Anda di halaman 1dari 32

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Peran Perawat Rohani Islam di RS Pelabuhan Cirebon


Rumah Sakit merupakan suatu lembaga kesehatan yang melayani perawatan
maupun pengobatan, salah satunya yaitu Rumah Sakit pelabuhan Cirebon sebagai
lembaga kesehatan perawatan maupun pengobatan secara medis bagi orang-orang
yang sakit. Selain itu Rumah Sakit Pelabuhan Cirebon terdapat suatu pelayanan
kerohanian yang dilakukan oleh perawat rohani Islam (warois).
Pengobatan secara medis yaitu berkaitan dengan pengobatan pada fisik
seseorang yang dapat dilakukan oleh dokter. Sedangkan pelayanan dibidang
kerohanian yaitu berkaitan dengan spiritual yang bekerjasama dengan pihak-pihak
dibidang kerohanian, untuk memberikan bimbingan kepada pasien maupun keluarga
pasien, agar pasien dan keluarga pasien mendapatkan ketenangan batin dan kekuatan
spiritual. Pengobatan secara kerohanian ini mempunyai tujuan yaitu supaya pasien
maupun keluarga pasien dapat lebih tenang, tidak gelisah dalam menghadapi masalah
yang sedang dialaminya, agar termotivasi, serta agar senantiasa selalu mendekatkan
diri kepada Allah SWT. Sehingga dapat membantu proses penyembuhan serta bagi
pasien terminal mendapatkan bimbingan talqin di akhir hayatnya.
Pengobatan secara medis yaitu dilakukan oleh dokter dan perawat, sedangkan
pengobatan secara rohani dilakukan oleh perawat rohani Islam atau biasa disebut
dengan warois. Petugas warois melakukan bimbingan kerohanian kepada pasien dan
keluarga pasien yang membutuhkan bimbingan rohani, membutuhkan pendampingan
spiritual, membutuhkan intervensi dari masalah yang sedang dihadapinya. Untuk
memperoleh data tentang peran warois di Rumah Sakit Pelabbuhan Cirebon. Maka
penulis melakukan penelitian. Adapun hasil temuan yaitu sebagai berikut:

 HASIL TEMUAN
1. Identitas Petugas Warois dan Pemulasaran Jenazah
Nama lengkap petugas warois dan pemulasaran jenazah di rumah sakit
pelabuhan Cirebon adalah bapak Selamet, lahir di Cirebon pada 23 juni 1967, yang
bertempat tinggal di Perum GPP Blok NI-11 Rt 02 Rw 10 Desa Pamengkang
Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon. Bapak Selamet menjabat sebagai petugas
warois pada tahun 2005 dan menjadi petugas pemulasaran jenazah pada tahun 2006.
Sampai sekarang layanan warois dan pemulasaran jenazah masih aktiv.
2. Sejarah Berdirinya Layanan Kerohanian dan Pemulasaran Jenazah di Rumah
Sakit Pelabuhan Cirebon
Layanan kerohanian di Rumah Sakit Pelabuhan Cirebon ada sejak tahun 2005
Layanan perawat rohani Islam mulai ada sejak tahun 2002, program ini awalnya dari
PEMDA Propinsi Jawa Barat untuk diterapkan di rumah sakit. Awalnya dilakukan
pelatihan di Bandung bagi yang lulusan berbasis agama. Pelatihan ini bertujuan untuk
kejiwaan pasien khususnya pada ibadah kepada pasien. Pelatihan ini diikuti oleh 20
orang, yang terdiri dari 2 orang perempuan dan 18 orang laki-laki, setelah
mendapatkan pelatihan pada tahun 2004, dari ke 20 orang ini ditempatkan ditempat
yang berbeda-beda antara lain RSUD Gunung Djati, Rumah Sakit Pelabuhan, Rumah
Sakit Ciremai, Rumah Sakit Pertamina. dan Rumah Sakit Arjawinangun.
Warois adalah suatu pelayanan kerohanian yang disediakan oleh pihak Rumah
Sakit Pelabuhan Cirebon yang bekerjasama dengan pihak-pihak lain dibidang
kerohanian. Adapun berdirinya warois di Rumah Sakit Pelabuhan Cirebon dan
ditetapkan pada September 2005, yang diemban oleh bapak Selamet selaku petugas
warois. Tujuan umum dari warois di Rumah Sakit Pelabuhan Cirebon yaitu agar
pasien dan keluarga pasien mendapatkan pelayanan kerohanian sesuai dengan agama
dan keyakinan yang dianut oleh pasien maupun keluarga pasien. Sedangkan tujuan
khususnya yaitu agar pasien maupun keluarga pasien bisa mendapatkan ketenangan
batin dan kekuatan spiritual sehingga dapat membantu proses penyembuhan pasien,
serta bagi pasien terminal mendapatkan bimbingan talqin di akhir hayatnya.
Sedangkan pemulasaran jenazah adalah suatu tindakan yang dilakukan kepada
orang yang meninggal dunia yang meliputi memandikan, mengkafani, menshalatkan
dan menguburkan jenazah. Adapun berdiri pada tahun 2006, diemban oleh bapak
Selamet. Tujuannya untuk meningankan keringanan ahli waris dalam rangka
pemulasaran jenazah atas kewajibannya. Karena tanggung jawab itu umumnya
dibebankan kepada pihak keluarga yang notabene sedang dirundung duka dan
kesedihan karena ditinggal orang yang sangat disayangi, dikasihi, dan dihormati. Bila
saat itu mereka harus sibuk urusan pengurusan surat-surat, pengkafanan, pemandian
serta pemakamannya, hal itu bisa jadi hanya akan menambah beban, ditambah
ketidaktahuan mereka dalam pengurusan jenazah. Sehingga di Rumah Sakit
Pelabuhan Cirebon diadakan pelayanan pemulasaran jenazah bagi pasien meninggal
dunia di Rumah Sakit Pelabuhan Cirebon. Adapun pelayanan pemulasaran jenazah ini
dilakukan atas dasar permintaan perawat maupun dari keluarga pasien.
3. Kedudukan dan Sasaran Klien Warois di Rumah Sakit Pelabuhan Cirebon
Petugas dibidang kerohanian disebut dengan sebutan warois. Warois di Rumah
Sakit Pelabuhan Cirebon dibawah Manager SDM dan umumnya yang dipimpin oleh
bapak Amin dan bapak Mashar. Kedudukan warois di rumah sakit pelabuhan Cirebon
yaitu dibagian SPV Personalia. Petugas warois di Rumah Sakit Pelabuhan Cirebon
hanya dilaksanakan oleh satu orang yaitu bapak selamet.
Adapun sasaran klien yang dibimbing oleh perawat rohani Islam adalah
seluruh pasien rawat inap, yaitu antara lain: Ruang ICU, ruang stroke canter, ruang
bayi, super VIP/VVIP, VIP (Ruang Anjungan 1 dan 2, serta Nahkoda), kelas I
(Ruang Mualim), kelas II (Ruang Kemudi A dan B), kelas III (Ruang Haluan A dan
B).
Khusus untuk bimbingan diruang ICU Rumah Sakit Pelabuhan Cirebon yaitu
dilakukan bimbingan kerohanian dari mulai pasien masuk sampai pasien dinyatakan
sudah bisa pulang/ pindah dari ruang ICU. Karena ruang ICU merupakan ruang
perawatan khusus untuk pasien sakit dengan penderita penyakit berat, seperti diabetes,
jantung, syaraf, paru-paru dan lain sebagainya dengan kondisi yang kritis, yang
didukung oleh peralatan canggih dan tenaga medis yang ahli. Manager ruang ICU
adalah Dr Eko Budi Prasetyo dengan didukung oleh penanggung jawab ruang atau
kepala ruang ICU yaitu ibu Yuyun dan dibantu oleh tenaga perawat lainnya.
4. Kegiatan warois kepada keluarga pasien diruang ICU RS Pelabuhan Cirebon
Berdasarkan hasil pengamatan kegiatan warois diruang ICU yaitu bahwa
layanan dibidang kerohanian dalam menghadapi kecemasan yang dialami keluarga
pasien diruang ICU yaitu kondisi kejiwaannya cenderung sedih, menangis, gelisah,
tidak nafsu makan, tidak bisa tidur, merasa takut kehilangan, khawatir, kepala terasa
berat, pikiran ditunjukkan kepada hal-hal yang membuat pasien cepat sembuh. Maka
dari itu dalam menghadapi keluarga pasien yaitu melakukan silaturahmi terlebih
dahulu kepada keluarga pasien agar tidak merasa asing karena belum kenal, selain itu
warois memberikan dukungan moril dan support kepada keluarga pasien supaya
keluarga pasien dapat meringankan rasa cemas karena mereka senang mendapatkan
perhatian, dukungan dan bimbingan yang mampu memberikan ketenangan batinnya.
Adapun dalam memberikan dukungan, support dan motivasi yaitu
menggunakan bahasa yang baik dan benar serta tutur kata yang halus, lembut, sopan,
serta menunjukkan sikap ramah tamah dan juga rasa menghormati, agar mereka
mudah menyerap asupan kerohanian yang diberikan warois dan mereka menjadi
semangat. Setelah itu warois memberikan tausiyah keagamaan, untuk menambah
wawasan dan juga memperkokoh keimanan dengan melalui dialog tanya jawab.
Sehingga keluarga pasien diharapkan selalu mendekatkan diri kepada Allah dan lebih
menerima dengan lapang dada semua ujian yang diberikan oleh Allah dengan setulus
hati tanpa ada rasa putus asa.
Setelah itu warois mengajak keluarga pasien untuk berdoa bersama untuk
memperingan proses penyembuhan dengan do’a, agar keluarga pasien selalu optimis,
tenang, lebih bersyukur terhadap apa yang Allah berikan kepadanya. Setelah itu
selesai maka warois mencatat alamat keluarga pasien untuk menunjukkan rasa simpati
dan empati warois kepada keluarga pasien dan meminta tanda tangan keluarga pasien
di buku kunjungan warois yaitu bahwasanya warois sudah memberikan bimbingan
kerohanian.

