Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH SEJARAH PEMINATAN

“Politik Apartheid di Afrika Selatan”

Disusun oleh:
Benedicta Ariella XII IPS-3/04
Charissa Engrasia XII IPS-3/09
Kezia Aurelia XII IPS-3/17
Margareth Dionna XII IPS-3/20

SMA KATOLIK SANTO HENDRIKUS


SURABAYA
TAHUN AJARAN 2021-2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan
berkat-Nya, kelompok kami mampu menyelesaikan makalah yang berjudul "Politik Apartheid
di Afrika Selatan" ini dengan baik. Kami juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada Ibu Bernarda Tanti selaku guru mata pelajaran Sejarah Peminatan yang telah
memberi tugas ini sehingga wawasan dan pengetahuan kelompok kami terhadap mata pelajaran
yang kami tekuni semakin meluas, dan ucapan terima kasih juga atas bimbingannya atas
kelompok kami selama pengerjaan makalah “Politik Apartheid di Afrika Selatan” ini.

Makalah ini berisi informasi dan kejadian secara kronologis mengenai politik
Apartheid di Afrika Selatan seperti latar belakang, penerapan kebijakan dan dampak dari
politik Apartheid. Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas
bidang studi Sejarah Peminatan dan untuk menambah wawasan mengenai materi politik
Apartheid di Afrika Selatan bagi penulis dan pembaca.

Kami mempunyai harapan yang sangat besar informasi dalam makalah ini dapat
bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan para pembaca dan penulis sendiri. Kami
menyadari bahwa makalah yang kami buat masih jauh dari sempurna dikarenakan adanya
keterbatasan pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, saran dan kritik
dari pembaca dan guru pembimbing akan sangat diterima dan dihargai demi perbaikan
penulisan makalah kelompok kami.

Surabaya, 27 Februari 2022

Penulis rnrrrrrrrrr

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................................................................................. 1

Daftar Isi ........................................................................................................................... 2

Bab 1: Pendahuluan .......................................................................................................... 3


1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 3
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 3
1.3 Tujuan............................................................................................................... 4

Bab 2: Pembahasan ........................................................................................................... 5


2.1 Latar Belakang Munculnya Politik Apartheid ................................................ 5
2.2 Penerapan Sistem Politik Apartheid di Afrika Selatan ................................... 6
2.3 Dampak Penerapan Sistem Politik Apartheid di Afrika Selatan ..................... 7
2.4 Reaksi Rakyat Afrika dan Penghapusan Sistem Politik Apartheid ................. 8

Bab 3: Penutup ................................................................................................................ 10


3.1 Kesimpulan ................................................................................................... 10
3.2 Saran .............................................................................................................. 11

Daftar Pustaka ................................................................................................................. 12

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diskriminasi rasial merupakan fenomena sosial yang sudah ada sejak lama di dunia.
Meskipun banyak dari masyarakat zaman sekarang sudah mulai sadar akan eksistensi
diskriminasi dan sudah mulai memperjuangkan persamaan hak, tidak dapat dipungkiri
bahwa diskriminasi rasial merupakan salah satu fenomena sosial yang memainkan peran
besar dalam masalah-masalah besar yang terjadi di dalam sejarah dunia. Menurut UU RI
no 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, diskriminasi rasial dan
etnis adalah segala bentuk pembedaan, pengecualian, pembatasan, atau pemilihan
berdasarkan pada ras dan etnis, yang mengakibatkan pencabutan atau pengurangan
pengakuan, perolehan, atau pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam
suatu kesetaraan di bidang sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Salah satu contoh
diskriminasi rasial yang terjadi di dunia yaitu politik Apartheid yang terjadi di Afrika
Selatan.

Afrika Selatan merupakan negara otonomi di dalam pemerintahan Kerajaan Inggris,


sekaligus salah satu negara tertua di benua Afrika yang memiliki penduduk mayoritas
berkulit hitam. Kekayaan akan berlian, emas dan platinum yang dimiliki oleh Afrika
Selatan ini membuat negara-negara kulit putih tergiur untuk menguasai Afrika Selatan
dengan melakukan kolonialisme yang berujung pada pemberlakuan politik apartheid di
Afrika selatan. Oleh karena itu, dengan makalah ini, kelompok kami ingin mengkaji lebih
dalam mengenai sistem politik apartheid yang diterapkan di Afrika Selatan pada tahun 1948
hingga 1993.

1.2 Rumusan Masalah


1) Apa latar belakang munculnya politik Apartheid di Afrika Selatan?
2) Bagaimana penerapan sistem politik apartheid di Afrika Selatan dan apa dampaknya
bagi masyarakat Afrika Selatan?
3) Bagaimana akhir dari penerapan sistem politik apartheid di Afrika Selatan?

