Anda di halaman 1dari 20

PANDUAN

IDENTIFIKASI PASIEN DENGAN PENATALAKSANAAN


HAMBATAN DI RSUD SUNGAI RUMBAI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUNGAI RUMBAI


TAHUN 2022
JL. Lintas Sumatera Km.42 Sungai Rumbai Provinsi Sumatera Barat (27684)
Telp. 0754 – 2371985, Fax. 0754 – 2371985
email : rsudsungairumbai@gmail.com
website : www.rsud-sungairumbai.dharmasrayakab.go.id
PENYUSUN

PANDUAN IDENTIFIKASI PASIEN DENGAN PENATALAKSANAAN HAMBATAN DI


RSUD SUNGAI RUMBAI

Tim Penyusun :

1. Ns. Luluk Setiawan


2. Dr. Rufaldi Fernando
3. Dr. Mike Ortunaida, MARS
4. Dr. Fitriani
5. Drg. Anadya Multi Seira
6. Ns. Gusneli S.Kep
7. Dr. Zeniana Rahayu
8. Ns. Asnimar, S.Kep
9. Hartati Sukma, A.Md. Kep

i
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum, WW

Pertama – tama marilah kita panjatkan puji syukur kita kehadapan Tuhan yang
Maha Esa atas keberhasilan penyusunan Panduan Identifikasi Pasien Dengan
Penatalaksaan Hambatan di Rumah Sakit Umum Daerah Sungai Rumbai.

Pedoman ini dimaksudkan sebagai acuan dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan


sesuai dengan SPO dan standart keselamatan pasien yang ditetapkan Kementrian
Kesehatan.

Demikianlah pedoman ini disusun untuk dijadikan acuan dana disosialisasikan agar
tercapai kesamaan pengertian, keseragaman dalam pelaksanaan, pencatatan, pelaporan
serta pengawasan dalam penerapan Identifikasi Pasien Dengan Penatalaksaan Hambatan di
Rumah Sakit Umum Daerah Sungai Rumbai.

Ditetapkan di : Sungai Rumbai

pada tanggal : 01 Juli 2022

ii
DAFTAR ISI

PENYUSUN..............................................................................................................i

KATA PENGANTAR..................................................................................................ii

DAFTAR ISI............................................................................................................iii

SK PEMBERLAKUAN..............................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1

1. Latar Belakang.............................................................................................1
2. Pengertian....................................................................................................1
3. Tujuan..........................................................................................................7

BAB II Ruang Lingkup.............................................................................................8

BAB III Tata Laksana..............................................................................................9

BAB IV Dokumentasi.............................................................................................12

iii
PEMERINTAH KABUPATEN DHARMASRAYA
DINAS KESEHATAN
UPT RSUD SUNGAI RUMBAI
JL. Lintas Sumatera Km.42 Sungai Rumbai Provinsi Sumatera Barat
(27684) Telp. 0754-2371985, Fax 0754-2371985
email : rsudsungairumbai@gmail.com

SURAT KEPUTUSAN
DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUNGAI RUMBAI
NOMOR :189.1/ 362.s /KPTS-DIR/RSUD/VII/2022

TENTANG

MENGIDENTIFIKASI HAMBATAN DALAM POPULASI PASIEN


DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUNGAI RUMBAI

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUNGAI RUMBAI,


Menimbang : a. bahwa dalam mewujudkan kenyamanan dan kepuasan pasien
yang dirawat di Rumah Sakit Sungai Rumbai akan perlu
dilakukan identifikasi hambatan-hambatan yang ada dalam
populasi pasien di Rumah Sakit Sungai Rumbai;
b. bahwa untuk melaksanakan pelayanan yang berkualitas perlu
adanya suatu Kebijakan yang ditetapkan dengan keputusan
Direktur.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor : 4063);
2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 5072);
3. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor :
436/Menkes/SK/VI/1993 tentang berlakunya Standar
Pelayanan Rumah Sakit dan Standar Pelayanan Medik;
4. Surat Keputasan Menteri Kesehatan RI Nomor :
1333/Menkes/SK/XII/1999 Tanggal 8 Desember tentang
Penerapan Standar Pelayanan Rumah Sakit dan Standar
Pelayanan Medik;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 tahun 2020, tentang
Akreditasi Rumah Sakit;
6. Peraturan Bupati Nomor 69 Tahun 2019 tentang Pola Tata Kelola
Rumah Sakit Umum Daerah Sungai Rumbai Kabupaten
Dharmasraya;
7. Peraturan Bupati Nomor 100 Tahun 2019 tentang Pembentukan
Unit Pelaksana Teknis Rumah Sakit Umum Daerah Sungai
Rumbai Kabupaten Dharmasraya.

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : MENGIDENTIFIKASI HAMBATAN DALAM POPULASI PASIEN
DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUNGAI RUMBAI
KESATU : Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Sungai Rumbai
Tentang mengidentifikasi hambatan dalam populasi pasien di
Rumah Sakit Sungai Rumbai;

KEDUA : Kebijakan mengidentifikasi hambatan dalam populasi pasien yang


dimaksud Diktum KESATU sesuai dengan Pedoman Identifikasi
Hambatan Dalam Populasi Rumah Sakit;

KETIGA : Kebijakan dimaksud Diktum Kedua agar digunakan sebagai acuan


iv
oleh Rumah Sakit Sungai Rumbai dalam pemberian informasi
pelayanan;

KEEMPAT : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : Sungai Rumbai

pada tanggal : 01 Juli 2022

Tembusan disampaikan kepada Yth :

1. Kasubag Tata Usaha RSUD Sungai Rumbai di Sungai Rumbai


2. Kasi Pelayanan Medik RSUD Sungai Rumbai di Sungai Rumbai
3. Kasi Penunjang Medik RSUD Sungai Rumbai di Sungai Rumbai
4. Arsip

v
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Rumah sakit sering kali harus melayani komunitas dengan berbagai
keragaman. Terdpat psien-pasien yang mungkin telah berusia tua, atau menderita
cacat, bahasa atau dialeknya beragam, juga budayanya, atau ada hambatan lainnya
yang membuat proses mengakses dan menerima perawatan sangat sulit. Rumah
sakit mengidentifikasi hambatan tersebut dan menerapkan proses untuk
mengeliminasi atau mengurangi hambatan bagi pasien yang berupaya mencari
perawatan. Rumah sakit juga mengambil tindakan untuk mengurangi dampak dari
hambatan yang ada pada saat memberikan layanan.
Hambatan dapat diartikan sebagai halngan atau rintangan yang dialami
(Bududu-Zain, 1994:489), dalam konteks komunikasi dikenal pula gangguan
(mekanik maupun semantik), gangguan ini termasuk ke dalam hambatan
komunikasi (Effendy, 1993:45), efektivitas komunikasi salah satunya akan sangat
tergantung kepada seberapa besar hambatan komunikasi yang terjadi.
Didalam setiap kegiatan komunikasi, sudah dapat dipastikan akan
menghadapi berbagai hambatan. Hambatan dalam kegiatan komunikasi yang
manapun tentu akan mempengaruhi efektivitas proses komunikasi tersebut. Karena
pada komunikasi, massa jenis hambatannya relatif lebih kompleks sejalan dengan
komplesitas komponen komunikasi massa. Dan perlu diketahui juga, bahwa
komunikasi harus bersifat heterogen.
Disabilitas adalah kelinan fisik atu mental yang dapat mengganggu atau
menghambat bagi yang menderitanya untuk melakukan kegiatan secara normal.
2. Pengertian
Hambatan dapat diartikan sebagai halngan atau rintangan yang dialami
(Bududu-Zain, 1994:489), dalam konteks komunikasi dikenal pula gangguan
(mekanik maupun semantik), gangguan ini termasuk ke dalam hambatan
komunikasi (Effendy, 1993:45), efektivitas komunikasi salah satunya akan sangat
tergantung kepada seberapa besar hambatan komunikasi yang terjadi.
Didalam setiap kegiatan komunikasi, sudah dapat dipastikan akan
menghadapi berbagai hambatan. Hambatan dalam kegiatan komunikasi yang
manapun tentu akan mempengaruhi efektivitas proses komunikasi tersebut. Karena
pada komunikasi, massa jenis hambatannya relatif lebih kompleks sejalan dengan
komplesitas komponen komunikasi massa. Dan perlu diketahui juga, bahwa
komunikasi harus bersifat heterogen.

Jenis-Jenis Hambatan
1. Hambatan Fisik Dalam Proses Komunikasi (Disabilitas)
Merupakan jenis hambatan berupa fisik, misalnya cact pendengaran (tuna
rungu), tuna netra, tuna wicara. Maka dalam hal ini baik komunikatpr maupun
komunikan harus saling berkomunikasi secara maksimal. Bantuan panca indra
juga berperan penting dalam komunikasi ini. Contoh apabila terdapat seorang
perawat dengan pasien berusia lanjut. Dalam hal ini maka perawat harus
bersikap lembut dan sopan tapi bukan berarti tidak pada pasien lain. Perawat
harus lebih memaksimalkan volume suaranya apabila ia berbicara pada pasien
tuna rungu. Apabila pasien menderitan tuna wicara maka sebaiknya ia
mengoptimalkan panca indranya ( misal gerakan tangan, gerakan mulut) agar si
komunikan bisa menangkap apa yang di ucapakan komunikan apa yang
sebetulnya ia ucapkan.
Disabilitas dilihat dari asoek fisiknya dapat dibagi menjadi beberapa kategori,
yaitu:
1. Tuna Netra
Seseorang dikatakan tuna netra apabila mereka kehilangan daya lihatnya
sedemikian rupa sehingga tidak dapat menggunakan fasilits pada umumnya.
Menurut Kaufman & Hallahan, tuna netra adalah individu yang memiliki
lemah penglihatan atau akurasi penglihatan kurang dari 6/60 setelah
dikoreksi atau tidak lagi memiliki penglihatan.
1
Tuna netra dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Kurang awas (low vision), yaitu seseorang dikatakan kurang awas bila
masih memiliki sisa penglihatan sedemikian rupa sehingga masih sedikit
melihat atau masih bisa membedakan gelap dan terang.
b. Buta (blind), yaitu seseorang dikatakan buta apabila ia sudah tidak
memiliki sisa penglihatan sehingga tidak dapat membedakan gelap dan
terang.
Ciri-ciri fisik:
 Memilik daya dengar yang sangat kuat sehingga dengan cepat
pesan-pesan melalui pendengaran dapat dikirik ke otak.
 Memiliki daya pengobatan yang sensitif sehingga apa yang
dirasakan dapat dikirim langsung ke otak.
 Kadang-kadang mereka suka mengusap-usap mata dan berusaha
membelalakannya.
 Kadang-kadang mereka memilki perilaku yang kurang nyaman bisa
dilihat oleh orang normal pada umumnya atau dengan sebutan
blindism misalnya : mengkerut-kerutkan kening, menggeleng-
gelengkan kepala secara berulang-ulang tanpa disadarinya.
2. Tuna Daksa
Seseorang diktakan tuna daksa apabila terdapat anggota tubuh sebagai akibat
dari luka, penyakit, pertumbuhan yang salah bentuk sehingga mengakibatkan
turunnya kemampuan normal untuk melakukan gerakan-gerakan tubuh
tertentu dan mengoptimalkan potensi kemmpuannya diperlukan layanan
khusus. Tuna daksa dikategorikan menjadi dua, yaitu:
a. Tuna daksa orthopedic (orthopedically handicapped) yaitu merka yang
mengalami kelainan, kecacatan tertentu sehingga menyebabkan
terganggunya fungsi tubuh. Kelainan tersebut dapat terjadi pada bagian
tulang-tulang, otot-otot tubuh maupun pada daerah persendian, baik yang
dibawa sejak lahir maupun yang diperoleh kemudian. Contoh anak polio.
b. Tuna daksa syaraf (neurologically handicapped) yaitu kealinan yang terjadi
pada anggota tubuh yang disesbabkan gangguan pada syaraf. Salah satu
kategori penderita tuna daksa syaraf dapat dilihat pada anak cerebral
palsy.
Ciri-ciri fisik:
 Memiliki kecerdasan normal bahkan ada yang sangat cerdas
 Depresi, kemarahan dwa yang mendalam disertai dengan rasa
kedengkian dan permusuhan
 Penyangkalan dan peneriman atau suatu keadaan emosi
3. Tuna Rungu
Seseorang dikatakan tuna rungu apabila mereka kehilangan daya dengarnya.
Tuna rungu dikelompokkan menjadi:
a. Ringan (20-20 Db)
Umumnya mereka masih dapat berkomunikasi dengan baik, hanya kata-
kata tertentu saja yang tidak dapat mereka dengar lansung sehingga
pemahaman mereka menjadi sedikit terhambat.
b. Sedang (40-60 dB)
Mereka mulai mengalami kesulitan untuk dapat memahami pembicaraan
orang lain, suara yang mampu terdengar adalah suara radio dengan
volume maksimal.
c. Berat/parah ( di atas 60 dB)
Kelompok ini sudah mulai sulit untuk mengikuti pembicaraan orang lain,
suara yang mampu terdengar adalah suara yang sama kerasnya dengan
jalan pada jam-jam sibuk.biasanya memerlukan bantuan alat bantu
dengar, mengandalkan pada kemampuan membaca gerak bibir atau
bahasa isyarat untuk komunikasi.
Ciri-ciri fisik:
 Berbicara keras dan tidak jelas
 Suka melihat gerak bibir atau gerak tubuh temn bicaranya
 Telinga mengeluarkan cairan

2
 Menggunakan alat bantu dengar
 Bibir sumbing
 Suka melakukan gerakan tubuh
 Cenderung pendiam
 Suara sengau
 Cedal
4. Tuna Wicara
Seseorang dikatakan tuna wicara apabila mereka mengalami kesulitan
berbicara. Hal ini disebabkan kurang atau tidak berfungsinya alat-alat bicara
seperti rongga mulut, lidah,langit-langit dan pta suara. Selain itu, kurang
atau tidak berfungsinya organ pendengaran, keterlambatan perkembangan
bahasa, kerusakan pada sistem syaraf dan struktur otot serta
ketidakmampuan dalam kontrol gerak juga dapat mengakibatkan keterbatsan
dalam berbicara. Diantara individu yang mengalami kesulitan berbicara ada
yang sama sekali tidak dapat berbicara, dapat mengeluarkan bunyi tetapi
tidak mengucapkan kata-kata dan ada yang dapat
berbicara tetapi tidak jelas.
Masalah yang utama pada diri seorang tuna wicara adalah mengalami
kehilangan/terganggunnya fungsi pendengaran (tuna rungu) dan fungsi
bicara (tuna wicara) yang disebabkan oleh bawaan lahir, kecelakaan maupun
penyakit.Umumnya seseorang dengan gangguan dengar/wicara yang
disebabkan oleh faktor bawaan (keturunan/genetik) akan berdampak pada
kemampuan bicara. Sebaliknya seseorang yang tidak/kurang dapat bicara
umumnya masih dapat menggunakan fungsi pendengarannya walapun tidak
selalu.

2. Hambatan Semantik Dalam Proses Komunikasi


Semantik adalah pengetahuan tentang pengertian atau makna kata
(denotatif). Jadi hambtan semantik adalah mengenai bahasa, baik bahasa yang
digunakan oleh komunikator maupun komunikan.
Hambatan semantik dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Salah pengucapan kata atau istilah karena terlalu cepat berbicara.
Contoh: partisipasi menjadi partisisapi
2. Adanya perbedaan dan pengertian pada kata-kata yang penguapanya sama.
Contoh: bujang (sunda:sudah, sumatera:anak laki-laki)
3. Adanya pengertian konotatif
Contoh: secara denotatif, semua setuju bahwa anjing adalah binatang
berbulu,berkaki empat, sedangkan secara konotatif banyak orang
menganggap anjing sebaga binatang piaraan setia, bersahabat dan panjang
ingatan.
Jadi apabila ini disampaikan secara denotatif sedangkan komunikan
menangkap secara konotatif makan komunikasi kita gagal.

3. Hambatan Pisikologis Dalam Proses Komunikasi


Disebut sebagai hambatan pisikologis karena hambatan-hambatan tersebut
merupakan unsur-unsur dari kegiatan pisikis manusia.
Hambatan pisikologis dibagii menjadi 4 yaitu:
1. Perbedaan kepentingan atau interest
Kepentingan atau interest akan membuat seseorang selektif dalam
menanggapi atau menghayati pesan. Orang hanya akan memperhatikan
perangsang (stimulus) yang ada hubungannya dengan kepentingannya.
Effendi (1981: 43) mengemukakan secara gamblng bahwa apabila kita tersesat
dalamiran d hutan dan beberapa hari tak makan sedikitpun, maka kita akan
lebih memperhatikan perangsang-perangsang yang mungkin dapat dimakan
daripada yang lain. Andaikata dalam situasi demikian kita dihadapkan pada
pilihan antara makanan atau sekantong berlian, amak pastilah kita memilih
makanan. Berlain baru akan diperhatikan kemudian. mempengaruhi kita saja
tetapi juga menentukan daya tangga, perasaan, pikiran dan tingkah laku kita.

3
Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, komunikan pada komunikasi
masih bersifat heterogen. Heterogenitas itu meliputi perbedaan usia, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan yang keseluruhannya akan menimbulkan
adanya perbedaan kepentingan. Kepentingan atau interest komunikan dalam
suatu kegiatan komunikasi sangat ditentukan oleh manfaat atau kegunaaan
pesan komunikasi itu bagi dirinya. Dengan demikian komunika melakukan
seleksi terhadap pesannya.
Kondisi komunikan seperti ini perlu dipahami oleh seorang
komunikator. Misalnya apabila komunikator ingin agar pesannya dapat
diterima dan dianggap penting oleh komunikan, maka kominikator harus
berusaha menyusun pesannya sedemikian rupa agar menimbulkan
ketertarikan dari komunikan.
2. Prasangka
Menurut Sears, prasangka berkaitan dengan persepsi orang tentang
seseorang atau kelompok lain dan sikap serta perilakunya terhadap mereka.
Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai prasangka, maka
sebaiknya kita bahas terlebih dahulu pengertian persepsi.
Persepsi adalah pengalaman objek pribadi, peristiwa faktor dari hambatan:
personal dan situasional.
Untuk mengatasi hambatan komunikas yang berupa prasangka pada
komunikan, maka komunikator yang akan menyampaikan pesan melalui
media massa sebaiknya komunikator yang netral, dalam arti ia bukan orang
controversial, reputasinya baik artinya ia tidak pernah terlibat dalam suatu
peristiwa yang telah membuat luka hati komunikan. Dengan kata lain
komunikator itu harus accaptable. Disamping itu memiliki kredibilitas tinggi
karena kemapuan dan keahlianya.
3. Stereotip
Gambaran atau tanggapan mengenai sifat atau watak bersifat negatif
(Greungan,1983:169). Jadi stereotip itu terbentuk pada dirinya berdasarkan
keterangan-keterangan yang kurang lengkap dan subjektif.
Contoh: orang batak itu berwatak keras sedangkan orang jawa berwatak
lembut.
Seandainya dalam proses komunikasi massa ada komunikan yang
memiliki stereotip tertentu pada komunikatornya, maka dapat dipastikan
pesan apapun tidak dapat diterima oleh komunikan
4. Motivasi
Merupakan suatu pengertian yang melingkupi semua
pergerakan,alasan-alasan atau dorongan-dorongan dalam diri manusia yang
menyebabkan manusia berbuat sesuatu (Gerungan,1983:142).
Motif adalah sesuatu yang mendasari motivasi karena motif memberi tujuan
dan arah pada tingkah laku manusia. Tanggapan seseorang terhadap pesan
komunikan pun berbeda sesuai dengan jenis motifnya.
Motif dibagi menjadi 2 mcam, yaitu:
a. Motif Tunggal
Contoh: motif seseorang menonton acara “seputar indonesia” yang
disiarkan stasiun TV adalah untuk memperoleh informasi.
b. Motif Bergabung
Contoh: (kasus yang sama dengan motif tunggal) tetapi bagi orang lain
motif menonton televisi adalah untuk memperoleh informasi sekaligus
mengisi waktu luang.

4. Jenis-Jenis Hambatan Lain


Ada delapan penting untuk komunikasi lintas budaya dalam pelayanan
kesehatan:
1. Kurangnya pengetahuan
Petugas rumah sakit yang tidak belajar tentang perilaku diterima dalam
budaya yang berbeda dapat atribut perilaku pasien (misalnya diam,
penarikan) untuk alasan yang salah atau penyebab mengakibatkan penilaian
yang salah dan intervensi.

4
2. Ketakutan dan ketidakpercayaan
Rothenburg (1990) telah mengidentifikasi tujuh tahap penyesuaian bahwa
individu melewati selama pertemuan awal mereka dengan orang dari budaya
yang berbeda yang mereka tidak tahu atau mengerti.
Tahap-taph ini adalah:
 Ketakutan
setiap orang memandang orang lain sebagai berbeda dan oleh karena
itu berbahaya. Biasanya ketika orang-orang menjadi lebih baik
mengenal satu sama lain, ketakutan secara bertahap menghilang
hanya untuk digantikan oleh kata disukai.
 Tidak menyukai
Orang-orang dari budaya yang berbed sering curiga dari masing-masing
orang lain tindakan dan motif mereka karena mereka kurang memiliki
informasi.
 Penerimaan
Biasanya jika dua orang dari berbagai budaya yang berbeda
pengalaman cukup baik selama periode waktu.
 Respect
Jika individu dari beragam budaya berpikir terbuka akan
memungkinkan mereka untuk melihat dan menganggumi kualitas
hidup satu sama lain.
 Percaya
Orang dari beragam budaya telah menghabiskan cukup waktu bersama
yang berkualitas mereka biasanya mampu saling percaya.
 Menyukai
Untuk tahap akhir, individu-individu dari beragam budaya harus
mampu berkonsetrasi pada kualitas manusia yang mengikat orang
bersama-sama, bukan perbedaan yang menarik orang menjadi
terpisah.
3. Rasisme
Penghalang transkultur komunikasi antara petugas kesehatan dan pasien,
dan antara petugas kesehatan dan penyedia perawatan kesehatan lainnya.
Tipe-tipenya:
1. Rasisme individu : diskriminasi karena karakteristik biologis
2. Rasisme budaya : menganggap budaya sendiri lebih superior
Kelembagaan rasisme : lembaga (univeristas, bisnis, rumah sakit, sekolah
keperawatan) memanipulasi atau mentolerir kebijakan yang tidak adil
membatasi peluang ras tertentu, budaya atau kelompok.
4. Bias dan etnosentrisme
Apapun latar belakang budaya mereka memiliki kecendrungan untuk menjdia
bias terhadap nilai-nilai budaya mereka sendiri, dan merasa bahwa nilai-nilai
mereka benar dan nilai-nilai orang lain adlah salah atau tidak baik.

5. Stereotip perilaku
Sebuah stereotip budaya adalah asumsi beralasan bahwa semua orang dari
kelompok ras dan etnis tertentu yang sams. Sindrom tempat budaya adlah
bentuk stereotig yang masalah untuk banyak petugas kesehatan (dokter dan
perawat). Sindrom tempat budaya berkeyakinan bahwa “hanya karena klien
terlihat dan berprilaku dengan cara yang anda lakukan, anda berasumsi
bahwa tidak ada budaya atau hambatan potensi untuk perawatan”
(Buchwald, 1994).
6. Ritual
Merupakan prosedur dalam mengerjakan tugas.
7. Hambatan bahasa
Bahasa menyediakan alat-alat yang memungkinkan orang untuk
mengeskpresikan pikiran dan perasaan mereka.
a. Bahasa asing merupakan hambatan dalam berkomunikasi yang banyak
terjadi dalam praktik kedokteran. Adanya maslah hambatan berbahasa

5
asing dapat menjadikan penghalang terjadinya komunikasi efektif antara
petugas kesehatan dengan pasien ataupun pihak-pihak terkait lainnya.
b. Berbeda dialek dan regionalisme
c. Idiom dan “berbicara jalanan”
Bahasa asing, dilek dan regionalisme. Bahkan petugas kesehatan dan
pasien berbicara bahasa yang sama, kesalapahaman dapat muncul.
Namun ketika pasien datang dari negara atau rumah tangga dimana bahas
inggris bukan asli bahasa mereka, hambatan bahasa yang dihasikan dapat
membawa komunikas berheenti, menghasilkan frustasi dan konflik.
Untuk berkomunikasi secara efektif dengan pasien yang tidak mahir dalam
bahasa asing, diperlukan adanya seorang penerjemah bahasa asing.
Seorang juru terampil dapat membantu petugas kesehatan, pasien dan
keluarga pasien dalam mengatasi kecemasan dan frustasi yang dihasilkan
oleh hambatan bahasa.
8. Perbedaan dalam persepsi dan harapan
Ketika orang-orang dari budaya yang berbeda mencoba untuk berkomunikasi,
upaya terbaik mereka dapat digagalkan oleh kesalapahaman dan konflik
bahkan hal serius. Di bidang kesehehatan situasi perawatan sering terjadi
kesalapahaman ketika petugas kesehatan dan pasien memiliki persepsi dan
harapan yang berbeda, akibatnya terjadi salah penafsiran antara satu sama
lain.
Harapan bahwa pasien meiliki perawat dan dokter juga dapat menyebabkan
maslah komunikasi lintas budaya, sebagai contoh pasien jepang pada
umumnya melihat anggota keluarga mereka untuk sebagian besar perawatan
mereka daripada ke perawat.
3. Tujuan
Panduan ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui cara identifikasi hambatan dalam pelayanan kesehatan di Rumah
Sakit Umum Daerah Sungai Rumbai
2. Mengetahui cara mengatasi hambatan dalam pelayanan kesehatan sesuia dengan
jenis hambatan yang terjadi
3. Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah
Sungai Rumbai

BAB II
RUANG LINGKUP

6
Pelayanan pasien dengan hambatan komunikasi atau pasien difabel harus
dilihat sebagai masalah antar disiplin atau multidisiplin. Oleh karena itu
panduanini berlaku untuk semua karyawan di Rumah Sakit Umum Daerah
Sungai Rumbai.

BAB III
TATA LAKSANA

7
Untuk dapat memberikan kenyamana dan kemudahan dalam memberikan
pelayanan bagi pasien difabel, Rumah Sakit Umum Daerah Sungai Rumbai
memiliki saran dan prasarana yang mendukung, seperti:
1. Kursi roda
Merupakan alat yang digunakan oleh orang yang mengalami kesulitan
berjalan menggunakan kaki,baik dikarenakan penyaki, cedera maupun cacat.
2. Brankar
Tempat tidur pasien yang dapat didorong
3. Handrail (besi pengaman) pada tempat-tempat yang diperlukan seperti di
kamar mandi, tangga dan lain-lain.

Pelayanan umum yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum Daerah Sungai
Rumbai untuk pasien difabel:
1. Jika terdapat pasien atau keluarga pasien yang memiliki hambatan fisik yang
bertugas adalah bagian keamanan
2. Pasien difabel yang masih mampu berjalan
Pada saat masuk Rumah Sakit Umum Daerah Sungai Rumbai, bagian
keamanan menggadngeng/memapah/mengarahkan pasien difabek
keregistrasi rawat jalan/admission rawat inap sesuai dengan kebutuhannya.
Setelah selesai proses pendaftaran bagian keamanan akan mengantakan
kembali pasien difabel ke poliklinik /ruang rawat inap/instansi yang dituju.
3. Pasien difabel dengan kondisi tubuh pasien lemah
Pada saat masuk rumah sakit, bagian keamanan mengantarkan pasien difable
dengan menggunakan kursi roda atau brankar. Untuk kondisi yang darurat,
maka pasien difable akan langsung diantarkan ke instalasi gawat darurat
dengan menggunakan kursi roda atau brankar.

Untuk mengetahui jenis hambatan tersebut dapat ditanggulangi dengan cara


sebagai berikut:

1. Mengecek arti atau maksud yang disampaikan


Bertanya lebih lanjut pada si komunika apakah ia sudah mengerti apa yang
komuikator ucapkan.
Contoh: perawat bertanya pada pasien “Apakah sudah mengerti, pak?”
2. Meminta penjelasan lebih lanjut
Sama halnya dengan poin pertama hanya saja disini komunikator lebih aktif
berbicara untuk memastikan apakah ada hal lain yang perlu ditanyakan lagi.
Contoh: “apa ada hal lain yang kurang jelas, Bu?”
3. Mengecek umpan balik atau hasil
Memancing kembali, komunikator dengan mengajukan pertanyaan mengenai
hal atau pesan yang telah disampaikan komunikan.
Contoh: “ tadi obatnya sudah diminum, Pak?” sebelumnya si komunikator
telah berpesan pada komunikan untuk minum obat.
4. Mengulangi pesan yang disampaikan memperkuat dengan bahasa isyarat
Contoh: “obatnya diminum 3 kali sehari ya” sambil menggerkkan tangan.
5. Mengakrabkan antara pengirim dan penerima
Dalam hal ini komunikator lebih mendekatkan diri dengan berbincang
mengenai hal-hal yang menyangkut keluarga, keadaannya saat ini (keluhan
tentang penyakitnya).
6. Membuat pesan secara singkat, jelas dan tepat
Komunikator sebaiknya menyampaikan hal-hal yang berhubungan dengan
pasien (atau yang ditanyakan pasien) sehingga lebih efisien dan tidak
membuang-buang waktu.

Cara mengatasi hambatan komunikasi dengan pasien difable:

A. Tuna netra

8
Memiliki keterbatasan dalam indera penglihatan sehingga untuk melakukan
kegiatan sehari-harinya menekankan pada indera yang lain yaitu indera praba
dan indera pendengaran. Untuk mempermudah dan melancarkan penangan
pasien difable maka petugas Rumah Sakit Umum Daerah Sungai
Rumbaimelakukan komunikasi dengan pasien difable dengan menggunakan:
1. Melakukan komunikasi efektif secara normal (lihat panduan komunikasi
efektif). Penyandang tuna netra memiliki daya dengar yang sangat kuat,
pesan-pesan yang diterima melalui pendengaranya dapat dengancepat
dikirim ke otak sehingga petugas dan tenaga medis di Rumah Sakit Umum
Daerah Sungai Rumbai dapat berkomunikasi secara verbal dengan pasien
tuna netra.
2. Membicarakan dan menjelaskan kepada kelurga pasien mengenai data
pasien, hasil pemeriksaan pasien dan tindakan lanjut yang harus
dilakukan.
B. Tuna Rungu dan Tuna Wicara
Memiliki hambatan dalam pendengaran, tuna rungu memiliki hambatan
dalam berbicara sehingga mereka bisa disebut tuna wicara.
Cara berkomunikasi dengan pasien tuna rungu dan tuna wicara.
1. Berbicara harus jelas dengan ucapan yang benar
2. Menggunakan kalimat sederhana dan singkat
3. Menggunakan komunikasi non verbal seperti gerak bibir atau gerakan
tangan
4. Menggunakan pulpen dan kertas untuk menyampaika pesan
5. Berbicara sambil berhadapan muka
6. Memberikan leaflet dan brosur untuk menambahkan informasi
7. Membicarakan dan menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai data
pasien, hasil pemeriksaan pasien dan tindakan lanjut yang ahrus
dilakukakan

Cara mengatasi hambatan bahasa asing.

1. Dalam hal mengatasi hambatan dalam bahasa asing adalah dengan


diperlukannyaseseorang yang mahir dalam berbahasa asing (translatter).
2. Jam dinas dari petugas translatter adalah bersifat on call.
3. Jika dalam hal petugas translatter tidak dapat datang dalam waktu cepat,
maka staf Rumah Sakit Umum Daerah Sungai Rumbai memiliki
kemampuan berbahas asing yang baik dapat sementara membantu
menangani hambatan tersebut.
4. Jika terdapat pasien atau keluarga pasien yang dalam berbahasa
menggunakan bahasa asing, staf terkait menghubungi seorang trasnlatter.
5. Seorang translatter mendampingi staf terkait yang membutuhkan selama
berkomunikas dengan pasien/keluarga pasien.
6. Seorang translatter membuat laporan dari hasil kerjanya pada buku kerja
translatter (tanggal dan jam permintaan, nama petugas dan unit peminta,
nama dan unit serta nomor kamar pasien, tanda tangan translatter).

BAB IV

DOKUMENTASI
9
1. Pencatatan dan laporan dilakukan oleh seluruh penyelenggara rumah sakit Rumah
Sakit Umum Daerah Sungai Rumbai dengan menggunakan format yang sudah
disediakan oleh rekam medis.
2. Seluruh tindakan penundaan pelayanan yang dilakukan di catat dalam catatan
keperawatan.

Ditetapkan di Sungai Rumbai

Pada tanggal 01 Juli 2022

10
IDENTIFIKASI PASIEN DENGAN PENATALAKSANAAN
HAMBATAN

No. Dokumen :
Halaman:
445/ 208 /SPO/RS/ No.Revisi: 00
1/3
RSUD-SR/VII/2022

Ditetapkan Direktur,
STANDAR RSUD Sungai Rumbai
Tanggal Terbit :
PROSEDUR
OPERASIONAL
01 Juli 2022
(SPO)

Suatu proses identifikasi terhadap hambatan-hambatan yang


PENGERTIAN mungkin dimiliki pasien seperti hambatan dalam factor bahasa,
fisik, budaya / kepercayaan.

1. Sebagai acuan penerapan langkah-langkah identifikasi pasien


dengan kebutuhan khusus.
2. Sebagai pedoman dalam menghadapi hambatan dalam melayani
TUJUAN pasien.
3. Memudahkan pelayanan bagi pasien dangan tidak
mendeskriminasikan pasien.

Keputusan Direktur RSUD Sungai Rumbai Nomor 189.1/ 362.s /


KEBIJAKAN KPTS-DIR/RSUD-SR/2022 tentang Identifikasi Pasien Dengan
Penatalaksaan

1. Petugas pendaftaran mengenali hambatan yang dimiliki pasien:


a. Hambatan Kebudayaan.
b. Hambatan Agama dan kepercayaan.
c. Hambatan Bahasa.
 Pasien yang tidak dapat Bahasa Indosesia baik bagi pasien
daerah jika tidak ada petugas yang mengerti dapat
dilakukan dengan isyarat
 Bagi pasien asing digunakan bahasa Inggris jika petugas atau
pasien tidak dapt digunakan bahasa isyarat
d. Hambatan Fisik
 Pasien Buta Huruf
a) Jika pasien yang berobat tidak bisa baca dan tulis maka
dalam pendataan pasien atau hal lain yang memerlukan
tulisan, dilakukan oleh keluarga atau pihak pengantar
PROSEDUR
pasien
b) Jika tidak ada pengantar, petugas dapat membantu
penulisan pasien dengan persetujuan dan tanda tangan
pasien.
c) Jika pasien tidak dapat tanda tangan dapat dilakukan
cap jempol pasein.

IDENTIFIKASI PASIEN DENGAN PENATALAKSANAAN


HAMBATAN
11
No. Dokumen : Halaman:
No.Revisi: 00
445/ 208 /SPO/RS/ 2/3
RSUD-SR/VII/2022

 Pasien dengan cacat/lemah fisik


a) Pasien dengan cacat fisik yang datang berobat ke unit
pelayan Rumah Sakit Umum Daerah jika tidak didampingi
keluarga atau kerabat agar kerabat agar mendapat
perhatian ektra petugas Rumah Sakit
b) Petugas pelayanan berkomunikasi dengan jelas dan hati-
hati disesuaikan dengan kekurangan fisik pasien.
c) Jika pasien tidak bisa bicara, dianjurkan untuk menulis
maksud dan tujuan pasien.
d) Jika pasien tidak berdiri, petugas mencarikan kursi roda
kepada pasien
e) Jika pasien lemah dan tidak didampingi keluarga, petugas
pelayanan mendampingi pasien ke unit yang dituju pasien
dan memberikan bantuanyang diperlukan
 Pasien yang berusia lanjut
a) Setiap pasien Setiap pasien berusia lanjut yang datang
berobat ke unit pelayanan di Rumah Sakit Umum Daerah
jika didampingi keluarga, atau kerabat agar mendapat
perhatian ekstra petugas Rumah Sakit.
b) Petugas pelayanan berkomukasi dengan jelas dan hati-hati.
PROSEDUR
c) Jika pasien lemah dan tidak didampingi keluarga, petugas
pelayanan mendampingi pasien ke unit yang dituju pasien
dan memberikan bantuan yang diperlukan
 Pasien terlantar
a) Pasien terlantar baik karena pengemis/buta wisma
maupun korban kejahatan atau kecelakaan tetap dilayani
di Rumah Sakit.
b) Identititas didapatkan berdasarkan berdasarkan
keterangan pasien atau pihak pengantar
2. Petugas pendaftaran segera menghubungi Bagian Humas, ketika
pasien datang dengan kendala bahasa. Hambatan bahasa juga
ditangani dengan menggunakan kartu gambar.
3. Petugas pendaftaran pasien segera menghubumgi POS/Satpam,
ketika pasien datang dengan kendala fisik tidak bisa
jalan/lumpuh, buta.
4. Petugas pendaftaran pasien segera menghubungi kerohanian
ketika pasien datang dengan kendala kepercayaan .
5. Petugas penerimaan pasien menghubungi Supervisi jaga, apabila
pelayanan kepada pasien dengan kebutuhan khusus terlambat
atau tidak lancar, jika kejadian diatas di luar jam kerja (08.00-
12.00) atau hari libur.

IDENTIFIKASI PASIEN DENGAN PENATALAKSANAAN


HAMBATAN

12
No. Dokumen : Halaman:
No.Revisi: 00
445/ 208 /SPO/RS/ 3/3
RSUD-SR/VII/2022

1. Humas
2. Keamanan
3. Instalasi Rawat Jalan
4. Instalasi Gawat Darurat
5. Instalasi Rawat Inap
UNIT TERKAIT
6. Kasir
7. Instalasi Laboratorium
8. Instalasi Radiologi
9. Instalasi Bedah
10.Manajemen RSUD

CONTOH RAMBU-RAMBU/ SIMBOL PETUNJUK ARAH


13
14

Anda mungkin juga menyukai