Anda di halaman 1dari 15

DEWAN PASTORAL PAROKI

Dewan Pastoral (Latin: consilium pastorale) merupakan himpunan atau


badan konsultatif dalam paroki dan keuskupan Gereja Katolik Roma, yang
fungsinya adalah memberikan saran mengenai hal-hal pastoral
kepada uskup diosesan atau pastor (imam) paroki. Dewan pastoral
didirikan oleh uskup diosesan, dengan pastor (kepala) paroki sebagai
ketuanya.
Tujuan utama dibentuknya suatu dewan pastoral keuskupan adalah
penelitian, refleksi, dan meraih kesimpulan mengenai hal-hal pastoral
untuk diusulkan kepada sang uskup.
Sedangkan dewan pastoral paroki, sering kali disingkat menjadi "dewan
paroki" saja, melakukan hal yang sama bagi pastor paroki.

Cakupan
Para imam dan uskup dapat berkonsultasi dengan dewan pada tingkatan
masing-masing mengenai hal-hal praktis.
Pada tingkat keuskupan, hal ini dapat berupa "upaya kerasulan, katekese,
dan misioner dalam keuskupan tersebut, berkenaan dengan kemajuan
pembinaan doktrinal dan kehidupan sakramental umat beriman; seputar
kegiatan pastoral untuk membantu para imam dalam berbagai bidang
teritorial dan sosial di keuskupan tersebut; seputar opini publik mengenai
hal-hal yang berkaitan dengan Gereja karena cenderung lebih perlu dibina
pada masa sekarang; dan lain-lain" ("Surat Edaran tentang 'Dewan
Pastoral'" (Omnes Christifideles) no.9, Kongregasi bagi Para Imam, 1973).[1]

Sumber dari Vatikan II


Konsep dewan pastoral pertama kali diungkapkan pada Dekret tentang
Jabatan Pastoral Para Uskup (Christus Dominus, p. 27), sebuah
dokumen Konsili Vatikan II tahun 1965.

1
Dekret tersebut menganjurkan agar para uskup membentuk dewan
pastoral keuskupan dengan suatu tujuan rangkap tiga.
Tujuan yang dimaksud adalah meneliti masalah-masalah pastoral,
merenungkan atau merefleksikannya, dan merumuskan kesimpulan yang
dapat diusulkan oleh dewan tersebut kepada sang uskup.
Enam dokumen resmi lainnya dari Gereja mendefinisikan dewan pastoral
keuskupan dengan cara rangkap tiga ini:

 Paus Paulus VI (1966), "Ecclesiae Sanctae I", no.16


 Sinode Para Uskup (1971); "Imamat Pelayanan"; artikel 2, II, bab 3
 "Petunjuk tentang Pelayanan Pastoral Para Uskup"; no.204; 1973
 Kongregasi bagi Para Imam (1973), "Surat Edaran tentang 'Dewan
Pastoral'", no.9
 Kongregasi bagi Para Imam (2002), "Imam, Pastoral dan Pemimpin -
Instruksi", p. 26
 Kongregasi bagi Para Uskup (2004), "Apostolorum successores - Petunjuk",
p. 184
Dalam suatu pidato pada tahun 1988 kepada para
uskup Chili, Kardinal Joseph Ratzinger berbicara tentang Vatikan II
sebagai satu "dewan pastoral" dengan suatu tekad sederhana, dan bukan
sebagai suatu "perpecahan dengan tradisi" sebagaimana digambarkan
oleh Marcel Lefebvre.[2]

Hukum kanon
Kanon 511 dalam Kitab Hukum Kanonik 1983 berbicara tentang dewan
pastoral 'diosesan': "Di setiap keuskupan, sejauh keadaan pastoral
menganjurkannya, suatu dewan pastoral perlu dibentuk yang mana di
bawah kewenangan uskup bertugas meneliti, mempertimbangkan, dan
mengajukan kesimpulan praktis mengenai hal-hal tersebut."[3] Hal ini
mencerminkan tujuan rangkap tiga dari dewan pastoral sebagaimana
dijelaskan sebelumnya dalam dokumen Vatikan II Christus
Dominus paragraf 27.
Kan. 536 dari KHK 1983 mengatur tentang dewan pastoral paroki.
Disebutkan bahwa:[4]

2
§1. Jika uskup diosesan menilainya baik setelah mendengarkan dewan
imam, suatu dewan pastoral perlu dibentuk di setiap paroki, di mana pastor
paroki menjadi ketuanya dan kaum beriman Kristiani, bersama dengan
mereka yang mengambil bagian dalam pelayanan pastoral berdasarkan
jabatannya di paroki, membantu dalam pengembangan kegiatan pastoral.

