LEMBAGA PEMASYARAKATAN
A. Lembaga Pemasyarakatan
1. Sejarah perkembangan lembaga pemasyarakatan di
Indonesia
Konsepsi pemasyarakatan dinyatakan pertama kali pada tahun
1964 oleh Saharjho disaat beliau menerima gelar Doctor Honoris
Cusa (pidato pohon pengayoman). Pemasyarakatan berarti
kebijaksanaan dalam perlakuan terhadap narapidana yang bersifat
mengayomi para narapidana yang “tersesat jalan” dan memberi
bekal hidup bagi narapidana setelah kembali kemasyarakat.1
Menurut Undang-Undang Repubik Indonesia Nomor 12 tahun 1995
tentang Pemasyarakatan, Lembaga Pemasyarakatan yang
selanjutnya disebut LAPAS adalah tempat untuk melaksanakan
pembinaan narapidana dan anak Didik pemasyarakatan.2
1
Dirsosisworo Soejono, Sejarah dan Asas-Asas Penology (Malang: Setara
Press, 2009), hlm. 199
2
Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995
negara Asia yang mengakui kemerdekaan dan Hak Asasi Manusia
dengan disemangati oleh asas kemanusiaan.
Sistem kepenjaraan sebagai pelaksana pidana hilang
kemerdekaan kiranya sudah tidak sesuai lagi dengan tingkat
peradaban serta martabat bangsa Indonesia yang telah merdeka yang
berfalsafahkan pancasila, karena kepenjaraan berasal dari pandangan
individualisme yang terdapat dalam kamus penjajah, yang
memandang dan memperlakukan orang terpidana tidak sebagai
anggota masyarakat tetapi merupakan suatu pembalasan dendam
masyarakat. Dalam perkembangannya sistem pidana melalui
beberapa tahap yaitu :
a. Tahap pidana hilang kemerdekaaan 1872-1945, tujuan dari
tahanan ini membuat jera narapidana agar bertobat sehingga
tidak melanggar hukum lagi, sistem pidananya merupakan
pidana hilang kemerdekaan dengan ditempatkan disuatu
tempat yang terpisah dari masyarakat yang dikenal dengan
penjara.
b. Tahap pembinaan 1945-1863, tahap ini bertujuan pembinaan
narapidana supaya menjadi lebih baik. Sistem pidananya
merupakan pidana pembinaan dimana narapidana dikurangi
kebebasannya agar dapat dibina dengan menempatkan pada
tempat yang terpisah dengan masyarakat.
c. Tahap pembinaan masyarakat 1963-sekarang, tahab ini
bertujuan membina narapidana agar dapat menjadi anggota
masyarakat yang berguna. Sistem pidananya merupakan
pidana pemasyarakatan yang mempunyai akibat tidak
langsung, yaitu berkurangnya kebebasan supaya bisa
dimasyarakatkan kembali. Ditempatkan disuatu tempat
terpisah dari masyarakat tetapi mengikutsertakan masyarakat
dalam usaha pemasyarakatan tersebut. Sedangkan untuk
usaha perlindungan terhadap masyarakat lebih ditekankan
pada segi keamanan Lembaga Pemasyarakatan sesuai dengan
fungsi, jenis dan kebutuhannya. Seorang disebut narapidana
apabila telah melalui serangkaian proses pemidanaan
sehingga menerima vonis yang dijatuhkan atas dirinya.3
5
Depatermen kehakiman RI, Dari Kepenjaraan Kepemasyarakatan,
(Jakarta: Departemen Kehakiman RI), hlm.11-135
narapidana tersebut. Program pembinaan bagi para narapidana
disesuaikan pula dengan lama hukuman yang akan dijalani para
narapidana dan anak didik, agar mencapai sasaran yang ditetapkan,
yaitu agar mereka menjadi warga yang baik dikemudian hari.
Program-program pembinaan narapidana dan anak didik yang
ditetapkan pemerintah sesuai Undang-Undang bertujuan agar para
narapidana dan anak didik kembali kemasyarakat dan dapat
berpartisipasi dalam membangun bangsa. Namun, kehadiran mereka
di masyarakat tidak semudah yang kita bayangkan masyarakat sadar
pada saat narapidana dan anak didik di penjara, terjadi prisonisasi
yaitu pengambil-alihan atau peniruan tentang tata cara, adat istiadat
dan budaya para narapidana dan anak didik saat melakukan tindak
pidana. Sebagai mana ditulis Donal Clemmer berikut: Prisonization
as the taking on in greater or lesser drgree, of the folkways, mores,
customs and general cuture of the penitentiary.
Dengan terjadinya prisonisasi yang dikemukakan di atas, sudah
barang tentu pengetahuan para narapidana dan anak didik dibidang
kejahatan akan bertambah. Pemahaman masyarakat mengenai
kondisi yang dikemukakan di atas, akan membuat masyarakat
curiga, menjaga jarak bahkan mungkin menutup diri bagi para
narapidana atau anak didik tersebut.6
Lembaga pemasyarakatan instansi terakhir dalam pembinaan
narapidana harus memperhatikan secara sungguh-sungguh hak dan
kepentingan narapidana (warga binaan yang bersangkutan). Harus
kita akui bahwa peran serta lembaga lembaga pemasyarakatan dalam
6
Depatermen kehakiman RI, Dari Kepenjaraan Kepemasyarakatan, (Jakarta:
Departemen Kehakiman RI), hlm.11-135
membina warga binaan sangat strategis dan dominan, terutama
dalam memulihkan kondisi warga binaan pada kondisi sebelum
melakukan tindak pidana. Melakukan pembinaan dibidang
kerohanian dan keterampilan seperti pertukangan dan penjahitan.
