Anda di halaman 1dari 9

48

Etnografi Lembaga Pemasyarakatan: lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan


Adaptasi, Resistensi & Penghukuman
dalam pembangunan, dan dapat hidup secara
Oleh: wajar sebagai warga yang baik dan
A. Josias Simon R
bertanggung jawab.
Email: simonrbi@yahoo.com
Departemen Kriminologi FISIP UI Lembaga Pemasyarakatan (Lapas)
merupakan tempat melaksanakan pembinaan
Abstrak
narapidana agar menyadari kesalahan dan
Tulisan ini merupakan hasil penelitian penulis
kembali menjadi warga masyarakat yang baik
tentang Etnografi Lembaga Pemasyarakatan
sebagai tempat pelaksanaan hukuman dan tidak mengulangi perbuatannya1.
penjara. Adaptasi dan Resistensi dalam
Hukuman penjara yang dilaksanakan dalam
kehidupan di Lapas mencerminkan
keberadaan struktur sosial dan status sosial Lapas tidak lagi dapat disamakan dengan
narapidana. Kebijakan semi-otonom
pandangan penghukuman tradisional yang
memadukan prosedur tetap (protap) baku dan
pemanfaatan jaringan adaptasi mengatasi melihat narapidana (tahanan) sebagai
berbagai keterbatasan yang dihadapi oleh
sampah masyarakat, penjahat besar, penyakit
narapidana.
masyarakat, dan seterusnya, tapi telah
Abstract
berubah seiring dengan bangkitnya hak asasi
This paper is the result of the author's research manusia, kualitas & kuantitas kejahatan, serta
on Ethnography Penal Institution as a place of
spektrum penghuni Lapas yang beragam2.
imprisonment execution. Adaptation and
Resistance in prison life reflect the existence of Opini negatif timbul terhadap
the social structure and social status of
manajemen Lapas selama ini, padahal
prisoners. The semi-autonomous policy
integrates the standard of fixed procedures persoalan-persoalan didalamnya begitu
and the use of adaptation networks to
kompleks mulai dari fisik bangunan, jumlah
overcome the limitations faced by prisoners.
penghuni, pemenuhan kebutuhan antara
Menurut Undang-Undang Nomor 12 penghuni dan petugas. Lapas disatu sisi
Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan pasal 1 dibebani peran melayani kepentingan
ayat 3 menyebutkan Lembaga masyarakat, disisi lain memenuhi harapan dan
Pemasyarakatan adalah tempat untuk tuntutan pihak korban kejahatan. Perubahan-
melaksanakan pembinaan Narapidana dan perubahan dalam masyarakat, teknologi maju
Anak Didik Pemasyarakatan. Sedangkan
sistem pemasyarakatan dalam pasal 1 ayat 2 1 Direktorat Kehakiman dan HAM RI
Direktorat Jendral Pemasyarakatan, Himpunan
ayat adalah suatu tatanan mengenai arah dan
Peraturan Perundang-undangan Tentang
batas serta cara pembinaan warga binaan Pemasyarakatan Buku 1, Jakarta, 2000, tentang
pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang UU no 12 Tahun 1995 mengenai Pemasyarakatan.
2 Lihat Sujatno, Adi, Pencerahan Dibalik
dilaksanakan secara terpadu antara pembina, Penjara: Dari Sangkar Menuju Sanggar untuk
yang dibina, dan masyarakat untuk Menjadi Manusia Mandiri, Penerbit Teraju,
Jakarta, 2008, Leinwald, Gerald, Prisons, Pocket
meningkatkan kualitas warga binaan Books, New York, 1972, Allen, Harry A dan Clifford
pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, E Simonsen, Corrections In America: An
Introduction, Macmillan Publising Company, New
memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak
York USA, 1989, Atmowiloto, Arswendo, Hak-Hak
pidana sehingga dapat diterima kembali oleh Narapidana, ELSAM, 1996.

