Anda di halaman 1dari 11

Mimbar Agribisnis: Jurnal Pemikiran Masyarakat Ilmiah Berwawasan Agribisnis

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Petani


tentang Pertanian Berkelanjutan

Factors Affecting Knowledge Farmers on Sustainable Agriculture


Aditya Rafi Syuhada, Kadhung Prayoga, Joko Mariyono

Program Studi Agribisnis Fakultas P e t e r n a k a n d a n Pertanian Universitas Diponegoro


Jl. Prof. H. Soedarto, S.H., Tembalang, Semarang

ABSTRAK
Pengetahuan yang dimiliki petani tentang praktik pertanian berkelanjutan memiliki dampak yang signifikan pada
keberlanjutan dan efisiensi produksi pertanian. Pertanian di Kabupaten Klaten sudah memasuki tahapan baru
dimana para petani sudah banyak yang mulai mengerti konsep pertanian berkelanjutan. Tujuan penelitian ini adalah
untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan petani tentang pertanian berkelanjutan.
Penelitian dilakukan pada bulan November 2023 di Kelurahan Jambukulon, Kecamatan Ceper, Kabupaten Klaten,
Jawa Tengah. Metode Penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kuantitatif dengan menyebarkan
kuesioner terhadap 147 petani yang ditentukan secara incidental sampling. Teknik pengambilan data yang
digunakan menggunakan kuesioner yang di sebarkan ke 147 petani. Teknik analisis data faktor pengetahuan petani
adalah tabulasi frekuensi menggunakan skoring skala likert dengan teknik analisis linier berganda. Hasil penelitian
yang didapatkan yautu faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan petani tentang pertanian berkelanjutan terdiri
dari usia, pendidikan, lama bertani, intensitas mengikuti penyuluhan, luas lahan dan pendapatan. Pendapatan tidak
memberikan pengaruh secara parsial terhadap pengetahuan petani, karena petani dengan pendapatan yang besar
maupun kecil tidak memiliki pengaruh terhadap pengetahuan petani, sedangkan usia, pendidikan, lama bertani,
intensitas mengikuti penyuluhan, dan luas lahan memberikan pengaruh secara parsial. Secara simultan variabel
usia, pendidikan, lama bertani, intensitas mengikuti penyuluhan, luas lahan dan pendapatan mempengaruhi
pengetahuan petani. Saran kepada petani di Desa Jambukulon agar dapat tetap mengaplikasikan pertanian
berkelanjutan agar dapat menghasilkan hasil panen yang efisien.

Kata kunci: pengetahuan, pertanian berkelanjutan, petani

ABSTRACT
Farmers' knowledge of sustainable farming practices has a significant impact on the sustainability and efficiency of
agricultural production. Farming in Klaten District has entered a new stage where many farmers have begun to
understand the concept of sustainable agriculture. The purpose of this research is to analyze the factors that
influence farmers' knowledge of sustainable agriculture. The research was conducted in November 2023 in
Jambukulon Village, Ceper District, Klaten Regency, Central Java. The research method used was quantitative
descriptive research by distributing questionnaires to 147 farmers selected through incidental sampling. The data
collection technique used a questionnaire distributed to 147 farmers. The data analysis technique for farmers'
knowledge factors was frequency tabulation using Likert scale scoring with multiple linear analysis techniques.
The research results obtained are factors influencing farmers' knowledge of sustainable agriculture, including age,
education, years of farming experience, participation intensity in extension programs, land area, and income.
Income does not partially influence farmers' knowledge because farmers with both large and small incomes do not
affect farmers' knowledge, while age, education, years of farming experience, participation intensity in extension
programs, and land area partially influence it. Simultaneously, variables such as age, education, years of farming
experience, participation intensity in extension programs, land area, and income collectively influence farmers'
knowledge. Suggestions to farmers in Jambukulon Village are to continue implementing sustainable farming
practices to achieve efficient harvest results.