3
1.3 Tujuan
1) Mendeskripsikan latar belakang munculnya politik Apartheid di Afrika Selatan.
2) Mendeskripsikan perjalanan sistem politik apartheid di Afrika Selatan dan dampak
penerapannya bagi masyarakat Afrika Selatan.
3) Mendeskripsikan akhir dari penerapan sistem politik apartheid.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Latar Belakang Munculnya Politik Apartheid

Politik Apartheid merupakan sebuah sistem pemisahan ras yang diterapkan oleh
pemerintah kulit putih di Afrika Selatan sekitar awal abad ke-20. Kata apartheid sendiri
diambil dari bahasa Afrika, “apart” yang berarti memisah dan “heid” yang berarti sistem
atau hukum. Politik Apartheid ini mengacu pada penerapan politik yang membedakan
warna kulit. Menurut politik apartheid, orang kulit putih memiliki status tertinggi, diikuti
oleh orang India dan kulit berwarna, kemudian orang kulit hitam Afrika.

Praktik Politik Apartheid berawal dari datangnya penjelajah Belanda yang dikenal
sebagai Afrikaner atau Boer ke Afrika selatan pada 1652 untuk menguasai sumber daya
alam Afrika Selatan. Afrika Selatan merupakan negara yang kaya akan berlian, emas dan
platinum. Dalam Penjajahan Belanda, praktik perbudakan sudah mulai bermunculan. Pada
awal abad ke-19, dipicu dengan adanya penemuan cadangan berlian yang melimpah di
daerah Afrika Selatan, Inggris pun mendatangi Afrika Selatan dengan tujuan yang sama
dengan Belanda. Dengan adanya persamaan ambisi dari kedua negara tersebut, perebutan
pun terjadi dengan meletusnya perang Boer I dan perang Boer II antara Belanda dan Inggris
pada tahun 1880-1902. Kedua perang ini berakhir dengan ditandatanganinya perjanjian The
Peace of Vereeniging yang berisi pengakuan administrasi militer Inggris atas Transvaal dan
Orange Free State.

Pada tahun 1910, Inggris mendirikan Uni Afrika Selatan dengan cakupan wilayah
Transvaal, Orange Free State, Natal dan Tanjung Harapan. Sementara itu, sisa orang-orang
Boer bersatu mendirikan kekuasaannya di Praetoria dan Johannesburg. Sejak pendirian
kekuasaan ini, orang-orang Boer mendirikan pemerintahan minoritas kulit putih. Mereka
mendiskriminasi orang kulit hitam, orang Asia, dan orang kulit berwarna lainnya. Pada
tahun 1940, partai pro-Afrikaner yaitu National Party (NP) memperoleh suara mayoritas
di parlemen. Strategi-strategi partai tersebut menciptakan dasar Apartheid. Penyebutan
Apartheid lalu muncul pada tahun 1948, Ketika National Party (NP) melegalkan segregasi
dan membentuk supremasi kulit putih. Mereka kemudian juga mendeklarasikan Afrika
selatan sebagai negara kulit putih. Kebijakan rasialis ini ditujukan agar orang-orang Boer

5
tetap bisa menguasai wilayah dan kekayaan Afrika Selatan. Penindasan kulit hitam pun
terus dilakukan hingga akhir abad ke-20.

