1 PB
1 PB
29-41 29
Tuti Bahfiarti
Universitas Hasanuddin, Makassar. Indonesia
ABSTRAK
Stigma dan sanksi sosial mantan narapidana dalam budaya Bugis Makassar masih identik dengan nilai-nilai
siri’. Mantan narapidana cenderung memiliki kegelisahan dan ketidakpastian dalam konteks komunikasi
kelompok ketika proses interaksi awal. Identitas mantan narapidana menjadi faktor penghambat dalam
berinteraksi dengan masyarakat Bugis Makassar. Tujuan penelitian untuk mengekplorasi, mengidentifikasi,
dan mengkategorisasi pola kegelisahan dan ketidakpastian mantan narapidana dalam konteks komunikasi
kelompok budaya Bugis Makassar. Pendekatan penelitian kualitatif mengacu pada studi kasus mantan
narapidana yang secara psikologis mengalami kegelisahan dan ketidakpastian mulai interaksi awal dan
interaksi langsung dengan masyarakat Bugis Makassar. Studi kasus berfokus pada mantan narapidana laki-
laki dan perempuan dengan pola kejahatan yang berbeda. Hasil Penelitian mengidentifikasi kasus mantan
narapidana yang cenderung tertutup berkomunikasi dalam kelompok Bugis Makassar. Pola kegelisahan dan
ketidakpastian menyebabkan mantan narapidana menggunakan strategi mengurangi ketidakpastian yakni,
strategi pasif (passive strategy) ditandai penarikan diri dan sikap pasif dan strategi aktif (active strategy)
membuka diri dan aktif dalam berinteraksi dan berkomunikasi dalam kelompok budaya Bugis Makassar).
Hasil penelitian bermanfaat bagi masyarakat Bugis Makassar untuk lebih terbuka, menghilangkan stigma
negatif dan menerima identitas mantan narapidana dalam lingkungannya. Pihak Lembaga Pemasyarakatan
dapat lebih mengintensifkan pola pembinaan dan persiapan mental narapidana ketika bebas dan menjalankan
kehidupan bermasyarakat untuk lebih terbuka berinteraksi dalam kelompoknya.
Kata-kata Kunci: Mantan narapidana; komunikasi kelompok; kegelisahan; ketidakpastian; Bugis Makassar
ABSTRACT
The stigma and social sanctions of former prisoners in the Bugis Makassar culture are still
synonymous with siri’ values. Former prisoners tend to have anxiety and uncertainty in the context
of group communication when the initial interaction process. The identity of former prisoners is an
inhibiting factor in interacting with the Bugis Makassar community. Research problems to explore,
identify, and categorize the patterns of anxiety and uncertainty of former prisoners in the context
of communication of the Bugis Makassar cultural group. The qualitative research approach refers
to the case study of former prisoners who are psychologically experiencing anxiety and uncertainty
from the initial interaction and direct interaction with the Bugis Makassar community. The research
results idenfied the cases of former prisoners who tended to be closed in communication in the
Makassar Bugis group. The pattern of anxiety and uncertainty causes former prisoners to use a
strategy to reduce uncertainty, that is, a passive strategy that is characterized by withdrawal and
passive attitudes and an active strategy to open up and be active in interacting and communicating
within the Bugis Makassar cultural group. The results of the study are beneficial for the Bugis
Makassar community to be more open, eliminate negative stigma and accept former prisoners in
their environment. The Penitentiary can intensify the pattern of formation and mental preparation
of prisoners when free and carry out community life to be more open to interact in their groups.
Korespondensi: Dr. Tuti Bahfiarti, S.Sos. M.Si. Universitas Hasanuddin. Jl. Perintis Kemerdekaan KM 10
Kampus Tamalanrea Makassar 90245 Sulawesi Selatan. Telepon/Fax : 0411 585024. Email: tutibahfiarti@
unhas.ac.id.
