Anda di halaman 1dari 46

BAB III

TEORI DASAR KUANTUM DAN


PERSAMAAN SCHRODINGER

3.1 Gelombang De Broglie


Penyelidikan tentang sifat-sifat cahaya yang telah
ditunjukkan tergantung pada jenis eksperimen yang dilakukan,
cahaya dideskripsikan oleh gelombang elektromagnetik atau
partikel-partikel (foton). Aspek gelombang tampak dalam konteks
gejala difraksi dan interferensi, sedangkan aspek partikel tampak
berbeda pada peristiwa efek fotolistrik. Untuk cahaya, hubungan
yang menggambarkan dualisme gelombang-partikel telah diketahui.
Bagaimana dengan partikel bermateri, sifat partikel sudah jelas,
apakah pertikel bermateri juga bersifat sebagai gelombang?
Melengkapi sifat cahaya sebagai korpuskel (partikel), De
Broglie mengusulkan hypotesis sifat kebalikan yaitu partikel yang
mempunyai sifat sebagai gelombang. Apakah yang berlaku benar
bagi foton (sebagai gelombang dan sebagai partikel) juga berlaku
bagi partikel sembarang? Menurut gambaran partikulat
(kepartikelan), bila kita menunjuk suatu partikel, misal electron,
mempunyai massa m, merambat secara teratur dengan kecepatan v
melalui ruang hampa, mempunyai momentum linear p dan energi E.
Menurut gambaran gelombang, partikel digambarkan sebagai
gelombang dengan frekuensi  dan vector gelombang k. Karena
mengikuti de Broglie, kita berspekulasi bahwa dua gambaran yang

33
berbeda untuk benda yang sama, maka hubungan antara kuantitas
karakteristik keduanya harus valid, yaitu
(3.1)

dan (3.2)
Pers. (3.1) and (3.2) berlaku untuk foton dan juga
dipostulatkan berlaku untuk partikel bebas yang mana fungsi
gelombang yang menggambarkan partikel tersebut adalah fungsi
gelombang bidang yang dinyatakan sebagai
 (r, t) = A exp{i(t- k.r)} (3.3)
or
 (r, t) =
setelah pers (3.1) dan (3.2) dimasukkan ke dalam pers (3.3). Dan
mengikuti de Broglie, besarnya panjang gelombang partikel
dinyatakan sebagai
 = 2/k = h/(mv) (3.4)
dimana m adalah massa diam. Karena besarnya tetapan Planck, h,
sangat kecil, maka diperlukan partikel dengan massa yang sangat
kecil pula agar panjang gelombang partikel dapat terukur.
Berdasarkan alasan inilah panjang gelombang yang terukur adalah
panjang gelombang partikel yang berukuran seorde dengan atom.
Eksponen atau pangkat pada pers (3.3) disebut fase gelombang, α
α =  t- k. r (3.5)
yang mana cepat rambat gelombang tersebut adalah u = (dr/dt) dan
dapat ditentukan dari kondisi bahwa fase gelombang tersebut
konstan terhadap waktu, yaitu (dα)/dt = 0 dan diperoleh
 - k. (dr/dt) = 0 atau
|u |= ( / k) (3.6)
Untuk partikel-partikel atomik yang bergerak dengan kecepatan
mendekati kecepatan relativistik, besarnya energi partikel adalah
E =mc2 = √ (m02c4 + p2 c2), (3.7)

bila v<<c, dengan menggunakan deret binomial maka energi partikel


relativistik pers (3.7) dapat dituliskan menjadi

34
E = m0 c2 {1+(p2)/(2 m02c2)+ …} = m0 c2 + p2/2m0+ (3.8)

Bila pers (3.1) dimasukkan ke dalam pers. (3.8) diperoleh besarnya


frekuensi sudut gelombang dari partikel relativistic tersebut sebagai

 ( k) = = (3.9)

Dengan menggunakan pers (3.6) dan (3.9) diperoleh besarnya


kecepatan fase gelombang partikel relativistik tersebut sebagai

(3.10)

Bila dibandingkan dengan kecepatan fase dari cahaya yang


merambat dalam ruang hampa,
vph = = = = ( 3.11)
Karena v << c, kecepatan fase gelombang materi pada pers. (3.10)
selalu lebih besar dari pada kecepatan cahaya dalam ruang hampa.
Tetapi tidak ada benda yang bergerak dengan kecepatan melebihi
kecepatan cahaya, maka kecepatan fase tersebut tidak cocok sebagai
variable dari partikel tersebut, sehingga diperlukan suatu variabel
baru untuk merepresentasikan kecepatan partikel yaitu kecepatan
group, vg, yang didefinisikan sebagai
vg = = (3.12)
Bila sebuah partikel yang bergerak sepanjang lintasan ds karena
pengaruh gaya F, maka besarnya variasi energi pada partikel
tersebut adalah
dE = F.ds = . ds = vdp,
adi v = dE/dp (3.13)
Oleh karena itu kecepatan group dari gelombang materi identik
dengan kecepatan partikel, vg = v.

35
Cara lain untuk menunjukkan hubungan antara kecepatan
group dan kecepatan partikel adalah dengan cara mendeskripsikan
partikel dengan paket gelombang terbatas dengan menggunakan
integral Fourier yang merupakan superposisi dari gelombang
harmonik yang berbeda panjang gelombang dan kecepatan fasenya,
yang dapat ditulis sebagai
k0 + Δk
 (x, t) =  c(k) exp{i[(k)t – kx]}dk (3.14)
k0 - Δk

dimana k0 = (2)/ adalah anka gelombang rata-rata dari paket


gelombang dan Δk adalah ukuran dari rentangan ( rentangan
frekuensi) paket gelombang dan dengan anggapan Δk << k0. Dengan
demikian frekuensi sudut  juga dapat diekspansikan sebagai fungsi
k, dengan menggunakan ekspansi deret Taylor dengan interval Δk
disekitar k = k0 dan dengan mengabaikan suku
(Δk)n = ( k – k0 )n untuk n  2, yang dapat dituliskan sebagai
(k) = (k0) + (d /dk)( k – k0) + (1/2)( d2 /dk2)( k – k0)2 + … (3.15)

Bila symbol Δk = ( k – k0 ) diganti dengan  sehingga  merupakan


variable integral yang baru dan bila amplitude c(k) bervariasi secara
lambat terhadap variable k dalam interval integral 2Δk, dan suku
(d /dk) k = k0 = vg, maka pers (3.14) dapat ditulis menjadi
Δk
 (r, t) = exp{i[(k0 )t – k0 x]}  c(k0+ ) exp{i[vg t – x] }d (3.16)
- Δk
Dengan menggunakan pendekatan c(k0+ )  c(k0), pers (3.16) dapat
diubah menjadi

 (r, t) = C(x, t) exp{i[(k0 )t – k0 x]} (3.17 a)

dimana C(x, t) = 2 c(k0) {sin( Δk (vg t – x)) / (vg t – x)} (3.17b)

36
Karena argument fungsi sin mengandung besaran Δk yang harganya
cukup kecil maka C(x, t) bervariasi secara perlahan-lahan terhadap
fungsi waktu t dan posisi x, maka C(x, t) ditinjau sebagai amplitude
gelombang yang hampir monokromatik dan (k0 )t – k0 x adalah
fasenya. Dengan mengalikan pembilang dan penyebut pada pers
(3.17b) dengan Δk dan dengan memisalkan Δk (vg t – x) = z,
diperoleh

untuk z  0

dan untuk z =  ,  2, … (3.18)