Jurnal Hukum KAIDAH


49

dan saling keterhubungan satu dengan lain memperkuat prison magic dengan ikut
(network society) menjadi alasan memproduksi racism serta menyebarkan
mempertanyakan kembali berbagai ketakutan (fear). Keadaan ini menambah
pandangan lama tentang penjara. tingkat penahanan (incarceration) tampak
Realitas kehidupan di penjara seperti keberadaan penjara supermaksimum.
memang tak terlihat nyata bagi orang awam Berbagai kajian dan penelitian tentang
(untrained eye), Gresham M Sykes perkembangan penjara diatas melandasi
mengatakan sistem sosial penghuni (prisoner) ketertarikan penulis mendalami kondisi Lapas
tidak sekedar pengaturan penjaga lembaga saat ini. Masih jarangnya penelitian Lapas
penjara saja, tapi juga pengaturan informal membuat penulis melakukan penelitian
sebagai interaksi bertemunya masalah- etnografi, melihat kehidupan nyata, interaksi
masalah dalam suatu lingkungan spesifik. sosial di dalam bangunan tembok, tempat
Penjara (prison) adalah masyarakat dalam dimana sebagian narapidana melaksanakan
masyarakat (society within a society) (John J. vonis hukuman penjara. Penelitian etnografi
Dilulio, 1987). Kiran Bedi (2003) dalam It’s bukanlah merupakan cara baru
Always Possible mengatakan secara kasat mengungkapkan berbagai realitas yang
mata, penjara bagai sangkar besi tinggi dan tersembunyi atau terselubung di masyarakat.
kokoh, dikelilingi penjagaan super maksimum, Etnografi-etnografi terkenal seperti
ada batas area yang boleh dikunjungi dan dikemukakan Clifford Geertz dalam Deep Play:
tidak, pintu yang berkarat berwarna lusuh, atau Notes on The Balinese Cockfight, Gregg
ruang sel berbau menyengat, sampai tampilan Hegmann dalam Ethnografy of a Car Theft
tersembunyi yang hanya diketahui “orang Ring3, menjadi dasar mengungkapkan relasi-
dalam” seperti pemerasan, korupsi, jaringan relasi sosial tersembunyi dan terselubung
penyaluran obat, pemukulan, pembiaran- dalam masyarakat terhukum (inmate society).
pembiaran serta perawatan kesehatan minim. Beberapa persoalan etnografis menjadi
Kajian penjara yang menarik berikut peneliti penjara diungkap Carol Martin dalam
dikemukakan Lorne A Rhodes (2001), bahwa tulisan Doing Research in a Prison Setting4,
persoalan penjara berfokus pada perhatian bahwa penelitian penjara dapat dilakukan
politik dimana hampir setengah isi penjara di dengan menjadi petugas atau staf penjara,
Amerika Serikat adalah kulit berwarna. Penjara penelitian penjara jarang diberikan pada orang
dilihat melaksanakan social, economic & baru, sangat sulit menjalankan penelitian
political magic melalui disappearing sejumlah
3 Hegmann, Greg, Taking Cars:
besar kaum miskin dan minoritas. Di bidang Ethnography of A Car Theft Ring, dalam Spradley,
politik, penjara adalah dianggap hasil represi James. P. & David M McCurdy, The Cultural
Experience: Ethnography in Complex Society,
pelanggar ketertiban dan perang terhadap
Science Research Associates (SRA), USA, 1972.
obat terlarang. Di bidang ekonomi, penjara 4 Martin, Carol, Doing Research in a prison setting,
menciptakan lapangan kerja dihubungkan dalam Doing Criminological research, Victor Jupp,
et.al., Sage Publications, 2000, hal. 216-233.
dengan perkembangan sektor industri. Lorne
A. Rhodes melihat wacana publik berkembang

