Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kolonialisme dan Imperialisme Barat di Indonesia pada hakikatnya merupakan


bentuk penjajahan dan eksploitasi terhadap sumber daya alam yang dimiliki oleh
tanah air kita yaitu Indonesia. Negara – Negara Barat yang pernah menjajah Indonesia
yaitu :
1) Portugis
2) Inggris
3) Spanyol
4) Belanda
Tujuan mereka pada awalnya hanya untuk mencari rempah – rempah. Namun,
seiring berjalannya waktu mereka mulai melakukan Kolonialisme dan Imperialisme
ke daerah – daerah yang kaya akan rempah – rempah untuk kepentingan Negaranya
sendiri.
Pada abad ke – 18, Belanda hampir menguasai daerah – daerah yg ada di
Indonesia, hal ini jelas menguntungkan pihak Belanda karna mereka mengambil
sumber daya alam yang orang pribumi miliki dengan cara yg kejam.
Mereka menggunakan tak – tik terjitunya yaitu Politik adu domba atau Devide et
Impera, untuk memperoleh Kekuasaan yang lebih luas. Kehidupan dibawah
penjajahan bangsa Barat memiliki dampak Positif dan Negatif.
Namun, pada kenyataannya Dampak Negatif  lebih dominan dari pada Dampak
Positifnya. Berikut dampak yg ditimbulkan oleh para penjajahan bangsa Barat,
khususnya Belanda baik dari segi Politik, Sosial, Ekonomi, maupun Pendidikan.

1.2. Rumusan Masalah

1) Apa dampak dari penjajahan barat bagi kehidupan Bangsa Indonesia ?


2) Apa yang melatar belakangi Lahirnya Pergerakan Nasional dan Sumpah Pemuda?

1.3. Tujuan

1) Untuk mengetahui dampak dari penjajahan barat bagi kehidupan Bangsa


Indonesia
2) Untuk mengetahui latar belakang lahirnya Pergerakan Nasional dan Sumpah
Pemuda

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Dampak Penjajahan Barat  Dalam Kehiduan Bangsa Indonesia

1.      Kehidupan Bangsa Indonesia di Bidang Politik


Sistem politk Adu Domba (Devide et Impera) yang digunakan pemerintah
kolonial Belanda mampu memperlemah, memperdaya bangsa Indonesia, dan
bahkan dapat menghapus kekuasaan pribumi. Beberapa kerajaan besar yang
berkuasa di berbagai daerah di Indonesia satu demi satu dapat dikuasai oleh
Belanda.
Kedudukan para bupati dianggap sebagai pegawai negeri yang digaji oleh
pemerintah kolonial Belanda. Kewibawaan para bupati telah jatuh di mata rakyat
Indonesia, bahkan jabatan para bupati dimanfaatkan untuk menekan dan memeras
rakyat Indonesia. Perilaku para penguasa pribumi selalu diawasi secara ketat
sehingga mereka sulit untuk melakukan tindakan yang menyimpang dari aturan
yang telah ditetapkan. Dengan demikian, rakyat Indonesia saat itu tidak memiliki
pemimpin yang dapat diharapkan untuk menyalurkan aspirasi dan justru kehidupan
berpolitik menjadi buntu.
2.      Kehidupan Bangsa Indonesia di Bidang Ekonomi
Penderitaan akibat politik pemerasan yang dilakukan kolonial Belanda terhadap
rakyat Indonesia telah mencapai puncaknya pada masa pelaksanaan sistem Tanam
Paksa (Cultuurstelsel) dan sistem Ekonomi Liberal (Politik Pintu Terbuka).
Keuntungan dari pelaksanaan sistem Tanam Paksa dan Politik Pintu Terbuka
tersebut tidak ada satu pun yang digunakan untuk kepentingan Indonesia, namun
digunakan Belanda untuk membangun negerinya di Eropa dan untuk membayar
utang luar negeri pemerintah kolonial Belanda. Dengan demikian, kehidupan
ekonomi rakyat Indonesia pada zaman penjajahan Belanda sungguh
memprihatinkan sehingga banyak rakyat yang hidup dalam kemiskinan dan mati
kelaparan.
Perkembangan ekonomi pada masyarakat  kolonial sangat besar pengaruhnya
terhadap kegiatan-kegiatan  berikut:
a.       Perdagangan
Kegiatan perdagangan pada  masa pemerintah kolonil belanda dikuasi oleh
penguasa swasta asing .masyarakat pada waktu itu tidak memiliki kesempatan
untuk memperdagangkan hasil buminya .hal tersebut terjadi karena hasil bumi
mereka terpaksa  harus dijual pada para pedagang asing yang mendapat
perlindungan dari pemerintah.
b.      Pertanian dan perikanan
 Sebelum kedatangan bangsa barat  ,bangsa indonesia telah
mengenal sistem pertanian dan perikanan .pada masa kolonial banyak
masyarakat indonesia yang bergerak di bidang pertanian dan perikanan
.namun ,mereka tidak menikmati hasilnya sendiri karena di rampas oleh
pemerintah kolonial belanda ,dan para petani  dipaksa untuk menjualnya pada
pedagang swasta asing.

