Anda di halaman 1dari 105

TUGAS AKHIR – KS184822

PEMODELAN FAKTOR-FAKTOR YANG


MEMPENGARUHI DAERAH TERTINGGAL DI
PULAU JAWA MENGGUNAKAN SECOND-
ORDER CONFIRMATORY FACTOR ANALYSIS
(CFA)

DIMAS ACHMAD FADHILA


NRP 062115 4000 0117

Dosen Pembimbing
Dr. Bambang Widjanarko Otok, M.Si

PROGRAM STUDI S1
DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA, KOMPUTASI, DAN SAINS DATA
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
2019
TUGAS AKHIR – KS184822

PEMODELAN FAKTOR-FAKTOR YANG


MEMPENGARUHI DAERAH TERTINGGAL DI
PULAU JAWA MENGGUNAKAN SECOND-
ORDER CONFIRMATORY FACTOR ANALYSIS
(CFA)

DIMAS ACHMAD FADHILA


NRP 062115 4000 0117

Dosen Pembimbing
Dr. Bambang Widjanarko Otok, M.Si

PROGRAM STUDI S1
DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA, KOMPUTASI, DAN SAINS DATA
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
2019
FINAL PROJECT– KS184822

MODELING THE FACTORS AFFECTING


UNDERDEVELOPED REGION IN JAVA ISLAND
USING SECOND-ORDER CONFIRMATORY
FACTOR ANALYSIS (CFA)

DIMAS ACHMAD FADHILA


NRP 062115 4000 0117

Supervisor
Dr. Bambang Widjanarko Otok, M.Si

UNDERGRADUATE PROGRAMME
DEPARTMENT OF STATISTICS
FACULTY OF MATHEMATICS, COMPUTING AND DATA
SCIENCE
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2019
LEMBAR PENGESAHAN

PEMODELAN FAKTOR-FAKTOR YANG


MEMPENGARUHI DAERAH TERTINGGAL DI PULAU
JAWA MENGGUNAKAN SECOND-ORDER
CONFIRMATORY FACTOR ANALYSIS (CFA)

TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Statistika
pada
Program Studi Sarjana Departemen Statistika
Fakultas Matematika, Komputasi, dan Sains Data
Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Oleh :
Dimas Achmad Fadhila
NRP. 062115 4000 0117

Disetujui oleh Pembimbing:


Dr. Bambang Widjanarko Otok, M. Si ( )
NIP. 19681124 199412 1 001

Mengetahui,
Kepala Departemen

Dr. Suhartono
NIP. 19710929199512 1 001

SURABAYA, JULI 2019


PEMODELAN FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI DAERAH TERTINGGAL DI PULAU
JAWA MENGGUNAKAN SECOND-ORDER
CONFIRMATORY FACTOR ANALYSIS (CFA)

Abstrak
Suatu daerah dikatakan sebagai daerah tertinggal apabila pada
daerah tersebut terdapat kabupaten yang masyarakat dan
wilayahnya relatif kurang berkembang dibandingkan daerah lain
dalam skala nasional. Pada penelitian ini, ketertinggalan daerah
di Pulau Jawa diukur berdasarkan lima kriteria utama yaitu
ekonomi, sumber daya manusia, infrastruktur, aksesibilitas, dan
karakteristik daerah dengan mengacu pada Petunjuk Teknis
Penentuan Indikator Daerah Tertinggal oleh Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Agar
analisis pengujian teori daerah tertinggal menjadi lebih spesifik,
digunakan metode Second-Order Confirmatory Factor Analysis
(CFA). Pengolahan menggunakan first-order CFA menunjukkan
bahwa dari 28 variabel indikator, terdapat 21 variabel indikator
yang telah valid dan dari 5 variabel laten terdapat 3 variabel
laten yang reliabel, yakni Sumber Daya Manusia,
Infrastruktur/Sarana Prasarana, dan Aksesibilitas. Pada
pengolahan menggunakan second-order CFA model Daerah
Tertinggal didapatkan model yang fit setelah adanya modifikasi.
Kontribusi yang didapatkan model antara lain, setiap kenaikan
satu satuan Daerah Tertinggal akan menaikkan nilai Sumber
Daya Manusia sebesar 0,718, setiap kenaikan satu satuan
Daerah Tertinggal akan menurunkan nilai Infrastruktur/Sarana
Prasarana sebesar 0,779, dan setiap kenaikan satu satuan
Daerah Tertinggal akan menurunkan nilai Aksesibilitas sebesar
0,675.

Kata Kunci: Daerah Tertinggal, Pulau Jawa, Second-Order


Confirmatory Factor Analysis, CFA

i
(Halaman ini sengaja dikosongkan)

ii
MODELING THE FACTORS AFFECTING
UNDERDEVELOPED REGION IN JAVA ISLAND USING
SECOND-ORDER CONFIRMATORY FACTOR ANALYSIS
(CFA)

Abstract
An underdeveloped region is regency in the area where the
community are relatively less developed than other regions on a
national scale. In this study, underdeveloped regions in Java were
measured based on five main criteria, namely economic, human
resources, infrastructure, accessibility, and regional
characteristics with reference to the technical guidelines for
determining indicators of underdeveloped regions by the Ministry
of Village, Development of Underdeveloped Regions and
Transmigration. In order for the analysis of the theory of
underdeveloped regions to be more specific, the Second-Order
Confirmatory Factor Analysis (CFA) method is used. Processing
using first-order CFA shows that out of 28 indicator variables,
there are 21 valid variable variables and from 5 latent variables
there are 3 reliable latent variables, namely Human Resources,
Infrastructure, and Accessibility. In processing using Second-
order CFA, the underdeveloped region model is found to be fit
after modification. The contribution of the model includes, for
each increase in one unit of underdeveloped region will increase
the value of human resources by 0.718, each increase in one unit
of underdeveloped region will decrease the value of
Infrastructure by 0.779, and each increase in one unit of
underdeveloped region will decrease the value of accesibility by
0.675.

Keywords: Underdeveloped Region, Java Island, Second-Order


Confirmatory Factor Analysis,CFA

iii
(Halaman ini sengaja dikosongkan)

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat yang


diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir
yang berjudul “Pemodelan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Daerah Tertinggal di Pulau Jawa
Menggunakan Second-Order Confirmatory Factor Analysis
(CFA)” dengan lancar.
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini dapat
terselesaikan tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai
pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih
kepada:
1. Dr. Bambang Widjanarko Otok, M.Si selaku dosen
pembimbing Tugas Akhir yang senantiasa meluangkan
waktu untuk memberikan arahan, bimbingan, saran,
dukungan serta motivasi selama penyusunan Tugas Akhir
2. Dr. Santi Wulan Purnami, S.Si, M.Si dan Jerry Dwi Trijoyo
Purnomo, S.Si, M.Si, PhD selaku dosen penguji yang telah
banyak memberi masukan kepada penulis
3. Dr. Suhartono selaku Kepala Departemen Statistika, dan Dr.
Santi Wulan Purnami, S.Si, M.Si selaku Ketua Program
Studi Sarjana yang telah memberikan fasilitas, sarana, dan
prasarana kuliah yang sangat baik
4. Dr. Dra. Ismaini Zain, M.Si selaku dosen wali yang telah
banyak memberikan saran dan motivasi dalam proses belajar
di Departemen Statistika ITS
5. Papa dan Mama, atas segala doa, nasehat, kasih sayang, dan
dukungan yang diberikan demi kesuksesan penulis
6. Adik-adik penulis, Adinda, Adelia, dan semua keluarga atas
dukungan yang diberikan selama penulis mengikuti
perkuliahan di Departemen Statistika ITS
7. Zela Puteri Nurbani yang selalu memberikan semangat,
dukungan, dan doa kepada penulis selama masa perkuliahan

v
8. Tim PKM-P Daerah Tertinggal, Zumar dan Diyah atas
dukungan, ilmu, dan pengalaman dalam meneliti daerah
tertinggal semasa berkuliah di Departemen Statistika ITS
9. Dwinda, Muthia, Vienesca, Nesia, Charles, Alvin, Ihsan,
Antok, Arrafi, Bagus, Marham, Vito, serta teman-teman
Statistika ITS 2015 atas segala dukungan dan semangat yang
diberikan kepada penulis selama pengerjaan Tugas Akhir
10. Teman-teman fungsionaris HIMASTA-ITS 2016/2017,
HIMASTA-ITS 2017/2018, dan IHMSI 2016/2018 yang
selama perkuliahan membeberikan banyak pembelajaran dan
mendukung penulis dalam mengembangkan softskill penulis
11. Semua pihak yang turut membantu dalam pelaksanaan Tugas
Akhir yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Besar harapan penulis untuk mendapatkan kritik dan
saran yang membangun sehingga Tugas Akhir ini dapat
memberikan manfaat bagi semua pihak yang terkait.

Surabaya, Juli 2019

Penulis

vi
DAFTAR ISI

Abstrak………………………………………………………... i
Abstract…………………………………………………….….. iii
KATA PENGANTAR………………………………………... v
DAFTAR ISI………………………………………………….. vii
DAFTAR GAMBAR…………...……………………...……... ix
DAFTAR TABEL……………………………………...…….. xi
DAFTAR LAMPIRAN………...…………………………….. xiii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………….. 1
1.1 Latar Belakang……………………………...…………….. 1
1.2 Perumusan Masalah……………...………………………... 6
1.3 Tujuan……………………………………………………... 7
1.4 Manfaat……………………………………………………. 7
1.5 Batasan Masalah………………………………………....... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……...……..………………. 9
2.1 Structural Equation Modeling (SEM)…………………….. 9
2.2 Confirmatory Factor Analysis (CFA)…………………….. 10
2.2.1 First-Order Confirmatory Factor Analysis (CFA)……... 11
2.2.2 Second-Order Confirmatory Factor Analysis (CFA)…… 12
2.3 Asumsi dalam CFA……………………………………….. 13
2.4 Estimasi Parameter dalam CFA…………...……………… 14
2.5 Goodness of Fit Index (GFI)………...……………………. 16
2.6 Tinjauan Non Statistik…………………………….………. 19
2.6.1 Daerah Tertinggal……………………………….………. 19
2.6.2 Kriteria dan Indikator Ketertinggalan Suatu Daerah……. 20
BAB III METODOLOGI PENILITIAN………………..….. 23
3.1 Sumber Data………………………………….…………… 23
3.2 Kerangka Konseptual……………………………..………. 23

vii
3.3 Variabel Penelitian…………………………………………….. 26
3.4 Definisi Operasional…………...…………………….…….. 28
3.5 Struktur Data………………………………………….......... 29
3.6 Langkah Penelitian………………………………………..... 30
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN…………............. 33
4.1 Karakteristik Data Daerah Tertinggal di Pulau Jawa..……..…...
33
4.2 Pengujian Asumsi dalam CFA……………………………... 35
4.3 Analisis Model Pengukuran………………………………... 37
4.3.1 First-Order Confirmatory Factor Analysis (CFA)……..... 37
4.32 Second-Order Confirmatory Factor Analysis (CFA).….… 47
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………….……...….… 55
5.1 Kesimpulan…………………………………………..….…. 55
5.2 Saran………………………………………………….….… 56
DAFTAR PUSTAKA……………...………….…………….… 57
LAMPIRAN………………………………………………….… 59
BIODATA PENULIS………...…………………………….…. 83

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Model Pengukuran………………………….........……10


Gambar 2.2 Model Second-Order CFA………………….……… 12
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian…………….……... 24
Gambar 3.2 Diagram Jalur Penelitian…………………………… 25
Gambar 3.3 Diagram Alir Penelitian………………………….… 31
Gambar 4.1 Chi-Square Plot Uji Normal Multivariat……..……. 35
Gambar 4.2 First-Order CFA Perekonomian…………………… 37
Gambar 4.3 First-Order CFA Sumber Daya Manusia………….. 39
Gambar 4.4 First-Order CFA Infrastruktur/Sarana Prasarana….. 41
Gambar 4.5 First-Order CFA Aksesibilitas…………………….. 43
Gambar 4.6 First-Order CFA Karakteristik Daerah……………. 45
Gambar 4.7 Second-Order CFA Daerah Tertinggal…….………. 49
Gambar 4.8 Second-Order CFA Daerah Tertinggal Hasil
Modifikasi……………………………….…………. 51

ix
(Halaman ini sengaja dikosongkan)

x
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Indeks Kelayakan Model………………………….… 19


Tabel 3.1 Variabel Penelitian…………………………….…….. 26
Tabel 3.2 Struktur Data………………………………….……... 29
Tabel 4.1 Karakteristik Daerah Tertinggal di Pulau Jawa Tahun
2014………………………………………………….. 34
Tabel 4.2 Uji Asumsi Normal Multivariat……………..…….… 36
Tabel 4.3 Uji Validitas Variabel Perekonomian………..……… 38
Tabel 4.4 Uji Reliabilitas Variabel Perekonomian…………..… 38
Tabel 4.5 Uji Validitas Variabel Sumber Daya Manusia….…… 39
Tabel 4.6 Uji Reliabilitas Variabel Sumber Daya
Manusia……………………………………………… 40
Tabel 4.7 Uji Validitas Variabel Infrastruktur/Sarana
Prasarana…………………………………………….. 42
Tabel 4.8 Uji Reliabilitas Variabel Infrastruktur/Sarana
Prasarana…………………………………………….. 43
Tabel 4.9 Uji Validitas Variabel Aksesibilitas………………… 44
Tabel 4.10 Uji Reliabilitas Variabel Aksesibilitas…………...…. 44
Tabel 4.11 Uji Validias Variabel Karakteristik Daerah……….… 46
Tabel 4.12 Uji Reliabilitas Variabel Karakteristik Daerah……… 47
Tabel 4.13 Variabel Signifikan dan Reliabel…..………………... 48
Tabel 4.14 Uji Kelayakan Model Struktural Daerah
Tertinggal………………………………………...…. 50
Tabel 4.15 Korelasi Varians Error……………………………… 51
Tabel 4.16 Uji Kelayakan Model Struktural Daerah Tertinggal
Modifikasi………………………………………….... 52
Tabel 4.17 Pengujian Koefisien Jalur Model Struktural
Daerah Tertinggal…………………………………… 53

xi
(Halaman ini sengaja dikosongkan)

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Penelitian……………………..…..…….… 59


Lampiran 2. Output SPSS Statistika Deskriptif………........... 60
Lampiran 3. Syntax Macro Minitab Uji Distribusi Normal
Multivariat……………………………………... 63
Lampiran 4. Output Minitab Uji Normal Multivariat……….. 64
Lampiran 5. Tabel Chi-Square untuk Uji Normalitas Data…. 70
Lampiran 6. Output AMOS CFA Daerah Tertinggal First-
Order……………….…...……………………… 70
Lampiran 7. Output AMOS CFA Daerah Tertinggal Second-
Order………………................………………… 73
Lampiran 8. Output AMOS Goodness of Fit CFA Daerah
Tertinggal Second-Order………………………. 75
Lampiran 9. Output AMOS CFA Daerah Tertinggal
Second-Order Modifikasi…………...…………. 77
Lampiran 10. Output AMOS Goodness of Fit CFA Daerah
Tertinggal Second-Order Modifikasi…….…..… 79
Lampiran 11. Surat Pernyataan Pengambilan Data…………… 81

xiii
(Halaman ini sengaja dikosongkan)

xiv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia.
Terdapat 17.504 pulau yang termasuk ke dalam wilayah
kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dimana 16.056
pulau telah dibakukan namanya di PBB hingga Juli 2017 (Biro
Informasi dan Hukum Kementerian Koordinator Bidang Maritim,
2017). Pusat peradaban dan perekonomian di Indonesia berpusat
di lima pulau terbesar diantara belasan ribu pulau lainnya. Pulau-
pulau tersebut meliputi Pulau Jawa, Sumatera, Sulawesi,
Kalimantan, dan Papua.
Pulau Jawa adalah pulau terluas ke-5 di Indonesia dan ke-
13 di dunia. Sejak tahun 1930, sebagian besar penduduk
Indonesia tinggal di Pulau Jawa, padahal luas pulau itu kurang
dari tujuh persen dari luas total wilayah daratan Indonesia. Hasil
Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015, populasi
penduduk di Pulau Jawa tercatat sebanyak 145.013.573 jiwa yang
menjadikan pulau ini berpenduduk terbanyak di dunia dan
merupakan salah satu tempat terpadat di dunia. Pulau Jawa dihuni
oleh 57 persen penduduk Indonesia yang berjumlah 255.18 juta
jiwa (Badan Pusat Statistik, 2016). Secara perlahan persentase
penduduk Indonesia yang tinggal di Pulau Jawa terus akan
menurun menjadi 54,7 persen pada tahun 2035 (Badan Pusat
Statistik, 2013).
Pulau Jawa merupakan pusat beberapa kerajaan Hindu-
Buddha, kesultanan Islam, pemerintahan kolonial Hindia
Belanda, serta pusat pergerakan kemerdekaan Indonesia. Banyak
kisah sejarah Indonesia yang terjadi di Pulau Jawa. Pulau Jawa
sangat berdampak signifikan terhadap kehidupan sosial, politik,
dan ekonomi Indonesia. Jakarta sebagai ibu kota Indonesia juga
terletak di Pulau Jawa bagian Barat Laut. Jakarta merupakan
pusat pemerintahan dan perekonomian di Indonesia.