 PEMBAHASAN
1. Tugas dan Fungsi Warois
Tugas dan fungsi perawat rohani Islam adalah sebagai pembimbing Islami
yaitu: pertama Fungsi Preventif (Pencegahan); yakni membantu individu menjaga
atau mencegah timbulnya masalah bagi dirinya, artinya bimbingan sebagai
pencegahan terhadap timbulnya masalah. Kedua Fungsi Kuratif atau korektif
(Penyembuhan); yakni membantu individu memecahkan masalah yang sedang
dihadapi atau dialaminya, artinya bimbingan kepada individu yang telah
mengalami masalah. Ketiga adalah Fungsi Preservative (Pemeliharaan atau
Penjagaan); yakni membantu individu menjaga agar situasi dan kondisi yang
semula tidak baik (mengandung masalah) menjadi baik (terpecahkan) dan
kebaikan itu bertahan lama. Keempat adalah FungsiDevelopment
(pengembangan); yakni membantu individu memelihara dan menjadi lebih baik,
sehingga tidak memungkinkan menjadi sebab munculnya masalah baginya
(Faqih.2001:37).
Pelayanan kerohanian di Rumah Sakit Pelabuhan Cirebon ditugaskan
untuk membimbing dan mendampingi pasien rawat inap dan keluarga pasien yang
membutuhkan asupan kerohanian, guna untuk mendapatkan ketenangan
kesejukkan, dan kekuatan spiritual serta memberikan pelayanan do’a sebagai
upaya proses penyembuhan bagi pasien.
Sedangkan fungsi warois di Rumah Sakit Pelabuhan Cirebon adalah
pertama mencegah timbulnya masalah bagi pasien dan keluarga pasien dengan
cara melakukan penjagaan aktivitas rohani pasien dan keluarga pasien. Dalam
artian selalu mengingatkan kepada kebaikan. Fungsi selanjutnya yaitu sebagai
penyembuhan yakni membantu memecahkan masalah yang sedang dihadapi
pasien dan keluarga pasien dengan berusaha membantu memecahkan masalah
keluarga pasien yang berhubungan dengan kerohanian. Cara yang bisa dilakukan
oleh warois yaitu dengan pendekatan terlebih dahulu, kemudian lebih fokus dan
mendalami permasalahannya. Selanjutnya setelah pencegah dan penyembuhan
yaitu memelihara kondisi batin keluarga pasien. Dalam artian membantu klien
menjaga agar kondisi rohani yang semula kurang baik menjadi baik. Cara yang
bisa dilakukan warois yaitu dengan mendatangi keluarga pasien dan
berkomunikasi secara langsung dengan keluarga pasien tersebut secara sopan,
baik, ramah dan menggunakan bahasa yang halus guna untuk mengetahui kondisi
rohani secara mendalam. Dalam hal bimbingan yaitu berupa motivasi,
mengingatkan kepada kebaikan dan tausiyah seputar keagamaan, sehingga dengan
cara ini yang bisa warois berikan guna untuk memelihara aktivitas rohani keluarga
pasien. Setelah pencegahan, penyembuhan dan pemeliharaan, yaitu selanjutnya
pengembangan agar keluarga pasien tersebut istiqamah dalam kebaikan. Cara
yang dilakukan oleh warois yaitu selalu mengingatkan untuk melaksanakan
kewajiban sebagai manusia ciptaan Allah yang semestinya, selalu mengingatkan
untuk selalu dzikrullah, dan lain sebagainya yang berkenaan dengan ibadah serta
tidak lupa untuk menanamkan energi positif kepada klien agar selalu semangat,
optimis, dan selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT.
2. Pendekatan Warois Terhadap Keluarga Pasien
Hubungan dengan keluarga pasien yang pada praktiknya dapat menempuh
pendekatan-pendekatan berikut ini: Pertama lakukan silaturahmi kepada keluarga
pasien sebagai perkenalan. Kedua berikan dukungan dan support terhadap
keluarga pasien dengan nasehat dan bimbingan. Ketiga ajukan pentingnya
keluarga untuk ikut mendo’akan pasien. Keempat berikan wawasan melalui dialog
tentang pentingnya do’a, konsep sabar, tawakal, qona’ah, ikhtiar, dan lain-lain.
Kelima bila perlu lanjutkan dengan tindakan visitingroom, catat alamat keluarga
pasien sebagai tanda simpati dan empati. Keenam tanyakan tentang kondisi dan
pelaksanaan ibadah pasien terhadap keluarganya secara hati-hati (Arifin.2009:64).
Pendekatan yang dilakukan oleh warois di Rumah Sakit Pelabuhan
Cirebon yang pertama yaitu dengan melakukan silaturahmi guna untuk awal
perkenalan dan langkah awal untuk membangun kepercayaan dari klien. Setelah
silaturahmi warois memberikan dukungan moril dan motivasi agar klien semangat
serta mempunyai pemikiran yang positif serta optimis dalam menghadapi masalah
yang sedang dihadapi klien. Setelah silaturahmi dan memberikan dukungan,
langkah selanjutnya yaitu memberikan wawasan seputar keagamaan dengan cara
melakukan tausiyah seputar kerohanian. Setelah itu warois mengajak klien untuk
do’a bersama guna untuk proses penyembuhan.
Adapun cara yang dilakukan warois dalam membantu memecahkan
masalah yang sedang dihadapi klien yaitu dengan memberikan intervensi dari
permasalahan tersebut. Dalam artian masalah yang berhubungan dengan
kerohanian yaitu dengan melakukan pendekatan terlebih dahulu kemudian
mendalami dan memahami permasalahan klien dan intervensi. Setelah melakukan
pendekatan, kemudian petugas perawat rohani Islam (warois) memberikan
motivasi kepada keluarga pasien diruang ICU dengan memberikan dukungan
moril dan juga berusaha meringankan penderitaan keluarga pasien secara
kejiwaanya yaitu dengan keimanan dan ajaran keagamaan yang ditanamkan
kepada keluarga pasien, agar keluarga pasien lebih sabar, tabah dalam mendapati
ujian dari Allah. Selalu mengingatkan keluarga pasien tentang penyadaran atas
kebesaran Allah, seperti “kita hanya manusia yaitu sebatas berusaha, namun Allah
yang menentukan, tetapi tetap harus berusaha ssemampu kita agar senantiasa
Allah memberikan yang terbaik”.
Selanjutnya petugas warois memberikan bimbingan do’a yang terbaik dan
benar dengan cara harus dengan kondisi yang suci (berwudhu), berdo’a dengan
hikmat, tundukkan kepala, kemudian diawali dengan ta’awud dan disusul dengan
bacaan basmallah, bacaan asmaul husna, dan do’a inti. Dalam berdo’a harus
khusyuk, penuh konsentrasi, tawadhu yaitu bahwa “ kita dihadapan Allah dan
hanya kekuatan dari Allah yang mampu menyembuhkan”. Setelah itu baca surah
al-fatihah dan hamdalah.
Adapun warois memberikan wawasan seputar do’a, konsep sabar kepada
keluarga pasien yaitu yang pertama itu harus kenal terdebih dahulu yaitu dengan
cara melakukan pendekatan kepada keluarga pasien yang menjadi sasaran,
setelah selesai melakukan pendekatan maka disusul dengan siraman tausiyah
agama guna untuk memperkokoh iman Islam. Setelah tausiyah selesai barulah
dibuka sesi tanya jawab bagi yang belum faham. Kemudian dilakukan do’a
bersama agar mereka diberikan kekuatan iman Islam oleh Allah, sehingga
keluarga pasien lebih tenang, sabar dan mendekatkan diri kepada Allah.
Dalam melakukan visittingroom yaitu dilakukan sesuai dengan data
tentang keluarga pasien dari penja (kepala keperawatan). Setelah mendapatkan
data dari kepala keperawatan maka warois mengkonfirasi dan menentukan waktu
memberikan bimbingan kerohanian, dan mendahulukan kondisi keluarga pasien
yang urgen, dengan waktu bimbingan minimal 15 menit untuk satu orang.
Adapun masalah kondisi dan ibadah keluarga pasien yaitu ketika bertemu
dimanapun bahkan kapanpun warois selalu mengingatkan untuk menjaga
shalatnya dan melaksanakan shalat tepat waktu, sebab shalat itu adalah tiang
agama. Sedangkan ketika warois memberikan bimbingan kepada keluarga pasien,
maka warois selalu menanyakan perkembangannya kondisi kerohaniannya dan
ibadah shalat. Dalam menanyakan seputar ibadah shalat yaitu sebelumnya
memastikan bahwa keluarga pasien yang sedang diberikan bimbingan rohani
adalah orang muslim, sehingga warois tidak segan untuk memberikan pertanyaan
seputar ibadah shalat. Dengan begitu diharapkan pasien selalu mengingat bahwa
kewajibannya adalah untuk beribadah kepada Allah.
3. Layanan perawat rohani Islam
Layanan yang dapat diberikan oleh perawat rohani Islam adalah
memberikan bantuan kepada pasien dan keluarga pasien yang mengalami
problematika rohaniyah dengan berlandaskan Al-Qur’an dan Hadits agar
senantiasa klien mendapatkan ketenangan batin, selalu sabar dalam menghadapi
maslah yang sedang dialaimi, berfikir positif, ridho terhadap Allah dan lebih
mendekatkan diri kepada Allah. Layanan yang diberikan warois yaitu pelayanan
do’a dan dzikir. Untuk memperjelas arti do’a yaitu memohon, meminta,
memanggil, memuji, menyeru, dan lain-lain, dari yang lebih rendah kepada yang
lebih tinggi dari yang lebih kecil kepada yang Maha Besar. Cara berdo’a yaitu
dengan rendah hati, suara lembut, khauf, roja, ikhlas, taqwa, hitungan tertentu,
jaminan do’a dikabulkan, dan Allah penyembuh segala penyakit. Fungsi do’a
yaitu untuk menolak malapetaka, untuk kesembuhan dari penyakit, menarik
manfaat, memohon rahmat (Sambas. 2002:108). Karena itu perawat rohani Islam
harus memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam mekanisme
pelayanan do’a.
Pelayanan yang biasa digunakan oleh petugas warois di Rumah Sakit
Pelabuhan Cirebon yaitu dengan menggunakan pelayanan do’a. Do’a disini yaitu
dilakukan secara bersama-sama atau dengan pasien maupun keluarga pasien yang
sedang menemani atau mendampingi pasien sakit diruang ICU. Tujuan dari do’a
sendiri yaitu untuk menumbuhkan rasa spiritualitas pasien dan keluarga pasien
dalam menghadapi kondisi sakit, untuk dapat menghadirkan kebesaran dan
kekuasaan Allah kepada manusia bahwa manusia adalah hamba yang senantiasa
tunduk dan patuh pada Sang Khalik, dan diharapkan terpenuhinya kesejahteraan
spiritual karyawan dan pasien khususnya yang beragama Islam.
Tatacara do’a dan dzikir yang dilakukan warois di Rumah Sakit
Pelabuhan Cirebon yaitu pertama persiapan atau adab dzikir dan do’a, kedua yaitu
memulai dengan tahmid kemudian bersholawat, ketiga yaitu do’a dilakukan
dengan khusyuk dihadapan Allah yang Maha Pengasih, dengan merendahkan diri
kepada-Nya dan mengulang-ulang dalam memohon, menggunakan washilah
dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya, serta amal shalih, keempat yaitu berdo’a
dengan merendahkan suaranya antara sirri dan jahri, kelima meyakini akan
dikabulkannya do’a, keenam mengetahui waktu-waktu mustajab do’a, ketujuh
yaitu klien di tuntun untuk bersama-sama melafalkan do’a oleh petugas warois,
lalu klien hanya meng-aminkan do’a yang dibacakan oleh petugas warois, setelah
itu klien sendiri dipersilahkan berdo’a yang ia bisa, petugas warois meng-
aminkan. Do’a yang di gunakan oleh petugas warois yaitu sesuai dengan
kebutuhan klien seperti ketika klien sedang sakit maka warois mendo’akan klien
dengan do’a kesembuhan, dengan begitu diharapkan agar klien lebih tenang dalam
menghadapi problematika yang sedang dihadapi. Karena dengan do’a atau
memohon kepada Allah yaitu termasuk suatu ikhtiar manusia melalui pengobatan
sedangkan kesembuhan adalah hanya milik Allah yang berhak memberikannya,
bukan milik perawat, dokter dan Rumah Sakit, begitu juga dalam pelayanan do’a
harus sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP).
4. Peran Perawat Rohani Islam di Rumah Sakit
Peran perawat rohani Islam di Rumah Sakit adalah melakukan intervensi
terhadap kondisi batin (mental dan kejiwaan) pasien untuk membantu proses
peyembuhan bersama-sama terapi lainnya. Diluar ini proses penyembuhan bukan
tanggung jawab warois. Perbedaan kapasitas peran warois dengan pembina rohani
umumnya (ustad, kiai, dan lain-lain) adalah kemampuannya untuk memberikan
terapi terhadap pasien sehingga pasien bukan hanya dididik untuk berprilaku baik
(seperti oleh ustad), tetapi pasien dioati dahulu agar sembuh. Karena yang
dibutuhkan pasien adalah sebuh setelah itu baru diarahkan unuk berprilaku
baik,seperti sabar ,tawakal, qana’ah, dan lain-lain (Arifin,Isep. 2009:62 ).
Peran perawat rohani Islam di Rumah Sakit Pelabuhan Cirebon yaitu
memberikan pelayanan do’a, membimbing seputar ibadah, membimbing sakaratul
maut, serta pemulasaran jenazah. Untuk lebih jelasnya akan dijelaskan satu
persatu, pertama pelayanan do’a yaitu do’a khusus dan do’a umum. Dalam artian
ketika sedang sakit maka warois menganjurkan untuk berdo’a kepada Allah.
Banyak sekali yang menurut dokter dan teori kesehatan tidak dapat disembuhkan
ternyata sembuh disebabkan kegigihan dan keyakinan seseorang hamba memohon
kepada Allah. Diantara do’anya yaitu do’a menghilangkan rasa sakit, do’a
kesembuhan, dan lain sebagainya. kedua membimbig ibadah dari thaharoh sampai
shalat. Metode penyampaian materi bimbingan ibadah yang dilakukan oleh warois
yaitu dengan penjelasan secara lisan dan dengan praktek atau peragaan. Ketiga
membimbing sakaratul maut yaitu membimbing pasien yang dalam keadaan
sakaratul maut. Tujuannya yaitu mengantarkan pasien meninggal dengan khusnul
khotimah.
Sikap warois ketika pertamakali atau awal menemui pasien dan keluarga
pasien dengan berbagai kondisi dengan cara melayani pasien harus
profesionalitas, sebagai petugas warois harus ramah, menerima pasien dengan
senang hati dengan berbagai kondisi, merespon dengan baik bila pasien
bertanya,ini sebagai bentuk kepedulian yang sehat kepada yang sedan sakit.
Setelah itu warois membangkitkan suasana kepercayaan terhadap keluarga pasien
yaitu caranya dengan memberikan ketenangan batin dan keteduhan hati kepada
pasien maupun keluarga pasien dalam menghadapi penyakitnya, memberikan
motivasi dan dorongan untuk tetap bersabar serta bertawakal dalam ukhuwah
Islamiyah sesama musim.
Selanjunya warois memberikan informasi seputar kerohanian dan
kagamaan kepada keluarga pasien yaitu bahwa dengan jiwa yang sehat dapat
menjalankan aktivitas sehari-hari serta beribadah secara maksimal. Ketika ada
pertanyaan dari dari keluarga pasien seputar keohanian maka warois menjawab
pertanyaan keluarga dengan jawaban yang jujur dan menyentuh hati. Kemudian
memberikan bimbingan kepada keurga pasien diruang ICU yaitu tergantung dari
kondisi pasien tersebut, kalau pasiennya sudah dalam keadaan membaik maka
akan diberikan bimbingan do’a, motivasi dan tanya jawab seputar keagamaan,
sedangkan untuk pasien yan sakarotul maut, maka kami melakukan qiratul
Qur’an seperti membaca surat yasin disamping kanan pasien kemudian bimbingan
talqin.
Selanjutnya cara warois memberikan dukungan kepada keluarga pasien
yang sedang cemas melalui pendekatan secara langsung, kemudian mencari tahu
penyebab dari kecemasan orang tersebut, setelah itu berikan asupan spiritual yang
menyentuh tenang dan lebih lega. Dalam memperjelas wilayah kemandirian
seputar kerohanian kepada keluarga pasien maka caranya dengan ceramah atau
tausiyah yamg berbau keagamaan. Kami sampaikan bahwa didalam jiwa manusia
mempunyai kekuatan dan kelemahan pada dirinya dimana kita perlu hubungan
dengan Allah sebagai ikatan vertikal untuk mengatasi problem atas masalah yang
kita hadapi dengan sabar dan tawakal. Keluarga pasien berantung kepada warois
yaitu dalam hal bimbingan do’a dan seputar ibadah shalat bagi orang sakit.
Adapun cara memberikan bimbingan talqin pada pasien sakaratul maut
yaitu pertama warois dalam kondisi suci, kemudian kita dekatkan pada bagian
telinga atau kepala sebelah kanan pasien, kemudian membisikan kalimat tahlil tiga
kali, apabila merasaka berat maka cukup dengan kalimat “Allah” berulang-ulang,
kemudian mengatakan perkataan yang baik tentang pasien jagan perkataan yang
jelek, kemudian pada saat pasien meninggal ucapkan kalimat istirja “inna lillahi
wainna ilahi raa jiuun”, lalu menutup kedua mata pasien bila telah meninggal
dunia dan mendo’akan bersama-sama keluarga pasien.
Persiapan dalam bimbingan talqin yaitu berwudhu terlebih dahulu,
selanjutnya memberitahu keluarga pasien bahwa pasien menjelang sakaratul maut,
serta mengajak keluarga pasien untuk berama-sama membimbing/mentalqin
pasien. Pelaksanaannya yaitu warois mendekatkan pada bagian kepala/ telinga
kanan pasien. Setelah itu warois membimbing/ membisikan untuk mengucapkan
kalimat tahlil berulang-ulang, bila merasakan berat maka cukup dengan kalimat
“Allah” diucapkan berulang-ulang.
Setelah itu mengatakan perkataan yang baik (tidak mengatakan hal-hal
yang jelek tentang pasien). Kemudian mengatakan kalimat istirja “inna lillahi wa
inna ilaihi raa ji’uun”. Lalu menutup kedua mata pasien bila telah meninggal dan
mendo’akan yang artinya “ ya Allah ampunilah (hendaklah menyebut nama
pasien), angkatlah derajatnya bersama orang-orang yang mendapat petunjuk,
berilah penggantinya bagi orang-orang yang ditinggalkan sesudahnya, dan
ampunilah kami dan dia, wahai Tuhan, seru sekalian alam, luaskan kuburannya
dan berilah penerangan di dalamnya”. Do’a menghadapi sakaratul maut yang
artinya “ tidak ada tuhan selain Allah, sesungguhnya melalui sakarat, ya Allah
ampunilah hamba, berilah hamba rahmat, dan susulkanlah hamba kepada Allah
yang Maha Agung. Ya Allah, tolonglah hamba menghadapi kegelapan mati dan
maut”. Setelah itu menasehati keluarga pasien agar bersabar dan melarang
meratapi pasien yang telah meninggal dan membimbing untuk mengucapkan do’a
tertimpa musibah yang artinya “ya Allah berilah pahala kepadaku dan gantilah
untukku dengan yang lebiih baik dari musibahku”. Selanjutnya cara warois dalam
menghadapi keluarga pasien yang sedang berduka yaitu dengan mendampingi
keluarga pasien yang sedang berduka, seperti warois berikan dukungan moril
kepada keluarga pasien dan warois juga memberikan asupan kerohanian kepada
keluarga pasien tersebut seperti contohnya “ bahwa segala sesuatu itu datangnya
dari Allah Ta’ala, ini sudah takdir dari Allah, kita harus ingat bahwa takdir adalah
rukun iman yang keenam yaitu percaya dengan takdir baik dan takdir buruk,
bahwasanya semua ini diluar batas kemampuan kita, apapun yang terjadi kita
harus menerima dengan tulus dan ikhlas, tabah serta agar senantiasa bersabar dan
melarang meratapi orang yang sudah meninggal”. Kemudian keluarga pasien
berkoordinasi dengan kerohanian untuk proses pemulasaran jenazah.