Keywords: farmers, knowledge, sustainable agriculture


PENDAHULUAN
Masalah yang sering terjadi di pertanian konvensional menyebabkan degradasi tanah, pencemaran
lingkungan, penurunan kualitas tanah, serta kebergantungan yang tinggi pada pestisida dan pupuk
kimia. Ini juga cenderung memperburuk ketidaksetaraan ekonomi antara petani kecil dan besar, dan
menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati, oleh karena itu diperlukan sistem pertanian yang
berkelanjutan agar dapat mengurangi dampak buruk yang akan dirasakan anak cucu kelak. Pertanian
berkelanjutan menjadi salah satu upaya untuk mengatasi tantangan-tantangan serius yang ditimbulkan
oleh pertanian konvensional. Pertanian berkelanjutan adalah pendekatan yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan pangan saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk
memenuhi kebutuhan mereka. Dalam konteks pertanian berkelanjutan, pengetahuan petani tentang
praktik-praktik berkelanjutan memainkan peran kunci dalam keberhasilan implementasi (Indraningsih,
2013).Pertanian berkelanjutan merupakan trend baru dikalangan petani milenial. Sistem pertanian ini
ternyata lebih memberikan hasil yang menguntungkan dalam jangka waktu yang lama (berkelanjutan)
serta tetap memelihara kesehatan dan kualitas lingkungan. Pengelolaan pertanian yang berkelanjutan
bertujuan untuk mempertahankan produtivitas tanah bagi generasi mendatang baik secara ekologi,
ekonomi, dan budaya. Kondisi pertanian berkelanjutan di Kabupaten Klaten terus mengalami
peningkatan, dengan banyak petani yang mulai beralih ke praktik-praktik pertanian yang lebih ramah
lingkungan dan berkelanjutan. Banyak inisiatif dan program-program telah diterapkan untuk
meningkatkan kesadaran dan pemahaman petani tentang pentingnya pertanian berkelanjutan. Beberapa
praktik pertanian berkelanjutan yang mulai diterapkan di Kabupaten Klaten termasuk penggunaan
pupuk organik, rotasi tanaman, konservasi tanah dan air, serta pengurangan penggunaan pestisida kimia.
Selain itu, terdapat upaya untuk meningkatkan akses petani ke teknologi dan pengetahuan yang
diperlukan untuk menerapkan praktik-praktik pertanian berkelanjutan. Program pelatihan, penyuluhan,
dan bantuan teknis telah diluncurkan untuk mendukung petani dalam mengadopsi teknik-teknik baru
yang lebih berkelanjutan.
Pengetahuan petani ini dipengaruhi oleh banyak hal seperti usia petani yang mana petani yang masih
muda cenderung memahami tentang pertanian berkelanjutan (Virianita et al,2019). Kedua, pendidikan
petani yang mana petani dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung lebih terbuka terhadap
perubahan, lebih mampu memahami manfaat dari praktik berkelanjutan, dan lebih mungkin untuk
mengadopsi teknologi dan inovasi baru dalam pertanian mereka (Astuti, 2015). Ketiga adalah
pendapatan petani, menurut Fadlina et al (2013) petani yang menerapkan pertanian berkelanjutan
memiliki pendapatan yang cenderung lebih tinggi dikarenakan konsep pertanian berkelanjutan yang
mengedepankan efisiensi produksi serta keberlanjutan yang mana dapat mengurangi biaya produksi
petani sehingga pendapatan petani naik. Keempat lama bertani, pada umumnya, pengalaman bertani
yang panjang bisa menjadi aset berharga dalam menerapkan praktik pertanian berkelanjutan. Petani
yang telah lama berkecimpung dalam dunia pertanian seringkali memiliki pengetahuan yang mendalam
tentang tanah, tanaman, dan siklus pertanian. Pengalaman ini dapat menjadi pondasi bagi pemahaman
mereka tentang cara-cara untuk memelihara lahan secara berkelanjutan dan memperbaiki kesuburan
tanah (Prastia et al, 2016 ). Kelima luas lahan, menurut Sari (2016) petani kecil yang menerapkan
pertanian berkelanjutan pada lahan yang relatif kecil, bahkan hanya beberapa hektar atau bahkan lebih
kecil dari itu. Mereka mungkin menerapkan praktik-praktik seperti rotasi tanaman, penggunaan pupuk
organik, atau konservasi air pada lahan terbatas mereka. Keenam intensitas mengikuti penyuluhan,
menurut Anwas (2013) petani yang sering mengikuti penyuluhan tentang pertanian berkelanjutan
cenderung lebih memahami dan mempraktikkan pertanian berkelanjutan.
Pertanian di Kelurahan Jambukulon, Kecamatan Ceper sejak 4 tahun ini mengalami peningkatan dalam
produksi. Hal ini dapat dilihat dari data Badan Pusat Statistik 2022 yang menyebutkan tingkat produksi
terus mengalami kenaikan dari tahun pertahun. Trend pertanian organik yang mulai dikenal oleh petani
mungkin menjadi salah satu faktor kenaikan produksi ini. Permasalahan sulitnya pupuk, keringnya
tanah, dan kesadaran pestisida berlebih membuat hama lebih resisten mungkin menjadi salah satu alasan
petani di Kelurahan Jambukulon, Kecamatan Ceper mulai mempelajari sistem pertanian berkelanjutan.
Namun pasti ada faktor lain yang mempengaruhi pengetahuan petani tentang pertanian berkelanjutan.
Oleh sebab itu peneliti memutuskan untuk meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
pengetahuan petani tentang pertanian berkelanjutan di Kelurahan Jambukulon, Kecamatan Ceper,
Kabupaten Klaten. Harapannya dengan diketahuinya faktor yang mempengaruhi pengetahuan petani
tentang pertanian berkelanjutan dapat diperoleh strategi memajukan pertanian di Kelurahan
Jambukulon.