C(x,t)

Gambar 3.1. Sebuah paket gelombang yang


merupakan superposisi beberapa gelombang
yang berosilasi secara cepat sehingga
menghasilkan kelompok gelombang dalam
interval tertentu

Bila harga mutlak z bertambah terus maka fungsi (sin z) /z akan


berubah dari maksimum ke minimum dan sebaliknya, tetapi nilai
fungsi relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan nilai utama

37
fungsi di titik x = 0 dan kemudian menjadi nol. Maka dapat
disimpulkan bahwa superposisi antara beberapa gelombang
menghasilkan sebuah paket gelombang yang mana amplitudonya
tidak nol hanya pada interval tertentu, lihat gambar 3.1.
Faktor modulasi amplitude, (sin z) /z, mempunyai harga maksimum
untuk z = 0, vg t – x = 0 yang berarti bahwa gelombang dengan
amplitude maksimum tersebut adalah gelombang bidang yang
merambat dengan kecepatan
vg = dx/dt (3.19)
Cepat rambat gelombang bidand yang beramplitudo maksimum ini
harus diidentifikasi sebagai kecepatan group yang tidak lain adalah
kecepatan perpindahan energi. Kecepatan gelombang, kecepatan
group adalah kecepatan seluruh paket gelombang ( group gelombang
materi).
Bila  (r, t)2 dari pers (3.16) harus konstan maka vg t – x =
konstan, maka dx/dt = vg dan nilai  (r, t)2 yang konstan bergerak
dengan kecepatan vg, dengan mendiferensialkan pers dispersi (3.9)
terhadap k diperoleh
vg = (d /dk) k =k0 = (hk)/m0 = (hk0 )/m0 = p/m0 (3.20)
Tetapi tidak semua gelombang materi besarnya kecepatan paket
gelombang sama dengan kecepatan partikel pada mekanika klasik.
Menurut de Broglie, bila setiap partikel yang bergerak secara
teratur sebagai gelombang bidang dengan panjang gelomabang 
dimana  = h/p dan bila kecepatan partikel cukup kecil, v<<c, maka
besarnya energi total adalah E = p2 / 2m0 sehingga diperoleh

= (3.21)

Contoh: electron yang mempunyai energi 10 keV dan mempunyai


massa (diam),
m0 = 9,1x10-31kg, panjang gelombangnya adalah e = 0,122 A0.
Seperti yang telah kita ketahui bahwa besarnya daya resolusi
sebuah mikroskop tergantung pada panjang gelombang cahaya yang
digunakan. Semakin kecil panjang gelombang cahaya yang

38
digunakan, makin pendek jarak antara dua titik yang berbeda yang
dapat dilihat degan mikroskop. Misalnya kita gunakan cahaya
tampak yang panjang gelombangnya sekitar 5000A0, maka
perbesaran yang dihasilkan mikroskop sekitar 2000x. Bila kita
gunakan mikroskop elektron maka mikroskop dapat menghasilkan
perbesaran 500.000x dan resolusi yang dapat dicapai adalah 5-10 A0.
Pada dasarnya cukup sulit untuk membayangkan partikel
yang berperilaku sebagai gelombang, tetapi untuk membayangkan
gelombang yang terlokalisasi lebih mudah karena gelombang yang
terlokalisasi, yang disebut sebagai paket gelombang dapat diperoleh
sebagai hasil superposisi antara beberapa gelombang yang berbeda
frekuensi secara khusus sedemikian hingga superposisi diluar paket
adalah nol. Superposisi antara beberapa gelombang dapat diperoleh
dengan menggunakan deret Fourier.

Contoh
Bila suatu fungsi f(x) didefinisikan sebagai
f(x) = (3.22)
dan bila , (3.22a)
tentukan f(x) dan hasil kali ΔkΔx!
Penyelesaian:
f(x) =
set k’ = k-k0 ke dalam pers integral sehingga diperoleh

=
=

39
f(x) = (3.22b)

Besarnya |f(x)|2 = = (3.23)

karena = =1
Dari grafik pers (3.23) |f(x)|2 sebagai fungsi posisi, x, dapat dilihat
bahwa nilai maksimum dari |f(x)|2 dicapai pada saat x = 0 yang
berarti bahwa sebaran partikel terlokalisasi ( terkonsentrasi di sekitar
posisi x = 0, dan grafik akan mengalami penurunan drastik sebesar
bila harga = 1atau x = , maka dapat dikatakan lebar |
f(x)|2 adalah 2 . Lebar grafik dalam ruang posisi x bersesuaian
dengan lebar grafik dalam ruang k yang lebarnya dapat dicari dari
grafik persamaan |g(k)|2 , |g(k)|2 sebagai fungsi
k. Harga maksimum |g(k)|2 dicapai pada saat = 0 atau
k = k0 , ini berarti bahwa distribusi partikel terkonsentrasi disikitar
titik k = k0 dan grafik mengalami penurunan secara tajam sebesar

bila = 1 atau k – k0 = , sehingga lebar grafik |g(k)|

2
sebesar . Karena masing-masing fungsi terlokalisasi selebar

2 dan , kemudian lebar lokalisasi masing-masing fungsi

kita definisikan sebagai =2 dan = , maka diperoleh

= 4. Dari gelombang de Broglie diperoleh , maka

= 4 atau
Lebar kuadrat harga mutlak fungsi diinterpretasikan sebagai lebar
kebolehjadian ditemukannya suatu partikel pada posisi tertentu atau
dengan momentum tertentu dalam rentang variasi posisi atau

40
momentum, maka besaran lebar tersebut merupakan deviasi standard
posisi atau momentum yang harganya bervarisi sejalan dengan
bertambahnya waktu.

3.2 Diffraksi Gelombang Materi


Gejala difraksi dan interferensi adalah bukti unik cahaya
sebagai gelombang. Secara khusus, inerferensi yang saling
memperlemah tidak dapat dijelaskan dengan gambar. Sementara itu
efek fotolistrik dan efek Compton menunjukkan sifat korpuskel dari
cahaya, difraksi berkas electron menunjukkan adanya sifat
gelombang dari materi. Karena panjang gelombang electron adalah
terlalu kecil untuk kisi buatan, maka kisi Kristal digunakan untuk
hamburan elektron. Percobaan difraksi electron oleh kisi Kristal
adalah duplikat dari percobaan penentuan struktur Kristal dengan
sinar X.
Davisson dan Germer menggunakan metoda Laue untuk
difraksi sinar X. Permukaan Kristal tunggal digunakan sebagai
bidang kisi difraksi. Elektron dihamburkan oleh permukaan kristal
dan tidak menembus Kristal. Gambar 3.2 menunjukkan prinsip
lintasan electron yang dihamburkan kisi Kristal. Berdasarkan
gambar 3.2, difraksi maksimum terjadi bila
n = d sin (3.22)
dimana n adalah bilangan asli, dan d adalah panjang kisi Kristal.

