b
Jurusan Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang, Indonesia
Doi: 10.37195/jac.v1i1.55
*KORESPONDENSI ABSTRACT
Phone: +62-852-9953-7679
E-mail: muhammad.asfar@agri.unhas.ac.id
The high content of albumin in snakehead fish and proof of
efficacy in clinical trials against several diseases, as well as the
JEJAK PENGIRIMAN expensive commercial albumin preparations, making a
Diterima: 12 Okt 2018 snakehead fish alternative as a cheap source of albumin. The
Revisi Akhir: 16 Nov 2018 purpose of this study was to optimize the extraction, purification
Disetujui: 7 Jan 2019 of albumin from snakehead fish to obtain higher levels of
albumin. For that need to be investigated to obtain the
isoelectric point of albumin extract with the greatest yield.
Treatment research is the use of solvents is 0.9% NaCl and
dilute HCl and extraction is by heating and without heating. The
parameters tested were the determination of the isoelectric
KATA KUNCI
point, moisture content, albumin, and yield. The results
Albumin, Ikan gabus, Titik isoelektrik, obtained showed that the isoelectric point of albumin is at pH
Proses ekstraksi 4.6 with 62.9% albumin, 7.8% moisture content and yield of
(Albumin, Snakehead fish, Isoelectric,
11.6%.
Extraction process)
JURNAL AGERCOLERE VOL. 1(1) 2019, 6–12 FAKULTAS PERTANIAN - UNIVERSITAS ICHSAN GORONTALO
Asfar, Tawali, Pirman, & Mahendradatta Ekstraksi albumin pada titik isoelektriknya
pelarut yang optimal adalah HCl 1% dengan bersama pelarut lalu diaduk selama 15 menit.
pemanasan 50-60 ºC selama 15 menit dengan Perlakuan pelarut yang digunakan adalah NaCl
kadar albumin 20,08%. 0,9% tanpa pemanasan, NaCl 0,9% suhu 50 ºC
Berdasarkan hal tersebut, pada penelitian selama 15 menit, HCl 1% tanpa pemanasan,
ini akan dilakukan optimalisasi ekstraksi HCl 1% suhu 50 ºC selama 15 menit.
albumin dengan menggunakan pelarut HCl Selanjutnya bubur ikan disentrifius
encer tersebut dan membandingkannya dengan kecepatan 3.000 rpm selama 20 menit,
dengan pelarut NaCl 0,9%. Optimalisasi dipisahkan ampasnya dari supernatan.
ekstraksi dilakukan dalam dua tahap yaitu Supernatan ini adalah filtrat albumin. Filtrat
pertama, tahap ekstraksi yaitu melihat dilakukan uji kadar protein terlarutnya. Kadar
pengaruh penggunaan pelarut dan suhu. protein terlarut tertinggi dilanjutkan ke tahap
pemilihan metode yang terbaik didasarkan berikutnya.
pada kandungan albumin tertinggi. Kedua,
Tahap fraksinasi/pemisahan, dari hasil terbaik Penentuan Titik Isoelektrik
pada tahap ekstraksi difraksinasi albuminnya Penentuan titik isoeletrik (pi) dilakukan
pada titik isoelektrik. dengan mengatur pH antara pH 5,3 – pH 4,6
pada cairan hasil ekstraksi. Kemudian di
BAHAN DAN METODE endapkan dengan sentrifugasi pada kecepatan
3.000 rpm selama 15 menit. Endapan yang
Bahan diperoleh dikeringkan dengan freeze dryer
Sampel ikan gabus (1,0–2,0 kg per ikan) selama 8 jam. Produk kering dianalisa kadar
berasal dari DAS Bili-bili, Sulawesi Selatan. albuminnya, kadar albumi tertinggi adalah pH
Bahan kimia dan pelarut menggunakan bahan titik isoelektrik terpilih. Perlakuan pH titik
khusus untuk analisa (pa) yang diproduksi oleh isoelektrik terpilih dilakukan analisa profil
Merck and Sigma Aldrich, US. produk berupa kadar air, kadar albumin, dan
rendemen.
