33
berbeda untuk benda yang sama, maka hubungan antara kuantitas
karakteristik keduanya harus valid, yaitu
(3.1)
dan (3.2)
Pers. (3.1) and (3.2) berlaku untuk foton dan juga
dipostulatkan berlaku untuk partikel bebas yang mana fungsi
gelombang yang menggambarkan partikel tersebut adalah fungsi
gelombang bidang yang dinyatakan sebagai
(r, t) = A exp{i(t- k.r)} (3.3)
or
(r, t) =
setelah pers (3.1) dan (3.2) dimasukkan ke dalam pers (3.3). Dan
mengikuti de Broglie, besarnya panjang gelombang partikel
dinyatakan sebagai
= 2/k = h/(mv) (3.4)
dimana m adalah massa diam. Karena besarnya tetapan Planck, h,
sangat kecil, maka diperlukan partikel dengan massa yang sangat
kecil pula agar panjang gelombang partikel dapat terukur.
Berdasarkan alasan inilah panjang gelombang yang terukur adalah
panjang gelombang partikel yang berukuran seorde dengan atom.
Eksponen atau pangkat pada pers (3.3) disebut fase gelombang, α
α = t- k. r (3.5)
yang mana cepat rambat gelombang tersebut adalah u = (dr/dt) dan
dapat ditentukan dari kondisi bahwa fase gelombang tersebut
konstan terhadap waktu, yaitu (dα)/dt = 0 dan diperoleh
- k. (dr/dt) = 0 atau
|u |= ( / k) (3.6)
Untuk partikel-partikel atomik yang bergerak dengan kecepatan
mendekati kecepatan relativistik, besarnya energi partikel adalah
E =mc2 = √ (m02c4 + p2 c2), (3.7)
34
E = m0 c2 {1+(p2)/(2 m02c2)+ …} = m0 c2 + p2/2m0+ (3.8)
( k) = = (3.9)
(3.10)
35
Cara lain untuk menunjukkan hubungan antara kecepatan
group dan kecepatan partikel adalah dengan cara mendeskripsikan
partikel dengan paket gelombang terbatas dengan menggunakan
integral Fourier yang merupakan superposisi dari gelombang
harmonik yang berbeda panjang gelombang dan kecepatan fasenya,
yang dapat ditulis sebagai
k0 + Δk
(x, t) = c(k) exp{i[(k)t – kx]}dk (3.14)
k0 - Δk
36
Karena argument fungsi sin mengandung besaran Δk yang harganya
cukup kecil maka C(x, t) bervariasi secara perlahan-lahan terhadap
fungsi waktu t dan posisi x, maka C(x, t) ditinjau sebagai amplitude
gelombang yang hampir monokromatik dan (k0 )t – k0 x adalah
fasenya. Dengan mengalikan pembilang dan penyebut pada pers
(3.17b) dengan Δk dan dengan memisalkan Δk (vg t – x) = z,
diperoleh
untuk z 0
C(x,t)
37
fungsi di titik x = 0 dan kemudian menjadi nol. Maka dapat
disimpulkan bahwa superposisi antara beberapa gelombang
menghasilkan sebuah paket gelombang yang mana amplitudonya
tidak nol hanya pada interval tertentu, lihat gambar 3.1.
Faktor modulasi amplitude, (sin z) /z, mempunyai harga maksimum
untuk z = 0, vg t – x = 0 yang berarti bahwa gelombang dengan
amplitude maksimum tersebut adalah gelombang bidang yang
merambat dengan kecepatan
vg = dx/dt (3.19)
Cepat rambat gelombang bidand yang beramplitudo maksimum ini
harus diidentifikasi sebagai kecepatan group yang tidak lain adalah
kecepatan perpindahan energi. Kecepatan gelombang, kecepatan
group adalah kecepatan seluruh paket gelombang ( group gelombang
materi).
Bila (r, t)2 dari pers (3.16) harus konstan maka vg t – x =
konstan, maka dx/dt = vg dan nilai (r, t)2 yang konstan bergerak
dengan kecepatan vg, dengan mendiferensialkan pers dispersi (3.9)
terhadap k diperoleh
vg = (d /dk) k =k0 = (hk)/m0 = (hk0 )/m0 = p/m0 (3.20)
Tetapi tidak semua gelombang materi besarnya kecepatan paket
gelombang sama dengan kecepatan partikel pada mekanika klasik.
