Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan hidayahNya
kami dapat menyelesaikan penyusunan Pedoman Penyelenggaraan Program Kesehatan Lingkungan
UPTD Puskesmas Batua Kota Makassar. Pedoman ini kami susun sebagai salah satu upaya memberikan
acuan dan kemudahan dalam pelaksanaan Manajemen Fasilitas dan Keselamatan di Puskesmas Batua
Kota Makassar.
Manajemen Fasilitas dan Keselamatan di Puskesmas Batua terdiri dari manajemen keselamatan,
peralatan dan utilitas, manajemen bencana, manajemen kebakaran, serta pendidikan dan pelatihan.
Akhirnya perkenankanlah kami menyampaikan ucapan terima kasih atas bimbingan, bantuan,
kerjasama dan partisipasinya kepada semua pihak yang terlibat dalam proses penyusunan Pedoman
internal Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK) di Puskesmas Batua ini.
Puskesmas Batua
N1'
drg, Nasruddi , MH.Kes
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai institusi kesehatan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya, Puskesmas Batua wajib
memenuhi ketentuan/peraturan perundang-undangan yang berlaku, oleh Kepala Puskesmas Batua
secara operasional dituangkan dalam berbagai kebijakan umum tentang program kegiatan di setiap
unit pelayanan maupun unit terkait. Sebagian dari program kegiatan tersebut ada yang harus
dilaksanakan secara terpadu yang melibatkan berbagai unit pelayanan di lingkungan Puskesmas
Batua salah satu diantaranya adalah program Manajemen Fasilitas dan Keselamatan. Di lingkungan
Puskesmas Batua sendiri selalu ada kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja dalam pengoperasian
peralatan kedokteran serta penunjang medik lainnya, bahkan resiko terjadinya penyakit akibat kerja
dapat pula timbul penyebabnya bisa dari fasilitas yang dimiliki Puskesmas atau sebagian besar
disebabkan faktor ketidak hati-hatian manusianya, di pihak lain setiap sumber daya manusia yang
bekerja di Puskesmas berhak mendapatkan perlindungan atas keselamatan profesinya pekerjaannya,
terjamin keamanan pemakaian peralatan penunjang medik dan non medik yang terdapat di
Puskesmas termasuk pasien dan pengunjung yang mendatangi Puskesmas Batua.
Karena itu lingkungan kerja yang sehat dan aman bagi petugas dan pengunjung Puskesmas Batua,
dapat diwujudkan dengan pelaksanaan keselamatan keamanan kerja yang dijalankan dengan baik
dan konsisten. Dengan lingkungan yang sehat, petugas dapat bekerja tanpa resiko cedera sehingga
dapat melayani pasien dengan sebaik-baiknya. Juga dapat menciptakan lingkungan aman dan bebas
dari pencemaran limbah berbahaya dan beracun.
Pada akhirnya tercipta suatu kesejahteraan pegawai yang juga dapat menekan biaya untuk angka
kesakitan yang timbul pada petugas sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan Puskesmas.
Untuk itu perlu menyusun pedoman Manajemen Fasilitas dan Keselamatan sebagai panduan dalam
pengelolaan K3 Puskesmas,
B. Tujuan Pedoman
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari pedoman kesehatan dan Keselamatan kerja ini adalah sebagai dasar untuk
memberikan pedoman kepada petugas Puskesmas Batua khususnya petugas yang berhubungan
dengan Fasilitas dan Keselamatan Puskesmas.
2. Tujuan Khusus
a. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja pegawai di semua unit kerja ke tingkat
setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun kesejahteraan sosialnya.
b. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan pada petugas berupa kecelakaan dan penyakit
akibat kerja yang diakibatkan oleh keadaan/kondisi lingkungan kerjanya.
c. Memberikan pekerjaan dan perlindungan bagi petugas di dalam pekerjaannya dari
kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang membahayakan kesehatan.
d. Menempatkan dan memelihara pekerja di suatu lingkungan pekerjaan yang sesuai dengan
kemampuan fisik dan psikis pekerjanya.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Kesehatan dan Keselamatan kerja Puskesmas Batua yaitu merupakan kegiatan
untuk menyediakan fasilitas yang aman, berfungsi dan menunjang kebutuhan pasien, keluarga dan
staf serta pengunjung. Dan yang menjadi fokus kegiatan MFK adalah fasilitas gedung, bahan
berbahaya, manajemen emergensi, pengamanan kebakaran, peralatan medis dan sistem utilitas.
