Anda di halaman 1dari 7

JURNAL AGERCOLERE

EKSTRAKSI ALBUMIN IKAN GABUS (Channa striata) PADA


TITIK ISOELETRIKNYA
Extraction of albumin of a snakehead fish (Channa striata) at its isoelectric point
Muhammad Asfara*, Abu Bakar Tawalia, Pirmanb, dan Meta Mahendradattaa
Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, Indonesia
a

b
Jurusan Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang, Indonesia

Doi: 10.37195/jac.v1i1.55

*KORESPONDENSI ABSTRACT
Phone: +62-852-9953-7679
E-mail: muhammad.asfar@agri.unhas.ac.id
The high content of albumin in snakehead fish and proof of
efficacy in clinical trials against several diseases, as well as the
JEJAK PENGIRIMAN expensive commercial albumin preparations, making a
Diterima: 12 Okt 2018 snakehead fish alternative as a cheap source of albumin. The
Revisi Akhir: 16 Nov 2018 purpose of this study was to optimize the extraction, purification
Disetujui: 7 Jan 2019 of albumin from snakehead fish to obtain higher levels of
albumin. For that need to be investigated to obtain the
isoelectric point of albumin extract with the greatest yield.
Treatment research is the use of solvents is 0.9% NaCl and
dilute HCl and extraction is by heating and without heating. The
parameters tested were the determination of the isoelectric
KATA KUNCI
point, moisture content, albumin, and yield. The results
Albumin, Ikan gabus, Titik isoelektrik, obtained showed that the isoelectric point of albumin is at pH
Proses ekstraksi 4.6 with 62.9% albumin, 7.8% moisture content and yield of
(Albumin, Snakehead fish, Isoelectric,
11.6%.
Extraction process)

PENDAHULUAN membuat ikan gabus menjadi alternatif sebagai


sumber albumin yang murah. Sehingga,
Peran protein albumin untuk tujuan klinis Penelitian tentang cara mengekstrak,
semakin penting terutama untuk penderita
memurnikan albumin dari ikan gabus pun
rawat inap yang mengalami hipoalbuminemia
adalah suatu hal yang mutlak agar dapat
(kadar albumin plasma yang rendah, dibawah
diperoleh kadar albumin yang lebih tinggi dan
3,5 g.dL–1), proses recovering volume plasma
dengan khasiat yang lebih baik.
penderita, dan proses penyembuhan pada luka Dari data tersebut diatas, diperlukan
bakar atau pasien yang baru dioperasi
metode mengekstrak albumin ikan gabus
(Hidayanti, 2006). Pada penderita kritis yang
agar diperoleh albumin ikan gabus yang
dirawat di ruang intensif, albumin mempunyai
optimal. Beberapa penelitian telah dilakukan
peranan yang penting dalam menunjang proses
sebelumnya yaitu penelitian yang dilakukan
penyembuhan. Terjadinya wasting dan
oleh Sugiono (2002) mengekstrak albumin
kehilangan berat badan dan penurunan kadar
dengan metode pengukusan dan memperoleh
albumin plasma pada ruang rawat intensif
kadar albumin filtrat tertinggi (2,333 g.100 g–1)
berkorelasi dengan harapan hidup penderita. pada perlakuan suhu 40 ºC dan lama
Kandungan albumin yang tinggi pada ikan pengukusan 25 menit. Yubianto (2005)
gabus (Tawali, Roreng, & Mahendradatta, melakukan penelitian tentang pembuatan
2012) dan bukti khasiat secara uji klinis tepung ikan gabus dan Sartikawati (2006)
terhadap proses penyembuhan pasien tentang pembuatan konsentrat ikan gabus.
pascaoperasi (Taslim, 2004; Suprayitno & Sedangkan Asfar, Tawali, Abdullah, dan
Mujiharto, 2009; Haniffa, Kader, Sheela, Mahendradatta (2014) tentang optimalisasi
Kavitha, & Jais, 2014) dan pasien luka bakar ekstraksi protein albumin ikan gabus dengan
bakar (Midu, Taslim, & Jafar, 2012; Nasir, membandingkan beberapa pelarut untuk
2013; Sofyan, 2013; Suma, 2014), serta mengekstrak konsentrat albumin. Diperoleh
mahalnya preparat albumin komersial,

