Anda di halaman 1dari 13

Jurnal Kajian Komunikasi, Volume 8, No. 1, Juni 2020, hlm.

29-41 29

Kegelisahan dan ketidakpastian mantan narapidana dalam konteks


komunikasi kelompok budaya Bugis Makassar

Tuti Bahfiarti
Universitas Hasanuddin, Makassar. Indonesia

ABSTRAK

Stigma dan sanksi sosial mantan narapidana dalam budaya Bugis Makassar masih identik dengan nilai-nilai
siri’. Mantan narapidana cenderung memiliki kegelisahan dan ketidakpastian dalam konteks komunikasi
kelompok ketika proses interaksi awal. Identitas mantan narapidana menjadi faktor penghambat dalam
berinteraksi dengan masyarakat Bugis Makassar. Tujuan penelitian untuk mengekplorasi, mengidentifikasi,
dan mengkategorisasi pola kegelisahan dan ketidakpastian mantan narapidana dalam konteks komunikasi
kelompok budaya Bugis Makassar. Pendekatan penelitian kualitatif mengacu pada studi kasus mantan
narapidana yang secara psikologis mengalami kegelisahan dan ketidakpastian mulai interaksi awal dan
interaksi langsung dengan masyarakat Bugis Makassar. Studi kasus berfokus pada mantan narapidana laki-
laki dan perempuan dengan pola kejahatan yang berbeda. Hasil Penelitian mengidentifikasi kasus mantan
narapidana yang cenderung tertutup berkomunikasi dalam kelompok Bugis Makassar. Pola kegelisahan dan
ketidakpastian menyebabkan mantan narapidana menggunakan strategi mengurangi ketidakpastian yakni,
strategi pasif (passive strategy) ditandai penarikan diri dan sikap pasif dan strategi aktif (active strategy)
membuka diri dan aktif dalam berinteraksi dan berkomunikasi dalam kelompok budaya Bugis Makassar).
Hasil penelitian bermanfaat bagi masyarakat Bugis Makassar untuk lebih terbuka, menghilangkan stigma
negatif dan menerima identitas mantan narapidana dalam lingkungannya. Pihak Lembaga Pemasyarakatan
dapat lebih mengintensifkan pola pembinaan dan persiapan mental narapidana ketika bebas dan menjalankan
kehidupan bermasyarakat untuk lebih terbuka berinteraksi dalam kelompoknya.

Kata-kata Kunci: Mantan narapidana; komunikasi kelompok; kegelisahan; ketidakpastian; Bugis Makassar

Anxiety and uncertainty of former prisoners : group communication context


in Bugis Makassar culture

ABSTRACT

The stigma and social sanctions of former prisoners in the Bugis Makassar culture are still
synonymous with siri’ values. Former prisoners tend to have anxiety and uncertainty in the context
of group communication when the initial interaction process. The identity of former prisoners is an
inhibiting factor in interacting with the Bugis Makassar community. Research problems to explore,
identify, and categorize the patterns of anxiety and uncertainty of former prisoners in the context
of communication of the Bugis Makassar cultural group. The qualitative research approach refers
to the case study of former prisoners who are psychologically experiencing anxiety and uncertainty
from the initial interaction and direct interaction with the Bugis Makassar community. The research
results idenfied the cases of former prisoners who tended to be closed in communication in the
Makassar Bugis group. The pattern of anxiety and uncertainty causes former prisoners to use a
strategy to reduce uncertainty, that is, a passive strategy that is characterized by withdrawal and
passive attitudes and an active strategy to open up and be active in interacting and communicating
within the Bugis Makassar cultural group. The results of the study are beneficial for the Bugis
Makassar community to be more open, eliminate negative stigma and accept former prisoners in
their environment. The Penitentiary can intensify the pattern of formation and mental preparation
of prisoners when free and carry out community life to be more open to interact in their groups.

Keywords: Former Prisoners; group communication; anxiety; uncertainty; Bugis Makassar

Korespondensi: Dr. Tuti Bahfiarti, S.Sos. M.Si. Universitas Hasanuddin. Jl. Perintis Kemerdekaan KM 10
Kampus Tamalanrea Makassar 90245 Sulawesi Selatan. Telepon/Fax : 0411 585024. Email: tutibahfiarti@
unhas.ac.id.
Submitted: January 2020, Accepted: April 2020, Published: June 2020
ISSN: 2303-2006 (print), ISSN: 2477-5606 (online). Website: http://jurnal.unpad.ac.id/jkk
Terakreditasi Kemenristekdikti RI SK No. 48a/E/KPT/2017
30 Jurnal Kajian Komunikasi, Volume 8, No. 1, Juni 2020, hlm. 29-41

PENDAHULUAN Perilaku menyimpang narapidana dianggap


satu-satunya adaptasi perempuan terhadap
Dalam kehidupan bermasyarakat mantan deprivasi dan stres di penjara. Ironisnya ketika
narapidana cenderung berkonotasi negatif di penjara perempuan diputus dari hubungan
karena stigma penyakit sosial, khususnya dalam suportif di luar penjara sehingga adaptasi diri
budaya Bugis Makassar. Hal ini disebabkan narapidana perempuan biasanya membangun
pelanggaran pidana dan perdata yang sebuah play families dan jaringan kekerabatan.
disangkakan. Sanksi sosial setelah identitas Penerimaan diri positif pada narapidana
mantan narapidana menjadi hambatan untuk perempuan berimplikasi positif pada dukungan
berinteraksi dalam kelompok masyarakat. keluarga inti, seperti orang tua dan saudara yang
Identitas narapidana adalah manusia memiliki konsisten (Ardilla & Herdiana, 2013).
hak asasi manusia, meskipun secara hukum Hasil kajian internal pada narapidana
telah divonis melakukan kejahatan (Coyle, saat menjalani hukuman di penjara menurut
2009). Schmid & Jones, yakni pemendaman identitas:
Pada dasarnya setiap manusia harus transformasi identitas dalam penjara dengan
diperlakukan sebagai manusia, meskipun penjagaan yang ketat (Mulyana & Solatun,
telah melakukan kesalahan. Lembaga 2007). Melalui observasi partisipan selama
Pemasyarakatan bukan hanya tempat memidana, 10 bulan dalam penjara dengan penjagaan
namun membina dan mendidik narapidana sangat ketat di wilayah utara Midwest Amerika
untuk taat sebagai warga negara (Widayati, Serikat. Peneliti seorang tahanan menjalani
2012). Narapidana harus diperlakukan secara hukuman satu tahun satu hari, peneliti lainnya
manusiawi bukan sebagai penjahat. Sebaliknya, berperan sebagai observasi non partisipan yang
mantan narapidana harus menyadari bahwa hanya mengamati dari luar. Hasil penelitian
dirinya dipandang dan diperlakukan sebagai mengungkapkan identitas narapidana sebelum
manusia. Indikasi positif bagi masyarakat untuk dipenjara, pengisolasian diri, pengelolaan
menghargai mantan narapidana dalam proses kepribadian ganda, dialektika identitas dan
interaksi sosial di lingkungan internal dan identitas diri setelah bebas, serta model
eksternalnya. pemendaman identitas (Mulyana & Solatun,
Mantan narapidana dalam proses interaksi 2007).
sosial cenderung merasa terkucil karena Penelitian pemendaman identitas:
prasangka negatif masyarakat. Penerimaan transformasi identitas dalam penjara dengan
masyarakat yang berbeda sebelum dan setelah penjagaan ketat berfokus pada pengelolaan
narapidana menjalani hukuman akibat vonis kesan (impression management) narapidana
pengadilan. Misalnya, prasangka negatif laki-laki di dalam penjara. Pengungkapan diri
masyarakat yang mempersepsi mantan setelah bebas menjalani kehidupan di luar
narapidana sebagai manusia tidak berguna dan penjara kurang dieksplorasi dalam penelitian.
sampah masyarakat. Akibatnya, adaptasi diri Penelitian adaptasi diri tidak menemukan model
mantan narapidana cenderung terhambat akibat representatif untuk narapidana dalam penjara.
persepsi negatif dan dikucilkan, khususnya Kondisi narapidana saat menjalani kehidupan di
kelompok masyarakat Bugis Makassar. Dalam dalam dan di luar penjara selalu ada kegelisahan
budaya Bugis Makassar dikenal istilah siri’ dan ketidakpastian terhadap proses interaksi,
artinya rasa malu dan harga diri dari faktor khususnya lingkungan eksternal.
kesalahan yang telah dilakukan. Hasil penelitian terhadap mantan narapidana
Penelitian-penelitian narapidana menjelang di Turki menemukan sikap negatif mantan
tahun 1970-an berfokus pada kejahatan dan narapidana memandang diri tidak bermanfaat
pemenjaraannya. Penelitian narapidana berawal dan putus asa berinteraksi dengan masyarakat.
dari asumsi lama bahwa kehidupan penjara Aspek psiko-sosial, seperti pengucilan sosial,
laki-laki dan perempuan adalah sama. Studi pelabelan dan kerugian, seperti pengangguran,
Ward & Kassebaum (1965) serta Giallombordo masalah ekonomi, berakibat pada keluarga yang
(1966) berfokus pada terbentuknya relasi tinggalkan karena kesulitan berkomunikasi
sosial di penjara perempuan, khususnya (Gorgulu, 2015).
homoseksualitas, seperti lesbian (Dynes & Stigma negatif masyarakat mengakibatkan
Donaldson, 1992). sikap pesimis dan putus asa dari mantan