Secara khusus kegiatan MFK berupaya untuk:
1. Mengurangi dan mengendalikan bahaya dan resiko
2. Mencegah kecelakaan dan cedera
3. Memelihara kondisi yang aman
D. Sasaran
1. Sarana dan prasarana Puskesmas
2. Seluruh karyawan Puskesmas
E. Dasar Kebijakan
1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
2. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per. 05 / Men I 1996, tentang Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3 RS).
4. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1087/MENKES/SK/VIII/2010, tentang Standar Kesehatan dan
Keselamatan Kerja di Puskesmas.
5. Keputusan Menteri Kesehatan No.1204/MENKES/SK/X/2004, tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Puskesmas.
6. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 472/MENKES/PERA//1996, tentang Pengamanan Bahan
Berbahaya Bagi Kesehatan.
7. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Na. 02/MEN/1980, tentang Pemeriksaan Tenaga dan
Penyelenggaraan Keselamatan Kerja.
8. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 04/Men/1980, tentang Syarat-syarat Pemasangan dan
Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan (APAR).
BAB II
STANDAR FASILITAS
Sumber daya kesehatan merupakan salah satu faktor pendukung dalam penyediaan pelayanan
kesehatan yang berkualitas, yang diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Gambaran mengenai situasi sumber daya kesehatan dapat dilihat melalui tiga hal yaitu Tenaga
Kesehatan, Sarana Kesehatan, dan Pembiayaan Kesehatan.
A. Sarana Kesehatan
Gedung Puskesmas Batua
Gedung Rawat Jalan terletak di Jalan Batua Raya VII Komp. Kampus AIGI terdiri dari:
1) Ruang Kartu : 1
2) Ruang Pimpinan : 1
8) Ruang KIA : 1
9) Ruang KB : 1
13) Toilet : 8
16) Gudang : 3
B. Pembiayaan Kesehatan
Untuk meningkatkan akses masyarakat miskin terhadap pelayanan kesehatan. Pemerintah telah
mengalokasikan dana untuk pembiayaan pemeliharaan kesehatan masyarakat miskin melalui program
Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Jamkesmas diberikan kepada masyarakat miskin yang
masuk dalam daftar kuota yang telah diusulkan dan disahkan oleh Pemerintah. Jamkesmas digunakan
untuk pembiayaan pelayanan kesehatan yaıg bersifat kuratif. Sedangkan masyarakat miskin yang
tidak masuk kuota, menjadi tanggungan Pemerintah Daerah. Untuk membiayai masyarakat miskin non
kapitasi maka Pemerintah Kabupaten/Kota harus menyediakan anggaran melalui Jaminan Kesehatan
Masyarakat Daerah (Jamkesda). Selain itu, untuk pelaksanaan kegiatan rutin di Puskesmas,
Pemerintah Daerah mengalokasikan anggaran melalui APBD yang disahkan oleh DPRD dengan
rincian kegiatan yang telah ditetapkan. Mulai Tahun 2010, pemerintah Pusat meluncurkan Bantu
Operasional Kesehatan yaitu Dana dukungan/bantuan kepada Pemerintah daerah dalam
melaksanakan SPM Bidang Kesehatan untuk pencapaian MDGs Bidang Kesehatan Tahun 2017
meIaIui peningkatan kinerja Puskesmas dan jaringannya serta Poskesdes dan Posyandu dalam
menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang bersifat Promotif dan Preventif.
C. Denah Puskesmas
Bangunan Puskesmas Batua terdiri
BAB III
TATA LAKSANA
c. Hazards lainnya
1) Pasien anak/geIisah/agresife/uncontrol
2) Petugas lainnya/diri sendiri
3) Cairan tubuh infeksius (Darah Urine, Feses, Cairan lambung, Cairan luka/exudates dll)
4) Mikroorganisme
Virus
Bakteri
Kuman
2. Pengendalian benda tajam dan sejenisnya.
a. Persiapan.
1) Pastikan benda tajam aman di tangan anda (TAHU CARA PAKAI).