2.2 Penerapan Sistem Politik Apartheid di Afrika Selatan

Sistem politik Apartheid di Afrika Selatan dilaksanakan dengan penggolongan


masyarakat berdasarkan warna kulit. Dalam penggolongan ini, kelompok ras lain selain
kulit putih tidak memiliki hak-hak politik dan warga negara secara penuh. Politik Apartheid
ini diterapkan dalam kebijakan-kebijakan yang bersifat legal dan mengikat. Kebijakan-
kebijakan tersebut antara lain:
1) Group Areas Act (1950)
Kebijakan Group Areas Act mengatur soal pengelompokan untuk pendataan
penduduk dan kebijakan segregasi tempat tinggal. Pemisahan fisik lokasi tempat
tinggal berdasarkan golongan dilakukan, terutama di wilayah urban seperti
Johannesburg dan Praetoria. Hal ini menyebabkan terjadinya pemindahan paksa
orang-orang ke daerah golongannya. Hal ini berdampak pada banyaknya orang-
orang kehilangan tempat tinggal dan sumber pendapatan.
2) The Population Registration Act (1950)
Kebijakan ini membagi penduduk Afrika Selatan berdasarkan warna kulit
menjadi empat kelompok masyarakat, yakni orang Bantu atau kulit hitam Afrika,
orang berdarah campuran, orang kulit putih, dan orang asia. Masing-masing
orang harus terdaftar oleh pihak-pihak yang ditunjuk untuk setiap golongan.
Pendaftaran ini akan menjadi dasar pembedaan perilaku terhadap masing-masing
kelompok.
3) Separate Representation of Voters Act (1951)
Kebijakan ini mencabut seluruh hak pilih orang kulit berwarna. Hal ini ditujukan
untuk meningkatkan segregasi rasial. Kebijakan ini kemudian dilanjutkan oleh
Cape Qualified Franchise yang merupakan kebijakan penyeleksian setiap orang
berkulit warna untuk menetapkan kepanatasan mereka untuk diberi hak pilih.
4) Immorality Amendement Act (1927)
Kebijakan ini sudah disusun pada 1927, namun diamandemen pada tahun 1950.
Awalnya kebijakan ini melarang hubungan seksual pra-nikah antara orang Eropa
dan orang berkulit hitam, namun setelah diamandemen pada tahun 1950,

6
kebijakan ini diperluas menjadi larangan hubungan seksual pra-nikah antara
orang Eropa dengan orang non-Eropa.
5) Prohibition of Mixed Marriages Act (1949)
Kebijakan ini melarang pernikahan campuran antar kelompok ras yang sudah
ditentukan. Kebijakan ini bertujuan untuk mencegah munculnya kelompok
campuran yang lebih besar. Hal ini dikhawatirkan akan menyebabkan
pemerintah kesulitan untuk melanjurkan praktik segregatifnya.
6) Native Land Act (1913)
Kebijakan ini merupakan kebijakan yang melarang orang kulit hitam memiliki
tanah di luar wilayah tempat tinggal yang ditentukan.

Selain dari kebijakan-kebijakan tersebut, masih banyak lagi kebijakan-kebijakan


lainnya yang bersifat rasialis di Afrika Selatan pada zaman tersebut seperti Reservation of
Separate Amenities Act (1953), The Promotion of Bantu Self-Government Act (1959), The
Prohibition of Political Interference Act (1968), dsbnya. Tidak hanya di bidang politik,
sosial maupun budaya saja, praktik diskriminasi juga terjadi di bidang pendidikan, dan
pekerjaan seperti Mines and Works Act (1911), Native Labour (1953), Indians Education
Act (1965), Coloured Persons Education Act (1963), dan banyak lagi, bahkan Perdana
Menteri Afrika Selatan Hendrik F. Verwoerd pernah mengungkapkan bahwa akan menjadi
kesalahan apabila masyarakat Afrika Selatan hidup dalam kesetaraan.

2.3 Dampak Penerapan Sistem Politik Apartheid di Afrika Selatan bagi Masyarakat
Afrika Selatan

Adanya politik Apartheid membawa dampak ketidakadilan bagi warga kulit hitam
di Afrika Selatan. Mereka tidak mendapatkan hak-hak yang seharusnya mereka dapatkan
sebagai warga negara. Politik Apartheid mempersempit gerak orang-orang berkulit hitam
dengan mencabut hak pilih mereka untuk memilih pemimpin. Mereka juga mendapat
perlakuan tidak adil, yaitu diharuskan untuk tinggal dalam suatu wilayah dan pemerintah
yang berisi orang kulit putih memberlakukan undang-undang khusus bagi orang berkulit
hitam dan berwarna.

Orang-orang kulit hitam tidak mendapat kesetaraan dalam pekerjaan. Mereka tidak
bisa menduduki posisi-posisi penting karena didominasi oleh orang-orang kulit putih.
Dengan adanya hal ini, mereka juga diberi upah yang tidak layak dan diperlakukan dengan

7
berbeda. Dalam bidang pendidikan, orang-orang kulit hitam tidak bisa mendapatkan
pelayanan pendidikan yang baik sebagaimana yang diterima oleh orang-orang kulit putih.
Selain itu, pemisahan fasilitas umum bagi masyarakat Afrika Selatan menurut warna kulit
juga dilaksanakan di Afrika Selatan dan disahkan oleh pemerintah Afrika Selatan pada
tahun 1953 yang sangat mendiskriminasi masyarakat kulit hitam dan berwarna Afrika.