JURNAL AGERCOLERE VOL. 1(1) 2019, 6–12 FAKULTAS PERTANIAN - UNIVERSITAS ICHSAN GORONTALO
Asfar, Tawali, Pirman, & Mahendradatta Ekstraksi albumin pada titik isoelektriknya

pelarut yang optimal adalah HCl 1% dengan bersama pelarut lalu diaduk selama 15 menit.
pemanasan 50-60 ºC selama 15 menit dengan Perlakuan pelarut yang digunakan adalah NaCl
kadar albumin 20,08%. 0,9% tanpa pemanasan, NaCl 0,9% suhu 50 ºC
Berdasarkan hal tersebut, pada penelitian selama 15 menit, HCl 1% tanpa pemanasan,
ini akan dilakukan optimalisasi ekstraksi HCl 1% suhu 50 ºC selama 15 menit.
albumin dengan menggunakan pelarut HCl Selanjutnya bubur ikan disentrifius
encer tersebut dan membandingkannya dengan kecepatan 3.000 rpm selama 20 menit,
dengan pelarut NaCl 0,9%. Optimalisasi dipisahkan ampasnya dari supernatan.
ekstraksi dilakukan dalam dua tahap yaitu Supernatan ini adalah filtrat albumin. Filtrat
pertama, tahap ekstraksi yaitu melihat dilakukan uji kadar protein terlarutnya. Kadar
pengaruh penggunaan pelarut dan suhu. protein terlarut tertinggi dilanjutkan ke tahap
pemilihan metode yang terbaik didasarkan berikutnya.
pada kandungan albumin tertinggi. Kedua,
Tahap fraksinasi/pemisahan, dari hasil terbaik Penentuan Titik Isoelektrik
pada tahap ekstraksi difraksinasi albuminnya Penentuan titik isoeletrik (pi) dilakukan
pada titik isoelektrik. dengan mengatur pH antara pH 5,3 – pH 4,6
pada cairan hasil ekstraksi. Kemudian di
BAHAN DAN METODE endapkan dengan sentrifugasi pada kecepatan
3.000 rpm selama 15 menit. Endapan yang
Bahan diperoleh dikeringkan dengan freeze dryer
Sampel ikan gabus (1,0–2,0 kg per ikan) selama 8 jam. Produk kering dianalisa kadar
berasal dari DAS Bili-bili, Sulawesi Selatan. albuminnya, kadar albumi tertinggi adalah pH
Bahan kimia dan pelarut menggunakan bahan titik isoelektrik terpilih. Perlakuan pH titik
khusus untuk analisa (pa) yang diproduksi oleh isoelektrik terpilih dilakukan analisa profil
Merck and Sigma Aldrich, US. produk berupa kadar air, kadar albumin, dan
rendemen.
Penentuan Perbandingan Cairan Ekstrasi
Hasil penelitian Asfar dkk. (2014) setelah Metode Analisis
membandingkan beberapa pelarut untuk Kadar air dianalisa
Analisis Kadar Air.
mengekstrak konsentrat albumin dari menggunakan metode oven.
ikan gabus diperoleh metode yang optimal
adalah menggunakan pelarut HCl 1%. Oleh Analisis Kadar Protein Kadar
Terlarut.
karena itu, penentuan perbandingan cairan protein dianalisa menggunakan metode Lowry.
ekstraksi dilakukan dengan menggunakan
perbandingan ikan gabus dan HCl 1% yaitu, Analisis Kadar Albumin. Penentuan albumin
1:1, 1:2, 1:3 dan 1:4. Masing-masing diblender dilakukan dengan Metode Fotometrik
dengan perbandingan jumlah pelarutnya menggunakan reagen Bromcresol Green (BCG)
sampai halus, diaduk, kemudian disentrifugasi lalu dianalisa menggunakan photometer 5010.
dengan kecepatan 3.000 rpm selama 15 menit Intensitas warna hijau biru berbanding lurus
untuk memisahkan supernatan dengan dengan konsentrasi albumin dan dapat
ampasnya. Filtrat diukur kadar protein ditentukan oleh fotometrik.
terlarutnya dengan memperhatikan faktor
pengencerannya, kadar protein terlarut Konsentrasi Reagen:
tertinggi adalah perbandingan terpilih. R1: Succinat buffer pH 4,2 75 mmol.L–1,
Penentuan Jenis Pelarut Bromcresol green 0,15 mmol.L–1, Brij 35 7
mL.L–1 dan Detergents and stabilizer >0,1 %.
Ikan gabus disiangi (dibuang sisik, insang,
dan isi perut) kemudian dicuci hingga tidak ada R4: Bovine albumin CRM 470 konsentrasi 4,5
darah dan lendir. Kemudian ikan yang telah g.dL–1, bovine albumin RPPHS 91/0619
dibersihkan ditiriskan kemudian dipotong konsentrasi 4,5 g.dL–1, bovine albumin SRM
kecil-kecil dan dibuang tulangnya. Lalu daging 927a konsentrasi 5,0 g.dL–1.
ikan gabus diekstraksi albuminnya dengan
metode penghancuran menggunakan blender Adapun tahapannya sebagai berikut:
Sampel dipreparasi dalam bentuk cairan.