C
 

A d B
Gambar 3.2. Prinsip hamburan
gelombang materi pada kristal

41
Bila electron yang digunakan untuk difraksi Kristal mempunyai
energi eU, U adalah beda potensial listrik yang digunakan untuk
mempercepat electron, maka dari pers (3.21) dan (3.22) diperoleh
hubungan
(nh)/{d (2m0e)} = (U) sin (3.23)
Difraksi sinar X dengan menggunakan metoda Debye- Scherrer
yaitu dengan meradiasikan sinar X pada bubuk Kristal padat yang
mana Kristal bubuk padat berperan sebagai kisi difraksi spasial.
Gambar 3.3 menunjukkan hamburan dari gelombang (materi) oleh
kisi Kristal. Difraksi maksimum terjadi bila
n = 2d sin (3.24)



A C d
B
Gambar 3.3 Difraksi sinar x
pada bidang kristal

Karena butir-butir kristal terdistribusi secara acak pada bubuk


Kristal, maka terjadi pola interferensi yang simetrik secara radial
sehingga terlihat lingkaran- lingkaran yang sepusat disekitar titik O
pada layar. Bila jarak antara kisi difraksi dengan layar (plat film)
adalah L dan D adalah jari-jari lingkaran yang merupakan tempat
kedudukan hasil interferensi kisi Kristal maka berlaku hubungan tan
2 = D/2L . Karena besarnya sudut difraksi  cukup kecil maka
tan 2  2 dan sin   dan pers (3.23) dan (3.24) dapat ditulis
menjadi
D(U) = (2nhL)/{d (2m0e)} (3.25a)
Dd = 2nL (3.25b)

42
Pada percobaan Davisson-Germer, konstanta kisi kristal yang
digunakan sebesar 2,15A0 dan panjang gelombang yang dipakai
berorde 10-8 cm, maka besarnya momentum dan energi kinetic
elektron tersebut adalah p = h/   6,6x10-19 gr cm/sec, E = p2/2m =
2,5x10-10 erg.

3.3 Penjabaran Persamaan Schrodinger


Pada saat kita membahas sebuah partikel yang bermassa m
dan dipaksa untuk bergerak pada lintasan yang berimpit dengan
sumbu x karena suatu gaya luar tertentu dalam mekanika klasik, kita
dapat menentukan posisi partikel pada suatu saat tertentu. Sekali kita
telah mengetahui posisi partikel, kita dapat menentukan kecepatan,
momentum, energi kinetik, atau besaran – besaran lain yang terkait
dengan partikel yang bergerak tersebut. Posisi partikel dapat
ditentukan dengan menggunakan hukum Newton dan bila gaya yang
bekerja pada partikel adalah gaya konservatif maka gaya tersebut
sama dengan negatif dari turunan pertama energi potensial partikel
terhadap posisi.
Dalam mekanika kuantum, kita menggunakan pendekatan
yang berbeda untuk menentukan besaran-besaran yang terkait
dengan gerak partikel tersebut, yaitu kita menggunakan fungsi
gelombang untuk mempresentasikan dinamika partikel yang
bergerak yang diperoleh dari penyelesaian Persamaan Schrodinger
dari partikel tersebut. Persamaan Schrodinger memainkan peran
yang secara logika analog dengan pernyataan hukum II Newton.
Dalam listrik magnet, kita telah mempelajari gelombang
electromagnet (GEM) yang dihasilkan oleh adanya perubahan
medan electromagnet di dalam vakum. GEM merambat dengan
kecepatan cahaya yaitu 3.0 x 10 8 m/s. Persamaan GEM secara
matematik dinyatakan sebagai
 = o sin (kx –ωt) atau  = o ei (kx- ωt) (3.26)

43
Persamaan Schrodinger dapat dijabarkan berdasarkan
prinsip-prinsip yang telah kita pelajari sebelumnya :
1) Prinsip dualisme gelombang –partikel yang menyatakan bahwa
perilaku gelombang dari sebuah partikel disajikan dalam bentuk
hubungan antara momentum linear, p, dengan panjang
gelombang
p = mv = (3.27)
dimana  adalah panjang gelombang, h = tetapan Panck, k =
angka gelombang = vektor gelombang = dan =
2) Besarnya energi total dari sebuah partikel yang berperilaku
sebagai gelombang dapat dipandang sebagai energi gelombang
EM atau cahaya dimana untuk setiap satu foton energinya
terkuantisasi sebesar E = hν = ω (3.28)
dimana ν adalah frekuensi dari gelombang, dan ω = 2ν
3) Besarnya energi total E adalah jumlah total energi kinetik (E k =
T= ) dan energi potensial (Ep = V(r) ) suatu partikel

E = E k + Ep = + V(r). (3.29)
4) Persamaan Schrodinger dalam Mekanika Kuantum adalah
persamaan energi total seperti yang dinyatakan dalam mekanika
Klasik tetapi variable-variabel dalam mekanika Klasik diubah
menjadi operator dalam mekanika Kuantum. Hubungan antara
variabel dalam Mekanika Klasik dengan operator dalam
Mekanika Kuantum kadang disebut prinsip korespondensi antara
Klasik dengan Kuantum dan pers. Schrodinger adalah
Hamiltonian dalam Mekanika Klasik.
5) Pengubahan variabel menjadi operator dilakukan dengan
menggunakan definisi persamaan GEM dan ke 3 definisi
(prinsip) di atas sebagai berikut:
Misalnya kita memilih sistem partikel yang paling sederhana
yaitu sebuah partikel bebas dimana partikel hanya mempunyai
energi kinetik dan energi potensial partikel adalah nol. Jadi

44
energi total partikel hanya sama dengan energi kinetik partikel,
E= = hν
Karena partikel berperilaku sebagai gelombang, kemudian pers.
GEM kita differensialkan terhadap variabel-variabelnya yaitu
terhadap x dan t sebagai berikut.
= ik

(ik)2

= -k2 = -k2 (3.30)

Dari pernyataan (1) dapat dituliskan harga –k2 = - , maka

energi total partikel bebas yang besarnya sama dengan energi


kinetik dapat diperoleh bila ruas kiri dan kanan pers (3.30)
dikalikan dengan -

- =

= = (3.31)
Dari pers (3.31) dapat ditunjukkan bahwa variabel momentum
linier p dalam Mekanika Klasik diubah menjadi operator
momentum linier, p, dalam Mekanika Kuantum yang dinyatakan
sebagai

p2 = = (- i )2, maka

p=-i (3.32)
dan operator energi kinetiknya adalah

Ek = T = - (3.32a)

45
dimana i adalah bilangan imaginer, i = . Dengan jalan yang
sama bila pers gelombang pada pers (3.26) didiferensialkan
terhadap t diperoleh
-iω (3.33)
Dengan menggunakan pers (3.28) dan pers (3.33) dikalikan
dengan i sehingga diperoleh
i ω = ω =E (3.34)
Pers (4.9) menunjukkan bahwa
E=H= ω= (3.34a)
Yang tidak lain merupakan operator energi total (Hamiltonian
H) dalam Mekanika Kuantum. Dengan demikian kita dapat
menuliskan pers. Schrodinger untuk sebuah partikel bebas dalam
sistem satu dimensi ( arah sumbu x) dalam Mekanika Kuantum
sebagai

- = i (3.35)

Untuk partikel yang dipengaruhi oleh suatu medan yang


mempunyai energi potensial V(x), maka pers. Schrodinger yang
merupakan energi total E = + V(x) dapat diperoleh dengan
menambahkan V(x) ke dalam pers (3.35) sehingga pers (3.35)
menjadi

- + V(x) = i (3.36)

Pers (3.36) adalah pers Schrodinger satu dimensi yang


merupakan fungsi posisi dan waktu dan dapat diuraikan menjadi
pers Schrodinger yang merupakan fungsi posisi saja dan waktu
saja dengan cara menyelesaikan persamaan differensial orde dua
tersebut dengan menggunakan metode pemisahan variabel.
Dengan memisalkan (x,t) = (3.37)

46
dan kemudian pers (3.37) dimasukkan ke dalam pers (3.36)
diperoleh

- :

Kedua ruas harus sama dengan konstanta, E, karena kedua ruas


mempunyai variabel yang berbeda tetapi disamakan, dan
konstanta tersebut sama dengan energi total E, maka

T= (3.38)
dan

yang dapat dituliskan kembali menjadi

(3.39)

Pers (3.39) adalah pers Schrodinger (PS) stasioner satu dimensi.