Penentuan Perbandingan Cairan Ekstrasi
Hasil penelitian Asfar dkk. (2014) setelah Metode Analisis
membandingkan beberapa pelarut untuk Kadar air dianalisa
Analisis Kadar Air.
mengekstrak konsentrat albumin dari menggunakan metode oven.
ikan gabus diperoleh metode yang optimal
adalah menggunakan pelarut HCl 1%. Oleh Analisis Kadar Protein Kadar
Terlarut.
karena itu, penentuan perbandingan cairan protein dianalisa menggunakan metode Lowry.
ekstraksi dilakukan dengan menggunakan
perbandingan ikan gabus dan HCl 1% yaitu, Analisis Kadar Albumin. Penentuan albumin
1:1, 1:2, 1:3 dan 1:4. Masing-masing diblender dilakukan dengan Metode Fotometrik
dengan perbandingan jumlah pelarutnya menggunakan reagen Bromcresol Green (BCG)
sampai halus, diaduk, kemudian disentrifugasi lalu dianalisa menggunakan photometer 5010.
dengan kecepatan 3.000 rpm selama 15 menit Intensitas warna hijau biru berbanding lurus
untuk memisahkan supernatan dengan dengan konsentrasi albumin dan dapat
ampasnya. Filtrat diukur kadar protein ditentukan oleh fotometrik.
terlarutnya dengan memperhatikan faktor
pengencerannya, kadar protein terlarut Konsentrasi Reagen:
tertinggi adalah perbandingan terpilih. R1: Succinat buffer pH 4,2 75 mmol.L–1,
Penentuan Jenis Pelarut Bromcresol green 0,15 mmol.L–1, Brij 35 7
mL.L–1 dan Detergents and stabilizer >0,1 %.
Ikan gabus disiangi (dibuang sisik, insang,
dan isi perut) kemudian dicuci hingga tidak ada R4: Bovine albumin CRM 470 konsentrasi 4,5
darah dan lendir. Kemudian ikan yang telah g.dL–1, bovine albumin RPPHS 91/0619
dibersihkan ditiriskan kemudian dipotong konsentrasi 4,5 g.dL–1, bovine albumin SRM
kecil-kecil dan dibuang tulangnya. Lalu daging 927a konsentrasi 5,0 g.dL–1.
ikan gabus diekstraksi albuminnya dengan
metode penghancuran menggunakan blender Adapun tahapannya sebagai berikut:
Sampel dipreparasi dalam bentuk cairan.
7 Fakultas Pertanian - Universitas Ichsan Gorontalo Jurnal Agercolere Vol. 1(1) 2019, 6–12
Ekstraksi albumin pada titik isoelektriknya Asfar, Tawali, Pirman, & Mahendradatta
Blangko berupa reagen R1 sebanyak 1000 µL. dikarenakan sifat jenuh atau tidaknya suatu
Standar adalah salah satu reagen R4. Sampel larutan. Semakin sedikit pelarut yang
dipipet sebanyak 20 µL lalu ditambahkan digunakan maka akan memungkinkan
reagen R1 sebanyak 4000 µL dikocok setelah terbentunya larutan jenuh atau lewat jenuh
penambahan. Sampel diinkubasi selama 10 sehingga tidak keseluruhan protein terlarut
menit, Pembacaan absorbansi blangko dalam dapat terlarut dalam pelarut. Sebagaimana
waktu 30 menit. kemudian Standart, sampel menurut (Sukardjo, 1997) bahwa dalam konsep
dan blangko di masukkan dalam kuvet kelarutan dikenal dengan larutan tidak
fotometer 5010. Dianalisa absorbansinya pada
panjang gelombang 578 nm.
8.000
6.6
Desain Penelitian
6.000
0.000
HASIL DAN PEMBAHASAN
1;1
1:1 1;2
1:2
Hubungan Jumlah Pelarut dengan Protein 1;3
1:3
1;4
1:4
Terlarut
Perbandingan Jumlah Pelarut (Bahan : Pelarut)
Penentuan jumlah pelarut dilakukan
dengan membandingkan antara jumlah
bahan dengan pelarut yang digunakan. Pelarut Gbr. 1. Grafik kadar protein terlarut dari ikan gabus
yang digunakan adalah HCl 1%. Grafik dengan perlakuan perbandingan antara jumlah
menunjukkan hubungan jumlah pelarut bahan dengan jumlah pelarut
terhadap protein terlarut menunjukkan bahwa
terjadi peningkatan jumlah protein terlarut jenuh atau larutan hampir jenuh, larutan jenuh
dengan meningkatnya jumlah perbandingan dan larutan lewat jenuh. Suatu larutan tidak
pelarut yang digunakan. Pada perbandingan jenuh atau hampir jenuh adalah larutan yang
bahan dengan pelaurt 1:1 diperoleh jumlah mengandung zat terlarut dalam konsentrasi di
protein terlarutnya sebanyak 1,9%, sedangkan bawah konsentrasi yang dibutuhkan untuk
pada perbandingan 1:2 meningkat menjadi penjenuhan yang sempurna pada temperatur
3,5%, dan pada perbandingan 1:3 meningkat tertentu. Larutan jenuh adalah suatu larutan
lagi menjadi 3,6% dan pada perbandingan 1:4 dimana zat terlarut berada dalam keadaan
diperoleh 6,6% protein terlarut (Gbr. 1). setimbang dengan fase padat. Sedangkan
Dengan analisa anova seperti larutan lewat jenuh adalah suatu larutan yang
diperlihatkan pada lampiran menunjukkan mengandung zat terlarut dalam konsentrasi
perlakuan berbeda nyata pada taraf 5% lebih banyak dari yang seharusnya pada
maupun 1% (F hit. <0,05). Hasil uji lanjut temperatur tertentu terdapat juga zat terlarut
dengan uji duncan menunjukkan berikut yang tidak larut.