Submitted: January 2020, Accepted: April 2020, Published: June 2020
ISSN: 2303-2006 (print), ISSN: 2477-5606 (online). Website: http://jurnal.unpad.ac.id/jkk
Terakreditasi Kemenristekdikti RI SK No. 48a/E/KPT/2017
30 Jurnal Kajian Komunikasi, Volume 8, No. 1, Juni 2020, hlm. 29-41
Kegelisahan dan ketidakpastian mantan narapidana dalam konteks komunikasi kelompok budaya Bugis Makassar
(Tuti Bahfiarti)
Jurnal Kajian Komunikasi, Volume 8, No. 1, Juni 2020, hlm. 29-41 31
narapidana semakin tinggi. Berdasarkan hasil bermakna harkat dan martabat sebagai nilai
penelitian menyimpulkan bahwa permasalahan budaya yang bersifat sentral dan inti kebudayaan
sosial, stigma dan diskriminasi yang Sulawesi Selatan. Dalam konteks budaya Bugis
menumbulkan ketidakpercayaan, kebencian, Makassar nilai paling berharga untuk dibela dan
dan permusuhan (LeBel, 2012). Selanjutnya, dipertahankan adalah siri’.
hasil penelitian mengindikasikan bahwa ratusan Budaya Bugis Makassar berprinsip lebih
tahanan yang dirilis setiap tahun menemukan baik mati dalam mempertahankan harga diri
adanya diskriminasi. Faktor diskriminasi (mate ri siri’na) daripada hidup tanpa rasa malu
menimbulkan sikap pesimis menjalani atau siri (mate siri’). Ketika harkat dan martabat
kehidupan sebagai mantan narapidana. Faktor diri dan keluarga jatuh (ripakasiri) karena
ketakutan mantan narapidana setelah mulai dipermalukan maka mereka berkewajiban
berinteraksi dengan masyarakat menyebabkan untuk membela dan menegakkan harga diri.
tekanan psikologis dan kesulitan beradaptasi Faktor keharusan adat, dengan cara memberikan
dengan masyarakat setelah keluar dari Lembaga hukuman adat kepada yang mempermalukan
Pemasyarakatan (Azani, 2012). (mappakasiri’). Akibatnya, individu menerima
Penelitian narapidana telah dilakukan sanksi sosial tidak dapat menahan tekanan
(Arfianti, 2006) yang meninjau dari aspek hukum adat sehingga menutup diri dengan lingkungan
secara spesifik mengkaji analisis kriminologi eksternalnya.
terhadap kejahatan kekerasan perempuan di Siri’ dalam diri mantan narapidana
Kota Makassar. Hasilnya faktor penyebab dan keluarganya berpotensi menimbulkan
narapidana perempuan melakukan kejahatan, kegelisahan dan ketidakpastian. Proses interaksi
yakni pertama, faktor ekonomi, kedua, faktor awal dalam kelompok sosial masyarakat Bugis
emosi (kecemburuan sosial, masalah hubungan Makassar yang juga masih menjunjung tinggi
suami istri yang tidak mendapat perhatian nilai-nilai ‘ade siri’ menjadi penghambat untuk
dari suaminya. Ketiga, faktor malu atau ‘siri’, membuka diri dengan lingkungannya.
misalnya membunuh suaminya sendiri akibat Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi
rasa malu yang diterima. Fokusnya pada proses kegelisahan dan ketidakpastian mantan
motif narapidana perempuan Bugis Makassar narapidana dalam konteks komunikasi
melakukan kejahatan hingga dipenjarakan. kelompok budaya Bugis Makassar. Selanjutnya,
Lebih menarik hasil penelitian tersebut mengkategorisasi pola kegelisahan dan strategi
menyibak bahwa mereka justru melakukan memasuki kelompok masyarakat yang juga
kejahatan kerena mempertahankan harga diri memahami nilai-nilai siri’ dalam lingkungannya.
