Cakupan
Para imam dan uskup dapat berkonsultasi dengan dewan pada tingkatan
masing-masing mengenai hal-hal praktis.
Pada tingkat keuskupan, hal ini dapat berupa "upaya kerasulan, katekese,
dan misioner dalam keuskupan tersebut, berkenaan dengan kemajuan
pembinaan doktrinal dan kehidupan sakramental umat beriman; seputar
kegiatan pastoral untuk membantu para imam dalam berbagai bidang
teritorial dan sosial di keuskupan tersebut; seputar opini publik mengenai
hal-hal yang berkaitan dengan Gereja karena cenderung lebih perlu dibina
pada masa sekarang; dan lain-lain" ("Surat Edaran tentang 'Dewan
Pastoral'" (Omnes Christifideles) no.9, Kongregasi bagi Para Imam, 1973).[1]
1
Dekret tersebut menganjurkan agar para uskup membentuk dewan
pastoral keuskupan dengan suatu tujuan rangkap tiga.
Tujuan yang dimaksud adalah meneliti masalah-masalah pastoral,
merenungkan atau merefleksikannya, dan merumuskan kesimpulan yang
dapat diusulkan oleh dewan tersebut kepada sang uskup.
Enam dokumen resmi lainnya dari Gereja mendefinisikan dewan pastoral
keuskupan dengan cara rangkap tiga ini:
Hukum kanon
Kanon 511 dalam Kitab Hukum Kanonik 1983 berbicara tentang dewan
pastoral 'diosesan': "Di setiap keuskupan, sejauh keadaan pastoral
menganjurkannya, suatu dewan pastoral perlu dibentuk yang mana di
bawah kewenangan uskup bertugas meneliti, mempertimbangkan, dan
mengajukan kesimpulan praktis mengenai hal-hal tersebut."[3] Hal ini
mencerminkan tujuan rangkap tiga dari dewan pastoral sebagaimana
dijelaskan sebelumnya dalam dokumen Vatikan II Christus
Dominus paragraf 27.
Kan. 536 dari KHK 1983 mengatur tentang dewan pastoral paroki.
Disebutkan bahwa:[4]
2
§1. Jika uskup diosesan menilainya baik setelah mendengarkan dewan
imam, suatu dewan pastoral perlu dibentuk di setiap paroki, di mana pastor
paroki menjadi ketuanya dan kaum beriman Kristiani, bersama dengan
mereka yang mengambil bagian dalam pelayanan pastoral berdasarkan
jabatannya di paroki, membantu dalam pengembangan kegiatan pastoral.
§2. Dewan pastoral memiliki suara konsultatif saja dan diatur oleh norma-
norma yang ditetapkan oleh uskup diosesan.
Sebagai akibatnya, pembentukan dewan pastoral paroki tergantung pada
penilaian uskup diosesan, setelah berkonsultasi dengan dewan imamnya.
Apabila ia menilainya tepat, suatu dewan pastoral didirikan di setiap
paroki dalam wilayah keuskupannya.
3
membantu pastor paroki yang memimpin dewan tersebut, dengan
menawarkan nasihat mereka tentang hal-hal pastoral.
Kaum beriman awam seharusnya semakin yakin akan makna khusus
bahwa komitmen mereka pada kerasulan dilakukan dalam paroki mereka;
karenanya perlu untuk memiliki suatu apresiasi yang lebih meyakinkan,
luas dan jelas bagi 'Dewan Pastoral Paroki'.
Ada alasan-alasan yang jelas untuk itu: Dalam keadaan sekarang ini umat
awam memiliki kemampuan untuk melakukan sangat banyak dan,
karenanya, harus melakukan sangat banyak ke arah pertumbuhan suatu
persekutuan gerejawi yang otentik di paroki-paroki mereka untuk
membangkitkan kembali semangat misioner terhadap mereka yang belum
beriman dan umat beriman yang telah meninggalkan iman mereka atau
lalai dalam menjalani kehidupan Kristiani".[6]:26
"Semua umat beriman memiliki hak, bahkan terkadang tugas, untuk
membuat pendapat mereka dikenal pada hal-hal mengenai kebaikan
Gereja. Ini dapat terjadi melalui lembaga-lembaga yang telah dibentuk
untuk memfasilitasi tujuan itu: [...] dewan pastoral dapat menjadi
pertolongan yang paling bermanfaat... memberikan usulan dan saran
mengenai prakarsa kerasulan, katekese, dan misioner [...] maupun dalam
memajukan pembentukan doktrinal dan kehidupan sakramental kaum
beriman; dalam bantuan yang akan diberikan pada karya pastoral para
imam dalam berbagai situasi sosial dan teritorial; dalam bagaimana dapat
lebih baik mempengaruhi pandangan masyarakat, dan lain-lain.
Dewan pastoral harus dilihat dalam kaitannya dengan konteks hubungan
pelayanan yang saling menguntungkan yang terjalin antara seorang pastor
paroki dan umatnya.