Peran dari lembaga pemasyarakatan harus berupaya
menyelenggarakan kegiatan yang sifatnya mendidik dan bisa
membuat para narapidana sadar akan tindakan kriminalnya,
sehingga mereka tidak mengulangi perbuatannya dan kembali
kejalan Tuhan yang benar dan merekapun bisa diteria oleh
masyarakat. Sesuai dengan Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an
Ibrahim ayat 1:
َٰور بِإ ِ ۡذ ِن َربِّ ِهمۡ إِلَى ُّ
ِ ٱلظلُ َٰ َم
ِ ُّت إِلَى ٱلى َ َّا ٓل ۚر ِك َٰتَبٌ أَوزَ ۡل َٰىَهُ إِلَ ۡيكَ لِتُ ۡخ ِر َج ٱلى
َاس ِمه
يز ۡٱل َح ِمي ِد ۡ
ِ ص َٰ َر ِط ٱل َع ِز
ِ
Artinya: Alif, laam raa (ini adalah) kitab yang kami turunkan
kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap
gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan
mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan yang Maha Perkasa lagi
Maha Terpuji.7
Berdasarkan undang-undang nomor 12 tahun 1995 tentang
pemasyarakatan, pembinaan para warga binaan pemasyarakatan
harus dilaksanakan berdasarkan asas:
a. Pengayoman
b. Persamaan perlakukan dan pelayanan
c. Pendidikan
d. Penghormatan harkat dan martabat manusia
e. Kehilangan kehormatan merupakan satu-satunya penderitaan
7
Usman El-Qurtuby, Al-Qur’an dan terjemah, (Bandung: Cordoba
Internasional-Indonesia, 2012)
f. Terjaminya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga
dan orang-orang tertentu.8
8
C.Djisman Samosir, Penologi dan Pemasyarakatan (Bandung: Nuansa
Aulia,2016), hlm.198-195
dan narapidana yang ada di lapas tersebut adalah 2.576 orang
dan melebihi kapasitas standarnya.9
c. Lapas Narkotika Kelas II A Jakarta
Lapas Narkotika kelas II A Jakarta terletak di Jatinegara,
Kota Jakarta Timur, yang berfungsi sebagai rumah tahanan
untuk terpidana narkotika. Pada lapas ini, terpidana kasus
narkotika diberikan rehabilitasi dan pencegahan berkaitan
dengan narkotika. Lapas ini memiliki kapasitas 1.084 orang.
Pada saat ini jumlah tahanan yang menghuni melebihi
kapasitas yaitu 2.919.
d. Lapas kelas I Surabaya
Lapas kelas I Surabaya terletak di Porong, Sidoarjo, Jawa
Timur, berdiri di atas tanah seluas 2.784 meter persegi dan
memiliki luas bangunan 900 meter persegi. Lapas kelas I
Surabaya memiliki daya tamping 1.038 orang. Pada saat ini
jumlah terpidana dan tahanan yang menghuni lapas kurang
lebih berjumlah 2.498 orang.
e. Lapas kelas I Malang
Lapas kelas I Malang atau lebih dikenal dengan LP
Lowokwaru terletak di jalan Asahan No. 07, Kelurahan
Bunulrejo, Kecamatan Blimbing, Kota Malang. Penjara ini
dibangun pada 1912, saat masa penjajaan Belanda dan
hingga saat ini masih digunakan. Lapas Lowokwaru
memiliki luas tanah sekitar 50.110 meter persegi, dengan
luas bangunan kurang lebih 14.679 meter persegi. Pada masa
pendudukan jepang, lapas ini digunakan untuk menampung
pejuang-pejuang yang melakukan aksi pemberontakan
teerhadap penjajah. Pada masa Agresi tahun 1947, lapas ini
dibumi hanguskan oleh masyarakat pribumi. Dengan ini,
Belanda tidak bisa menggunakan lapas tersebut. Penjara ini
telah mengalami pergantian tiga masa, yakni masa Belanda,
Jepang dan masa Kemerdekaan. Saat itu, digunakan sebagai
tempat penampungan para perjuang kemerdekaan untuk
diintrogasi. Ketika Belanda memasuki pejuang Kemerdekaan
hingga hanya menyisakan tembok penyekatnya. Hingga saat
ini LP Lowokwaru masih berfungsi sebagai penjara meski
9
Ramdhan Triyadi Bempah, “Lapas Dengan Kapasitas Terbesar di
Indonesia” Dalam https://m.detik.com/new/berita/d-4365019/5 (Diakses Pada
tanggal 23 juni 2019 pukul 11.30)
lokasinya berdekatan dengan rumah penduduk. Penjara ini
memiliki 22 blok dengan jumlah 211 kamar, dengan
kapasitas 936 orang. Berdasarkan dara ditjenpas, jumlah
narapidana dan tahanan yang ada dilapas ini kurang lebih
berjumlah 2.801 orang.