Kegelisahan dan ketidakpastian mantan narapidana dalam konteks komunikasi kelompok budaya Bugis Makassar
(Tuti Bahfiarti)
Jurnal Kajian Komunikasi, Volume 8, No. 1, Juni 2020, hlm. 29-41 31

narapidana semakin tinggi. Berdasarkan hasil bermakna harkat dan martabat sebagai nilai
penelitian menyimpulkan bahwa permasalahan budaya yang bersifat sentral dan inti kebudayaan
sosial, stigma dan diskriminasi yang Sulawesi Selatan. Dalam konteks budaya Bugis
menumbulkan ketidakpercayaan, kebencian, Makassar nilai paling berharga untuk dibela dan
dan permusuhan (LeBel, 2012). Selanjutnya, dipertahankan adalah siri’.
hasil penelitian mengindikasikan bahwa ratusan Budaya Bugis Makassar berprinsip lebih
tahanan yang dirilis setiap tahun menemukan baik mati dalam mempertahankan harga diri
adanya diskriminasi. Faktor diskriminasi (mate ri siri’na) daripada hidup tanpa rasa malu
menimbulkan sikap pesimis menjalani atau siri (mate siri’). Ketika harkat dan martabat
kehidupan sebagai mantan narapidana. Faktor diri dan keluarga jatuh (ripakasiri) karena
ketakutan mantan narapidana setelah mulai dipermalukan maka mereka berkewajiban
berinteraksi dengan masyarakat menyebabkan untuk membela dan menegakkan harga diri.
tekanan psikologis dan kesulitan beradaptasi Faktor keharusan adat, dengan cara memberikan
dengan masyarakat setelah keluar dari Lembaga hukuman adat kepada yang mempermalukan
Pemasyarakatan (Azani, 2012). (mappakasiri’). Akibatnya, individu menerima
Penelitian narapidana telah dilakukan sanksi sosial tidak dapat menahan tekanan
(Arfianti, 2006) yang meninjau dari aspek hukum adat sehingga menutup diri dengan lingkungan
secara spesifik mengkaji analisis kriminologi eksternalnya.
terhadap kejahatan kekerasan perempuan di Siri’ dalam diri mantan narapidana
Kota Makassar. Hasilnya faktor penyebab dan keluarganya berpotensi menimbulkan
narapidana perempuan melakukan kejahatan, kegelisahan dan ketidakpastian. Proses interaksi
yakni pertama, faktor ekonomi, kedua, faktor awal dalam kelompok sosial masyarakat Bugis
emosi (kecemburuan sosial, masalah hubungan Makassar yang juga masih menjunjung tinggi
suami istri yang tidak mendapat perhatian nilai-nilai ‘ade siri’ menjadi penghambat untuk
dari suaminya. Ketiga, faktor malu atau ‘siri’, membuka diri dengan lingkungannya.
misalnya membunuh suaminya sendiri akibat Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi
rasa malu yang diterima. Fokusnya pada proses kegelisahan dan ketidakpastian mantan
motif narapidana perempuan Bugis Makassar narapidana dalam konteks komunikasi
melakukan kejahatan hingga dipenjarakan. kelompok budaya Bugis Makassar. Selanjutnya,
Lebih menarik hasil penelitian tersebut mengkategorisasi pola kegelisahan dan strategi
menyibak bahwa mereka justru melakukan memasuki kelompok masyarakat yang juga
kejahatan kerena mempertahankan harga diri memahami nilai-nilai siri’ dalam lingkungannya.
siri’ dalam masyarakat Bugis-Makassar masih Rasa malu tergambar dari konsekuensi akibat
dijunjung tinggi. pelanggaran dan perbuatan melanggar hukum,
Faktor kegelisahan dan ketidakpastian norma dan budaya Bugis Makassar. Misalnya,
dalam konteks komunikasi kelompok budaya kasus mantan narapidana dengan kelekatan
Bugis Makassar yang masih memegang nilai nilai budaya ‘ade siri’ menyebabkan mereka
siri’ menyebabkan mantan narapidana takut cenderung tertutup untuk berinteraksi dengan
memulai proses interaksi. Kecenderungan lingkungan sekitarnya. Masyarakat Bugis
masyarakat Bugis Makassar mendiskreditkan Makassar masih memiliki stigma negatif
atau menurunkan status narapidana sebagai akibat kejahatan yang disangkakan. Dalam
individu yang tercemar dan diabaikan semakin masyarakat Bugis Makassar apabila seseorang
meningkatkan stigma negatif. Dampak dianggap gagal dan melanggar ‘ade siri’ maka
dari stigma sosial dan prasangka negatif akan dicap pengecut, tidak terhormat, tidak
menimbulkan kegelisahan dan ketidakpastian punya rasa malu, dan kehilangan harga dirinya
dalam diri mantan narapidana untuk memasuki (de’ gaga siri’na) di mata masyarakat.
hubungan sosial di lingkungan eksternalnya. Konsep pemaknaan komunikasi
Penelitian ini berfokus pada kegelisahan antarmanusia sebagai suatu proses penciptaan
dan ketidakpastian mantan narapidana dalam makna antara dua orang atau lebih. Dalam
konteks komunikasi kelompok budaya Bugis komunikasi kelompok proses transaksi
Makassar. Kajian ini menjadi spesifik karena alamiah antara pengirim dan penerima
nilai ade siri’ yang masih dipegang teguh pesan pada sekelompok individu untuk
masyarakat Bugis Makassar. Siri’ dapat saling mengungkapkan makna. Komunikasi