1
2

Secara spasial, struktur perekonomian Indonesia berpusat


di Pulau Jawa. Pada triwulan tahun 2014, perekonomian
Indonesia masih didominasi oleh provinsi-provinsi di Pulau Jawa
yang memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto
(PDB) sebesar 57,39 persen, kemudian diikuti oleh Pulau
Sumatera sebesar 23,16 persen, dan pulau-pulau lainnya kurang
dari 10 persen. Pulau Jawa sebagai kontributor terbesar bertumpu
pada sektor industri dengan pertumbuhan ekonomi yang tumbuh
stabil sebesar 5,59 persen (Badan Pusat Statistik, 2014).
Ironisnya, pada Lampiran Peraturan Presiden Nomor 131 Tahun
2015 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2015 – 2019,
tercatat 6 Kabupaten di Pulau Jawa yang tergolong daerah
tertinggal, yaitu Kabupaten Bondowoso, Situbondo, Bangkalan,
Sampang, Pandeglang dan Lebak. Selain itu, pulau ini dihuni oleh
15,14 juta penduduk miskin atau sebesar 54,6 persen dari jumlah
keseluruhan penduduk miskin di Indonesia. Pada satu sisi, Pulau
Jawa termasuk wilayah yang memiliki daerah tertinggal dan
penyumbang penduduk miskin terbanyak, pada sisi lainnya Pulau
Jawa adalah pusat pemerintahan dan perekonomian di Indonesia.
Fasilitas-fasilitas yang dimiliki oleh Pulau Jawa seharusnya dapat
meratakan pembangunan ekonomi pada daerah-daerah di
dalamnya dan memberikan kehidupan yang layak bagi
penduduknya.
Pembangunan daerah secara merata merupakan salah satu
faktor kunci dari pembangunan suatu negara. Arsyad (2010)
mengatakan bahwa pembangunan ekonomi daerah merupakan
proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola
sumberdaya yang ada dan membentuk pola kemitraan antara
pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu
lapangan pekerjaan baru dan merangsang perkembangan kegiatan
ekonomi. Proses keberlangsungan pembangunan suatu daerah
pastinya tidak selalu mudah, banyak terdapat permasalahan pokok
yang mengakibatkan adanya kesenjangan ekonomi antar daerah
karena kemampuan dan sumber daya suatu daerah dalam
merealisasikan pembangunan berbeda-beda.
3

Suatu daerah dikatakan sebagai daerah tertinggal apabila


pada daerah tersebut terdapat kabupaten yang masyarakat dan
wilayahnya relatif kurang berkembang dibandingkan daerah lain
dalam skala nasional. Ketertinggalan daerah tersebut dapat diukur
berdasarkan enam kriteria utama yaitu ekonomi, sumber daya
manusia, infrastruktur, kapasitas keuangan daerah, aksesibilitas
dan karakteristik daerah (Direktorat Jendral Pembangunan Daerah
Tertinggal, 2016). Oleh karena itu, diperlukan upaya
pembangunan daerah yang terencana dan sistematis agar daerah
tertinggal tersebut pada akhirnya setara dengan daerah lainnya di
Indonesia yang telah maju terlebih dahulu.
Pada tahun 2015, pemerintah fokus kepada pembangunan
desa sehingga dibentuklah Kementerian Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi melalui Peraturan Presiden
Nomor 12 Tahun 2015. Fokus pemerintahan kepada
pembangunan desa ini menarik untuk diperhatikan karena
pembangunan yang tepat sasaran merupakan hal mutlak yang
diperlukan.
Berdasarkan peta penyebaran daerah tertinggal
KEMENDESA, jumlah kabupaten tertinggal di Kawasan
Indonesia Barat mencapai 19 kabupaten tertinggal atau 15,57
persen dari total 122 kabupaten daerah tertinggal. Dalam RPJMN
2015-2019 ditetapkan 122 kabupaten sebagai daerah tertinggal.
Penetapan ini juga telah dikuatkan oleh Peraturan Presiden
(Perpres) No. 131 Tahun 2015. Penetapan ini merupakan hasil
perhitungan bahwa pada periode RPJMN 2010-2014 ditangani
sebanyak 183 kabupaten tertinggal, melalui upaya percepatan
dapat terentaskan sebanyak 70 kabupaten tertinggal, namun pada
tahun 2013 terdapat 9 Daerah Otonom Baru (DOB) pemekaran
yang masuk dalam daftar daerah tertinggal, sehingga secara
keseluruhan menjadi 122 kabupaten tertinggal. Pada akhir periode
RPJMN 2015-2019 ditargetkan dapat terentaskan sebanyak 80
kabupaten tertinggal (Direktorat Jendral Pembangunan Daerah
Tertinggal, 2016).
4

Beberapa isu strategis pembangunan daerah tertinggal


yang akan menjadi fokus penanganan dalam lima tahun kedepan,
di antaranya adalah: a. adanya regulasi yang tidak
memihak/disharmonis terhadap percepatan pembangunan daerah
tertinggal; b. Masih lemahnya koordinasi antarpelaku
pembangunan untuk percepatan pembangunan daerah tertinggal;
c. Belum optimalnya kebijakan yang afirmatif pada percepatan
pembangunan daerah tertinggal; d. Masih rendahnya kualitas
sumberdaya manusia dan tingkat kesejahteraan masyarakat di
daerah tertinggal; e. Terbatasnya ketersediaan sarana dan
prasarana publik dasar di daerah tertinggal; f. Rendahnya
produktivitas masyarakat di daerah tertinggal; g. Belum
optimalnya pengelolaan potensi sumberdaya lokal dalam
pengembangan perekonomian di daerah tertinggal; h. Kurangnya
aksesibilitas daerah tertinggal terhadap pusat-pusat pertumbuhan
wilayah; dan i. Belum adanya insentif terhadap sektor swasta dan
pelaku usaha untuk berinvestasi di daerah tertinggal (Direktorat
Jendral Pembangunan Daerah Tertinggal, 2016).
Salah satu cara untuk melihat apakah suatu daerah masuk
kategori tertinggal atau tidak adalah dengan data Potensi Desa
(Podes) yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Data
Podes adalah data kewilayahan (spasial) yang menekankan pada
penggambaran situasi wilayah. Cakupan wilayah dan kegiatan
pendataan Podes 2014 dilakukan terhadap seluruh wilayah
administrasi pemerintahan setingkat desa (desa, kelurahan,
nagari/jorong) di seluruh Indonesia, termasuk Unit Permukiman
Transmigrasi (UPT) dan Satuan Permukiman Transmigrasi (SPT)
yang masih dibina oleh kementerian terkait.
Tersedianya data daerah tertinggal yang lengkap dan
akurat merupakan salah satu aspek penting untuk mendukung
program pengentasan daerah tertinggal. Analisis yang tepat
terhadap daerah tertinggal dapat menjadi instrumen yang tangguh
bagi pengambilan kebijakan dalam memfokuskan perhatian pada
kondisi daerah yang masih tertinggal. Agar analisis pengujian
teori daerah tertinggal menjadi lebih spesifik, diperlukan metode
5

kuantitatif untuk melakukannya. Salah satu metode yang populer


adalah Structural Equation Modeling (SEM).
SEM merupakan salah satu teknik analisis statistika yang
dapat digunakan untuk mengestimasi hubungan kausal antar
variabel dalam suatu populasi. Menurut Bollen (1989), SEM
adalah teknik analisis statistika yang mengkombinasikan beberapa
aspek yang terdapat pada Path Analysis dan Confirmatory Factor
Analysis (CFA) untuk mengestimasi beberapa persamaan
simultan. SEM adalah pengembangan dari Generalized Linear
Model (GLM) dengan regresi berganda sebagai bagian utamanya.
Namun, SEM lebih andal, ilustratif, dan kokoh dibandingkan
dengan teknik regresi yang diukur oleh indikator berganda.
SEM lebih fokus pada pemodelan konfirmatori
dibandingkan pemodelan eksploratori sehingga lebih akurat
digunakan untuk studi kuantitatif dibandingkan dengan studi
kualitatif. Pada model analisis CFA, jumlah variabel dan
pengaruh suatu variabel laten terhadap variabel indikator
ditentukan terlebih dahulu, kesalahan pengukuran bisa berkorelasi
dan diperlukan identifikasi parameter. Confirmatory Factor
Analysis dapat mengukur kecocokan model dengan data sehingga
kemudian dapat menentukan suatu teori dapat diterima atau
ditolak. Terdapat beberapa orde pada CFA, pada first-order
confirmatory factor analysis (first-order CFA), suatu variabel
laten yang diukur berdasarkan beberapa indikator dapat diukur
secara langsung. Sedangkan pada second-order confirmatory
factor analysis (second-order CFA), variabel laten tidak dapat
diukur langsung melalui variabel-variabel indikatornya. Namun
memiliki beberapa indikator dimana indikator tersebut tidak dapat
diukur secara langsung, serta memerlukan beberapa indikator
lagi.
Penelitian sebelumnya terkait daerah tertinggal adalah
penelitian dari Direktorat Daerah Tertinggal, Transmigrasi, dan
Perdesaan (2016) yang melakukan analisis secara kuantitatif
menggunakan statistika deskriptif dan spasial, serta secara
kualitatif melalui kajian dan Focus Group Discussion (FGD)
6

terhadap daerah tertinggal di Indonesia. Penelitian terkait SEM


yang pernah ada salah satunya adalah Ngafiyah (2015)
mengaplikasikan analisis dengan pendekatan Two Stage
Structural Equation Modeling (TSSEM) pada faktor-faktor yang
mempengaruhi kemiskinan di Pulau Jawa. Beberapa penelitian
sebelumnya yang telah dilakukan terkait second-order CFA
adalah Efendi dan Purnomo (2012) yang melakukan penelitian
mengenai kesadaran berlalu lintas pengendara sepeda motor di
Jawa Timur menggunakan second-order CFA. Selanjutnya, Laili
dan Otok (2014) yang melakukan analisis pada indikator-
indikator kemiskinan di Kabupaten Jombang dan Lumbanbatu
(2016) yang melakukan pemodelan terhadap pengaruh kepuasan
pegawai terhadap keterikatan pegawai PT Garuda Indonesia
(Persero) Tbk dengan menggunakan second-order confirmatory
factor analysis (CFA).
Sulitnya menemukan hasil penelitian terdahulu terkait
second-order CFA dan daerah tertinggal dengan faktor yang
mempengaruhi sesuai dengan lima kriteria utama yang telah
disusun oleh KEMENDESA, maka dalam penelitian ini
digunakan Second-Order Confirmatory Factor Analysis (second-
order CFA) pada faktor-faktor yang mempengaruhi daerah
tertinggal di Pulau Jawa.

1.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan judul dan uraian latar belakang di atas, maka
masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana evaluasi terhadap kontribusi indikator pada
variabel laten daerah tertinggal di Pulau Jawa menggunakan
first-order Confirmatory Factor Analysis.
2. Bagaimana mendapatkan model daerah tertinggal di Pulau
Jawa menggunakan second-order Confirmatory Factor
Analysis.
7

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di
atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1. Mengukur kontribusi indikator pada variabel laten daerah
tertinggal di Pulau Jawa menggunakan first-order
Confirmatory Factor Analysis.
2. Mendapatkan model daerah tertinggal di Pulau Jawa
menggunakan second-order Confirmatory Factor Analysis.

1.4 Manfaat
Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat dimanfaatkan
dalam menambah wawasan mengenai metode statistika yang
berkaitan dengan second-order CFA dan memberikan gambaran
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi daerah tertinggal di
provinsi-provinsi yang terletak di Pulau Jawa sehingga dapat
digunakan sebagai referensi pemerintah dalam menentukan arah
kebijakan untuk menanggulangi masalah pada daerah tertinggal.

1.5 Batasan Masalah


Mengacu pada permasalahan di atas, ruang lingkup
penelitian ini dibatasi oleh analisis dengan pendekatan second-
order CFA mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi daerah
tertinggal di kabupaten/kota pada enam provinsi di Pulau Jawa
yang disusun oleh lima dimensi. Terbatasnya penelitian terkait
daerah tertinggal di Pulau Jawa menyababkan penelusuran data
secara lengkap menjadi sulit. Oleh karena itu, penelitian ini tidak
menggunakan dimensi Kriteria Keuangan Daerah dan hanya
menggunakan lima dimensi yaitu Perekonomian, Sumber Daya
Manusia, Infrastruktur/Sarana Prasarana, Aksesibilitas, dan
Karakteristik Daerah.
(Halaman ini sengaja dikosongkan)

8
9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Structural Equation Modeling (SEM)


Structural Equation Modeling (SEM) adalah sekumpulan
teknik-teknik statistik yang memungkinkan pengujian sebuah
rangkaian hubungan yang relatif rumit secara simultan. Hubungan
yang rumit tersebut dapat dibangun antara satu atau beberapa
variabel dependen dengan satu atau beberapa variabel
independen. SEM mengkaji struktur hubungan timbal balik yang
dinyatakan dalam serangkaian persamaan, mirip dengan
serangkaian persamaan regresi berganda. Persamaan ini
menggambarkan semua hubungan antara konstruk (variabel
dependen dan independen) yang terlibat dalam analisis. Konstruk
merupakan faktor yang tidak dapat diobservasi atau laten yang
diwakili oleh beberapa variabel seperti variabel yang mewakili
faktor dalam analisis faktor (Hair dkk, 2010). Dengan demikian,
SEM merupakan metode statistik yang mampu menunjukkan
keterkaitan secara simultan antara variabel-variabel yang teramati
secara langsung (variabel indikator) dengan variabel-variabel
yang tiak teramati secara langsung (variabel laten).
Structural equation modeling (SEM) berbasis kovarian
berfokus untuk memperkirakan satu set parameter model
sehingga matriks kovarian yang terbentuk secara teoritis dapat
tersirat dengan baik oleh sistem persamaan struktural yang
diperoleh (Jamil, 2012). Dalam SEM berbasis kovarian terdapat
dua model yaitu model pengukuran (measurement model) dan
model struktural (structural model). Model struktural berfungsi
untuk menghitung hubungan antara indepent dan dependent
variabel laten, sedangkan model pengukuran digunakan untuk
menghitung hubungan antara variabel indikator dengan variabel
laten (Ramadiani, 2010). Structural equation modeling (SEM)
berbasis kovarian bersifat confirmatory, artinya mengkonfirmasi
apakah model berdasarkan teori tidak ada dengan model
empirisnya (Haryono dan Wardoyo, 2013). Sedangkan, SEM
10

pengembangan teori lebih tepat dilakukan oleh SEM berbasis


varian. Namun demikian, keduanya dapat dilakukan untuk
pengujian hipotesis atau kausalitas (Abdillah, 2015).