2
3.      Kehidupan Bangsa Indonesia di Bidang Sosial
Kehidupan sosial yang dialami oleh rakyat Indonesia pada masa penjajahan
Belanda antara lain diskriminasi ras dan intimidasi yang diterapkan pemerintah
kolonial Belanda. Diksriminasi dan intimidasi itu didasarkan pada golongan dalam
kehidupan masyarakat dan suku bangsa. Penduduk berkulit putih dan kolonial
Belanda termasuk ke dalam golongan dengan status sosial yang lebih tinggi dan
memiliki hak-hak istimewa, sedangkan rakyat pribumi termasuk ke dalam
golongan rendah yang lebih banyak dibebani oleh kewajiban-kewajiban dan tidak
diberikan hak sebagai layaknya warga negara yang dilindungi oleh hukum.
Kemudian, tidak semua anak pribumi memiliki kesempatan untuk
memperoleh pendidikan seperti yang diperoleh anak-anak kolonial Belanda.
Demikian pula, dalam lingkungan pemerintahan, tidak semua jabatan tersedia
untuk orang-orang pribumi. Dengan demikian, adanya diskriminasi ras dan segala
bentuk intimidasi, baik secara langsung maupun tidak langsung telah menimbulkan
kesenjangan antara orang-orang Belanda dan rakyat pribumi.

4.      Kehidupan Bangsa Indonesia di Bidang Kebudayaan


Kebudayaan barat (Eropa) yang dibawa masuk ke Indonesia oleh bangsa
Belanda mulai dikenal bangsa Indonesia sejak abad ke-15. Budaya-budaya barat
tersebut diterapkan ke dalam lingkungan kehidupan tradisional rakyat Indonesia,
seperti cara bergaul, gaya hidup, cara berpakaian, bahasa, dan sistem pendidikan
Tidak semua budaya barat yang masuk ke Indonesia dapat diterima oleh
rakyat Indonesia, karena adanya tata cara yang berlawanan dengan nilai budaya
bangsa Indonesia yang telah diwariskan secara turun-temurun. Contoh budaya
barat yang berlawanan dengan nilai luhur antara lain mabuk-mabukan, pergaulan
bebas, pemerasan, dan penindasan.

5.      Kehidupan Bangsa Indonesia Di Bidang Demografi


 (kependudukan), berdasarkan sensus Raffles (buku History of Java tulisan
Raffles) bahwa pada tahun 1815 jumlah pendudukan Jawa mencapai 4,5 juta jiwa.
Dari jumlah tersebut lebih dari 1,5 hidup di daerah kerajaan dan kirakira 3 juta ada
di daerah yang langsung diperintah oleh pemerintah kolonial.
Sejak akhir abad ke-19 telah terjadi mobilitas dalam masyarakat, baik
secara geografis maupun sosiologis. Dalam pengertian geografis bahwa
perpindahan tempat tinggal dan kerja makin lama makin sering dilakukan.
Transmigrasi, migrasi intern, dan urbanisasi menunjukkan adanya keinginan untuk
keluar dari lingkungan hidup yang lama. Hal itu karena pengaruh penetrasi
ekonomi asing dan kerapatan penduduk, mobilitas dalam kerja terjadi pula.
Sebagian dari masyarakat tani beralih kerja menjadi pedagang, meskipun secara
kecil-kecilan. 
 Demikian juga jenis pekerjaan tukang dan pelayanan lainnya bertambah
banyak pula. Peralihan kerja dan perpindahan ke tempat lain, ada yang membawa
dampak ke kehidupan sosial. Orang yang pindah ke kota dan mendapat pekerjaan

3
yang baik, akan naik harganya di mata masyarakat. Demikian pula jika seseorang
sukses dalam usahanya. Dengan demikian terjadilah semacam mobilitas sosial
vertikal.
Dalam perkembangannya, pada tahun 1900 penduduk Jawa telah
mencapai hampir 28,5 juta jiwa. Perkembangan penduduk di Jawa pada abad ke-
19 dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain terjadinya peningkatan hidup
dari penduduk pribumi,meluasnya pelayanan kesehatan ( introduksi vaksinasi
cacar), dan perwujudan ketertiban dan perdamaian oleh pemerintah Belanda.