Kegelisahan dan ketidakpastian mantan narapidana dalam konteks komunikasi kelompok budaya Bugis Makassar
(Tuti Bahfiarti)
32 Jurnal Kajian Komunikasi, Volume 8, No. 1, Juni 2020, hlm. 29-41

kelompok adalah komunikasi antara sejumlah interaksionis yang beranggapan bahwa manusia
orang yang memiliki tujuan atau keuntungan adalah aktor dalam kehidupannya yang setiap
bersama di antara para anggotanya, biasanya peran ditampilkannya dalam berinteraksi
terjadi pada lingkungan sosial (West & Turner, dengan orang lain, memiliki definisi tentang
2009). Perilaku komunikasi dalam kelompok diri yang berbeda dengan diri orang lain atau
cenderung menyelesaikan tujuan-tujuan dinamakan “identitas”. Peran yang dimainkan
tertentu. Hal ini berarti bahwa kelompok oleh setiap individu akan memainkan peran
merupakan individu-individu yang memiliki identitasnya, berarti bahwa semakin banyak
tujuan bersama, melakukan proses interaksi peran yang dimainkan, maka semakin banyak
untuk mencapai tujuan bersama, saling identitas yang dimilikinya. Hal ini dipengaruhi
menghargai, dan memandang mereka sebagai oleh perilaku individu dalam melakukan suatu
bagian dari kelompok tersebut. bentuk interaksi dengan orang lain.
Dalam proses interaksi komunikasi Mantan narapidana memiliki identitas
kelompok, terjadi interaksi simbolik yang yang melekat dalam diri, sehingga dalam
memfokuskan tentang diri (self) oleh Mead proses interaksi memiliki kegelisahan dan
merupakan suatu proses sosial, yakni “I” (Aku) ketidakpastian akan identitas dirinya. Dalam
dan “Me” (Daku). “I” adalah diri yang bersifat teori Anxiety/Uncertainty Management (AUM)
subjektif, diri yang refleksif yang mendefinisikan dianalisis William B. Gudykunst pertama tahun
situasi dan merupakan kecenderungan impulsif 1985 berfokus pada proses komunikasi efektif
individu untuk bertindak dalam suatu cara dalam kelompok. Pada tahun 1993 teori Anxiety/
yang tidak terorganisasikan, tidak terarah, dan Uncertainty Management (AUM) spesifik
spontan sementara “Me” adalah pengambilan menganalisis proses penyesuaian diri dalam
peran dan sikap orang lain termasuk kelompok konteks komunikasi antarbudaya. Teori ini
tertentu. Konsep “I” dari Mead mirip dengan menekankan bahwa komunikator mengurangi
apa yang disebut Schutz “diri yang bekerja” (the kegelisahan dan ketidakpastian dalam kondisi
working self) yakni diri melihat satu kesatuan individu yang berbeda budaya bertemu.
yang utuh dan asal mula tindakan yang tengah Teori Anxiety/Uncertainty Management
berlangsung dalam kekinian yang jelas (modo (AUM) berdasarkan pemikiran teori pengurangan
presenti). Konsep “Me” dari Mead identik ketidakpastian yang dikembangkan Charles
dengan Schutz sebut diri dalam sikap reflektif Berger dan teori identitas sosial Henri Tajfel.
yang memandang kembali tindakan kerja yang Asumsi dasar teori pengurangan ketidakpastian
dilakukan pada masa lalu (modo praeterito) berfokus pada pengalaman kegelisahan (anxiety)
(Mulyana, 2004). dan ketidakpastian (uncertainty) ketika pertama
Terdapat tiga hal penting bagi kali bertemu dan berinteraksi dengan orang
interaksionisme simbolik pertama, memusatkan asing atau individu berbeda budaya. Gudykunst
perhatian pada interaksi antara aktor dan dunia menganalisisi ketidakpastian (level kognitif)
nyata. Kedua, memandang aktor maupun dunia dan kegelisahan (level afektif). Gudykunst
nyata sebagai proses dinamis dan bukan sebagai memberikan penjelasan bahwa uncertainty
struktur yang statis. Ketiga, menghubungkan berfokus pada ketidakmampuan memprediksi
kemampuan aktor dalam menafsirkan atau menjelaskan perilaku, perasaan, sikap atau
kehidupan sosial (Ritzer & Goodman, 2007). nilai orang lain. Anxiety berfokus pada perasaan
Dalam pengembangan teori identitas yang ketidaknyamanan, kekhawatiran, emosional
berangkat dari kerangka kerja para interaksionis terhadap kejadian yang belum terjadi. Hal
simbolik dengan berkembangnya teori identitas ini merupakan respon afektif (emosional),
yang menggabungkan konsep teori peran dan bukan respon kognitif seperti ketidakpastian”
konsep diri (self concept) dari teori interaksi (Gudykunst & Young, 1992). Teori AUM
simbolik yakni definisi diri saat berinteraksi menyatakan mindfulness sebagai kemampuan
dan berkomunikasi dengan individu lainnya seseorang dari sebuah individu atau kelompok
(Styker, 2000). mengurangi kegelisahan dan ketidakpastiannya.
Intinya, teori interaksi simbolik dan Dalam konteks komunikasi antar
identitas mendudukkan individu sebagai pihak kelompok individu mengalami krisis awal
yang aktif dalam menetapkan perilakunya dan yakni kegelisahan, ketidakpastian, tidak aman,
membangun harapan-harapan sosial. Perspektif dan sulit menentukan sikap seperti yang

Kegelisahan dan ketidakpastian mantan narapidana dalam konteks komunikasi kelompok budaya Bugis Makassar
(Tuti Bahfiarti)
Jurnal Kajian Komunikasi, Volume 8, No. 1, Juni 2020, hlm. 29-41 33

dikembangkan oleh Charles Berger, William dengan tingkat Communication Apprehension