Jurnal Hukum KAIDAH


50

penjara tanpa pengalaman dan akses karena Loewenstein5 merupakan suatu fungsi
ini adalah dunia yang sulit dimasuki bahkan penggunaan waktu di penjara & kualitas hidup
untuk tiba di pintu penjara sekalipun. Hasil sebelum di penjara.
penelitian Lapangan penulis menunjukkan Adaptasi dipengaruhi dua hal yaitu
bahwa memasuki Lapas harus mengikuti pertama, penggunaan waktu di penjara terkait
prosedur tetap yang sudah baku, begitu pula dengan lamanya penghukuman dan tingkat
saat melakukan penelitian didalamnya. keamanan penjara6 dan kedua, adaptasi
Berbagai prosedur tetap (protap) mengatur sebagian besar dibawa dari luar,
teknis penempatan narapidana maupun merefleksikan gaya hidup dan karateristik
pembagian tugas pegawai baik mulai saat narapidana sebelum di penjara.
masuk, bertemu, berbicara, sampai keluar Masa hukuman mulai dijalani saat
Lapas. Untuk mensikapi prosedur ketat dan ditempatkan dalam kamar. Tiap
baku ini, beberapa cara dilakukan dan narapidana/tahanan mempunyai cara
dijalankan penulis, Pertama, mengamati Lapas beradaptasi berbeda-beda terhadap
sesaat atau secara terbatas dilakukan bertemu lingkungan. Adaptasi bagi narapidana
di ruang besukan. Kedua, meneliti isi dan mampu (secara ekonomi) dan tak mampu
aktivitas Lapas secara kasat mata melalui dilakukan berbeda. Lama hukuman membuat
pengamatan dari pos jaga wali dalam blok mereka tak begitu memikirkan bagaimana
napi, Ketiga, berinteraksi langsung dan kelanjutan hidup dalam Lapas tapi bagaimana
bertatapan muka ke kamar-kamar napi dan menjalani masa hukuman sampai selesai.
ruangan-ruangan dalam Lapas dengan Berbeda dengan tahanan yang masih stres,
berperan serta sebagai petugas bingung dan khawatir tentang hukuman apa
pemasyarakatan. yang akan diterima. Tingkat pengamanan
Adaptasi & Struktur Sosial penjara bagi tahanan dan narapidana juga
Seseorang terhukum yang berbeda, untuk tahanan masih diberlakukan
dimasukkan ke dalam Lapas akan mengalami maximum security karena masa ketidakpastian
konflik dan ketegangan terkait lingkungan baru yang dialami, sedangkan bagi narapidana
dimana mereka ditempatkan. Narapidana baru telah jelas putusan pidananya diberlakukan
ditempatkan bersama dengan mereka yang medium security dalam blok lebih longgar
belum kenal dan diharuskan tinggal bersama dibanding blok tahanan. Bila telah menjalani
dalam kurun waktu tertentu. Secara bertahap 2/3 masa hukuman, maka pengamanan
narapidana/tahanan belajar beradaptasi, terhadap napi diberlakukan minimum security.
bergaul dan berinteraksi dengan sesama Semakin longgar pengamanan membuat
narapidana dan petugas. Adaptasi dilakukan narapidaana lebih leluasa melakukan aktivitas
baik dalam ruang kamar, area blok yang
5 Dhami, K, Peter Ayton & Loewenstein,
selalu diawasi dan lingkungan sempit. “Adaptation to Imprisonment: Indigenous or
Adaptasi di penjara menurut Dhami, Ayton & Imported”, dalam Criminal Justice Vol. 34 No.8,
Agustus 2007
6 Dhami, Ayton & Loewenstein menyebutnya
indigenous approach