7 Fakultas Pertanian - Universitas Ichsan Gorontalo Jurnal Agercolere Vol. 1(1) 2019, 6–12
Ekstraksi albumin pada titik isoelektriknya Asfar, Tawali, Pirman, & Mahendradatta

Blangko berupa reagen R1 sebanyak 1000 µL. dikarenakan sifat jenuh atau tidaknya suatu
Standar adalah salah satu reagen R4. Sampel larutan. Semakin sedikit pelarut yang
dipipet sebanyak 20 µL lalu ditambahkan digunakan maka akan memungkinkan
reagen R1 sebanyak 4000 µL dikocok setelah terbentunya larutan jenuh atau lewat jenuh
penambahan. Sampel diinkubasi selama 10 sehingga tidak keseluruhan protein terlarut
menit, Pembacaan absorbansi blangko dalam dapat terlarut dalam pelarut. Sebagaimana
waktu 30 menit. kemudian Standart, sampel menurut (Sukardjo, 1997) bahwa dalam konsep
dan blangko di masukkan dalam kuvet kelarutan dikenal dengan larutan tidak
fotometer 5010. Dianalisa absorbansinya pada
panjang gelombang 578 nm.
8.000
6.6
Desain Penelitian
6.000

Protein Terlarut (% b.k)


Desain penelitian ini adalah desain
eksperimen, sedangkan pengolahan data 4.000
3.5 3.6
dilakukan dengan pengolahan data rancangan 1.9
acak lengkap (RAL) dengan tiga kali ulangan. 2.000

