Anda di halaman 1dari 4

Nama : Uswatun Hasanah

NIM : E4E12320179

Kelas : PGSD – D

MK : Etno Sasambo

Topik 2 : Eksplorasi Konsep - Topik 2 - LK Individu

CERITA RAKYAT DAN PENGOBATAN TRADISIONAL BIMA

CERITA RAKYAT

LA HILA

Di zaman dulu, hidup seorang putri di Kala, Donggo. Namanya La Hila. Cantik jelita.
Kulitnya putih bersih. Lehernya berjenjang. Jika makan dan minum, tampaklah makanan dan
minuman yang ditelan. Alis sang putri seperti semut beriring. Rambutnya panjang terurai. Jika
sang putri mandi keramas atau mencuci rambut, dibutuhkan tujuh belah jeruk bundar (dungga
mbolo) serta tujuh belah kelapa atau tiga setengah butir. Manakala sang putri mengeringkan
rambutnya, diperlukan tujuh galah panjang untuk menjemurnya.

Gadis ini belakangan akrab dipanggil La Hila atau Sang Putri yang Hilang. Ceritanya
bermula ketika kabar mengenai kecantikan La Hila terkenal seantero negeri hingga ke kerajaan
seberang. Banyak pemuda yang ingin meminangnya. Para pemuda itu merasa cemburu dan
berujung pada keributan di antara mereka.

Paman dan bibi La Hila mencium bahaya besar jika keadaan dibiarkan berlarut-larut.
Untuk menghindari bahaya yang lebih besar, La Hila diminta untuk menyembunyikan diri.
Rencana paman dan bibinya tersebut tidak disampaikan ke orang tua La Hila. La Hila setuju
bersembunyi. Dia minta paman dan bibinya membuat lubang persembunyian dalam tanah,
semacam bunker. La Hila minta supaya disertakan pula perangkat menenun dalam lubang
persembunyiannya.
Pagi-pagi La Hila masuk ke dalam lubang yang sudah disiapkan. Sore harinya paman dan
bibinya mengantar makanan. Esok harinya, keduanya kembali mengantar makanan La Hila.
Alangkah kagetnya mereka karena tidak menemukan La Hila di tempatnya. Hanya ada alat
menenun saja di situ. Paman dan bibinya sangat sedih. Bibinya menangis seraya mencabut pucuk
rebung yang tumbuh dekat lubang persembunyian La Hila. Anehnya, rebung tersebut
mengeluarkan darah. Disaat bersamaan terdengar teriakan menahan sakit. Namun orang yang
berteriak tidak tampak. Bunyi teriakannya, "Jangan dicabut, sakit bibi. Ini saya bibi. Saya sudah
menjadi rebung". Tentu saja pasangan suami istri itu kaget bukan alang kepalang.

La Hila lalu berpesan kepada paman dan bibinya, "Bambu ini jangan dirusak. tolong
dijaga hingga anak cucu". Mengetahui anaknya sudah hilang, ibunda La Hila mendatangi lubang
persembunyian anaknya. Dia menangis mengelilingi pohon rebung tersebut seraya bernyanyi.
Itulah asal mula “Kalero“, musik khas Donggo. Rimbunan bambu jelmaan La Hila masih ada di
O’o, namun tidak lagi terpelihara seperti pesan La Hila. Masyarakat setempat menebangnya
untuk aneka keperluan seperti untuk perlengkapan membangun rumah.

Pesan Moral : Memiliki pesan moral dengan berbesar hati mengalah daripada harus terjadi
pertumpahan darah.
PENGOBATAN TRADISIONAL

KARANA SAMPURU

Karana sampuru/bore digunakan untuk memberikan kehangatan pada tubuh, pengobatan


pegal-pegal dan mencegah masuk angin. Ketika badan terasa dingin, kita akan mudah sakit jadi
masyarakat di Kabupaten Bima melakukan sampuru/bore karana untuk menjaga imun.

Adapun cara pembuatan obat tradisional bima karana adalah:

1. Bahan-bahan, terdiri dari:


Daun sirih, pinang, kapur sirih, cengkeh, pala, jahe, musi, kunyit (bila perlu) dan kencur.
2. Proses pembuatannya, terdapat 2 cara yaitu:
a. Cara tradisional
Untuk pembuatan karana secara tradisional, masyarakat melakukannya dengan cara
memasukkan semua bahan karana seperti daun sirih, pinang, kapur sirih, cengkeh,
pala, jahe, musi, kunyit (bila perlu) dan kencur ke dalam mulut lalu disemburkan ke
seluruh tubuh. Pertama ambil sirih lalu, diatas lembaran sirih tadi masukkan pinang
secukupnya kemudian kapur sirih, pala secukupnya, lalu cengkeh, musi, dan juga
kunyit secukupnya lalu dibungkus dan masukkan ke dalam mulut dan semburkan ke
bagian tubuh yang diinginkan. Selain itu, karana bisa diolesi atau disemburkan ke
bagian wajah, di mana karana yang diolesi atau disemburkan ke bagian wajah ini
disebut dengan sampuru tantangga. Ketika akan menyemburkan karana pada wajah
seseorang, matanya di tutup dengan menggunakan kain supaya karena tadi tidak
mengenai mata.
b. Cara modern
Seiring dengan perkembangan zaman, proses pembuatan karana pun dapat dilakukan
secara modern yaitu dengan memasukkan semua bahan-bahan yang sudah disediakan
seperti daun sirih, pinang, kapur sirih, cengkeh, pala, jahe, musi, kunyit (bila perlu)
dan kencur dihaluskan menggunakan giling ataupun blender. Maka karana yang
dihasilkan dalam bentuk bubuk. Cara pemakaiannya, bubuk karena dilarutkan dengan
menggunakan air hangat dan dibaluri ke seluruh tubuh hingga merata.
Manfaat karana : Karana berasal dari dua kata yaitu ka dan rana. Ka yang berarti untuk dan
rana yang berarti menghangatkan sehingga karana adalah obat tradisional Bima untuk
menghangatkan tubuh. Karana adalah pengobatan untuk luar tubuh.

Anda mungkin juga menyukai