Untuk selanjutnya pers (3.39) akan kita gunakan untuk
menyelesaikan beberapa contoh sistem partikel yang
dipengaruhi oleh suatu medan, misalnya partikel dalam potensial
Kotak, potensial Undak, Sumur, Tanggul, Osilator Harmonik
dan potensial Coulomb untuk atom Hidrogen.
Persamaan Schrodinger pada pers.(3.36) berbeda dengan pers
(3.39) karena pers (3.36) menggambarkan dinamika fungsi
gelombang (x,t) terhadap waktu sedangkan pers. (3.39)
merupakan persamaan eigenvalue. Secara umum, persamaan
eigen value dideskripsikan sebagai sebuah operator yang
beroperasi (bekerja) pada sebuah fungsi dan memetakan fungsi

47
menjadi fungsi yang lain. Marilah kita tinjau beberapa contoh
pemetaan fungsi oleh operator :
f(x) = f(x) + x2
f(x) = [f(x)]2
f(x) = f(3x2+1 )
f(x) = [df(x)/dx]3
f(x)=df(x)/dx-2f(x) = {(d/dx) – 2}f(x)
f(x)=f(x) (3.40)
Semua contoh pada pers (3.40) menunjukkan adanya sifat
bersama bila f(x) diketahui terdapat aturan tertentu pada operasi
pada f(x). Suatu operator disebut linear operator L bila
operator tersebut bekerja pada suatu fungsi maka akan
memetakan ke fungsi yang berbanding langsung dengan fungsi
tersebut, seperti terlihat pada contoh (5) dan (6) pada pers (3.40).
Persamaan (3.39) dapat juga ditulis dalam bentuk
H E (x) = E E (x) (3.41)
dimana operator Hamiltonian bekerja pada fungsi gelombang
tertentu dan menghasilkan kembali fungsi gelombang tersebut
yang dikalikan dengan suatu konstanta E dan konstanta E
disebut sebagai eigenvalue, dan penyelesaian E (x) tergantung
pada nilai E yang dapat bernilai diskrit atau kontinyu dan E (x)
disebut eigenfunction (fungsi eigen) yang berkorespondensi
dengan eigenvalue E oleh operator H.
Dari penjabaran diatas dapat dikatakan bahwa  (x,t)= E (x)
merupakan penyelesaian pers (3.36). Karena operator
yang bekerja pada eigen fungsi pada pers (3.36) merupakan
operator linear, maka penyelesaian fungsi eigen yang terkait
dengan eigen nilai yang bisa diskrit atau kontinyu juga
mempunyai bentuk diskrit atau kontinyu yang secara umum
penyelesaiannya ditulis secara lengkap sebagai
 (x,t)= { }C(E) E (x) (3.42)

48
dimana C(E) E adalah penyelesaian bagian diskrit, dan

dE C(E) E adalah penyelesaian bagian kontinyu, dan


C(E) adalah fungsi sembarang yang tergantung pada nilai E.
Nilai eigen dari operator H disebut sebagai energi eigen nilai.
Operator H dapat ditulis sebagai

+ V(x) = H, (3.43)

dimana H merupakan operator Hamiltonian untuk system satu


dimensi yang merupakan jumlah total energi kinetik dan
potensial.(Energi eigen nilai E dapat dianalogikan sebagai energi
gelombang seperti pada gelombang senar, ada nada dasar dan
nada atas, maka pada kuantum terdapat energi tingkat dasar =
energi yang terendah dari suatu system, dan energi tingkat atas
yang biasanya disebut energi yang tereksitasi).

3.4 Interpretasi Statistika Fungsi Gelombang


Berdasarkan usulan de Broglie bahwa partikel dapat
berperilaku sebagai gelombang, apakah sebenarnya fungsi
gelombang yang diperoleh dari penyelesaian pers. Schrodinger?
Kita semua tahu bahwa sebuah partikel pasti akan berada pada suatu
titik tertentu, tetapi gelombang akan menyebar kesegala arah dalam
ruangan sebagai fungsi posisi untuk suatu waktu tertentu. ( misalnya
gelombang cahaya) Kalau begitu, bagaimana gelombang dapat
digunakan untuk mendiskripsikan sebuah partikel? Menurut Born,
mengenai interpretasi statistika tentang fungsi gelombang,
merupakan besarnya peluang untuk ditemukannya
partikel pada sebuah titik x pada saat t, atau tepatnya
2
 ( x, t )
dx adalah besarnya peluang untuk ditemukannya
partikel dalam interval antara x dan x + dx pada saat t.
(3.44)

A B C 49
x
Gambar 3.4 Tipe fungsi gelombang
Dari gambar 3.4 dapat dikatakan bahwa peluang yang paling besar
ditemukannya partikel di titik B, dan paling tidak mungkin
ditemukan partikel di titik A atau C. Interpretasi statistika mengenai
fungsi gelombang menunjukkan bahwa kita tidak dapat meramalkan
secara pasti hasil pengukuran, misalnya posisi, walaupun alat yang
dipakai untuk melakukan pengukuran akurat dan tepat karena
pengukuran dalam mekanika kuantum selalu mengandung
ketidakpastian.
Karena interpretasi statistika fungsi gelombang tersebut,
maka probabilitas (peluang) memainkan peran sentral dalam
mekanika kuantum. Kemungkinan ditemukannya partikel dalam
interval tertentu, misalnya antara a dan b dapat diperoleh dengan
mengintegralkan pers (3.44) dengan batas integral dari a sampai b,

(3.45)

dimana = P(x) disebut sebagai rapat probabilitas untuk


ditemukannya partikel dititik x pada saat t. Bila pers. (3.41)
diintegralkan dari -  sampai , maka dalam interval tersebut pasti
ditemukan partikel, maka
(3.46)
Fungsi gelombang (x,t) pada pers (3.46) diperoleh dari
penyelesaian pers. Schrodinger dan bila A(x,t) juga merupakan
penyelesaian pers. Schrodinger sedemikian hingga kondisi pada

50
pers. (3.46) terpenuhi maka dapat dikatakan bahwa fungsi
gelombang tersebut ternormalisasi. Tetapi bila penyelesaian pers
Schrodinger untuk beberapa system, nilai pada pers (3.46) menuju
tak terhingga, maka pada system tersebut tidak ada konstanta
pengali A yang menyebabkan pers. (3.46) berharga 1, dan (x,t)
merupakan fungsi gelombang yang tak ternormalisasi. Bila fungsi
gelombang tak ternormalisasi maka fungsi gelombang tersebut tidak
dapat merepresentasikan sebuah partikel dan kondisi tersebut harus
ditolak. Demikian juga agar fungsi gelombang ternormalisasi maka
fungsi gelombang tersebut menjadi nol dititik x = .
Apabila pada saat t=0 fungsi gelombang (x,0)
ternormalisasi, apakah fungsi gelombang tersebut tetap
ternormalisasi dengan berubahnya waktu? Salah satu sifat pers.
Schrodinger adalah bahwa penyelesaiannya menghasilkan fungsi
gelombang yang bersifat kekal yaitu sekali ternormalisai akan tetap
ternormalisasi. Dengan demikian dapat ditunjukkan bahwa
= =0 (3.47)