f. Lapas kelas II A Cibinong
Lapas kelas II A Cibinong berada di Desa Pondok Rajeh,
Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor, yang didirikan pada
2 Mei 2008 dengan luas area 4 hektar. Secara administratif,
lapas ini mulai beroperasi pada Januari 2008 dan menerima
narapidana/tahanan pada juli 2008 dari Wilaya Hukum Kota
Depok dan Kabupaten Bogor. Dengan status II A, penghuni
lapas ini di bawah 100 orang. Lapas ini mempunyai 4 blok
yang terdiri dari Bllok A, B, C dan D. Selain itu, lapas ini
difasilitasi dengan masjid, vihara, gereja, kantin jempol, serta
saung untuk menerima kunjungan dari keluarga. Untuk
menunjang olahraga, lapas ini juga menyediakan lapangan
voli dan lapangan tenis. Lapas kelas II A Cibinong bisa
menampung narapidana sejumlah 930 orang. Pada saat ini
tercatat kurang lebih narapidana dan tahanan yang ada di
lapas tersebut 1.567 orang.10
10
Ramdhan Triyadi Bempah, “Lapas Dengan Kapasitas Terbesar di
Indonesia” Dalam https://m.detik.com/new/berita/d-4365019/5 (Diakses Pada
tanggal 23 juni 2019 pukul 11.30)
c. Cina, 1 sipir mengawasi 3 orang narapidana.
d. Malaysia, 1 sipir mengawasi 3-4 orang narapidana.11
11
Andi Saputra, “5 Fakta Mengejutkan Lapas di Indonesia”, Dalam
https://m.detik.com/new/berita/d-4365019/5-FIndonesia-m.detik.com (Diakses
pada tanggal 23 juni 2019 pukul 11.00)
narapidana terkena penyakit, padahal sudah dituliskan pada Undang-
Undang Nomor 12 tahun 1995 bahwasanya narapidana mempunyai
hak-hak akan kesehatan.12
B. HAM dan Narapidana
12
Andi Saputra, “Fakta Mengejutkan Lapas di Indonesia”, Dalam
https://m.detik.com/new/berita/d-4365019/5-FIndonesia-m.detik.com (Diakses
pada tanggal 23 juni 2019 pukul 11.00)
13
Khabib Basori, Nur Khoiro Umatin, Lembaga HAM di Indonesia,
(Klaten: Cempaka Putih, 2018), hlm. 3
Manusia Barat berpendapat bahwa pengakuan dan penghargaan
terhadap Hak Asasi Manusia ditandai dengan lahirnya Magna Charta
(Piagam Agung), Revolusi Amerika, dan Revolusi prancis.
1) Magna Charta (1215)
Piagam perjanjian antara Raja John dari Inggris dengan
para bangsawan disebut Magna Charta. Isinya adalah
pemberian jaminan beberapa hak oleh raja kepada para
bangsawan beserta keturunannya, seperti hak untuk tidak
dipenjarakan tanpa adanya pemeriksaan pengadilan.
Jaminan itu diberikan sebagai balasan atas bantuan biaya
pemerintahan yang telah diberikan oleh para bangsawan.
Sejak itu, jaminan hak tersebut berkembang dan menjadi
bagian dari sistem konstitusional Inggris.
2) Revolusi Amerika (1776)
Perang kemerdekaan rakyat Amerika Serikat melawan
penjajahan Inggris disebut Revolusi Amerika. Declaration
of Independence (Deklarasi Kemerdekaan) dan Amerika
Serikat menjadi negara merdeka tanggal 4 Juli 1776
marupakan hasil dari Revolusi ini.
3) Revolusi prancis (1789)
Revolusi Prancis adalah bentuk perlawanan rakyat Prancis
kepada rajanya (Louis XVI) yang telah bertindak
sewenang-wenang dan absolut. Declaration des droits de
I’homme et du citoyen (pernyataan hak-hak manusia dan
warga negara) dihasilkan oleh Revolusi Prancis. Pernyataan
ini membuat tiga hal: hak atas kebebasan (liberty),
kesamaan (egality), dan persaudaraan (fraternite).14
14
Arthur Fahtoni, “Sejarah Hak Asasi Manusia” dalam
https://www.zonasiswa.com (Diakses pada tanggal 24 juni 2019 pukul 20.35)
kebebasan yang dirumuskan oleh Presiden Amerika Franklin D.
Roosevelt. Empat kebebasan yang dimaksud sebagai berikut.
1) Freedom of speech (kebebasan untuk berbicara dan
menyatakan pendapat).
2) Freedom of religion (kebebasan beragama)
3) Freedom from fear (kebebasan dari ketakutan)
4) Freedom from want (kebebasan dari kemelaratan)
b. Pengertian Narapidana
Banyak pelanggaran hukum yang terjadi di masyarakat, baik
pelanggaran hukum adat ataupun hukum negara. Setiap pelanggaran
yang dilakukan dalam hukum adat atau hukum negara akan dikenai
sanksi sesuai dengan apa yang dilakukannya. Dalam hukum negara
pelaku pelanggaran hukum akan menerima sanksi setelah dilakukan
peradilan dan dikenakan putusan dari hakim. Setelah mendapat
putusan dari hakim dan dinyatakan bersalah maka pelaku tersebut
disebut narapidana.15
Berdasarkan kamus bahasa Indonesia, narapidana adalah orang
hukuman (orang yang sedang menjalani hukuman karena tindak
pidana) terhukum. Sementara itu,16 menurut kamus induk istilah
ilmiah menyatakan bahwa naarapidana adalaha hukuman; orang
buaian. Selanjutnya berdasarkan kamus hukum, narapidana diartikan
sebagai orang yang menjalani pidana dalam Lembaga
Pemasyarakatan.17
Narapidana adalah manusia yang memiliki spesifkasi tertentu,
secara umum narapidana adalah manusia biasa seperti kita semua,
namun kita tidak dapat begitu saja menyamakannya. Dalam konsep
pemasyarakatan baru narapidana bukan saja sebagai obyek
melainkan juga sebagai subjek yang tidak berbeda dengan manusia
15
Khabib Basori, Nur Khoiro Umatin, Lembaga HAM di Indonesia,
(Klaten: Cempaka Putih, 2018), hlm 4
16
http://kbbl.web.id/narapidana. (diakses pada 25 juni 2019 pukul 10.00)
17
M.Y Al-Barry Dahlan, Kamus Induk Istilah Ilmiah Seri Intellectual
(Surabaya: Target Prees, 2003), hlm 573.