Menurut de Broglie, bila setiap partikel yang bergerak secara
teratur sebagai gelombang bidang dengan panjang gelomabang
dimana = h/p dan bila kecepatan partikel cukup kecil, v<<c, maka
besarnya energi total adalah E = p2 / 2m0 sehingga diperoleh
= (3.21)
38
digunakan, makin pendek jarak antara dua titik yang berbeda yang
dapat dilihat degan mikroskop. Misalnya kita gunakan cahaya
tampak yang panjang gelombangnya sekitar 5000A0, maka
perbesaran yang dihasilkan mikroskop sekitar 2000x. Bila kita
gunakan mikroskop elektron maka mikroskop dapat menghasilkan
perbesaran 500.000x dan resolusi yang dapat dicapai adalah 5-10 A0.
Pada dasarnya cukup sulit untuk membayangkan partikel
yang berperilaku sebagai gelombang, tetapi untuk membayangkan
gelombang yang terlokalisasi lebih mudah karena gelombang yang
terlokalisasi, yang disebut sebagai paket gelombang dapat diperoleh
sebagai hasil superposisi antara beberapa gelombang yang berbeda
frekuensi secara khusus sedemikian hingga superposisi diluar paket
adalah nol. Superposisi antara beberapa gelombang dapat diperoleh
dengan menggunakan deret Fourier.
Contoh
Bila suatu fungsi f(x) didefinisikan sebagai
f(x) = (3.22)
dan bila , (3.22a)
tentukan f(x) dan hasil kali ΔkΔx!
Penyelesaian:
f(x) =
set k’ = k-k0 ke dalam pers integral sehingga diperoleh
=
=
39
f(x) = (3.22b)
karena = =1
Dari grafik pers (3.23) |f(x)|2 sebagai fungsi posisi, x, dapat dilihat
bahwa nilai maksimum dari |f(x)|2 dicapai pada saat x = 0 yang
berarti bahwa sebaran partikel terlokalisasi ( terkonsentrasi di sekitar
posisi x = 0, dan grafik akan mengalami penurunan drastik sebesar
bila harga = 1atau x = , maka dapat dikatakan lebar |
f(x)|2 adalah 2 . Lebar grafik dalam ruang posisi x bersesuaian
dengan lebar grafik dalam ruang k yang lebarnya dapat dicari dari
grafik persamaan |g(k)|2 , |g(k)|2 sebagai fungsi
k. Harga maksimum |g(k)|2 dicapai pada saat = 0 atau
k = k0 , ini berarti bahwa distribusi partikel terkonsentrasi disikitar
titik k = k0 dan grafik mengalami penurunan secara tajam sebesar
2
sebesar . Karena masing-masing fungsi terlokalisasi selebar
= 4 atau
Lebar kuadrat harga mutlak fungsi diinterpretasikan sebagai lebar
kebolehjadian ditemukannya suatu partikel pada posisi tertentu atau
dengan momentum tertentu dalam rentang variasi posisi atau
40
momentum, maka besaran lebar tersebut merupakan deviasi standard
posisi atau momentum yang harganya bervarisi sejalan dengan
bertambahnya waktu.
C
A d B
Gambar 3.2. Prinsip hamburan
gelombang materi pada kristal
41
Bila electron yang digunakan untuk difraksi Kristal mempunyai
energi eU, U adalah beda potensial listrik yang digunakan untuk
mempercepat electron, maka dari pers (3.21) dan (3.22) diperoleh
hubungan
(nh)/{d (2m0e)} = (U) sin (3.23)
Difraksi sinar X dengan menggunakan metoda Debye- Scherrer
yaitu dengan meradiasikan sinar X pada bubuk Kristal padat yang
mana Kristal bubuk padat berperan sebagai kisi difraksi spasial.