§2. Dewan pastoral memiliki suara konsultatif saja dan diatur oleh norma-
norma yang ditetapkan oleh uskup diosesan.
Sebagai akibatnya, pembentukan dewan pastoral paroki tergantung pada
penilaian uskup diosesan, setelah berkonsultasi dengan dewan imamnya.
Apabila ia menilainya tepat, suatu dewan pastoral didirikan di setiap
paroki dalam wilayah keuskupannya.

Dokumen yang lebih baru


Tujuan dari dewan pastoral paroki, sebagaimana disebutkan dalam Kanon
536, adalah mengembangkan kegiatan pastoral dalam paroki tersebut.
Karena pastor paroki adalah gembala yang tepat bagi parokinya, berarti
dewan pastoralnya memiliki suara konsultatif saja.
Bahkan Instruksi mengenai Pertanyaan Tertentu Berkenaan dengan Kerjasama
Kaum Beriman Tak-Tertahbis dalam Pelayanan Suci Imam tahun 1997
menyatakan bahwa:
"Adalah Pastor Paroki yang memimpin dewan paroki. Maka harus
dipandang tidak sah, dan karenanya batal dan tidak berlaku, setiap
pertimbangan (atau keputusan yang diambil) oleh suatu dewan paroki
yang mana belum dipimpin oleh Pastor Paroki atau disusun bertentangan
dengan keinginannya" (Pasal 5, § 3).[5]
Menurut Imam, Pastor dan Pemimpin Komunitas Paroki, suatu instruksi
dari Kongregasi bagi Para Imam tahun 2002,
"Tugas dasar dewan tersebut adalah melayani, pada tingkat kelembagaan,
kerjasama yang teratur dari umat beriman dalam pengembangan kegiatan
pastoral yang tepat untuk para imam.
Dewan pastoral karenanya adalah suatu organ konsultatif yang mana umat
beriman mengungkapkan tanggung jawab pembaptisan mereka, dapat

3
membantu pastor paroki yang memimpin dewan tersebut, dengan
menawarkan nasihat mereka tentang hal-hal pastoral.
Kaum beriman awam seharusnya semakin yakin akan makna khusus
bahwa komitmen mereka pada kerasulan dilakukan dalam paroki mereka;
karenanya perlu untuk memiliki suatu apresiasi yang lebih meyakinkan,
luas dan jelas bagi 'Dewan Pastoral Paroki'.
Ada alasan-alasan yang jelas untuk itu: Dalam keadaan sekarang ini umat
awam memiliki kemampuan untuk melakukan sangat banyak dan,
karenanya, harus melakukan sangat banyak ke arah pertumbuhan suatu
persekutuan gerejawi yang otentik di paroki-paroki mereka untuk
membangkitkan kembali semangat misioner terhadap mereka yang belum
beriman dan umat beriman yang telah meninggalkan iman mereka atau
lalai dalam menjalani kehidupan Kristiani".[6]:26
"Semua umat beriman memiliki hak, bahkan terkadang tugas, untuk
membuat pendapat mereka dikenal pada hal-hal mengenai kebaikan
Gereja. Ini dapat terjadi melalui lembaga-lembaga yang telah dibentuk
untuk memfasilitasi tujuan itu: [...] dewan pastoral dapat menjadi
pertolongan yang paling bermanfaat... memberikan usulan dan saran
mengenai prakarsa kerasulan, katekese, dan misioner [...] maupun dalam
memajukan pembentukan doktrinal dan kehidupan sakramental kaum
beriman; dalam bantuan yang akan diberikan pada karya pastoral para
imam dalam berbagai situasi sosial dan teritorial; dalam bagaimana dapat
lebih baik mempengaruhi pandangan masyarakat, dan lain-lain.
Dewan pastoral harus dilihat dalam kaitannya dengan konteks hubungan
pelayanan yang saling menguntungkan yang terjalin antara seorang pastor
paroki dan umatnya.
Oleh karena itu tidaklah masuk akal jika menganggap dewan pastoral
sebagai suatu organ yang menggantikan pastor paroki dalam
kepemimpinannya atas paroki tersebut, atau sebagai sesuatu yang,
berdasar pada suara mayoritas, secara substansial membatasi pastor paroki
dalam mengarahkan parokinya."[6]:26
Referensi