Karena = (3.48)
dan pers Schrodinger yang merupakan fungsi posisi dan waktu pers
(3.36) dapat ditulis

= (3.49)

serta Complex conjugate dari pers (4.20 ) adalah

( )* = (3.50)

maka bila pers (3.49) dan (3.50) dimasukkan kedalam pers ( 3.48 )
diperoleh
= =

51
= ) (3.51)

Dari manipulasi operasi differensial sederhana dapat diperoleh

(3.52)

Bila pers (3.52) dimasukkan ke dalam pers (3.51) maka

(3.53)

= =0

Karena  harus berharga nol pada saat harga x menuju , sebab
bila tidak nol fungsi gelombang menjadi tak ternormalisasi, maka

= =0

Dengan demikian berharga konstan dan (x,t)

ternormalisasi.
Bila didefinisikan
(3.54)
didefinisikan sebagai arus probabilitas, maka pers (3.53) dapat
ditulis menjadi

52
=
atau secara umum dapat ditulis menjadi
+ =0 (3.55)
yang tidak lain merupakan persamaan kontinyuitas yang
mencerminkan hukum kekekalan muatan.
Dari diskusi di atas dapat dikatakan bahwa pengukuran
benda-benda dalam skala mikroskopik hasilnya hanya dinyatakan
sebagai peluang, P, dengan demikian hasil pengukuran tersebut
adalah merupakan nilai harap yang analogi dengan rerata yang
diperoleh dari pengukuran berulang kali pada mekanika klasik.
Besarnya simpangan pengukuran yang juga disebut sebagai
ketidakpastian pengukuran posisi didefinisikan sebagai
= (3.56)
Dengan jalan yang sama besarnya ketidakpastian pengukuran
momentum yang dilakukan bersamaan dengan pengukuran posisi
dapat dinyatakan sebagai
dan = (3.57)
Di dalam pengukuran benda-benda yang berukuran atomik
(bersifat mikroskopik) hasil pengukuran yang diperoleh adalah
hanya bersifat probabilistik yang merupakan nilai harap atau dapat
didekati sebagai nilai rerata saja.
<x> = nilai harap ditemukan partikel pada posisi (a, b) didefinisikan
sebagai

(3.58)

karena P(x) dx = = 1 , (x,t) ternormalisasi

53
Nilai harap suatu variabel (besaran fisis) yang diukur secara
mikroskopis, misalnya f dapat dinyatakan sebagai

< >= (3.59)

dimana (x,t) adalah fungsi gelombang yang ternormalisasi dan


adalah operator.

3.5 Ilustrasi Tentang Prinsip Ketidakpastian Heisenberg


Seperti pada sub bab sebelumnya, untuk memberikan
gambaran tentang prinsip ketidakpastian terhadap hasil pengukuran
bila dilakukan pengukuran pada benda-benda yang bersifat
mikroskopik, dapat dilakukan dengan menggunakan eksperimen
bayangan (eksperimen yang hanya di pikiran). Untuk mendeteksi
benda-benda mikroskopik selalu dilakukan dengan cara melakukan
interaksi antara gelombang elektromagnetik (cahaya/sinar) dengan
benda mikroskopik tersebut. Misal untuk mengetahui posisi electron
dalam suatu material, maka material tersebut disinari dengan cahaya
yang mempunyai panjang gelombang dan citra yang terbentuk
karena penyinaran tersebut diproyeksikan ke layar seperti pada
eksperimen optika. Gambar 3.5 menunjukkan peralatan eksperimen
utama yang disederhanakan Jarak terkecil antara posisi dua benda
mikroskopik yang dapat ditentukan (dideteksi) oleh mikroskop
disebut sebagai daya resolusi mikroskop yang dinyatakan sebagai
dan ketidakakuratan lokalisasi electron sebanding dengan
layar
jarak terkecil yang terdeteksi yaitu,
(3.60a)

lensa


 , elektron

54 x
Gambar 3.5 Penentuan posisi
electron dengan mikroskop
Ketidakpastian pengukuran tergantung pada panjang gelombang EM
atau foton yang digunakan, makin kecil panjang gelombang yang
digunkan makin kecil pula ketidakpastian pengukuran. Bila foton
masuk ke dalam material yang terdiri dari susunan electron, ada
foton menumbuk electron sehingga electron melakukan reaksi,
maka ketidakpastian momentum electron pada arah x dan foton
dapat didekati sebagai (3.60b)
Maka
Makin kecil harga atau makin akurat hasil pengukuran x atau
px. Karena hasil kali keduanya konstan, maka dapat disimpulkan
bahwa tidak dapat dilakukan pengukuran posisi dan momentum
secara serentak yang memberikan hasil pengukuran yang cukup
akurat.

Prinsip ketidakpastian Heisenberg


Dari sifat materi sebagai gelombang dapat dilihat adanya
hubungan langsung antara penentuan posisi dan momentum secara
mikroskopik , yaitu kita tidak dapat menentukan secara eksak posisi
dan momentum yang diukur sec ara serentak. Besarnya
ketidakpastian hasil pengukuran secara serentak momentum dan
posisi disebut prinsip ketidakpastian Heisenberg.
Untuk mendemonstrasikan adanya prinsip ketidakpastian, marilah
kita tinjau paket gelombang

(3.61a)

55
Paket gelombang pada pers (3.61a) diilustrasikan seperti pada
gambar 3.6

 * ( x,0)

x
Gambar 3.6 Rapat probabilitas dari paket
x

gelombang pada pers (3.17a) pada saat t=0


Ekstensi dari gelombang group ditunjukkan dengan yaitu jarak
dari minimum pertama ke titik maksimum. Dan besarnya rapat
probabilitas pada titik minimum adalah nol,

| =0 (3.62)

Bila vg –x = , dari pers (3.54),


sin =0 = sin n
Maka diperoleh harga ketidakpastian untuk minimum pertama n=1

Dengan memasukkan harga momentum menurut de Broglie dapat


diperoleh estimasi ketidakpastian .
Prinsip ketidakpastian Heisenberg sebagai konsekuensi sifat materi
sebagai gelomband, hal ini berarti bahwa gelombang sebagai medan
pemandu dari partikel. Dengan menggunakan prinsip superposisi
mpprobabilitas medan adalah paduan paket gelombang dari
gelombang-gelombang yang mempunyai momentum yang definit
(gelombang bidang). Partikel yang dipandu oleh paket gelombang
dapat ditemukan dengan kebolehjadian yang cukup tinggi dalam

56
rentang karena partikel terlokalissi dalam rentang . Untuk
lokalisasi partikel dalam tersebut, diperlukan sejumlah besar
paket gelombang yang mempunyai momentum mendekati yaitu
momentum dari paket gelombang yang lebarnya .
Untuk menjabarkan prinsip ketidakpastian, perlu
didefinisikan lebih dulu sebuah ukuran deviasi (simpangan) p x atau x
terhadap nilai reratanya, <px> atau <x>, yang akan didiskusikan
pada sub bab berikutnya.