lainnya yang sewaktu-waktu dapat melakukan kesalahan kehilafan
yang dapat dikenaia pidana, sehingga tidak harus diberantas.
Bagaimanapun juga narapidana adalah manusia yang memiliki
potensi yang dapat dikembangkan untuk menjadi lebih produktif,
untuk menjadi lebih baik dari sebelum menjadi narapidana.18
Narapidana wanita merupakan bagian dari komunitas
masyarakat suatu bangsa. Selaku manusia, ia memiliki hak yang
wajib dihormati dan dijunjung tinggi oleh negara, pemerintah,
hukum, dan setiap orang. Dalam melakukan pembinaannya
dibedakan dengan narapidana laki-laki karena narapidana wanita
mempunyai perbedaan secara fisik maupun psikologis dengan
narapidana laki-laki. Sehingga pelayanan dan akses kesehatannya
pun juga berbeda karena kebutuhan reproduksi wanita lebih
kompleks dibanding laki-laki.19
Narapidana menurut Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 12 tahun 1995 tentang Lembaga Pemasyarakatan Pasal 1
ayat (7) adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan
di lembaga pemasyarakatan, sedangkan dalam Pasal (6) terpidana
adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.20
18
Harsino HS, Sistem Baru Pemidanaan Narapidana (Jakarta: Djamban,
1991), hlm 72.
19
Putri Amalia Andansari, Hak Memperoleh Pelayanan Kesehatan Bagi
Narapidana Wanita yang Sedang Hamil (Studi di Lembaga Pemasyarakatan
Wanita Kelas IIA Malang),
http://Hukum.Studenjournal.ub.ac.id/index.php/Hukum/article/view/555, (Diakses
pada 25 juni 2019 pukul 13.30)
20
Pasal 1, ayat 7 dan 6, Undang-Undang No 12 Tahun 1995 Tentang
Lembaga Pemasyarakatan.
2. Hak-Hak Narapidana
Walaupun narapidana kehilangan kemerdekaannya tapi ada
hak-hak narapidana yang tetap dilindungi dalam sistem
pemasyarakatan, seperti yang tertuang dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan
Pasal 14 menyatakan bahwa hak narapidana yaitu :
a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau
kepercayaannya
b. Mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani
c. Mendapat pendidikan dan pengajaran
d. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak
e. Menyampaikan keluhan
f. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media
masa lainnya yang tidak dilarang
g. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan
h. Menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang
tertentu lainnya.
i. Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi)
j. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk
mengunjungi keluarga.
k. Mendapatkan pembebasan bersyarat
l. Mendapat cuti menjelang bebas.
m. Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan
Perundang-Undang yang berlaku.21
21
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 Tentang
Pemasyarakatan.
c. Pendidikan dan pembimbingan
d. Penghormatan harkat dan martabat manusia
e. Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya
penderitaan
f. Terjaminnnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga
dan orang-orang tertentu.
22
Harsino HS, Sistem Baru Pemidanaan Narapidana (Jakarta: Djamban,
1991), hlm 51.
23
Khusnul Khotimah, Skripsi: “Proses Pembinaan Warga Binaan
Pemasyarkatan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wirogunan Yogyakarta,
(Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta, 2016), hlm.31
tidak sesuai lagi dengan perkembangan nilai dan hakekat hidup yang
tumbuh di masyarakat. Dalam sistem pemasyarakatan, tujuan
pemidanaan adalah pembinaan dan bimbingan, dengan tahap-tahap
admisi/orientasi, pembinaan dan asimilasi. Tahap-tahap tersebut
tidak dikenal dalam sistem kepenjaraan. Tahap admisi/orientasi
dimaksudkan, agar narapidana mengenal cara hidup, peraturan dan
tujuan dari pembinaan atas dirinya, sedang pada tahap asimilasi
narapidana diasimilasikan ke tengah-tengah masyarakat di luar
lembaga pemasyarakatan. Hal ini dimaksud sebagai upaya
penyesuaian diri, agar narapidana tidak menjadi canggung bila
keluar dari lembaga pemasyarakatan.