METODE PENELITIAN
Mimbar Agribisnis: Jurnal Pemikiran Masyarakat Ilmiah Berwawasan Agribisnis

Tempat penelitian di Kelurahan Jambukulon, Kecamatan Ceper, Kabupaten Klaten. Waktu penelitian
pada bulan Desember 2023. Lokasi dipilih karena pertanian berkelanjutan telah menjadi perbincangan
utama di kalangan petani setempat. Meskipun masih terasa baru bagi sebagian petani konvensional,
beberapa di antara mereka sudah mulai menerapkan konsep pertanian berkelanjutan. Langkah-langkah
seperti mengurangi penggunaan pupuk kimia, beralih ke pupuk organik, serta menggunakan pestisida
alami dan tanaman pengusir hama menjadi langkah awal dalam menerapkan sistem pertanian organik.
Faktor kunci yang memengaruhi kesuksesan penerapan pertanian berkelanjutan adalah tingkat
pengetahuan petani. Semakin dalam pengetahuan mereka tentang prinsip-prinsip pertanian
berkelanjutan, semakin besar kemungkinan mereka untuk mengadopsi konsep tersebut dalam praktik
sehari-hari. Berbagai faktor seperti usia, pendidikan, pengalaman bertani, intensitas pelatihan,
pendapatan, dan luas lahan ternyata memiliki dampak signifikan terhadap pengetahuan petani tentang
pertanian berkelanjutan. Faktor-faktor tersebut dianalisa dengan metode analisis deskriptif kuantitatif
menggunakan analisa regresi linear berganda. Harapannya dengan menggunakan metode tersebut dapat
diketahui faktor faktor yang mempengaruhi pengetahuan petani tentang pertanian berkelanjutan.
Teknik pengambilan sampel ditentukan dari jumlah populasi penelitian. Sampel dalam penelitian ini
menggunakan metode purposive sampling. Purposive Sampling (Sugiyono, 2013) adalah teknik penentuan
sampel dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu yang dilakukan ialah kepada responden yang
sudah memiliki kriteria dalam penelitian. Pada penelitian ini sudah ditentukan bahwa responden ialah sampel
masyarakat yang berprofesi sebagai petani di Kelurahan, Jambukulon, Kecamatan Ceper. Teknik
pengambilan sampel yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan rumus Isaac dan
Michael (Sugiyono, 2013). Sampel diambil berdasarkan jumlah populasi petani yang berada di Kelurahan
Jambukulon, Kecamatan Ceper yaitu sebanyak 320 petani. Pengambilan sampel yang dilakukan pada
penelitian ini adalah dengan menggunakan rumus perhitungan Isaac dan Michael sebagai berikut (Sugiyono,
2013):

2
λ . N . P. Q
s= 2 2
d ( N−1 ) + λ . P .Q
Dimana
s : Jumlah sampel
2
λ : Derajat kebebasan dan tingkat kesalahan
N : Jumlah populasi
P : Peluang benar (0,5)
Q : Peluang salah (0,5)
d : Perbedaan antara rata rata sampel dengan rata rata populasi
Untuk menggunakan rumus Isaac dan Michael ini, langkah pertama ialah menentukan batas toleransi
kesalahan (error tolerance). Batas toleransi kesalahan ini dinyatakan dalam presentase. Semakin kecil
toleransi kesalahan, maka semakin akurat sampel menggambarkan populasi. Pada penelitian ini didapatkan
populasi sebanyak 320 petani yang berada di Kelurahan Jambukulon, Kecamatan Ceper, dan ditentukan batas
toleransi kesalahan sebesar 5% serta nilai d = 0,05. Maka dapat ditentukan jumlah sampel dalam
pengumpulan data primer yaitu dilakukan terhadap 147 sampel petani di Kelurahan Jambukulon, Kecamatan
Ceper, Kabupaten Klaten.
Jenis data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder. Data primer terkait profil petani, usia,
tingkat pendidikan, lama bertani, intensitas mengikuti pertanian berkelanjutan, luas lahan, dan pendapatan
yang diperoleh melalu angket. Data sekunder terkait data BPS Klaten tentang jumlah petani, dan demografi
lokasi penelitian. Teknik dan metode pengumpulan data primer diperoleh melalui kegiatan survei lapangan,
pengisian kuesioner, wawancara,observasi yang dilakukan kepada petani di Kelurahan Jambukulon. Data
sekunder diperoleh melalui penelusuran literatur hasil-hasil penelitian, studi pustaka, laporan dan dokumen
dari berbagai instansi yang berhubungan dengan bidang penelitian.
Data primer yang diperoleh melalui metode kuantitatif, yaitu hasil pengisian kuesioner di lapangan, dianalisis
menggunakan program SPSS 19.0 for Windows dan diuji dengan statistik parametrik untuk menguji hipotesis
masing-masing faktor (secara parsial) maupun secara serempak (simultan) menggunakan Uji Regresi Linier
Berganda yang bertujuan untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan petani tentang
pertanian berkelanjutan.
Persamaan analisis regresi linier berganda yang digunakan adalah sebagai berikut:
Y = bo + b1 X1 + b2X2 + b3 X3 + b4 X4 + b5X5 + b6 X6
Dimana:
Y : Pengetahuan petani tentang pertanian berkelanjutan
bo : Intersep
b1,b2,b3,b4,b5,b6 : Koefisien Regresi
X1 : Usia
X2 : Pendidikan
X3 : Lama bertani
X4 : Intensitas mengikuti penyuluhan
X5 : Luas lahan
X6 : Pendapatan