2.2 Confirmatory Factor Analysis (CFA)


Confirmatory factor analysis (CFA) merupakan metode
yang digunakan untuk menguji measurement model (model
pengukuran) yang menggambarkan hubungan antara variabel
laten dengan indikatornya. Dalam CFA, variabel laten dianggap
sebagai variabel penyebab (variabel bebas) yang mendasari
variabel indikator. Pada measurement model dilakukan pengujian
model yang terdiri dari satu variabel dengan indikator yang
ditunjukkan pada Gambar 2.1.
δ1
X1
λ1
λ2 δ2
X(ξ)
X2

λ3
δ3
X3
Gambar 2. 1 Model Pengukuran

Model persamaan untuk CFA adalah sebagai berikut.


(2.1)
Dalam CFA biasanya tidak mengasumsikan arah
hubungan, tapi menyatakan hubungan korelatif atau hubungan
kausal antar variabel. CFA digunakan untuk mengevaluasi pola-
pola hubungan antar variabel, apakah suatu indikator mampu
mencerminkan variabel laten, melalui ukuran-ukuran statistik.
Tujuan dari CFA sendiri yaitu untuk mengkonfimasi secara
statistik model yang telah dibangun dengan cara memeriksa
ukuran statistiknya yaitu nilai validitas dan reliabilitas. Dengan
kata lain, CFA dapat juga digunakan untuk menguji pertanyaan
dalam kuisioner apakah sudah benar-benar representatif (valid)
11

dan benar-benar akurat atau konsisten (reliable). Menurut Hair


dkk (2010), variabel dikatakan valid apabila menghasilkan
loading factor > 0,5 dan signifikan apabila p-value < ∝. Secara
umum, perhitungan loading factor dapat dihitung dengan
menggunakan rumus berikut.
Σ  LL ' ψ (2.2)
dimana Σ merupakan matriks varian kovarian, L merupakan
matriks loading factor, dan ψ merupakan matriks error.
Sedangkan untuk mengukur reliabilitas dilakukan dengan
menggunakan construct reliability yang dihitung menggunakan
rumus berikut ini:
2
 n  
CR   i 1 i  (2.3)
2 2
 n     n  
 i 1 i   i 1 i 
dengan ̂ = loading factor, dan ̂ ̂ merupakan varians
error indikator, i = 1,2,… n. Ukuran ini dapat diterima kehanda-
lannya apabila koefisien construct reliability (CR) > 0,70 dan
menunjukkan good reliability, sedangkan bila 0,60 ≤ CR ≤ 0,70
juga dapat diterima dan menunjukkan bahwa indikator pada kon-
struk model telah baik (Hair dkk, 2010).

2.2.1 First-Order Confirmatory Factor Analysis (CFA)


Pada first-order confirmatory factor analysis (First-
Order CFA) suatu variabel laten diukur berdasarkan beberapa
indikator yang dapat diukur secara langsung. Pada model first-
order, indikator memiliki nilai atau data deskriptif. Fokus dalam
analisis first-order adalah nilai loading factor dimana nilai
tersebut menunjukkan tingkat hubungan indikator dengan variabel
laten. Perbedaan first-order CFA dengan second-order CFA
adalah pada second-order CFA variabel laten tidak diukur secara
langsung melalui indikator penilaian, melainkan melalui variabel
laten yang lain. Persamaan 2.4 merupakan model first-order CFA
dengan p indikator.
12

(2.4)

dengan,
adalah indikator dari common factor
adalah loading factor dari model
adalah unique factor tiap persamaan error term.

2.2.2 Second-Order Confirmatory Factor Analysis (CFA)


Suatu permasalahan memungkinkan untuk variabel laten
tidak dapat langsung diukur melalui variabel-variabel
indikatornya. Variabel laten tersebut memiliki beberapa indikator-
indikator dimana indikator-indikator tersebut tidak dapat diukur
secara langsung, dan memerlukan beberapa indikator lagi. Dalam
kasus ini first-order CFA tidak dapat digunakan, sehingga
dibutuhkan analisis CFA yang memiliki orde yang lebih tinggi
(higher-order confirmatory factor analysis). Dalam hal ini orde
yang digunakan adalah orde kedua sehingga analisis dilakukan
dengan menggunakan second-order confirmatory factor analysis.
Gambar 2.2 merupakan diagram jalur second-order CFA.

ζ ξ ζ3
ζ

𝜂 𝜂 𝜂3

X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9

𝜀 𝜀 𝜀3 𝜀4 𝜀5 𝜀6 𝜀7 𝜀8 𝜀9
Gambar 2. 2 Model Second-Order CFA
13

Persamaan hubungan antara First-Order CFA dan high


order confirmatory analysis ditunjukkan pada persamaan dibawah
ini (Bollen, 1989).
(2.5)
(2.6)
dimana,
B adalah koefisien loading
Γ dan Λ adalah loading factor first dan second order
adalah random vektor variabel laten
adalah residual.
Hubungan antara first dan second-order diberikan pada
persamaan 2.14, dihilangkan ketika hanya ada factor second-
order dan tidak satupun first-order yang memiliki hubungan
langsung satu dengan lainnya. Loading factor pada first-order
dari pada y adalah pada persamaan 2.6.

2.3 Asumsi dalam CFA


Salah satu asumsi dalam analisis menggunakan CFA
adalah data harus berdistribusi normal multivariat. Untuk
memeriksa apakah suatu data mengikuti distribusi normal
2
multivariat atau tidak, maka dilakukan perbandingan antara d j
dengan chi-square tabel. Dengan melihat nilai proporsi yang
didapatkan dari membandingkan nilai d 2j   2
p  n j 0.5/ n 
sama dengan 50%, maka data memenuhi asumsi distribusi normal
multivariat. Dimana untuk nilai square distance diperoleh melalui
persamaan sebagai berikut:

 

d 2j  x j  x S 1 x j  x  (2.7)
dimana,
: Jarak Mahalanobis pengamatan ke-j
j : Nilai observasi/pengamatan ke-j
14

̅ : Rata-rata nilai observasi/pengamatan


: Matriks varian kovarian

Selain itu, asumsi distribusi normal multivariat dapat


diidentifikasi dengan melihat pola sebaran data pada scatterplot
antara nilai d j dengan nilai kuantil normal standar dengan
persamaan:
 1
 j2 2
qp     p n j 0.5 / n (2.8)
 n    
 
Jika titik-titik pada plot mengikuti garis linier maka
disimpulkan bahwa data memenuhi asumsi distribusi normal
multivariat (Johnson, 2007).

2.4 Estimasi Parameter dalam CFA


Confirmatory factor analysis (CFA) adalah salah satu
metode yang dapat digunakan untuk menganalisis data dalam
jumlah besar. Apabila jumlah sampel yang diambil dalam
penelitian tidak terlalu besar maka hal ini akan mengakibatkan
beberapa estimasi yang dimunculkan dari hasil analisis CFA sulit
mencapai akurasi yang tinggi.
Metode yang sering digunakan untuk mengestimasi
parameter pada SEM dan CFA adalah Maximum Likelihood
Estimation (MLE). Misalkan N sampel random yang identik dan
independen dari variabel random Z yang berdistribusi
multinormal dengan mean 0 dan varians , maka fungsi
kepadatan peluang ( ) adalah ( ), dimana
adalah parameter fixed yang digunakan untuk menentukan
peluang kepadatan Z:
( ) ( ) ( ) ( ) (2.9)

kepadatan bersama (joint density) merupakan perkalian dari


densitas marginal (marginal density) karena
15

independen. Jika diobservasi nilai untuk pada suatu


sampel, maka dapat dituliskan fungsi likelihood sebagai berikut:
( ) ( ) ( ) ( ) (2.10)

dimana ( ) adalah nilai dari ( ). Persamaan 2.4


merupakan fungsi likelihood yang biasa disingkat ( ). Fungsi
kepadatan peluang menjadi:
( ) [ ] (2.11)
( ) | |

untuk sampel random dari N observasi independen dari z, maka


joint density ditunjukkan pada persamaan 2.11 berikut:
( ) ( ) ( ) ( ) (2.12)

dengan fungsi likelihood sebagai berikut:


N
L( )   f ( zi , Σ)
i 1
N 1  1 1 
 p 1 exp   2 zi ' Σ zi 
i 1
 2  2 Σ 2
 1 N 
exp    zi ' Σ( ) 1 zi 
1

Np N  i 1
2 
 2  2 Σ   2
(2.13)
dengan,
1 N 1 1 N 1
  zi ' Σ( ) zi    tr  zi ' Σ( ) zi 
2 i 1 2 i 1  
maka,
N N  1 1
log L( )    tr  N zi zi ' Σ( ) 
2 i 1  

  tr SΣ( )1 
N
2  
16

S merupakan sampel dari estimator maximum likelihood matriks


varian kovarian sampel, sehingga ( ) dapat ditulis sebagai
persamaan berikut:
 Np
log  2   log Σ( )  tr SΣ( ) 1 
N N
log L( ) 
2 2 2  

c
N
2  
log Σ( )  tr SΣ( ) 1 

(2.14)
dimana,
 Np
c log  2 
2
pada persamaan di atas, constant tidak mempengaruhi pemilihan
̂, sehingga dapat dihilangkan menjadi persamaan 2.8 berikut.
log L( )  log Σ( )  tr SΣ( ) 1 
 
(2.15)
Menurut Seber (1984), memaksimalkan fungsi likelihood
ekuivalen dengan meminimumkan fungsi FML sehingga
didapatkan fungsi sebagai berikut.
| ( ̂)| ( ( ̂ )) | | (2.16)

S merupakan matriks variance covariance sampel, ( ̂)


merupakan matriks variance covariance dari parameter populasi,
dan p merupakan jumlah variabel (Bollen, 1989).

2.5 Goodness of Fit Index (GFI)


Selain harus memenuhi asumsi persamaan pengukuran,
second-order CFA juga mambutuhkan data yang bersifat normal
multivariat. Setelah data dinyatakan siap, maka barulah peneliti
dapat melakukan penilaian overall model fit, dengan salah
satunya menggunakan goodness of fit. Goodness of fit digunakan
untuk mengukur kesesuaian input obsevasi dengan prediksi dari
model yang diajukan. Kebaikan model (goodness of fit) secara
menyeluruh (overall model fit) atau disebut dengan uji kelayakan
17

model. Ada beberapa metode kebaikan sesuai model secara


menyeluruh. Pada umumnya ada beberapa jenis fit index yang
digunakan untuk mengukur kesesuaian antara model yang
dihipotesakan dengan data. Adapun beberapa metode kebaikan
sesuai model secara menyeluruh antara lain.
1. Absolute Fit Measure
Absolute fit measure adalah cara mengukur model fit secara
keseluruhan dengan beberapa kriteria sebagai berikut.
a. Chi-Square Statistic
Menguji kovarian populasi yang diestimasi apakah sama
dengan kovarian sampel (model sesuai dengan data atau
fit terhadap data). Model dikatakan sesuai jika nilai chi-
square (χ2) yang dihasilkan semakin kecil.
b. Goodness of Fit Index (GFI)
Menghitung proporsi tertimbang varian dalam matriks
kovarian populasi yang diestimasi dengan persamaan:

 
2
tr   1 S  I 
GFI  1    (2.17)

 
2
tr   1 S 
 
c. Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA)
Digunakan untuk mengkompensasi kebutuhan chi-square
pada sampel besar dengan persamaan:
2 1
RMSEA   (2.18)
 n  1 df n  1
2. Increment Fit Measure
Increment fit measure adalah membandingkan model yang
diusulkan dengan model dasar (baseline model) yang sering
disebut sebagai null model atau independence model.
a. Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI)
18

Analog dengan R2 dalam regresi berganda. Fit index ini


merupakan adjusted terhadap derajat bebas yang tersedia
untuk diterima tidaknya model dengan persamaan:
 k  k  1 
AGFI  1    1  GFI  (2.19)
 2df 
b. Tucker-Lewis Index (TLI)
Nilai TLI berkisar antara 0 sampai 1, dengan nilai TLI ≥
0,90 menunjukkan goodness if fit, sedangkan apabilai
0,80 ≤ TLI ≤ 0,90 sering disebut marginal fit.
 X 2   X 2  
 N    
 df N   df  
 
TLI    (2.20)
X  2
 N  1
 df N 
 
Dengan,
= nilai statistik uji model independen
= nilai statistik uji model yang dianalisis
= derajat bebas pengujian model independen
= derajat bebas pengujian model yang dianalisis
c. Comparative Fit Index (CFI)
Sama dengan nilai TLI, pada CFI nilainya juga berkisar
antara 0 sampai 1. Untuk nilai CFI ≥ menunjukkan
goodness of fit, sedangkan 0,80 ≤ CFI ≤ 0,90 sering
disebut marginal fit.

CFI  1 
 X 2  df 
 
(2.21)
2  df
XN N
Dengan demikian indeks-indeks yang digunakan untuk
menguji kelayakan sebuah model adalah seperti dalam Tabel 2.1
berikut ini.
19

Tabel 2. 1 Indeks Kelayakan Model


No Goodness of Fit Index Cut Off Value
1. Chi-Square ( ) Statistics Diharapkan kecil
(dibawah nilai tabel)
2. Significance Probability ≥ 0,05
3. GFI ≥ 0,90
4. RMSEA ≥0,08
5. AGFI ≥0,90
6. TLI ≥0,90
7. CFI ≥0,90
Pemilihan kriteria pengukuran sebaiknya dipenuhi minimal
satu dari pengukuran increment fit measure dan satu dari pengu-
kuran absolute fit measure. Lebih lanjut pengukuran yang
digunakan adalah serta degree of freedom, CFI atau TLI, dan
RMSEA dimana memberikan informasi cukup dalam
mengevaluasi model (Hair dkk, 2010).
Apabila diperoleh model yang tidak fit, maka dapat
dilakukan penanganan dengan melakukan modifikasi model.
Modifikasi model dilakukan dengan menghubungkan error dari
variabel indikator dalam variabel laten yang sama. Error yang
telah dihubungkan akan memberikan dampak pengurangan nilai
chi-square.

2.6 Tinjauan Non Statistik


Tinjauan non statistik pada penelitian meliputi
pemahaman tentang Daerah Tertinggal dan Kriteria dan Indikator
Ketertinggalan Suatu Daerah.