siri’ dalam masyarakat Bugis-Makassar masih Rasa malu tergambar dari konsekuensi akibat
dijunjung tinggi. pelanggaran dan perbuatan melanggar hukum,
Faktor kegelisahan dan ketidakpastian norma dan budaya Bugis Makassar. Misalnya,
dalam konteks komunikasi kelompok budaya kasus mantan narapidana dengan kelekatan
Bugis Makassar yang masih memegang nilai nilai budaya ‘ade siri’ menyebabkan mereka
siri’ menyebabkan mantan narapidana takut cenderung tertutup untuk berinteraksi dengan
memulai proses interaksi. Kecenderungan lingkungan sekitarnya. Masyarakat Bugis
masyarakat Bugis Makassar mendiskreditkan Makassar masih memiliki stigma negatif
atau menurunkan status narapidana sebagai akibat kejahatan yang disangkakan. Dalam
individu yang tercemar dan diabaikan semakin masyarakat Bugis Makassar apabila seseorang
meningkatkan stigma negatif. Dampak dianggap gagal dan melanggar ‘ade siri’ maka
dari stigma sosial dan prasangka negatif akan dicap pengecut, tidak terhormat, tidak
menimbulkan kegelisahan dan ketidakpastian punya rasa malu, dan kehilangan harga dirinya
dalam diri mantan narapidana untuk memasuki (de’ gaga siri’na) di mata masyarakat.
hubungan sosial di lingkungan eksternalnya. Konsep pemaknaan komunikasi
Penelitian ini berfokus pada kegelisahan antarmanusia sebagai suatu proses penciptaan
dan ketidakpastian mantan narapidana dalam makna antara dua orang atau lebih. Dalam
konteks komunikasi kelompok budaya Bugis komunikasi kelompok proses transaksi
Makassar. Kajian ini menjadi spesifik karena alamiah antara pengirim dan penerima
nilai ade siri’ yang masih dipegang teguh pesan pada sekelompok individu untuk
masyarakat Bugis Makassar. Siri’ dapat saling mengungkapkan makna. Komunikasi
Kegelisahan dan ketidakpastian mantan narapidana dalam konteks komunikasi kelompok budaya Bugis Makassar
(Tuti Bahfiarti)
32 Jurnal Kajian Komunikasi, Volume 8, No. 1, Juni 2020, hlm. 29-41
kelompok adalah komunikasi antara sejumlah interaksionis yang beranggapan bahwa manusia
orang yang memiliki tujuan atau keuntungan adalah aktor dalam kehidupannya yang setiap
bersama di antara para anggotanya, biasanya peran ditampilkannya dalam berinteraksi
terjadi pada lingkungan sosial (West & Turner, dengan orang lain, memiliki definisi tentang
2009). Perilaku komunikasi dalam kelompok diri yang berbeda dengan diri orang lain atau
cenderung menyelesaikan tujuan-tujuan dinamakan “identitas”. Peran yang dimainkan
tertentu. Hal ini berarti bahwa kelompok oleh setiap individu akan memainkan peran
merupakan individu-individu yang memiliki identitasnya, berarti bahwa semakin banyak
tujuan bersama, melakukan proses interaksi peran yang dimainkan, maka semakin banyak
untuk mencapai tujuan bersama, saling identitas yang dimilikinya. Hal ini dipengaruhi
menghargai, dan memandang mereka sebagai oleh perilaku individu dalam melakukan suatu
bagian dari kelompok tersebut. bentuk interaksi dengan orang lain.
Dalam proses interaksi komunikasi Mantan narapidana memiliki identitas
kelompok, terjadi interaksi simbolik yang yang melekat dalam diri, sehingga dalam
memfokuskan tentang diri (self) oleh Mead proses interaksi memiliki kegelisahan dan
merupakan suatu proses sosial, yakni “I” (Aku) ketidakpastian akan identitas dirinya. Dalam
dan “Me” (Daku). “I” adalah diri yang bersifat teori Anxiety/Uncertainty Management (AUM)
subjektif, diri yang refleksif yang mendefinisikan dianalisis William B. Gudykunst pertama tahun
situasi dan merupakan kecenderungan impulsif 1985 berfokus pada proses komunikasi efektif
individu untuk bertindak dalam suatu cara dalam kelompok. Pada tahun 1993 teori Anxiety/
yang tidak terorganisasikan, tidak terarah, dan Uncertainty Management (AUM) spesifik
spontan sementara “Me” adalah pengambilan menganalisis proses penyesuaian diri dalam
peran dan sikap orang lain termasuk kelompok konteks komunikasi antarbudaya. Teori ini
tertentu. Konsep “I” dari Mead mirip dengan menekankan bahwa komunikator mengurangi
apa yang disebut Schutz “diri yang bekerja” (the kegelisahan dan ketidakpastian dalam kondisi
working self) yakni diri melihat satu kesatuan individu yang berbeda budaya bertemu.