Gudykunts dan rekan-rekannya (Griffin, 2000). (CA) tinggi lebih sering mengalami kesulitan
Teori-teori kegelisahan dan ketidakpastian dalam interaksi sosial, sebaliknya individu
mengajarkan pada diri individu untuk dengan tingkat Communication Apprehension
mengumpulkan informasi, memantau individu, (CA) rendah lebih mudah dalam interaksi
lingkungan sosial melalui interaksi (Littlejohn sosial. Communication Apprehension (CA)
& Foss, 2011). Selanjutnya (Gudykunst & bisa merupakan sifat (trait) atau keadaan
Young, 1992) menggambarkan komunikasi (state). Teori kecemasan berkomunikasi
sebagai “proses” dari pertukaran pesan dan (communication apprehension) memposisikan
penciptaan makna, bukan “hasil”. Asumsinya mantan narapidana memiliki kegelisahan dan
bahwa komunikasi efektif ketika menafsirkan ketidakpastian dalam berkomunikasi dengan
makna pada pesan relatif sama antara pengirim lingkungan eksternalnya (Mccroskey, 1982).
dan penerima pesan. Faktor kegelisahan dan ketidakpastian
Teori AUM (Anxiety Uncertainty mantan narapidana menjadi spesifik untuk
Management) (Gudykunst & Young, 1992) dikaji karena penelitian terdahulu lebih
dan pengurangan ketidakpastian karya Charles dominan menggambarkan tingkat depresi dan
Berger merupakan teori yang menjadi rujukan terapi pada narapidana saat menjalani hukuman.
peneliti dalam mengekplorasi, mengidentifikasi, Hal ini seperti hasil penelitian (Wuryansari &
dan mengkategorisasi. Kegelisahan/ Subandi, 2019) terhadap program minsfulness
ketidakpastian mantan narapidana dalam narapidana dalam upaya menurunkan depresi di
komunikasi kelompok konteks budaya Bugis dalam tahanan.
Makassar. Dalam penelitian ini bagaimana Penelitian-penelitian terdahulu lebih
mantan narapidana menjadi anggota suatu berfokus ke psikologis narapidana, antara lain
keompok berupaya mengurangi ketidakpastian (Sari, Wati, & Rahmawaty, 2014) menganalisis
pada tahap awal hubungan interaksi dengan tingkat depresi narapidana kategori non residivis
kelekatan nilai-nilai siri’. dan residivis di dalam tahanan. Selanjutnya,
Dalam budaya Bugis Makassar yang secara spesifik mengkaji gangguan kejiwaan
tercantum dalam manuskrip “Lontara’ yang yang dialami narapidana laki-laki yang depresi
tertulis di atas daun lontara tertuang cara dan mencoba melakukan tindakan bunuh diri
bersikap dan berperilaku yang dikenal dengan yang mengancam jiwa dan keselamatannya.
istilah pangngaderreng dan siri’ (Mattulada, Fokus penelitian studi kasus narapidana laki-
1985). Istilah pangngaderreng dan siri yang laki dari aspek psikologisnya (Rivlin, Hawton,
mengatur pola pikir, tingkah laku, dan falsafah Marzano, & Fazel, 2010).
kehidupan bermasyarakat. Selanjutnya, dalam Penelitian pada mantan narapidana
masyarakat Bugis terdapat konsepsi hukum- perempuan dalam stigma ketidakadilan dalam
hukum sosial (Mattulada, 1985) sebagai ‘the masyarakat Surabaya cenderung dialami, seperti
sacred’ pada masyarakat Bugis, yakni siri’. perlakuan negatif. Mereka dianggap sebagai
Budaya siri’ merupakan tatanan berperilaku perempuan cacat sosial karena kejahatan yang
dalam masyarakat Bugis yang mengontrol, pernah dilakukan. Bentuk tindakan distereotipe,
mengatur, dan mendasari segala perilaku dan disubordinasi, dimarginalisasi dari masyarakat
perbuatan masyarakat. Siri’ Orang Bugis- di lingkungan eksternalnya. Lingkungan tempat
Makassar menghayati siri’ itu sebagai panggilan tinggal baru yang menghindarkan mantan
yang mendalam dalam diri pribadinya, untuk narapidana perempuan dari perlakukan dan
mempertahankan nilai sesuatu yang dihormati, stigma negatif berpotensi mereka lebih terbuka
dihargai, dan dimilikinya (Mattulada, 1985). dalam kehidupannya (Kurniawati, 2016).
James C. McCroskey dan koleganya Perbedaan dengan penelitian ini adalah
sebagai Communication Apprehension identitas mantan narapidana dan melalui proses
(CA) mengacu pada kondisi yang membuat interaksi dan komunikasi dengan masyarakat
individu cenderung mengalami kecemasan Bugis Makassar yang masih menganut kelekatan
saat berkomunikasi dengan orang lain. nilai-nilai ade’ siri’. Identitas diri mantan
Menurut McCroskey dkk., Communication narapidana dalam bermasyarakat, berinteraksi,
Apprehension (CA) merupakan persoalan serius dan berkomunikasi langsung dengan lingkungan
yang dihadapi oleh banyak orang. Individu ekternal yang masih memiliki stigma dan

Kegelisahan dan ketidakpastian mantan narapidana dalam konteks komunikasi kelompok budaya Bugis Makassar
(Tuti Bahfiarti)
34 Jurnal Kajian Komunikasi, Volume 8, No. 1, Juni 2020, hlm. 29-41

sanksi sosial dapat berpotensi negatif dalam Subjek penelitian ini adalah mantan
diri mantan narapidana tersebut. Untuk itu, narapidana berjenis kelamin laki-laki dan
penelitian ini berfokus mengungkapkan perempuan beretnik Bugis Makassar. Penentuan
dengan mengkategorisasi kegelisahan dan informan dilakukan melalui non-probability
ketidakpastian mantan narapidana dalam sampling/non-random yaitu purposive
budaya Bugis Makassar. sampling. Purposive sampling merupakan
Konseptual dan teoritikal merupakan penarikan informan yang didasarkan pada
panduan dalam menjawab fokus permasalahan syarat dan kriteria-kriteria yang ditentukan oleh
penelitian, pertama: bagaimana pola peneliti sesuai dengan permasalahan penelitian.
kegelisahan dan ketidakpastian mantan Syarat dan kriteria informan adalah: pertama,
narapidana dalam konteks komunikasi informan dengan identitas mantan narapidana
kelompok budaya Bugis Makassar. Kedua, berjenis kelamin laki-laki dan perempuan.
bagaimana hambatan internal dan eksternal Kedua, informan telah berinteraksi langsung
mengurangi kegelisahan dan ketidakpastian lebih dari satu bulan dengan masyarakat Bugis
mantan narapidana dalam konteks komunikasi Makassar. Ketiga, mantan narapidana etnik
kelompok budaya Bugis Makassar. Fokus Bugis Makassar yang masih memiliki kelekatan
permasalahan penelitian tersebut bertujuan nilai ade’ ‘siri’ yang dimaknai sebai harga diri
mengeksplorasi, mengkategorisasi, dan atau rasa malu dalam diri kehidupan mereka.
menganalisis kegelisahan dan ketidakpastian Keempat, jenis-jenis pelanggaran hukum
mantan narapidana dalam konteks komunikasi pidana, seperti perkelahian/penganiayaan,
kelompok budaya Bugis Makassar. pencurian, penggelapan/penipuan, penadah,
dan Narkotika dan Obat-obatan Terlarang.
METODE PENELITIAN Kelima, informan yang bersedia memberikan
jawaban yang akurat dan representatif sesuai
Penelitian kegelisahan dan dengan masalah dan tujuan penelitian.
ketidakpastian mantan narapidana dalam konteks Objek penelitian ini berfokus pada
komunikasi kelompok budaya Bugis Makassar kegelisahan dan ketidakpastian mantan
menggunakan metode kualitatif. Kasus mantan narapida dalam konteks komunikasi kelompok
narapidana memiliki realitas subjektif untuk budaya Bugis Makassar. Teknik pengumpulan
menemukan kebenaran dibalik keteraturan, data penelitian, pertama; observasi
khususnya nilai-nilai ade siri’ dalam konteks nonpartisipan, yakni peneliti tidak terlibat
masyarakat Bugis Makassar. Secara sistematis langsung mengamati rutinitas subjek penelitian
penelitian ini bertujuan mengeksplorasi teori dalam konteks komunikasi kelompok budaya
dari fakta dunia nyata berdasarkan fenomena Bugis Makassar. Misalnya, perilaku informan
yang telah dieksplorasi. Pendekatan studi kasus mulai dari perkenalan awal interaksi sampai
bertujuan untuk mengontrol peristiwa-peristiwa akhir interaksi. Kategori peneliti sebagai
yang akan diselidiki dan fokus penelitian terletak pengamat dapat mempresentasikan situasi
pada fenomena dalam konteks kehidupan yang memungkinkan peneliti melakukan sekali
nyata” (Yin, 2008). Studi kasus melibatkan kunjungan atau wawancara dengan responden
peneliti dalam penyelidikan lebih spesifik dan dan pengamat penuh (complete observer)
melakukan identitifikasi keseluruhan dari setiap yang tidak melibatkan interaksi sosial. Kedua,
tindakan dan perilaku aktor yang diteliti (Yin, wawancara mendalam sebagai suatu proses
2008). untuk memperoleh keterangan dengan cara
Penelitian studi kasus peneliti melakukan tanya jawab secara langsung dengan informan
ekplorasi mendalam terhadap kisah hidup individu seperti pandangan (Denzin & Lincoln, 2009).
atau kelompok melalui kasus yang variatif Interaksi langsung antara peneliti
(Creswell, 2014). Pengumpulan data lapangan dengan informan atau memiliki keterlibatan
dilakukan secara mendalam serta melibatkan tinggi dalam kehidupan informan. Ketiga,
sumber informasi yang kredibel terhadap kasus kepustakaan berupa sumber-sumber buku,
tersebut, seperti observasi langsung, wawancara jurnal, cerita-cerita rakyat Bugis-Makassar
mendalam, serta deskripsi kasus yang diteliti seperti yang terurai dalam sastra Bugis klasik,
(Makmur, Kuswarno, Novianti, & Syafirah, meliputi Sure La Galigo (yang dikenal sebagai
2018). epik terpanjang di dunia), Lontarak, Paseng/