 Pemulasaran Jenazah
Dalam proses pemulasaran jenazah yaitu keluarga jenazah medaftar
terlebih dahulu di bagian pendaftaran atau melalui kepala perawat ruangan,
apabila petugas pemulasaran jenazah mendapat informasi dari ruang rawat inap
baik itu dari dokter maupun perawat di Rumah Sakit Pelabuhan Cirebon untuk
mengurus jenazah, maka petugas pemulasaran jenazah mengkonfirmasi surat
permintaan dari perawat dan mencatat identitas lengkap pasien serta mencatat
penerimaan tanggal beserta jam penerimaan jenazah. Alur layanannya yaitu dari
ruang rawat inap langsung dibawa ke ruang jenazah dengan menggunakan bed
dan segera dilakukan proses di mandikan, mengkafani, dan menshalatkan. Ketika
semua sudah selesai dilakukan maka petugas pemulasaran jenazah meminta tanda
tangan dari pihak keluarga terkait sebagai bukti bahwa petugas pemulasaran
jenazah sudah selesai melakukan tugasnya.
Adapun tata cara memandikan jenazah yaitu pertama jika seseorang sudah
meninggal dunia, maka sebagian orang berkewajiban untuk segera
memandikannya, sebagaimana perintah Rasulullah SAW yang artinya “
mandikanlah dia dengan air dan daun sidr (bidara)”, “mandikanlah dia tiga, lima,
atau tujuh kali atau lebih dari itu”. Dalam hal ini untuk proses pemandiannya yaitu
terlebih dahulu membaca “bismillahirrahmanirrahim”
Kedua yaitu didalam memandikan jenazah, ialah orang yang lebih
mengetahui sunnah memandikan jenazah, apalagi jika jenazah itu dari keluarga
atau kerabatya sendiri. Sehingga disini yang boleh memandikan yaitu petugas
keluarga terkait dan petugas pemulasaran jenazah, karena ini termasuk aib
keluarga. Sehingga petugas petugas pemulasaran jenazah hanya menyiramkan dan
memberikan instruksi pemandian jenazah.
Ketiga yaitu di dalam memandikan jenazah harus benar-benar diperhatikan
beberapa hal mulai dari memandikannya tiga kali atau lebih, sesuai dengan apa
yang diperlukan oleh orang-orang yang memandikannya, kemudian
memandikannya dengan bilangan ganjil, kemudian hendaklah air yang digunakan
untuk memandikan jenazah di campur dengan bidara atau yang lainnya yang bisa
dipergunakan untuk membersihkan seperti sabun mandi, kemudian pada bagian
akhir proses pemandian tersebut hendaklah airnya dengan wewangian, kemudian
melepaskan jalinan rambut dan membasuhnya dengan sebaik-baiknya dan
menyisir rambutnya, kemudian khusus untuk jenazah perempuan, maka
rambutnya dibuat tiga kepang dan di letakkan dibelakangnya, kemudian memulai
dengan anggota tubuh sebelah kanan dan anggota-anggota tubuh yang biasa
dibasuh saat berwudhu, kemudian untuk jenazah laki-laki maka hendaklah yang
memandikannya adalah laki-laki, dan apabila jenazah perempuan maka yang
memandikannya adalah perempuan. Dalam memandikan jenazah hendaknya
menggunakan selembar kain atau yang semisalnya dibawah tutupan kain penutup
bagi tubuhnya setelah sebelum paikaiannya dilepas.
Selanjutnya yaitu proses mengkafani jenazah yaitu setelah selesai
memandikan jenazah, maka jenazah itu wajib dikafani. Dalam proses mengkafani
jenazah maka pihak keluarga tidak ikut dilibatkan dan cukup petugas pemulasaran
jenazah saja. Untuk membungkus jenazah yaitu diperlukan kain kafan tiga lapis
yaitu satu lapis berukuran panjang 250 cm, lebar 180 cm dan dua lapis berukuran
250 cm, lebar 135 cm. Jika kain kafan yang disiapkan terlalu sempit, dimana tidak
cukup untuk menutupi tubuhnya secara keseluruhan, maka yang lebih dulu
ditutupi adalah bagian kepalanya dan bagian yang bisa dijangkaunya. Untuk
pelaksanaan yaitu siapkan tikar satu buah; tali pengikat kain kafan sebanyak tujuh
buah (dua untuk tikar, empat untuk kain kafan dan satu untuk celana); simpan kain
kafan sebanyak tiga lapis diatas tikar; siapkan kain penutup aurat bagi perempuan
dibuatkan baju kurung, sarung dan kerudung; letakkan kapas yang sudah diberi
wewangian tadi diletakan di kedua matanya, kedua lubang hidungnya, mulutnya,
kedua lubang telinganya, dan di atas anggota sujudnya seperti dahinya,
hidungnya, kedua tangannya, kedua lututnya dan perutnya; tutupilah auratnya dan
bagi jenazah perempuan yaitu ditutup dengan memakai sarung, baju serta
kerudung; balutlah dengan kain kafan yang telah disediakan dan ikat bagian
kepala, perut, paha dan kaki apabila jenazah yang terus mengeluarkan darah maka
ketika membungkus dengan kain kafan maka terlebih dahulu dilapisi dengan
plastik supaya darahnya tidak mengalir; ketika sudah selesai tutup jenazah dengan
tikar dan ikatlah dengan peniti yang telah disediakan.
Selanjutnya menshalatkan jenazah yaitu biasa di sahaatkan di masjid
Rumah Sakit Pelauhan Cirebon dan pihak keluarga ikut dilibatkan. Persiapan
menshalatkan jenazah yaitu apabila jenazah sudah dikafani, maka konfirmasi
keluarganya “ya atau tidak jenazah dishalatkan di masjid Rumah Sakit ”;
kemudian jenazah dishalatkan di masjid sebaiknya dilakukan setelah shalat wajib;
setelah selesai dishalatkan harus dibawa dengan ambulan. Dalam pelaksanaan
menshalatkan jenazah yaitu posisi jenazah berada di depan imam; bagi jenazah
laki-laki, maka imam berada dihadapan kepala jenazah; bagi jenazah perempuan,
maka imam berada ditengah jenazah, yaitu bagian perut; shalat dilakukan empat
kali takbir dengan urutan pertama membaca “inti’adzah dan al-fatihah” kedua
membaca shalawat kepada Rasulullah SAW ketiga do’a umum dan khusus bagi
jenazah dan keempat do’a bagi yang menshalatkan dan yang dishalatkan, dilanjut
dengan salam.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa peran perawat rohani
Islam (warois) di Rumah Sakit Pelabuhan Cirebon dibidang kerohanian yaitu
memberikan motivasi kepada pasien dan keluarga pasien agar tidak putus asa dan
tabah; memberikan nasehat kepada pasien dan keluarga pasien agar lebih bersabar
dalam menghadapi ujian dari Allah ta’ala; memberikan pemahaman bahwa sakit
yang diderita pasti ada hikmahnya; membimbing agar memperbanyak membaca
istigfar dan kalimah thayibah; memberikan dukungan moril kepada pasien dan
keluarga pasien; memberikan pelayanan do’a dan dzikir, membimbing seputar
ibadah, membimbing sakaratul maut/ bimbingan talqin. Sedangkan pemulasaran
jenazah yaitu memandikan jenazah, mengkafani jenazah, dan menshalatkan
jenazah di masjid Rumah Sakit Pelabuhan Cirebon.