yang utuh dan asal mula tindakan yang tengah Teori Anxiety/Uncertainty Management
berlangsung dalam kekinian yang jelas (modo (AUM) berdasarkan pemikiran teori pengurangan
presenti). Konsep “Me” dari Mead identik ketidakpastian yang dikembangkan Charles
dengan Schutz sebut diri dalam sikap reflektif Berger dan teori identitas sosial Henri Tajfel.
yang memandang kembali tindakan kerja yang Asumsi dasar teori pengurangan ketidakpastian
dilakukan pada masa lalu (modo praeterito) berfokus pada pengalaman kegelisahan (anxiety)
(Mulyana, 2004). dan ketidakpastian (uncertainty) ketika pertama
Terdapat tiga hal penting bagi kali bertemu dan berinteraksi dengan orang
interaksionisme simbolik pertama, memusatkan asing atau individu berbeda budaya. Gudykunst
perhatian pada interaksi antara aktor dan dunia menganalisisi ketidakpastian (level kognitif)
nyata. Kedua, memandang aktor maupun dunia dan kegelisahan (level afektif). Gudykunst
nyata sebagai proses dinamis dan bukan sebagai memberikan penjelasan bahwa uncertainty
struktur yang statis. Ketiga, menghubungkan berfokus pada ketidakmampuan memprediksi
kemampuan aktor dalam menafsirkan atau menjelaskan perilaku, perasaan, sikap atau
kehidupan sosial (Ritzer & Goodman, 2007). nilai orang lain. Anxiety berfokus pada perasaan
Dalam pengembangan teori identitas yang ketidaknyamanan, kekhawatiran, emosional
berangkat dari kerangka kerja para interaksionis terhadap kejadian yang belum terjadi. Hal
simbolik dengan berkembangnya teori identitas ini merupakan respon afektif (emosional),
yang menggabungkan konsep teori peran dan bukan respon kognitif seperti ketidakpastian”
konsep diri (self concept) dari teori interaksi (Gudykunst & Young, 1992). Teori AUM
simbolik yakni definisi diri saat berinteraksi menyatakan mindfulness sebagai kemampuan
dan berkomunikasi dengan individu lainnya seseorang dari sebuah individu atau kelompok
(Styker, 2000). mengurangi kegelisahan dan ketidakpastiannya.
Intinya, teori interaksi simbolik dan Dalam konteks komunikasi antar
identitas mendudukkan individu sebagai pihak kelompok individu mengalami krisis awal
yang aktif dalam menetapkan perilakunya dan yakni kegelisahan, ketidakpastian, tidak aman,
membangun harapan-harapan sosial. Perspektif dan sulit menentukan sikap seperti yang
Kegelisahan dan ketidakpastian mantan narapidana dalam konteks komunikasi kelompok budaya Bugis Makassar
(Tuti Bahfiarti)
Jurnal Kajian Komunikasi, Volume 8, No. 1, Juni 2020, hlm. 29-41 33
Kegelisahan dan ketidakpastian mantan narapidana dalam konteks komunikasi kelompok budaya Bugis Makassar
(Tuti Bahfiarti)
34 Jurnal Kajian Komunikasi, Volume 8, No. 1, Juni 2020, hlm. 29-41
sanksi sosial dapat berpotensi negatif dalam Subjek penelitian ini adalah mantan
diri mantan narapidana tersebut. Untuk itu, narapidana berjenis kelamin laki-laki dan
penelitian ini berfokus mengungkapkan perempuan beretnik Bugis Makassar. Penentuan
dengan mengkategorisasi kegelisahan dan informan dilakukan melalui non-probability
ketidakpastian mantan narapidana dalam sampling/non-random yaitu purposive
budaya Bugis Makassar. sampling. Purposive sampling merupakan
Konseptual dan teoritikal merupakan penarikan informan yang didasarkan pada
panduan dalam menjawab fokus permasalahan syarat dan kriteria-kriteria yang ditentukan oleh
penelitian, pertama: bagaimana pola peneliti sesuai dengan permasalahan penelitian.