bahwa pada perlakuan perbandingan 1:1, 1:2
Protein Terlarut pada Perlakuan Pelarut
dan 1:3 berbeda tidak nyata dan berbeda nyata
pada perlakuan dengan perbandingan 1:4 Grafik protein terlarut terhadap
dengan taraf 0,01. Sehingga penggunaan perlakuan pelarut menunjukkan bahwa terjadi
perbandingan 1:4 yang terpilih untuk tahap penurunan jumlah protein terlarut dengan
selanjutnya. perlakuan suhu dengan jenis pelarut yang sama
Diperoleh hubungan antara perbandingan (Gbr. 2). Terlihat pada pelarut HCl 1% tanpa
jumlah pelarut dengan jumlah bahan terhadap perlakuan suhu memiliki nilai kadar protein
kadar protein terlarut yaitu kadar protein terlarut sebesar 11,29% sedangkan pada
terlarut meningkat dengan meningkatnya perlakuan pelarut yang sama HCl 1% tapi
jumlah pelarut yang digunakan dengan jumlah dengan perlakuan suhu 50 ºC memiliki kadar
bahan ikan gabus yang sama. Hal ini protein terlarut 5,52%. Demikian juga pada
Jurnal Agercolere Vol. 1(1) 2019, 6–12 Fakultas Pertanian - Universitas Ichsan Gorontalo 8
Asfar, Tawali, Pirman, & Mahendradatta Ekstraksi albumin pada titik isoelektriknya
perlakuan jenis pelarut NaCl 0,9% dengan 40 ºC menjadi tidak mantap dan mengalami
tanpa perlakuan suhu memiliki nilai kadar denaturasi. Hal ini juga sesuai dengan
protein terlarut 12,27%, sedangkan pada penelitian Sulistiyati (2010) bahwa dengan
perlakuan jenis pelarut yang sama NaCl 0,9% semakin meningkatnya suhu dan lama
dengan perlakuan suhu 50 ºC memiliki kadar pemanasan grafik hubungan perlakuan
protein terlarut 8,38%. terhadap kadar albumin total semakin
menurun. Menurut Winarno (2002) bahwa
15 protein globuler seperti albumin lebih mudah
11.292 12.027 berubah dibawah pengaruh suhu, dan asam
Kadar Protein Terlarut (%)
9 Fakultas Pertanian - Universitas Ichsan Gorontalo Jurnal Agercolere Vol. 1(1) 2019, 6–12
Ekstraksi albumin pada titik isoelektriknya Asfar, Tawali, Pirman, & Mahendradatta
54,2%. Karena pada kedua pH ini memiliki menurut karakteristiknya (Murray, Brenner,
kadar albumin yang tinggi dan memiliki Colwell, Devos, & Goodfellow, 1990).
perbedaan yang sangat signifikan dengan pH Pemisahan protein dari berbagai campuran
5,3-4,8, sehingga kedua pH ini digunakan pada yang terdiri dari berbagai macam sifat
analisa tahap berikutnya. asam-basa, ukuran dan bentuk protein
dapat dilakukan dengan cara elektrofesa,
80 kromatografi, pengendapan, dan perbedaan
62.9 kelarutan.