<x>= dan kuadrat deviasi

= =
untuk posisi x

<p>= dan

= =
untuk momentum.
Pada pembahasan penjabaran prinsip ketidakpastian berikut
ini kita pilih sistem koordinat sedemikian hingga titik awal koordinat
adalah titik tetap yang berimpit dengan titik <x> = yang
merupakan pusat dari distribusi partikel, maka di set sama dengan
nol , karena kedua titik yang berimpit tersebut selalu bergerak
bersama maka kecepatan pusat distribusi partikel = <p> = juga
sama dengan nol. Untuk menciptakan hubungan antara besaran x 2
dan , marilah kita tinjau bentuk integral dari kuadrat suatu

fungsi yang mencakup operator posisi x dan operator momentum


, yaitu
I( ) = (3.63)
Fungsi dalam integral pada pers (3.63) merupakan fungsi kuadrat,
maka harga I( ) selalu positif atau sama dengan nol. Penyelesaian

57
integral pada pers (3.63) dapat dilakukan dengan menguraikan
bentuk kuadrat dari fungsi menjadi

I( ) =

(3.64a)

A - C
B
A= = <x2> = (3.64b)

B=- =

= + =1 (3.64c)

C= = -

= = > = (3.64d)

dan I( )= A - B + C 0 (3.64e)
Pertidaksamaan kuadrat pada pers. (3.64e) selalu berharga positif
atau nol , maka harga diskriminan dari persamaan kuadrat dengan
variable tersebut harus kurang dari nol atau nol,
D=B2-4AC (3.64f)
maka akar-akar dari pers kuadrat tersebut merupakan bilangan
kompleks.
Kemudian hasil perhitungan pada pers (3.64b), (3.64c) dan (3.64d)
dimasukkan ke dalam pers (3.64a) dan menggunakan kondisi pers
(3.64f) diperoleh

1-4 atau (3.65)

Beberapa contoh ilustrasi prinsip ketidakpastian Heisenberg pada


pengukuran serentak antara posisi dan momentum yang tak akan
mungkin memberikan menghasilkan kedua pengukuran secara tepat.

58
3.6. Superposisi Gelombang Bidang
Persamaan gelombang bidang yang merepresentasikan
partikel bebas merupakan bentuk khusus dari pers (3.26) dimana
energy total partikel E = yang terkuantisasi menjadi E =
mempunyai energy potensial V(x) =0, sehingga fungsi
gelombang partikel bebas dapat dinyatakan sebagai
= (3.66)
dan rapat probabilitasnya adalah | |2 = c2 Bila sebuah partikel
yang direpresentasikan oleh terkungkung dalam volume V,
dan berdasarkan kondisi batas bahwa fungsi gelombang
ternormalisasi, maka = 1 atau Vc2 =1 atau
Untuk keadaan –keadaan partikel (states ) yang terlokalisasi,
yaitu semua partikel terkonsentrasi pada suatu tempat , fungsi
gelombang sistem partikel tersebut merupakan perpaduan dari
masing-masing gelombang bidang yang dinyatakan sebagai
(3.67)

Paket gelombang 3 dimensi

Bentuk persamaan (3.67) menjadi lebih sederhana bila kita hanya


meninjau paket gelombang Gaussian untuk satu dimensi saja, misal
kita pilih komponen arah x, dimana
=A (3.68)
Merupakan fungsi momentum dalam satu dimensi. Dengan
memasukkan pers (3.68 ) ke dalam pers (3.67) dan dengan
mensubstitusi variable-variabel baru yang berharga konstan dalam
integral pada persamaan tersebut sebagai berikut:

59
, , , (3.69)

Maka komponen satu dimensi untuk pers (3.67) dapa ditulis menjadi
(3.70)

Integral pada pers (3.70) dapat diselesaikan dengan menggunakan


integral Gaussian

(3.71)

Rapat probabilitas untuk partikel yang direpresentasikan dengan


fungsi gelombang pada pers (3.71) adalah
(3.72)

Faktor normalisasi fungsi gelombang pada pers (3.70) dapat

ditentukan dengan menggunakan definisi

dan dengan memanipulasi variable pada pers (3.72) sedemikian


hingga pers (3.72) secara eksplisit merupakan fungsi x sebagai
berikut:

= = (3.73)

dimana dan (3.73a)


Dengan memasukkan pers. (3.73) ke dalam pers (3.72) dan
diintegralkan terhadap variable x

{ }dx =1

=1 (3.74)

60
Dengan memasukkan nilai a pada pers (3.69) dan nilai pada pers
(3.73a) ke dalam pers (3.74) sehingga pers (3.74) menjadi

maka harga faktor normalisasi A dapat diperoleh sebagai


(3.75)
Dengan memasukkan harga A pada pers (3.75) dan pers (3.75) ke
dalam pers (3.72) maka pers (3.72) menjadi

| { } (3.76)

Pers (3.76) menunjukkan rapat probabilitas yang merupakan fungsi


posisi dengan bentuk fungsi Gaussian. Kecepatan group maksimum
dari paket gelombang , = , seperti pada mekanika
klasik, sedangkan kecepatan fase dari masing-masing individu
gelombang bidang yang merupakan komponen penyusun dari paket
gelombang adalah . Karena harga merupakan fungsi
waktu yaitu kenaikan sebanding dengan kenaikan waktu, maka
dengan bertambahnya waktu nilai menjadi lebih datar atau
lebih menyebar ini berarti partikel-partikel dalam sistem partikel
menjadi lebih menyebar.
Rapat probabilitas pada pers (3.76) sangat bermanfaat untuk
digunakan dalam penentuan nilai rerata posisi suatu partikel dan
deviasi standard dari posisi partikel tersebut. Nilai harap dari posisi
partikel, <x>, dihitung dengan

<x>= (3.77a)

61
= - = vt (3.77b)
Suku pertama pada persamaan (3.77) menjadi nol karena
merupakan fungsi genap dari (x-vt).
Sedanngkan deviasi standard dari posisi x didefinisikan sebagai
= =
=

Dimana = =

{ } (x-vt)2

+2vt { } (x-vt)

+ (vt)2 { } (3.78)

= (3.79)
Hasil integrasi pada pers (3.79) diperoleh dari penyelesaian pers
(3.78) dengan menggunakan integral fungsi Gaussian. Dengan
memasukkan pers (3.77) dan (3.79) kedalam pers (3.80), maka
diperoleh nilai deviasi standard dari posisi partikel yaitu
(3.80)

Contoh
1. Sebuah partikel yang bersifat makroskopik, bermassa m= 1023 mp
dimana mp adalah massa sebuah proton. Dalam kondisi awal,
besarnya ketidak pastian posisi partikel adalah
=10-8 cm dan pada saat 1 = 10 10 s dimana besarnya ,
maka besarnya ketidakpastian posisi berubah menjadi (
nilai akhir ketidakpastian ini sedikit tak relevan dengan
pertambahan benda makroskopik. Dapat ditunjukkan bahwa
!

62
t=0

t=t1
t=t2
h he-1

v.t1 v.t2

2d 2(1  2 )d
Gambar 3. 7 Skema gerak paket gelombang Gaussian ,sebarannya dan lebar
setengah gelombang yang mana fungsi gelombang menurun dengan fraksi
penurunan sebesar e-1

Evolusi paket gelombang Gaussian dari partikel pada contoh


soal diatas ditunjukkan pada gambar 3.7 dimana pada saat t=0 sistem
partikel terdistribusi pada daerah di bawah kurva Gaussian yang
lebarnya lebih kecil yang bearti partikel terkonsentrasi lebih rapat,
dengan bertambahnya waktu, sistem partikel tersebar pada daerah di
bawah kurva yang makin melebar yang berarti probabilitas
ditemukan partikel pada posisi tertentu dibawah kurva mengecil atau
ketidakpastian ditemukannya partikel membesar.

3.7 Rapat Probabilitas Untuk Pengukuran Momentum


Pada bab sebelumnya telah dibahas probabilitas partikel
dapat ditemukan pada suatu posisi tertentu dalam volume yang
sangat kecil, d3x yang sebanding dengan kuadrat harga mutlak dari
fungsi gelombang yang mendeskripsikan partiel tersebut. Analogi
dengan posisi, kebolehjadian ditemukannya partikel yang
mempunyai momentum tertentu , p, dalam d3p , direpresentasikan
sebagai W(x,t) d3p, maka harga total kebolehjadian ditemukan
partikel yang mempunyai momentum p adalah sama dengan 1atau
ternormalisasi,

63
=1 (3.81)
Untuk menentukan fungsi gelombang yang merepresentasikan gerak
partikel sebagai fungsi momentum dan waktu, dapat diperoleh
dengan transformasi Fourier dari pers (3.67). Pers (3.67) dapat
ditulis dalam bentuk
(3.82)

dimana =
Dengan menggunakan pers (3.82) akan ditentukan W(x,t) menurut
definisi pada pers (3.81), dan dengan menggunakan definisi dV=d3x,
dan =

= (3.83)

= | |2 (3.83a)

Di sini kita telah menggunakan definisi fungsi delta Dirac 3 dimensi

= (3.84a)

dan = | (3.84b)

Bentuk umum fungsi delta Dirac satu dimensi didefinisikan sebagai

= atau = (3.84c)

dan untuk 3 dimensi adalah

64
= atau =

(3.84d)
Dari pers (3.83a) dapat disimpulkan bahwa rapat probabilitas
untuk penemuan partikel yang mempunyai momentum p dalam
ruang momentum adalah
W(x,t) = | |2 (3.85)
Pers (3.85) menunjukkan bahwa untuk gelombang bidang dengan
momentum p0, transformasi Fourier berbeda dengan nol hanya untuk
harga p = p0.
Untuk sistem satu dimensi, rapat probabilitas ditemukannya
partikel dengan momentum p dalam interval dp adalah

W(x,t) = | |2 = (3.86)

Rapat probabilitas pada pers (3.48) tidak tergantung pada waktu


karena kita hanya meninjau partikel bebas. Dengan menggunakan
pers (3.86), besarnya nilai harap momentum dari sebuah partikel
adalah
= p= (p-p0) + p0
(3.87)
= p0
karena suku kedua ruas terkanan pada pers (3.87) diselesaikan
dengan integral bentuk Gaussian sehingga diperoleh

= p0 = p (3.87a)

Dan integral suku pertamanya sama dengan nol karena fungsi yang
diintegralkan merupakan fungsi genap. Sedangkan besarnya kuadrat
standard deviasi dari momentum yang didefinisikan sebagai

65
= =
=
dimana = p0 = nilai harap momentum
= =< >=
sehingga

= (3.88)

Pers (3.88) dapat diselesaikan dengan menggunakan integral parsiil


terhadap variabel (p-p0),

= +

(3.88a)

dimana suku pertama pada pers (3.88a) bernilai 0 dan suku kedua
tidak lain merupakan integral Gaussian yang hasilnya adalah

= , maka

= atau = (3.89)

Besarnya dapat diperoleh dari pers (3.80) dan pers (3.89)


sebagai
= = (3.90)
Pers (3.90) merupakan kasus khusus dari hasil kali ketidakpastian
pengukuran posisi dan momentum yang dilakukan secara serentak
yang secara umum dinyatakan sebagai
(3.90a)
Dalam pembahasan di atas kita telah mengaplikasikan sifat-sifat
transformasi Fourier.

66
3.8 Operator dan Hasil kali Skalar
Di dalam mekanika klasik kita telah mengukur besaran-
besaran fisika seperti posisi, momentum, enenrgi, gaya dan lain-lain,
dan besaran –besaran fisika tersebut disebut sebagai variable yang
dapat diamati yang diberi istilah sebagai observable. Dalam
mekanika kuantum kita tidak dapat mengukur secara langsung
besaran fisika diatas karena benda yang menjadi obyek dalam
mekanika kuantum berukuran mikroskopik (atomic) dan untuk
pengukuran atau pengamatannya kita perlu menginteraksikan
gelombang elektromagnetik dengan obyek tersebut. Seperti telah
didiskusikan pada sub bab sebelumnya obyek dalam mekanika
kuantum direpresentasikan dengan fungsi gelombang sebagai
pemandu medan, dan besaran fisika dalam kuantum dipandang
sebagai operator yaitu yang beroperasi pada fungsi gelombang.
Contohnya variable posisi x dalam mekanika kuantum menjadi
operator posisi , variable momentum linier satu dimensi, px
menjadi operator , dll
Tinjauan umum mengenai operator sebagai berikut: sebuah
operator A didefinisikan dengan formula bahwa untuk fungsi
gelombang berlaku
A (3.91)

Contoh : A

Operator A disebut operator linier bila A dan A


dimana c1 dan c2 adalah bilangan kompleks, maka
A(c1 (3.92)

Contoh : xi, , , , dll


Berikut ini beberapa operasi aljabar pada operator :
Perkalian bilangan konstan dengan operator cA = A(c ) (3.93a)
Penjumlahan antara dua operator : (A + B ) = A + B (3.93b)
Hasil kali antara dua operator : AB = A(B ) (3.93c)

67
Ada dua buah operator khusus yaitu operator satuan dan operator nol
:1 = ,0 =0 (3.93d)
Hubungan komutasi antara dua operator A dan B didefinisikan
sebagai
[A,B] = AB – BA (3.94)
Secara umum dua atau lebih operator tidak komutatif, yaitu AB ≠
BA, bila dua buah operator bersifat komutatif, maka [A,B] = AB –
BA = 0
Berikut ini beberapa formula hubungan komutasi dari beberapa
operator :
[A+B,C] = [A,C] + [B, C] (3.95a)
[AB,C] = A[B,C] + [A,C]B (3.95b)
Contoh aplikasi sifat-sifat hubungan komutasi:
= = )- =

+ + =

Jadi =
= dst
Perkalian scalar antara dua fungsi gelombang didefinisikan sebagai

= (3.96)

Sifat-sifat perkalian secara scalar antara lain:


*
1. =
2. = +
3. = + (3.97)
4.
5. Operator dalam perkalian scalar

= (3.98a)

6. Bila A+ adalah adjoint dari operator A maka

68
= , yaitu

= (3.98b)
7. Bila operator A adalah hermitian, maka A+ = A, dan sebagai
konsekwensinya
(AB)+ = B+ A+ dan [A+,B+] = [B,A]+ (3.98c)
8. Identitas Baker Hausdorff: eABe-A = B+ [A,B] + +
… (3.98d)
dimana eA= 1 +A+ + + ……. =

3.9 Prinsip Korespondensi


Munculnya teori kuantum karena teori yang dikembangkan
oleh mekanika klasik tidak bisa digunakan untuk menjelaskan hasil
eksperimen. Walaupun begitu, persaman Schrodinger yang
merupakan ruh dari mekanika kuantum dikembangkan berdasarkan
definisi energy total pada mekanika klasik. Kondisi inilah yang
mendorong ide tentang korespondensi antara mekanika klasik
dengan mekanika kuantum. Teori mekanika kuantum dapat berubah
menjadi mekanika klasik bila energy sistem menjadi sangat besar
atau mendekati nol.

Contoh 1:
Korespondensi antara frekuensi dari radiasi (foton) yang
dipancarkan oleh perpindahan electron dari orbit yang lebih tinggi
ke orbit yang lebih rendah dimana bilangan kuantum utama dari
orbit tersebut sangat besar dengan frekuensi electron yang mengorbit
inti untuk bilangan kuantum yang sama. Dengan kata lain dapat
dikatakan bahwa frekuensi radiasi sama dengan frekuensi rotasi
electron.

69
Frekuensi radiasi menurut model atom Bohr,

(3.99)

Dan frekuensi rotasi yang diperoleh dari hubungan mvr =

n dan

Dapat ditunjukkan bahwa untuk harga n menuju .

Contoh 2:
Korespondensi antara variable yang terukur dalam mekanika klasik
dengan operator dalam mekanika kuantum
1. momentum linier satu dimensi:
2. momentum linier tiga dimensi

3. energy kinetik dalam satu dimensi Ek = (3.100)

4. Energi kinetic dalam tiga dimensi: Ek =


5. Energi mekanik = energy kinetic +energy potensial = E
Untuk partikel bebas, energy potensialnya nol, maka
Ek =E= energy total,E =

maka

Dalam mekanika kuantum, energy total E adalah eigen nilai dari


operator Hamiltonian H, yaitu H =

70
Untuk partikel bebas dalam H = dan untuk partikel

yang dipengaruhi oleh suatu medan (potensial) H = + V(x)

3.10 Teorema Ehrenfest


Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa teori mekanika
kuantum dapat menjelaskan hasil eksperimen benda-benda yang
berukuran subatomic, sedangkan mekanika Newton hanya dapat
menjelaskan benda-benda yang bersifat makroskopik, maka dalam
kasus tertentu dimana ukuran benda menjadi besar prinsip –prinsip
pada mekanika kuantum berlaku dalam mekanika klasik Contoh :
prinsip korespondensi frekuensi radiasi foton yang dipancarkan
sama dengan frekuensi rotasi electron mengorbit inti.
Marilah kita tinjau pers Schrodinger dan complex
conjugatenya
= dan cc nya = (3.101)
Harga ekspektasi sebuah operator linear A didefinisikan sebagai

<A>= (3.102)

Perubahan harga ekspektasi terhadap waktu dapat dituliskan sebagai

<A>= { } (3.103a)

= + +

(3.103b)

Dengan memasukkan pers (3.101) ke dalam pers (3.103b) diperoleh

71
= + +

= +

= + (3.104)

Kesimpulan
1. Efek operator Hamiltonian yang hermitian ( Hermisitas
Hamiltonia) : Bila fungsi gelombang dan berharga nol ditak
terhingga, setelah diintegralkan parsiil dua kali dapat
ditunjukkan

= (3.105)

Karena operator energy potensial V(x) hanya tergantung pada


posisi, maka

= (3.106)

2. Pembandingan dengan mekanika klasik didalam mekanika


klasik, koordinat umum posisi dan momentum q, p, persamaan
gerak dinyatakan sebagai
(3.107)

dimana - (3.108)
disebut Poisson Bracket . Poisson Bracket dalam meknika klasik
berkorespondensi dengan hubungan komutasi dikalikan dengan
, yaitu (3.109)

72
3. Pembahasan operator yang paling penting yaitu operator
Hamiltonian yaitu dengan menyelidiki hubungan komutasi
dengan posisi:

= = +

= + = (3.110)
4. Bila gaya F didefinisikan sebagai F= , dengan
menggunakan sifat=sifat hubungan komutasi antara momentum
p dan posisi x, tunjukkan bahwa
a) < x> =

dan b) < p> = = < F(x) > (3.111)


Bila kedua pers a) dan b) dipadukan, maka akan diperoleh
persamaan yang analog dengan persamaan Hukum Newton II,
yaitu soal a) dideferensialkan sekali lagi terhadap waktu :

< x> = =

atau m < x>= < F(x)> (3.112)

Persamaan yang terakhir ini merupakan teorema Ehrenfest yang


secara klasik sebagai harga rerata.

Teorema Ehrenfest
(a) Misalkan fungsi gelombang (x, t) merepresentasikan gerak
suatu partikel dan Persamaan Schrodinger untuk partikel tersebut
dapat ditulis:

(3.36)

Dan konjugasi persamaan (3.36) adalah

= (3.113)

73
Disini kita mengasumsikan bahwa V(x) riil. Integral
harus tertentu, maka:

|(x,t)|2 = |(x,t)|2 = 0 dan

= =0 (3.113a)

Perubahan nilai harap x, <x> terhadap berubahnya waktu atau


derivative pertama <x> terhadap waktu, dimana x adalah
variable yang tidak secara eksplisit merupakan fungsi waktu,
didefinisikan sebagai

=
(3.114)
Dengan subsitusi persamaan Schrodinger dan konjugasi ke
dalam pers (3.114) didapatkan:
=

(3.115)

Integrasi dengan bagian memberikan:

74
=

(3.116)
Menggunakan (3.111a) suku pertama dan ketiga pada pers
(3.116) di atas sama dengan nol, maka kita dapatkan
=

(3.117)

Pada pers (3.117), suku ke 2 dan ke 3 saling menghilangkan,


maka diperoleh
= +

(b) Turunan pertama terhadap waktu dari p dinyatakan sebagai

=
(3.118)
Karena (x, t) merupakan fungsi yang smooth, maka direvasi
(turunan) pertama terhadap t dan terhadap x pada suku kedua
pers (3.118) dapat dibalik menjadi

75
Dan dengan menggunakan persamaan Schrodinger pers (3.36),
persamaan (3.118) menjadi:

(3.119)
Integrasi dengan bagian pola pertama memberikan:
(3.120)

Dengan menggunakan (3.113a), diperoleh :

(3.121)

Sekali lagi, bila diintegralkan secara parsiil diperoleh:

= (3.122)

Kembali ke (3.119), kita akhirnya mendapatkan:

76
(3.313)

SOAL
1. Tunjukkan bahwa = =
2. Sebuah peluru, massa m bergerak dengan kelajuan 108 cm/s dan
ketidakpastian kelajuannya adalah = 10-1 cm/s
Tentukan ketidakpastian posisinya bila dilakukan pengukuran
posisi dan kelajuan secara serentak!
3. Buktikan pers (3.79) dari penyelesaian integral pada pers (3.78)!
4. Buktikan pers (3.99) !
5. Bila contoh 1a) diganti dengan partikel , , tentukan
waktu yang diperlukan agar ketidak pastian posisi yang mula-
mula =10-11 cm pada saat t=0 sehingga harga
ketidakpastian posisinya berubah menjadi atau harga yang
mula-mula nol menjadi berharga !
6. Buktikan pers (3.111) dan (3.112) !
7. Tentukan ketidakpastian momentum yang besarnya samadengan
momentum electron itu sendiri!
8. Hitung ketidakpastian posisi yang terkait dengan ketidakpastian
momentum bila pengukuran dilakukan secara serentak!

77
78

Anda mungkin juga menyukai