2) Hati-hati dan jaga konsentrasi saat bekerja
3) Sesuaikan pencahayaan
4) Minta bantuan staf lain jika pasien gelisah, anak, atau uncontrol.
5) Atur alur pembuangan jarum bekas pakai mengarah ke pelaku prosedur saat anda jadi
asisten
b. Pengendalian saat pelaksanaan
1) Jangan melakukan recapping/no recapping.
2) Segera dan secepatnya buang jarum bekas pakai langsung ke tempat pembuangan
jarum bekas/sharp container.
3) Jangan mendelegasikan ke orang lain untuk merapikan/membuang jarum bekas pakai.
4) Kerja sesuai SPO.
5) Saat tindakan dilakukan oleh petugas lain (Anestesi (spinal/epidural), Jahit luka/CVP,
suntik, insisi luka, dll) saat jadi asisten:
Hindari tangan asisten secara langsung di daerah penjahitan.
Jangan segera merapikan alat.
Pertama saat anda akan merapikan (Pastikan keberadaan/lokasi/teak dari benda
yang digunakan)
Amankan Benda tajam bekas pakai dengan segera membuang ke tempatnya (Box
jarum bekas).
Setelah aman dari benda tajam segera rapikan sesuai prosedur.
c. Pembuangan jarum ke tempatnya
1) Hindari meletakkan Jarum di tempat tidak aman, sehingga tak terlihat mata (misal di
tumpukan sampah didalam bangkok/piala ginjal)
2) Jaga Jarak aman tangan dengan lubang pembuangan box jarum bekas saat buang jarum
beI‹as pakai (Jarak Aman >10 m)
3) Jangan paksakan membuang jarum bekas pakai, saat isi box jarum bekas penuh.
4) Segera ganti box pembuangan jarum bekas jika telah mencapai Isi 2/3 bagian dari box
jarum beka
5) Dekatkan lokasi/letak box jarum bekas saat tindakan.
d. Penanganan tertusuk Jarum bekas dan sejenisnya
Penanganan tertusuk jarum dan sejenisnya digambarkan pada alur sebagai berikut dibawah
ini
ALUR PENANGANAN TERTUSUK JARUM
e. Prosedur penanganan korban tertusuk jarum dan sejenisnya:
1) Lokasi Kejadian
a) Segera isolasi benda tajam yang mengenai petugas dan ditempatkan dalam wadah
yang tahan terhadap tusukan sebagai barang bukti.
b) Petugas yang terkena benda tajam harus segera melapor kepada Penanggung Jawab
Ruangan (perawat) / Dokter Jaga. Dalam waktu 1 X 24 jam harus menyerahkan
barang bukti tersebut kepada Tim Pengendali Infeksi Nosokomial.
c) Bila tersedia fasilitas untuk melakukan pembersihan luka, segera lakukan
pembersihan luka dengan cara luka tersebut segera dicuci dengan sabun antiseptik
dan air mengalir selanjutnya diberi antiseptik lokal. Bila terjadi percikan darah pada
mukosa hidung dan mulut segera dibilas dengan guyuran air, bila percikan darah
mengenai mata lakukan irigasi / pencucian mata dengan menggunakan larutan garam
fisiologis (NaCl 0,9%) atau air steril. Sebagai catatan daerah yang terkena benda
tajam tidak boleh dihisap dengan mulut.
d) Penanggung jawab ruangan harus membuat laporan kejadian (berita acara yang berisi
informasi kejadian, data medis karyawan dan data medis pasien yang menjadi sumber
penularan. Bila data tidak ada, dilakukan pemeriksaan HBsAG, anti HCV dan anti HIV
e) Rujuk petugas yang tertusuk benda tajam tsb beserta 'Laporan Kejadian' ke UGD
untuk penanganan lebih lanjut.
f) Laporan kejadian / berita acara ditandatangani oleh Penanggung jawab ruangan /
dokter dan petugas yang terkena benda tajam dan kemudian dilaporkan/diserahkan ke
Tim K3 dalam waktu 1 x 24 jam.