HASIL DAN PEMBAHASAN


Kelurahan Jambukulon adalah Desa yang terletak di Kecamatan Ceper. Desa Jambu Kulon memiliki sejarah
panjang yang berakar dari masa lampau yang kaya akan budaya dan tradisi. Berada di Kecamatan Ceper,
Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah, desa ini telah berkontribusi pada perkembangan sosial dan
ekonomi masyarakat di wilayah sekitarnya. Kelurahan Jambukulon memiliki populasi populasi sebanyak
4.727 jiwa dengan populasi pria lebih banyak dari wanita. Hal ini menyebabkan kebanyakan petani di
Kelurahan Jambukulon adalah pria. Sebagai daerah agraris, Kelurahan Jambukulon memiliki sejarah yang
kental dengan pertanian dan peternakan. Tanah yang subur dan kondisi iklim yang menguntungkan di
wilayah ini mendukung pertumbuhan tanaman seperti padi, tebu, sayuran, dan buah-buahan, termasuk jambu,
yang menjadi salah satu potensi ekonomi penting bagi desa ini. Petani di Kelurahan Jambukulon memiliki
kehidupan yang sederhana, mereka kebanyakan menjadikan petani sebagai mata pencaharian utama.
Komoditas pertatanian utama di daerah ini adalah padi, jagung, dan tebu. Rata rata luas lahan petani di
Kelurahan Jambukulon yaitu 1 – 2 patok. Mereka dapat memanfaatkan lahan yang mereka punya untuk
matapencaharian mereka. Hasil yang mereka dapatpun di bilang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup
mereka. Para petani di Kelurahan Jambukulon juga sering mengikuti penyuluhan yang diadakan oleh Dinas
Pertanian setempat.

Karakteristik Responden
1. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
Responden petani di Kelurahan Jambukulon berdasar jenis kelamin terbanyak adalah pria yaitu sebanyak
117 orang sedangkan responden wanita sebanyak 30 orang. Dilihat dari data tersebut, terlihat cukup
berbeda jauh perbedaan jumlahnya. Kondisi petani di Kelurahan Jambukulon jauh lebih banyak yang
berjenis kelamin pria. Hal ini dikarenakan mayoritas pria di Kelurahan Jambukulon cenderung melarang
istrinya menjadi petani, dan lebih baik dirumah menjaga anak dan cucu. Selain itu, mayoritas petani
memiliki jenis kelamin laki-laki karena memerlukan tenaga yang ekstra
2. Karakteristik responden berdasarkan usia
Berdasarkam hasil lapangan diketahui bahwa untuk umur responden yang terbanyak adalah yang berusia
antara 31 – 60 tahun yaitu sebanyak 106 orang yang diikuti oleh responden berumur lebih dari 60 tahun
dengan jumlah 26 orang dan yang palin sedikit yaitu usia kurang dari 30 tahun dengan 15 orang atau.
Jumlah responden didominasi oleh petani berusia 31-60 tahun, hal ini membuktikan bahwa petani di usia
31 – 60 tahun merupakan petani yang aktif di lahan, dan produktif. Jumlah petani yang berusia antara 31
– 60 merupakan kelompok usia yang paling produktif.
3. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan
Berdasarkan hasil di lapangan dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan responden didominasi petani
yang berpendidikan SMA/Sederajat yang berjumlah 83 petani. Diikuti dengan petani yang memiliki
berpendidikan SMP, SD, dan Tidak bersekolah dengan jumlah masing – masing 28, 15,11 petani. Petani
dengan tingkat pendidikan sarjana memiliki jumlah paling sedikit dalam data ini dengan hanya 10 orang
yang menjadi seorang petani. Semakin tinggi pendidikan petani semakin mempengaruhi pengetahuannya
tentang pertanian berkelanjutan. Pendidikan yang didapat selain pendidikan formal, juga ada pendidikan
informal seperti pelatihan, dan penyuluhan dari dinas terkait (Setyowati, 2022).
4. Karakteristik responden berdasarkan pengalaman bertani
Berdasarkan hasil dilapangan ditemukan bahwa mayoritas petani memiliki pengalaman bertani selama 11
– 20 tahun dengan jumlah 49 petani. Kemudian diikuti dengan petani yang memiliki pengalaman bertani
kurang dari 10 tahun sejumlah 44 petani. Diikuti dengan petani yang memiliki pengalaman 21 – 30 tahun
Mimbar Agribisnis: Jurnal Pemikiran Masyarakat Ilmiah Berwawasan Agribisnis