Kegelisahan dan ketidakpastian mantan narapidana dalam konteks komunikasi kelompok budaya Bugis Makassar
(Tuti Bahfiarti)
Jurnal Kajian Komunikasi, Volume 8, No. 1, Juni 2020, hlm. 29-41 35

Tabel 1 Karakteristik Informan Saldana, 2015).


HASIL DAN PEMBAHASAN
No Informan J e n i s Umur
M a n t a n Kelamin (Tahun) Penelitian kegelisahan dan ketidakpastian
Narapidana mantan narapida dalam konteks komunikasi
1 Ifa Perempuan 55 kelompok budaya Bugis Makassar
2 Dewi Perempuan 35 menggunakan pendekatan studi kasus. Fokus
3 Rina Perempuan 40 penelitian dalam konteks kehidupan nyata
4 Besse Perempuan 30 melibatkan peneliti dalam penyelidikan,
sehingga perilaku individu dapat diamati ketika
5 Kebo Perempuan 27
berinteraksi dalam kelompok masyarakat Bugis
6 Anwar Laki-Laki 30 Makassar. Budaya siri’ menjadi kelekatan nilai
7 Baso Laki-Laki 23 dalam masyarakat Bugis Makassar yang masih
8 Aco Laki-Laki 31 memegang kearifan lokal dalam kehidupan
9 Ali Laki-Laki 27 bermasyrakat. Berdasarkan hasil penelitian
menemukan dan mendeskripsikan identitas diri
10 Rusli Laki-Laki 25
sepuluh mantan narapidana, yakni 5 mantan
Sumber : Hasil Penelitian, 2019 narapidana laki-laki dan 5 mantan narapidana
perempuan yang berperan sebagai informan.
Tabel 2, mendeskripsikan identitas diri
Pappaseng, Toriolota/ Ungkapan, dan Elong/ informan.
Syair mengandung kearifan budaya Bugis Berdasarkan karakteristik informan Ifa
Makassar, dan Latoa karya (Mattulada, 1985). (bukan nama sebenarnya) berumur 55 tahun
Teknik analisis data menggunakan etnik Bugis Pangkajene Kepulauan. Ifa
prosedur analisis data perspektif Miles dan memiliki sembilan orang anak mengaku dua
Huberman yang dikenal dengan model analisis kali masuk penjara karena fitnah dari rekan
data interaktif, antara lain: pertama, reduksi data kerja sesama pedagang. Semangat pekerja keras
merupakan proses penilaian, pemusatan, dan dan jiwa pemberani orang Bugis yang suka
penyederhanaan, serta transformasi data dari merantau dan berdagang juga mengalir dalam
catatan tertulis hasil observasi non partisipan tubuhnya. Ifa berdagang antara Makassar dan
dan wawancara mendalam pada subjek pada Samarinda, namun pada suatu ketika sebagian
mantan narapidana. Tahapan ini mengarahkan
dan menajamkan analisis dengan mereduksi
dan menyaring data-data berdasarkan objek Tabel 2 Jenis Pelanggaran Informan
penelitian. Hasil reduksi data mengumpulkan
data-data yang relevan dengan kegelisahan dan No Nama Mantan Jenis Pelanggaran
ketidakpastian mantan narapida dalam konteks Narapidana
komunikasi kelompok budaya Bugis Makassar.
1 Ifa Penggelapan/
Selanjutnya, kedua adalah tahapan Penipuan
penyajian data merupakan hasil reduksi data
2 Dewi Narkoba
telah disajikan secara sistematis dan memiliki
keterkaitan logis. Penyajian data dapat dilakukan 3 Rina Penadah
dalam bentuk gambar, matriks, skema, alur, 4 Besse Narkoba
tabel yang didesain secara representatif. Cara 5 Kebo Narkoba
ini memudahkan peneliti menyajikan hasil 6 Anwar narkoba
data penelitian. Ketiga, menarik kesimpulan 7 Baso narkoba
atau memverifikasi data-data yang telah
dikumpulkan dan dianalisis. Hasil data yang 8 Aco Pencurian
telah disimpulkan melalui proses validitasi data- 9 Ali Penggelapan/
data yang valid dan konsistensi. Tahap verifikasi Penipuan
bertujuan menghindari bias pemahaman peneliti 10 Rusli Narkoba
terhadap data-data yang dikumpulkan melalui
pengujian validitas data (Miles, Huberman, & Sumber : Hasil Penelitian, 2019

Kegelisahan dan ketidakpastian mantan narapidana dalam konteks komunikasi kelompok budaya Bugis Makassar
(Tuti Bahfiarti)
36 Jurnal Kajian Komunikasi, Volume 8, No. 1, Juni 2020, hlm. 29-41