2.6.1 Daerah Tertinggal


Daerah tertinggal merupakan suatu daerah dengan
kabupaten yang masyarakat dan wilayahnya relatif kurang
berkembang dibandingkan daerah lain dalam skala nasional.
Ketertinggalan daerah tersebut dapat diukur berdasarkan enam
kriteria utama yaitu ekonomi, sumber daya manusia, infrastruktur,
kapasitas keuangan daerah, aksesibilitas dan karakteristik daerah
(Direktorat Jendral Pembangunan Daerah Tertinggal, 2016).
20

Untuk mengurangi adanya kesenjangan pembangunan


antar wilayah di masing-masing wilayah pulau, sasaran
pembangunan daerah tertinggal ditujukan untuk mengentaskan
daerah tertinggal minimal 80 kabupaten dengan target outcome
sebagai berikut.
1. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal
menjadi rata- rata sebesar 7,24 persen
2. Menurunnya persentase penduduk miskin di daerah tertinggal
menjadi rata-rata 14,00 persen
3. Meningkatkan Indeks Pembangunan Mansuia (IPM) di
daerah tertinggal menjadi rata-rata sebesar 69,59 persen.
Adanya disparitas kualitas sumberdaya manusia
antarwilayah, perbedaan kemampuan perekonomian antar daerah,
serta belum meratanya ketersediaan infrastruktur antarwilayah
mendukung fakta kesenjangan antar wilayah (Direktorat Jendral
Pembangunan Daerah Tertinggal, 2016). Dengan memperhatikan
isu strategis pembangunan daerah tertinggal dan sasaran
pembangunan daerah tertinggal, arah kebijakan pembangunan
daerah tertinggal di fokuskan pada:
a. Promosi potensi daerah tertinggal untuk mempercepat
pembangunan, sehingga terbangun kemitraan dengan banyak
pihak. Promosi daerah tertinggal ini juga akan mendorong
masyarakat semakin mengetahui potensi daerah tersebut dan
aktif dalam membantu pembangunan
b. Upaya pemenuhan kebutuhan dasar dan kebutuhan pelayanan
dasar publik
c. Pengembangan perekonomian masyarakat yang didukung
oleh sumberdaya manusia yang berkualitas dan infrastruktur
penunjang konektivitas antar daerah tertinggal dan kawasan
strategis.

2.6.2 Kriteria dan Indikator Ketertinggalan Suatu Daerah


Untuk mengidentifikasi suatu kabupaten mengalami
ketertinggalan dapat diukur dengan menggunakan standar yang
telah ditetapkan sebelumnya mengacu pada Peraturan Menteri
21

Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi No. 3


Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis Penentuan Indikator Daerah
Tertinggal Secara Nasional. Dalam hal mengidentifikasi masalah
ketertinggalan digunakan 6 (enam) kriteria dan 27 (duapuluh
tujuh) indikator daerah tertinggal yang meliputi:
1. Kriteria perekonomian
Terdiri dari dua indikator yaitu:
a. Persentase penduduk miskin
b. Pengeluaran Per Kapita Penduduk (rupiah)
2. Kriteria sumber daya manusia
Terdiri dari tiga indikator yaitu:
a. Angka Harapan Hidup/AHH (tahun)
b. Rata-Rata Lama Sekolah/RLS (tahun)
c. Angka Melek Huruf /AMH (persen)
3. Kriteria kemampuan keuangan daerah
Terdiri hanya satuindikator yaitu kemampuan keuangan
daerah
4. Kriteria infrastruktur/sarana prasarana
Terdiri dari 11 indikator yang digolongkan atas jalan antar
desa melalui darat dan Jalan antar desa bukan melalui darat
(jumlah desa). Jalan antar desa melalui darat terdiri dari
indikator-indikator antara lain:
a. Jalan aspal/beton (jumlah desa)
b. Jalan diperkeras (jumlah desa)
c. Jalan tanah (jumlah desa)
d. Jalan lainnya (jumlah desa).
Jalan antar desa bukan melalui darat (jumlah desa) terdiri dari
inidkator-indikator antara lain:
a. Pasar tanpa bangunan (jumlah desa)
b. Fasilitas kesehatan per 1000 penduduk (unit/buah)
c. Dokter per 1000 penduduk (orang)
d. Fasilitas pendidikan dasar per 1000 penduduk (unit/buah)
e. Persentase rumahtangga pengguna listrik
f. Persentase rumahtangga pengguna telepon
g. Persentase rumahtangga pengguna air bersih.
22

5. Kriteria Aksesibilitas
Terdiri dari tiga indikator yaitu:
a. Rata-rata jarak ke ibu kota kabupaten (kilometer)
b. Akses ke pelayanan kesehatan (kilometer)
c. Akses ke pelayanan pendidikan dasar (kilometer)
6. Kriteria Karakteristik Daerah
Terdiri dari tujuh indikator yaitu:
a. Gempa bumi (persentase jumlah desa)
b. Tanah longsor (persentase jumlah desa)
c. Banjir (persentase jumlah desa)
d. Bencana lainnya (persentase jumlah desa)
e. Kawasan hutan lindung (persentase jumlah desa)
f. Berlahan kritis (persentase jumlah desa)
g. Desa konflik (persentase jumlah desa)
BAB III
METODOLOGI PENILITIAN

3.1 Sumber Data


Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data
sekunder berupa hasil Pendataan Potensi Desa (PODES) 2014
yang merupakan data dan informasi terkait kesediaan
infrastruktur dan potensi yang dimiliki oleh setiap wilayah
administrasi setingkat desa di Indonesia dan Survei Sosial
Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2014 yang merupakan data
mengenai berbagai aspek sosial ekonomi dan pemenuhan
kebutuhan hidup seperti sandang, pangan, papan, pendidikan,
kesehatan, keamanan dan pekerjaan. Unit observasi pada
pemodelan pengukuran faktor-faktor yang mempengaruhi daerah
tertinggal di Pulau Jawa adalah kabupaten/kota di setiap provinsi
di Pulau Jawa, yaitu DKI Jakarta (6 kota), Jawa Barat (26
kabupaten/kota), Jawa Tengah (35 kabupaten/kota), Daerah
Istimiwa Yogyakarta (5 kabupaten/kota), Jawa Timur (38
kabupaten/kota), dan Banten (8 kabupaten/kota). Hasil pemodelan
pengukuran dari 6 provinsi tersebut selanjutnya dianalisis dengan
metode second-order CFA terhadap faktor-faktor yang
mempengaruhi daerah tertinggal di Pulau Jawa.

3.2 Kerangka Konseptual


Kerangka konseptual merupakan suatu bentuk kerangka
berpikir yang dapat digunakan sebagai pendekatan dalam
memecahkan masalah. Biasanya kerangka penelitian ini
menggunakan pendekatan ilmiah dan memperlihatkan hubungan
antar variabel dalam proses analisisnya. Kerangka konseptual
pada penelitian ini mengacu pada standar yang telah ditetapkan
Direktorat Jendral Pembangunan Daerah tertinggal tahun 2016.
Untuk lebih jelasnya kerangka konseptual penelitian ini dapat
dilihat pada Gambar 3.1.

23
24

Gambar 3. 1 Kerangka Konseptual Penelitian


(Direktorat Jendral Pembangunan Daerah Tertinggal, 2016)
Keterangan:
: Variabel laten tidak digunakan
25

Gambar 3.1 adalah kerangka konseptual penelitian.


Berdasarkan gambar tersebut dapat diketahui bahwa terdapat 6
dimensi yang dapat mengukur ketertinggalan suatu daerah, yang
mana 5 diantaranya digunakan dalam penelitian ini. Agar
kerangka konseptual lebih jelas lagi, berikut ini merupakan
diagram jalur dari penelitian ini.

Gambar 3.2 Diagram Jalur Penelitian


26

3.3 Variabel Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode second-order
Confirmatory Factor Analysis (CFA). Pada penelitian ini, daerah
tertinggal dipandang melalui 5 dimensi, yaitu Perekonomian,
SDM, Infrastruktur/Sarana Prasarana, Aksesibilitas, dan Kriteria
Daerah. Kelima dimensi tersebut merupakan variabel laten yang
berkaitan dengan daerah tertinggal, dimana masing-masing
variabel laten tersebut terdiri dari beberapa variabel indikator.
Mengacu pada standar yang telah ditetapkan sebelumnya yaitu
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi No. 3 Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis
Penentuan Indikator Daerah Tertinggal Secara Nasional, variabel
yang digunakan pada penelitian ini akan ditampilkan pada Tabel
3.1 sebagai berikut.
Tabel 3. 1 Variabel Penelitian
Variabel Laten Variabel Indikator Satuan
Persentase Penduduk Persen
Miskin (X1,1)
Perekonomian (D1)
Pengeluaran Per Kapita Rupiah
Penduduk (X1,2)
Angka Harapan Hidup (X2,1) Tahun
Sumber Daya
Rata-Rata Lama Sekolah Tahun
Manusia (SDM)
(X2,2)
(D2)
Angka Melek Huruf (X2,3) Persen
Jalan Aspal/Beton (X3,1) Jumlah Desa
Jalan Diperkeras (X3,2) Jumlah Desa
Jalan Tanah (X3,3) Jumlah Desa
Infrastruktur/Sarana Jalan Lainnya (X3,4) Jumlah Desa
Prasarana (D3) Pasar Tanpa Bangunan Jumlah Desa
(X3,5)
Fasilitas Kesehatan (X3,6) Unit
Tenaga Kesehatan (X3,7) Orang
Fasilitas Pendidikan Dasar Unit
(X3,8)
27

Tabel 3. 1 Variabel Penelitian (Lanjutan)


Fasilitas Pendidikan Dasar Unit
(X3,8)
Rumah Tangga Pengguna Jumlah Rumah
Telepon (X3,9) Tangga
Sumber Air Minum (X3,10) Persentase
Jumlah Desa
Sumber Air Mandi (X3,11) Persentase
Jumlah Desa
Rata-Rata Jarak ke Ibu Kota Kilometer
Kabupaten (X4,1)
Aksesibilitas (D4)
Akses ke Pelayanan Kilometer
Kesehatan (X4,2)
Gempa Bumi (X5,1) Persentase
Jumlah Desa
Tanah Longsor (X5,2) Persentase
Jumlah Desa
Banjir (X5,3) Persentase
Jumlah Desa
Tsunami (X5,4) Persentase
Jumlah Desa
Gelombang Pasang Laut Persentase
Karakteristik (X5,5) Jumlah Desa
Daerah (D5) Angin Puyuh/Putting Persentase
Beliung/Topan (X5,6) Jumlah Desa
Gunung Meletus (X5,7) Persentase
Jumlah Desa
Kebakaran Hutan (X5,8) Persentase
Jumlah Desa
Kekeringan (X5,9) Persentase
Jumlah Desa
Desa Konflik (X5,10) Persentase
Jumlah Desa
Tabel 3.1 menunjukkan 5 variabel laten dan 28 indikator yang
digunakan dalam penelitian ini. Variabel laten penelitian ini
terdiri dari beberapa indikator yang dapat menjelaskan variabel
laten tersebut.
28

3.4 Definisi Operasional


Definisi operasional setiap dimensi atau variabel laten
yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Dimensi perekonomian terdiri dari dua indikator yaitu
persentase penduduk miskin dan pengeluaran per kapita
penduduk. Persentase penduduk miskin mengukur proporsi
penduduk yang dikategorikan miskin atau berada dibawah
garis kemiskinan. Pengeluaran per kapita adalah biaya yang
dikeluarkan untuk konsumsi semua anggota rumah tangga
selama sebulan dibagi dengan banyaknya anggota rumah
tangga.
2. Dimensi SDM terdiri dari tiga indikator yaitu angka harapan
hidup, rata-rata lama sekolah, dan angka melek huruf. Angka
harapan hidup adalah rata-rata tahun hidup yang masih akan
dijalani oleh seseorang yang telah berhasil mencapai umur x,
pada suatu tahun tertentu, dalam situasi mortalitas yang
berlaku di lingkngan masyarakatnya. Rata-rata lama sekolah
didefinisikan sebagai jumlah tahun yang digunakan oleh
penduduk dalam menjalani pendidikan formal. Angka melek
huruf adalah proporsi penduduk berusia 15 tahun ke atas
yang memiliki kemampuan membaca dan menulis kalimat
sederhana dalam huruf latin, huruf arab, dan huruf lainnya
(seperti huruf jawa, kanji, dll) terhadap penduduk usia 15
tahun ke atas.
3. Dimensi infrastruktur/sarana prasarana terdiri dari sebelas
indikator, yaitu jalan aspal/beton, jalan diperkeras, jalan
tanah, jalan lainnya, pasar tanpa bangunan, fasilitas
kesehatan, tenaga kesehatan, fasilitas pendidikan dasar,
rumah tangga pengguna telepon, sumber air minum, dan
sumber air mandi. Jenis permukaan jalan terdiri dari:
aspal/beton, diperkeras (dengan kerikil atau batu), tanah, dan
lainnya yaitu terbuat dari kayu/papan yang biasanya
digunakan di daerah rawa, termasuk jalan setapak, jalan di
hutan dan sejenisnya. Fasilitas-fasilitas dasar dalam
lingkungan rumah tangga yang termasuk dalam indikator
29

infrastruktur/sarana prasarana antara lain ketersediaan


fasilitas dan tenaga kesehatan, dan fasilitas pendidikan dasar.
4. Dimensi aksesibilitas terdiri dari dua indikator, yaitu rata-
rata jarak ke ibu kota kabupaten dan akses ke pelayanan
kesehatan. Kedua hal tersebut menunjukkan keterjangkauan
suatu daerah secara jarak tempuh dalam mencapai ibu kota
kabupaten sebagai pusat perekonomian dan pelayanan
kesehatan sebagai pusat medis.
5. Dimensi karakteristik daerah terdiri dari 10 indikator yaitu
gempa bumi, tanah longsor, banjir, tsunami, gelombang
pasang laut, angin puyuh/putting beliung/topan, gunung
meletus, kebakaran hutan, kekeringan, dan desa konflik.
Indikator-indikator dalam dimensi karakteristik daerah
ditinjau dari fenomena-fenomena alam dan sosial yang
terjadi pada daerah tersebut. Fenomena alam yang ditinjau
merupakan bencana alam dan fenomena sosial yang ditinjau
merupakan konflik antar kelompok yang terjadi.

3.5 Struktur Data


Struktur data yang akan dianalisis menggunakan second-
order CFA ditunjukkan pada Tabel 3.2 sebagai berikut.
Tabel 3. 2 Struktur Data
D1 D2 ⋯ D5
Observasi
X1,1 X1,2 X2,1 X2,2 ⋯ X5,10
1 X1,1.1 X1,2,.1 X2,1,1 X2,2,1 ⋯ X5,10,1
2 X1,1.2 X1,2,2 X2,1,2 X2,2,2 ⋯ X5,10,2
3 X1,1.3 X1,2,.3 X3,1,3 X2,2,3 ⋯ X5,10,3

118 X1.1,118 X1,2,118 X2,1,118 X2,2,118 ⋯ X5,10,118


30

3.6 Langkah Penelitian


Langkah-langkah analisis yang akan dilakukan
berdasarkan dengan tujuan pada penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1. Eksplorasi data dan mendeskripsikan faktor-faktor yang
diduga mempengaruhi daerah tertinggal di Pulau Jawa
2. Melakukan uji asumsi normal mulivariate sebagai syarat
melakukan analisis CFA
3. Mengembangkan model berbasis teori yakni menganalisis
hubungan kausalitas antar variabel eksogen dan endogen,
dan sekaligus memeriksa validitas dan reliabilitas instrument
penelitian
4. Membuat model pengukuran matematis berdasarkan diagram
jalur yang terbentuk
5. Melakukan estimasi menggunakan Maximum Likelihood
Estimation (MLE) dengan matriks input kovarian, karena
model telah mendapatkan justifikasi teori
6. Mengevaluasi model yakni pengujian parameter hasil
dugaan, uji model secara serentak, uji model pengukuran,
dan uji kelayakan model
7. Menginterpretasi dan memodifikasi model, jika model belum
memenuhi salah satu kriteria goodness of fit index
8. Menarik kesimpulan dan saran dari hasil analsis.
Berdasarkan langkah-langkah penelitian yang akan
dilakukan dan penjelasan sebelumnya, pada penelitian ini akan
menggunakan satu diagram alir. Pada diagram alir tersebut
terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan sebagai prosedur
pengerjaan dalam penelitian. Diagram alir tersebut merupakan
proses penelitian yang divisualisasikan secara runtut. Berikut
akan diberikan diagram alir untuk analisis menggunakan metode
second-order Confirmatory Factor Analysis (CFA) terhadap
faktor-faktor yang mempengaruhi daerah tertinggal di Pulau Jawa
yang dapat dilihat pada Gambar 3.3 berikut.
31

Gambar 3. 3 Diagram Alir Penelitian


32

(Halaman ini sengaja dikosongkan)


33

BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini dilakukan analisis dan pembahasan
menggunakan data mengenai daerah tertinggal di Pulau Jawa
tahun 2014 dengan unit analisis kabupaten/kota pada 6 provinsi di
Pulau Jawa. Metode yang digunakan dalam analisis dan
pembahasan ini adalah second-order Confirmatory Factor
Analysis (CFA) untuk mengetahui validitas, reliabiltas, dan model
pengukuran dari kontribusi masing-masing indikator yang
menyusun variabel latennya, namun sebelumnya dilakukan
analisis statistika deskriptif untuk mendeskripsikan karakteristik
dari data dan menguji asumsi distribusi normal multivariat.