Tujuan pembinaan adalah pemasyarakatan, dapat dibagi dalam
tiga hal yaitu:
a. Setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan tidak lagi
melakukan tindak pidana.
b. Menjadi manusia yang berguna, berperan aktif dan kreatif
dalam membangun bangsa dan negaranya.
c. Mampu mendekatkan diri kepada Tuhan yang Maha Esa dan
mendapatkan kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.24
C. HIV/AIDS
1. HIV/AIDS
24
Khusnul Khotimah, Skripsi: “Proses Pembinaan Warga Binaan
Pemasyarkatan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wirogunan Yogyakarta,
(Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta, 2016), hlm.31
Immune yang berarti mengacu pada sistem imun, organ/sel yang
melawan terhadap penyakit dan infeksi dalam tubuh. Deficiency
berarti rusak atau kekurangan sesuatu, maka immunedeficiency
berarti sistem imun mengalami kerusakan dan tidak dapat berfungsi
dengan sesuai untuk melawan infeksi atau penyakit dengan baik.
Virus adalah mikroba yang amat sangat kecil yang dapat
menyebabkan penyakit.25
Biasanya berbagai jenis infeksi bisa ditangkal orang sehat
karena tubuh mempunyai sel-sel darah putih yang bertugas
mempertahankan diri orang itu. Sel-sel darah putih ini akan
memerangi setiap serangan dari luar dengan mengerakkan sebarisan
sel untuk melakukan serangan balik terhadap benda asing yang
masuk tubuh (kuman, virus, penyakit).
Sel darah putih juga akan menghasilkan zat-zat tertentu yang
disebut antibodi untuk melumpuhkan penyerbu-penyerbu dari luar
tadi. Setiap penyakit akan menghasilkan antibodi yang khas untuk
penyakit tersebut. Bahkan ada beberapa penyakit tertentu sel darah
putih akan menghasilkan antibodi yang bisa melindungi tubuh
seumur hidup.
HIV itu merupakan sejenis virus yang menyerang sistem
kekebalan tubuh manusia. Virus HIV akan masuk kedalam sel darah
putih dan merusaknya, sehingga sel darah putih yang berfungsi
sebagai pertahanan terhadap infeksi akan menurun jumlahnya.
Akibatnya sistem kekebalan tubuh menjadi lemah dan penderita
25
Dani Irawan Yatim, Dialog Seputar AIDS, (Jakarta: Grasindo, 2006),
hlm.3.
mudah terkena berbagai penyakit, kondisi seperti ini disebut AIDS.26
AIDS adalah singkatan Acquired Immune Defeciency Syndrome.
Acquired berarti didapat, bukan keturunan. Immune terkait dengan
sistem kekebalan tubuh. Defeciency berarti kekurangan. Syndrome
atau sindrom berarti penyakit dengan kumpulan gejala, bukan gejala
tertentu. Jadi AIDS merupakan kumpulan gejala-gejala penyakit
yang didapat tubuh manusia serta dapat menimbulkan kerusakan,
menurunya dan bahkan tidak dapat berfungsi lagi sistem kekebalan
tubuh manusia. Biasanya kekebalan tubuh inilah yang melindungi
diri manusia terhadap penyakit. Maka kalau sistem kekebalan tubuh
yang mendapat serangan virus ini maka penyakit yang biasanya
tidak berbahaya akan menyebabkan sakit dan meninggal.27
Orang yang terinfeksi HIV dan AIDS dalam Bahasa Inggris
disebut PLWHA (People Licing with HIV/AIDS), sedangkan di
Indonesia kategori ini diberi nama ODHA (Orang dengan HIV dan
AIDS) dan OHIDA (Orang yang hidup dengan HIV dan AIDS) baik
keluarga serta lingkungannya. Demikian, ODHA merupakan sebutan
bagi orang yang menderita HIV dan AIDS. ODHA merupakan
singkatan dari Orang Dengan HIV dan AIDS, sebagai pengganti
istilah penderita yang mengarah pada pengertian bahwa orang
tersebut sudah secara positif diagnosa terinfeksi HIV.28
26
Yulrina Ardhiyanti, dkk, Bahan Ajar AIDS Pada Asuhan Kebidanan,
(Yogyakarta: Deepublish, 2015), hlm.4.
27
Yayasan Sprita, Lembaran Informasi Tentang HIV dan AIDS Untuk
Orang Yang Hidup Dengan HIV (Odha), (Jakarta: Yayasan Spiritia, 2015) hlm.15.
28
Syaiful, Meliputi AIDS (Jakarta: Pusat Sinar Harapan, 2000), hlm 5.
2. Sejarah HIV/AIDS
Sejarah tentang HIV/AIDS dimulai ketika tahun 1979 di
Amerika Serikat ditemukan seorang gay muda dengan pneumocystis
carini dan dua orang gay muda dengan sarcoma kaposi. Pada tahun
1981 ditemukan seorang gay muda dengan kerusakan sistem
kekebalan tubuh. Pada tahun 1980 WHO mengadakan pertemuan
yang pertama tentang AIDS. Penelitian mengenai AIDS telah
dilaksanakan secara intensif, dan informasi mengenai AIDS sudah
menyebar dan bertambah dengan cepat. Selain berdampak negatif
pada bidang medis, AIDS juga berdampak negatif dibidang lainnya
seperti ekonomi, politik, etika dan moral.29
Istilah HIV telah digunakan sejak 1986 sebagai nama untuk
retrovirus yang diusulkan pertama kali sebagai penyebab AIDS oleh
Luc Montagnier dari Prancis, yang awalnya menamakan LAV
(lymphadenopathy associated virus) dan oleh Robert Gallo dari
Amerika Serikat, yang awalnya menamakannya HTLV-III(human
Tlymphotropic virus type III). HIV adalah anggota dari genus
lentivirus, bagian dari keluarga rettroviridae yang ditandai dengan
periode latensi yang panjang dan sebuah sampul lipid dai selshot
awal yang mengelilingi sebuah pusat protein atau RNA. Dua spesies
HIV menginfeksi manusia: HIV- 1 dan HIV-2 HIV-1 adalah yang
lebih “ virulent” dan lebih mudah menular, dan merupakan sumber
dari kebanyakan infeksi HIV di seluruh dunia; HIV- 2 kebanyakan
29
Widoyono, Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan
Pemberantasannya, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2011), hlm 47.