besar pelanggannya tidak membayar barang hasil curian yang dilakukan temannya sendiri.
yang dibawanya, tidak sanggup membayar, Temannya meminta tolong menyimpan televisi
kemudian dilaporkan ke polisi. Ifa menggunakan ukuran 21 inci yang dititipkan rumah kosnya.
bahasa Bugis kental dengan dialek Pangkajene Namun, setelah dua minggu rumah kosnya
Kepulauan menceritakan kisahnya keluar didatangi oleh sekelompok polisi yang mengaku
masuk penjara sebanyak dua kali tahun 2007 mencari televisi 21 inci tersebut.
dan tahun 2013 dengan tuduhan penggelapan. Mantan narapidana berjenis kelamin laki-
Informan Kedua bernama Dewi (bukan laki yang dipilih sebanyak 5 orang. Informan
nama sebenarnya) berdasarkan petunjuk alamat kelima, keenam, dan kesepuluh bernama Anwar,
di Lembaga Pemasyarakatan bertempat tinggal Baso, dan Rusdi memiliki jenis pelanggaran
di Sungguminasa Gowa. Dewi yang berumur yang sama yakni: Narkotika dan obat-obatan
35 tahun tinggal di rumah mertua dan empat terlarang. Ketiga informan mantan narapidana
orang anaknya. Ibu dari dua anak ini berstatus melakukan kejahatan karena faktor ekonomi
janda karena suaminya meninggal dunia. dan juga faktor lingkungan. Mereka merupakan
Pekerjaan Dewi saat ini adalah berdagang mantan narapidana residivis yang melanggar
dari rumah ke rumah dan teman-teman pasal 112 ayat 1 Undang-Undang Nomor 35
lama. Wanti yang etnik Bugis Pangkajene Tahun 2009 tentang Narkotika.
Kepulauan masuk Lembaga Pemasyarakatan Selanjutnya kegelisahan dan ketidakpastian
saat suaminya masih hidup tahun 2000. Kasus mantan narapidana dalam konteks komunikasi
pertama yang dialaminya karena keinginan kelompok budaya Bugis Makassar yang masih
membantu kesembuhan suaminya yang jatuh menjunjung tinggi nilai-nilai siri’ dalam
sakit untuk mencari nafkah bagi keempat orang kehidupannya. Kegelisahan dan ketidakpastian
anaknya. Wanti diajak temannya mengambil mantan narapidana faktor utama kegagalan
baju sampai akhirnya digerebek polisi. Wanti komunikasi kelompok dalam budaya Bugis
tertangkap dan dinyatakan bersalah. Meskipun, Makassar. Pola kegelisahan mantan narapidana
tidak mengetahui jika barang dagangan tersebut dan karakteristiknya, seperti Tabel 3.
adalah hasil curian. Akhirnya, Wanti terjerat Proses interaksi dengan individu dalam
pasal penadah hasil curian dengan ancaman suatu kelompok budaya dianggap sebagai
enam bulan kurungan penjara. situasi baru (novel situation) setelah bertatus
Informan ketiga bernama Rina (bukan mantan narapidana. Situasi baru dalam
nama sebenarnya) yang secara tidak sengaja kelompok masyarakat yang dulu mengenalnya
satu sel penjara dengan informan kelima tetap sebagai menimbulkan tingkat kegelisahan
bernama Kebo (bukan nama sebenarnya). dan ketidakpastian yang tinggi. Faktor
Keduanya menjadi narapidana akibat sangkaan kegelisahan dan ketidakpastian dalam diri
pelanggaran Narkotika dan Obat-obatan mantan narapidana. Faktor kegelisahan
terlarang. Rina saat ini bermur 40 tahun mengindikasikan perasaan khawatir, tegang,
memiliki tubuh gemuk, rambut ikal panjang cemas, takut, rendah diri, tidak percaya
diikat terlihat sangat tomboy, selalu tampil diri terhadap penerimaan ketika memasuki
dengan busana jeans dan kaos oblong, dan kelompok masyarakat Bugis Makassar.
rokok yang dengan santai diisapnya. Dengan Faktor ketidakpastian mengindikasikan
gaya humorisnya Anti yang santai mengatakan ketidakmampuan mereka memprediksi perilaku
bahwa dirinya sudah menerima keadaan dirinya positif dan negatif, respons, sikap, atau stigma
sebagai mantan narapidana perempuan, hanya sosial dalam kelompok masyarakat Bugis
terkadang masyarakat sekitar yang masih belum Makassar.
mempercayainya jika dirinya telah berubah. Berdasarkan hasil eksplorasi dan
Informan kelima bernama Besse (bukan kategorisasi penelitian ditemukan bahwa
nama sebenarnya) gadis keturunan bangsawan pola ketidakpastian mantan narapidana
Sengkang yang mengaku tinggal di Kota dalam konteks komunikasi kelompok budaya
Makassar bekerja distro pakaian. Penampilan Bugis Makassar menimbulkan hambatan dan
Besse sederhana dan pemalu. Sejak bermur kegagalan berkomunikasi dalam kelompok
20 tahun, Besse meninggalkan Sengkang karena kelekatan nilai-nilai siri’ dalam diri
Kota kelahirannya ke Makassar untuk mencari mantan narapidana dan masyarakat Bugis
nafkah. Besse terjerat kasus penadah barang Makassar, seperti Tabel 4.

Kegelisahan dan ketidakpastian mantan narapidana dalam konteks komunikasi kelompok budaya Bugis Makassar
(Tuti Bahfiarti)
Jurnal Kajian Komunikasi, Volume 8, No. 1, Juni 2020, hlm. 29-41 37

Tabel 3 Pola Kegelisahan Mantan Narapidana dan Karakteristiknya

Pola Kegelisahan Karakteristik Kegelisahan Mantan Narapidana Dalam Konteks


Komunikasi Kelompok
Kegelisahan Internal a. Kehilangan kepercayaan diri sehingga sulit berinteraksi langsung
dengan kelompok masyarakat Bugis Makassar.
b. Rendah diri sehingga memilih menyembunyikan identitasnya pada
kelompok masyarakat yang baru dikenalnya.
c.Berpikir negatif karena perasaan siri’ yang dimiliki sehingga ada
kegelisahan tidak diterima dan dihargai dalam masyarakat.
Kegelisahan a. Penolakan sosial dari kelompok masyarakat Bugis Makassar
Eksternal
b. Stigma sosial dari masyarakat yang negatif terhadap mantan
narapidana.
c. Ketakutan perubahan identitas baru karena identitas mantan
narapidana masih dianggap negatif dalam budaya Bugis Makassar

Sumber : Hasil Penelitian, 2019

Kegelisahan mantan narapidana berasal indentitas baru sebagai mantan narapidana


dari luar individu merupakan bentuk penolakan menyebabkan mereka memilih untuk diam
sosial, dan situasi yang mengancam proses dalam interaksi kelompok sosial. Faktor ini
adaptasi awal individu dalam kelompok menyebabkan mantan narapidana kurang
masyarakat. Bentuk kegelisahan eksternal, terbuka berkomunikasi masih dalam kelompok
seperti penolakan sosial dan stigma sosial yang akibat perasaan takut ditolak dalam budaya
cenderung negatif dari kelompok masyarakat Bugis Makassar.
Bugis Makassar. Ketakutan perubahan Bentuk kegelisahan internal menyebabkan

Tabel 4 Pola Ketidakpastian Mantan Narapidana dan Karakteristiknya

Pola Ketidakpastian Karakteristik Ketidakpastian Mantan Narapidana Dalam Konteks


Komunikasi Kelompok
Ketidakpastian Internal a. Menghindari dan meminimallkan kontak komunikasi dengan
anggota kelompok dalam masyarakat Bugis makassar
b. Perilaku positif atau negatif ditunjukkan saat berkomunikasi,
atau respons dari orang lain.
c. Mengambil posisi diam untuk menghindari prasangka
negatif.
Ketidakpastian a. Kelompok masyarakat menarik diri dan menghindari
Eksternal pergaulan karena faktor siri’ masiri’ atau faktor malu.
b. Merespon dunia luar dengan terbuka
c. Ketidakpastian penerimaan perilaku negatif yang diterima di
masyarakat Bugis makassar
d. Berperilaku sopan, bertegur sapa, tersenyum, tampilan
perilaku positif, konsep diri positif dengan identitas yang
melekat dalam diri.

Sumber : Hasil Penelitian, 2019

Kegelisahan dan ketidakpastian mantan narapidana dalam konteks komunikasi kelompok budaya Bugis Makassar
(Tuti Bahfiarti)
38 Jurnal Kajian Komunikasi, Volume 8, No. 1, Juni 2020, hlm. 29-41