dengan jumlah 37 petani. Petani yang memiliki pengalaman bertani lebih dari 30 tahun memiliki jumlah
17 petani. Lama pengalaman bertani sangat mempengaruhi pengetahuan dan pendapatan petani (Pratiwi,
2013). Hal ini dikarenakan petani yang sudah memiliki pengalaman yang lama dapat mengaplikasikan
sistem pertanian yang cenderung efektif agar mendapatkan hasil panen yang baik
5. Karakteristik berdasarkan intensitas penyuluhan
Berdasarkan hasil di lapangan ditemukan bahwa. sebanyak 44 responden, atau sekitar 42,2% dari total,
jarang mengikuti penyuluhan. Sedangkan, 49 responden, atau sekitar 34,7% dari total, sering mengikuti
penyuluhan. Di sisi lain, 37 responden, yang mencakup sekitar 23,1% dari total, menyatakan bahwa
mereka sangat sering mengikuti penyuluhan.
6. Karakteristik berdasarkan pendapatan
Berdasarkan hasil dilapangan di temukan bahwa petani dengan pendapatan angka dibawah Rp. 3.000.000
yaitu sebanyak 69 orang yang kebanyakan diisi oleh petani yang berusaha tani kecil dan buruh tani dan
buruh diikuti oleh responden yang berpenghasilan lebih dari Rp. 9000.000 yaitu sebanyak 51 orang yang
mayoritas diisi oleh respoden yang memiliki lahan bertani yang luas. Sisanya diisi oleh petani dengan
jumlah pendapatan antara Rp. 3.000.000 – Rp. 6.000.000 dan Rp 6.000.000 – Rp. 9.000.000 dengan
masing masing berjumlah 19 dan 9 petani. Petani di kecamatan yang memiliki penghasilan dibawah Rp.
3.000.000 adalah petani yang menjadi petani gurem.
7. Karakteristik berdasarkan Luas lahan
Berdasarkan hasil di lapangan ditemukan bahwa mayoritas petani memiliki lahan kurang dari 2000 m 2
dengan jumlah 77 petani. Disusul dengan petani yang memiliki lahan 2001 – 5000 m 2 dengan jumlah 46
petani. Kemudian petani dengan luas lahan lebih dari 8000 m 2 dengan 13 petani. Paling sedikit adalah
petani dengan luas lahan 5001 – 8000 m2 dengan 11 petani. Luas lahan yang dimiliki petani sangat
berpengaruh terhadap pengetahuan petani. Hal ini sesuai dengan pendapat Sukanata (2016) yang
berpendapat bahwa semakin luas lahan yang dimiliki petani semakin banyak pengetahuan dan
pengaplikasian yang dapat menunjang usaha tani. Berdasarkan hasil observasi di lapangan petani yang
memiliki lahan pertanian yang kecil lebih bisa menerapkan pertanian berkelanjutan sehingga tercipta
iklim pertanian yang efisien. Petani yang memiliki lahan pertanian yang luas atau diatas 8000 m 2 sebagian
ada yang sudah menerapkan sistem pertanian berkelanjutan seperti pola tanam jejer legowo, penggunaan
pestisida alami, serta prinsip intergrated farming.

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Petani tentang Pertanian Berkelanjutan

Uji Koefisien Determinasi (R2)


Berdasarkan hasil uji koefisien determinasi yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa hasil nilai koefisien
determinasi yaitu sebesar 0,756 atau 75,6%. Hal tersebut memiliki arti bahwa kemampuan variabel
independen yang meliputi usia, pendidikan, lama bertani, intensitas mengikuti penyuluhan, luas lahan, dan
pendapatan secara simultan memiliki pengaruh terhadap variabel dependen (pengetahuan) sebesar 75,6%,
sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain selain variabel independen dalam penelitian. Menurut
Reavindo (2020), koefisien determinasi (R2) digunakan untuk informasi mengenai seberapa besar pengaruh
variabel independen terhadap variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi antara 0 sampai dengan
1. Jika nilai koefisien determinasi (R2) mendekati 1, maka dikatakan pengaruh variabel bebas terhadap
variabel terikat adalah besar. Sebaliknya, jika nilai koefisien determinasi semakin mendekati 0, maka
pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen semakin lemah. Hal ini menunjukkan bahwa
pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dalam penelitian ini sangat kuat, karena nilai
0,756 semakin mendekati 1.

Uji F
Uji F dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh secara simultan/bersama-sama dengan
memperhatikan nilai signifikansi F. Berdasarkan hasil penelitian uji F disajikan pada tabel 1.
Tabel 2. Hasil Uji F
Model F Sig
Regression 3,759 0,002
Sumber: Data Primer Penelitian, 2023.
Menurut pendapat Sukestiyarno dan Agoestanto (2017) yang menyatakan bahwa jika nilai signifikansi < 0,05
maka terjadi pengaruh variabel independen secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel dependen.
Berdasarkan hasil uji F yang telah dilakukan, didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,002 Nilai 0,002 yang
didapatkan lebih kecil dari 0,05, maka dari itu H 0 diterima dan H1 ditolak. Artinya H1 diterima dan H0 ditolak
sehingga variabel independen yang terdiri dari usia (X1), pendidikan (X2), lama bertani (X3), Intensitas
mengikuti penyuluhan (X4), luas lahan (X5), dan pendapatan (X6) secara simultan berpengaruh secara nyata
terhadap variabel dependen yaitu pengetahuan petani (Y). Pengaruh secara serempak antara usia, pendidikan,
lama bertani, Intensitas mengikuti penyuluhan, luas lahan, dan pendapatan terhadap pengetahuan petani
memiliki keterikatan satu sama lain