1. ^ (Inggris) Congregation for the Clergy (1973), Omnes Christifideles,


www.pastoralcouncils.com

4
2. ^ (Inggris) "Cardinal Ratzinger's address to bishops of Chile". Una
Voce America. 13 July 1988.
3. ^ (Inggris) "Chapter V. The Pastoral Council", Code of Canon Law,
Libreria Editrice Vaticana
4. ^ (Inggris) "Chapter VI. Parishes, Pastors, and Parochial Vicars", Code of
Canon Law, Libreria Editrice Vaticana
5. ^ (Inggris) Congregation for the Clergy and seven other dicasteries
(1997), On Certain Questions Regarding the Collaboration of the Non-
Ordained Faithful in the Sacred Ministry of the Priest - Instruction, Holy
See
6. ^ a b Congregation for the Clergy (2002), The Priest, Pastor and Leader of
the Parish Community - Instruction, Holy See
Pranala luar

 (Inggris) Mark F. Fischer, Pastoral Councils in Today's Catholic


Parish (Mystic, CT: Twenty-Third Publications - Bayard, 2001), ISBN 1-
58595-168-4.
o (Inggris) Parish Pastoral Councils, edited by Mark F. Fischer

DEWAN PASTORAL PAROKI MENURUT KHK - 1983


(DAN KONSILI VATIKAN II)
Pengantar
Setelah membaca keprihatinan yang ada di balik tulisan “Dari Meja Uskup
Agung, Memahami Pedoman Dasar DPP-KAMS 2004” dari Bapak Uskup
Mgr. John Liku dalam KOINONIA Vol. 2 no. 3 (Juni-Agustus 2007), dan
ajakan redaktur Koinonia kepada pembaca untuk mengirimkan karangan,
berikut ini saya kirimkan suatu karangan. Materi ini pernah saya pakai
sebagai bahan rekoleksi 1 dan 2 tahun lalu untuk Dewan Pastoral Paroki
Sto. Yakobus Mariso yang baru terpilih dan mau menyusun program
kerjanya, dan juga untuk Dewan Pastoral Paroki Mangkutana. Mungkin
ada manfaatnya bagi pembaca Koinonia.

Dewan Pastoral Paroki dan VATIKAN II

5
DEWAN PASTORAL mulai muncul segera setelah Konsili Vatikan II
(1965); namun tidak satu pun dokumen Vatikan II yang secara eksplisit
menyebutkan/membicarakan tentang Dewan Paroki atau Dewan Pastoral
Paroki. Yang dibicarakan adalah supaya ada ”koordinasi” yang baik antar
berbagai karya kerasulan.
Dasar yang biasa dipakai: Dekrit Kerasulan Awam (AA) art. 26:
Upaya-upaya yang berguna bagi kerjasama:
“Di Keuskupan-keuskupan sedapat mungkin hendaklah terdapat panitia-
panitia, untuk membantu karya kerasulan Gereja, baik di bidang
pewartaan Injil dan pengudusan, maupun di bidang amal kasih, sosial dan
lain-lain; di situ para imam dan religius hendaknya dengan cara yang tepat
bekerjasama dengan para awam. Panitia-panitia itu akan dapat
memantapkan koordinasi antar pelbagai persekutuan-persekutuan serta
usaha-usaha para awam, tanpa mengurangi sifat-sifat serta otonomi
masing-masing.
Bila memungkinkan panitia-panitia semacam itu hendaknya diadakan juga
di lingkup paroki atau antar-paroki, antar-keuskupan, di tingkat nasional
atau internasional, ….‟‟.
dan Konstitusi Dogmatis tentang Gereja (LG) art. 37:
Hubungan kaum awam dengan hirarki:
“… Hendaklah para awam mengemukakan kebutuhan-kebutuhan dan
keinginan-keinginan mereka kepada para imam, dengan kebebasan dan
kepercayaan, seperti layaknya bagi anak-anak Allah dan saudara-saudara
dalam Kristus. Sekadar ilmu-pengetahuan, kompetensi dan kecakapan
mereka, para awam mempunyai kesempatan, bahkan kadang-kadang juga
kewajiban, untuk menyatakan pandangan mereka tentang hal-hal yang
menyangkut kesejahteraan Gereja.
Bila itu terjadi, hendaklah itu dijalankan melalui lembaga-lembaga yang
didirikan Gereja untuk itu, dan selalu dengan jujur, tegas dan bijaksana,
dengan hormat dan cinta kasih terhadap mereka, yang karena tugas suci
bertindak atas nama Kristus. ……