0.000
HASIL DAN PEMBAHASAN
1;1
1:1 1;2
1:2
Hubungan Jumlah Pelarut dengan Protein 1;3
1:3
1;4
1:4
Terlarut
Perbandingan Jumlah Pelarut (Bahan : Pelarut)
Penentuan jumlah pelarut dilakukan
dengan membandingkan antara jumlah
bahan dengan pelarut yang digunakan. Pelarut Gbr. 1. Grafik kadar protein terlarut dari ikan gabus
yang digunakan adalah HCl 1%. Grafik dengan perlakuan perbandingan antara jumlah
menunjukkan hubungan jumlah pelarut bahan dengan jumlah pelarut
terhadap protein terlarut menunjukkan bahwa
terjadi peningkatan jumlah protein terlarut jenuh atau larutan hampir jenuh, larutan jenuh
dengan meningkatnya jumlah perbandingan dan larutan lewat jenuh. Suatu larutan tidak
pelarut yang digunakan. Pada perbandingan jenuh atau hampir jenuh adalah larutan yang
bahan dengan pelaurt 1:1 diperoleh jumlah mengandung zat terlarut dalam konsentrasi di
protein terlarutnya sebanyak 1,9%, sedangkan bawah konsentrasi yang dibutuhkan untuk
pada perbandingan 1:2 meningkat menjadi penjenuhan yang sempurna pada temperatur
3,5%, dan pada perbandingan 1:3 meningkat tertentu. Larutan jenuh adalah suatu larutan
lagi menjadi 3,6% dan pada perbandingan 1:4 dimana zat terlarut berada dalam keadaan
diperoleh 6,6% protein terlarut (Gbr. 1). setimbang dengan fase padat. Sedangkan
Dengan analisa anova seperti larutan lewat jenuh adalah suatu larutan yang
diperlihatkan pada lampiran menunjukkan mengandung zat terlarut dalam konsentrasi
perlakuan berbeda nyata pada taraf 5% lebih banyak dari yang seharusnya pada
maupun 1% (F hit. <0,05). Hasil uji lanjut temperatur tertentu terdapat juga zat terlarut
dengan uji duncan menunjukkan berikut yang tidak larut.
bahwa pada perlakuan perbandingan 1:1, 1:2
Protein Terlarut pada Perlakuan Pelarut
dan 1:3 berbeda tidak nyata dan berbeda nyata
pada perlakuan dengan perbandingan 1:4 Grafik protein terlarut terhadap
dengan taraf 0,01. Sehingga penggunaan perlakuan pelarut menunjukkan bahwa terjadi
perbandingan 1:4 yang terpilih untuk tahap penurunan jumlah protein terlarut dengan
selanjutnya. perlakuan suhu dengan jenis pelarut yang sama
Diperoleh hubungan antara perbandingan (Gbr. 2). Terlihat pada pelarut HCl 1% tanpa
jumlah pelarut dengan jumlah bahan terhadap perlakuan suhu memiliki nilai kadar protein
kadar protein terlarut yaitu kadar protein terlarut sebesar 11,29% sedangkan pada
terlarut meningkat dengan meningkatnya perlakuan pelarut yang sama HCl 1% tapi
jumlah pelarut yang digunakan dengan jumlah dengan perlakuan suhu 50 ºC memiliki kadar
bahan ikan gabus yang sama. Hal ini protein terlarut 5,52%. Demikian juga pada

Jurnal Agercolere Vol. 1(1) 2019, 6–12 Fakultas Pertanian - Universitas Ichsan Gorontalo 8
Asfar, Tawali, Pirman, & Mahendradatta Ekstraksi albumin pada titik isoelektriknya

perlakuan jenis pelarut NaCl 0,9% dengan 40 ºC menjadi tidak mantap dan mengalami
tanpa perlakuan suhu memiliki nilai kadar denaturasi. Hal ini juga sesuai dengan
protein terlarut 12,27%, sedangkan pada penelitian Sulistiyati (2010) bahwa dengan
perlakuan jenis pelarut yang sama NaCl 0,9% semakin meningkatnya suhu dan lama
dengan perlakuan suhu 50 ºC memiliki kadar pemanasan grafik hubungan perlakuan
protein terlarut 8,38%. terhadap kadar albumin total semakin
menurun. Menurut Winarno (2002) bahwa
15 protein globuler seperti albumin lebih mudah
11.292 12.027 berubah dibawah pengaruh suhu, dan asam
Kadar Protein Terlarut (%)