Uji t
Uji t dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh dari masing-masing variabel independen secara
individu/parsial terhadap variabel dependen. Hasil uji t disajikan dalam tabel 3.
Tabel 3. Hasil Uji t
Model t Sig.
Constant 10.268 0,000
Usia (X1) 2.088 0,039
Pendidikan (X2) 1.351 0,017
Lama bertani(X3) 0,262 0,019
Intensitas penyuluhan (X4) 0,933 0,035
Luas lahan (X5) 2,175 0,031
Pendapatan (X6) -0,297 0,767
Sumber: Data Primer Penelitian, 2023
Berdasarkan hasil output dari uji t, jika nilai signifikansi < 0,05, maka ada pengaruh variabel independen
secara parsial terhadap variabel dependen (H1 diterima). Hal ini sesuai dengan pendapat Darma (2021) yang
menyatakan jika nilai signifikansi < 0,05 pada uji maka ada pengaruh dari variabel independen terhadap
variabel dependen.
1. Usia
Berdasarkan hasil olah data uji t dapat diketahui bahwa variabel usia (X1) memiliki pengaruh secara
parsial terhadap pengetahuan petani. Hal tersebut karena nilai signifikasi variabel usia (X1) sebesar 0,039,
yang mana nilai tersebut lebih kecil dari 0,05. Menurut Setyowati (2022) umur seorang petani pada
umumnya dapat mempengaruhi aktivitas bertani dalam mengolah usahanya, dalam hal ini mempengaruhi
kondisi fisik dan kemampuan berpikir. Petani yang tergolong sudah dewasa cenderung matang dan
berhati hati dalam melakukan usaha tani. Petani dengan usia tua mahir dalam hal perencanaan lahan,
mulai dari pengolahan lahan pasca panen, pola penanaman yang digunakan jejer legowo, sistem perairan
atau irigasi yang baik agar dapat mengaliri lahan mereka. Perencanaan lahan yang dimiliki petani yang
berusia tua mulai dari pengolahan lahan, sistem irigasi, polatanam yang digunakan lebih baik daripada
petani usia muda dikarenakan petani yang berusia tua memiliki pengalaman bertani yang lebih lama.
Mereka bahkan sudah mulai berpikir secara otodidak sebelum penyuluhan sering diselenggarakan di
daerahnya.
2. Pendidikan
Berdasarkan hasil uji t dapat diketahui bahwa variabel tingkat pendidikan (X2) memiliki pengaruh secara
parsial terhadap pengetahuan petani. Hal tersebut karena nilai signifikasi variabel tingkat pendidikan (X2)
sebesar 0,017, yang mana nilai tersebut lebih kecil dari 0,05. Secara teori yaang dikemukakan oleh Farid
(2018) semakin tinggi pendidikan seorang petani semakin tinggi pula adopsi petani terkait inovasi dan
ilmu ilmu dalam dunia pertanian. Hal tersebut benar terjadi di lapangan bahwasannya mayoritas petani
yang berpendidikan SMA cenderung lebih cakap dan dapat menerima ilmu baru daripada petani dengan
tingkat pendidikan dibawahnya. Petani dengan tingkat pendidikan yang mayoritas lulusan SMA memiliki
pengetahuan tentang pertanian berkelanjutan seperti konservasi dan perlindungan sumberdaya air yang
telah menjadi bagian penting dalam pertanian. Banyak diantara kegiatan-kegiatan pertanian yang telah
dilaksanakan tanpa memperhatikan kualitas air. Biasanya lahan basah berperan penting dalam melakukan
penyaringan nutrisi (pupuk anoraganik) dan pestisida. Adapun yang dilakukan para petani yang
berpendidikan SMA keatas untuk menjaga kualitas air, antara lain; Mengurangi tambahan senyawa kimia
sintetis ke dalam lapisan tanah bagian atas (top soil) yang dapat mencuci hingga muka air tanah (water
table), menggunakan irigasi tetes (drip irrigation), enggunakan jalur-jalur konservasi sepanjang tepi
saluran air, melakukan penanaman rumput bagi binatang ternak untuk mencegah peningkatan racun
akibat aliran air limbah pertanian yang terdapat pada peternakan intensif. Selain itu, petani yang memiliki
Mimbar Agribisnis: Jurnal Pemikiran Masyarakat Ilmiah Berwawasan Agribisnis