6
Sebaliknya hendaklah para Gembala hirarkis mengakui dan memajukan
martabat serta tanggungjawab kaum awam dalam Gereja. Hendaklah
nasehat mereka yang bijaksana dimanfaatkan dengan suka hati, dan
dengan penuh kepercayaan diserahkan kepada mereka tugas-tugas dalam
pengabdian kepada Gereja. Dan hendaklah mereka diberi kebebasan dan
keleluasaan untuk bertindak; bahkan mereka pantas diberi hati supaya
secara spontan memulai kegiatan-kegiatan juga. Hendaklah para Gembala
dengan kasih kebapaan, penuh perhatian dalam Kristus,
mempertimbangkan prakarsa-prakarsa, usul-usul serta keinginan-
keinginan yang diajukan oleh awam. …”

Semangat Vatikan II itu kemudian ditegaskan dalam HUKUM GEREJA


1983
Kanon 228:

Orang-orang awam yang diketahui cakap, dapat diangkat oleh Gembala


rohani utuk mengemban jabatan-jabatan dan tugas-tugas gerejawi, yang
menurut ketentuan-ketentuan hukum dapat mereka pegang.
Orang-orang yang unggul dalam pengetahuan, kearifan dan peri
hidupnya, dapat berperan sebagai ahli-ahli atau penasehat, juga dalam
dewan-dewan menurut norma hukum, untuk membantu para Gembala
Gereja.

Kanon 208:
Di antara semua orang beriman kristiani, berkat kelahiran kembali mereka
dalam Kristus, ada kesamaan sejati dalam martabat dan kegiatan; dengan
itu mereka semua sesuai dengan kondisi khas dan tugas masing-masing,
bekerjasama membangun Tubuh Kristus.

Kanon 536:

7
Jika menurut pandangan Uskup Diosesan setelah mendengarkan Dewan
Imam, dianggap baik, maka hendaknya di setiap paroki didirikan Dewan
pastoral yang diketuai pastor-paroki; dalam dewan pastoral itu kaum
beriman kristiani bersama dengan mereka yang berdasarkan jabatannya
mengambil bagian dalam reksa pastoral di paroki, hendaknya memberikan
bantuannya untuk mengembangkan kegiatan pastoral.
Dewan Pastoral mempunyai suara konsultatif saja dan diatur oleh norma-
norma yang ditentukan Uskup Diosesan.

Kanon 537:
Di setiap paroki hendaknya ada Dewan Keuangan yang diatur selain oleh
hukum universal juga oleh norma-norma yang dikeluarkan oleh Uskup
Diosesan; dalam dewan keuangan itu kaum beriman kristiani yang dipilih
menurut harta benda paroki, dengan tetap berlaku ketentuan kanon 532.

Beberapa Catatan Prinsipil

1. Antara 1965 (selesainya Kons. Vatikan II) sampai 1983 (diundangkannya


KHK-1983): Dari satu pihak: sangat menggembirakan antusiasme
keterlibatan awam dalam “mengutus Gereja dan hidup menggereja”;
Dari lain pihak: salah satu ”kesedihan/kekacauan” yang diakibatkan oleh
Kons. Vatikan II adalah dalam bidang ”Dewan Paroki” yang dicoba
dibentuk dengan maksud baik di berbagai paroki; banyak didiskusikan
bahkan diperdebatkan tentang:
Apa arti „‟konsultatif‟‟; Otoritas atau kewenangan; Pembuat/pengambilan
keputusan; Peranan Pastor Paroki; hak voting? Peranan Dewan Paroki;
dilecehkan?