Jurnal Hukum KAIDAH


51

di Lapas sesuai falsafah Lapas untuk me- waktu sholat maupun ibadah seperti sholat
masyarakatkan kembali narapidana magrib, pengajian Al-Quran, sholat Isya
(reintegrasi sosial). karena malam hari tidak diperbolehkan keluar
Adaptasi narapidana lebih mudah di kamar; keempat, korve kamar bertugas
lakukan dalam lingkungan kamar lebih dahulu, mengurus kebersihan dan kenyamanan di
dengan mencari teman se-kamar, teman dalam kamar hunian, juga membantu tugas
makan, tidur, ngborol atau bermain. Dalam KM, buser dan penghuni kamar; kelima, anak
mencari teman makan, biasanya narapidana kamar adalah seluruh penghuni kamar yang
mencari teman yang mudah diajak bicara dan harus menciptakan rasa aman di dalam kamar
tidak banyak tingkah laku macam-macam, hunian dan menciptakan kenyamanan di
seperti teman satu lapak tidur. Biasanya dalam kamar maupun di luar kamar. Tiap-tiap
keakraban pertemanan lebih diutamakan untuk kamar hunian mempunyai cara masing-masing
menjaga rasa saling percaya dan rasa hormat. tentang ketentuan pengaturan kamar, tidak
Untuk itu para narapidana membentuk satu ada aturan baku soal pengaturan isi kamar ini.
“kelompok” temporer yang saling tenggang Adaptasi selanjutnya dilakukan di luar
rasa dikaitkan rasa senasib/sesama tahanan. kamar, dengan teman-teman antar kamar,
Kamar tahanan/narapidana antar blok, dengan pengunjung serta petugas
mencerminkan struktur sosial dalam Lapas. Lapas. Narapidana dalam melakukan kegiatan
Kehidupan dalam kamar merefleksikan status keseharian tidak sendiri-sendiri tapi dilakukan
seorang narapidana, terbagi dua hirarki utama bersama. Kode aturan narapidana seringkali
yaitu pertama, narapidana jelas dan mampu, mengandung aturan yang bertentangan
kedua, narapidana hilang dan tak jelas. dengan peraturan resmi. Donald Clemmer
Perbedaannya tampak dari fasilitas dan menguraikan ada 3 aspek penting kehidupan
pemenuhan kebutuhan yang diperoleh. dalam penjara yakni: a. The "inmate code,
Pengaturan kamar dan struktur ruangan kamar yaitu norma-norma yang mengatur hubungan-
mempengaruhi interaksi diantara sesama hubungan dalam penjara, b.."Argot roles",
narapidana/tahanan. Pengaturan kamar yaitu dialek penjara untuk mengatur respon
narapidana/tahanan merefleksikan status penghuni terkait masalah dalam kehidupan
seorang narapidana. Pembagian tugas di penjara, c. "Prisonization, yaitu sosialisasi
dalam kamar berlangsung sebagai berikut: pengalaman selama menghabiskan waktu di
pertama, kepala kamar (KM) bertugas agar penjara. Ketiga aspek ini mendominasi
kamar tetap terkondisi rasa aman dan nyaman adaptasi dan pergaulan dalam Lapas, melalui
di dalamnya; kedua, wakil kepala kamar bahasa dan kode khas mereka berinteraksi
bertugas sebagai kaki tangan KM di dalam dalam Lapas (Hagan,1999 : 298).
kamar hunian, lebih utama di bidang
keamanan memberikan rasa aman, lalu Kebutuhan Narapidana dan Pains of
bertindak sebagai pendata nama-nama Imprisonment
tahanan/napi baru; ketiga, imam sholat kamar Kebutuhan narapidana dapat dibagi
bertugas sebagai pemuka kerohanian saat atas kebutuhan pribadi dan kebutuhan kamar.

Jurnal Hukum KAIDAH


52

Kebutuhan pribadi berbeda-beda tergantung mempunyai jaringan luas dengan narapidana