tingkat pendidikan dibawah SMA bahkan tidak bersekolah, mereka juga setidaknya memiliki
pengetahuan tentang pertanian berkelanjutan. Mereka kebanyakan memahami tentang diversifikasi lahan
dan tanaman dengan bertanam dengan memiliki varietas yang cukup banyak di lahan pertanian dapat
mengurangi kondisi ekstrim dari cuaca, hama penggangu tanaman, dan harga pasar. Peningkatan
diversifikasi tanaman dan jenis tanaman lain seperti pohon-pohon dan rumput-rumputan, juga dapat
memberikan kontribusi terhadap konservasi lahan, habitat binatang, dan meningkatkan populasi serangga
yang bermanfaat.
3. Lama Bertani
Berdasarkan hasil uji t dapat diketahui bahwa variabel lama bertani (X3) memiliki pengaruh secara
parsial terhadap pengetahuan petani. Hal tersebut karena nilai signifikasi variabel lama bertani (X3)
sebesar 0,019, yang mana nilai tersebut lebih kecil dari 0,05. Menurut Pratiwi (2013) lama atau
pengalaman bertani membuat petani memiliki pengetahuan dan keterampilan yang baik untuk melakukan
usaha tani nya. Hal tersebut sesuai dengan data yang didapat ketika observasi lapangan, ditemukan bahwa
petani yang berpengalaman lebih dari 10 tahun cenderung lebih kreatif dan inovatif dalam mengelola
usahataninya. Mereka yang sudah malang melintang di dunia pertanian, sudah bisa mengaplikasikan
sitem irigasi yang baik, sistem penanaman jejer legowo, dan mengurangi penggunaan pestisida. Dengan
kata lain semakin lama pengalaman bertani seorang petani maka semakin baik pula pengetahuan seorang
petani.
4. Intensitas mengikuti penyuluhan
Berdasarkan hasil uji t dapat diketahui bahwa variabel intensitas mengikuti penyuluhan (X4) memiliki
pengaruh secara parsial terhadap pengetahuan petani. Hal tersebut karena nilai signifikasi variabel
intensitas mengikuti penyuluhan (X4) sebesar 0,035, yang mana nilai tersebut lebih kecil dari 0,05.
Intensitas petani dalam mengikuti penyuluhan dapat meningkatkan pengetahuan petani. Menurut Pratiwi
(2013) partisipasi atau intensitas dalam mengikuti penyuluhan sering kali dikaitkan dengan peningkatan
pengetahuan petani. Penyuluhan atau pelatihan yang relevan dan terarah dapat memberikan pengetahuan
baru, teknik terkini, dan informasi praktis kepada para petani. Farid (2018) menambahkan bahwa petani
yang secara aktif terlibat dalam program penyuluhan atau pelatihan cenderung memiliki pengetahuan
yang lebih luas tentang praktik pertanian yang efektif, teknologi baru, manajemen sumber daya, dan hal-
hal terkait lainnya. Mereka kemungkinan besar akan menerapkan praktik-praktik yang diperoleh dari
penyuluhan tersebut dalam usaha pertanian mereka. Berdasarkan kondisi dilapang, dapat disimpulkan
bahwasanya intensitas mengikuti penyuluhan berpengaruh terhadap pengetahuan petani tentang praktik
pertanian berkelanjutan. Namun, karena keterbatasan peserta dalam kegiatan penyuluhan, para petani
menyampaikan pengetahuannya secara mouth by mouth, kepada para buruh tani / petani gurem, sehingga
pengetahuan tentang pertanian berkelanjutan dapat diterima oleh hampir semua petani secara langsung
maupun tidak langsung. Petani yang tidak ikut langsung dalam penyuluhan dapat melihat demo /
percontohan yang dilakukan oleh dinas pertanian kepada lahan percobaan yang ada di desa.
5. Luas lahan
Berdasarkan hasil uji t dapat diketahui bahwa variabel luas lahan (X5) memiliki pengaruh secara parsial
terhadap pengetahuan petani. Hal tersebut karena nilai signifikasi variabel luas lahan (X5) sebesar 0,031,
yang mana nilai tersebut lebih kecil dari 0,05. Menurut Safira (2017) petani dengan lahan yang lebih luas
mungkin memiliki lebih banyak akses atau sumber daya untuk mendapatkan informasi dan pendidikan
terkait pertanian. Mereka mungkin memiliki kapasitas lebih besar untuk mengikuti pelatihan,
menyediakan peralatan yang lebih baik, atau memiliki akses ke sumber daya yang mendukung pendidikan
pertanian. Petani yang memiliki lahan yang luas pasti telah mengalami berbagai tantangan untuk
mempertahakan usahataninya dan memiliki pengetahuan yang lebih luas tentang pertanian berkelanjutan.
Hal ini sesuai dengan pendapat Sulaeman (2020) bahwa petani dengan lahan yang lebih besar mungkin
telah menghadapi berbagai tantangan dan memiliki pengalaman yang lebih luas dalam praktik pertanian.
Pengalaman ini bisa meningkatkan pengetahuan mereka tentang metode-metode yang lebih efektif dan
dapat mengoptimalkan hasil panen. Lahan yang lebih besar juga dapat memungkinkan petani untuk
melakukan diversifikasi dalam pertanian mereka. Hal ini dapat mengarah pada pengetahuan yang lebih
luas tentang berbagai jenis tanaman atau metode pertanian yang berbeda
6. Pendapatan
Berdasarkan hasil uji t dapat diketahui bahwa variabel pendpatan (X6) tidak memiliki pengaruh secara
parsial terhadap pengetahuan petani. Hal tersebut karena nilai signifikasi variabel pendapatan (X6)
sebesar 0,767, yang mana nilai tersebut lebih besar dari 0,05. Hal ini berarti pendapatan petani tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan pengetahuan petani. Hal ini berbanding lurus
dengan hasil observasi dilapangan bahwa petani yang memiliki pendapatan yang tinggi maupun rendah
tidak berpengaruh pada pengetahuna petani. Ada petani di Kelurahan Jambukulon yang berpendapatan
rendah namun memiliki pengetahuan yang baik, dan telah mengerti sistem pertanian berkelanjutan, beliau
menguasai sistem perairan irigasi tetes dengan baik, Dalam sistem ini, air disalurkan langsung ke akar
tanaman melalui pipa-pipa kecil atau selang tetes. Metode ini meminimalkan pemborosan air karena air
hanya disalurkan ke area yang membutuhkan, mengurangi risiko penguapan dan aliran permukaan yang
dapat menyebabkan kehilangan air. Selain itu, irigasi tetes memungkinkan pengendalian yang tepat
terhadap jumlah air yang diberikan kepada setiap tanaman, sehingga meningkatkan efisiensi penggunaan
air dan hasil panen secara keseluruhan. Dengan teknologi yang semakin berkembang, irigasi tetes menjadi
solusi yang populer dalam pertanian modern karena kontribusinya dalam menjaga keseimbangan
lingkungan dan meningkatkan produktivitas pertanian secara berkelanjutan. ada juga petani yang
memiliki pendapatan yang tinggi namun beliau tidak begitu paham dengan konsep pertanian
berkelanjutan. Beliau hanya tau tentang pengurangan pestisida, tanpa mengetahui sistem pertanian
berkelanjutan. Namun, petani yang memiliki pendapatan yang tinggi mengerti cara memasarkan hasil
panennya.