4.1. Karakteristik Data Daerah Tertinggal di Pulau Jawa


Informasi terkait karakteristik daerah tertinggal di Pulau
Jawa apat diketahui melalui analisis statistika deskriptif. Analisis
deskriptif dilakukan dengan melihat nilai rata-rata, standar
deviasi, minimum, dan maksimum terhadap setiap indikator yang
membentuk variabel laten perekonomian, sumber daya manusia,
infrastruktur/sarana prasarana, aksesibilitas, dan karakteristik
daerah. Karakteristik dari data disajikan pada Tabel 4.1.
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat variabel laten
perekonomian terdiri dari persentase penduduk miskin (X1,1) dan
pengeluaran per kapita penduduk (X1,2). Informasi yang
didapatkan adalah rata-rata penduduk miskin di Pulau Jawa
adalah 11,17% dengan sebaran data 4,92%, dimana terdapat
kabupaten/kota yang hanya memiliki 1,68% sampai dengan
25,80% penduduk miskin. Selanjutnya, rata-rata pengeluaran per
kapita penduduk di Pulau Jawa adalah Rp10.321.380 dengan
sebaran data Rp2.711.620, dimana terdapat kota/kabupaten yang
hanya memiliki pengeluaran sebesar Rp6.372.250 sampai dengan
Rp22.207.890.
Dapat dilihat pula, variabel laten sumber daya manusia
terdiri dari tiga indikator yaitu angka harapan hidup (X2,1), rata-
rata lama sekolah (X2,2), dan angka melek huruf (X2,3). Pada
34

variabel laten ini, terlihat rata-rata angka harapan hidup penduduk


Pulau Jawa adalah 71,44 tahun, dengan rata-rata lama sekolah
sebesar 7,85 tahun, dan angka melek huruf sebanyak 94,42%.
Angka ini tergolong sangat baik dengan sebaran data yang
nilainya masing-masing dibawah 5 satuan.
Tabel 4. 1 Karakteristik Daerah Tertinggal di Pulau Jawa Tahun 2014
Variabel Variabel Mean Std Dev Min Max
Laten Indikator
Perekonomian X1,1 11,17 4,92 1,68 25,80
X1,2 10321,38 2711,62 6372,25 22207,89
Sumber X2,1 71,44 3,44 62,16 77,45
Daya X2,2 7,85 1,65 3,49 11,56
Manusia X2,3 94,42 4,27 77,93 99,82
X3,1 3346,46 2593,26 0,00 12950,00
X3,2 253,87 387,89 0,00 2268,00
X3,3 13,12 29,85 0,00 189,00
X3,4 0,46 2,94 0,00 29,00
Infrastruktur X3,5 40,58 53,20 0,00 404,00
/Sarana X3,6 2321,02 1243,85 47,00 6932,00
Prasarana X3,7 698,83 407,19 44,00 2288,00
X3,8 718,10 403,31 15,00 2310,00
X3,9 24215,25 46652,90 0,00 253308,00
X3,10 43,42 32,14 0,00 97,45
X3,11 47,78 31,72 0,00 100,00
Aksesibilitas X4,1 19,72 12,83 2,00 63,99
X4,2 7,88 6,13 0,84 48,60
Karakteristik X5,1 2,75 8,78 0,00 79,50
Daerah X5,2 13,91 15,16 0,00 76,50
X5,3 20,79 19,11 0,00 114,10
X5,4 0,00 0,03 0,00 0,30
X5,5 0,95 2,73 0,00 25,80
X5,6 11,59 9,45 0,00 50,00
X5,7 0,13 1,19 0,00 12,70
X5,8 0,39 0,93 0,00 7,80
X5,9 3,35 5,49 0,00 34,00
X5,10 3,94 5,93 0,00 39,30
Selanjutnya, variabel laten infrastruktur/sarana prasarana
terdiri dari sebelas indikator, yaitu jalan aspal/beton (X3,1), jalan
diperkeras (X3,2), jalan tanah (X3,3), jalan lainnya (X3,4), pasar
tanpa bangunan (X3,5), fasilitas kesehatan (X3,6), tenaga kesehatan
35

(X3,7), fasilitas pendidikan dasar (X3,8), rumah tangga pengguna


telepon (X3,9), sumber air minum (X3,10), dan sumber air mandi
(X3,11). Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa mayoritas jalan
di Pulau Jawa sudah berupa jalan aspal/beton yang terdapat pada
sekitar 3346 desa. Di Pulau Jawa pula terdapat sekitar 40 desa
yang masih memiliki pasar tanpa bangunan sebagai pusat
aktivitas jual beli sehari-hari. Fasilitas kesehatan, pendidikan
dasar, dan telepon rumah sudah menunjukkan rata-rata yang baik
namun sebaran data masih tergolong tinggi. Dari segi sumber air
minum dan mandi, lebih dari 40% desa pada masing-masing
kabupaten/kota di Pulau Jawa masih memperolehnya dengan cara
tradisional.
Adapun variabel laten aksesibiltas terdiri dari dua
indikator yaitu rata-rata jarak ke ibu kota kabupaten (X4,1) dan
akses ke pelayanan kesehatan (X4,2). Rata-rata untuk indikator X4,1
adalah 19,72 km sedangkan untuk X4,2 adalah 7,88 km.
Terakhir, variabel laten karakteristik daerah terdiri dari
persentase jumlah desa yang terjadi gempa bumi (X5,1), tanah
longsor (X5,2), banjir (X5,3), tsunami (X5,4), gelombang pasang laut
(X5,5), angin puyuh/putting beliung/topan (X5,6), gunung meletus
(X5,7), kebakaran hutan (X5,8), kekeringan (X5,9), dan desa konflik
(X5,10). Berdasarkan Tabel 4.1, peristiwa alam yang banyak terjadi
di Pulau Jawa adalah banjir dan gunung meletus, dimana terdapat
masing-masing sebesar 20,79% dan 11,59% desa yang terkena
imbasnya.

4.2. Pengujian Asumsi dalam CFA


Sebelum melakukan analisis Confirmatory Factor
Analysis (CFA), terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi.
Asumsi yang harus diuji adalah data berdistribusi normal
multivariat. Langkah ini dilakukan untuk mengetahui normalitas
populasi data yang melibatkan banyak variabel. Pengujian asumsi
akan dilakukan dengan menggunakan chi-square plot dan
koefisien korelasi. Berikut merupakan chi-square plot yang
terbentuk.
36

50

40
q

30

20

10
0 20 40 60 80 100 120
dj

Gambar 4. 1 Chi-Square Plot Uji Normal Multivariat

Berdasarkan Gambar 4.1, dapat dilihat bahwa hasil chi-


square plot data menunjukkan pola hampir mengikuti garis
normal. Dapat disimpulkan secara visual, bahwa data
berdistribusi normal multivariat. Namun, untuk lebih jelasnya lagi
perlu dilakukan pengujian asumsi dengan melihat nilai proporsi
antara square distance dengan chi-square tabel. Berikut ini
merupakan hipotesis untuk uji asumsi distribusi normal
multivariat.
H0: Data berdistribusi normal multivariat
H1: Data tidak berdistribusi normal multivariat
Data mengikuti distribusi multinormal jika gagal tolak H0, artinya
daerah dibawah kurva tabel multivariat lebih dari 50%. Tabel 4.2
dibawah ini merupakan hasil pengujian distribusi normal
multivariate menggunakan proporsi.
Tabel 4. 2 Uji Asumsi Normal Multivariat
Jumlah Data Proporsi
118 72,8814 143,2461 0,5088
Tabel 4.2 di atas menunjukkan hasil pengujian normal
multivariate gagal tolak H0, dimana menghasilkan nilai proporsi
sebesar 0,5088. Dengan nilai chi-square tabel sebesar 143,2461
37

didapatkan proporsi sebesar 50,88% untuk data yang lebih besar


dari nilai chi-square tabel maupun yang kurang dari nilai chi-
square tabel, yang artinya dari 118 titik, ada 60 titik yang berada
di dalam grafik elips. Jadi dapat disimpulkan bahwa data
berdistribusi normal multivariat.

4.3. Analisis Model Pengukuran


Analisis model pengukuran dilakukan dengan
menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA). Dalam CFA,
validitas, reliabilitas, dan kontribusi dari variabel indikator dapat
diketahui. Pada penelitian ini dilakukan dua jenis CFA, yakni
first-order CFA dan second-order CFA.

4.3.1 First-Order Confirmatory Factor Analysis (CFA)


First-order CFA digunakan untuk menguji validitas dan
reliabilitas dari variabel indikator terhadap variabel latennya.
Variabel indikator dikatakan signifikan apabila menghasilkan p-
value < 0,1. Sedangkan pengukuran reliabilitas digunakan dengan
peng jian construct reliability. Nilai construct reliability (CR) >
0,7 menunjukkan good reliability, sedangkan nilai apabila 0,5 ≤
CR ≤ 0,7 masih dapat diterima dan menunjukkan bahwa indikator
pada konstruk model telah baik (Hair dkk, 2010).
a. First-Order CFA Variabel Perekonomian
Variabel Perekonomian dijelaskan oleh dua indikator yaitu
persentase penduduk miskin (X1,1) dan pengeluaran per
kapita penduduk (X1,2). Selanjutnya dapat dilihat pada
Gambar 4.1 berikut.
e1.1 X1,1 0,681
-0,898 Perekonomian

e1.2 X1,2
Gambar 4. 2 First-Order CFA Perekonomian
Gambar 4.2 di atas merupakan hasil pengolahan
menggunakan first-order CFA. Hasil estimasi loading factor
38

dari masing-masing indikator dapat dijelaskan pada Tabel


4.3.
Tabel 4. 3 Uji Validitas Variabel Perekonomian
Loading p-
Hubungan Ket.
Factor value
Perekonomian →
Valid,
Persentase Penduduk 0,681 0,000
Signifikan
Miskin (X1,1)
Perekonomian →
Valid,
Pengeluaran Per Kapita -0,898 0,000
Signifikan
Penduduk (X1,2)
Berdasarkan Tabel 4.3 didapatkan bahwa kedua variabel
indikator telah valid karena menghasilkan p-value < 0,1 dan
dapat digunakan untuk membentuk variabel laten
Perekonomian. Berikut ini merupakan model pengukuran
yang terbentuk.
X1,1 = 0,681 Perekonomian
X1,2 = -0,898 Perekonomian
Kontribusi terbesar didapatkan oleh variabel indikator X1,2
karena menghasilkan nilai loading factor yang paling besar
yakni -0,898. Setelah dilakukan uji validitas, maka dilakukan
pengujian reliabilitas. Tabel 4.4 di bawah ini merupakan
hasil pengujian reliabilitas.
Tabel 4. 4 Uji Reliabilitas Variabel Perekonomian
Composite
Variabel λi i = 1- λi
2
Reliability
0,681 0,536
Perekonomian
-0,898 0,194 0,08
Jumlah -0,217 0,730

Berdasarkan Tabel 4.4 diperoleh nilai composite reliability


(CR) sebesar 0,08 dimana nilai tersebut lebih kecil dari 0,5
sehingga dapat dikatakan variabel indikator dalam variabel
laten perekonomian tidak reliabel dan tidak dapat digunakan
untuk analisis selanjutnya.
39

b. First-Order CFA Variabel Sumber Daya Manusia


Variabel sumber daya manusia dijelaskan oleh tiga indikator
yaitu angka harapan hidup (X2,1), rata-rata lama sekolah
(X2,2), dan angka melek huruf (X2,3). Selanjutnya dapat dilihat
pada Gambar 4.3 berikut.
e2.1 X2,1
0,457
1,141
e2.2 X2,2 SDM

0,598
e2.3 X2,3
Gambar 4. 3 First-Order CFA Sumber Daya Manusia

Pada Gambar 4.3 di atas terlihat bahwa model first-order


CFA menghasilkan nilai estimasi loading factor yang cukup
tinggi. Hasil estimasi loading factor dari masing-masing
indikator dapat dijelaskan pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Uji Validitas Variabel Sumber Daya Manusia
Loading p-
Hubungan Ket.
Factor value
Tidak
SDM → Angka
0,457 0,000 Valid,
Harapan Hidup (X2,1)
Signifikan
SDM → Rata-Rata Valid,
1,141 0,000
Lama Sekolah (X2,2) Signifikan
SDM → Angka Valid,
0,598 0,000
Melek Huruf (X2,3) Signifikan
Berdasarkan Tabel 4.5 didapatkan bahwa ketiga variabel
indikator telah valid karena menghasilkan p-value <0,1 dan
dapat digunakan untuk membentuk variabel laten sumber
daya manusia. Berikut ini merupakan model pengukuran
yang terbentuk.
40

X2,1 = 0,457 Sumber Daya Manusia


X2,2 = 1,141 Sumber Daya Manusia
X2,3 = 0,598 Sumber Daya Manusia
Kontribusi terbesar didapatkan oleh variabel indikator X2,2
karena menghasilkan nilai loading factor yang paling besar
yakni 1,141. Setelah dilakukan uji validitas, dilakukan
pengujian reliabilitas. Tabel 4.6 di bawah ini merupakan
hasil pengujian reliabilitas.
Tabel 4.6 Uji Reliabilitas Variabel Sumber Daya Manusia
Composite
Variabel λi i = 1- λi
2
Reliability
Sumber 0,457 0,791
Daya 1,141 -0,302
0,790
Manusia 0,598 0,642
Jumlah 2,196 1,132
Berdasarkan Tabel 4.6 diperoleh nilai composite reliability
(CR) sebesar 0,790 dimana nilai tersebut lebih besar dari 0,5
sehingga dapat dikatakan variabel indikator dalam variabel
laten sumber daya manusia telah reliabel sehingga dapat
digunakan untuk analisis selanjutnya.
c. First-Order CFA Variabel Infrastuktur/Sarana
Prasarana
Infrastruktur atau dapat disebut juga sarana dan prasarana
merupakan salah satu faktor penting dari pembangunan
daerah. Variabel infrastruktur/sarana prasarana dijelaskan
oleh sebelas indikator yaitu Jalan Aspal/Beton (X3,1), Jalan
Diperkeras (X3,2), Jalan Tanah (X3,3), Jalan Lainnya (X3,4),
Pasar Tanpa Bangunan (X3,5), Fasilitas Kesehatan (X3,6),
Tenaga Kesehatan (X3,7), Fasilitas Pendidikan Dasar (X3,8),
Rumah Tangga Pengguna Telepon (X3,9), Sumber Air Minum
(X3,10), dan Sumber Air Mandi (X3,11). Selanjutnya dapat
dilihat pada Gambar 4.4 berikut.
41

e2.1 X2,1 0,104

e2.2 X2,2 0,116

e2.3 X2,3 0,121

e2.4 X2,4 0,011

e2.5 X2,5 0,422

e2.6 X2,6 1,033 Infrastruktur

e2.7 X2,7 0,771

e2.8 X2,8 0,873

e2.9 X2,9 0,128

e2.10 X2,10 0,228

e2.11 X2,11 0,180

Gambar 4. 4 First-Order CFA Infrastruktur/Sarana Prasarana


Gambar 4.4 diatas merupakan hasil pengolahan
menggunakan first-order CFA. Hasil estimasi loading factor
dari masing-masing indikator dapat dijelaskan pada Tabel
4.8.
42