status dan strata sosialnya. Secara umum yang mampu dan petugas.
kebutuhan pribadi meliputi kebutuhan primer Berbagai keterbatasan kebutuhan
seperti makan, minum, pakaian, tidur, maupun dijelaskan Gresham M Sykes sebagai pains of
kebutuhan sekunder seperti berkomunikasi imprisonment yang terdiri dari: 1. Deprivation
dengan keluarga maupun kebutuhan alat-alat of liberty, hilangnya kebebasan dan retaknya
mandi, cuci piring dan cuci baju. Untuk hubungan keluarga. 2. Deprivation of Goods &
pemenuhan kebutuhan makanan sangat Services, kehilangan kontrol atas barang-
bervariasi dan banyak pilihan, bisa nasi barang dan jasa, 3. Deprivation of
cadong, beli di luar Lapas oleh tamping luar heterosexual relationships, kehilangan
atau petugas, katering dibuat penghuni - yang kebutuhan hubungan heteroseksual, 4.
dapat dipesan tiap hari, bisa juga didapat dari Deprivation of Security, hilangnya rasa aman
masakan dapur, diperjual-belikan tanpa (Sykes, 1958: 63-83).
melibatkan petugas.
Dalam praktek, pemenuhan kebutuhan Resistensi dalam Penghukuman
pribadi sekunder dan tertier tak bisa diatur Selain beradaptasi, kehidupan
secara ketat, tiap napi mempunyai kebutuhan narapidana diwarnai resistensi yaitu
berbeda sehingga pemenuhan kebutuhan ini perlawanan terhadap kekangan kebebasan
beragam, begitu pula cara pemenuhannya. bergerak dan terbatasnya pemenuhan
Misal dalam penggunaan HP, kebutuhan kebutuhan. Menurut J. C. Scott, resistensi
seksual, ketagihan obat, kebutuhan hiburan, sebagai bagian dari bentuk perjuangan sehari-
pemenuhannya dapat dilakukan terang- hari (rutin) bagi kelas-kelas tersubordinasi
terangan maupun sembunyi-sembunyi. (subordinate class) dan mungkin merupakan
Sedangkan kebutuhan kamar terdiri dari satu-satunya pilihan yang tersedia (J.C. Scott,
setoran, kebutuhan listrik, dapur, kebersihan, 1985 : 33). Resistensi bagi Scott merupakan
keindahan serta perlengkapan kamar. perjuangan yang prosaik dan konstan sifatnya,
Kebutuhan kamar harus dipenuhi oleh tidak membuat manifesto, demonstrasi
penghuni kamar sendiri. Dalam rangka maupun pertempuran-pertempuran teratur,
memenuhi berbagai kebutuhan ini, sebagian tetapi lebih sebagai ungkapan ketidakpuasan
napi ada yang meminta pasokan dana dari terhadap kondisi yang ada dalam struktur yang
keluarga/pihak luar, berjualan asongan, tidak menguntungkan dan bentuk-bentuk
memeras/menipu, mengutang atau meminjam represi sehari-hari, ini menjadi senjata-senjata
pada teman. Hutang menjadi persoalan sosial yang biasanya (ordinary weapons) dimiliki
mendasar dalam Lapas, mulai dari pengutang kelompok-kelompok relatif “tak berdaya”
dan pemberi hutang dilandasi kepercayaan (powerless group). Resistensi narapidana
semata tanpa ada kesepakatan yang baku dapat dilakukan mulai dari berpura-pura taat,
atau jelas. Hutang dalam Lapas menimbulkan mengelabui (modus), mencuri kecil-kecilan,
beberapa sosok tempat peminjaman, bisa pura-pura bodoh, sampai membuat keributan,
dilakukan tamping atau narapidana biasa yang menyelundupkan barang terlarang, melarikan