B. Perilaku Keceasan Keluarga Pasien diruang ICU RS Pelabuhan Cirebon


Pasien yang dirawat di ruang ICU yang penyakit berat seperti paru-paru,
stroke, jantung, muntaber, syaraf otak,diabetes, dan penyakit lainnya. Pada saat pasien
dalam kondisi lemah karena sedang sakit di ruang ICU dan pasien menggunakan
peralatan medis yang canggih, sehingga membuat keluarga pasien merasa cemas,
khawatir, gelisah, menangis, bingung, sedih, bahkan takut kehilangan orang yang
disayanginya sehingga menimbulkan pikiran-pikiran yang negatif ataupun mungkin
berburuk sangka kepada Allah.
Oleh sebab itu peran warois dalam bidang kerohanian di lembaga Rumah
Sakit Pelabuhan Cirebon sangat dibutuhkan, karena untuk membimbing dan
mendampingi keluarga pasien yang membutuhkan asupan kerohanian, agar keluarga
pasien dapat termotivasi, agar lebih sabar, agar keluarga pasien mendapatkan
ketenangan dan kesejukan jiwa. Sebab mereka yang mengalami problematika
kerohanian, maka mereka membutuhkan bimbingan kerohanian atau asupan spiritual
kerohanian untuk memberikan kesejukan jiwanya. Upaya yang dapat dilakukan oleh
warois dalam mengurangi kecemasan yang dialami oleh keluarga pasien di ruang ICU
yaitu dengan memberikan dukungan moril, mengayomi, membimbing, mendampingi,
dan memelihara dengan setulus hati, tanpa ada unsur paksaan agar semua asupan
kerohanian dapat diserap dengan baik oleh keluarga pasien.