Gambar 3.3 menunjukkan hamburan dari gelombang (materi) oleh
kisi Kristal. Difraksi maksimum terjadi bila
n = 2d sin (3.24)
A C d
B
Gambar 3.3 Difraksi sinar x
pada bidang kristal
42
Pada percobaan Davisson-Germer, konstanta kisi kristal yang
digunakan sebesar 2,15A0 dan panjang gelombang yang dipakai
berorde 10-8 cm, maka besarnya momentum dan energi kinetic
elektron tersebut adalah p = h/ 6,6x10-19 gr cm/sec, E = p2/2m =
2,5x10-10 erg.
43
Persamaan Schrodinger dapat dijabarkan berdasarkan
prinsip-prinsip yang telah kita pelajari sebelumnya :
1) Prinsip dualisme gelombang –partikel yang menyatakan bahwa
perilaku gelombang dari sebuah partikel disajikan dalam bentuk
hubungan antara momentum linear, p, dengan panjang
gelombang
p = mv = (3.27)
dimana adalah panjang gelombang, h = tetapan Panck, k =
angka gelombang = vektor gelombang = dan =
2) Besarnya energi total dari sebuah partikel yang berperilaku
sebagai gelombang dapat dipandang sebagai energi gelombang
EM atau cahaya dimana untuk setiap satu foton energinya
terkuantisasi sebesar E = hν = ω (3.28)
dimana ν adalah frekuensi dari gelombang, dan ω = 2ν
3) Besarnya energi total E adalah jumlah total energi kinetik (E k =
T= ) dan energi potensial (Ep = V(r) ) suatu partikel
E = E k + Ep = + V(r). (3.29)
4) Persamaan Schrodinger dalam Mekanika Kuantum adalah
persamaan energi total seperti yang dinyatakan dalam mekanika
Klasik tetapi variable-variabel dalam mekanika Klasik diubah
menjadi operator dalam mekanika Kuantum. Hubungan antara
variabel dalam Mekanika Klasik dengan operator dalam
Mekanika Kuantum kadang disebut prinsip korespondensi antara
Klasik dengan Kuantum dan pers. Schrodinger adalah
Hamiltonian dalam Mekanika Klasik.
5) Pengubahan variabel menjadi operator dilakukan dengan
menggunakan definisi persamaan GEM dan ke 3 definisi
(prinsip) di atas sebagai berikut:
Misalnya kita memilih sistem partikel yang paling sederhana
yaitu sebuah partikel bebas dimana partikel hanya mempunyai
energi kinetik dan energi potensial partikel adalah nol. Jadi
44
energi total partikel hanya sama dengan energi kinetik partikel,
E= = hν
Karena partikel berperilaku sebagai gelombang, kemudian pers.
GEM kita differensialkan terhadap variabel-variabelnya yaitu
terhadap x dan t sebagai berikut.
= ik
(ik)2
- =
= = (3.31)
Dari pers (3.31) dapat ditunjukkan bahwa variabel momentum
linier p dalam Mekanika Klasik diubah menjadi operator
momentum linier, p, dalam Mekanika Kuantum yang dinyatakan
sebagai
p2 = = (- i )2, maka
p=-i (3.32)
dan operator energi kinetiknya adalah
Ek = T = - (3.32a)
45
dimana i adalah bilangan imaginer, i = . Dengan jalan yang
sama bila pers gelombang pada pers (3.26) didiferensialkan
terhadap t diperoleh
-iω (3.33)
Dengan menggunakan pers (3.28) dan pers (3.33) dikalikan
dengan i sehingga diperoleh
i ω = ω =E (3.34)
Pers (4.9) menunjukkan bahwa
E=H= ω= (3.34a)
Yang tidak lain merupakan operator energi total (Hamiltonian
H) dalam Mekanika Kuantum. Dengan demikian kita dapat
menuliskan pers. Schrodinger untuk sebuah partikel bebas dalam
sistem satu dimensi ( arah sumbu x) dalam Mekanika Kuantum
sebagai
- = i (3.35)
- + V(x) = i (3.36)
46
dan kemudian pers (3.37) dimasukkan ke dalam pers (3.36)
diperoleh
- :
T= (3.38)
dan
(3.39)
47
menjadi fungsi yang lain. Marilah kita tinjau beberapa contoh
pemetaan fungsi oleh operator :
f(x) = f(x) + x2
f(x) = [f(x)]2
f(x) = f(3x2+1 )
f(x) = [df(x)/dx]3
f(x)=df(x)/dx-2f(x) = {(d/dx) – 2}f(x)
f(x)=f(x) (3.40)
Semua contoh pada pers (3.40) menunjukkan adanya sifat
bersama bila f(x) diketahui terdapat aturan tertentu pada operasi
pada f(x). Suatu operator disebut linear operator L bila
operator tersebut bekerja pada suatu fungsi maka akan
memetakan ke fungsi yang berbanding langsung dengan fungsi
tersebut, seperti terlihat pada contoh (5) dan (6) pada pers (3.40).