mantan narapidana kehilangan kepercayaan diri, Tabel 5 Asumsi Tingkatan Kegelisahan dan
rendah diri, dan orientasi berpikir negatif akan
penolakan yang berpotensi diterima sehingga Ketidakpastian Mantan Narapidana
sulit berinteraksi langsung dengan kelompok
masyarakat Bugis Makassar. Akibatnya Asumsi Tingkatan Strategi Mantan
mantan narapidana memilih menyembunyikan Kegelisahan dan Narapidana
identitasnya pada kelompok masyarakat yang Ketidakpastian
baru dikenalnya. Tingkat Kegelisahan Pasif dan Menarik
Kegelisahan secara psikologis menghambat dan Ketidakpastian Diri
proses komunikasi mantan narapidana dengan Tinggi
budaya Bugis Makassar yang nilai-nilai adat
Tingkat Kegelisahan Aktif dan Membuka
siri’ masih digunakan filosofi kehidupan
dan Ketidakpastian Diri
bermasyarakat. Siri’ merupakan filosofi
bermakna positif untuk berbuat kebajikan Rendah
dan tidak melanggar aturan bermasyarakat.
Sumber : Hasil Penelitian, 2019
Akibatnya, timbul kegelisahan dalam diri
individu yang tidak dapat menahan tekanan adat
mengakibatkan mereka cenderung menutup diri
dengan lingkungan eksternalnya.
adalah membuka diri lebih awal agar diterima
Selanjutnya, ketidakpastian mantan
dalam lingkungan kelompok masyarakat Bugis
narapidana menyebabkan terjadinya
Makassar, seperti Tabel 5.
penghindaran diri terhadap kelompok sosial,
Asumsi tingkatan kegelisahan dan
bahkan meminimalkan kontak komunikasi
ketidakpastian mantan narapidana dapat
dari masyarakat Bugis Makassar. Hal ini
didasarkan pada gagasan teoritik ketidakpastian
menyebabkan orientasi perilaku negatif saat
dan kecemasan dalam berkomunikasi
berkomunikasi, atau memilih berdiam diri
yang dikembangkan James C. McCroskey
di lingkungan eksternal sehingga prasangka
dan koleganya sebagai Communication
negatif dan siri’ dalam diri dan keluarga.
Apprehension (CA) (Mccroskey, 1982)
Ketidakpastiaan eksternal yang dialami
Communication Apprehension (CA) mengacu
mantan narapidana adalah ketakutan kelompok
pada kondisi yang membuat individu cenderung
masyarakat menarik diri dan menghindari
mengalami kecemasan saat berkomunikasi
pergaulan karena faktor siri’ masiri’ atau
dengan orang lain. Menurut McCroskey
faktor malu dari masyarakat Bugis Makassar.
dkk. Communication Apprehension (CA)
Faktor lainnya disebabkan oleh ketidakpastian
juga dialami oleh mantan narapidana karena
penerimaan perilaku negatif yang diterima
kelekatan nilai ade siri ‘ dalam diri mantan
di masyarakat Bugis Makassar. Strategi aktif
narapidana.
yang dilakukan adalah merespon dunia luar
Tingkat Communication Apprehension
dengan terbuka, berperilaku sopan, menyapa,
(CA) sangat tinggi, akibatnya individu
tersenyum, menjaga perilaku, percaya diri, dan
mengalami kesulitan dalam interaksi
lebih terbuka meskipun identitas yang melekat
sosial. Tingginya kecemasan komunikasi
dalam diri sebagai mantan narapidana.
menimbulkan kekhawatiran jika orang lain
Hasil penelitian menunjukkan tingkatan
tidak merespons percakapan atau kontak
kegelisahan dan ketidakpastian tinggi utamanya
yang mereka lakukan. Akibatnya, mantan
pada awal keluar dari penjara. Hasil penelitian
narapidana lebih memiliki diam (silent)
mengasumsikan bahwa tingkat kegelisahan
untuk memulai percakapan atau kontak awal
dan ketidakpastian sangat tinggi. Artinya
interaksi. Sebaliknya, mantan narapidana yang
bahwa semakin tinggi tingkat kegelisahan
memiliki tingkat Communication Apprehension
dan ketidakpastian maka mantan narapidana
(CA) rendah lebih terbuka dalam interaksi
memilih diam dan mengambil strategi pasif.
sosial dan kerelaan memasuki kelompok
Sebaliknya semakin rendah tingkat kegelisahan
sosial. Rendahnya kecemasan komunikasi
dan ketidakpastian maka mantan narapidana
menimbulkan keterbukaan dalam memulai
lebih bersikap terbuka dengan kelompok
respons percakapan atau kontak awal di
masyarakat dan memilih strategi aktif. Caranya
lingkungan eksternalnya. Akibatnya, mantan
Kegelisahan dan ketidakpastian mantan narapidana dalam konteks komunikasi kelompok budaya Bugis Makassar
(Tuti Bahfiarti)
Jurnal Kajian Komunikasi, Volume 8, No. 1, Juni 2020, hlm. 29-41 39

narapidana lebih memiliki keaktifan dalam Spesifikasi temuan penelitian adalah


berkomunikasi untuk memulai percakapan atau cara atau strategi yang dilakukan untuk
kontak awal interaksi. mengurangi ketidakpastian adalah strategi
Littlejohn & Foss, (2011) menyebutkan pasif (passive strategy) dan strategi aktif
bahwa teori pengurangan ketidakpastian yang (active strategy). Strategi pasif berdasarkan
dikembangkan Berger Calabrese menjelaskan temuan penelitian berkaitan dengan tingginya
bagaimana seseorang berkomunikasi ketika kegelisahaan dan ketidakpastian yang mereka
berada dalam lingkungan sosial yang tidak terima terhadap perilaku individu tinggi maka
pasti. Menurut Berger, orang mengalami mereka akan menarik diri dan bersikap pasif.
ketidakpastian ketika berinteraksi dan Sebaliknya, strategi aktif akibat rendahnya
mencoba untuk mengurangi ketidakpastian tingkatan kegelisahan dan ketidakpastian tinggi
tersebut (Morissan, 2009). Teori pengurangan menyebabkan mereka cenderung akan membuka
ketidakpastian merupakan ketidakmampuan membuka diri dan aktif dalam berinteraksi dan
individu untuk memprediksi atau menjelaskan berkomunikasi dalam kelompok budaya Bugis
perilaku diri sendiri atau orang lain. Makassar.
Mantan narapidana dalam kelompok Faktor siri’ dalam diri mantan narapidana,
sosial masyarakat Bugis Makassar memiliki keluarga, dan masyarakat Bugis Makassar
ketidakpastian kognitif (cognitive uncertainty) untuk menerima identitas mereka masih
dan ketidakpastian perilaku (behavioral menjadi faktor penghambat dalam berinteraksi
uncertainty). Ketidakpastian kognitif mantan dan berkomunikasi dengan budaya Bugis
narapidana akibat rendahnya kepercayaan diri Makassar. Dalam falsafah masyarakat Bugis
karena identitas negatif yang dipersepsikan Makassar siri’ merupakan perasaan malu
dalam masyarakat Bugis Makassar. atau harga diri dalam diri mantan narapidana.
Ketidakpastian perilaku dalam diri mantan Budaya siri’ dalam masyarakat Bugis Makassar
narapidana akibat ketidakyakinan sikap diri dan memiliki nilai filosofi untuk “Narekko degaga
sikap orang lain. Hal ini disebabkan mantan siri’mu, inrengko siri’.”Artinya, jika sesorang
narapidana dan masyarakat Bugis Makassar tidak memiliki perasaan malu maka pinjamlah
memiliki kelekatan nilai siri’ dalam diri mereka. siri’ kepada orang yang masih melekat nilai-
Dari sisi mantan narapidana memiliki rasa malu nilai siri’ dalam dirinya. Atau “Narekko engka
terhadap identitas yang dimiliki sedangkan siri’mu, aja’ mumapakasiri’-siri’. Artinya, jika
masyarakat Bugis Makassar memiliki stigma seseorang masih memiliki rasa malu sebaiknya
negatif terhadap mantan narapidana yang jangan mempermalukan diri dan keluarga.
baru menjalani proses pembinaan di Lembaga
Pemasyarakatan. SIMPULAN
Dalam kasus mantan narapidana yang
memiliki kelekatan nilai ade’ siri’ pengurangan Hasil penelitian mengidenfikasi kasus
ketidakpastian memiliki motivasi untuk mantan narapidana yang cenderung tertutup
mengurangi ketidakpastian berdasarkan tiga berkomunikasi dalam kelompok Bugis
syarat, yakni insentif, deviasi/ penyimpangan, Makassar. Pola kegelisahan dan ketidakpastian
dan antisipasi terhadap interaksi di masa depan menyebabkan mantan narapidana menggunakan
(Littlejohn & Foss, 2011). Insentif yang diterima strategi mengurangi ketidakpastian yakni,
dalam bentuk penerimaan sosial, dukungan strategi pasif (passive strategy) ditandai
positif dapat mengurangi ketidakpastian yang penarikan diri dan sikap pasif dan strategi
dimiliki mantan narapidana. Mantan narapidana aktif (active strategy) membuka diri dan aktif
berada pada posisi terjadinya deviasi/ dalam berinteraksi dan berkomunikasi dalam
penyimpangan dari perilaku dan sikap sehingga kelompok budaya Bugis Makassar.
mereka akan mengumpulkan informasi yang Asumsi hasil representasi kategorisasi
dapat mengurangi ketidakpastian mereka pada dalam penelitian menunjukkan adanya tingkat
lingkungan sosialnya. Selanjutnya, mantan kegelisahan dan ketidakpastian mantan
narapidana terdorong untuk mengurangi narapidana cenderung berkategori tinggi.
ketidakpastian agar mendapatkan dukungan Artinya bahwa semakin tinggi kegelisahan
dan penerimaan sosial, serta pengembangan dan ketidakpastian mantan narapidana, maka
hubungan yang lebih intensif di masa depan. strategi pasif menjadi pilihannya. Sebaliknya,

