Riwayat Indonesia tidak mudah dibaca atau ditulis. Dipenuhi dongeng-dongeng tentang
kesaktian dan semacamnya.
Indonesia tidak pernah menciptakan peradabannya sendiri. Baik agama, pengetahuan,
dsb berasal dari luar negeri.
Indonesia adalah wayangnya senantiasa, dan luar negeri dalangnya……
Tatkala bangsa Indonesia asli didesak oleh bangsa Tionghoa dan Hindu mereka pergi ke
Nusantara Indonesia dan telah mempunyai suatu peradaban.
Mereka tidak berada di bawah kendali mongol seperti bangsa Barat dan bangsa Timur
lainnya.
C. Pengaruh Hindu
(Empu sedah resah karena merasa pengaruh asing di Jawa makin lama makin besar)
(Pendatang asing sangat mudah diterima dan memiliki banyak pengikut)
(kerajaan zaman dulu berperang akibat kepentingan para saudagar dan pendatang
asing)
E. Tarunajaya
F. Diponegoro
Tindakan Diponegoro dalam paham ekonomi adalah kontrarevolusioner. Tak pernah kita
baca bahwa dia menentang capital-imperialistis dengan menghidupkan capital nasional.
Ia tidak punya program politik dan ekonomi. Ia merasa terdesak oleh kekuasaan baru
(Belanda) yang menggunakan Mataram sebagai alat sehingga melawan keduanya.
Kyai Mojo menggelorakan “Perang Sabilullah” bukan perang kebangsaan.
Bangsa Indonesia masih menjadi budak belian yang penurut. Riwayat bangsa Indonesia
baru dimulai jika terlepas dari tindasan kaum imperialis.
“Agaknya setengah dari keluarga rakyat di Pulau Jawa termasuk orang yang mempunyai
tanah, dan selebihnya hidup dari perusahaan dan perdagangan bumiputra ataupun
bukan. Di sana tentulah berates ribu manusia yang tak punya apa-apa, yang kadang-
kadang bekerja pada salah seorang peladang dan dengan tidak pada tempatnya
menamakan dirinya petani”. (Verslag van de Suiker Enquete Commissie hlm.99)
Industri besar dan kongsi perdagangan menimpakan pajak mereka kepada rakyat yang
melarat.
B. Kegelapan
Masih saja “pemerintah tani dan tukang warung” Belanda takut kepada universitas dan
sekolah tinggi seperti kepala hantu.
“Bangsa Indonesia harus tetap bodoh supaya ketenteraman dan keamanan umum
terpelihara”.
C. Kelaliman
Meski sudah 300 tahun Indonesia berkenalan dengan Peradaban Barat, masih saja
rakyat kita hidup di dalam keadaan yang tak mengenal atau mempunyai hak.
“Pegawai-pegawai desa mengambil suatu kepunyaan rakyat yang baik untuknya dan
diberikannya yang buruk kepada rakyat yang bodoh”. (Prof. van Vollenhoven)
Keadilan di Indonesia hanya bagi segolongan kecil, yaitu si penjajah kulit putih. Bagi
bangsa Indonesia yang berhak atas negeri itu, tak ada keadilan dan pengadilan.