Persamaan (3.39) dapat juga ditulis dalam bentuk
H E (x) = E E (x) (3.41)
dimana operator Hamiltonian bekerja pada fungsi gelombang
tertentu dan menghasilkan kembali fungsi gelombang tersebut
yang dikalikan dengan suatu konstanta E dan konstanta E
disebut sebagai eigenvalue, dan penyelesaian E (x) tergantung
pada nilai E yang dapat bernilai diskrit atau kontinyu dan E (x)
disebut eigenfunction (fungsi eigen) yang berkorespondensi
dengan eigenvalue E oleh operator H.
Dari penjabaran diatas dapat dikatakan bahwa (x,t)= E (x)
merupakan penyelesaian pers (3.36). Karena operator
yang bekerja pada eigen fungsi pada pers (3.36) merupakan
operator linear, maka penyelesaian fungsi eigen yang terkait
dengan eigen nilai yang bisa diskrit atau kontinyu juga
mempunyai bentuk diskrit atau kontinyu yang secara umum
penyelesaiannya ditulis secara lengkap sebagai
(x,t)= { }C(E) E (x) (3.42)
48
dimana C(E) E adalah penyelesaian bagian diskrit, dan
+ V(x) = H, (3.43)
A B C 49
x
Gambar 3.4 Tipe fungsi gelombang
Dari gambar 3.4 dapat dikatakan bahwa peluang yang paling besar
ditemukannya partikel di titik B, dan paling tidak mungkin
ditemukan partikel di titik A atau C. Interpretasi statistika mengenai
fungsi gelombang menunjukkan bahwa kita tidak dapat meramalkan
secara pasti hasil pengukuran, misalnya posisi, walaupun alat yang
dipakai untuk melakukan pengukuran akurat dan tepat karena
pengukuran dalam mekanika kuantum selalu mengandung
ketidakpastian.
Karena interpretasi statistika fungsi gelombang tersebut,
maka probabilitas (peluang) memainkan peran sentral dalam
mekanika kuantum. Kemungkinan ditemukannya partikel dalam
interval tertentu, misalnya antara a dan b dapat diperoleh dengan
mengintegralkan pers (3.44) dengan batas integral dari a sampai b,
(3.45)
50
pers. (3.46) terpenuhi maka dapat dikatakan bahwa fungsi
gelombang tersebut ternormalisasi. Tetapi bila penyelesaian pers
Schrodinger untuk beberapa system, nilai pada pers (3.46) menuju
tak terhingga, maka pada system tersebut tidak ada konstanta
pengali A yang menyebabkan pers. (3.46) berharga 1, dan (x,t)
merupakan fungsi gelombang yang tak ternormalisasi. Bila fungsi
gelombang tak ternormalisasi maka fungsi gelombang tersebut tidak
dapat merepresentasikan sebuah partikel dan kondisi tersebut harus
ditolak. Demikian juga agar fungsi gelombang ternormalisasi maka
fungsi gelombang tersebut menjadi nol dititik x = .
Apabila pada saat t=0 fungsi gelombang (x,0)
ternormalisasi, apakah fungsi gelombang tersebut tetap
ternormalisasi dengan berubahnya waktu? Salah satu sifat pers.