2.2. Perkembangan Pergerakan Nasional Indonesia


Politik Etis yang diuslkan oleh C.Th van Deventer berisi tentang
perbaikanperbaikan dalam bidang irigasi (pengairan), transmigrasi (perpindahan), dan
edukasi (pendidikan). Akan tetapi pelaksanaannya tidak terlepas dari kepentingan
pemerintah Hindia Belanda. Politik Etis sebenarnya merupakan bentuk penjajahan
kebudayaan yang halus sekali. Program edukasi itu sendiri sebenarnya merupakan
pelaksanaan dari Politik Asosiasi yang berarti penggantian kebudayaan asli tanah
jajahan dengan kebudayaan penjajah.

1) Budi Utomo

Pada tahun 1906 di Yogyakarta dr. Wahidin Sudirohusodo mempunyai


gagasan untuk mendirikan studiefonds atau dana pelajar. Tujuannya adalah
mengumpulkan dana untuk membiayaai pemuda-pemuda bumi putra yang pandai,
tetapi miskin agar dapat memneruskan ke sekolah yang lebih tinggi. Untuk
mewujudkan gagasan nya tersebut, beliau mengadakan perjalanan keliling jawa.
Ketika sampai di Jakarta, dr. Wahidin Sudirohusodo bertemu dengan
mahasiswa-mahasiswa STOVIA. STOVIA adalah sekolah untuk mendidik
dokterdokter pribumi. Mahasiswa-mahasiswa tersebut antara lain Sutomo, Cipto
Mangunkusumo, Gunawan Mangunkusumo, Suraji, dan Gumbrek. Dr. Wahidin
Sudirohusodo memberikan dorongan kepada mereka agar membentuk suatu
organisasi. Dorongan tersebut mendapat sambutan baik dari para mahasiswa
STOVIA.
Pada tanggal 20 Mei 1908 bertempat di Gedung STOVIA. Para mahasiswa
STOVIA mendirikan organisasi yang diberi nama Budi Utomo. Budi Utomo
artinya budi yang utama. Tanggal berdirinya Budi Utomo yaitu 20 Mei dijadikan
sebagai Hari Kebangkitan Nasional.

2.3. Sumpah Pemuda

Awal perjuangan para pemuda Indonesia memprakarsai Sumpah pemuda 1928


adalah berdirinya Budi Utomo. Pada saat itu bangsa Indonesia khususnya pemuda
Indonesia mulai bangkit. Akibat berdirinya Budi Utomo adalah memunculkan
organsisasi baru seperti Tri Koro Darmo, Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon,
Jong Betawi, Jong Minahasa, Sekar Rukun, dan Pemuda Timor. Pemuda- pemuda
di daerah sangat bersemangat untuk berjuang, namun pada saat itu mereka masih
berjuang untuk daerah mereka sendiri-sendiri.

4
Organisasi-organisasi itu gencar melakukan pengumandangan persatuan
bangsa, khususnya organisasi Perhimpunan Indonesia (PI). PI adalah organisasi
permuda yang terdiri atas pemuda dari berbagai suku yang ada di belanda. Para
pemuda kemudia bersatu dan menjadi satu bangsa Indonesia tanpa memikirkan
sifat kedaerahan lagi.
Sumpah Pemuda merupakan bukti otentik, dimana pada tanggal 28 Oktober
1928 bangsa Indonesia dilahirkan. Karenanya, sudah menjadi sebuah keharusan
bagi seluruh rakyat Indonesia memperingati 28 Oktober sebagai hari lahirnya
bangsa Indonesia. Proses kelahiran bangsa Indonesia ini adalah bukti dari
perjuangan rakyat Indonesia yang selama ratusan tahun tertindas di bawah
kekuasaan kolonialis pada masa itu, kondisi seperti inilah yang kemudian
mendorong para pemuda pada waktu itu membulatkan tekad untuk mengangkat
harkat dan martabat hidup orang Indonesia. Tekad inilah yang menjadi komitmen
perjuangan rakyat Indonesia hingga berhasil mencapai kemerdekaan, pada 17
Agustus 1945.
Kongres Pemuda Indonesia ke-II
Gagasan penyelenggaraan Kongres Sumpah Pemuda ke-II berasal dari
Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI), dimana sebuah organisasi pemuda
yang beranggotakan para pelajar dari seluruh Indonesia. Atas inisiatif PPPI,
kongres dilaksanakan di tiga gedung yang berbeda dan di bagi menjadi tiga kali
rapat.