Jurnal Hukum KAIDAH


53

diri bahkan melawan petugas. Resistensi Menghadapi berbagai masalah yang timbul
timbul karena penderitaan–penderitaan dan dalam Lapas, hasil penelitian penulis
tekanan-tekanan yang dialami. Kebanyakan menunjukkan bahwa secara organisasional,
bentuk-bentuk resistensi ini menghentikan prosedur tetap (protap) menjadi landasan
aksinya jauh sebelum tuntutan terpenuhi, bertindak pimpinan Lapas untuk mengatasi
bahkan terkadang lebih merupakan upaya berbagai persoalan yang muncul, tapi
menolong diri sendiri (self-help), tetapi bukan peningkatan jumlah penghuni yang besar atau
berarti tak dapat menjadi perlawanan yang overkapasitas membuat kebijakan Lapas tak
aktif dan keras (J.C. Scott, 1985 : 29). dapat lagi top-down semata atau dipaksakan,
Perlawanan kasat mata lain dilakukan tapi harus menjajaki kemungkinan aliansi atau
dalam bentuk penyimpangan terhadap melaksanakan perpaduan kebijakan formal &
berbagai prosedur tetap yang ada dan baku, akomodasi lapangan yang dinamis.
misalnya memiliki HP, menggunakan barang- Kedinamisan operasional dan administratif
barang terlarang narkoba, peralatan tato, diperlukan agar prosedur tetap tak dilanggar
miras, maupun melakukan pelanggaran sambil mengurangi ketidak-teraturan dan
prosedur rutin seperti tak ikut kegiatan yang ketidaktertiban.
dijadwalkan. Potensi penyimpangan dalam
beberapa kasus merupakan ungkapan Kebijakan Semi-Otonom & Jaringan
ketidakpuasan dan akumulasi tak terpenuhinya Sosial. Kebijakan Lapas dihadapkan pada
kebutuhan. Semuanya tersembunyi sifatnya, kebijakan normatif dan otonom yang saling
makin besar jumlah penghuni atau penjaranya berlawanan. Batas-batasnya bukan ditentukan
penuh sesak diperkirakan makin banyak pula
penyimpangan dilakukan penghuni penjara melainkan dengan bimbingan. 4. Negara tidak
dan petugas penjara ikut mempengaruhi berhak membuat seseorang narapidana lebih
buruk atau lebih jahat daripada sebelum ia masuk
tumbuh suburnya perilaku menyimpang
lembaga. 5. Selama kehilangan kemerdekaan
tersebut (Didin Sudirman, 2007). bergerak, narapidana harus dikenalkan kepada
Resistensi dan adaptasi dan mewarnai masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari
realitas kehidupan penghuni Lapas, tak jarang masyarakat. 6. Pekerjaan yang diberikan kepada
narapidana tidak boleh bersifat mengisi
berbenturan langsung dengan aturan formal.
waktumatau hanya diperuntukkan bagi
Hukuman penjara seharusnya dilaksanakan kepentingan lembaga atau Negara saja. Pekerjaan
menurut sistim pemasyarakatan dalam bentuk yang diberikan harus ditujukan untuk
pembinaan kemandirian maupun ketrampilan pembangunan Negara. 7. Bimbingan dan didikan
harus berdasarkan asas Pancasila. 8. Tiap orang
sesuai 10 prinsip pemasyarakatan7.
adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai
manusia meskipun ia telah tersesat.. Tidak boleh
7 10 prinsip yaitu 1. Orang yang tersesat harus ditunjukkan kepada narapidana bahwa ia itu
diayomi dengan memberikan kepadanya bekal penjahat. 9. Narapidana itu hanya dijatuhi pidana
hidup sebagai warga negara yang baik dan beguna hilang kemerdekaan. 10.Sarana fisik lembaga ini
dalam masyarakat. 2. Penjatuhan pidana bukan merupakan salah satu hambatan pelaksanaan
tindakalan pembalasan dendam dari negara. 3. system pemasyarakatan.
Rasa tobat tidaklah dapat dicapai dengan menyiksa