Tabel 4.7 Uji Validitas Variabel Infrastruktur/Sarana Prasarana


Loading p-
Hubungan Ket.
Factor value
Tidak Valid,
Infrastruktur → Jalan
0,104 0,235 Tidak
Aspal/Beton (X3,1)
Signifikan
Tidak Valid,
Infrastruktur → Jalan
0,116 0,188 Tidak
Diperkeras (X3,2)
Signifikan
Tidak Valid,
Infrastruktur → Jalan Tanah
0,121 0,169 Tidak
(X3,3)
Signifikan
Tidak Valid,
Infrastruktur → Jalan Lainnya
0,011 0,897 Tidak
(X3,4)
Signifikan
Infrastruktur → Pasar Tanpa Tidak Valid,
0,422 0,000
Bangunan (X3,5) Signifikan
Infrastruktur → Fasilitas Valid,
1,033 0,000
Kesehatan (X3,6) Signifikan
Infrastruktur → Tenaga Valid,
0,771 0,000
Kesehatan (X3,7) Signifikan
Infrastruktur → Fasilitas Valid,
0,873 0,000
Pendidikan Dasar (X3,8) Signifikan
Tidak Valid,
Infrastruktur → Rumah Tangga
0,128 0,144 Tidak
Pengguna Telepon (X3,9)
Signifikan
Infrastruktur → Sumber Air Tidak Valid,
0,228 0,009
Minum (X3,10) Signifikan
Infrastruktur → Sumber Air Tidak Valid,
0,180 0,040
Mandi (X3,11) Signifikan
Berdasarkan Tabel 4.7 didapatkan bahwa enam variabel
indikator telah valid dan dapat digunakan untuk membentuk
variabel laten Infrastruktur/Sarana Prasarana. Berikut ini
merupakan model pengukuran yang terbentuk.
X3,5 = 0,422 Infrastruktur/Sarana Prasarana
X3,6 = 1,033 Infrastruktur/Sarana Prasarana
X3,7 = 0,771 Infrastruktur/Sarana Prasarana
X3,8 = 0,873 Infrastruktur/Sarana Prasarana
43

X3,10 = 0,228 Infrastruktur/Sarana Prasarana


X3,11 = 0,180 Infrastruktur/Sarana Prasarana
Kontribusi terbesar didapatkan oleh variabel indikator X3,6
karena menghasilkan nilai loading factor yang paling besar
yakni 1,033. Setelah dilakukan uji validitas, dilakukan
pengujian reliabilitas. Tabel 4.8 di bawah ini merupakan
hasil pengujian reliabilitas.
Tabel 4.8 Uji Reliabilitas Variabel Infrastruktur/Sarana Prasarana
Composite
Variabel λi i = 1- λi
2
Reliability
0,422 0,822
1,033 -0,067
Infrastruktur/Sarana 0,771 0,406
Prasarana 0,873 0,238 0,528
0,228 0,948
0,180 0,968
Jumlah 3,507 3,314
Berdasarkan Tabel 4.8 diperoleh nilai composite reliability
(CR) sebesar 1,033 dimana nilai tersebut lebih besar dari 0,5
sehingga dapat dikatakan variabel indikator dalam variabel
laten infrastruktur/sarana prasarana sudah reliabel dan dapat
digunakan untuk analisis selanjutnya.
d. First-Order CFA Aksesibilitas
Variabel aksesibilitas dijelaskan oleh dua indikator yaitu
rata-rata jarak ke ibu kota kabupaten (X4,1) dan akses ke
pelayanan kesehatan (X4,2). Selanjutnya dapat dilihat pada
Gambar 4.5 berikut.
e4.1 X4,1 1,375
0,309 Aksesibilitas
e4.2 X4,2
Gambar 4. 5 First-Order CFA Aksesibilitas

Gambar 4.5 di atas merupakan hasil pengolahan


menggunakan first-order CFA. Hasil estimasi loading factor
44

dari masing-masing indikator dapat dijelaskan pada Tabel


4.9.
Tabel 4.9 Uji Validitas Variabel Aksesibilitas
Loading p-
Hubungan Ket.
Factor value
Aksesibilitas → Rata-
Valid,
Rata Jarak ke Ibu Kota 1,375 0,000
Signifikan
Kabupaten (X4,1)
Aksesibilitas → Akses Tidak
ke Pelayanan Kesehatan 0,309 0,070 Valid,
(X4,2) Signifikan
Berdasarkan Tabel 4.9 didapatkan bahwa kedua variabel
indikator telah valid dan dapat digunakan untuk membentuk
variabel laten Aksesibilitas. Berikut ini merupakan model
pengukuran yang terbentuk.
X4,1 = 1,375 Aksesibilitas
X4,2 = 0,309 Aksesibilitas
Kontribusi terbesar didapatkan oleh variabel indikator X4,1
karena menghasilkan nilai loading factor yang paling besar
yakni 1,375. Setelah dilakukan uji validitas, dilakukan
pengujian reliabilitas. Tabel 4.10 di bawah ini merupakan
hasil pengujian reliabilitas.
Tabel 4. 50 Uji Reliabilitas Variabel Aksesibilitas
Composite
Variabel λi i = 1- λi
2
Reliability
1,375 -0,891
Aksesibilitas
0,309 0,905 0,999
Jumlah 2,836 0,000
Berdasarkan Tabel 4.10 diperoleh nilai composite reliability
(CR) sebesar 0,999 dimana nilai tersebut lebih besar dari 0,5
sehingga dapat dikatakan variabel indikator dalam variabel
laten aksesibilitas sudah reliabel dan dapat digunakan untuk
analisis selanjutnya.
e. First-Order CFA Karakteristik Daerah
Variabel kondisi kerja dijelaskan oleh sepuluh indikator
yaitu gempa bumi (X5,1), tanah longsor (X5,2), banjir (X5,3),
45

tsunami (X5,4), gelombang pasang laut (X5,5), angin


puyuh/puting beliung/topan (X5,6), gunung meletus (X5,7),
kebakaran hutan (X5,8), kekeringan (X5,9), dan desa konflik
(X5,10). Selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 4.6 berikut.
e5.1 X5,1 0,360

e5.2 X5,2 0,477

e5.3 X5,3 -0,466

e5.4 X5,4 0,178

e5.5 X5,5 -0,118

e5.6 0,344 Karakteristik


X5,6
Daerah
e5.7 0,011
X5,7

e5.8 X5,8
0,326

e5.9
X5,9
0,495

e5.10 -0,489
X5,10
Gambar 4. 6 First-Order CFA Karakteristik Daerah
Gambar 4.6 di atas merupakan hasil pengolahan
menggunakan first-order CFA. Hasil estimasi loading factor
dari masing-masing indikator dapat dijelaskan pada Tabel
4.11.
46

Tabel 4. 61 Uji Validitas Variabel Karakteristik Daerah


Loading p-
Hubungan Ket.
Factor value
Karakteristik Daerah → Tidak Valid,
0,360 0,004
Gempa Bumi (X5,1) Signifikan
Karakteristik Daerah → Tidak Valid,
0,477 0,000
Tanah Longsor (X5,2) Signifikan
Karakteristik Daerah → Tidak Valid,
-0,466 0,000
Banjir (X5,3) Signifikan
Tidak Valid,
Karakteristik Daerah →
0,178 0,111 Tidak
Tsunami (X5,4)
Signifikan
Karakteristik Daerah → Tidak Valid,
Gelombang Pasang -0,118 0,281 Tidak
Laut (X5,5) Signifikan
Karakteristik Daerah → Tidak Valid,
Angin Puyuh/Puting 0,344 0,005 Tidak
Beliung/Topan (X5,6) Signifikan
Tidak Valid,
Karakteristik Daerah →
0,011 0,920 Tidak
Gunung Meletus (X5,7)
Signifikan
Karakteristik Daerah → Tidak Valid,
0,326 0,007
Kebakaran Hutan (X5,8) Signifikan
Karakteristik Daerah → Tidak Valid,
0,495 0,000
Kekeringan (X5,9) Signifikan
Karakteristik Daerah → Tidak Valid,
-0,489 0,000
Desa Konflik (X5,10) Signifikan
Berdasarkan Tabel 4.11 didapatkan bahwa delapan variabel
indikator telah valid dan dapat digunakan untuk membentuk
variabel laten Karakteristik Daerah. Berikut ini merupakan
model pengukuran yang terbentuk.
X5,1 = 0,360 Karakteristik Daerah
X5,2 = 0,477 Karakteristik Daerah
X5,3 = -0,466 Karakteristik Daerah
X5,6 = 0,344 Karakteristik Daerah
X5,8 = 0,326 Karakteristik Daerah
X5,9 = 0,495 Karakteristik Daerah
X5,10 = -0,489 Karakteristik Daerah
47

Kontribusi terbesar didapatkan oleh variabel indikator X5,9


karena menghasilkan nilai loading factor yang paling besar
yakni 0,495. Setelah dilakukan uji validitas, dilakukan
pengujian reliabilitas. Tabel 4.12 di bawah ini merupakan
hasil pengujian reliabilitas.
Tabel 4. 72 Uji Reliabilitas Variabel Karakteristik Daerah
Composite
Variabel λi i = 1- λi
2
Reliability
0,360 0,870
0,477 0,772
-0,466 0,783
Karakteristik
0,344 0,882
Daerah 0,032
0,326 0,894
0,495 0,755
-0,489 0,761
Jumlah 1,047 5,717
Berdasarkan Tabel 4.12 diperoleh nilai composite reliability
(CR) sebesar 0,032 dimana nilai tersebut lebih kecil dari 0,5
sehingga dapat dikatakan variabel indikator dalam variabel
laten karakteristik daerah tidak reliabel dan tidak dapat
digunakan untuk analisis selanjutnya.

4.3.2 Second-Order Confirmatory Factor Analysis (CFA)


Setelah dilakukan analisis first-order CFA, didapat
indikator-indikator yang telah signifikan. Indikator-indikator yang
telah signifikan dalam satu variabel laten tersebut selanjutnya
dilakukan uji reliabilitas menggunakan composite reliability.
Variabel-variabel yang telah reliabel tersebut akan digunakan
untuk membentuk suatu model second-order daerah tertinggal.
Pada model second-order, akan dilihat hubungan variabel laten
daerah tertinggal dengan variable laten lainnya. Pada penelitian
ini dilakukan analisis second-order Confirmatory Factor Analysis
(CFA) untuk diagram jalur daerah tertinggal. Berikut ini
merupakan tabel rangkuman variabel-variabel yang telah
signifikan dan reliabel.
48

Tabel 4.13 Variabel Signifikan dan Reliabel


Variabel Laten Indikator p-value
Angka Harapan Hidup
0,000
(X2,1)
Sumber Daya Manusia (D2) Rata-Rata Lama Sekolah 0,000
(X2,2)
Angka Melek Huruf (X2,3) 0,000
Pasar Tanpa Bangunan
0,000
(X3,5)
Fasilitas Kesehatan (X3,6) 0,000
Infrastruktur/ Tenaga Kesehatan (X3,7) 0,000
Sarana Prasarana (D3) Fasilitas Pendidikan Dasar
0,000
(X3,8)
Sumber Air Minum (X3,10) 0,009
Sumber Air Mandi (X3,11) 0,040
Rata-Rata Jarak ke Ibu
0,000
Kota Kabupaten (X4,1)
Aksesibilitas (D4)
Akses ke Pelayanan
0,070
Kesehatan (X4,2)
Setelah mendapatkan variabel-variabel yang telah signifikan
dan reliabel, maka analisis second-order CFA dapat
dilakukan. Berikut ini merupakan hasil analisis second-order
Confirmatory Factor Analysis (CFA) untuk kedua diagram
jalur.
a. Second-Order CFA Daerah Tertinggal
Daerah Tertinggal dibentuk oleh lima variabel laten yang
terdiri dari masing-masing indikator. Dari kelima variabel,
terdapat tiga variabel yang telah reliabel yaitu sumber daya
manusia, infrastruktur/sarana prasarana, dan aksesibilitas
dimana sebelas indikator telah dinyatakan signifikan.
Variabel laten perekonomian dan karakteristik daerah
dinyatakan tidak reliabel sehingga tidak dapat dilakukan
analisis second-order CFA lebih lanjut. Gambar 4.7 di
bawah ini merupakan hasil pengolahan second-order CFA
daerah tertinggal.
49

Gambar 4. 7 Second-Order CFA Daerah Tertinggal

Gambar 4.7 di atas merupakan diagram jalur serta kriteria


kelayakan model second-order CFA daerah tertinggal.
Terdapat tiga variabel laten yang membentuk daerah
tertinggal yakni sumber daya manusia, infrastruktur/sarana
prasarana, dan aksesibilitas. Selanjutnya dilakukan evaluasi
ukuran kelayakan model, apabila model telah memenuhi
minimal satu kriteria kelayakan, maka model dapat
digunakan dalam analisis selanjutnya. Namun apabila model
50

belum memenuhi kriteria kelayakan maka harus dilakukan


modifikasi model. Tabel 4.14 di bawah ini merupakan
rangkuman perhitungan kriteria kelayakan model.
Tabel 4.84 Uji Kelayakan Model Struktural Daerah Tertinggal
Goodness of Cut Off
No Hasil Kesimpulan
Fit Index Value
Diharapkan
1 Chi-Square 572,994 Tidak Fit
kecil
Significance
2 ≥ 0,05 0,000 Tidak Fit
Probability
3 GFI ≥ 0,90 0,592 Tidak Fit
4 RMSEA ≤ 0,08 0,333 Tidak Fit
5 AGFI ≥ 0,90 0,343 Tidak Fit
6 CFI ≥ 0,90 0,536 Tidak Fit
7 TLI ≥ 0,90 0,377 Tidak Fit
Dari Tabel 4.14 di atas dapat diketahui bahwa model yang
dihasilkan tidak layak. Hal ini dikarenakan tidak terdapat
kriteria absolute fit measure dan increment fit measure yang
menunjukkan model telah fit. Sehingga perlu dilakukan
modifikasi model pada diagram jalur daerah tertinggal.

b. Second-Order CFA Daerah Tertinggal Modifikasi


Model second-order CFA yang telah dianalisis pada langkah
sebelumnya tidak menunjukkan hasil yang cocok terhadap
salah satu cut off value dari goodness of fit index, maka perlu
dilakukan modifikasi untuk membuat model menjadi lebih
baik. Dalam CFA, masing-masing indikator memiliki error
yang dapat menurunkan kebaikan model. Maka dari itu,
modifikasi dilakukan dengan mengkorelasikan varians error
antar indikator. Tujuan dari modifikasi ini adalah untuk
mengurangi error sehingga akan menghasilkan nilai
goodness of fit yang lebih baik dari sebelumnya. Berikut ini
merupakan tabel yang merangkum varians error yang
dikorelasikan.
51

Tabel 4.15 Korelasi Varians Error


Korelasi Varians
Error
e35 <-> e37
e35 <-> e310
e35 <-> e311
e36 <-> e37
e37 <-> e38
e38 <-> e310
e38 <-> e311
e310 <-> e311
Gambar 4.8 di bawah ini merupakan diagram jalur daerah
tertinggal hasil modifikasi.