masih terkurung di Afrika Barat, melompat dari primata ke manusia
dalam sebuah proses yang dikenal sebagai zoonosis.30
AIDS menarik perhatian komunitas kesehatan pertama kali
pada tahun 1981 setelah terjadi secara tidak lazim, kasus-kasus
peneumocystis carini (PPC) dan Sarkoma (SK) pada laki-laki muda
31
homoseks di Calfornia (Gott 1981). Kasus pertama AIDS di
Indonesia dilaporkan secara resmi oleh Departemen Kesehatan pada
tahun 1987 yaitu pada seorang warga negara Belanda di Bali.
Sebenernya sebelum itu telah ditemukan kasus pada bulan Desember
1985 yang secara klinis sesuai dengan diognosis AIDS dan hasil tes
Elisa tiga kali diulang, menyatakan positif. Hanya hasil tes Western
Blot, yang saat itu di lakukan di Amerika Serikat, hasilnya negatif
sehingga tidak dilaporkan sebagai kasus.32
3. Penyebab HIV/AIDS
Penyebab HIV dan AIDS adalah golongan virus retro yang
disebut human immunedeficiency Virus (HIV). HIV yang dulu
disebut virus limfotrofik sel T manusia tipe III (HTLV) atau virus
limfadenopati (LAV), adalah suatu retrovirus manusia sitopatik dari
family lentivirus. Retrovirus merubah asam retrovirus (RNA)
menjadi asam deoksiribonukleat (DNA) setelah masuk kedalam sel
30
Dani Irawan Yatim, Dialog Seputar AIDS, (Jakarta: Grasindo, 2006),
hlm.17.
31
Sylvia Anderson Price, Patologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
(Jakarta: EGC, 2006) hlm. 225.
32
Zubairi, dkk, HIV/AIDS di Indonesia Dalam A.W. Sudotok, dkk. Buku
Ajar Penyakit Dalam Jilid III, (Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas UI, 2009), hlm 33.
penjamu, HIV-1 dan HIV-2 adalah lentivirus sitopatik, dengan HIV-
1 menjadi penyebab utama AIDS di seluruh dunia.
33
Rose kusuma, Mencegah Seks Bebas Narkoba dan HIV/AIDS,
(Yogyakarta, Ar-Ruzz Media, 2027), hlm 72-73.
Walaupun pada bulan dan tahun pertama penderita mungkin
tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit, ia berpotensi menularkan
virus kepada orang lain. Sebenarnya, pada periode inilah virus HIV
membahayakan karena boleh jadi penderita tidak tahu-menahu
tentang kondisi tubuhnya. Ia tetap beraktivitas, terutama akitivitas
seksual sehingga secara tidak sengaja menyebarkan infeksi kepada
orang-orang lain. Seiring berjalannya waktu, daya tahan tubuh
penderita semakin menurun. Gejala mencolok yang dialami oleh
penderita AIDS ialah ia akan gampang terserang penyakit, bahkan
untuk penyakit yang bagi kebanyakan orang normal lain tidak
membahayakan. Gejala rinci mengenai apa yang dialami oleh
penderita AIDS diantaranya:34
a. Merasa kelelahan yang amat sangat dan berkepanjangan
tanpa sebab yang jelas semakin hari semakin parah
b. Diare terus-menerus lebih dari sebulan tanpa sebab yang
jelas.
c. Mengalami batuk kering dalam jangka waktu lama yang
bukan disebabkan karena merokok.
d. Mengalami penurunan berat badan terus-menerus tanpa
sebab.
e. Pembengkakan kelenjar di leher, ketiak, dan dibagian
selangkangan yang lama atau lebih dari dua minggu, baik
disertai rasa sakit maupun tidak.
f. Timbul bercak-bercak di kulit, mulut, hidung, lipatan mata,
dan bagian dubur, bercak itu seringnya berwarna jingga atau
ungu yang berbentuk datar atau menonjol, keras, dan tanpa
rasa.
34
Dani Irawan Yatim, Dialog Seputar AIDS, (Jakarta: Grasindo, 2006),
hlm.9.
lama berkembang menjadi AIDS. Bahkan tergantung dari daya tahan
tubuh seseorang. Apabila daya tahan tubuh kuat, mungkin gejala
AIDS yang tampak baru muncul bertahun-tahun lamanya. Akan
tetapi, apabila daya tahan tubuh lemah mungkin HIV akan lebih
cepat berproses dalam mengahncurkan sel darah putih.
Situasi HIV/AIDS di Indonesia tahun 1987-2006 berikut ini
manifestasi klinis perjalanan penyakit infeksi HIV. Pada 2-6 minggu
setelah seseorang terinfeksi terjadi sindrom retroviral akut.