Jurnal Hukum KAIDAH


54

organisasi, tapi interaksi antara aktor sosial petugas dan narapidana. Jaringan sosial
narapidana dan petugas sebagai pusat menurut Mitchell merupakan seperangkat
pembuatan, pengambilan dan pelaksanaan hubungan khusus atau spesifik yang terbentuk
keputusan. Sally F Moore mengatakan bentuk- diantara sekelompok orang dimana karateristik
bentuk mekanisme informal atau pengaturan hubungan-hubungan tersebut dapat
sendiri (self regulation) berperan sebagai dipergunakan untuk menginterpretasi motif-
aturan lokal yang berfungsi menjaga motif perilaku sosial dari orang-orang yang
keteraturan sosial disamping mekanisme terlibat termasuk dimensi-dimensi terselubung
formal yang berlaku. Situasi ini menunjukkan (hidden dimensions) didalamnya (J.C. Mitchel,
adanya keadaan sosial semi otonom (semi 1969:1). Pembentukan jaringan sosial ini
autonomous sosial field) dalam menjaga menjadi dasar bagi narapidana
keutuhan, kontinuitas kehidupan sosial secara mengekspresikan kebebasan dan keleluasaan
utuh dan saling menguntungkan (Sally F. bergerak disamping hak-hak lain. Begitu juga
Moore, 1983). bagi petugas, tenaga kerja narapidana dapat
Prakteknya kebijakan8 Lapas dipergunakan membantu operasional dan
mengikutsertakan bantuan narapidana dalam administratif tugas Lapas. Richard McCleery
mengelola Lapas, membangun masyarakat mengargumentasikan kontrol dalam penjara
penjara yang interaktif, berhubungan langsung modern tidak berhenti pada penggunaan
dengan petugas, meskipun hubungan ini tidak instrumen-instrumen kekuatan tetapi lebih
sepenuhnya setingkat9. Interaksi kedua belah pada penegakan norma dan formulasi
pihak ini memantapkan terbentuknya jaringan kelompok terdekat (peer-group). Personil
penjara harus mendelegasikan management
8 Kebijakan (policy) merupakan tindakan yang of internal disorder pada masyarakat penjara
mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh
seseorang, kelompok atau pemerintah dalam (inmate society), melengkapi pemuka
lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya penghuni dengan otoritas tertentu. McCleery
hambatan-hambatan tertentu seraya mencari
menambahkan administratur penjara dipaksa
peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau
mewujudkan sasaran yang diinginkan (Joko mengikuti prosedur-prosedur menciptakan
Widodo, 2008 : 13). konsensus, dimana mereka harus mengakui
9 Agak berbeda dengan uraian Erving Goffman,
karakteristik penjara sama dengan rumah sakit keberadaan masyarakat penjara, membentuk
jiwa dan organisasi militer sebagai satu instusi total ikatan-ikatan kerja-sama dengan pemimpin
(total institution) yang menampung dan mengatur
penghuni, mengharapkan penyesuaian
hidup orang banyak secara seragam. Struktur
totaliter ini berisi peraturan-peraturan detil, penghuni melalui pengaturan keamanan,
pengawasan ketat, jurang lebar antara yang sehingga tak ada pelarian atau kerusuhan, dan
berkuasa dan dikuasai, konsentrasi kekuasaan ada
di tangan sekelompok yang berkuasa (rulling few). sebagai balasan terhadap usaha membantu
Goffman memberi gambaran penjara sebagai menjaga ketenangan ini. Pemuka narapidana
sesuatu yang konvensional, klasik, tertutup,
terkurung, berisi peraturan ketat, diawasi secara harus menerima special privileges sehingga
ketat, terasing dari kehidupan masyarakat, segala pengaturan penjara secara esensial berdasar
sesuatu dilakukan dengan orang sama dibawah
pada basis pemenuhan (compliance) dan
jadwal ketat dan kekuasaan baku (Poloma, 2003 :
241)