1. Hasil Temuan
Berdasarkan hasil survey dan pengamatan yang dilakukan diruang ICU
Rumah Sakit Pelabuhan Cirebon pada bulan April 2017, di dapatkan bahwa pasien
yang dirawat diruang ICU jumlah keseluruhan 22 orang dengan jenis kelamin laki-
laki 10 orang dan perempuan 12 orang. Adapun pasien yang meninggal dunia yaitu
berjumlah 13 orang diantaranya 4 orang laki-laki dan 9 orang perempuan. Sedangkan
pasien pindah ruang yaitu berjumlah 7 orang diantaranya 5 orang laki-laki dan 2
orang perempuan. Pasien yang pulang berjumlah 2 orang diantaranya 1 orang laki-laki
dan 1 orang perempuan. Sehingga dapat dilihat bahwa angka kematian diruang ICU
lebih tinggi dan kecemasan keluarga pasien diruang ICU lebih tinggi dibandingkan
dengan ruang lainnya.
Keluarga pasien yang mendapat bimbingan kerohanian selama bulan April
2017 di diruang ICU Rumah Sakit Pelabuhan Cirebon yaitu sebanyak 22 orang.
Adapun keluarga pasien yang diambil sebagai sampel yang sesuai dengan kriteria
kecemasan yang ada yaitu 4 orang diantaranya adalah:
 Temuan Pada Keluarga Pasien 1
SM adalah keluarga pasien dari Kragilan Rt 001 Rw 003 Desa Tanjungsari,
Kecamatan Kutawinangun Kabupaten Kebumen Provinsi Jawa Tengah. SM berumur
60 tahun. SM adalah ibu kandung dari SA. SM adalah seorang yang berkulit putih
dengan tinggi badan kurang lebih 165 cm dengan berat badan kurang lebih 60 kg.
Pada saat proses wawancara SM sangat ramah, terbuka dan bersedia untuk
membantu apapun yang diperlukan peneliti. Proses wawancara ini dilakukan di ruang
tunggu, bahkan pada saat proses wawancara berlangsung SM menghidangkan peneliti
dengan satu aqua gelas dan kue kering. Selama proses wawancara berlangsung
kondisi SM terlihat lemas tidak bergairah, wajahnya pucat, melamun, bibirnya kering.
Pada saat SM diwawancarai terkadang SM mengelus-eles tangannya tampak terlihat
jelas tatapan mata yang penuh kebingungan, mungkin SM khawatir dengan kondisi
SA yang masih muda berumur 29 tahun kini sedang koma, akibat dari kecelakaan di
Jl Slamet Riyadi pada hari Rabu 5 April 2017 kurang lebih pukul 13.00 WIB sehingga
kaki kanan SA mengalami patah tulang yang cukup serius, kedua matanya di tutup
dengan perban, rambut yang dahulu panjang kini digundul karena di kepala SA
mengalami benturan, dan memakai alat-alat canggih yang ada di ruang ICU.
SM shoke ketika mendapat kabar bahwa anak kandungnya kecelakaan, SM
panik dan menangis tanpa henti. Sesampai di rumah sakit SM hanya bisa melihat SA
yang koma. Kini SA sudah 5 hari koma diruang ICU. Akibatnya SM tidak nafsu
makan karena kepikiran terus sama SA, ia takut kalau terjadi hal-hal buruk kepada
SA, dan ia juga menganggap Allah tidak adil, ia menangis tanpa henti, ia mengatakan
bahwa “kenapa harus anak saya yang terbaring koma disini? Kenapa bukan saya saja”
ujar SM. Saking sayangnya SM kepada SA sampai-sampai SM berburuk sangka
kepada Allah, tetapi SM tetap ingin merawat SA sampai sembuh. SM berkomunikasi
dengan SA hanya dengan mengelus-elus tangan SA saja, kadang dengan mengusap-
usap kepalanya saja, dan terkadang hanya dihabiskan untuk menangis ketika
menunggu di ruang ICU.
Masalah yang biasa membuat SM cemas yaitu masalah yang sedang dialami
yang sebelumnya belum pernah terjadi, sehingga SM selalu memikirkan hal-hal yang
membuat kepikiran dan ketika melihat SA koma maka muncul rasa takut akan
kehilangannya. Akibatnya SM mengalami perasaan sedih, melamun, tidak nafsu nafsu
makan, wajah pucat, dan SM juga ingin selalu berada didekat SA. Kondisi yang
membuat SM takut dan khawatir yaitu ketika melihat wajah SA yang lemah, kedua
matanya diperban, memakai selang, dan kakinya di gip dan SM takut kalau kaki SA
sampai harus di amputasi. Sehingga ketika SM sedang cemas maka reaksi tubuh SM
gemetar, lemas, kepala terasa berat, tidak nafsu makan, tidak bisa tidur, terkadang
tangan terasa dingin, dan ketika dalam keadaan cemas biasanya SM selalu meremas-
remas tangannya.
Tugas SM sebagai ibu rumah tangga yang harus mampu mengenali kesehatan
anggota keluarganya yaitu dengan firasat sebagai seorang ibu, sehingga ketika
perasaannya tidak enak maka SM langsung menanyakan dan mengecek langsung
kondisi keluarganya. Selanjutnya ketika ada salah satu anggota keluarga yang sedang
sakit, maka perawatan yang SM berikan yaitu selalu memberikan perhatian,
pendampingan, dan selalu menjaga serta merawat dengan sebaik mungkin. Begitupun
ketika SM sedang cemas, maka SM dalam mengambil sebuah keputusan atau
tindakan lebih lanjut yaitu SM tidak bisa mengambil keputusan, karena SM merasa
kepalanya berat, pikiran-pikiran yang ada di benak SM yaitu rasa takut akan
melakukan suatu tindakan untuk kesehatan SA, sehingga dalam mengambil keputusan
diserahkan kepada suami dan anak-anak yang lainnya.
Ketika SA sedang sakit dan begitupun SM juga mempunyai aktifitas sendiri,
maka SM mengalami kebingungan, karena keduanya memang penting, tetapi SM
tetap menjaga SA, sehingga untuk aktifitasnya di tinggalkan dulu selama merawat
SA, dan ketika SM menghadapi kondisi seperti ini SM merasa bahwa masalah yang
sedang dialami itu cukup berat bagi SM, apalagi SA masih dalam keadaan koma
sehingga SM mengalami hambatan di komunikasi, sehingga ketika SM masuk
keruang ICU hanya dihabiskan untuk menangis saja, kemudian SM juga cemas akan
kondisinya, SM selalu menanyakan perkembangan SA ke dokter dan perawat, karena
begitu besar harapan SM untuk kesembuhan SA, sehingga SA sangat membutuhkan
dukungan dan bimbingan kerohanian agar bisa menengkan hati dan pikirannya.
Setelah mendapatkan bimbingan alhamdulillah SA dalam sadar dan bisa melalui masa
kritisnya.
 Temuan Pada Keluarga Pasien 2
SN adalah suami dari MN yang berasal dari Blok Singapur Desa Sinabaya
Kabupaten Cirebon. SN berumur 25 tahun. SN adalah seorang lelaki yang berkulit
sawo matang dengan tinggi badan 170 cm dengan berat badan 57 kg. Pada saat proses
wawancara SN sedikit tertutup, tetapi peneliti berusaha untuk mendapat
kepercayaannya dan akhirnya lama kelamaan SN luluh dan bersedia membantu
peneliti. Proses wawancara ini dilakukan diruang tunggu. Pada saat peneliti
melakukan wawancara dengan SN pada hari Selasa 11 April 2017, SN mengenakan
celana levis panjang berwarna hitam dan baju kerwarna krim. Selama proses
wawancara berlangsung kondisi SN terlihat murung, gelisah, tidak bisa duduk tenang,
bahkan wajahnya terlihat sangat sedih, dan pada saat wawancara terlihat jelas SN
mengangkat kaki di kursi dengan posisi sila sembari memainkan jari-jari kakinya.
Peneliti melihat SN sedang cemas, khawatir, banyak fikiran, dan lain sebaginya.
Setelah di selidiki lebih dalam ternyata SN cemas karena takut kehilangan istri
tercinta.
Setelah wawancara mendalam dengan SN maka peneliti menemukan
kronologis kejadian MN masuk Rumah Sakit yaitu pada saat proses melahirkan anak
pertamanya dari mulai pukul 18.00 WIB sampai pukul 06.00 WIB padahal air ketuban
sudah keluar tetapi bayi itu belum keluar juga, sehingga Bidan mengalami kesulitan
sehingga akhirnya Bidan memiringkan posisi badan MN. Sekitar satu jam kemudian
bayi itu lahir dengan selamat dengan jenis kelamin perempuan berat badan 3 ons lebih
1 dan panjang 45 cm. Namun di Desa ini adat jawa masih sangat kental, sehingga
bagi prempuan yang baru melahirkan atau sebelum 40 hari tidak boleh duduk dengan
posisi silang dan dilarang makan di malam hari. Tetapi MN melakukan itu, sehingga
MN muntah-muntah, nyeri, panas,menggigil, kejang-kejang padahal sebelumnya MN
tidak pernah punya penyakit berat. Ketika melihat MN seperti itu, dengan cepat SN
membawa MN ke puskesmas terdekat, tetapi tidak bisa menanganinya. Sehingga SN
langsung membawa MN ke Rumah Sakit Pelabuhan Cirebon dengan harapan MN
bisa sembuh seperti semula.
Pada saat MN di bawa ke Rumah Sakit Pelabuhan Cirebon itu dengan kondisi
setengah sadar, dan MN menangis kesakitan sehingga SN merasa panik dan khawatir
akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Ketika sudah sampai di Rumah Sakit
Pelabuhan Cirebon, kondisi MN sudah tidak sadar, sehingga langsung di bawa
keruang ICU untuk penanganan lebih serius oleh perawat di ruang ICU. MN masuk
Rumah sakit pada Senin 10 April 2017. Cara SN berkomunikasi dengan MN yaitu
dengan membelai-belai rambutnya, terkadang mengelus-elus jari telunjuknya, dan
ketika SN ada di samping MN maka yang di rasakan SN yaitu sedih dan ingin
menangis, namun SN berusaha untuk tidak mengeluarkan air mata, namun ketika
sudah ada di ruang tunggu dan dalam keadaan sepi, maka SN juga terkadang
meneteskan air mata. SN juga merasa sangat sedih, takut kehilangan orang yang di
cintai dan disayanginya, serta khawatir kalau MN tiada, maka SN khawatir akan anak
yang baru lahir.
Masalah yang membuat SN merasa cemas yaitu cemas karena biaya
pengobatan, dan ketika anaknya menangis minta di kasih susu sama ibunya, namun
apalah daya ibunya sedang koma di Rumah Sakit. Sehingga SN bingung, strees, dan
terkadang berburuk sangka pada Allah, SN sudah pesimis. Masalah yang membuat
SN takut kehilangan yaitu ketika melihat wajah MN sangat pucat dan kurus. Ketika
SN sedang cemas, reaksi tubuh yang dikeluarkan yaitu sekujur tubuh terasa gemetar,
panik, tidak bisa tidur dengan tenang, tidak nafsu makan, hanya minum segelas kopi
saja, nampak jelas di wajah SN yang sayu tidak bergairah, kepala berat, bahkan ketika
menemani MN di ruang ICU SN hanya menatap wajah MN, karena semakin hari
kondisi tubuhnya semakin menurun. Ketika SN sedang cemas, maka yang biasa
dilakukan yaitu menanyakan perkembangan MN kepada dokter dan perawat, tetapi
dokter sudah mendiagnosa MN bahwa MN sudah tidak bisa bertahan lebih lama lagi.
Walaupun sulit bagi SN menerima ucapan itu tetapi apa boleh buat SN hanya bisa
pasrah.
Ketika SN sedang cemas dan harus mengambil keputusan atau tindakan lebih
lanjut maka SN serahkan sepenuhnya kepada dokter dan perawat. Karena SN merasa
bahwa dirinya tidak mengetahui apa-apa, dan tidak bisa apa-apa yang terpenting
lakukan yang terbaik untuk MN. Begitupun ketika SN sedang merawat MN sendirian
dan SN juga mempunyai aktifitas lain, maka SN merasa bingung dan sulit untuk
mengatur jadwal kerja dengan menemani istrinya di Rumah Sakit, sehingga SN minta
izin untuk sementara waktu istrinya sedang di rawat di Rumah Sakit. Begitupun
faktor yang menyebabkan SN cemas yaitu karena kendala di waktu kunjungan ke
ruang ICU, sebab dari segi waktu terbatas, kemudian cemas karena melihat kondisi
MN masih koma, sehingga mengalami hambatan dalam berkomunikasi, SN juga
selalu menanyakan perkembangan MN ke dokter dan perawat, karena harapan SN itu
demi kesembuhan MN, namun walaupun sudah berusah tetapi MN meninggal dunia
pada hari Minggu 16 April 2017 pukul 16.30 WIB, sehingga SN tambah shoke dan
berburuk sangka kepada Allah, menganggap bahwa Allah itu tidak adil.
 Temuan Pada Keluarga Pasien 3
SS adalah anak kadung dari CS yang tinggal di Blok Muara Wetan Rt 03 Rw
05 Kecamatan Suranenggala Kabupaten Cirebon. SS berumur 20 tahun, SS adalah
anak pertama dari dua bersaudara. SS memiliki kulit bersawo matang dengan wajah
hitam manis dengan tinggi badan kurang lebih 155 cm dan berat badan 43 kg.
Pada saat menemui SS diruang tunggu dengan posisi duduk yang
membungkuk, terlihat jelas wajah SS habis menangis, matanya bengkak dan
hidungnya memerah. Pada saat menemui SS sangat ramah, dan bersedia untuk
membantu peneliti. Wawancara dengan SS dilakukan pada hari Selasa 18 April 2017.
Pada saat proses wawancara berlangsung, kondisi SS terlihat gelisah, murung,
melamun, dan sambil memainkan jari tangannya. Pada saat peneliti melakukan
wawancara kepada SS, pada saat itu SS mengenakan celana bahan berwarna hitam,
kemeja lengan ¾ warna ungu, menggunakan kerudung segi empat warna ungu dan
membawa tas selempang kecil warna biru tua.
Pada saat wawancara kepada SS mengenai CS, maka peneliti mengetahui
bahwa CS itu baru pertama kali masuk ke Rumah Sakit, dan CS menderita diabetes
dengan hasil 500. Dahulu CS sempat berobat jalan di puskesmas yang ada di desanya
ataupun di mantri, dan CS juga sudah menderita sudah cukup lama, tetapi tidak
kunjung sembuh. Sebab penyakit diabetes yang cukup serius, sampai berat badan
turun drastis sehingga SS khawatir dengan kondisi CS dan akhirnya masuk Rumah
Sakit.
Kronologis CS masuk Rumah Sakit yaitu awalnya CS mengalami sering lelah
luar biasa, tidak nafsu makan sampai badannya kurus, kalau buang air kecil di
kerubutin semut, kakinya luka kecil dan tidak kunjung sembuh, sehingga CS awalnya
di bawa ke mantri. Sekian bulan lamanya CS tidak juga sembuh, akhirnya CS
disarankan untuk segera di bawa ke Rumah Sakit, tetapi CS tidak mahu di rawat di
Rumah Sakit karena kendala di keuangan, sebab CS mempunyai anggapan bahwa
ketika di rawat di Rumah Sakit apalagi sampai di rawat inap pasti biayanya mahal,
sedangkan keluarga CS sendiri hanya mengandalkan uang dari hasil dagangannya.
Setelah di berikan saran dari mantri untuk segera di rawat di Rumah Sakit, dan
ketika melihat gejala-gejala yang di derita CS, maka SS tidak tega melihat kondisi
CS, akhirnya SS memberanikan diri untuk membawa CS ke Rumah Sakit pada hari
Senin 10 April 2017 dengan harapan agar CS dapat sembuh, walaupun SS
mengkhawatirkan akan mahalnya biaya pengobatan di Rumah Sakit. Kondisi ketika
sampai di Rumah Sakit Pelabuhan Cirebon masih setengah sadar, dan ketika SS
berkomunikasi dengan CS yaitu masih ada repon walaupun sedikit, ketika SS sedang
mendampingi CS diruang ICU terkadang SS menangis karena melihat CS yang
meraung-raung kesakitan dan kakinya tidak bisa diam dengan tenang.
Perasaan yang dialami SS saat ini yaitu sedih, tidak kuat melihat CS kesakitan.
Begitupun masalah yang membuat SS cemas yaitu ketika waktu kunjung ke ruang
ICU yang tidak lama dan hanya dihabiskan dengan menangis dihadapan CS, karena
SS begitu takut kehilangan, takut terjadi apa-apa, dan banyak pikiran-pikiran yang
negatif mengenai CS. Faktor yang menyebabkan SS cemas yaitu karena uang
administrasi rumah sakit, karena usia CS yang sudah belia, dan karena penyakit yang
di derita CS sulit untuk disembuhkan. Sehingga dokter yang menangani CS juga
mengatakan bahwa CS tidak bisa bertahan lebih lama lagi, dan pada hari kamis Kamis
13 April 2017 CS tidak kuat untuk melawan penyakitnya dan dinyatakan meninggal
dunia. Ketika mendapat kabar bahwa CS meninggal dunia, SS shoke, dan menangis
meraung-raung, sampai menangis dipelukan CS.
 Temuan Pada Keluarga Pasien 4
MS adalah istri dari TS, mereka berasal dari Jl Pancuran Kelurahan Sukapura
Kecamatan Kejaksan Kota Cirebon. MS saat ini berumur 50 tahun. MS bekerja
sebagai IRT yang miliki kulit putih dengan wajah tirus serta tinggi badan kurang lebih
160 cm dan berat badan kurang lebih 50 kg.
Pada saat peneliti menemui MS diruang tunggu, dengan posisi duduk yang
membungkuk dengan posisi tangan yang di sembunyikan di balik paha, terlihat jelas
wajahnya memerah, tatapan matanyapun kosong. Pada saat peneliti melakukan
wawancara dengan MS pada hari Kamis 20 April 2017. Pada saat proses wawancara
berlangsung, MS sangat menyambut peneliti dengan penuh rasa hormat, dan MS
bersedia membantu peneliti. Selama proses wawancara berlangsung MS terlihat
melamun, terkadang tidak bisa duduk dengan tenang, terlihat MS mondar-mandir
seperti orang kebingungan, sesekali MS duduk dengan posisi kaki di lipat. Pada saat
peneliti melakukan wawancara dengan MS mengenakan celana levis biru dengan
jaket berbahan kaos berwarna hitam.
Pada saat peneliti melakukan wawancara dengan MS, wajah MS terlihat
seperti ingin meangis, karena sudah kedua kalinya suaminya masuk di rawat di
Rumah Sakit karena riwayat penyakit jantung TS kambuh lagi. Ketika itu TS sedang
bekerja sebagai sopir pribadi di majikannya yang berdarah Cina, seperti hari biasanya
TS mengantarkan bosnya beragkat ke kantor dan ketika itu TS mengalami
kekambuhan, TS mengeluarkan banyak keringat dingin sehingga TS minta izin untuk
pulang ke rumah. Ketika sudah sampai rumah MS kaget melihat kedatangan suaminya
yang lemah, muntah-muntah, dan dadanya terasa sakit. MS sudah mengetahui gejala
kekambuhan penyakit jantung, oleh karena itu MS langsung menghubungi dokter
spesialis jantung yang menangani TS dan langsung di bawa ke Rumah Sakit
Pelabuhan Cirebon agar segera ditangani dengan cepat dan tepat.
Pada saat TS di bawa ke Rumah Sakit Pelabuhan Cirebon TS masih dalam
kondisi setegah sadar sehingga TS langsung di bawa ke ruang ICU. MS panik akan
kondisi yang sedang terjadi. Tetapi beruntung TS tidak terlambat untuk di tangani. TS
masuk Rumah Sakit Pelabuhan Cirebon pada hari Rabu 19 April 2017. MS terus
menanyakan perkembangan TS kepada dokter dan perawat agar MS selalu
mengetahui perkembangan TS.