Kebanyakan penderita akan menunjukkan gejala infeksi primer yang
dapat berupa gejala umum seperti nyeri otot, demam, rasa lemah,
nyeri sendi; kelainan berupa ruam kulit dan ulkus di mulut; gejala
neurologi seperti nyeri kepala, depresi, nyeri belakang kepala, dan
fotopobia; pembengkakan kelenjar limfa; ganguan saluran cerna
yang dapat berupa anoreksia, nausea, jamur di mulut, dan diare.
Gejala-gejala tersebut dapat berlangsung 2 (dua) sampai 6 (enam)
minggu dan akan menghilang atau membaik melalui pengobatan
maupun tidak. Setelah gejala menghilang disertai serokonversi,
selanjutnya penderita akan memasuki fase asimtomik, yakni tidak
ada gejala yang berlangsung rata-rata selama delapan tahun (5-10
tahun).35 Pada fase ini penderita nampak sehat, seperti tidak
mengalami masalah kesehatan dan tetap mampu beraktivitas normal
dalam kegiatan sehari-hari.Sampai fase asimtomik dilalui, penderita
akan memasuki fase simtomatik. Pada tahap inilah muncul gejala-
gejala yang dirasakan, seperti demam, pembesaran kelenjar limfa
35
Evida Mauliang, Istiqomah, dkk, Situasi HIV/AIDS di Indonesia Tahun
1987-2006 (Jakarta: Pusat Data Dan Informasi Departemen Kesehatan R.I, 2006),
Hlm.7.
yang selanjutnya diikuti infeksi oportunistik. Infeksi oportunistik
adalah infeksi yang tidak dapat terjadi pada orang normal tetapi
terjadi pada penderita AIDS. Pada tahap awal penderita akan merasa
keringat yang berlebihan di malam hari, diare kronis yang terus-
menerus tanpa sebab yang jelas, penurunan berat badan, dan flu
yang berkepanjangan. Kemudian pada stadium lanjut bisa muncul
radang paru-paru, kanker kulit, infeksi otak, dan gejala penyakit
lainnya. Adanya infeksi oportunistik inilah maka si penderita telah
memasuki stadium AIDS. Fase ini berlangsung dalam perkiraan 1-3
tahun yang bisa berakhir dengan kematian.36
5. Cara penularan HIV/AIDS
Virus HIV ditularkan melalui pertukaran cairan tubuh seperti
darah, air mani, cairan vagina, dan air susu ibu. Beberapa cara
penularan HIV melalui:
a. Hubungan seks (seksual)
b. Penggunaan jarum suntik yang perna dipakai orang lain yang
tertular HIV
c. Transfusi darah yang mengandung HIV
d. Hubungan perintal yakni dari ibu hamil kepada janin atau
bayi yang disusuiya37
36
Evida Mauliang, Istiqomah, dkk, Situasi HIV/AIDS di Indonesia Tahun
1987-2006 (Jakarta: Pusat Data Dan Informasi Departemen Kesehatan R.I, 2006),
Hlm.7.
37
Yulrina Ardhiyanti, dkk, Bahan Ajar AIDS Pada Asuhan Kebidanan,
(Yogyakarta: Deepublish, 2015), hlm.24.
1) Melalui aktivitas seksual antara laki-laki (65%)
2) Melalui aktivitas seksual antara laki-laki dan perempuan
(4%-7%)
Jadi sebagian besar kasus HIV/AIDS ditularkan lewat
hubungan seksual antara laki-laki (homoseksual). Tapi fakta
ini harus diinterprestasikan secara hati-hati. Jumlah kasus
AIDS yang ditularkan diantara laki-laki dan wanita berlipat
dua tiap tahun. Membuat cara penularan ini masuk dalam
kategori yang pertumbuhanya paling cepat. Penularan
melalui cairan sperma merupakan hubungan seks atau
hubungan badan yang di lakukan seseorang yang positif HIV
dengan pasangannya tanpa menggunakan kondom, maka
besar kemungkinan pasangannya akan tertular HIV.
Sedangkan penularan melalui cairan vagina merupakan
wanita dengan HIV positif dan berhubungan seks atau
berhubungan badan dengan pasangannya, sedangkan
pasangannya tidak menggunakan kondom.
b. Penularan non seksual
Penularam non seksual antara lain :
1) Jarum suntik
Kurang lebih 24 persen dari seluruh penduduk yang
menderita AIDS kemungkinan terinfeksi melalui jarum
suntik. Beberapa diantaranya mungkin telah terinfeksi
melalui penularan lewat hubungan seksual, khususnya
sepertiga dari pemakai jarum suntik yang telah melakukan
kontak seksual dengan laki-laki lain. Di kota-kota besar,
pemaakaian jarum suntik merupakan jalan penularan
AIDS yang tumbuh subur. Lebih dari 1.5 juta penduduk
Amerika menggunakan obat intravena secara periodik dan
karenannya mempunyai risiko tinggi untuk terkena jika
mereka menggunakan jarum suntik.
2) Transfusi darah
Darah yang tercemar virus HIV apabila di tranfusikan
akan langsung menularkan virus kepada si penerima
karena darah akan langsung masuk kedalam sistem
peredaran darah di tubuh.
3) Periatal
Bagi seorang ibu yang terinfeksi HIV berpikir ulang untuk
memiliki anak. Jika memiliki anak, hindari untuk
menyusuinya. Penularan virus HIV kepada anaknya dapat
terjadi ketika janin berada di kandungan, pada persalinan,
atau ketika bayi disusui.