2) Staf UGD
a) Segera cuci luka bila belum dilakukan di lokasi kejadian.
b) Dokter UGD akan memeriksa pasien untuk menentukan status kesehatan petugas.
c) (Dokter UGD akan memutuskan penanganan selanjutnya dengan mengikuti ketentuan
sbb
Tercemar Hepatitis B (HBSAg Positif)
Bila HBsAg negatif dan tidak kebal, dalam waktu 24 jam lakukan pemberian HBIG (Hepatitis
Imunoglobulin) dengan dosis 0.06 m/kg. Dilanjutkan dengan pemberian vaksinasi hepatitis B
sebanyak 3 kali.
Bila sudah kebal, tetapi titer anti Bs < 100 mIU/ml, diberi booster
Jika Anti HBSAg positif dengan titer > 100 mlU/mi tidak perlu dilakukan tindakan.
Tercemar Hepatitis C (HCV Positif)
Bila Anti HCV Positif berarti petugas perah terinfeksi virus hepatitis C.
Lihat catatan kesehatan petugas sebelumnya, bila SGPT sering abnormal dalam jangka waktu 6
bulan berarti petugas tersebut kemungkinan menderita Hepatitis C menahun.
Bila SGPT sebelumnya normal, pantau GPT selama 6 bulan, bila SGPT abnormal kemungkinan
terjadi penularan dan rujuk ke dokter spesialis penyakit dalam.
Bila Anti HCV Negatif
Ulang pemeriksaan Anti HCV 3 bulan kemudian, jika hasil Anti HCV tetap negatif berarti tidak
terjadi penularan.
Jika setelah 3 bulan terjadi serokonversi yaitu Anti HCV menjadi positif lakukan pemantauan SGPT
selama 6 bulan.
Bila hasil SGPT tetap normal berarti telah terjadi penularan dan "telah sembuh"
Jika terjadi kenaikan SGPT secara fluktuatif dalam jangka waktu 6 bulan, rujuk ke dokter spesialis
penyakit dalam.
Tercemar HIV (HIV Positif)
Lakukan konseling berupa informasi lengkap mengenai resiko penularan HIV kepada suami/istri,
manfaat dan efek samping pemberian antiretroviral sebagai pencegahan.
Bila tusukan / irisan tidak berat / superfisial tidak perlu diberikan pencegahan.
Untuk luka tusukan / irisan lebih berat / menembus kulit berikan AZT selama 4 minggu.
Untuk luka tusukan/ irisan berat / menembus kulit lebih dalam hingga keluar darah berikan AZT
+indinavir / nelfinavir selama 4 minggu.
Setelah pemberian antiretroviral lakukan pemantauan hasil pemeriksaan laboratorium setiap 3
bulan selama 1 tahun.
Bila pemantauan anti HIV selama 1 tahun tetap negatif berarti tidak tertular.
Bila anti HIV positif, petugas dirujuk ke Dokter Spesialis Penyakit Dalam.
Dokter UGD membuat laporan perkembangan status kesehatan karyawan yang terkena benda
tajam selama període pemantauan dan diserahkan ke Tim K3 Puskesmas Batua. Tim K3 Puskesmas Batua
bersama dengan pimpinan Puskesmas akan memutuskan pengobatan selanjutnya bila petugas tersebut
positif tertular.
7. Ergonomi
Ergonomi adalah ilmu serta penerapannya yang berusaha menyelaraskan pekerjaan dan
lingkungan terhadap orang atau sebaliknya dengan tujuan tercapainya produktivitas dan efisiensi
yang setinggi - tingginya.
Manusia memiliki keterbatasan dalam melakukan adaptasi terhadap lingkungan fisik, beban kerja
fisik dan psikologis. Tanpa penerapan konsep-konsep ergonomi ditempat kerja ternyata
meningkatkan resiko terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Hal-hal yang peri diperhatikan dalam ergonomi:
a. Faktor Manusia
Desain rancangan kerja berpusat pada manusia atau Human Centered Design (HCD) yang
meliputi:
Faktor dari dalam (Internal Factors)
Contohnya:
1) Umur
2) Jenis kelamin
3) Kekuatan otot
4) Bentuk dan Ukuran tubuh
Faktor dari luar (External Factors) Contohnya:
1) Penyakit
2) Gizi
3) Lingkungan kerja
4) Sosial ekonomi
5) Adat istiadat
b. Antropometri.