2. Pembahasan
Pada bagian ini akan dijelaskan secara lebih mendalam mengenai temuan-
temuan yang sebelumnya telah dijelaskan diatas. Peneliti menganalisis data untuk
menemukan kesimpulan dari hasil temuan dilapangan dengan menggunakan landasan
teori yang sudah tersaji.
1. Ciri-ciri kecemasan
Menurut Nevid (2005: 164), ciri-ciri kecemasan yaitu sebagai berikut:
Pertama ciri-ciri fisik dari kecemasan yakni kegelisahan, kegugupan, tangan atau
anggota tubuh yang bergetar atau gemetar, sensasi dari pita ketat yang mengikat
disekitar dahi, kekencangan pada pori-pori kulit perut atau dada, banyak berkeringat,
telapak tangan yang berkeringat, pening atau pingsan, mulut atau kerongkongan terasa
kering, sulit berbicara, sulit bernafas, bernafas pendek, jantung yang berdebar keras
atau berdetak kencang, suara yang bergetar, jari-jari atau anggota tubuh yang menjadi
dingin, pusing, merasa lemas atau mati rasa, sulit menelan, leher atau punggung terasa
kaku, tangan yang dingin dan lebab, terdapat gangguan sakit perut atau mual, panas
dingin, sering buang air kecil, wajah terasa memerah, diare, dan merasa sensitif atau
mudah marah.
Kedua ciri- ciri behavioral dari kecemasan yakni perilaku menghindar,
perilaku melekat dan dependen, serta perilaku terguncang. Ketiga ciri-ciri kognitif
dari kecemasan yakni khawatir tentang sesuatu, perasaan terganggu akan ketakutan
atau aprehensi terhadap sesuatu terjadi dimasa depan, keyakinan bahwa sesuatu yang
mengerikan akan segera terjadi tanpa ada penjelasan yang jelas, terpaku pada sensasi
ketubuhan, sangat waspada terhadap sensasi ketubuhan, ketakutan akan kehilangan
kontrol, ketakutan akan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah, berpikir bahwa
dunia mengalami keruntuhan, berpikir bahwa semuanya tidak bisa lagi dikendalikan,
berpikir bahwa semuanya terasa sangat membingungkan tanpa bisa diatasi, pikiran
terasa bercampur aduk atau kebingungan, tidak mampu menghilangkan pikiran-
pikiran terganggu, khawatir akan ditinggal sendirian, dan sulit berkonsentrasi atau
memusatkan pikiran.
Dari ciri-ciri kecemasan tersebut, peneliti membuat beberapa tolok ukur yang
menunjukkan ciri kecemasan pada keluarga pasien baik atau buruk. Tolok ukur
tersebut meliputi ciri-ciri fisik, behaviour dan kognitif pada keluarga pasien yang
mengalami kecemasan.
 Ciri- Ciri Kecemasan Keluarga Pasien 1
Keluarga pasien 1 yaitu MS tergolong mengalami kecemasan dengan
ciri-ciri fisik yaitu lemas, melamun, banyak mengeluarkan keringat, kepala
terasa berat, tatapan mata kosong atau penglihatan kabur. Selanjutnya ciri-ciri
behaviour yaitu takut akan kehilangan orang yang dicintai dan di sayangi,
khawatir, perasaan terancam meningkat. Selanjutnya ciri-ciri kognitif yaitu
tidak dapat memusatkan fikiran, persepsi menyempit, dan tidak mampu
menyelesaikan masalah atau tindakan lebih lanjut.
 Ciri- Ciri Kecemasan Keluarga Pasien 2
Keluarga pasien 2 yaitu SN tergolong mengalami kecemasan dengan
ciri-ciri fisik yaitu wajah pucat, tangan gemetar, sakit kepala atau kepala terasa
berat, mulut kering, gelisah. Selanjutnya ciri behaviour SN yaitu gerakan
meremas-remas tangan, berbicara banyak, suara kadang lebih cepat, dan
gelisah. Selanjutnya ciri kognitif SN yaitu fokus pada apa yang menjadi
perhatiannya, persepsi SN menyempit.
 Ciri- Ciri Kecemasan Keluarga Pasien 3
Keluarga pasien 3 yaitu SS tergolong mengalami kecemasan dengan ciri-
ciri fisik yaitu menangis, melamun, banyak mengeluarkan keringat dingin,
kepala terasa berat dan pusing, tatapan mata kosong, wajah memerah.
Selanjutnya ciri-ciri behaviour yaitu takut akan kehilangan orang yang dicintai
dan di sayangi, khawatir, cemas. Selanjutnya ciri-ciri kognitif yaitu tidak dapat
memusatkan fikiran, persepsi menyempit, tidak mampu menyelesaikan masalah
atau tindakan lebih lanjut, dan berfikiran buruk.
 Ciri- Ciri Kecemasan Keluarga Pasien 4
Keluarga pasien 4 yaitu MS tergolong mengalami kecemasan dengan
ciri-ciri fisik yaitu nafas lebih cepat, wajah pucat, sering memainkan jari-jarinya.
Selanjutnya ciri-ciri behaviour yaitu takut akan terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan, terkadang sulit untuk tenang, gelisah, mondar-mandir, dan juga
sering melamun. Selanjutnya ciri-ciri kognitif yaitu tidak dapat berfikir secara
logis,sulit memusatkan fikiran, fikiran yang negatif, dan kepala terasa berat,
terkadang selalu mengeluh.

Dari penjelasan mengenai keluarga pasien dari keluarga pasien 1 sampai


dengan keluarga pasien 4, maka peneliti menarik sebuah kesimpulan dari ciri-ciri
kecemasan yang dialami keluarga pasien di ruang ICU antara lain yaitu dilihat dari
segi ciri fisik yaitu lemas, melamun, banyak mengeluarkan keringat, kepala terasa
berat, tatapan mata kosong atau penglihatan kabur. wajah pucat, tangan gemetar,
mulut kering, gelisah, menangis, wajah memerah, nafas lebih cepat, sering
memainkan jari-jarinya, dan berfikiran buruk. Selanjutnya dilihat dari segi behaviour
yaitu takut akan kehilangan orang yang dicintai dan di sayangi, khawatir, perasaan
terancam meningkat, gerakan meremas-remas tangan, berbicara banyak, suara kadang
lebih cepat, gelisah, cemas, takut akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, terkadang
sulit untuk tenang, gelisah, mondar-mandir, dan juga sering melamun. Selanjutnya
dilihat dari segi ciri-ciri kognitif yaitu tidak dapat memusatkan fikiran, persepsi
menyempit, tidak mampu menyelesaikan masalah atau tindakan lebih lanjut, fokus
pada apa yang menjadi perhatiannya, berfikiran buruk, kepala terasa berat, terkadang
selalu mengeluh, tidak dapat berfikir secara logis, dan fikiran yang negatif.
Jika keluarga pasien terus menerus dalam kondisi cemas, kemungkinan akan
memperlambat kesembuhan pasien sakit. seorang pasien sakit yang mempunyai
dukungan tinggi dari keluarganya, akan lebih cepat dalam proses penyembuhannya.
Namun tidak demikian, semua keluarga pasien mampu mengatasi problematika yang
dialaminya..
2. Aspek-aspek kecemasan
Menurut Calhoun dan Acocella (1995) (dalam Safaria. 2009:55),
mengemukakan aspek-aspek kecemasan yang ditimbulkan dalam tiga reaksi yaitu
sebagai berikut: Pertama Reaksi Emosional, yaitu komponen kecemasan yang
berkaitan dengan persepsi individu terhadap pengaruh psikologis dari kecemasan,
seperti perasaan keprihatinan, ketegangan, sedih, mencela diri sendiri atau orang lain.
Kedua Reaksi Kognitif, yaitu ketakutan dan kekhawatiran yang berpengaruh terhadap
kemampuan berfikir jernih sehingga mengganggu dalam memecahkan masalah dan
mengatasi tuntutan lingkungan sekitarnya. Ketiga Reaksi Fisiologis, yaitu reaksi yang
ditampilkan oleh tubuh terhadap sumber ketakutan dan kekhawatiran. Reaksi ini
berkaitan dengan sistem syaraf yang mengendalikan berbagai otot dan kelenjar tubuh
sehingga timbul reaksi dalam bentuk jantung berdetak lebih keras, nafas bergerak
lebih cepat, tekanan darah meningkat.
Dari aspek-aspek kecemasan diatas, peneliti membuat beberapa tolok ukur
yang menunjukkan aspek kecemasan pada keluarga pasien. Tolok ukur tersebut
meliputi reaksi emosional, reaksi kognitif, dan reaksi fisiologis pada keluarga pasien
yang mengalami kecemasan.