Schrodinger adalah bahwa penyelesaiannya menghasilkan fungsi
gelombang yang bersifat kekal yaitu sekali ternormalisai akan tetap
ternormalisasi. Dengan demikian dapat ditunjukkan bahwa
= =0 (3.47)
Karena = (3.48)
dan pers Schrodinger yang merupakan fungsi posisi dan waktu pers
(3.36) dapat ditulis
= (3.49)
( )* = (3.50)
maka bila pers (3.49) dan (3.50) dimasukkan kedalam pers ( 3.48 )
diperoleh
= =
51
= ) (3.51)
(3.52)
(3.53)
= =0
Karena harus berharga nol pada saat harga x menuju , sebab
bila tidak nol fungsi gelombang menjadi tak ternormalisasi, maka
= =0
ternormalisasi.
Bila didefinisikan
(3.54)
didefinisikan sebagai arus probabilitas, maka pers (3.53) dapat
ditulis menjadi
52
=
atau secara umum dapat ditulis menjadi
+ =0 (3.55)
yang tidak lain merupakan persamaan kontinyuitas yang
mencerminkan hukum kekekalan muatan.
Dari diskusi di atas dapat dikatakan bahwa pengukuran
benda-benda dalam skala mikroskopik hasilnya hanya dinyatakan
sebagai peluang, P, dengan demikian hasil pengukuran tersebut
adalah merupakan nilai harap yang analogi dengan rerata yang
diperoleh dari pengukuran berulang kali pada mekanika klasik.
Besarnya simpangan pengukuran yang juga disebut sebagai
ketidakpastian pengukuran posisi didefinisikan sebagai
= (3.56)
Dengan jalan yang sama besarnya ketidakpastian pengukuran
momentum yang dilakukan bersamaan dengan pengukuran posisi
dapat dinyatakan sebagai
dan = (3.57)
Di dalam pengukuran benda-benda yang berukuran atomik
(bersifat mikroskopik) hasil pengukuran yang diperoleh adalah
hanya bersifat probabilistik yang merupakan nilai harap atau dapat
didekati sebagai nilai rerata saja.
<x> = nilai harap ditemukan partikel pada posisi (a, b) didefinisikan
sebagai
(3.58)
53
Nilai harap suatu variabel (besaran fisis) yang diukur secara
mikroskopis, misalnya f dapat dinyatakan sebagai
lensa
, elektron
54 x
Gambar 3.5 Penentuan posisi
electron dengan mikroskop
Ketidakpastian pengukuran tergantung pada panjang gelombang EM
atau foton yang digunakan, makin kecil panjang gelombang yang
digunkan makin kecil pula ketidakpastian pengukuran. Bila foton
masuk ke dalam material yang terdiri dari susunan electron, ada
foton menumbuk electron sehingga electron melakukan reaksi,
maka ketidakpastian momentum electron pada arah x dan foton
dapat didekati sebagai (3.60b)
Maka
Makin kecil harga atau makin akurat hasil pengukuran x atau
px. Karena hasil kali keduanya konstan, maka dapat disimpulkan
bahwa tidak dapat dilakukan pengukuran posisi dan momentum
secara serentak yang memberikan hasil pengukuran yang cukup
akurat.
(3.61a)
55
Paket gelombang pada pers (3.61a) diilustrasikan seperti pada
gambar 3.6
* ( x,0)
x
Gambar 3.6 Rapat probabilitas dari paket
x
| =0 (3.62)
56
rentang karena partikel terlokalissi dalam rentang . Untuk
lokalisasi partikel dalam tersebut, diperlukan sejumlah besar
paket gelombang yang mempunyai momentum mendekati yaitu
momentum dari paket gelombang yang lebarnya .
Untuk menjabarkan prinsip ketidakpastian, perlu
didefinisikan lebih dulu sebuah ukuran deviasi (simpangan) p x atau x
terhadap nilai reratanya, <px> atau <x>, yang akan didiskusikan
pada sub bab berikutnya.
= =
untuk posisi x
<p>= dan
= =
untuk momentum.