10 dibandingkan protein fibriler. Akibatnya pada


8.382 perlakuan HCl 1% dan NaCl 0,9% mengalami
5.517
5 penurunan kadar protein terlarut yang nyata
dengan dengan adanya perlakuan pemanasan
0 50 ºC.
Penentuan pelarut yang optimal untuk
HCl 1%
HCl 1%
NaCl 0,9% NaCl 0,9%
mengekstrak albumin dilakukan dengan
Suhu 50 ºC membandingkan antara pelarut-pelarut
Suhu 50 ºC
yang dapat melarutkan albumin yaitu air,
Jenis Pelarut
pelarut garam dan asam encer. Penentuan
Gbr. 2. Grafik kadar protein terlarut dari ikan gabus pelarut dengan membandingkan antara air
dengan perlakuan beberapa jenis pelarut dengan asam encer telah dilakukan oleh
Asfar dkk. (2014) dengan memperoleh asam
Hasil uji anova seperti yang terdapat pada encer lebih baik melarutkan albumin dibanding
lampiran menunjukkan perlakuan berbeda air. Pada penelitian ini dilanjutkan dengan
nyata baik pada taraf 5% dan 1%. Hasil uji membandingkan antara pelarut asam encer
Duncan menunjukkan bahwa pada perlakuan (HCl 1%) dengan pelarut garam (NaCl 0,9%).
HCl 1% suhu 50 ºC berbeda tidak nyata dengan Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelarut
perlakuan NaCl 0,9% suhu 50 ºC. Demikian NaCl 0,9% merupakan pelarut optimal untuk
juga pada perlakuan HCl 1% berbeda tidak melarutkan ikan gabus. NaCl 0,9% adalah
nyata dengan perlakuan NaCl 0,9%. Namun, larutan fisiologis yang banyak digunakan
antara perlakuan pemanasan dengan tanpa sebagai pelarut.
pemanasan menunjukkan Perbedaan yang
Penentuan Titik Isoelektrik dan Kadar
nyata baik pada pelarut HCl 1% maupun NaCl
0,9%. Hal ini berarti dengan jenis pelarut yang Albumin
sama antara tanpa perlakuan pemanasan Titik Isoelektrik adalah suatu nilai pH
dengan perlakuan pemanasan suhu 50 ºC dimana protein memiliki jumlah muatan
memiliki kadar protein terlarut berbedaan negatif yang sama dengan jumlah muatan
yang nyata. Antara pelarut HCl 1% dan NaCl positifnya, atau dengan kata lain protein
0,9% tidak memiliki perbedaan yang nyata bermuatan netral atau tidak bermuatan.
terhadap kadar protein terlarutnya, sehingga Penentuan titik isoelektrik dilakukan dengan
NaCl 0,9% terpilih sebagai pelarut yang mengendapkan supernatan bahan hasil
digunakan pada tahap penelitian selanjutnya ekstraksi yang telah dipisahkan dari ampasnya,
dengan pertimbangan NaCl 0,9% memiliki kemudian dianalisa kadar albuminnya.
kadar protein terlarut yang lebih tinggi Grafik kadar albumin dari ikan gabus
dibanding menggunakan pelarut HCl 1%. yang dianalisa pada pengendapaan pH
Pada penelitian ini diperoleh pula bahwa menunjukkan bahwa dari kisaran pH titik
terjadinya penurunan kadar protein terlarut isoelektrik albumin yang digunakan yaitu pH
dengan perlakuan pemanasan suhu 50 ºC pada 5,3-4,4 menunjukkan peningkatan jumlah
kedua perlakuan pelarut. Albumin merupakan kadar albumin yang sangat signifikan dari pH
protein yang memiliki sifat larut air, akan 5,3-4,6 dan kemudian mengalami penurunan
tetapi pemanasan pada suhu 50 ºC-70 ºC mulai kadar albumin pada pH 4,5-4,4. (Gbr. 3). Kadar
menunjukkan penurunan daya kelarutannya, albumin tertinggi terdapat pH 4,6 yaitu 62,9%
bahkan kebanyakan protein pada suhu diatas dan yang mendekati yaitu pada pH 4,7 yaitu