 Aspek-Aspek Kecemasan Keluarga Pasien 1


Reaksi yang muncul dari keluarga pasien 1 yaitu SM, jika dilihat dari
reaksi emosional adalah sedih, tegang, tidak dapat mengontrol emosi.
Selanjutnya dilihat dari reaksi kognitif adalah khawatir, takut, tidak mampu
mengatasi masalah yang dialaminya. Selanjutnya dilihat dari reaksi fisiologis
adalah bergetar, bibir kering, sering menarik nafas, nada suara tidak beraturan.
 Aspek-Aspek Kecemasan Keluarga Pasien 2
Reaksi yang muncul dari keluarga pasien 2 yaitu SN, jika dilihat dari
reaksi emosional adalah sedih, ingin menangis. Selanjutnya dilihat dari reaksi
kognitif adalah khawatir, takut kehilangan, fikiran negatif, menyalahkan orang
lain. Selanjutnya dilihat dari reaksi fisiologis adalah gelisah, suara terkadang
meninggi, mulut kering.
 Aspek-Aspek Kecemasan Keluarga Pasien 3
Reaksi yang muncul dari keluarga pasien 3 yaitu SS, jika dilihat dari
reaksi emosional adalah sedih, mengalami keprihatinan, sulit mengendalikan
gejolak emosi. Selanjutnya dilihat dari reaksi kognitif adalah berfikiran
negatif, berburuk sangka, dan tidak dapat menyelesaikan masalah yang sedang
dialaminya. Selanjutnya dilihat dari reaksi fisiologis adalah sering menarik
nafas, kepala terasa berat, tatapan mata kosong.
 Aspek-Aspek Kecemasan Keluarga Pasien 4
Reaksi yang muncul dari keluarga pasien 4 yaitu MS, jika dilihat dari
reaksi emosional adalah tegang, sedih, tidak mampu mengendalikan emosi,
dan tidak dapat mengcoping emosinya. Selanjutnya dilihat dari reaksi kognitif
adalah berburuk sangka, tidak dapat berfikir secara logis, kepala terasa berat.
Selanjutnya dilihat dari reaksi fisiologis adalah gelisah, ketakutan, tidak dapat
duduk dengan nyaman, selalu mondar-mandir.

Dari penjelasan mengenai keluarga pasien dari mulai keluarga pasien 1


sampai dengan keluarga pasien 4, maka peneliti menarik sebuah kesimpulan dari
aspek-aspek kecemasan yang dialami keluarga pasien di ruang ICU antara lain yaitu
dilihat dari reaksi emosional yaitu tegang, sedih, tidak mampu mengendalikan emosi,
tidak dapat mengcoping emosinya, mengalami keprihatinan, dan ingin menangis.
Selanjutnya dilihat dari reaksi kognitif yaitu khawatir, berfikiran negatif, berburuk
sangka, tidak dapat menyelesaikan masalah yang sedang dialaminya, takut
kehilangan, menyalahkan orang lain, tidak dapat berfikir secara logis, dan kepala
terasa berat. Selanjutnya dilihat dari reaksi fisiologis adalah gelisah, ketakutan, tidak
dapat duduk dengan nyaman, selalu mondar-mandir, sering menarik nafas, kepala
terasa berat, tatapan mata kosong, bergetar, bibir kering, dan nada suara tidak
beraturan.
3. Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan
Beberapa faktor yang mempengaruhi kecemasan yaitu antara lain: Pertama
Umur yakni Menurut Elisabeth (1995), yaitu umur adalah usia individu yang
terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun. Menurut long (1996) yaitu
semakin tua umur seseorang semakin konstruktif dalam menggunakan koping
terhadap masalah maka akan sangat mempengaruhi konsep dirinya. Kedua Pendidikan
kesehatan merupakan usaha kegiatan untuk membantu individu, kelompok dan
masyarakat dalam meningkatkan kemampuan baik pengetahuan, sikap dan
keterampilan untuk mencapai hidup secara optimal. Sehingga faktor pendidikan
sangat berpengaruh terhadap tingkat kecemasan seseorang tentang hal baru yang
belum pernah dirasakan dan sangat berpengaruh terhadap perilaku seseorang. Ketiga
Pekerjaan adalah kesibukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang
kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber kecemasan tetapi
merupakan cara mencari nafkah yang banyak tantangan. Keempat Informasi adalah
kejelasan tentang sesuatu yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain (Nursalam.
2001).
Dari faktor yang mempengaruhi kecemasan diatas, peneliti membuat beberapa
tolok ukur yang menunjukkan faktor yang mempengaruhi kecemasan pada keluarga
pasien. Tolok ukur tersebut dilihat dari segi umur, pendidikan, pekerjaan, dan juga
informasi pada keluarga pasien yang mengalami kecemasan.
 Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Keluarga Pasien 1
Faktor yang mempengaruhi kecemasan keluarga pasien 1 yaitu SM.
Apabila dilihat dari segi umur maka SM yaitu 60 tahun, maka mampu untuk
mengkoping problematika yang sedang dialaminya. Jika dilihat dari
pendidikan SM yaitu SMP adalah mempunyai kemampuan yang cukup baik,
sehingga menunjukkan sikap yang sewajarnya. Jika dilihat dari pekerjaan SM
yaitu IRT maka cukup cemas, karena yang mencari nafkah adalah anak-
anaknya. Jika dilihat dari segi informasi SM, mampu menayakan
perkembangan kesehatan anaknya dan berani untuk menanyakan kepada
dokter dan perawat.
 Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Keluarga Pasien 2
Faktor yang mempengaruhi kecemasan keluarga pasien 2 yaitu SN.
Apabila dilihat dari segi umur SN yaitu 25 tahun, maka masih standar dalam
mengatasi masalah yang dialaminya. Jika dilihat dari segi pendidikan SN yaitu
SD, maka kurang wawasan pengetahuan, sehingga sikapnya cenderung mudah
untuk berubah-ubah. Jika dilihat dari pekerjaan SN yaitu wiraswasta, maka
tidak begitu cemas, karena SM sudah mendapatkan pekerjaan yang cukup
untuk menafkahi keluarga. Jika dilihat dari informasi SM yaitu cukup baik,
karena SN selalu menanyakan perkembangan kesehatan kepada perawat.
 Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Keluarga Pasien 3
Faktor yang mempengaruhi kecemasan keluarga pasien 3 yaitu SS.
Apabila dilihat dari segi umur SS yaitu 20 tahun, maka masih labil untuk
mengendalikan emosinya. Jika dilihat dari segi pendidikan SS yaitu SMP,
maka cukup dalam hal pengetahuan, namun tidak dengan sikap dan
keterampilan dalam menghadapi problematika yang belum pernah terjadi
sebelumnya. Jika dilihat dari pekerjaan SS yaitu wiraswasta, maka mengalami
kecemasan karena untuk membayar administrasi ibunya harus membutuhkan
banyak uang. Jika dilihat dari informasi SS yaitu kurang berani bertanya
kepada dokter maupun perawat tentang perkembangan kesehatan.
 Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Keluarga Pasien 4
Faktor yang mempengaruhi kecemasan keluarga pasien 4 yaitu MS.
Apabila dilihat dari segi umur MS yaitu 50 tahun, maka cukup dewasa untuk
mengendalikan kecemasannya, namun tidak demikian. Jika dilihat dari
pendidikan MS yaitu SD, maka dalam kemampuan pengetahuan, sikap, dan
keterampilan terhadap lingkungan sekitar maka cukup baik dalam bergaul,
karena berada di lingkungan yang wawasannya luas. Jika dilihat dari segi
pekerjaan MS yaitu IRT, maka cemas karena yang mencari nafkah adalah
suaminya dan suaminya sedang sakit. jika dilihat dari informasi MS yaitu baik,
karena MS orang yang termasuk aktif, enerjik, dan pandai untuk bertanya,
sehingga berani menanyakan perkembangan kesehatan suaminya kepada
dokter, perawat ataupun orang lain.