Jurnal Hukum KAIDAH


55

persetujuan (consent) (John J. Dilulio, Kebijakan Lapas mendayagunakan


1987:18). dan memanfaatkan jaringan sosial menjadi
Hasil penelitian penulis juga alternatif penyelesaian berbagai persoalan
memperlihatkan jaringan sosial dalam Lapas finansial, sarana dan sumber daya minim yang
terjalin dalam dua bagian utama, pertama, dihadapi, sejauh pelaksanaannya tidak
jaringan sosial formal, kedua, jaringan sosial bertentangan dengan kebijakan formal
informal. Adapun jaringan sosial formal pemasyarakatan yang berlaku.
terbentuk dalam rangka pemenuhan Etnografi lembaga pemasyarakatan
kebutuhan dan kepentingan kerja bidang- mengungkap keberadaan pelaksanaan vonis
bidang organisasional dalam Lapas, hukuman penjara di Indonesia, sebagaimana
perekrutan dan keanggotaannya melewati dikemukakan Lois Wacquant bahwa kita perlu
rekomendasi petugas atau tamping. Jaringan mengkritisi & mengkontestasi pandangan
ini dipertahankan melalui kinerja tamping dan sempit dalam penelitian dunia penjara dengan
kepala kamar. Sedangkan jaringan sosial mengungkap berbagai kondisi penjara di
informal terbentuk atas dasar hubungan- negara lain (Loic Wacquant, 2002 : Vol.3).
hubungan personal yang bersifat Penelitian etnografi menunjukkan pelaksanaan
persaudaraan, pertemanan dan pribadi. penghukuman di Lapas bukan sekedar
Jaringan ini seringkali dipergunakan sebagai masalah normatif tapi prakteknya melibatkan
sarana berlindung, pertukaran kebutuhan masyarakat sosial narapidana yang diwarnai
pribadi dan memperoleh informasi seputar berbagai persoalan adaptasi dan resistensi
masa penghukuman napi. menurut konteks kebutuhan dan
Jaringan sosial juga dipergunakan pemenuhannya.
petugas dalam menjalankan tugas
pengamanan, Kiran Bedi (2003) dalam It’s
Always Possible mengatakan ada saat–saat
dimana petugas mempunyai kehidupan tak
menentu, tak memiliki perlindungan dari
ancaman “gembong-gembong“ narapidana,
sehingga beberapa petugas mencari jalan
aman bekerja sama dan memberi fasilitas
pada gembong-gembong tersebut. Uang,
ancaman, kekuasaan, kerja sama, fasilitas,
berjalan sendiri-sendiri menyelesaikan dan
membereskan persoalan mereka, diwarnai
ketegangan, kesengitan dan kengerian. Bagi
Kiran Bedi, hal ini merupakan pelanggengan
“sub-kultur” penjara dimana semua terlibat
didalamnya, tidak ada orang dibenci dan tidak
ada pula yang dihormati.

Jurnal Hukum KAIDAH


56

Daftar Pustaka Simon, A. Josias & Dindin Sudirman,


Narapidana Teroris dan Perlakuan Di
Allen, Harry A dan Clifford E Simonsen, Lembaga Pemasyarakatan
Corrections In America: An Indonesia, Penerbit Prenada Media
Introduction, Macmillan Publising Group, 2015
Company, New York USA, 1989
Sujatno, Adi, Pencerahan Dibalik Penjara:
Atmowiloto, Arswendo, Hak-Hak Dari Sangkar Menuju Sanggar
Narapidana, ELSAM, 1996. untukMenjadi Manusia Mandiri,
PenerbitTeraju, Jakarta, 2008.
Dhami, K, Peter Ayton & Loewenstein,
“Adaptation to Imprisonment: Wacquant, Loic, Punishing The Poor: The
Indigenous or Imported”, dalam Neoliberal Goverment of Social
Criminal Justice Vol. 34 No.8, Insecurity, Duke University
Agustus 2007 Press, USA, 2009

Direktorat Kehakiman dan HAM RI


Direktorat Jendral
Pemasyarakatan, Himpunan
Peraturan Perundang-undangan
Tentang Pemasyarakatan Buku 1,
Jakarta, 2000.

Leinwald, Gerald, Prisons, Pocket Books,


New York, 1972, Allen, Harry A
dan Clifford E Simonsen,
Corrections In America: An
Introduction, Macmillan Publising
Company, New York USA, 1989.

Hegmann, Greg, Taking Cars: Ethnography


of A Car Theft Ring, dalam
Spradley, James. P. & David M
McCurdy, The Cultural Experience:
Ethnography in Complex Society,
Science Research Associates
(SRA), USA, 1972.

Martin, Carol, Doing Research in a prison


setting, dalam Doing Criminological
research, Victor Jupp, et.al.,
Sage Publications, 2000.

Poloma, Margaret M, Sosiologi Kontemporer,


PT Raja Grafindo Persada,
Jakartta, 2003

Simon, A, Josias, Budaya Penjara:


Pemahaman dan Implementasi, Karya
Putra Darwati, Bandung 2 012

Simon, A. Josias, Studi Kebudayaan


Lembaga Pemasyarakatan
di Indonesia, Penerbit Lubuk
Agung, Bandung, 2011

Jurnal Hukum KAIDAH

Anda mungkin juga menyukai