2.4 Reaksi Rakyat Afrika dan Penghapusan Sistem Politik Apartheid (Akhir dari Sistem
Politik Aparteid)

Dengan banyaknya aturan-aturan segregasi rasial yang dibuat dan ditetapkan,


resistensi melawan kebijakan apartheid pun mulai bermunculan. Persekutuan-persekutuan
yang mengadakan perlawanan terhadap rezim kulit putih mulai bermunculan, salah satunya
adalah African National Congress (ANC). ANC memberikan perlawanan terhadap
dominasi Eropa dengan memboikot, demostrasi damai, aksi politik hingga perlawanan
bersenjata yang dilakukan sejak 1952. Pada tahun 1960, terjadi tragedi Sharpesville,
dimana polisi menembaki demonstran yang sedang melancar aksi protes secara damai di
Sharpewille, Afrika Selatan. Tragedi ini menewaskan sebanyak 67 orang dan melukai lebih
dari 180 orang.

Pada 1961, Nelson Mandela sebagai pimpinan ANC dan banyak pemimpin
organisasi perlawanan lainnya ditahan. Hal ini menarik perhatian internasional sehingga
tekanan terhadap pemerintah Afrika Selatan pun meningkat. Di dalam penjara, Nelson terus
menuliskan surat-surat mengenai keadaan anggota ANC untuk membuat gerakan
perlawanan dari kulit hitam di Afrika Selatan. Sebanyak 600 organisasi di Afrika Selatan
bersatu untuk membentuk Front Demokratis Bersatu. Mereka menuntut agar politik
apartheid dihapuskan. Sementara itu, di bawah kepemimpinan perdana menteri Federik
Willem de Klerk, Afrika Selatan mendapatkan tekanan besar dari dunia internasional yang
mengakibatkan Nelson Mandela dan banyak tahanan politik akhirnya dibebaskan dari
penjara

Pembebasan Nelson Mandela ini dilanjutkan dengan kerjasamanya bersama


Frederik Willem de Klerk, untuk mengakhiri kebijakan apartheid. Pada tahun 1992, Federik
Willem de Klerk mengadakan referendum yang dikhususkan untuk penduduk berkulit
putih. Referendum ini berisi pertanyaan kepada mereka apakah ingin mempertahankan

8
politik apartheid atau ingin mengakhirinya. Dua pertiga pemilih memilih setuju untuk
mengakhiri sistem politik apartheid.

Pengakhiran sistem politik apartheid pun dilakukan diikuti dengan pencabutan


peraturan-peraturan yang bekaitan dengan politik apartheid, seperti pada sidang parlemen
21 Februari 1991 yang menghapuskan Land Act, Group Areas Act dan Population
Registration Act. Konstitusi baru yang mengakomodasi orang kulit hitam dan berwarna
juga disahkan pada 1994. Aturan ini meliputi pemberian hak-hak yang setara termasuk hak
politik. ANC dan PAN pun akhirnya resmi berdiri sebagai organisasi politik. Pada tahun
1994, diadakan pemilihan umum bebas pertama di Afrika Selatan. Pemilihan ini meliputi
seluruh warga Afrika Selatan tanpa terkecuali, menjadikannya pemilu pertama yang bisa
diikuti warga kulit hitam. Pemilihan dimenangkan oleh ANC. Nelson Mandela terpilih
menjadi presiden berkulit hitam pertama di Afrika Selatan. Kemenangan partai ANC dan
terpilihnya Nelson Mandela menjadi akhir dari politik apartheid di Afrika Selatan.

9
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Afrika Selatan merupakan negara otonomi dalam pemerintahan Kerajaan Inggris


yang memilik mayoritas penduduk berkulit hitam. Kekayaan akan berlian, emas dan
platinum yang dimiliki oleh Afrika Selatan membuat negara-negara kulit putih yaitu
Belanda dan Inggris tergiur untuk menguasai Afrika Selatan. Perang pun akhirnya terjadi
antar kedua negara tersebut yang dimenangkan Inggris. Namun, dalam praktiknya, politik
apartheid dicanangkan oleh National Party (NP) yang merupakan partai pro-Afrikaner.

Politik apartheid dilaksanakan dengan penggolongan masyarakat berdasarkan warna


kulitnya. Penggolongan tersebut mengakibatkan kelompok ras selain kulit putih tidak
memiliki hak-hak sebagai warga negara Afrika Selatan secara penuh. Beberapa kebijakan
Segregasi dilaksanakan dalam politik Apartheid, seperti Group Areas Act, The Population
Registration Act, Separate Representation of Voters Act, Immorality Amendement Act, dan
masih banyak lagi. Kebijakan-kebijakan tersebut bersifat rasis dan memojokkan
masyarakat berkulit warna terutama hitam. Hal ini berdampak kepada tatanan kehidupan
di Afrika Selatan pada masa itu. Orang-orang kulit hitam dan berwarna diperlakukan
sangat tidak adil dengan adanya kebijakan segregasi rasial sebagai hasil dari Politik
Apartheid. Hal ini kemudian mengakibatkan munculnya organisasi-organisasi yang
menentang sistem politik apartheid. Salah satunya adalah African National Congress
(ANC) yang dipimpin oleh Nelson Mandela.