kegelisahan dan ketidakpastian mantan Syarat dan kriteria informan adalah: pertama,
narapidana dalam konteks komunikasi informan dengan identitas mantan narapidana
kelompok budaya Bugis Makassar. Kedua, berjenis kelamin laki-laki dan perempuan.
bagaimana hambatan internal dan eksternal Kedua, informan telah berinteraksi langsung
mengurangi kegelisahan dan ketidakpastian lebih dari satu bulan dengan masyarakat Bugis
mantan narapidana dalam konteks komunikasi Makassar. Ketiga, mantan narapidana etnik
kelompok budaya Bugis Makassar. Fokus Bugis Makassar yang masih memiliki kelekatan
permasalahan penelitian tersebut bertujuan nilai ade’ ‘siri’ yang dimaknai sebai harga diri
mengeksplorasi, mengkategorisasi, dan atau rasa malu dalam diri kehidupan mereka.
menganalisis kegelisahan dan ketidakpastian Keempat, jenis-jenis pelanggaran hukum
mantan narapidana dalam konteks komunikasi pidana, seperti perkelahian/penganiayaan,
kelompok budaya Bugis Makassar. pencurian, penggelapan/penipuan, penadah,
dan Narkotika dan Obat-obatan Terlarang.
METODE PENELITIAN Kelima, informan yang bersedia memberikan
jawaban yang akurat dan representatif sesuai
Penelitian kegelisahan dan dengan masalah dan tujuan penelitian.
ketidakpastian mantan narapidana dalam konteks Objek penelitian ini berfokus pada
komunikasi kelompok budaya Bugis Makassar kegelisahan dan ketidakpastian mantan
menggunakan metode kualitatif. Kasus mantan narapida dalam konteks komunikasi kelompok
narapidana memiliki realitas subjektif untuk budaya Bugis Makassar. Teknik pengumpulan
menemukan kebenaran dibalik keteraturan, data penelitian, pertama; observasi
khususnya nilai-nilai ade siri’ dalam konteks nonpartisipan, yakni peneliti tidak terlibat
masyarakat Bugis Makassar. Secara sistematis langsung mengamati rutinitas subjek penelitian
penelitian ini bertujuan mengeksplorasi teori dalam konteks komunikasi kelompok budaya
dari fakta dunia nyata berdasarkan fenomena Bugis Makassar. Misalnya, perilaku informan
yang telah dieksplorasi. Pendekatan studi kasus mulai dari perkenalan awal interaksi sampai
bertujuan untuk mengontrol peristiwa-peristiwa akhir interaksi. Kategori peneliti sebagai
yang akan diselidiki dan fokus penelitian terletak pengamat dapat mempresentasikan situasi
pada fenomena dalam konteks kehidupan yang memungkinkan peneliti melakukan sekali
nyata” (Yin, 2008). Studi kasus melibatkan kunjungan atau wawancara dengan responden
peneliti dalam penyelidikan lebih spesifik dan dan pengamat penuh (complete observer)
melakukan identitifikasi keseluruhan dari setiap yang tidak melibatkan interaksi sosial. Kedua,
tindakan dan perilaku aktor yang diteliti (Yin, wawancara mendalam sebagai suatu proses
2008). untuk memperoleh keterangan dengan cara
Penelitian studi kasus peneliti melakukan tanya jawab secara langsung dengan informan
ekplorasi mendalam terhadap kisah hidup individu seperti pandangan (Denzin & Lincoln, 2009).
atau kelompok melalui kasus yang variatif Interaksi langsung antara peneliti
(Creswell, 2014). Pengumpulan data lapangan dengan informan atau memiliki keterlibatan
dilakukan secara mendalam serta melibatkan tinggi dalam kehidupan informan. Ketiga,
sumber informasi yang kredibel terhadap kasus kepustakaan berupa sumber-sumber buku,
tersebut, seperti observasi langsung, wawancara jurnal, cerita-cerita rakyat Bugis-Makassar
mendalam, serta deskripsi kasus yang diteliti seperti yang terurai dalam sastra Bugis klasik,
(Makmur, Kuswarno, Novianti, & Syafirah, meliputi Sure La Galigo (yang dikenal sebagai
2018). epik terpanjang di dunia), Lontarak, Paseng/
Kegelisahan dan ketidakpastian mantan narapidana dalam konteks komunikasi kelompok budaya Bugis Makassar
(Tuti Bahfiarti)
Jurnal Kajian Komunikasi, Volume 8, No. 1, Juni 2020, hlm. 29-41 35
Kegelisahan dan ketidakpastian mantan narapidana dalam konteks komunikasi kelompok budaya Bugis Makassar
(Tuti Bahfiarti)
36 Jurnal Kajian Komunikasi, Volume 8, No. 1, Juni 2020, hlm. 29-41
besar pelanggannya tidak membayar barang hasil curian yang dilakukan temannya sendiri.
yang dibawanya, tidak sanggup membayar, Temannya meminta tolong menyimpan televisi
kemudian dilaporkan ke polisi. Ifa menggunakan ukuran 21 inci yang dititipkan rumah kosnya.
bahasa Bugis kental dengan dialek Pangkajene Namun, setelah dua minggu rumah kosnya
Kepulauan menceritakan kisahnya keluar didatangi oleh sekelompok polisi yang mengaku
masuk penjara sebanyak dua kali tahun 2007 mencari televisi 21 inci tersebut.
dan tahun 2013 dengan tuduhan penggelapan. Mantan narapidana berjenis kelamin laki-
Informan Kedua bernama Dewi (bukan laki yang dipilih sebanyak 5 orang. Informan
nama sebenarnya) berdasarkan petunjuk alamat kelima, keenam, dan kesepuluh bernama Anwar,
di Lembaga Pemasyarakatan bertempat tinggal Baso, dan Rusdi memiliki jenis pelanggaran
di Sungguminasa Gowa. Dewi yang berumur yang sama yakni: Narkotika dan obat-obatan
35 tahun tinggal di rumah mertua dan empat terlarang. Ketiga informan mantan narapidana
orang anaknya. Ibu dari dua anak ini berstatus melakukan kejahatan karena faktor ekonomi
janda karena suaminya meninggal dunia. dan juga faktor lingkungan. Mereka merupakan
Pekerjaan Dewi saat ini adalah berdagang mantan narapidana residivis yang melanggar
dari rumah ke rumah dan teman-teman pasal 112 ayat 1 Undang-Undang Nomor 35
lama. Wanti yang etnik Bugis Pangkajene Tahun 2009 tentang Narkotika.
Kepulauan masuk Lembaga Pemasyarakatan Selanjutnya kegelisahan dan ketidakpastian
saat suaminya masih hidup tahun 2000. Kasus mantan narapidana dalam konteks komunikasi
pertama yang dialaminya karena keinginan kelompok budaya Bugis Makassar yang masih
membantu kesembuhan suaminya yang jatuh menjunjung tinggi nilai-nilai siri’ dalam
sakit untuk mencari nafkah bagi keempat orang kehidupannya. Kegelisahan dan ketidakpastian
anaknya. Wanti diajak temannya mengambil mantan narapidana faktor utama kegagalan
baju sampai akhirnya digerebek polisi. Wanti komunikasi kelompok dalam budaya Bugis
tertangkap dan dinyatakan bersalah. Meskipun, Makassar. Pola kegelisahan mantan narapidana
tidak mengetahui jika barang dagangan tersebut dan karakteristiknya, seperti Tabel 3.
adalah hasil curian. Akhirnya, Wanti terjerat Proses interaksi dengan individu dalam
pasal penadah hasil curian dengan ancaman suatu kelompok budaya dianggap sebagai
enam bulan kurungan penjara. situasi baru (novel situation) setelah bertatus
Informan ketiga bernama Rina (bukan mantan narapidana. Situasi baru dalam
nama sebenarnya) yang secara tidak sengaja kelompok masyarakat yang dulu mengenalnya
satu sel penjara dengan informan kelima tetap sebagai menimbulkan tingkat kegelisahan
bernama Kebo (bukan nama sebenarnya). dan ketidakpastian yang tinggi. Faktor
Keduanya menjadi narapidana akibat sangkaan kegelisahan dan ketidakpastian dalam diri
pelanggaran Narkotika dan Obat-obatan mantan narapidana. Faktor kegelisahan
terlarang. Rina saat ini bermur 40 tahun mengindikasikan perasaan khawatir, tegang,
memiliki tubuh gemuk, rambut ikal panjang cemas, takut, rendah diri, tidak percaya
diikat terlihat sangat tomboy, selalu tampil diri terhadap penerimaan ketika memasuki
dengan busana jeans dan kaos oblong, dan kelompok masyarakat Bugis Makassar.
rokok yang dengan santai diisapnya. Dengan Faktor ketidakpastian mengindikasikan
gaya humorisnya Anti yang santai mengatakan ketidakmampuan mereka memprediksi perilaku
bahwa dirinya sudah menerima keadaan dirinya positif dan negatif, respons, sikap, atau stigma
sebagai mantan narapidana perempuan, hanya sosial dalam kelompok masyarakat Bugis
terkadang masyarakat sekitar yang masih belum Makassar.
mempercayainya jika dirinya telah berubah. Berdasarkan hasil eksplorasi dan
Informan kelima bernama Besse (bukan kategorisasi penelitian ditemukan bahwa
nama sebenarnya) gadis keturunan bangsawan pola ketidakpastian mantan narapidana
Sengkang yang mengaku tinggal di Kota dalam konteks komunikasi kelompok budaya
Makassar bekerja distro pakaian. Penampilan Bugis Makassar menimbulkan hambatan dan
Besse sederhana dan pemalu. Sejak bermur kegagalan berkomunikasi dalam kelompok
20 tahun, Besse meninggalkan Sengkang karena kelekatan nilai-nilai siri’ dalam diri
Kota kelahirannya ke Makassar untuk mencari mantan narapidana dan masyarakat Bugis
nafkah. Besse terjerat kasus penadah barang Makassar, seperti Tabel 4.
Kegelisahan dan ketidakpastian mantan narapidana dalam konteks komunikasi kelompok budaya Bugis Makassar
(Tuti Bahfiarti)
Jurnal Kajian Komunikasi, Volume 8, No. 1, Juni 2020, hlm. 29-41 37
Kegelisahan dan ketidakpastian mantan narapidana dalam konteks komunikasi kelompok budaya Bugis Makassar
(Tuti Bahfiarti)
38 Jurnal Kajian Komunikasi, Volume 8, No. 1, Juni 2020, hlm. 29-41
mantan narapidana kehilangan kepercayaan diri, Tabel 5 Asumsi Tingkatan Kegelisahan dan
rendah diri, dan orientasi berpikir negatif akan
penolakan yang berpotensi diterima sehingga Ketidakpastian Mantan Narapidana
sulit berinteraksi langsung dengan kelompok
masyarakat Bugis Makassar. Akibatnya Asumsi Tingkatan Strategi Mantan
mantan narapidana memilih menyembunyikan Kegelisahan dan Narapidana
identitasnya pada kelompok masyarakat yang Ketidakpastian
baru dikenalnya. Tingkat Kegelisahan Pasif dan Menarik
Kegelisahan secara psikologis menghambat dan Ketidakpastian Diri
proses komunikasi mantan narapidana dengan Tinggi
budaya Bugis Makassar yang nilai-nilai adat
Tingkat Kegelisahan Aktif dan Membuka
siri’ masih digunakan filosofi kehidupan
dan Ketidakpastian Diri
bermasyarakat. Siri’ merupakan filosofi
bermakna positif untuk berbuat kebajikan Rendah
dan tidak melanggar aturan bermasyarakat.