9 Fakultas Pertanian - Universitas Ichsan Gorontalo Jurnal Agercolere Vol. 1(1) 2019, 6–12
Ekstraksi albumin pada titik isoelektriknya Asfar, Tawali, Pirman, & Mahendradatta

54,2%. Karena pada kedua pH ini memiliki menurut karakteristiknya (Murray, Brenner,
kadar albumin yang tinggi dan memiliki Colwell, Devos, & Goodfellow, 1990).
perbedaan yang sangat signifikan dengan pH Pemisahan protein dari berbagai campuran
5,3-4,8, sehingga kedua pH ini digunakan pada yang terdiri dari berbagai macam sifat
analisa tahap berikutnya. asam-basa, ukuran dan bentuk protein
dapat dilakukan dengan cara elektrofesa,
80 kromatografi, pengendapan, dan perbedaan
62.9 kelarutan.
Kadar Albumin (%)

54.2
60
Kadar Albumin, Kadar Air dan Rendemen
35.0 34.0
40 Hasil Akhir
Pada tahap akhir dilakukan analisa kadar
20 11.0 11.0 11.0 albumin, kadar air dan rendemen dari produk
5.5 5.5 5.5
yang diperoleh. Gbr. 4 menunjukkan grafik
0 profil produk akhir pada pH 4,7 memiliki
5.3 5.2 5.1 5 4.9 4.8 4.7 4.6 4.5 4.4
kandungan dengan kadar albumin yang
pH

Gbr. 3. Grafik kadar albumin dari ikan gabus yang 62.9


70
dianalisa pada pengendapaan pH 54.2
60
50
Pada penelitian ini dilakukan
40
pengendapan albumin pada titik isoelektrik
30
albumin. Terlihat bahwa setelah dilakukan 12.6
16.9
11.6
pengaturan pH 5,3-4,6 terbentuk endapan 20 7.8
putih pada dasar tabung yang digunakan. 10

Kemudian disentrifuse untuk memudahkan 0 pH 4,7 pH 4,6 pH 4,7 pH 4,6 pH 4,7 pH 4,6
Kadar Albumin Kadar Air (% Rendemen (%
pemisahan endapan tersebut. Pengendapan ini Kadar Albumin (% b.k) Kadar Air (% b.k) Rendemen (% b.k)
(% b.k) b.k) b.k)
terjadi karena pada saat mencapai titik
isolektriknya, albumin tidak bermuatan lagi Gbr. 4. Grafik kadar albumin, kadar air dan
atau netral sehingga kelarutannya berkurang. rendemen produk akhir pada pH titik isoeletriknya
Hal ini sesuai pendapat Sudarmadji, Bambang,
dan Suhardi (1996) bahwa titik isoelektrik lebih rendah yaitu 54,2 daripada pH 4,6
adalah pH pada saat protein memiliki namun, memiliki kadar air dan rendemen yang
kelarutan terendah dan mudah membentuk lebih tinggi yaitu masing-masing 12,6% dan
agregat dan mudah diendapkan. 16,9%, rendemen yang tinggi pada pH ini
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dikarenakan kadar air yang masih tinggi.
bahwa dari kisaran pH titik isoelektrik Dan pada pH 4,6 memiliki kandungan dengan
albumin yang digunakan yaitu pH 5,3-pH 4,4 kadar albumin yang lebih tinggi yaitu 62,9%
menunjukkan peningkatan jumlah kadar daripada pH 4,7 dengan kadar air dan
albumin yang sangat signifikan seiring dengan rendemen yang lebih rendah yaitu masing-
menurunya pH yang digunakan. Kadar albumin masing 7,8% dan 11,6%. Hal ini berarti pH
tertinggi terdapat pH 4,6 yaitu 62,9% dan yang terpilih adalah pH 4,6 sebagai proses yang
mendekati yaitu pada pH 4,7 yaitu 54,2%. optimal (Gbr. 4).
Tingginya kadar albumin yang diperoleh Pada penelitian ini prosedur yang optimal
karena telah melewati salah satu proses untuk mengekstrak albumin ikan gabus dan
pemurnian yaitu pengendapan pada titik memurnikan pada titik isoeletriknya adalah
isoelektrik. Albumin merupakan fraksi dilakukan preparasi bahan kemudian
protein, sehingga proses pemisahannya dapat mengekstrak albumin dengan pelarut NaCl
dilakukan menggunakan prinsip-psinsip 0,9% dengan perbandingan 1:4 antara
pemisahan protein. Pemisahan protein acap jumlah bahan dengan pelarutnya. Proses
kali dilakukan dengan menggunakan berbagai ekstraksi diulang-ulangi sebanyak 3 kali
pelarut, elektrolit atau keduanya, untuk untuk memperoleh hasil yang lebih optimal.
mengeluarkan fraksi protein yang berbeda Kemudian memisahkan antara supernatant dan

