahanan industri ▪ Kemandirian tidak negeri, serta melakukan produksi dengan menggunakan
Industri ▪ Terbatasnya terbentuk bahan baku dalam negeri.
teknologi dan
tingginya biaya untuk
mendukung
pengembangan dan
produksi bahan baku
Ketahanan ▪ Ketidakpastian ▪ Kekosongan sediaan ▪ Pengaturan kebijakan, standar, sistem, dan tata kelola untuk
sediaan akses sediaan farmasi dan alat menjamin ketahanan pada kondisi darurat, bencana, KLB dan
farmasi dan farmasi dan alat kesehatan yang wabah
alat kesehatan untuk mengakibatkan
kesehatan antisipasi terganggunya pelayanan
pada masa peningkatan Kesehatan
kedaruratan penyakit menular ▪ Lemahnya ketahanan
dan pandemi nasional terhadap
kedaruratan
Substansi RUU terkait Pelayanan Darah (1/3)
Permasalahan Implikasi Substansi pada RUU
Pelayanan Pengaturan pelayanan darah • Belum optimalnya pelayanan • Pengaturan pelayanan darah sebagai
darah belum memadai untuk mendukung darah pada fasilitas kesehatan upaya kesehatan yang memanfaatkan
upaya kesehatan khususnya terkait utamanya terkait penyembuhan darah manusia dan bertujuan untuk
penyembuhan penyakit dan penyakit dan pemulihan penyembuhan penyakit dan pemulihan
pemulihan kesehatan kesehatan kesehatan.
• Pelayanan darah didukung dengan
kebijakan dan koordinasi yang
dilaksanakan oleh pemerintah pusat untuk
menjamin ketersediaan, keamanan, dan
Pengelolaan Dalam pelayanan darah, sebagian • Ketersediaan produk obat mutu darah.
Kegiatan pelayanan darah meliputi:
darah besar plasma belum dimanfaatkan derivat plasma (PODP) impor
untuk diolah dan diproduksi menjadi untuk pelayanan kesehatan 1. Pengelolaan darah, meliputi pengerahan
produk obat derivat plasma hanya bersumber dari impor dan pelestarian donor darah, seleksi
donor darah, pengambilan, pengujian,
• Tingginya biaya yang
penyimpanan dan distribusi darah
dikeluarkan untuk pemusnahan
2. Pelayanan transfusi darah, meliputi
plasma
perencanaan, penyimpanan, pengujian
pra transfusi, pendistribusian darah, dan
tindakan medis pemberian darah kepada
Pasien, dan
3. Pengelolaan plasma sebagai bahan baku
produk obat derivat plasma untuk
mendapatkan recovered plasma,
concurrent plasma, dan/atau source
plasma.
27
Substansi RUU terkait Pelayanan Darah (2/3)
Permasalahan Implikasi Substansi pada RUU
Unit Belum tersedianya unit pengelola • Belum tersedianya plasma dalam • Donor darah dan pengolahan darah
pengelola darah yang cukup dan memenuhi jumlah yang cukup dan diselenggarakan oleh unit pengelola
darah persyaratan untuk mengolah memenuhi persyaratan keamanan darah
plasma sebagai bahan baku PODP dan mutu
• Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
mengupayakan dan mengatur
penyelenggaraan unit pengelola darah
Plasma Pengaturan yang menjamin • Belum terpenuhinya kebutuhan • Komponen darah dapat digunakan untuk:
sebagai pemenuhan kebutuhan plasma plasma untuk produksi PODP 1. transfusi darah sesuai indikasi medis
bahan baku sebagai bahan baku PODP yang • Plasma belum memenuhi 2. produksi PODP
PODP terjamin mutu dan keamanannya persyaratan sebagai bahan baku
• Darah diperoleh dari pendonor darah
belum memadai PODP
sukarela yang sehat dan memenuhi kriteria
seleksi pendonor serta harus dilakukan
pemeriksaan laboratorium untuk menjaga
mutu dan keamanan darah
• Pengumpulan darah untuk transfusi darah
dan produksi PODP perlu mendapatkan
persetujuan pendonor
• Pemerintah pusat menetapkan biaya
pengganti pengolahan darah
28
Substansi RUU terkait Pelayanan Darah (3/3)
Permasalahan Implikasi Substansi pada RUU
Kemandirian PODP sangat dibutuhkan dalam • Belum adanya industri farmasi • Komponen darah berupa plasma dapat
PODP pelayanan kesehatan di Indonesia, sebagai fasilitas fraksionasi plasma dilakukan pengolahan dan produksi
namun Indonesia belum yang dapat memproduksi PODP menjadi produk obat derivat plasma oleh
menguasai teknologi produksinya dalam negeri industri farmasi sebagai upaya ketahanan
kefarmasian.