Gambar 4. 8 Second-Order CFA Daerah Tertinggal Hasil Modifikasi


52

Gambar 4.8 di atas merupakan diagram jalur serta kriteria


kelayakan model Daerah Tertinggal hasil modifikasi.
Selanjutnya dilakukan evaluasi ukuran kelayakan model,
apabila model telah memenuhi minimal satu kriteria
kelayakan, maka model dapat digunakan dalam analisis
selanjutnya. Tabel 4.16 dibawah ini merupakan rangkuman
perhitungan kriteria kelayakan model.
Tabel 4.16 Uji Kelayakan Model Struktural Daerah Tertinggal Hasil
Modifikasi
Goodness of Cut Off
No Hasil Kesimpulan
Fit Index Value
Diharapkan
1 Chi-Square 180,325 Tidak Fit
kecil
Significance
2 ≥ 0,05 0,000 Tidak Fit
Probability
3 GFI ≥ 0,90 0,812 Marginal Fit
4 RMSEA ≤ 0,08 0,195 Tidak Fit
5 AGFI ≥ 0,90 0,624 Tidak Fit
6 CFI ≥ 0,90 0,871 Marginal Fit
7 TLI ≥ 0,90 0,786 Tidak Fit
Dari Tabel 4.16 di atas dapat diketahui bahwa model yang
dihasilkan telah lebih baik dari sebelumnya. Namun, tidak
terdapat satu kriteria dari absolute fit measure yang menunjukkan
model telah fit. Sedangkan dari increment fit measure hanya ada
dua kriteria yang menunjukkan bahwa model telah marginal fit
atau masih dalam threshold cut off value yakni CFI sebesar 0,871
dan GFI sebesar 0,812. Syarat model dapat dikatakan baik apabila
minimal terdapat satu kriteria dari goodness of fit index yang telah
terpenuhi. Sehingga model daerah tertinggal telah dapat
digunakan untuk analisis selanjutnya.
Selanjutnya dilakukan pengujian koefisien jalur dari model
daerah tertinggal untuk mengetahui variabel mana saja yang
berpengaruh signifikan terhadap model. Tabel 4.17 di bawah ini
merupakan hasil pengujian koefisien jalur dalam model daerah
tertinggal.
53

Tabel 4.17 Pengujian Koefisien Jalur Model Struktural Daerah


Tertinggal
Variabel Koefisien p-value Ket.
Daerah Tertinggal → Valid,
0,718 0,000
Sumber Daya Manusia Signifikan
Daerah Tertinggal → Valid,
-0,779 0,074
Infrastruktur Signifikan
Daerah Tertinggal → Valid,
-0,675 0,034
Aksesibilitas Signifikan
*Taraf Signifikansi (α) = 0,1
Berdasarkan hasil pengujian koefisien jalur pada Tabel 4.17,
dengan taraf signifikansi 0,1, seluruh variabel memberikan
pengaruh signifikan terhadap Daerah Tertinggal. Hal ini
dikarenakan p-value lebih kecil dari 0,1. Berikut ini
merupakan model pengukuran yang terbentuk.
Sumber Daya Manusia = 0,718 Daerah Tertinggal
Infrastruktur/Sarana Prasarana = -0,779 Daerah Tertinggal
Aksesibilitas = -0,675 Daerah Tertinggal
Sehingga dapat dikatakan bahwa faktor-faktor yang paling
berpengaruh terhadap daerah tertinggal di Pulau Jawa adalah
infrastruktur/sarana prasarana, sumber daya manusia, dan
aksesibilitas. Ketertinggalan suatu daerah berbanding
terbalik dengan kemajuan infrastruktur/sarana prasarana dan
kemudahan aksesibilitasnya. Sedangkan ketertinggalan suatu
daerah berbanding lurus dengan kualitas sumber daya
manusia di dalamnya.
(Halaman ini sengaja dikosongkan)

54
55

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, dapat diambil
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Hasil analisis first-order CFA menunjukkan bahwa dari 28
variabel indikator, terdapat 21 variabel indikator yang telah
signifikan dan dari 5 variabel laten terdapat 3 variabel laten
yang reliabel, yakni sumber daya manusia,
infrastruktur/sarana prasarana, dan aksesibilitas. Adapun
variabel-variabel indikator yang memiliki kontribusi terbesar
dari masing-masing variabel laten adalah pengeluaran per
kapita penduduk, rata-rata lama sekolah, fasilitas kesehatan,
rata-rata jarak ke ibu kota kabupaten, dan kekeringan. Pada
pengolahan menggunakan second-order CFA model daerah
tertinggal didapatkan model yang fit setelah adanya
modifikasi.
2. Kesimpulan dari hasil analisis model second-order CFA
menunjukkan faktor-faktor yang memiliki pengaruh terbesar
terhadap daerah tertinggal di Pulau Jawa adalah
infrastruktur/sarana prasarana, selanjutnya sumber daya
manusia, dan aksesibilitas. Ketertinggalan suatu daerah
berbanding terbalik dengan kemajuan infrastruktur/sarana
prasarana dan kemudahan aksesibilitasnya. Sedangkan
ketertinggalan suatu daerah berbanding lurus dengan kualitas
sumber daya manusia di dalamnya.
56

5.2. Saran
Saran yang dapat disampaikan melalui penelitian ini
adalah penelitian selanjutnya diharapkan mengikutsertakan
variabel laten kemampuan keuangan daerah dan perlu dilakukan
penambahan variabel indikator pada standar yang ditetapkan oleh
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi agar diharapkan mampu menghasilkan variabel
laten yang reliabel serta mampu dapat menginterpretasikan model
lebih baik lagi. Hal ini bertujuan agar seluruh variabel yang
dianggap berpengaruh terhadap daerah tertinggal dapat diikutkan
kedalam pemodelan.
DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, W., & HM, J. (2015). Partial Least Square (PLS).


Yogyakarta: Penerbit Andi.
Arsyad, L. (2010). Ekonomi Pembangunan (5th ed.). Yogyakarta:
UPP STIE YKPN.
Badan Pusat Statistik. (2016). Profil Penduduk Indonesia Hasil
SUPAS 2015 (Vol. 91). Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. (2013). Proyeksi Penduduk Indonesia
2010-2035 (Vol. 90). Jakarta: Badan Pusat Statistik.
https://doi.org/10.1007/BF00830441
Badan Pusat Statistik. (2014). Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Triwulan IV-2014, (16), 1–9.
Biro Informasi dan Hukum Kementerian Koordinator Bidang
Maritim. (2017). PBB Verifikasi 16.056 Nama Pulau
Indonesia. Retrieved from https://maritim.go.id/pbb-
verifikasi-16-056-nama-pulau-indonesia/
Bollen, K. A. (1989). Structural Equations with Latent Variables.
New York: John Wiley & Sons, Inc.
Brown, T. A. (2006). Confirmatory Factor Analysis for Applied
Research. New York: Guilford.
Dilalla, L. (2010). Structural equation modeling: Uses and issues.
https://doi.org/10.1016/B978-012691360-6/50016-1
Direktorat Jendral Pembangunan Daerah Tertinggal. (2016).
Petunjuk Pelaksaan (Juklak) Identifikasi Masalah-Masalah
Ketertinggalan Kabupaten Daerah Tertinggal. Jakarta:
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi.
Efendi, M. M., & Trijoyo, D. (2012). Analisis Faktor
Konfirmatori untuk Mengetahui Kesadaran Berlalu Lintas
Pengendara Sepeda Motor di Surabaya Timur, 1(1).
Haryono, S., & Wardoyo, P. (2013). Structural Equation
Modeling Untuk Penelitian Manajemen Menggunakan
AMOS 18. Bekasi: PT Intermedia Personalia Utama.
Henseler, J., Ringle, C., & R. Sinkovics, R. (2009). The Use of
Partial Least Squares Path Modeling in International

57
58

Marketing. In Advances in International Marketing (Vol.


20, pp. 277–319). https://doi.org/10.1108/S1474-
7979(2009)0000020014
Jamil, J. M. (2012). Partial Least Square SEM with Incomplete
Data – An investigation of the impact of imputation
methods. School of Management, University of Brad-ford.
Johnson, R. A., & Wichern, D. W. (2007). Applied Multivariate
Statistical Analysis. 6th Edition. Pearson Prentice Hall,
Upper Saddle River.
Joseph F. Hair, Black, Babin, dan A. (2010). Multivariate Data
Analysis, 7th Edition (7th ed.). Essex: Pearson.
Laili, M., & Otok, B. W. (2014). Second-Order Confirmatory
Factor Analysis pada Kemiskinan di Kabupaten Jombang,
Jurnal Sains Dan Seni POMITS, 3(2), 2337–3520.
Ngafiyah, A. N. (2015). Meta-Analytic Structural Equation
Modeling (MASEM) pada Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Kemiskinan di Pulau Jawa. Surabaya:
Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Olejnik, S., & Algina, J. (2003). Generalized Eta and Omega
Squared Statistics: Measures of Effect Size for Some
Common Research Designs. Psychological Methods.
Olejnik, Stephen: U Georgia, Coll of Education, Dept of
Educational Psychology, 325 Aderhold Hall, Athens, GA,
US, 30602-7143, olejnik@coe.uga.edu: American
Psychological Association. https://doi.org/10.1037/1082-
989X.8.4.434
Ramadiani. (2010). Structural Equation Model Untuk Analisis
Multivariate Menggunakan LISREL, Jurnal Informatika
Mulawarman, 5(1), 14–18.
Tohari, A. (2015). Meta Analytic Structural Equation Modeling
(MASEM) pada Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Derajat
Kesehatan. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh
Nopember.
Walpole, R. E. (2012). Probability and Statistics for Engineers
and Scientist (9th ed.). Boston: Prentice Hall.
59

LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Penelitian

No X11 X12 X21 X22 X23 X510


1 9.5 7589 62.91 6.45 97.47 1.8
2 9.17 7977 65.88 5.84 98.07 1.7
3 5.26 11666 68.98 8.2 97.25 2.9
4 4.87 9886 63.09 6.69 97.61 3.1
5 4.91 13671 71.09 10.2 98.42 2.9
6 3.81 12057 65.85 9.66 97.45 0
7 5.7 12091 67.23 8.58 98.44 0
8 1.68 14361 72.11 11.56 98.94 13
9 11.6 11316.28 67.22 8.03 94.74 0

118 4.59 10853 70.45 8.41 94.79 0


60

Lampiran 2. Output SPSS Statistika Deskriptif


Descriptive Statistics
Std.
N Minimum Maximum Mean
Deviation
X11 118 1.68 25.8 11.1715 4.91519
X12 118 6372.25 22207.89 10321.376 2711.6157
X21 118 62.16 77.45 71.4377 3.4442
X22 118 3.49 11.56 7.8475 1.6489
X23 118 77.93 99.82 94.4244 4.27455
X31 118 0 12950 3346.4576 2593.2593
X32 118 0 2268 253.8729 387.88615
X33 118 0 189 13.1186 29.85182
X34 118 0 29 0.4576 2.93707
X35 118 0 404 40.5763 53.19861
X36 118 47 6932 2321.0169 1243.8512
X37 118 44 2288 698.8305 407.19447
X38 118 15 2310 718.1017 403.30535
X39 118 0 253308 24215.246 46652.9
X310 118 0 97.45 43.4197 32.13744
X311 118 0 100 47.7801 31.72024
X41 118 2 63.99 19.7174 12.82608
X42 118 0.84 48.6 7.8791 6.12978
X51 118 0 79.5 2.7458 8.78009
X52 118 0 76.5 13.9102 15.16278
X53 118 0 114.1 20.7932 19.11493
X54 118 0 0.3 0.0025 0.02762
X55 118 0 25.8 0.9525 2.73226
X56 118 0 50 11.5949 9.44711
X57 118 0 12.7 0.1322 1.18645
X58 118 0 7.8 0.3949 0.93011
61

X59 118 0 34 3.35 5.48687


X510 118 0 39.3 3.9356 5.93235
Valid N
118
(listwise)
62

Lampiran 3. Syntax Macro Minitab Uji Distribusi Multivariat


macro
mnormal x.1-x.p
mconstant n i k z
mcolumn x.1-x.p c.1-c.p dj du pj q m
mmatrix m1 m2 m3 m4 m5 s si
noecho
let n=count(x.1)
cova x.1-x.p s
inve s si
do i=1:p
let c.i=x.i-mean(x.i)
enddo
copy c.1-c.p m1
trans m1 m2
mult m1 si m3
mult m3 m2 m4
diag m4 du
sort du dj
do i=1:n
let pj(i)=(i-0.5)/n
enddo
brief 1
invcdf pj q;
chis p.
print du dj q
plot q*dj;
symbol;
63

Lampiran 3. Syntax Macro Minitab Uji Distribusi Multivariat


(Lanjutan)
title "Plot Normal Multivariat".
corr dj q.
note Jumlah prosentase jarak di bawah kurva Chisquare
:
let m = dj<q
let z=(sum(m)/n)*100
print z
if z>=50
note Data mengikuti distribusi normal multivariat
else
note Data tidak mengikuti distribusi normal
multivariate
endif
endmacro
64

Lampiran 4. Output Minitab Uji Normal Multivariat


Chi-Square Plot Jarak Mahalanobis dengan q

50

40
q

30

20

10
0 20 40 60 80 100 120
dj

Tabel Jarak Mahalanobis


Row du dj q
1 28.456 6.025 12.2197
2 37.95 7.679 13.9859
3 60.816 8.021 14.9639
4 16.996 8.255 15.6789
5 15.247 8.534 16.2567
6 15.576 9.175 16.7487
7 11.444 9.353 17.1816
8 23.658 10.379 17.5711
9 98.706 10.517 17.9273
10 51.99 10.53 18.257
11 42.386 11.444 18.5651
12 33.646 11.453 18.8552
13 47.453 11.818 19.1303
14 93.978 11.954 19.3924
15 44.112 11.997 19.6433
65

16 30.067 12.05 19.8843


17 116.008 12.777 20.1168
18 33.349 13.707 20.3416
19 24.345 13.948 20.5596
20 21.541 14.364 20.7715
21 50.156 14.493 20.9779
22 18.743 14.533 21.1792
23 17.407 14.568 21.3761
24 9.353 14.709 21.5689
25 69.757 15.119 21.7579
26 34.065 15.128 21.9435
27 17.745 15.141 22.126
28 16.241 15.247 22.3056
29 20.123 15.337 22.4826
30 26.279 15.34 22.6572
31 16.421 15.424 22.8295
32 41.49 15.444 22.9998
33 30.758 15.576 23.1682
34 38.561 15.874 23.3349
35 22.994 16.241 23.5001
36 28.914 16.421 23.6638
37 23.822 16.476 23.8262
38 23.061 16.917 23.9873
39 42.15 16.996 24.1475
40 38.014 17.166 24.3066
41 22.886 17.183 24.4648
42 15.424 17.215 24.6223
43 24.178 17.32 24.7791
44 15.119 17.407 24.9353
45 18.537 17.444 25.0909
66

46 36.527 17.61 25.2462


47 23.548 17.745 25.401
48 10.53 17.872 25.5556
49 13.948 17.998 25.71
50 16.917 18.303 25.8642
51 17.166 18.537 26.0184
52 26.983 18.542 26.1726
53 6.025 18.743 26.3268
54 12.777 18.774 26.4812
55 38.006 19.056 26.6359
56 14.364 19.783 26.7908
57 20.677 19.806 26.946
58 14.533 20.123 27.1017
59 17.872 20.677 27.2579
60 15.444 21.035 27.4147
61 17.61 21.541 27.5721
62 18.774 21.64 27.7302
63 29.085 21.917 27.889
64 11.818 22.415 28.0488
65 19.783 22.886 28.2095
66 24.024 22.994 28.3712
67 17.183 23.061 28.534
68 15.874 23.548 28.6979
69 34.345 23.658 28.8632
70 32.402 23.822 29.0298
71 16.476 23.822 29.1979
72 15.128 24.024 29.3675
73 49.266 24.178 29.5388
74 14.568 24.345 29.7119
75 35.625 24.525 29.8869
67