Pada pembahasan penjabaran prinsip ketidakpastian berikut
ini kita pilih sistem koordinat sedemikian hingga titik awal koordinat
adalah titik tetap yang berimpit dengan titik <x> = yang
merupakan pusat dari distribusi partikel, maka di set sama dengan
nol , karena kedua titik yang berimpit tersebut selalu bergerak
bersama maka kecepatan pusat distribusi partikel = <p> = juga
sama dengan nol. Untuk menciptakan hubungan antara besaran x 2
dan , marilah kita tinjau bentuk integral dari kuadrat suatu
57
integral pada pers (3.63) dapat dilakukan dengan menguraikan
bentuk kuadrat dari fungsi menjadi
I( ) =
(3.64a)
A - C
B
A= = <x2> = (3.64b)
B=- =
= + =1 (3.64c)
C= = -
= = > = (3.64d)
dan I( )= A - B + C 0 (3.64e)
Pertidaksamaan kuadrat pada pers. (3.64e) selalu berharga positif
atau nol , maka harga diskriminan dari persamaan kuadrat dengan
variable tersebut harus kurang dari nol atau nol,
D=B2-4AC (3.64f)
maka akar-akar dari pers kuadrat tersebut merupakan bilangan
kompleks.
Kemudian hasil perhitungan pada pers (3.64b), (3.64c) dan (3.64d)
dimasukkan ke dalam pers (3.64a) dan menggunakan kondisi pers
(3.64f) diperoleh
58
3.6. Superposisi Gelombang Bidang
Persamaan gelombang bidang yang merepresentasikan
partikel bebas merupakan bentuk khusus dari pers (3.26) dimana
energy total partikel E = yang terkuantisasi menjadi E =
mempunyai energy potensial V(x) =0, sehingga fungsi
gelombang partikel bebas dapat dinyatakan sebagai
= (3.66)
dan rapat probabilitasnya adalah | |2 = c2 Bila sebuah partikel
yang direpresentasikan oleh terkungkung dalam volume V,
dan berdasarkan kondisi batas bahwa fungsi gelombang
ternormalisasi, maka = 1 atau Vc2 =1 atau
Untuk keadaan –keadaan partikel (states ) yang terlokalisasi,
yaitu semua partikel terkonsentrasi pada suatu tempat , fungsi
gelombang sistem partikel tersebut merupakan perpaduan dari
masing-masing gelombang bidang yang dinyatakan sebagai
(3.67)
59
, , , (3.69)
Maka komponen satu dimensi untuk pers (3.67) dapa ditulis menjadi
(3.70)
(3.71)
= = (3.73)
{ }dx =1
=1 (3.74)
60
Dengan memasukkan nilai a pada pers (3.69) dan nilai pada pers
(3.73a) ke dalam pers (3.74) sehingga pers (3.74) menjadi
| { } (3.76)
<x>= (3.77a)
61
= - = vt (3.77b)
Suku pertama pada persamaan (3.77) menjadi nol karena
merupakan fungsi genap dari (x-vt).
Sedanngkan deviasi standard dari posisi x didefinisikan sebagai
= =
=
Dimana = =
{ } (x-vt)2
+2vt { } (x-vt)
+ (vt)2 { } (3.78)
= (3.79)
Hasil integrasi pada pers (3.79) diperoleh dari penyelesaian pers
(3.78) dengan menggunakan integral fungsi Gaussian. Dengan
memasukkan pers (3.77) dan (3.79) kedalam pers (3.80), maka
diperoleh nilai deviasi standard dari posisi partikel yaitu
(3.80)
Contoh
1. Sebuah partikel yang bersifat makroskopik, bermassa m= 1023 mp
dimana mp adalah massa sebuah proton. Dalam kondisi awal,
besarnya ketidak pastian posisi partikel adalah
=10-8 cm dan pada saat 1 = 10 10 s dimana besarnya ,
maka besarnya ketidakpastian posisi berubah menjadi (
nilai akhir ketidakpastian ini sedikit tak relevan dengan
pertambahan benda makroskopik. Dapat ditunjukkan bahwa
!