38
Dani Irawan Yatim, Dialog Seputar AIDS, (Jakarta: Grasindo, 2006),
hlm.4.
39
Rose kusuma, Mencegah Seks Bebas Narkoba dan HIV/AIDS,
(Yogyakarta, Ar-Ruzz Media, 2027), hlm.76-77.
bertambah. Penanganan terhadap penderita HIV mulai dengan
screening, lalu dilakukan tes darah HIV dengan menerapkan metode
voluntary counselling, and Testing (selanjunya disingkat VCT).
a) Screening
1. Pengertian screening
Screening adalah cara untuk mengidentifikasi
penyakit yang belum tampak melalui suatu
pemeriksaan yang dapat dengan cepat memisahkan
antara orang ang mungkin menderita penyakit dengan
orang yang mungkin tidak menderita penyakit.
Mereka lalu diberi informasi mengenai kesehatan
mereka, pemeriksaan lebih dalam dan perawatan
untuk mengurangi resiko penyakit mereka dan/atau
muncul komplikasi penyakit mereka.
2. Tujuan screening
Tujuan screening yaitu deteksi dini penyakit tanpa
gejala atau dengan gejala yang tidak khas terhadap
orang-orang yang tampak sehat, tetapi mungkin
menderita penyakit, yaitu orang-orang yang memiliki
resiko tinggi terkena penyakit (population a risk)
3. Cara melakukan screening
Sebelum melakukan screening, terlebih dahulu harus
ditentukan penyakit atau kondisi medis apa yang akan
dicari pada screening. Kriteria untuk menentukan
kondisi medus yang akan dicari adalah:
a. Efektivitas pengobatan yang akan diberikan
apabila hasil screening positif.
b. Beban penderita yang ditimbulkan oleh kondisi
tersebut,
c. Akurasi uji screening
Setelah menentukan kondisi medis yang akan dicari,
uji creening dapat dilaksanakan dalam bentuk:
a. Pertanyaan anamnesis, misalnya: apakah anda
sering melakukan aktivitas seks ?
b. Bagian pemeriksaan fisik;
c. Prosedur
d. Uji laboratorium, misalnya: pemeriksaan darah.
Kriteria bagi uji screening yang baik menyangkut
antara lain:
a. Sensitivitas dan spesifisitas
b. Sederhana dan biaya murah
c. Aman
d. Dapat diterima oleh pasien dan klinikus40
4. Efek screening
Jika pengobatan dini tidak berpengaruh terhadap
perjalanan penyakit, usia saat terjadinya stadium
lanjut penyakit atau kematian tidak akan berubah,
walaupun ada perolehan lead time, yaitu periode dari
saat deteksi penyakit (dengan screening) sampai
dengan saat diagnosis seharusnya dibuat jika tidak
ada screening. Setelah melalui tahap screening, maka
akan dilakukan tes darah HIV, namun klien memiliki
hak sepenuhnya untuk memutus apakah ia bersedia
mengikuti tes darah HIV. Jika klien menyetujui
mengikuti tes darah HIV, maka akan dilakukan
metode Voluntary Counsellung and Testing (VCT),
yaitu metode pendekatan terhadap orang yang
beresiko terkena HIV yang dilakukan oleh konselor
VCT yang terdiri dari tahap pre-test counselling, dan
post-test counselling secara sukarela (voluntary) dan
bersifat rahasia (confidential). Konseling dan testing
sukarela yang dikenal sebagai voluntary counselling
and testing (VCT) merupakan salah satu strategi
kesehatan masyarakat dan sebagai pintu masuk ke
seluruh layanan kesehatan HIV/AIDS berkelanjutan.
b) Tes HIV
Untuk melakukan tes HIV, darah diambil untuk dites
dengan alat tertentu. Tes HIV tidak mencari virus di
dalam darah itu: yang dicari adalah antibody terhadap
virus yang dibentuk oleh sistem kekebalan tubuh. Sistem
kekebalan tubuh membutuhkan beberapa minggu atau
bulan setelah terinfeksi untuk membentuk antibody. Jadi
40
Wawan Solihin, Skripsi: “Perlindungan Kesehatan Narapidana Dalam
Pandangan Hukum Positif dan Hukum Pidana Islam di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas IIA Pemuda Tanggerang(Jakarta :Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatulla,2015), hlm.50
bila kita tes segera setelah kita terinfeksi, hasil tes akan
negatif walaupun ada HIV di dalam tubuh. Waktu antara
terinfeksi dan tes HIV mampu menunjukan hasil positif
disebut sebagai masa jendela tidak lebih dari tiga bulan.
Jika memutuskan untuk melakukan tes HIV, darah akan
dites sedikitnya satu kali. Jika hasil tes negatif,
seseorang dianggap tidak terinfeksi atau mungkin dalam
masa jendela. Tes awal ini sering dilakukan dengan cara
sederhana, dengan memakai alat yang disebut tes cepat
(rapid test), yang dapat menunjukan hasil dalam 20
menit. Jika hasil dari tes pertama ini positif (sering
disebut sebagai reaktif), darah biasanya dites sekali atau
dua kali lagi dengan tes lain sebagai konfirmasi. Tes ini
dapat dilakukan dengan tes cepat yang lain atau dengan
alat yang disebut ELISA.