76 26.111 26.111 30.0639


77 23.822 26.279 30.243
78 19.806 26.281 30.4245
79 34.966 26.983 30.6083
80 21.64 27.272 30.7947
81 87.4 28.456 30.9839
82 15.141 28.914 31.176
83 18.303 29.085 31.3712
84 14.493 30.067 31.5697
85 10.379 30.758 31.7718
86 9.175 30.811 31.9776
87 10.517 32.397 32.1875
88 15.34 32.402 32.4017
89 26.281 33.349 32.6205
90 14.709 33.646 32.8443
91 17.215 34.065 33.0734
92 30.811 34.345 33.3083
93 113.252 34.966 33.5495
94 11.954 35.625 33.7973
95 22.415 36.527 34.0524
96 7.679 36.92 34.3155
97 11.453 37.95 34.5872
98 8.255 38.006 34.8685
99 8.534 38.014 35.1601
100 8.021 38.561 35.4633
101 69.387 41.49 35.7793
102 17.32 42.15 36.1095
103 17.444 42.386 36.4557
104 27.272 43.463 36.8201
105 24.525 44.112 37.2051
68

106 21.035 47.453 37.6137


107 36.92 49.266 38.0499
108 15.337 50.156 38.5186
109 100.759 51.99 39.0258
110 11.997 60.816 39.5801
111 21.917 69.387 40.1927
112 17.998 69.757 40.8797
113 12.05 87.4 41.6652
114 18.542 93.978 42.5873
115 19.056 98.706 43.7124
116 13.707 100.759 45.1734
117 43.463 113.252 47.3066
118 32.397 116.008 51.6239

Nilai Korelasi dan Chi-Square


Pearson correlation of dj and q = 0.901
P-Value = 0.000
Jumlah prosentase jarak di bawah kurva
Chisquare :
Data Display
z 72.8814
Data mengikuti distribusi normal
multivariat
69

Lampiran 5. Tabel Chi-Square untuk Uji Normalitas Data


Ukuran sampel Tingkat signifikansi α
(n) 0.01 0.05 0.1
5 15.08627 11.0705 9.236357
10 23.20925 18.30704 15.98718
15 30.57791 24.99579 22.30713
20 37.56623 31.41043 28.41198
25 44.3141 37.65248 34.38159
30 50.89218 43.77297 40.25602
35 57.34207 49.80185 46.05879
40 63.69074 55.75848 51.80506
45 69.95683 61.65623 57.5053
50 76.15389 67.50481 63.16712
75 106.3929 96.21667 91.06146
100 135.8067 124.3421 118.498
105 141.6201 129.918 123.9469
110 147.4143 135.4802 129.3851
115 153.1906 141.0297 134.8135
116 154.3438 142.1382 135.898
117 155.4964 143.2461 136.9822
(Sumber: Walpole, 2012)
70

Lampiran 6. Output AMOS CFA Daerah Tertinggal First-Order


Maximum Likelihood Estimates
Regression Weights: (Group number 1 - Default model)
Estimate S.E. C.R P
Perekonomian <--- DT 1
SDM <--- DT -0.381 0.086 -4.408 ***
Infrastruktur <--- DT 114.895 35.876 3.203 0.001
Aksesibilitas <--- DT 2.769 0.395 7.015 ***
KD <--- DT 0.622 0.151 4.127 ***
X11 <--- Perekonomian 1
X12 <--- Perekonomian -727.33 84.099 -8.649 ***
X21 <--- SDM 1
X22 <--- SDM 1.195 0.207 5.781 ***
X23 <--- SDM 1.622 0.289 5.617 ***
X31 <--- Infrastruktur 0.21 0.177 1.19 0.234
X32 <--- Infrastruktur 0.035 0.026 1.322 0.186
X33 <--- Infrastruktur 0.003 0.002 1.38 0.168
X34 <--- Infrastruktur 0 0 0.129 0.897
X35 <--- Infrastruktur 0.017 0.003 5.195 ***
X36 <--- Infrastruktur 1
X37 <--- Infrastruktur 0.244 0.019 12.689 ***
X38 <--- Infrastruktur 0.274 0.015 18.274 ***
X39 <--- Infrastruktur 4.654 3.174 1.466 0.143
X310 <--- Infrastruktur 0.006 0.002 2.65 0.008
X311 <--- Infrastruktur 0.004 0.002 2.069 0.039
X41 <--- Aksesibilitas 1
X42 <--- Aksesibilitas 0.108 0.059 1.81 0.07
X51 <--- KD 1.164 0.401 2.903 0.004
X52 <--- KD 2.665 0.756 3.526 ***
X53 <--- KD -3.282 0.945 -3.474 ***
71

X54 <--- KD 0.002 0.001 1.592 0.111


X55 <--- KD -0.119 0.11 -1.078 0.281
X56 <--- KD 1.196 0.427 2.803 0.005
X57 <--- KD 0.005 0.047 0.1 0.92
X58 <--- KD 0.112 0.042 2.692 0.007
X59 <--- KD 1
X510 <--- KD -1.069 0.299 -3.58 ***

Standardized Regression Weights: (Group number 1 - Default


model)

Estimate
Perekonomian <--- DT 0.988
SDM <--- DT -0.8
Infrastruktur <--- DT 0.296
Aksesibilitas <--- DT 0.519
KD <--- DT 0.758
X11 <--- Perekonomian 0.681
X12 <--- Perekonomian -0.898
X21 <--- SDM 0.457
X22 <--- SDM 1.141
X23 <--- SDM 0.598
X31 <--- Infrastruktur 0.104
X32 <--- Infrastruktur 0.116
X33 <--- Infrastruktur 0.121
X34 <--- Infrastruktur 0.011
X35 <--- Infrastruktur 0.422
X36 <--- Infrastruktur 1.033
X37 <--- Infrastruktur 0.771
X38 <--- Infrastruktur 0.873
72

X39 <--- Infrastruktur 0.128


X310 <--- Infrastruktur 0.228
X311 <--- Infrastruktur 0.18
X41 <--- Aksesibilitas 1.375
X42 <--- Aksesibilitas 0.309
X51 <--- KD 0.36
X52 <--- KD 0.477
X53 <--- KD -0.466
X54 <--- KD 0.178
X55 <--- KD -0.118
X56 <--- KD 0.344
X57 <--- KD 0.011
X58 <--- KD 0.326
X59 <--- KD 0.495
X510 <--- KD -0.489
73

Lampiran 7. Output AMOS CFA Daerah Tertinggal Second-


Order
Maximum Likelihood Estimates
Regression Weights: (Group number 1 - Default model)
Estimate S.E. C.R. P
SDM <--- DT 1
Infrastruktur <--- DT -182.026 52.096 -3.494 ***
Aksesibilitas <--- DT -1.479 1.159 -1.276 0.202
X23 <--- SDM 1.769 0.341 5.18 ***
X22 <--- SDM 1.17 0.226 5.19 ***
X21 <--- SDM 1
X311 <--- Infrastruktur 0.018 0.009 2.004 0.045
X310 <--- Infrastruktur 0.023 0.009 2.571 0.01
X38 <--- Infrastruktur 1.114 0.098 11.393 ***
X37 <--- Infrastruktur 1
X36 <--- Infrastruktur 4.039 0.305 13.232 ***
X35 <--- Infrastruktur 0.072 0.014 4.965 ***
X42 <--- Aksesibilitas 1
X41 <--- Aksesibilitas 12.837 8.728 1.471 0.141

Standardized Regression Weights: (Group number 1 - Default


model)
Estimate
SDM <--- DT 0.517
Infrastruktur <--- DT -0.458
Aksesibilitas <--- DT -0.731
X23 <--- SDM 0.639
X22 <--- SDM 1.096
X21 <--- SDM 0.448
X311 <--- Infrastruktur 0.177
X310 <--- Infrastruktur 0.226
74

X38 <--- Infrastruktur 0.875


X37 <--- Infrastruktur 0.778
X36 <--- Infrastruktur 1.029
X35 <--- Infrastruktur 0.427
X42 <--- Aksesibilitas 0.263
X41 <--- Aksesibilitas 1.615
75

Lampiran 8. Output AMOS Goodness of Fit CFA Daerah


Tertinggal Second-Order
Model Fit Summary
CMIN
Model NPAR CMIN DF P CMIN/DF
Default model 25 572.994 41 0 13.975
Saturated model 66 0 0
Independence model 11 1200.49 55 0 21.827
RMR, GFI
Model RMR GFI AGFI PGFI
Default model 2489.4 0.592 0.343 0.368
Saturated model 0 1
Independence model 74290 0.396 0.275 0.33
Baseline Comparisons
Model NFI RFI IFI TLI CFI
Default model 0.523 0.36 0.541 0.38 0.536
Saturated model 1 1 1
Independence
model 0 0 0 0 0
Parsimony-Adjusted Measures
Model PRATIO PNFI PCFI
Default model 0.745 0.39 0.399
Saturated model 0 0 0
Independence
model 1 0 0
NCP
LO HI
Model NCP 90 90
Default model 531.994 458.3 613.1
Saturated model 0 0 0
Independence
model 1145.49 1036 1262
76

FMIN
LO HI
Model FMIN F0 90 90
Default model 4.897 4.547 3.917 5.24
Saturated model 0 0 0 0
Independence
model 10.261 9.79 8.859 10.8
RMSEA
LO HI
Model RMSEA 90 90 PCLOSE
Default model 0.333 0.309 0.357 0
Independence
model 0.422 0.401 0.443 0
AIC
Model AIC BCC BIC CAIC
Default model 622.99 628.7 692.26 717.26
Saturated model 132 147.1 314.87 380.87
Independence
model 1222.5 1225 1253 1264
ECVI
LO
Model ECVI 90 HI 90 MECVI
Default model 5.325 4.695 6.018 5.374
Saturated model 1.128 1.128 1.128 1.257
Independence
model 10.449 9.517 11.444 10.47
HOELTER
HOELTER HOELTER
Model 0.05 0.01
Default model 12 14
Independence
model 8 9
77

Lampiran 9. Output AMOS CFA Daerah Tertinggal Second-


Order Modifikasi
Maximum Likelihood Estimates
Regression Weights: (Group number 1 - Default model)
Estimate S.E. C.R. P
SDM <--- DT 1
-
Infrastruktur <--- DT -60.471 33.794 1.789 0.074
-
Aksesibilitas <--- DT -1.317 0.621 2.122 0.034
X23 <--- SDM 1.84 0.361 5.103 ***
X22 <--- SDM 1.254 0.245 5.11 ***
X21 <--- SDM 1
X311 <--- Infrastruktur 0.227 0.11 2.07 0.038
X310 <--- Infrastruktur 0.235 0.113 2.075 0.038
X38 <--- Infrastruktur 5.397 2.519 2.143 0.032
X37 <--- Infrastruktur 1
X36 <--- Infrastruktur 12.229 5.099 2.398 0.016
X35 <--- Infrastruktur 0.145 0.079 1.837 0.066
X42 <--- Aksesibilitas 1
X41 <--- Aksesibilitas 7.917 3.096 2.557 0.011

Standardized Regression Weights: (Group number 1 - Default


model)
Estimate
SDM <--- DT 0.718
Infrastruktur <--- DT -0.779
Aksesibilitas <--- DT -0.675
X23 <--- SDM 0.632
X22 <--- SDM 1.116
X21 <--- SDM 0.426
X311 <--- Infrastruktur 0.546
78

X310 <--- Infrastruktur 0.56


X38 <--- Infrastruktur 1.092
X37 <--- Infrastruktur 0.218
X36 <--- Infrastruktur 0.804
X35 <--- Infrastruktur 0.223
X42 <--- Aksesibilitas 0.335
X41 <--- Aksesibilitas 1.268
79

Lampiran 10. Output AMOS Goodness of Fit CFA Daerah


Tertinggal Second-Order Modifikasi
Model Fit Summary
CMIN
Model NPAR CMIN DF P CMIN/DF
Default model 33 180.325 33 0 5.464
Saturated model 66 0 0
Independence
model 11 1200.485 55 0 21.827
RMR, GFI
Model RMR GFI AGFI PGFI
Default model 6596.885 0.812 0.624 0.406
Saturated model 0 1
Independence
model 74289.535 0.396 0.275 0.33
Baseline Comparisons
Model NFI RFI IFI TLI CFI
Default model 0.85 0.75 0.874 0.786 0.871
Saturated model 1 1 1
Independence
model 0 0 0 0 0
Parsimony-Adjusted Measures
Model PRATIO PNFI PCFI
Default model 0.6 0.51 0.523
Saturated model 0 0 0
Independence
model 1 0 0
NCP
LO HI
Model NCP 90 90
Default model 147.325 108.9 193.3
Saturated model 0 0 0
Independence
model 1145.49 1036 1262
80

FMIN
LO HI
Model FMIN F0 90 90
Default model 1.541 1.259 0.931 1.652
Saturated model 0 0 0 0
Independence
model 10.26 9.79 8.859 10.79
RMSEA
LO HI
Model RMSEA 90 90 PCLOSE
Default model 0.195 0.168 0.224 0
Independence
model 0.422 0.401 0.443 0
AIC
Model AIC BCC BIC CAIC
Default model 246.325 253.868 337.8 370.757
Saturated model 132 147.086 314.9 380.865
Independence
model 1222.49 1225 1253 1263.96
ECVI
LO HI
Model ECVI 90 90 MECVI
Default model 2.105 1.777 2.498 2.17
Saturated model 1.128 1.128 1.128 1.257
Independence
model 10.449 9.517 11.44 10.47
HOELTER
HOELTER HOELTER
Model 0.05 0.01
Default model 31 36
Independence
model 8 9
81

Lampiran 11. Surat Pernyataan Pengambilan Data


82
83

BIODATA PENULIS

Dimas Achmad Fadhila atau akrab


disapa Dimas sebagai penulis
merupakan putra sulung dari Bapak
H. Achmad Oktafani, S.E., M.T. dan
Ibu Hj. Sri Rahayu yang lahir di
Jakarta pada tanggal 23 Januari 1997.
Penulis menempuh pendidikan formal
di SD Al-Azhar Syifa Budi YPWKS
Cilegon (2003-2007), SD Al-Azhar
Syifa Budi Cibubur-Cileungsi (2007-
2008), SD IKAL Medan (2008-
2009), SMP YPSA Medan (2009-
2012), SMA Labschool Cibubur
(2012-2015), dan memilih untuk melanjutkan ke jenjang sarjana
di Departemen Statistika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
(ITS). Semasa perkuliahan, penulis aktif di berbagai kegiatan
mahasiswa, seperti menjadi Staf Departemen Hubungan Luar
HIMASTA-ITS periode 2016/2017, Ketua Biro Kemitraan dan
Internasionalisasi HIMASTA-ITS periode 2017/2018, Sekretaris
Wilayah IV IHMSI periode 2016/2018, Ketua Panitia kegiatan
Ikatan Statistisi Indonesia (ISI): 3rd ISCO, dan menjadi delegasi
pada ASEAN Youth Summit 2018 di Filipina. Penulis juga turut
melampiaskan minat di bidang kesenian dengan menjadi vokalis
di Band UKM Musik. Adapun kompetisi ilmiah yang pernah
penulis ikuti dan mendapatkan prestasi yaitu Semifinalis National
Statistics Challenge (NSC) Universitas Brawijaya 2018 dan
Pekan Kreativitas Mahasiswa (PKM) Kemenristek Dikti didanai
pada tahun 2018. Di luar, penulis pernah aktif sebagai Student
Ambassador di startup asal Singapura, Qiscus Pte Ltd. Segala
pertanyaan dan saran mengenai Tugas Akhir ini dapat dikirimkan
melalui email ke dafdimas23@gmail.com.

Anda mungkin juga menyukai