62
t=0
t=t1
t=t2
h he-1
v.t1 v.t2
2d 2(1 2 )d
Gambar 3. 7 Skema gerak paket gelombang Gaussian ,sebarannya dan lebar
setengah gelombang yang mana fungsi gelombang menurun dengan fraksi
penurunan sebesar e-1
63
=1 (3.81)
Untuk menentukan fungsi gelombang yang merepresentasikan gerak
partikel sebagai fungsi momentum dan waktu, dapat diperoleh
dengan transformasi Fourier dari pers (3.67). Pers (3.67) dapat
ditulis dalam bentuk
(3.82)
dimana =
Dengan menggunakan pers (3.82) akan ditentukan W(x,t) menurut
definisi pada pers (3.81), dan dengan menggunakan definisi dV=d3x,
dan =
= (3.83)
= | |2 (3.83a)
= (3.84a)
dan = | (3.84b)
= atau = (3.84c)
64
= atau =
(3.84d)
Dari pers (3.83a) dapat disimpulkan bahwa rapat probabilitas
untuk penemuan partikel yang mempunyai momentum p dalam
ruang momentum adalah
W(x,t) = | |2 (3.85)
Pers (3.85) menunjukkan bahwa untuk gelombang bidang dengan
momentum p0, transformasi Fourier berbeda dengan nol hanya untuk
harga p = p0.
Untuk sistem satu dimensi, rapat probabilitas ditemukannya
partikel dengan momentum p dalam interval dp adalah
W(x,t) = | |2 = (3.86)
= p0 = p (3.87a)
Dan integral suku pertamanya sama dengan nol karena fungsi yang
diintegralkan merupakan fungsi genap. Sedangkan besarnya kuadrat
standard deviasi dari momentum yang didefinisikan sebagai
65
= =
=
dimana = p0 = nilai harap momentum
= =< >=
sehingga
= (3.88)
= +
(3.88a)
dimana suku pertama pada pers (3.88a) bernilai 0 dan suku kedua
tidak lain merupakan integral Gaussian yang hasilnya adalah
= , maka
= atau = (3.89)
66
3.8 Operator dan Hasil kali Skalar
Di dalam mekanika klasik kita telah mengukur besaran-
besaran fisika seperti posisi, momentum, enenrgi, gaya dan lain-lain,
dan besaran –besaran fisika tersebut disebut sebagai variable yang
dapat diamati yang diberi istilah sebagai observable. Dalam
mekanika kuantum kita tidak dapat mengukur secara langsung
besaran fisika diatas karena benda yang menjadi obyek dalam
mekanika kuantum berukuran mikroskopik (atomic) dan untuk
pengukuran atau pengamatannya kita perlu menginteraksikan
gelombang elektromagnetik dengan obyek tersebut. Seperti telah
didiskusikan pada sub bab sebelumnya obyek dalam mekanika
kuantum direpresentasikan dengan fungsi gelombang sebagai
pemandu medan, dan besaran fisika dalam kuantum dipandang
sebagai operator yaitu yang beroperasi pada fungsi gelombang.
Contohnya variable posisi x dalam mekanika kuantum menjadi
operator posisi , variable momentum linier satu dimensi, px
menjadi operator , dll
Tinjauan umum mengenai operator sebagai berikut: sebuah
operator A didefinisikan dengan formula bahwa untuk fungsi
gelombang berlaku
A (3.91)
Contoh : A
67
Ada dua buah operator khusus yaitu operator satuan dan operator nol
:1 = ,0 =0 (3.93d)
Hubungan komutasi antara dua operator A dan B didefinisikan
sebagai
[A,B] = AB – BA (3.94)
Secara umum dua atau lebih operator tidak komutatif, yaitu AB ≠
BA, bila dua buah operator bersifat komutatif, maka [A,B] = AB –
BA = 0
Berikut ini beberapa formula hubungan komutasi dari beberapa
operator :
[A+B,C] = [A,C] + [B, C] (3.95a)
[AB,C] = A[B,C] + [A,C]B (3.95b)
Contoh aplikasi sifat-sifat hubungan komutasi:
= = )- =
+ + =
Jadi =
= dst
Perkalian scalar antara dua fungsi gelombang didefinisikan sebagai
= (3.96)
= (3.98a)
68
= , yaitu
= (3.98b)
7. Bila operator A adalah hermitian, maka A+ = A, dan sebagai
konsekwensinya
(AB)+ = B+ A+ dan [A+,B+] = [B,A]+ (3.98c)
8. Identitas Baker Hausdorff: eABe-A = B+ [A,B] + +
… (3.98d)
dimana eA= 1 +A+ + + ……. =
Contoh 1:
Korespondensi antara frekuensi dari radiasi (foton) yang
dipancarkan oleh perpindahan electron dari orbit yang lebih tinggi
ke orbit yang lebih rendah dimana bilangan kuantum utama dari
orbit tersebut sangat besar dengan frekuensi electron yang mengorbit
inti untuk bilangan kuantum yang sama. Dengan kata lain dapat
dikatakan bahwa frekuensi radiasi sama dengan frekuensi rotasi
electron.