Jurnal Agercolere Vol. 1(1) 2019, 6–12 Fakultas Pertanian - Universitas Ichsan Gorontalo 10
Asfar, Tawali, Pirman, & Mahendradatta Ekstraksi albumin pada titik isoelektriknya

endapannya dengan mensentrifugase dengan 84.


kecepatan 3.000 rpm selam 15 menit. Murray, R. G. E., Brenner, D. J., Colwell, R. R.,
Supernatant diatur pHnya ke pH 4,6, kemudian Devos P., & Goodfellow, M. (1990). Report
diendapkan dengan mensentrifugasi pada of the ad hoc committee on approaches to
kecepatan 3.000 selama 15 menit. Endapan taxonomy within the proteobacteria. Int. J.
kemudian dikeringkan dengan freeze dryer Syst. Bacteriol., 40, 213–215.
sampai kering selam 8 jam. Nasir. (2013). Peranan antioxidan
(zink/vitamin c) dan ekstrak ikan gabus
KESIMPULAN terhadap kadar zink serum,
Perlakuan terbaik ekstraksi albumin malondialdehida (MDA), albumin, balance
dengan pelarut NaCl 0,9% dengan nitrogen penderita luka bakar grade 2
perbandingan 1:4 (w/v) antara jumlah bahan (Tesis, Program Pasca Sarjana UNHAS,
dengan pelarutnya. Titik isoelektrik yang Makassar).
terbaik adalah pada pH 4,6 dengan kadar Sartikawati, I. (2006). Studi pembuatan
albumin 62,9%, kadar air 7,8% dan rendemen konsentrat protein ikan (fish protein
11,6%. concentrate) dari ikan gabus (Ophiocephalus
striatus). (Skripsi, Universitas Hasanuddin.
Makassar).
PENGHARGAAN Sofyan. (2013). Pengaruh pemberian ekstrak
Penelitian ini merupakan bagian dari ikan gabus terhadap keseimbangan
penelitian yang dibiayai oleh Ditlitabmas nitrogen pasien luka bakar (Tesis, Program
RISTEKDIKTI melalui Hibah Penelitian Pasca Sarjana UNHAS, Makassar).
Strategis Nasional 2012 oleh Meta Sudarmadji, S., Bambang H., & Suhardi. (1996).
Mahendradatta. Terimakasih disampaikan Analisa Bahan Makanan dan Pertanian.
kepada pihak penyandang dana. Yogyakarta: Liberty.
Sulistiyati, T. D. (2010). Pengaruh suhu dan
DAFTAR PUSTAKA lama pemanasan dengan menggunakan
Afrianto, E., & Evi, L. (1989). Pengawetan dan ekstraktor vakum terhadap crude albumin
Pengolanan Ikan. Yogyakarta: Penerbit ikan gabus (Ophiocephalus striatus). Jurnal
Kanisius. Protein, 15(2), 166–176.
Andrianto, D. (2012). Kelarutan. Retrieved Sugiono. (2002). Pengaruh suhu dan lama
September 19, 2012, from http://blog. pengukusan terhadap kadar albumin ikan
ub.ac.id/devianandri/2012/03/09/kelaruta gabus (Ophiocephalus striatus). (Skripsi,
n/. Universitas Brawijaya, Malang).