Sumber : Hasil Penelitian, 2019
Akibatnya, timbul kegelisahan dalam diri
individu yang tidak dapat menahan tekanan adat
mengakibatkan mereka cenderung menutup diri
dengan lingkungan eksternalnya.
adalah membuka diri lebih awal agar diterima
Selanjutnya, ketidakpastian mantan
dalam lingkungan kelompok masyarakat Bugis
narapidana menyebabkan terjadinya
Makassar, seperti Tabel 5.
penghindaran diri terhadap kelompok sosial,
Asumsi tingkatan kegelisahan dan
bahkan meminimalkan kontak komunikasi
ketidakpastian mantan narapidana dapat
dari masyarakat Bugis Makassar. Hal ini
didasarkan pada gagasan teoritik ketidakpastian
menyebabkan orientasi perilaku negatif saat
dan kecemasan dalam berkomunikasi
berkomunikasi, atau memilih berdiam diri
yang dikembangkan James C. McCroskey
di lingkungan eksternal sehingga prasangka
dan koleganya sebagai Communication
negatif dan siri’ dalam diri dan keluarga.
Apprehension (CA) (Mccroskey, 1982)
Ketidakpastiaan eksternal yang dialami
Communication Apprehension (CA) mengacu
mantan narapidana adalah ketakutan kelompok
pada kondisi yang membuat individu cenderung
masyarakat menarik diri dan menghindari
mengalami kecemasan saat berkomunikasi
pergaulan karena faktor siri’ masiri’ atau
dengan orang lain. Menurut McCroskey
faktor malu dari masyarakat Bugis Makassar.
dkk. Communication Apprehension (CA)
Faktor lainnya disebabkan oleh ketidakpastian
juga dialami oleh mantan narapidana karena
penerimaan perilaku negatif yang diterima
kelekatan nilai ade siri ‘ dalam diri mantan
di masyarakat Bugis Makassar. Strategi aktif
narapidana.
yang dilakukan adalah merespon dunia luar
Tingkat Communication Apprehension
dengan terbuka, berperilaku sopan, menyapa,
(CA) sangat tinggi, akibatnya individu
tersenyum, menjaga perilaku, percaya diri, dan
mengalami kesulitan dalam interaksi
lebih terbuka meskipun identitas yang melekat
sosial. Tingginya kecemasan komunikasi
dalam diri sebagai mantan narapidana.
menimbulkan kekhawatiran jika orang lain
Hasil penelitian menunjukkan tingkatan
tidak merespons percakapan atau kontak
kegelisahan dan ketidakpastian tinggi utamanya
yang mereka lakukan. Akibatnya, mantan
pada awal keluar dari penjara. Hasil penelitian
narapidana lebih memiliki diam (silent)
mengasumsikan bahwa tingkat kegelisahan
untuk memulai percakapan atau kontak awal
dan ketidakpastian sangat tinggi. Artinya
interaksi. Sebaliknya, mantan narapidana yang
bahwa semakin tinggi tingkat kegelisahan
memiliki tingkat Communication Apprehension
dan ketidakpastian maka mantan narapidana
(CA) rendah lebih terbuka dalam interaksi
memilih diam dan mengambil strategi pasif.
sosial dan kerelaan memasuki kelompok
Sebaliknya semakin rendah tingkat kegelisahan
sosial. Rendahnya kecemasan komunikasi
dan ketidakpastian maka mantan narapidana
menimbulkan keterbukaan dalam memulai
lebih bersikap terbuka dengan kelompok
respons percakapan atau kontak awal di
masyarakat dan memilih strategi aktif. Caranya
lingkungan eksternalnya. Akibatnya, mantan
Kegelisahan dan ketidakpastian mantan narapidana dalam konteks komunikasi kelompok budaya Bugis Makassar
(Tuti Bahfiarti)
Jurnal Kajian Komunikasi, Volume 8, No. 1, Juni 2020, hlm. 29-41 39
Kegelisahan dan ketidakpastian mantan narapidana dalam konteks komunikasi kelompok budaya Bugis Makassar
(Tuti Bahfiarti)
40 Jurnal Kajian Komunikasi, Volume 8, No. 1, Juni 2020, hlm. 29-41
Kegelisahan dan ketidakpastian mantan narapidana dalam konteks komunikasi kelompok budaya Bugis Makassar
(Tuti Bahfiarti)
Jurnal Kajian Komunikasi, Volume 8, No. 1, Juni 2020, hlm. 29-41 41
Kegelisahan dan ketidakpastian mantan narapidana dalam konteks komunikasi kelompok budaya Bugis Makassar
(Tuti Bahfiarti)