Oleh karena itu tidaklah masuk akal jika menganggap dewan pastoral
sebagai suatu organ yang menggantikan pastor paroki dalam
kepemimpinannya atas paroki tersebut, atau sebagai sesuatu yang,
berdasar pada suara mayoritas, secara substansial membatasi pastor paroki
dalam mengarahkan parokinya."[6]:26
Referensi
4
2. ^ (Inggris) "Cardinal Ratzinger's address to bishops of Chile". Una
Voce America. 13 July 1988.
3. ^ (Inggris) "Chapter V. The Pastoral Council", Code of Canon Law,
Libreria Editrice Vaticana
4. ^ (Inggris) "Chapter VI. Parishes, Pastors, and Parochial Vicars", Code of
Canon Law, Libreria Editrice Vaticana
5. ^ (Inggris) Congregation for the Clergy and seven other dicasteries
(1997), On Certain Questions Regarding the Collaboration of the Non-
Ordained Faithful in the Sacred Ministry of the Priest - Instruction, Holy
See
6. ^ a b Congregation for the Clergy (2002), The Priest, Pastor and Leader of
the Parish Community - Instruction, Holy See
Pranala luar
5
DEWAN PASTORAL mulai muncul segera setelah Konsili Vatikan II
(1965); namun tidak satu pun dokumen Vatikan II yang secara eksplisit
menyebutkan/membicarakan tentang Dewan Paroki atau Dewan Pastoral
Paroki. Yang dibicarakan adalah supaya ada ”koordinasi” yang baik antar
berbagai karya kerasulan.
Dasar yang biasa dipakai: Dekrit Kerasulan Awam (AA) art. 26:
Upaya-upaya yang berguna bagi kerjasama:
“Di Keuskupan-keuskupan sedapat mungkin hendaklah terdapat panitia-
panitia, untuk membantu karya kerasulan Gereja, baik di bidang
pewartaan Injil dan pengudusan, maupun di bidang amal kasih, sosial dan
lain-lain; di situ para imam dan religius hendaknya dengan cara yang tepat
bekerjasama dengan para awam. Panitia-panitia itu akan dapat
memantapkan koordinasi antar pelbagai persekutuan-persekutuan serta
usaha-usaha para awam, tanpa mengurangi sifat-sifat serta otonomi
masing-masing.
Bila memungkinkan panitia-panitia semacam itu hendaknya diadakan juga
di lingkup paroki atau antar-paroki, antar-keuskupan, di tingkat nasional
atau internasional, ….‟‟.
dan Konstitusi Dogmatis tentang Gereja (LG) art. 37:
Hubungan kaum awam dengan hirarki:
“… Hendaklah para awam mengemukakan kebutuhan-kebutuhan dan
keinginan-keinginan mereka kepada para imam, dengan kebebasan dan
kepercayaan, seperti layaknya bagi anak-anak Allah dan saudara-saudara
dalam Kristus. Sekadar ilmu-pengetahuan, kompetensi dan kecakapan
mereka, para awam mempunyai kesempatan, bahkan kadang-kadang juga
kewajiban, untuk menyatakan pandangan mereka tentang hal-hal yang
menyangkut kesejahteraan Gereja.
Bila itu terjadi, hendaklah itu dijalankan melalui lembaga-lembaga yang
didirikan Gereja untuk itu, dan selalu dengan jujur, tegas dan bijaksana,
dengan hormat dan cinta kasih terhadap mereka, yang karena tugas suci
bertindak atas nama Kristus. ……
6
Sebaliknya hendaklah para Gembala hirarkis mengakui dan memajukan
martabat serta tanggungjawab kaum awam dalam Gereja. Hendaklah
nasehat mereka yang bijaksana dimanfaatkan dengan suka hati, dan
dengan penuh kepercayaan diserahkan kepada mereka tugas-tugas dalam
pengabdian kepada Gereja. Dan hendaklah mereka diberi kebebasan dan
keleluasaan untuk bertindak; bahkan mereka pantas diberi hati supaya
secara spontan memulai kegiatan-kegiatan juga. Hendaklah para Gembala
dengan kasih kebapaan, penuh perhatian dalam Kristus,
mempertimbangkan prakarsa-prakarsa, usul-usul serta keinginan-
keinginan yang diajukan oleh awam. …”
Kanon 208:
Di antara semua orang beriman kristiani, berkat kelahiran kembali mereka
dalam Kristus, ada kesamaan sejati dalam martabat dan kegiatan; dengan
itu mereka semua sesuai dengan kondisi khas dan tugas masing-masing,
bekerjasama membangun Tubuh Kristus.
Kanon 536:
7
Jika menurut pandangan Uskup Diosesan setelah mendengarkan Dewan
Imam, dianggap baik, maka hendaknya di setiap paroki didirikan Dewan
pastoral yang diketuai pastor-paroki; dalam dewan pastoral itu kaum
beriman kristiani bersama dengan mereka yang berdasarkan jabatannya
mengambil bagian dalam reksa pastoral di paroki, hendaknya memberikan
bantuannya untuk mengembangkan kegiatan pastoral.