Adalah ilmu yang mempelajari ukuran-ukuran tubuh manusia secara sistematis.
Ketidakserasian antara ukuran tubuh manusia dengan tempat kerja akan mempengaruhi sikap
tubuh saat bekerja sehingga dapat menyebabkan berbagai gangguan muskuloskeletal, mulai
dari nyeri sampai cedera otot dan memperbesar resiko untuk terjadinya kecelakaan kerja.
Secara teoritis semua peralatan harus didesain untuk mengakomodasi semua individu, dari
yang paling kecil sampai yang paling besar. Pendekatan yang umum dilakukan adalah
mendesain peralatan atau tempat kerja untuk persentil tertentu dari populasi. Otomatisasi di
tempat kerja tetap harus memperhitungkan ukuran - ukuran tubuh manusia dalam rancangan
tempat kerja. Penggunaan data antropometri misalnya jarak, jangkauan, postur, kekuatan.
c. Sikap Tubuh Dalam Bekerja.
Hubungan tenaga kerja dan sikäp dãn interaksinya terhadap sarana kerja akan menentukan
efisiensi, efektifitas, keselamatan dan produktivitas kerja, selain SPO yang terdapat pada
setiap jenis pekerjaan.
d. Keterkaitan manusia dan peralatan
Manusia sebagai pengarah atau pengendali jalannya peralatn dan peralatan sebagai sarana
kerja manusia.
e. Pengorganisasian kerja
Menyangkut: Waktu kerja, waktu istirahat dan kerja lembur.
f. Pengendalian Lingkungan Kerja Menyangkut:
1) Faktor fisik
2) Faktor kimia
3) Faktor Biologis
4) Faktor Psikologis
h. Kelelahan kerja
1) Kelelahan otot
2) Kelelahan umum
i. CTD (Cumulative trauma disorder).
Kerusakan trauma cumulative. Penyakit ini timbul karena terkumpuinya kerusakan - kerusakan
kecil akibat trauma berulang yang membentuk kerusakan yang cukup besar dan menimbulkan
rasa sakit (rasa nyeri, kesemutan, dan pembengkakan).
j. Kesegaran jasmani dan musik.
Kegiatan kesegaran jasmani peru disesuäikan dengan situasi, kondisi dan kebutuhan masing -
masing perusahaan. Pengadaan musik di tempat kerja sebaiknya dilakukan untuk jenis
pekerjaan yang monoton dan pekerjaan tangan (manual work) yang berulang serta pekerjaan
lain yang memerlukan aktivitas mental.
Tata laksana ergonomi :
a. Sikap tubuh yang benar saat bekerja
1) Tidak membungkuk.
2) Tidak jongkok.
3) Tidak memutar tubuh.
4) Tinggi tempt kerja antara tinggi pusat dan tinggi sikut.
5) Tidak meraih obyek atau alat kerja melebihi tinggi bahu.
6) Letak obyek pada lapang pandang (30 deraja dari masing-masing mata - 60 derajat)
b. Sikap tubuh yang benar saat duduk
1) Duduk sedekat mungkin dengan area pekerjaan
2) Duduk di kursi dengan kedua kaki menempel di lantai.
3) Duduklah di kursi dengan sandaran punggung sesuai bentuk tulang belakang.
4) Pertahankan posisi duduk yang benar saat bekerja.
c. Sikap tubuh yang benar saat berdiri
1) Taruh satu kaki di pijakan dengan poisi lebih tinggi 15 cm dan bergantian saat aktifitas
berdiri lama.
2) Jaga posisi bekerja anda pada ketinggian yang sesuai
3) Ganti posisi secara teratur
4) Berdiri pada alas yang nyaman.
d. Aturan umum angkat dan angkut
1) Pegangan harus tepat dan dengan kontak tangan penuh.
2) Lengan harus sedekat - dekatrya pada badan dan dalam posisi lurus.
3) Punggung harus diluruskan.
4) Dagu ditarik segera setelah kepala tegak dan tulang belakang lurus.
5) Posisi kaki di buat sedemikian rupa sehingga mampu untuk mengimbangi momentum yang
terjadi dalam posisi mengangkat.
6) Berat badan dimanfaatkan untuk menarik dan mendorong serta gaya untuk gerakan dan
perimbangan