Kegelisahan dan ketidakpastian mantan narapidana dalam konteks komunikasi kelompok budaya Bugis Makassar
(Tuti Bahfiarti)
40 Jurnal Kajian Komunikasi, Volume 8, No. 1, Juni 2020, hlm. 29-41

semakin rendah tingkat kegelisahan dan discrimination. The Prison Journal,


ketidakpastian maka strategi aktif untuk lebih 92(1), 63–87. https://doi.org/https://doi.
terbuka mengungkapkan diri dengan lingkungan org/10.1177/0032885511429243
sekitarnya. Littlejohn, S. W., & Foss, K. A. (2011). Theories
of human communication. Illinois:
DAFTAR PUSTAKA Waveland Press.
Makmur, R., Kuswarno, E., Novianti, E.,
Ardilla, F., & Herdiana, I. (2013). Penerimaan & Syafirah, A. (2018). Bahasa Minang
diri pada narapidana wanita. Jurnal Pondok dalam komunikasi antarbudaya
Psikologi Kepribadian Dan Sosial, 2(1), masyarakat Tionghoa Kota Padang. Jurnal
1–7. Kajian Komunikasi, 6(2), 133–146.
Arfianti, E. (2006). Analisis kriminologi Mattulada. (1985). Latoa: suatu lukisan analitis
terhadap kejahatan kekerasan yang terhadap antropologi politik orang Bugis.
dilakukan oleh perempuan di kota Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada
Makassar. Universitas Hasanuddin. Press.
Azani. (2012). Gambaran psychlogical well- Mccroskey, J. C. (1982). The communication
being mantan narapidana. Jurnal Emphaty, apprehension perspective. Avoiding
1(2). Communication: Shyness, Reticence, and
Coyle, A. (2009). A human rights approach to Communication, 6(1).
prison management. Criminal Behaviour Miles, M. B., Huberman, A. M., & Saldana, J.
and Mental Health. London: International M. (2015). Qualitative data analysis : a
Center for Prison Studies. https://doi. methods sourcebook (3rd ed.). Thousand
org/10.1002/cbm.532 Oaks, United States: Sage Publication, Inc.
Creswell, J. W. (2014). Research design: Morissan. (2009). Teori komunikasi organisasi.
qualitative, quantitative, and mixed Bogor: Ghalia Indonesia.
methods approach (4th ed.). London: Sage Mulyana, D. (2004). Metodologi penelitian
Publication, Inc. kualitatif: paradigma baru ilmu komunikasi
Denzin, N. K., & Lincoln, Y. S. (2009). dan ilmu sosial lainnya. Bandung: Remaja
Handbook of Qualitative Research Rosdakarya.
(Second). London: Sage Publication, Inc. Mulyana, D., & Solatun. (2007). Metode
Dynes, W. R., & Donaldson, S. (Eds.). (1992). penelitian komunikasi: contoh - contoh
Homosexuality and government, politics penelitian kualitatif dengan pendekatan
and prisons. New York & London: Garland praktis. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Publishing. Putri, N. E., Hakim, N., & Yamin, M. (2016).
Gorgulu, T. (2015). Problems, needs and Ecologicall Footprint and Biocapacity
psychological state of ex-convicts: A Analysis for Flooding Prevention in South
qualitative study in a Turkish sample. Sumatera. Jurnal Mimbar, 32(1), 58–64.
Journal of Education Research and Ritzer, G., & Goodman, D. J. (2007). Teori
Behavioral Sciences, 4(3), 110–124. sosiologi moderen. Jakarta: Prenada Media
Griffin, E. (2000). A first look at communication Group.
theory. Boston: McGraw-Hill. Rivlin, A., Hawton, K., Marzano, L., & Fazel,
Gudykunst, W. B., & Young, K. Y. (1992). S. (2010). Psychiatric disorders in male
Communicating with strangers: an prisoners who made near-lethal suice
approach to intercultural communication. attempts: case-control study. The British
New York: McGraw-Hill. Journal of Psychiatry, 197(4), 313–319.
Kurniawati, D. A. (2016). Stigma sebagai suatu https://doi.org/https://doi.org/10.1192/bjp.
ketidakadilan pada mantan narapidana bp.110.077883
perempuan di masyarakat Surabaya. Sari, R. A. V. Y., Wati, Y. R., & Rahmawaty, I.
Universitas Airlangga. (2014). Perbandingan tingkat depresi antara
LeBel, T. P. (2012). If one doesn’t get narapidana non-residivis dan residivis
you another one will: formerly di lembaga pemasyarakatan kelas II A
incarcerated persons’ perceptions of Banceuy. In Pendidikan Dokter. Bandung:

Kegelisahan dan ketidakpastian mantan narapidana dalam konteks komunikasi kelompok budaya Bugis Makassar
(Tuti Bahfiarti)
Jurnal Kajian Komunikasi, Volume 8, No. 1, Juni 2020, hlm. 29-41 41

Pusat Penerbitan Universitas (P2U) Widayati, L. S. (2012). Rehabilitasi


Universitas Islam Bandung (Unisba). narapidana dalam overcrowded lembaga
Retrieved from http://karyailmiah.unisba. pemasyarakatan. Jurnal Negara Hukum,
ac.id/index.php/dokter/article/view/1862 3(2), 201–226.
Styker, S. (2000). Self, identity and social Wuryansari, R., & Subandi. (2019). Mindfulness
movements. Minneapolis: University of for prisoners (mindfulners) untuk
Minnesota Press. menurunkan depresi pada narapidana.
West, R., & Turner, L. H. (2009). Introducing Gadjah Mada Journal of Professional
communication theory: analysis and Psychology, 5(2).
application (6th ed.). Washington: Yin, R. K. (2008). Case study research: design
McGraw-Hill Humanities. and methods. Illionis: Sage Publications,

Kegelisahan dan ketidakpastian mantan narapidana dalam konteks komunikasi kelompok budaya Bugis Makassar
(Tuti Bahfiarti)

Anda mungkin juga menyukai