Rapat pertama
Dilaksanakan pada Sabtu 27 Oktober 1928 di Gedung Katholieke
Jongenlingen Bond (KJB), Waterlooplein (Lapangan Banteng). Dalam
sambutannya, ketua PPPI Sugondo Djojopuspito berharap kongres ini dapat
memperkuat semangat persatuan dalam setiap sanubari para pemuda. Acara
dilanjutkan dengan uraian Moehammad Yamin tentang arti dan kaitan persatuan
Indonesia, yaitu sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan dan kemauan.

Rapat kedua
Dilaksanakan pada Minggu, 28 Oktober 1928 di Gedung Oost-Java Bioscoop,
membahas masalah pendidikan. Kedua pembicara, Poernowoelan dan Sarmidi
Mangoensarkoro berpendapat bahwa anak harus mendapat pendidikan kebangsaan,
serta juga harus ada keseimbangan antara pendidikan di sekolah dan di rumah.
Anak juga harus di didik secara demokratis.

Rapat ketiga
Pada rapat penutup di Gedung Indonesische Clugebouw yang di jalan Kramat
raya 106, Sunario menjelaskan pentingnya nasionalisme dan demokrasi selain
gerakan kepanduan. Sedangkan Ramelan mengemukakan, gerakan kepanduan
tidak dapat dipisahkan dari gerakan nasional. Gerakan kepanduan sejak dini
mendidik anak-anak disiplin dan mandiri, hal-hal yang dibutuhkan dalam
perjuangan.
Para peserta dalam Kongres Sumpah Pemuda ke-II berasal dari berbagai wakil
organisasi pemuda yang ada pada waktu itu. Seperti Jong Java, Jong Ambon, Jong
Celebes, Jong Batak, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamietan Bond, Sekar Rukun,

5
PPPI, Pemuda Kaum Betawi, dan lain sebagainya. Diantara mereka hadir pula
beberapa pemuda Tionghoa sebagai pengamat, yaitu Oey Kay Siang, John Lauw
Tjoan Hok dan Tjio Djien Kwie. Namun sampai saat ini tidak diketahui latar
belakang organisasi yang mengutus mereka. Sementara Kwee Thiam Hiam hadir
sebagai seorang wakil dari Jong Sumatranen Bond. Diprakarsai oleh AR
Basweden, pemuda keturunan Arab di Indonesia mengadakan kongres di Semarang
dan mengumandangkan Sumpah Pemuda keturunan Arab.

Tempat dibacakannya Sumpah Pemuda


Pada tanggal 28 Oktober 1928 bangunan di jalan Kramat Raya 106 adalah tempat
dibacakannya Sumpah Pemuda. Lokasi tersebut adalah sebuah rumah pondokan
yang dijadikan tempat untuk pelajar dan mahasiswa milik Sie Kok Liong.
Berikut ini adalah bunyi "Sumpah Pemuda" sebagaimana tercantum pada
prasasti di dinding Museum Sumpah Pemuda. Penulisan menggunakan ejaan van
Ophuysen.
Pertama: Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang
satoe, tanah Indonesia.
Kedoea: Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe,
bangsa Indonesia.
Ketiga: Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean,
bahasa Indonesia.

Rumusan Kongres
Rumusan Kongres Sumpah Pemuda ditulis oleh Moehammad Yamin pada
secarik kertas yang disodorkan kepada Soegondo ketika Mr. Sunario tengah
berpidato pada sesi terakhir kongres (sebagai utusan kepanduan) sambil berbisik
kepada Soegondo: Ik heb een eleganter formulering voor de resolutie (Saya
mempunyai suatu formulasi yang lebih elegan untuk keputusan Kongres ini), yang
kemudian Soegondo membubuhi paraf setuju pada secarik kertas tersebut,
kemudian diteruskan kepada yang lain untuk paraf setuju juga. Sumpah tersebut
awalnya dibacakan oleh Soegondo dan kemudian dijelaskan secara terperinci oleh
Yamin. Dalam peristiwa sumpah pemuda diperdengarkan lagu kebangsaan
Indonesia yang pertama kalinya, lagu ini diciptakan oleh W.R. Soepratman.

6
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan

Dari apa yang telah dipaparkan oleh penulis, dapat disimpulkan bahwa:

a. Pergerakan nasional Indonesia muncul akibat kesatuan nasib yang ingin


merdeka dan penderitaan rakyat Indonesia akibat penjajahan Belanda.
b. Organisasi-organisasi pergerakan nasional muncul karena keinginan untuk
memperjuangkan kemerdekaan bagi Indonesia.
c. Kemerdekaan yang dicapai Indonesia saat ini tidak lepas dari perjuangan
para tokoh ataupun organisasi-orgnisasi yang meluangkan semua pikiran dan
tenaganya demi sebuah kemerdekaan Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai