Anda di halaman 1dari 9

TANTANGAN MANAJEMEN PEMBELAJARAN DARING

(UJANG PERMANA)

Pembelajaran Daring (dalam jaringan) jadi trending topik akhir-akhir ini dalam
dunia pendidikan negeri ini, sebagai konsekuensi dari maraknya wabah pandemi Corona
Virus Disease (Covid-19) yang melanda berbagai wilayah.
Saat ini Corona menjadi pembicaraan yang hangat. Di belahan bumi manapun, corona
masih mendominasi ruang publik. Dalam waktu singkat saja, namanya menjadi trending topik,
dibicarakan di sana-sini, dan diberitakan secara masif di media cetak maupun elektronik. Severe
Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-COV-2) yang lebih dikenal dengan nama
virus corona adalah jenis baru dari coronavirus yang menyebabkan penyakit menular ke
manusia.
Covid-19 adalah penyakit menular yang disebabkan oleh jenis coronavirus yang baru
ditemukan. Walaupun lebih banyak menyerang ke lansia, virus ini sebenarnya bisa juga
menyerang siapa saja, mulai dari bayi, anak-anak, hingga orang dewasa. Virus corona ini bisa
menyebabkan ganguan ringan pada sistem pernapasan, infeksi paru-paru yang berat, hingga
kematian.
Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) pertama kali ditemukan di kota Wuhan, China
pada akhir Desember 2019. Virus ini menular sangat cepat dan telah menyebar hampir ke semua
negara, termasuk Indonesia, hanya dalam waktu beberapa bulan saja. Sehingga WHO pada
tanggal 11 Maret 2020 menetapkan wabah ini sebagai pandemi global.
Hal tersebut membuat beberapa negara menetapkan kebijakan untuk memberlakukan
lockdown dalam rangka mencegah penyebaran virus corona. Di Indonesia sendiri, diberlakukan
kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk menekan penyebaran virus
ini.Karena Indonesia sedang melakukan PSBB, maka semua kegiatan yang dilakukan di luar
rumah harus dihentikan sampai pandemi ini mereda.
Beberapa pemerintah daerah memutuskan menerapkan kebijakan untuk meliburkan siswa
dan mulai menerapkan metode belajar dengan sistem daring (dalam jaringan) atau online.
Kebijakan pemerintah ini mulai efektif diberlakukan di beberapa wilayah provinsi di Indonesia
pada hari Senin, 16 Maret 2020 yang juga diikuti oleh wilayah-wilayah provinsi lainnya. Tetapi
hal tersebut tidak berlaku bagi beberapa sekolah di tiap-tiap daerah. Sekolah-sekolah tersebut
tidak siap dengan sistem pembelajaran daring, dimana membutuhkan media pembelajaran seperti
handphone, laptop, atau komputer.
Sistem pembelajaran daring (dalam jaringan) merupakan sistem pembelajaran tanpa tatap
muka secara langsung antara guru dan siswa tetapi dilakukan melalui online yang menggunakan
jaringan internet. Guru harus memastikan kegiatan belajar mengajar tetap berjalan, meskipun
siswa berada di rumah. Solusinya, guru dituntut dapat mendesain media pembelajaran sebagai
inovasi dengan memanfaatkan media daring (online).
Hal ini sesuai dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia terkait
Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa
Darurat Penyebaran Corona Virus Disease (COVID-19).
Menurut Koran (2002) E-learning sebagai sembarang pengajaran dan pembelajaran yang
menggunakan rangkaian elektronik (LAN, WAN, atau internet) untuk menyampaikan isi
pembelajaran, interaksi, atau bimbingan. Hartley (2001) menjelaskan bahwae E-
learningmerupakan suatu jenis belajar mengajar yang memungkinkan tersampaikannya bahan
ajar ke siswa dengan menggunakan media internet, intranet atau media jaringan komputer lain.
Rosenberg (2001) menekankan bahwa E-learningmerujuk pada penggunaan teknologi internet
untuk mengirimkan serangkaian solusi yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan.
E-learning telah mempersingkat waktu pembelajaran dan membuat biaya studi lebih
ekonomis. E-learning mempermudah interaksi antara peserta didik dengan bahan atau materi
pelajaran, peserta didik dengan guru atau instruktur maupun sesama peserta didik. Peserta didik
dapat saling berbagi informasi dan dapat mengakses bahan – bahan belajar setiap saat dan
berulang – ulang, dengan kondisi yang demikian itu peserta didik dapat lebih memantapkan
penguasaannya terhadap materi pembelajaran. Di dalam E-learning, yang mengambil peran guru
adalah komputer dan panduan – panduan elektronik yang dirancang oleh “contents writer”,
designer E-learning dan pemrogram komputer.
Pembelajaran daring sebagai solusi alternatif agar kegiatan pembelajaran tetap berlangsung
di masa pandemi covid 19 ini, sebagai hak siswa untuk mendapatkan pendidikan. Namun
demikian, hakikat belajar justru kurang di dapat melalui pembelajaran daring ini, perubahan
perilaku belajar kurang diperhatikan. Guru memberikan materi pelajaran secara virtual maupun
modul, dan dilanjutkan penugasan dengan waktu yang ditentukan, cenderung mengukur aspek
kognitif siswa semata, sementara perkembangan siswa dalam aspek afektif dan psikomotorik,
sulit diketahui guru. Padahal, tujuan belajar tak hanya menitikberatkan pada aspek akademik,
melainkan lebih dari itu, yaitu perubahan sikap.
Di samping itu, pembelajaran daring ini juga tidak semua cocok untuk siswa karena setiap
siswa memiliki gaya belajar yang berbeda. Secara umum, gaya belajar yakni visual, auditori, dan
kinestetik. Siswa yang cenderung belajarnya secara visual lebih mudah menerima pelajaran
dengan melihat atau mengamati terlebih dahulu sebelum belajar hal yang baru. Siswa yang gaya
belajarnya auditori, maka dia harus mendengarkan penjelasan terlebih dahulu untuk mudah
memahami pelajaran. Sementara siswa yang gaya belajarnya kinestetik dia selalu ingin bergerak
dan lebih tertarik mencari sendiri tanpa harus selalu membaca.
Sistem pembelajaran dilaksanakan melalui perangkat personal computer (PC) atau laptop
yang terhubung dengan koneksi jaringan internet. Guru dapat melakukan pembelajaran bersama
diwaktu yang sama menggunakan grup di media sosial seperti WhatsApp (WA), telegram,
instagram, aplikasi zoom ataupun media lainnya sebagai media pembelajaran. Dengan demikian,
guru dapat memastikan siswa mengikuti pembelajaran dalam waktu yang bersamaan, meskipun
di tempat yang berbeda.
Semua sektor merasakan dampak corona. Dunia pendidikan salah satunya. Dilihat dari
kejadian sekitar yang sedang terjadi, baik siswa maupun orangtua siswa yang tidak memiliki
handphone untuk menunjang kegiatan pembelajaran daring ini merasa kebingungan, sehingga
pihak sekolah ikut mencari solusi untuk mengantisipasi hal tersebut. Beberapa siswa yang tidak
memiliki handphone melakukan pembelajaran secara berkelompok, sehingga mereka melakukan
aktivitas pembelajaran pun bersama. Mulai belajar melalui videocall yang dihubungkan dengan
guru yang bersangkutan, diberi pertanyaan satu persatu, hingga mengapsen melalui VoiceNote
yang tersedia di WhatsApp. Materi-materinya pun diberikan dalam bentuk video yang berdurasi
kurang dari 2 menit.
Permasalahan yang terjadi bukan hanya terdapat pada sistem media pembelajaran akan
tetapi ketersediaan kuota yang membutuhkan biaya cukup tinggi harganya bagi siswa dan guru
guna memfasilitasi kebutuhan pembelajaran daring. Kuota yang dibeli untuk kebutuhan internet
menjadi melonjak dan banyak diantara orangtua siswa yang tidak siap untuk menambah
anggaran dalam menyediakan jaringan internet.
Hal ini pun menjadi permasalahan yang sangat penting bagi siswa, jam berapa mereka
harus belajar dan bagaimana data (kuota) yang mereka miliki, sedangkan orangtua mereka yang
berpenghasilan rendah atau dari kalangan menengah kebawah (kurang mampu). Hingga akhirnya
hal seperti ini dibebankan kepada orangtua siswa yang ingin anaknya tetap mengikuti
pembelajaran daring.
Pembelajaran daring tidak bisa lepas dari jaringan internet. Koneksi jaringan internet
menjadi salah satu kendala yang dihadapi siswa yang tempat tinggalnya sulit untuk mengakses
internet, apalagi siswa tersebut tempat tinggalnya di daerah pedesaan, terpencil dan tertinggal.
Kalaupun ada yang menggunakan jaringan seluler terkadang jaringan yang tidak stabil, karena
letak geografis yang masih jauh dari jangkauan sinyal seluler. Hal ini juga menjadi permasalahan
yang banyak terjadi pada siswa yang mengikuti pembelajaran daring sehingga kurang optimal
pelaksanaannya.
Ramai diberbagai media sosial yang menceritakan pengalaman orangtua siswa selama
mendampingi anak-anaknya belajar baik positif maupun negatif. Seperti misalnya ternyata ada
orangtua yang sering marah-marah karena mendapatkan anaknya yang sulit diatur sehingga
mereka tidak tahan dan menginginkan anak mereka belajar kembali di sekolah.
Kejadian ini memberikan kesadaran kepada orangtua bahwa mendidik anak itu ternyata
tidak mudah, diperlukan ilmu dan kesabaran yang sangat besar. Sehingga dengan kejadian ini
orangtua harus menyadari dan mengetahui bagaimana cara membimbing anak-anak mereka
dalam belajar. Setelah mendapat pengalaman ini diharapkan para orangtua mau belajar
bagaimana cara mendidik anak-anak mereka di rumah.
Ditambah lagi persoalan tidak semua siswa memiliki perangkat android, andaipun punya,
ada pula yang bergantian dengan kakak atau adiknya maupun orang tuanya. Begitu pula jaringan
internet yang tidak semua terjangkau di plosok-plosok desa, sehingga menjadi penghambat
efektivitas dan kualitas hasil pembelajaran. Begitupun bila ada guru dan siswa yang gagap
teknologi (gaptek), pengetahuan dan keterampilan digital kurang memadai atas perangkat
teknologi pembelajaran daring dan belum terbiasa dalam penggunaannya, tentu menjadi
terhambat sehingga tujuan pembelajaran tidak dapat tercapai.
Prinsip Pembelajaran Daring
Secara proses, sebenarnya model pembelajaran secara Daring ini sudah diatur dalam
Permendikbud no. 22 tahun 2016 tentang Standar Proses dengan prinsip sebagai berikut:
1. Dari peserta didik diberi tahu menuju peserta didik mencari tahu
2. Dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka sumber
belajar
3. Dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan pendekatan ilmiah
4. Dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis kompetensi
5. Dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu
6. Dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju pembelajaran dengan
jawaban yang kebenarannya multi dimensi
7. Dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif
8. Peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan fisikal (hardskills) dan keterampilan
mental (softskills)
9. Pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sebagai
pembelajar sepanjang hayat
10. Pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (ing ngarso sung
tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan mengembangkan kreativitas
peserta didik dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani)
11. Pembelajaran yang berlangsung di rumah di sekolah, dan di masyarakat
12. Pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa saja adalah
peserta didik, dan di mana saja adalah kelas
13. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitas pembelajaran
14. Pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya peserta didik.
Apabila prinsip pembelajaran di atas diselaraskan dengan 4 pilar pendidikan yang disusun
oleh UNESCO, yaitu Learning to Know (belajar untuk mengetahui), Learning to Do (belajar
untuk melakukan sesuatu), Learning to Be (belajar untuk menjadi sesuatu), dan Learning to Live
Together (belajar untuk hidup bersama), maka saat ini adalah kesempatan paling tepat untuk
mengatur ulang arah dunia pendidikan kita yang selama sudah tersesat jauh dari tujuan.
Dunia pendidikan harus kembali mengajarkan cara belajar (Learning How to Learn),
bukan Learning What to Learn (belajar tentang sesuatu). Semua ini tercermin dari isi
pembelajaran daring ini di mana awalnya para guru masih berkutat tentang konten atau materi
yang dibuat untuk memberi tahu peserta didik daripada membiarkan mereka untuk mencari tahu
sendiri.
Dengan adanya internet peserta didik dapat belajar untuk tahu, belajar untuk melakukan,
belajar untuk menjadi sesuatu, dan belajar untuk hidup bersama dengan pendekatan yang sangat
berbeda di masa pra internet di mana guru menjadi satu-satunya sumber belajar. Para pendidik
cukup memfasilitasi bagaimana peserta didik dapat mencari tahu sumber belajar yang dapat
dipercaya, bukan hoax, dan bukan sekedar opini seseorang yang kredibilitasnya masih diragukan.
Jika para pendidik dan orangtua memahami bahwa keterampilan-keterampilan tersebut
yang dibutuhkan untuk dikembangkan dalam diri para peserta didik dalam menghadapi
tantangan di abad ke-21 ini, maka model pembelajaran dapat diarahkan agar bermuara ke sana.
Misalnya selama masa belajar di rumah ini peserta didik dapat diarahkan untuk mencari
pemecahan masalah yang berhubungan dengan Covid-19. Solusinya bisa dari sisi kesehatan,
pangan, sosial, ekonomi, dan lain sebagainya.
Solusi yang ditawarkan harus memiliki landasan teori yang kuat dan bukan sekedar ide
liar; di sinilah letak peserta didik akan belajar mencari tahu. Solusi tersebut harus dikerjakan
secara kelompok walaupun tidak bertemu tatap muka. Solusi yang ditawarkan harus
dipresentasikan dalam bentuk video dan diunggah ke media sosial seperti Youtube, Facebook,
Linkedin, Line, ataupun yang lain. Penilaian akan berdasarkan jumlah views (berapa kali
ditonton), berapa jempol (like), dan berapa banyak komentar/interaksi yang muncul dari
unggahan tersebut.
Kita semua akan dikagetkan dengan kreativitas dan inovasi generasi penerus bangsa yang
selama ini tidak diberi kesempatan karena waktu belajarnya habis untuk diberi tahu belajar apa.
Dan, konsep ini akan mengubah pandangan para orangtua dan pendidik yang selama ini melihat
gawai konsumsi semata, sekarang akan berubah menjadi alat produksi. Dan inilah proses
pembangunan SDM unggul yang sesungguhnya.
Terlepas dari permasalahan di atas, di masa pandemi covid 19 ini pembelajaran daring
menjadi satu-satunya pilihan sehingga pembelajaran tetap berlangsung dari rumah. Efektivitas
pembelajaran daring, dipengaruhi oleh kemampuan guru dalam melakukan kegiatan manajemen.
Paling tidak ada tiga menajemen yang dilakukan oleh guru dalam mengelola pembajaran daring,
yaitu manajemen waktu, manajemen kelas dan manajemen pembelajaran.
Pertama, manajemen waktu, yakni kegiatan guru dalam mengatur jam pelajaran. Jam
pelajaran daring tidak mesti sama dengan jam pelajaran saat tatap muka. Jam pelajaran tatap
muka antara 35-45 menit tergantung masing-masing jenjang pendidikan. Penugasan belajar
dalam pembelajaran daring diatur oleh guru yang memungkin melebihi dari jam tatap muka, di
sini ada kelonggaran waktu karena mungkin terjadi jaringan onlinennya yang kurang bersahabat,
sehingga memerlukan waktu yang lebih dalam pengerjaan tugas.
Kedua, manajemen kelas, yakni kegiatan guru dalam mengatur kegiatan belajar siswa di
masing-masing kelas. Guru yang mengajar lebih dari satu kelas untuk satu mata pelajaran, maka
melalui media daring, guru membuat forum kelas sejumlah kelasnya dan mata pelajaran yang
diampunya, sementara dapat pula bagi guru yang menggunakan WhatsApp group (WAG),
anggota kelas dapat dijadikan satu dalam WAG kelasnya untuk satu mata pelajaran.
Ketiga, manajemen pembelajaran yakni kegiatan guru dalam mengelola situasi belajar
siswa, melalui pembelajaran daring dengan mengerjakan quiz dan soal-soal yang diberikan oleh
guru atau pun penugasan lainnya. Guru dapat berinterasi,menjelaskan materi secara online
melalui aplikasi Zoom, melakukan diskusi, dialog dan tanya jawab. Dalam manajemen
pembelajaran ini tentu diminta kepiawaian guru dan kebijaksanaan guru sehingga ritme tugas
yang diberikan tidak membebani siswa.
Ketiga menajemen tersebut dilakukan oleh guru dalam pembelajaran daring. Terlepas dari
keterbatasan yang terdapat pada pebelajaran daring, namun ini telah menjadi kabijakan nasional
untuk diterapkan di sekolah-sekolah dalam masa pandemi Covid-19. (ila)

Beban Terukur
Banyaknya tugas dari guru seringkali menjadi keluhan dalam pembelajaran daring. Beban
belajar peserta didik tentunya harus diperhitungkan, terukur, baik secara materi maupun waktu.
Tentunya perlu diingat bahwa pembelajaran di kelas tidak setiap saat diisi dengan tugas atau
mengerjakan soal dalam jumlah banyak. Guru bisa memberikan tugas mengamati, mencoba, dan
menganalis, sehingga lebih menarik dan menantang.
Meskipun pembelajaran jarak jauh, sapaan, respon, dan umpan balik atau penghargaan
terhadap tugas yang dikerjakan merupakan hal yang tidak boleh dilupakan. Jangan sampai ada
asumsi, peserta didik merasa diperdayai karena banyaknya tugas yang diberikan, tetapi tidak ada
umpan balik dari guru, seperti pekerjaan yang sudah dikerjakan maksimal tapi guru tidak
mengoreksi.
Apresiasi kepada pekerjaan peserta didik perlu diberikan guru agar tujuan pembelajaran
bisa tercapai. Salah satu tujuan pembelajaran termasuk daring ini adalah pencapaian kompetensi
peserta didik yang dikenal dengan 4 C, yaitu Critical thinking (berpikir kritis) yang mengarahkan
peserta didik untuk untuk dapat menyelesaikan masalah (problem solving).
Creativity thinking (berpikir kreatif) dapat dimaknai guru dapat mendampingi peserta didik
yang memiliki kreativitas tinggi mampu berpikir dan melihat suatu masalah dari berbagai sisi
atau perspektif.
Collaboration (bekerja sama atau berkolaborasi). Aktivitas ini penting diterapkan dalam
proses pembelajaran agar peserta didik mampu dan siap untuk bekerja sama dengan siapa saja
dalam kehidupannya mendatang.
Communication (berkomunikasi) dapat dimaknai sebagai kemampuan peserta didik dalam
menyampaikan ide dan pikirannya secara cepat, jelas, dan efektif (Direktorat PSMK, 2019).
Tugas pembelajaran daring yang diberikan kepada peserta didik selayaknya menuju
kecakapan abad 21 tersebut. Aplikasi ponsel seperti WhatsApp bukan lagi sekadar sarana
memberi informasi searah. Tetapi targetnya yaitu sebagai sarana membangun berbagai
kecakapan dalam 4C.
Pandemi Covid-19 kiranya bisa menjadi pintu masuk untuk mengubah pembelajaran
tekstual menjadi kontekstual. Pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang
mengaitkan antara materi pelajaran dalam kehidupan sehari-hari. Peserta didik diharapkan dapat
menemukan dan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan baru sesuai dengan
pengetahuan yang mereka miliki. Dengan demikian, mereka akan lebih memahami dan lebih
memaknai pengetahuannya.
Dalam pelajaran matematika bisa diasah kemampuan membuat grafik perkembangan
pandemi Covid-19 beserta prediksinya. Melalu pelajaran seni budaya bisa dilatih menganalisis
dampak Covid-19 terhadap perkembangan seni pertunjukan dan alternatif solusinya. Dalam
pelajaran Bahasa Indonesia dilatih membuat proposal menggali dana bantuan untuk
penanggulangan pandemi Covid-19 atau membuat puisi, artikel, cerpen diharmonikan dengan
situasi yang baru terjadi.
Dengan demikian, ketika peserta didik diasah kemampuannya untuk melihat dunia nyata
dan memviralkan kepada publik melalui hasil analisisnya, sudah membuktikan nilai penguatan
pendidikan karakter terutama nilai integritas sebagai aspek ungkapan bela rasa maupun empati
kepada sesama.
Harapannya, jangan sampai pembelajaran daring hanya menghasilkan peserta didik
sebagaimana robot yang hanya melulu mengerjakan latihan soal dengan seabreg tugas-tugas
tanpa mampu berpikir dalam level tinggi.
Untuk itu keberhasilan pembelajaran daring tersebut perlu adanya kerjasama sinergis
antara guru, sekolah, orang tua, dan peserta didik. Sekolah perlu menaruh kepedulian kepada
orang tua peserta didik yang tidak mampu membeli kuota atau tidak memiliki ponsel memadai
dengan memfasilitasi, agar pembelajaran daring bisa berjalan optimal.
Di samping itu, kesuksesan pembelajaran daring selama masa krisis Covid-19 ini
tergantung pada kedisiplinan semua pihak. Oleh karena itu, pihak sekolah di sini perlu membuat
skema dengan menyusun manajemen yang baik dalam mengatur sistem pembelajaran daring. Hal
ini dapat dilakukan dengan membuat jadwal yang sistematis, terstruktur dan simpel untuk
memudahkan komunikasi orang tua dengan sekolah agar putra-putrinya yang belajar di rumah
dapat terpantau secara efektif.

DAFTAR PUSTAKA

Hakim, L., & Khusniya, I. L. (2019) . EFEKTIFITAS PEMBELAJARAN BERBASIS


DARING:SEBUAH BUKTI PADA PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS . Universitas
Islam Negeri Mataram: Jurnal Tatsqif.

Indra Charismiadji, Mengelola Pembelajaran Daring yang Efektif, Detik News, Tanggal 01 April
2020.

Maudiarti, S. (2018). PENERAPAN E-LEARNING DI PERGURUAN TINGGI . Jalan IKPN


Bintaro, Tanah Kusir, Bintaro, Jakarta-Selatan 12330. https://doi.org/10.21009/PIP.321.7

Miarso,Y. (2005). Menyemai benih teknologi pendidikan. Jakarta: Kencana.

Setyosari, P. (2008) . Pembelajaran Sistem Online: Tantangan dan Rangsangan. Dosen Jurusan
TEP Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri.

Permendikbud no. 22 tahun 2016 tanggal 6 Juni 2016 , Standar Proses Pendidikan Dasar dan
Menengah.

Anda mungkin juga menyukai