Dewan Pastoral mempunyai suara konsultatif saja dan diatur oleh norma-
norma yang ditentukan Uskup Diosesan.
Kanon 537:
Di setiap paroki hendaknya ada Dewan Keuangan yang diatur selain oleh
hukum universal juga oleh norma-norma yang dikeluarkan oleh Uskup
Diosesan; dalam dewan keuangan itu kaum beriman kristiani yang dipilih
menurut harta benda paroki, dengan tetap berlaku ketentuan kanon 532.
8
Menjadi fungsionaris dalam Dewan Pastoral Paroki termasuk dalam
“Kerasulan Awam Fungsional dalam Gereja”; dan Kerasulan Awam
Fungsional dalam Gereja hanyalah merupakan satu bagian kecil dari
keseluruhan “Kerasulan Awam”.
9
3). PROPONERE (propose, recommend): mengambil keputusan yang
praktis dalam bidang karya pastoral untuk diajukan sebagai usul yang
bersifat konsultatif (direkomendasikan, dikonsultasikan) kepada pastor
paroki; Pastor Parokilah, sebagai Gembala dan Penanggung-jawab terakhir
atas Paroki, yang mengambil keputusan definitif.
10
- Ungkapan seorang iuris: “Tidak ada Dewan Pastoral yang bisa memaksa
Pastor Paroki untuk melakukan hal-hal yang oleh Pastor Paroki diyakini
akan merusak umat paroki, namun hanya pastor paroki bodoh/agak gila
yang menolak nasehat dan rekomendasi yang baik dari Dewan Pastoral”.
- Setiap Dewan Pastoral mempunyai kekhasannya, tidak ada suatu Dewan
Pastoral yang persis sama dengan Dewan Pastoral paroki lain, karena
KHK memang tidak memberikan suatu “sketsa atau organigram”
Dewan Pastoral yang fixed/sudah jadi.
11
Menggalakkan hidup doa baik doa pribadi tetapi terutama doa dalam
keluarga;
Aktif ambil bagian dalam setiap perayaan liturgi atau ibadat yang
diadakan; menjaga jangan ada penyalahgunaan ibadah/liturgi.
Berusaha agar semua warga paroki “merasa diterima sebagai anggota
komunitas umat”: anggota baru, kunjungan keluarga, yang mengalami
kecemasan dan kedukaan, dengan bijaksan memperbaiki yang bersalah,
dan menyerahkan mereka kepada Allah.
Membangun “komunitas umat berdasarkan cinta kasih” dengan semangat
dan keteladanan;
Membantu dengan penuh kasih sayang umat yang sakit, khususnya yang
mendekati ajal kematian, dan yang meninggal.
12
mempunyai unsur ”kelihatan” dan ”tak kelihatan”, dan tujuan ”salus
animarum suprema lex” menyebabkan „‟komunitas umat beriman dan
kepengurusan dalam komunitas umat beriman‟‟ tidak bisa begitu saja
dibandingkan apalagi disejajarkan dengan organisasi atau lembaga
lainnya.
Jagalah agar prosedural pelaksanaan tugas dan kerjasama dalam Dewan
Pastoral sesederhana/sesimple mungkin; jangan rumit atau berbelit-
belit.
Persempitlah program/agenda rapat Dewan Pastoral, karena
”kualitas/mutu (ketepatan) rekomendasi” jauh lebih penting daripada
„‟kuantitas/banyaknya rekomendasi‟‟ yang diajukan kepada Pastor
Paroki.
Sebaiknya Pastor Parokilah yang pertama-tama menyarankan
topik/program pastoral/pelayanan pastoral yang perlu
dibicarakan/didiskusikan/diprogramkan, tanpa mengurangi
kebebasan dan keseriusan Dewan Pastoral untuk menambah,
mendalami (=discernment) dan mengurangi agenda itu.
Rapat tidak selalu harus dipimpin oleh Pastor Paroki, khususnya kalau
rapat itu baru merupakan diskusi atau refleksi menuju suatu
kesimpulan untuk direkomendasikan kepada Pastor Paroki; Pastor
Paroki memang Ketua Dewan Pastoral, tetapi Pastor Paroki bukan
anggota Dewan Pastoral (bdk. Uskup & Dewan Imam, Dewan
Konsultor, Dewan Pastoral Keuskupan; juga Paus & Dewan Kardinal),
tetapi rapat Dewan Pastoral untuk memutuskan suatu rekomendasi
sebaiknya selalu dihadiri dan kalau perlu dipimpin oleh Pastor Paroki
selaku Ketua Dewan Pastoral.
13
berhenti, dipindahkan) maka tidak ada rapat Dewan Pastoral sampai
pastor paroki baru mengundang rapat Dewan Pastoral.
14
dengan Dewan Pastoral Paroki (jika ada oposisi, maka pasti salah
satunya ada yang tidak beres).
15