Kadar Albumin (%)
54.2
60
Kadar Albumin, Kadar Air dan Rendemen
35.0 34.0
40 Hasil Akhir
Pada tahap akhir dilakukan analisa kadar
20 11.0 11.0 11.0 albumin, kadar air dan rendemen dari produk
5.5 5.5 5.5
yang diperoleh. Gbr. 4 menunjukkan grafik
0 profil produk akhir pada pH 4,7 memiliki
5.3 5.2 5.1 5 4.9 4.8 4.7 4.6 4.5 4.4
kandungan dengan kadar albumin yang
pH
Kemudian disentrifuse untuk memudahkan 0 pH 4,7 pH 4,6 pH 4,7 pH 4,6 pH 4,7 pH 4,6
Kadar Albumin Kadar Air (% Rendemen (%
pemisahan endapan tersebut. Pengendapan ini Kadar Albumin (% b.k) Kadar Air (% b.k) Rendemen (% b.k)
(% b.k) b.k) b.k)
terjadi karena pada saat mencapai titik
isolektriknya, albumin tidak bermuatan lagi Gbr. 4. Grafik kadar albumin, kadar air dan
atau netral sehingga kelarutannya berkurang. rendemen produk akhir pada pH titik isoeletriknya
Hal ini sesuai pendapat Sudarmadji, Bambang,
dan Suhardi (1996) bahwa titik isoelektrik lebih rendah yaitu 54,2 daripada pH 4,6
adalah pH pada saat protein memiliki namun, memiliki kadar air dan rendemen yang
kelarutan terendah dan mudah membentuk lebih tinggi yaitu masing-masing 12,6% dan
agregat dan mudah diendapkan. 16,9%, rendemen yang tinggi pada pH ini
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dikarenakan kadar air yang masih tinggi.
bahwa dari kisaran pH titik isoelektrik Dan pada pH 4,6 memiliki kandungan dengan
albumin yang digunakan yaitu pH 5,3-pH 4,4 kadar albumin yang lebih tinggi yaitu 62,9%
menunjukkan peningkatan jumlah kadar daripada pH 4,7 dengan kadar air dan
albumin yang sangat signifikan seiring dengan rendemen yang lebih rendah yaitu masing-
menurunya pH yang digunakan. Kadar albumin masing 7,8% dan 11,6%. Hal ini berarti pH
tertinggi terdapat pH 4,6 yaitu 62,9% dan yang terpilih adalah pH 4,6 sebagai proses yang
mendekati yaitu pada pH 4,7 yaitu 54,2%. optimal (Gbr. 4).
Tingginya kadar albumin yang diperoleh Pada penelitian ini prosedur yang optimal
karena telah melewati salah satu proses untuk mengekstrak albumin ikan gabus dan
pemurnian yaitu pengendapan pada titik memurnikan pada titik isoeletriknya adalah
isoelektrik. Albumin merupakan fraksi dilakukan preparasi bahan kemudian
protein, sehingga proses pemisahannya dapat mengekstrak albumin dengan pelarut NaCl
dilakukan menggunakan prinsip-psinsip 0,9% dengan perbandingan 1:4 antara
pemisahan protein. Pemisahan protein acap jumlah bahan dengan pelarutnya. Proses
kali dilakukan dengan menggunakan berbagai ekstraksi diulang-ulangi sebanyak 3 kali
pelarut, elektrolit atau keduanya, untuk untuk memperoleh hasil yang lebih optimal.
mengeluarkan fraksi protein yang berbeda Kemudian memisahkan antara supernatant dan
Jurnal Agercolere Vol. 1(1) 2019, 6–12 Fakultas Pertanian - Universitas Ichsan Gorontalo 10
Asfar, Tawali, Pirman, & Mahendradatta Ekstraksi albumin pada titik isoelektriknya
11 Fakultas Pertanian - Universitas Ichsan Gorontalo Jurnal Agercolere Vol. 1(1) 2019, 6–12
Ekstraksi albumin pada titik isoelektriknya Asfar, Tawali, Pirman, & Mahendradatta
pemberian soy protein dan perbaikan status Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
gizi penderita tuberkulosis di Makassar. J. Wulandari, H. (2011). Pengaruh suhu dan lama
Med Nus, 25, 59–64. pengeringan vakum terhadap kualitas
Tawali, A.T, Roreng, M. K., & Mahendradatta, serbuk albumin ikan gabus (Ophiocephalus
M. (2012). Difusi teknologi produksi striatus). (Skripsi, Universitas Brawijaya,
konsentrat protein dari ikan gabus sebagai Malang).
food supplement di jayapura. Prosiding Yubianto. (2005). Studi pembuatan tepung
Insinas, 243–47. ikan gabus (Opiecephalus strictus) (Skripsi,
Winarno, F.G. (2002). Kimia Pangan dan Gizi. Universitas Hasanuddin, Makassar).
Jurnal Agercolere Vol. 1(1) 2019, 6–12 Fakultas Pertanian - Universitas Ichsan Gorontalo 12