69
Frekuensi radiasi menurut model atom Bohr,
(3.99)
n dan
Contoh 2:
Korespondensi antara variable yang terukur dalam mekanika klasik
dengan operator dalam mekanika kuantum
1. momentum linier satu dimensi:
2. momentum linier tiga dimensi
maka
70
Untuk partikel bebas dalam H = dan untuk partikel
<A>= (3.102)
<A>= { } (3.103a)
= + +
(3.103b)
71
= + +
= +
= + (3.104)
Kesimpulan
1. Efek operator Hamiltonian yang hermitian ( Hermisitas
Hamiltonia) : Bila fungsi gelombang dan berharga nol ditak
terhingga, setelah diintegralkan parsiil dua kali dapat
ditunjukkan
= (3.105)
= (3.106)
dimana - (3.108)
disebut Poisson Bracket . Poisson Bracket dalam meknika klasik
berkorespondensi dengan hubungan komutasi dikalikan dengan
, yaitu (3.109)
72
3. Pembahasan operator yang paling penting yaitu operator
Hamiltonian yaitu dengan menyelidiki hubungan komutasi
dengan posisi:
= = +
= + = (3.110)
4. Bila gaya F didefinisikan sebagai F= , dengan
menggunakan sifat=sifat hubungan komutasi antara momentum
p dan posisi x, tunjukkan bahwa
a) < x> =
< x> = =
Teorema Ehrenfest
(a) Misalkan fungsi gelombang (x, t) merepresentasikan gerak
suatu partikel dan Persamaan Schrodinger untuk partikel tersebut
dapat ditulis:
(3.36)
= (3.113)
73
Disini kita mengasumsikan bahwa V(x) riil. Integral
harus tertentu, maka:
= =0 (3.113a)
=
(3.114)
Dengan subsitusi persamaan Schrodinger dan konjugasi ke
dalam pers (3.114) didapatkan:
=
(3.115)
74
=
(3.116)
Menggunakan (3.111a) suku pertama dan ketiga pada pers
(3.116) di atas sama dengan nol, maka kita dapatkan
=
(3.117)
=
(3.118)
Karena (x, t) merupakan fungsi yang smooth, maka direvasi
(turunan) pertama terhadap t dan terhadap x pada suku kedua
pers (3.118) dapat dibalik menjadi
75
Dan dengan menggunakan persamaan Schrodinger pers (3.36),
persamaan (3.118) menjadi:
(3.119)
Integrasi dengan bagian pola pertama memberikan:
(3.120)
(3.121)
= (3.122)
76
(3.313)
SOAL
1. Tunjukkan bahwa = =
2. Sebuah peluru, massa m bergerak dengan kelajuan 108 cm/s dan
ketidakpastian kelajuannya adalah = 10-1 cm/s
Tentukan ketidakpastian posisinya bila dilakukan pengukuran
posisi dan kelajuan secara serentak!
3. Buktikan pers (3.79) dari penyelesaian integral pada pers (3.78)!
4. Buktikan pers (3.99) !
5. Bila contoh 1a) diganti dengan partikel , , tentukan
waktu yang diperlukan agar ketidak pastian posisi yang mula-
mula =10-11 cm pada saat t=0 sehingga harga
ketidakpastian posisinya berubah menjadi atau harga yang
mula-mula nol menjadi berharga !
6. Buktikan pers (3.111) dan (3.112) !
7. Tentukan ketidakpastian momentum yang besarnya samadengan
momentum electron itu sendiri!
8. Hitung ketidakpastian posisi yang terkait dengan ketidakpastian
momentum bila pengukuran dilakukan secara serentak!
77
78