Dari penjelasan faktor yang mempengaruhi kecemasan mengenai keluarga


pasien dari mulai keluarga pasien 1 sampai dengan keluarga pasien 4, maka peneliti
menarik sebuah kesimpulan dari faktor kecemasan yang dialami keluarga pasien di
ruang ICU antara lain yaitu dilihat dari umur yaitu umur 20 tahun, masih labil untuk
mengendalikan emosinya, umur 25 tahun, masih standar dalam mengatasi masalah
yang dialaminya, umur 50 tahun, cukup dewasa untuk mengendalikan kecemasannya,
namun tidak demikian, umur 60 tahun, mampu untuk mengkoping problematika yang
sedang dialaminya. Apabila dilihat dari segi pendidikan yaitu SD, maka kurang
pengetahuan, sehingga sikapnya cenderung mudah untuk berubah-ubah, dalam
kemampuan pengetahuan, sikap, dan keterampilan terhadap lingkungan sekitar maka
cukup baik dalam bergaul. SMP adalah mempunyai kemampuan yang cukup baik,
sehingga menunjukkan sikap yang sewajarnya, cukup dalam hal pengetahuan, namun
tidak dengan sikap dan keterampilan dalam menghadapi problematika yang belum
pernah terjadi sebelumnya,
Apabila dilihat dari segi pekerjaan yaitu IRT maka cukup cemas, karena yang
mencari nafkah adalah bukan dirinya. Wiraswasta, maka tidak begitu cemas, karena
sudah mendapatkan pekerjaan. Apabila dilihat dari segi informasi yaitu, mampu
menayakan perkembangan kesehatan anaknya dan berani untuk menanyakan kepada
dokter dan perawat dan adapula yag sebaliknya.
4. Terapi kecemasan
Kecemasan bisa ditanggulangi dengan shalat yang merupakan perpaduan
antara akal dan semua emosi. Dengan selalu konsisten dalam mengingat Allah
disetiap waktunya dan dengan menghadapkan wajah kepada-Nya dengan hatinya dan
semua jiwa raganya, maka ia pun telah mendapatkan terapi secara ruh dan kejiwaan.
Ia akan terlepas dari kesendirian di saat ia bisa berinteraksi dengan Allah, dan ia pun
akan terlepas dari kekosongan ruh di saat ia berinteraksi dengan-Nya ( Musfir. 2005:
516). Ritual shalat memiliki pengaruh yang sangat luar biasa untuk terapi rasa galau,
gundah, dan cemas yang bersemayam dalam diri manusia. Dengan mengerjakan
shalat secara khusyuk, yakni dengan niat menghadap dan berserah diri secara total
kepada Allah serta meninggalkan semua kesibukan maupun problematika kehidupan,
maka seseorang akan merasa tenang, tentram, dan damai. Rasa gundah, stress, cemas,
dan galau yang senantiasa menekan kehidupannya akan sirna. Rasulullah Saw
senantiasa mengerjakan shalat ketika sedang ditimpa masalah yang membuat beliau
merasa tegang. Diriwayatkan dari sahabat Hudzaifah r.a bahwa dia telah berkata:
“Jika Nabi SAW merasa gundah karena sebuah perkara, maka beliau akan
menunaikan shalat” (Zaini. 2015: 328).
Selanjutnya dengan do’a dan dzikir. Do’a adalah memohon, meminta,
memanggil, memuji, menyeru, dan lain-lain, dari yang lebih rendah kepada yang lebih
tinggi dari yang kecil kepada Yang Maha Besar. Tatacara berdo’a yang baik yaitu
dengan rendah hati suara lembut, khauf, roja, ikhlas, taqwa, hitungan tertentu,
jaminan setiap do’a dikabulkan, dan Allah penyembuh segala penyakit. Begitupun
dengan fungsinya yaitu untuk menolak malapetaka, kesembuhan dari penyakit,
menarik manfaat, memohon rahmat (Sambas. 2002:108). Dzikir dzikir adalah ucapan
yang mengingat dan taat kepada Allah.

Dari penjelasan terapi kecemasan diatas, penulis membuat tolok ukur yang
sudah tersaji dan kesimpulannya yaitu terapi yang dapat dilakukan oleh keluarga
pasien berkat bantuan dari warois yaitu dengan melakukan ibadah shalat, berdo’a
kepada Allah serta memperbanyak dzikrullah. Sehingga terapi ini dapat memberikan
ketenangan batin, kesejukan jiwa, dan lebih mendekatkan diri kepada Allah, lebih
tenang dalam menghadapi problematika kehidupan.

C. Dampak Peran Perawat Rohani Islam Dalam Mengurangi Kecemasan Pada


Keluarga Pasien diruang ICU RS Pelabuhan Cirebon
Berdasarkan wawancara dengan keluarga pasien. Pada saat keluarga pasien
diberikan bimbingan kerohanian oleh perawat rohani Islam (warois), mereka
menerima dengan senang hati, mereka merasa senang karena mendapatkan dukungan
yang mengerti akan kondisi jiwanya. Untuk lebih jelasnya peneliti akan menjelaskan
kondisi kejiwaan keluarga pasien dari sebelum diberikan bimbingan sampai dengan
setelah bimbingan. Untuk itu perlu menjabarkan dari keluarga pasien 1 sampai
keluarga pasien 4.
1. Hasil temuan kondisi krohaian sebelum diberikan bimbingan
Kondisi kerohanian keluarga pasien 1 yaitu SM, umur 60 tahun, jenis
kelamin perempuan, pekerjaan sebagai IRT, pendidikan SMP, berasal dari
Kebumen Jawa Tengah, dan memiliki status hubungan sebagai ibu kandung.
Pada saat SM sebelum di berikan bimbigan kerohanian oleh perawat rohani
Islam (Warois), maka kondisi kejiwaannya SM yaitu sedih, gelisah, takut
kehilangan orang yang dicintainya, pikiran negatif, tidak nafsu makan, sukar
tidur, hilang semangat, bingung.
Kondisi kerohanian keluarga pasien 2 yaitu SN, umur 25 tahun,
berjenis kelamin laki-laki, bekerja sebagai wiraswasta, yang memiliki
pendidikan hanya pada tingkat SD, yang berasal dari Cirebon Jawa Barat, yang
memiliki status hubungan sebagai suami. Pada saat SN sebelum diberikan
bimbingan kerohanian oleh perawat rohani Islam (Warois), maka kondisi
kejiwaannya SN yaitu cemas, bingung, gelisah, takut kehilangan, muncul
pikiran negatif, berburuk sangka kepada Allah, pesimis, bingung, tidak
bergairah, dan menganggap bahwa Allah tidak adil.
Kondisi kerohanian keluarga pasien 3 yaitu SS, umur 20 tahun,
berjenis kelamin perempuan, bekerja sebagai wiraswasta, yang memiliki
pendidikan hanya pada tingkat SMP, yang berasal dari Cirebon Jawa Barat.
Pada saat SS sebelum diberikan bimbingan kerohanian oleh perawat rohani
Islam (Warois), maka kondisi kejiwaannya SS yaitu gelisah, ketakutan yang
luar biasa, cemas, melamun, merasa tidak berdaya, dan putus asa.
Kondisi kerohanian keluarga pasien 4 yaitu MS, umur 50 tahun,
berjenis kelamin perempuan, bekerja sebagai IRT, yang memiliki pendidikan
hanya pada tingkat SD, yang berasal dari Cirebon Jawa Barat. Pada saat MS
sebelum diberikan bimbingan kerohanian oleh perawat rohani Islam (Warois),
maka kondisi kejiwaannya MS yaitu sedih, gelisah, takut akan terjadi hal-hal
buruk, khawatir, tidak bersemangat, bingung, berfikiran negatif.

2. Hasil temuan kondisi krohaian sebelum diberikan bimbingan


Kondisi kerohanian keluarga pasien 1 yaitu SM, umur 60 tahun, jenis
kelamin perempuan, pekerjaan sebagai IRT, pendidikan SMP, berasal dari
Kebumen Jawa Tengah, dan memiliki status hubungan sebagai ibu kandung.
Pada saat SM sedang di berikan bimbigan kerohanian oleh perawat rohani
Islam (Warois), yaitu menerima, mendengarkan, merespon, menunjukkan
sikap diam, menangis, mampu berkonsentrasi.
Kondisi kerohanian keluarga pasien 2 yaitu SN, umur 25 tahun,
berjenis kelamin laki-laki, bekerja sebagai wiraswasta, yang memiliki
pendidikan hanya pada tingkat SD, yang berasal dari Cirebon Jawa Barat, yang
memiliki status hubungan sebagai suami. Pada saat SN sedang diberikan
bimbingan kerohanian oleh perawat rohani Islam (Warois), yaitu mampu
memusatkan fikiran, menangis, merasa senang, dan tangan sambil memainkan
jempol kaki yang disilah.
Kondisi kerohanian keluarga pasien 3 yaitu SS, umur 20 tahun,
berjenis kelamin perempuan, bekerja sebagai wiraswasta, yang memiliki
pendidikan hanya pada tingkat SMP, yang berasal dari Cirebon Jawa Barat.
Pada saat SS sedang diberikan bimbingan kerohanian oleh perawat rohani
Islam (Warois), yaitu menangis, merespon, dan memperhatikan apa yang di
sampaikan warois.
Kondisi kerohanian keluarga pasien 4 yaitu MS, umur 50 tahun,
berjenis kelamin perempuan, bekerja sebagai IRT, yang memiliki pendidikan
hanya pada tingkat SD, yang berasal dari Cirebon Jawa Barat. Pada saat MS
sedang diberikan bimbingan kerohanian oleh perawat rohani Islam (Warois),
yaitu senang, merespon, dan aktif dalam bertanya tentang kerohanian.
3. Hasil temuan kondisi krohaian Setelah diberikan bimbingan
Kondisi kerohanian keluarga pasien 1 yaitu SM, umur 60 tahun, jenis
kelamin perempuan, pekerjaan sebagai IRT, pendidikan SMP, berasal dari
Kebumen Jawa Tengah, dan memiliki status hubungan sebagai ibu kandung.
Pada saat SM setelah di berikan bimbigan kerohanian oleh perawat rohani
Islam (Warois), yaitu merasa tenang, lega, tidak bimbang, optimis, senang,
berbaik sangka kepada Allah.
Kondisi kerohanian keluarga pasien 2 yaitu SN, umur 25 tahun,
berjenis kelamin laki-laki, bekerja sebagai wiraswasta, yang memiliki
pendidikan hanya pada tingkat SD, yang berasal dari Cirebon Jawa Barat,
yang memiliki status hubungan sebagai suami. Pada saat SN setelah diberikan
bimbingan kerohanian oleh perawat rohani Islam (Warois), yaitu senang, lebih
lega, berani, bersyukur, termotivasi.
Kondisi kerohanian keluarga pasien 3 yaitu SS, umur 20 tahun,
berjenis kelamin perempuan, bekerja sebagai wiraswasta, yang memiliki
pendidikan hanya pada tingkat SMP, yang berasal dari Cirebon Jawa Barat.
Pada saat SS setelah diberikan bimbingan kerohanian oleh perawat rohani
Islam (Warois), yaitu senang, tenang, hati menjadi lebih sejuk, semangat,
berfikiran positif, mendekatkan diri kepada Allah.
Kondisi kerohanian keluarga pasien 4 yaitu MS, umur 50 tahun,
berjenis kelamin perempuan, bekerja sebagai IRT, yang memiliki pendidikan
hanya pada tingkat SD, yang berasal dari Cirebon Jawa Barat. Pada saat MS
setelah diberikan bimbingan kerohanian oleh perawat rohani Islam (Warois),
yaitu senang, tenang, termotivasi, hati menjadi tentram, lebih bersyukur
kepada Allah, menerima ujian yang diberikan Allah dengan lapang dada.

Dari penjelasan mengenai kondisi kerohanian keluarga pasien sebelum


diberikan bimbingan kerohanian oleh perawat rohani Islam (warois) dari mulai
keluarga pasien 1 sampai dengan keluarga pasien 4, maka peneliti menarik
sebuah kesimpulan yaitu Sedih, gelisah, ketakutan, pikiran negatif, bingung,
cemas, merasa tidak berdaya, putus asa, tidak bersemangat, berburuk sangka
pada Allah dan tidak menerima ujian dari Allah. Selanjutnya dari penjelasan
mengenai kondisi kerohanian keluarga pasien pada saat diberikan bimbingan
kerohanian oleh perawat rohani Islam (warois) dari yaitu senang, merespon,
memperhatikan, mampu berkonsentrasi, mendengarkan. Selanjutnya dari
penjelasan mengenai kondisi kerohanian keluarga pasien setelah diberikan
bimbingan kerohanian oleh perawat rohani Islam (warois) yaitu senang,
merasa tenang, lega, tidak bimbang, optimis, berbaik sangka kepada Allah,
berani, termotivasi, hati menjadi lebih sejuk, semangat, berfikiran positif,
mendekatkan diri kepada Allah, hati menjadi tentram, lebih bersyukur kepada
Allah, dan menerima ujian yang diberikan Allah dengan lapang dada.

Anda mungkin juga menyukai