Perlawanan-perlawanan yang dilakukan oleh ANC dan organisasi-organiasi lainnya


ini membuat pemerintah menjebloskan Nelson Mandela dan tokoh-tokoh pejuang lainnya
ke penjara. Di bawah kepemimpinan perdana menteri Federik Willem de Klerk, Nelson
Mandela dan banyak tahanan politik lainnya akhirnya dibebaskan dari penjara.
Pembebasan Nelson Mandela ini dilanjutkan dengan kerjasamanya bersama Frederik
Willem de Klerk untuk mengakhiri kebijakan apartheid. Pada akhirnya sistem politik
Apartheid pun dihapus diikuti dengan penghapusan peraturan-peraturan yang bekaitan
dengan politik apartheid. Pada tahun 1994, partai ANC menang dalam pemilu umum
Afrika Selatan menjadikan Nelson Mandela sebagai presiden berkulit hitam pertama di
Afrika Selatan.

10
3.2 Saran
Seperti yang telah kita lihat dan pelajari, politik Apartheid merupakan politik rasial
yang mendiskriminasi ras kulit berwarna terutama hitam di Afrika Selatan. Politik
Diskriminasi ini tentu sangat merugikan bagi pihak-pihak yang didiskriminasi. Sikap
diskriminasi ini biasanya berakar dari adanya etnosentrisme dan fanatisme masing-masing
kelompok. Sikap ini tentu perlu disingkirkan dari masing-masing individu karena pada
hakikatnya kita semua sederajat. Oleh karena itu, sebagai masyarakat Indonesia, hendaknya
kita menghilangkan sikap-sikap etnosentrisme, fanatisme, dan diskriminatif, mengingat kita
hidup di negara yang kaya akan keberagaman.

11
DAFTAR PUSTAKA

Sumber dari Jurnal:


Budiman, A. (2013). Politik Apartheid di Afrika Selatan, Jurnal Artefak 1(1): 17-23.

Sumber dari Internet:


Aditya, Noval. Tanpa tahun. “Politik Apartheid di Afrika Selatan”.
https://www.studiobelajar.com/politik-apartheid-di-afrika-selatan/. Diakses 26/2/2022. Pk.
10.06 WIB.

Hersyansyah, Tedy Rizkha. (2019). “Sejarah Kelas 12: Perjalanan Politik Apartheid di Afrika
Selatan. https://www.ruangguru.com/blog/perjalanan-politik-apartheid-di-afrika-selatan.
Diakses 26/02/2022. Pk 10.20 WIB.

Safitri, Intan Nadhira. (2022). “Perang Boer, Saat Belanda Menyerahkan Afrika Selatan pada
Inggris”. https://www.minews.id/kisah/perang-boer-saat-belanda-menyerahkan-afrika-
selatan-pada-inggris. Diakses 26/02/2022. Pk.11.51 WIB.

Subroto, Lukman Hadi. (2022). “Latar Belakang Munculnya Masalah Apartheid.


https://www.kompas.com/stori/read/2022/01/19/100000679/latar-belakang-munculnya-
masalah-apartheid?page=all. Diakses 27/02/2022. Pk 12.36 WIB.

SAHO. Tanpa tahun. “Apartheid Legislation 1850s – 1970s”.


https://www.sahistory.org.za/article/apartheid-legislation-1850s-1970s. Diakses 27/02/2022.
Pk. 15.24 WIB.

Kurniawati, Putu. (2019). “Dampak Politik Apartheid, Masa Kelam Afrika Selatan.
https://hukamnas.com/dampak-politik-apartheid. Diakses 27/02/2022. Pk 16.03 WIB.

Yanuarti, Eva. Tanpa tahun. “Politik Apartheid: Pengertian – Tujuan dan Dampaknya”.
https://haloedukasi.com/politik-apartheid. Diakses 27/02/2022. Pk 16.55 WIB.

Fathoni, Rifai Shodiq. (2017). “Politik Apartheid di Afrika Selatan 1948-1994 M”.
https://wawasansejarah.com/politik-apartheid-di-afrika-selatan/. Diakses 27/02/2022. Pk
17.15 WIB.

12

Anda mungkin juga menyukai