2. KERASULAN AWAM dan KERASULAN AWAM FUNGSIONAL


DALAM GEREJA:

8
Menjadi fungsionaris dalam Dewan Pastoral Paroki termasuk dalam
“Kerasulan Awam Fungsional dalam Gereja”; dan Kerasulan Awam
Fungsional dalam Gereja hanyalah merupakan satu bagian kecil dari
keseluruhan “Kerasulan Awam”.

(Bdk. Draft Pedoman Kerasulan Awam KAMS, yang diharapkan dapat


selesai dan mulai berlaku dalam tahun 2005 ini).

Maka adalah sangat tidak proporsional jika “keterlibatan awam dalam


Dewan Pastoral” dipakai sebagai borometer untuk mengukur “maju-
mundurnya” Kerasulan Awam yang dimaksudkan oleh Vatikan II dan
KHK-1983 di suatu paroki.
Bahkan kiranya harus dipertegas bahwa Kerasulan Awam Fungsional
dalam Gereja lebih merupakan „‟bantuan awam kepada hirarki‟‟ daripada
„‟Kerasulan Awam Murni‟‟.

3. KHK-1983 mempertegas TUGAS/PERANAN Dewan Pastoral Paroki


(bdk. Kanon 511) sbb.:

1). INVESTIGARE (investigate): mencermati, meneliti dan menganalisa


keadaan dan kebutuhan kehidupan iman dan kehidupan menggereja
umat; mengidentifikasi kebutuhan pastoral paroki.

2). PERPENDERE (ponder, considering): mempertimbangkan karya


pastoral apa dan dengan cara bagaimana karya pastoral itu dapat
menjawab keadaan/kebutuhan umat paroki, untuk meningkatkan secara
terencana kwalitas aktivitas pastoral dan kwalitas kehidupan beriman
umat paroki; termasuk secara periodik meninjau kembali (mengevaluasi,
mengadakan refleksi) karya-karya pastoral yang sudah sementara
berlangsung, apakah mau dilanjutkan, diperbaiki, atau dihentikan dan
diganti).

9
3). PROPONERE (propose, recommend): mengambil keputusan yang
praktis dalam bidang karya pastoral untuk diajukan sebagai usul yang
bersifat konsultatif (direkomendasikan, dikonsultasikan) kepada pastor
paroki; Pastor Parokilah, sebagai Gembala dan Penanggung-jawab terakhir
atas Paroki, yang mengambil keputusan definitif.

Maka garis besar Program Kerja Dewan Pastoral memuat:


- Merumuskan secara seksama “visi dan misi” paroki;
- Merumuskan target-target yang akan dicapai paroki di masa depan
(langkah-langkah antisipatif menuju ”paroki yang diinginkan di masa
depan”).
- Mengidentifikasi dan menentukan prioritas kebutuhan paroki;
- Menetapkan keputusan-keputusan praktis dan mengajukannya dalam
bentuk rekomendasi kepada Pastor Paroki.

Maka Dewan Pastoral Paroki:


- Bukan badan legislatif: bukan pembuat aturan, bukan pembuat kebijakan
atau pelarangan, bahkan bukan pembuat statuta untuk Dewan Pastoral
itu sendiri.
- Bukan badan eksekutif: bukan pelaksana/penyelenggara administratif
Paroki .
- Bukan badan yudikatif: bukan mengadili untuk menentukan mana benar
dan mana salah.
- Tetapi badan konsultatif dan rekomendatif terhadap/dari Pastor Paroki
(selaku Gembala umat dan penanggungjawab Paroki), dalam bidang
pastoral (aktivitas dan pelayanan pastoral kepada umat paroki.
Singkatnya: Dewan Pastoral membantu pastor paroki mengidentifikasi
kebutuhan pastoral paroki

10
- Ungkapan seorang iuris: “Tidak ada Dewan Pastoral yang bisa memaksa
Pastor Paroki untuk melakukan hal-hal yang oleh Pastor Paroki diyakini
akan merusak umat paroki, namun hanya pastor paroki bodoh/agak gila
yang menolak nasehat dan rekomendasi yang baik dari Dewan Pastoral”.
- Setiap Dewan Pastoral mempunyai kekhasannya, tidak ada suatu Dewan
Pastoral yang persis sama dengan Dewan Pastoral paroki lain, karena
KHK memang tidak memberikan suatu “sketsa atau organigram”
Dewan Pastoral yang fixed/sudah jadi.

Aktivitas/Kegiatan/Pelayanan Pastoral dalam suatu Paroki meliputi:


KHK tidak merumuskan secara eksplisit apa saja yang termasuk dalam
aktivitas pastoral Dewan Pastoral; tetapi karena Dewan Pastoral
”membantu pastor paroki” dalam aktivitas pastoral, maka rumusan
aktivitas pastoral pastor paroki (lih. Kanon 529) berlaku juga bagi Dewan
Pastoral, yakni:
Pewartaan Sabda Allah secara utuh kepada orang-orang yang tinggal
dalam wilayah paroki;
Penanaman nilai-nilai Injili (semangat Injili), termasuk nilai-nilai keadilan
sosial agar sungguh dihayati dan dipraktekkan/dihidupi umat paroki.
Pendidikan katolik bagi anak-anak dan kaum muda;
Mengupayakan agar warta injili tetap menjangkau umat yang
meninggalkan praktek keagamaannya atau yang tidak memeluk imannya
secara benar;
Mengupayakan agar Perayaan Ekaristi Mahakudus menjadi pusat
kehidupan umat paroki, termasuk devosi kepada Sakramen Mahakudus;
Penggembalaan umat lewat penerimaan sakramen-sakramen, termasuk
persiapan untuk menerima sakramen-sakramen itu;
Memotivasi umat untuk sesering mungkin menerima Sakramen Ekaristi
dan Sakramen Tobat;

11
Menggalakkan hidup doa baik doa pribadi tetapi terutama doa dalam
keluarga;
Aktif ambil bagian dalam setiap perayaan liturgi atau ibadat yang
diadakan; menjaga jangan ada penyalahgunaan ibadah/liturgi.
Berusaha agar semua warga paroki “merasa diterima sebagai anggota
komunitas umat”: anggota baru, kunjungan keluarga, yang mengalami
kecemasan dan kedukaan, dengan bijaksan memperbaiki yang bersalah,
dan menyerahkan mereka kepada Allah.
Membangun “komunitas umat berdasarkan cinta kasih” dengan semangat
dan keteladanan;
Membantu dengan penuh kasih sayang umat yang sakit, khususnya yang
mendekati ajal kematian, dan yang meninggal.

Mencari dan menghibur serta menolong umat yang miskin, putus-asa,


kesepian, dibuang dari tanah airnya (pengungsi), dikucilkan oleh
sesamanya, tertekan karena kesulitan-kesulitan.
Membina kehidupan kristiani dalam keluarga-keluarga serta berusaha
agar suami-istri dan orang tua dibantu memenuhi tanggungjawab mereka
sebagai suami-istri dan sebagai orang tua;
Mengembangkan kerasulan awam;
Memupuk pertumbuhan yang sehat serikat-serikat (kelompok-kelompok
kategorial) dalam paroki untuk tujuan-tujuan keagamaan.
Menguatkan dan menjaga agar umat dan paroki tetap menjalin hubungan
kerjasama yang harmonis dan besifat membangun dengan Uskup, paroki
lain, para imam, dan Gereja Universal.

Beberapa Catatan Teknis/Metodik


1. Supaya Rapat Dewan Pastoral efektif, perlu:
Janganlah menghabiskan banyak waktu dan tenaga lagi untuk
”mendiskusikan” apa wewenang pastor paroki dan apa wewenang
Dewan Pastoral hakekat dan faham dasar tentang Gereja yang

12
mempunyai unsur ”kelihatan” dan ”tak kelihatan”, dan tujuan ”salus
animarum suprema lex” menyebabkan „‟komunitas umat beriman dan
kepengurusan dalam komunitas umat beriman‟‟ tidak bisa begitu saja
dibandingkan apalagi disejajarkan dengan organisasi atau lembaga
lainnya.
Jagalah agar prosedural pelaksanaan tugas dan kerjasama dalam Dewan
Pastoral sesederhana/sesimple mungkin; jangan rumit atau berbelit-
belit.
Persempitlah program/agenda rapat Dewan Pastoral, karena
”kualitas/mutu (ketepatan) rekomendasi” jauh lebih penting daripada
„‟kuantitas/banyaknya rekomendasi‟‟ yang diajukan kepada Pastor
Paroki.
Sebaiknya Pastor Parokilah yang pertama-tama menyarankan
topik/program pastoral/pelayanan pastoral yang perlu
dibicarakan/didiskusikan/diprogramkan, tanpa mengurangi
kebebasan dan keseriusan Dewan Pastoral untuk menambah,
mendalami (=discernment) dan mengurangi agenda itu.
Rapat tidak selalu harus dipimpin oleh Pastor Paroki, khususnya kalau
rapat itu baru merupakan diskusi atau refleksi menuju suatu
kesimpulan untuk direkomendasikan kepada Pastor Paroki; Pastor
Paroki memang Ketua Dewan Pastoral, tetapi Pastor Paroki bukan
anggota Dewan Pastoral (bdk. Uskup & Dewan Imam, Dewan
Konsultor, Dewan Pastoral Keuskupan; juga Paus & Dewan Kardinal),
tetapi rapat Dewan Pastoral untuk memutuskan suatu rekomendasi
sebaiknya selalu dihadiri dan kalau perlu dipimpin oleh Pastor Paroki
selaku Ketua Dewan Pastoral.

Kemampuan Dewan Pastoral untuk mendengarkan umat dan Pastor


Paroki, serta kemampuan untuk mengolah, menganalisa dan
merefleksikan apa yang didengarkan itu untuk menghasilkan usulan-
usulan rekomendatif adalah jauh lebih penting daripada kemampuan
Dewan Pastoral untuk berdebat mempromosikan ide-idenya.
”No pastor, no council”; jika paroki ketiadaan pastor paroki (meninggal,

13
berhenti, dipindahkan) maka tidak ada rapat Dewan Pastoral sampai
pastor paroki baru mengundang rapat Dewan Pastoral.

2. Kehidupan beriman selalu menyangkut kehidupan bersama sebagai


komunitas dan kehidupan pribadi masing-masing orang. Kehidupan
bersama sebagai ”komunitas umat beriman” (bentuk sosial) dipanggil
kepada ”kehidupan bersama berlandaskan iman, harapan dan cinta
kasih”, sedangkan kehidupan pribadi sebagai orang beriman dipanggil
kepada ”kekudusan”.
Kedua hal tersebut menjadi obyek dari tugas Dewan Pastoral (untuk
investigare, rerpender, dan proponere). Maka Dewan Pastoral
hendaknya cukup peka untuk membedakan ”masalah-masalah FORUM
EKSTERNA” dengan ”masalah-masalah FORUM INTERNA”
kehidupan umat. Masalah-masalah forum interna pun hendaknya
dicermati perbedaan antara ‟‟masalah-masalah yang SULIT‟‟ dan
”masalah-masalah yang MENYAKITKAN”.

3. Dalam struktur Dewan Pastoral sekarang, dan mungkin juga DeSta


(Dewan Stasi) dan PeWil (Pengurus Wilayah), perlu dicermati kembali
posisi/fungsi Pemimpin Ibadat yang tetap (Pengantar, Katekis,
Pemimpin Ibadat Rukun Doa): dari satu pihak baiklah bahwa mereka
masuk dalam Dewan Stasi/Wilayah/Pengurus Rukun (bdk. Paralelnya
dengan Dewan Pastoral Paroki), tetapi dari lain pihak mereka juga
menjalankan suatu fungsi yang ”mirip dengan tugas pastor paroki”
selaku ”gembala umat” yang seyogianya juga tidak seakan-akan berada
”di bawah” DeSta, DeWil, Pengurus Rukun (PeRu).

4. Hubungan Kerjasama Dewan Pastoral – PeWil – DeSta – PeRu:


Secara formal, satuan kelompok umat yang terkecil dalam Gereja
Katolik adalah Paroki; maka eksistensi PeWil, DeSta, PeRu hanya dapat
dibenarkan sejauh itu mendukung “komunitas umat paroki‟‟. Maka
sulit dibayangkan adanya suatu PeWil, DeSta, PeRu yang beroposisi

14
dengan Dewan Pastoral Paroki (jika ada oposisi, maka pasti salah
satunya ada yang tidak beres).

Agar senantiasa terjalin kerjasama yang baik, tanpa jatuh ke dalam


suatu birokrasi yang rumit berbelit dan menghambat panggilan kepada
“iman, harapan, kasih, dan kekudusan”, ada baiknya menerapkan salah
satu prinsip manajemen berikut ini:

15

Anda mungkin juga menyukai