• Ketergantungan pada PODP
impor
29
Substansi RUU terkait Kebijakan Kesehatan bidang Farmalkes (1/6)
Permasalahan Implikasi Substansi pada RUU
Keamanan dan Perlunya penguatan Risiko terhadap keamanan ● Pengaturan bahwa Sediaan Farmasi, Alat
Mutu Sediaan standar terkait dan mutu obat dan alat Kesehatan, dan PKRT harus aman,
Farmasi, Alat keamanan dan mutu kesehatan berkhasiat/bermanfaat, bermutu, dan
Kesehatan, dan terjangkau.
obat dan alat
PKRT ● Untuk menjaga keamanan, khasiat/manfaat,
kesehatan
dan mutu, maka Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan PKRT harus memenuhi standar
dan/atau persyaratan yang ditetapkan oleh
Pemerintah.
30
Substansi RUU terkait Kebijakan Kesehatan bidang Farmalkes (2/6)
Permasalahan Implikasi Substansi pada RUU
Pengelolaan Belum ● Kekosongan ● Ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan Perbekalan Kesehatan merupakan
Perbekalan atau kelebihan tanggung jawab Pemerintah Pusat dan Daerah yang dilaksanakan melalui: 1)
optimalnya perencanaan, 2) penyediaan, 3) pendistribusian
Kesehatan pengaturan obat ● Pengelolaan Perbekalan Kesehatan dilakukan agar kebutuhan masyarakat terpenuhi,
● Obat dengan memperhatikan keamanan, kemanfaatan/khasiat, mutu, harga, dan faktor
pengelolaan
kedaluwarsa terkait pemerataan
Perbekalan ● Penyediaan ● Fasilitas pengelolaan kefarmasian dapat dibentuk oleh Pemerintah Pusat dan Daerah
Kesehatan belum optimal, 1. Perencanaan kebutuhan Perbekalan Kesehatan
meliputi merata, dan ○ mengacu norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan Pemerintah
perencanaan, kontinyu Pusat
● Perbekalan ○ terutama obat esensial dan obat program nasional.
pengadaan ○ menggunakan teknologi informasi
dan kesehatan rusak
dalam proses 2. Penyediaan/pengadaan Perbekalan Kesehatan
pendistribusian
pendistribusian ○ mengutamakan produk dalam negeri
khususnya obat ○ memberikan insentif kepada Industri Farmasi dalam negeri baik fiskal & nonfiskal
dan BMHP di ○ kebijakan khusus untuk pengadaan dan pemanfaatan produk dapat dilakukan
dalam keadaan darurat
fasilitas
pengelolaan 3. Pendistribusian Perbekalan Kesehatan
○ dilakukan oleh pelaku usaha (produsen atau distributor) atau fasilitas pengelolaan
kefarmasian kefarmasian milik Pemerintah
milik ○ harus dilakukan dengan cara distribusi yang baik
pemerintah ○ laporan kegiatan distribusi dapat dilakukan secara elektronik
dan pelaku
31
usaha
Substansi RUU terkait Kebijakan Kesehatan bidang Farmalkes (3/6)
Permasalahan Implikasi Substansi pada RUU
Ketersediaan Ketersediaan obat yang ● Pasien harus membeli ● Ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan
dan bervariasi di setiap sendiri obat di tempat lain Perbekalan Kesehatan, terutama Obat Esensial dan
Keterjangkauan wilayah di Indonesia karena tidak lengkapnya Obat Program Nasional merupakan tanggung
Obat regimen terapi pasien yang jawab Pemerintah Pusat dan Daerah
● Pengelolaan Obat Esensial dan Obat Program
dapat disediakan
Nasional dilaksanakan melalui:
fasyankes 1. penyusunan daftar Obat Esensial dan Obat
● Terapi pengobatan tidak Program Nasional
optimal atau irasional 2. perencanaan,
karena keterbatasan 3. penyediaan,
ketersediaan obat di 4. pendistribusian
fasyankes 5. kebijakan khusus pengadaan dan pemanfaatan
dapat dilakukan dalam keadaan darurat
● Ketersediaan Obat Generik yang termasuk dalam
daftar Obat Esensial dan Obat Program Nasional
dijamin Pemerintah Pusat dan Daerah
● Keterjangkauan Obat Generik dijamin, dengan
pengendalian dan penetapan harga yang menjadi
wewenang Pemerintah Pusat
● Ketersediaan dan keterjangkauan Obat Paten
dijamin dengan pelaksanaan paten oleh
Pemerintah Pusat atau lisensi wajib
32
Substansi RUU terkait Kebijakan Kesehatan bidang Farmalkes (4/6)
Permasalahan Implikasi Substansi pada RUU
Akses terhadap ● Kendala akses Obat Masyarakat tidak ● Pengaturan penggolongan obat:
Obat pada masyarakat, mendapatkan obat yang ○ Obat dengan resep dokter, terdiri dari obat
khususnya untuk dibutuhkan karena keras, psikotropika, dan narkotik
swamedikasi keterbatasan akses terhadap ○ Obat tanpa resep dokter, terdiri dari obat
● Distribusi Fasyanfar obat bebas terbatas dan obat bebas.
yang belum merata ● Pengaturan akses obat sesuai ketentuan
di seluruh Indonesia perundang-undangan:
● Distribusi tenaga ○ Obat dengan resep dokter diperoleh dari
medis dan tenaga fasilitas pelayanan kefarmasian
kesehatan yang ○ Selain obat bebas terbatas dan obat
belum merata di bebas, obat keras tertentu dapat
seluruh Indonesia diserahkan oleh Apoteker tanpa resep
dokter
○ Obat tanpa resep dokter diperoleh dari
fasilitas pelayanan kefarmasian atau
fasilitas lain
33
Substansi RUU terkait Kebijakan Kesehatan bidang Farmalkes (5/6)
Permasalahan Implikasi Substansi pada RUU
Mutu Praktik pelayanan ● Penggunaan obat ● Definisi Praktik Kefarmasian yang lebih komprehensif:
Pelayanan kefarmasian belum yang tidak rasional Praktik kefarmasiaan meliputi produksi termasuk
Kefarmasian berjalan dengan ● Rendahnya pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,
optimal kepatuhan pemilihan, perencanaan, pengadaan, penyimpanan,
pengobatan pendistribusian, pemusnahan, penelitian dan
pengembangan Sediaan Farmasi, serta pelayanan
farmasi klinis.
● Praktik kefarmasian harus dilakukan oleh tenaga
kefarmasian sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
● Belum optimalnya Risiko keamanan obat, ● Layanan telemedisin antara lain termasuk telefarmasi
implementasi termasuk terhadap sediaan ● Layanan Telemedisin oleh Fasyankes dapat bekerja sama
telefarmasi farmasi substandar dan dengan Penyelenggara Sistem Elektronik yang terdaftar
● Penjualan obat palsu sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
secara daring oleh ● Layanan Telemedisin yang diberikan oleh Fasilitas
fasilitas tidak Pelayanan Kesehatan dilakukan oleh Tenaga Medis atau
berizin Tenaga Kesehatan yang memiliki izin praktik
34
Substansi RUU terkait Kebijakan Kesehatan bidang Farmalkes (6/6)
35