Asfar, M., Tawali, A. B., Abdullah, N., & Sukardjo. 1997. Kimia Fisika I. Universitas
Mahendradatta, M. (2014). Extraction of Indonesia: Jakarta.
albumin of snakehead fish (Channa striatus) Suma. (2014). Pengaruh suplementasi ekstrak
in producing the fish protein concentrate ikan gabus dosis tinggi terhadap kadar
(FPC). International Journal of Scientific & albumin, TNF-α, MDA pada luka bakar
Technology Research, 3(4), 85–88. derajat 2 (Tesis, Program Pasca Sarjana
Haniffa, M., Kader, A., Sheela, P. A. J., Kavitha, UNHAS, Makassar).
K., & Jais, A. M. M. (2014). Salutary value of Suprayitno, E., & Mujiharto, T. (2009). The
haruan, the striped snakehead Channa effect of fish albumin powders on wound
striatus-a review. Asian Pacific Journal of healing of wistar rattus novegircus (Skripsi,
Tropical Biomedicine, 4, S8–S15. Universitas Brawijaya, Malang).
Hidayanti. (2006). Pengaruh pemberian Rahman, F. (2011). Pengaruh konsentrasi
konsentrat ikan gabus pada pasien pasca ammonium sulfat pada presipitasi albumin
bedah di RSU. DR. Wahidin Sidurohusodo ikan gabus (Ophiocephalus striatus). (Skripsi,
Makassar (Tesis, Program Pasca Sarjana Universitas Brawijaya, Malang).
UNHAS, Makassar). Tahir, M. (2004). Studi Pembuatan Abon Ikan
Midu, H., Taslim, N. A., & Jafar, N. (2012). Gabus. Makassar: Teknologi Pertanian
Benefits of giving pujimin cream on healing Universitas Hasanuddin.
of burn patients. JST Kesehatan, 2(1), 76– Taslim, N. A., (2004). Penyuluhan gizi,

11 Fakultas Pertanian - Universitas Ichsan Gorontalo Jurnal Agercolere Vol. 1(1) 2019, 6–12
Ekstraksi albumin pada titik isoelektriknya Asfar, Tawali, Pirman, & Mahendradatta

pemberian soy protein dan perbaikan status Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
gizi penderita tuberkulosis di Makassar. J. Wulandari, H. (2011). Pengaruh suhu dan lama
Med Nus, 25, 59–64. pengeringan vakum terhadap kualitas
Tawali, A.T, Roreng, M. K., & Mahendradatta, serbuk albumin ikan gabus (Ophiocephalus
M. (2012). Difusi teknologi produksi striatus). (Skripsi, Universitas Brawijaya,
konsentrat protein dari ikan gabus sebagai Malang).
food supplement di jayapura. Prosiding Yubianto. (2005). Studi pembuatan tepung
Insinas, 243–47. ikan gabus (Opiecephalus strictus) (Skripsi,
Winarno, F.G. (2002). Kimia Pangan dan Gizi. Universitas Hasanuddin, Makassar).

Jurnal Agercolere Vol. 1(1) 2019, 6–12 Fakultas Pertanian - Universitas Ichsan Gorontalo 12

Anda mungkin juga menyukai