Analisis Regresi Linear


Analisis regresi linear berganda adalah model regresi yang melibatkan lebih dari satu variabel independen.
Analisis regresi linear berganda digunakan untuk menganalisis hubungan antara variabel dependen dengan
faktor-faktor yang mempengaruhi lebih dari satu variabel independent. Hasil analisis regresi linear berganda
disajikan dalam tabel 1.
Tabel 1. Analisis Linear Berganda
Model B
Constant 32,726
Usia (X1) 0,0194
Pendidikan (X2) 0,189
Lama bertani(X3) 0,012
Intensitas penyuluhan (X4) 0,0137
Luas lahan (X5) 0,002
Pendapatan (X6) -0,109
Sumber: Data Primer Penelitian, 2023
Berikut persamaan regresi linear berganda beserta penjelasannya:
Y = 32,726 + 0,0194 X1 + 0,0189 X2 + 0,012 X3 + 0,0137 X4 + 0,002 X5 – 0,109 X6 + e
1. Konstanta (a) sebesar 32,726, artinya jika nilai usia, tingkat pendidikan, lama bertani, intensitas
penyuluhan, luas lahan, dan pendapatan sama dengan 0, maka variabel pengetahuan petani sebesar
32,726. Tanda positif memiliki arti pengaruh yang searah antara variabel independen dan variabel
dependen. Hal ini menunjukkan bahwa jika seluruh variabel independen meliputi Usia (X1), Pendidikan
(X2), lama bertani (X3), intensitas mengikuti penyuluhan(X4), luas lahan (X5), pendapatan (X6) bernilai
0 persen atau tidak mengalami perubahan, maka nilai kohesivitas adalah 32,726.
2. Koefisien regresi variabel Usia (X1) sebesar 0,0194 menunjukkan adanya hubungan positif antara
variabel pengetahuan petani. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan petani, sangat dipengaruhi oleh
usia. Hal tersebut berarti bahwa semakin tua usia malah berbanding lurus terhadap pengetahuan petani.
Hal ini menunjukkan jika variabel usia mengalami kenaikan sebesar 1 satuan akan meningkatkan
pengetahuan petani tentang pertanian berkelanjutan sebesar 0,0194, dengan asumsi variabel lainnya tidak
berubah. Artinya dengan umur yang tua petani tetap bisa memiliki pengetahuan tentang pertanian
berkelanjutan. Kondisi dilapangan menunjukkan petani petani di usia senja cenderung mengetahui banyak
hal tentang pertanian berkelanjutan, namun mereka sudah mengaplikasikannya. Petani yang memiliki usia
yang cenderung muda juga sudah banyak mengerti tentang pertanian berkelanjutan namun belum
menerapkan konsep itu secara matang. Mereka kebanyakan mencoba pengaplikasian pertanian sebagai
eksperimen atau hal baru.
3. Koefisien regresi variabel pendidikan (X2) sebesar 0,0189 menunjukkan adanya hubungan positif antara
variabel tingkat pendidikan terhadap pengetahuan petani. Hal tersebut berarti bahwa jika variabel tingkat
pendidikan terjadi kenaikan bernilai satu, maka pengetahuan petani akan mengalami kenaikan sebesar
0,0189 dengan syarat variabel bebas yang lain nilainya tetap. Hal ini berarti bahwa pengetahuan petani
dipengaruhi tingkat pendidikan petani. Kondisi di lapangan menunjukkan petani berpendidikan minimal
SMA sudah mulai memahami tentang pertanian berkelanjutan. Mereka sudah mulai menerapkan sistem
irigasi yang terkoordinir, dengan pola tanam yang efisien serta sudah mulai mengurangi produk kimia
untuk pupuk dan pestisidanya. Petani dengan tingkat pendidikan dibawah SMA di Kelurahan Jambukulon
Mimbar Agribisnis: Jurnal Pemikiran Masyarakat Ilmiah Berwawasan Agribisnis

sebenarnya sudah mulai tau tentang pertanian berkelanjutan, namun mereka belum berani untuk
mengeksekusi pengaplikasiannya. Karena mereka masih bergantung dengan produk kimia.
4. Koefisien regresi lama bertani (X3) sebesar 0,012 menunjukkan adanya hubungan positif antara variabel
lama bertani terhadap pengetahuan petani. Hal tersebut berarti bahwa jika variabel lama bertani terjadi
kenaikan bernilai satu, maka pengetahuan akan mengalami kenaikan sebesar 0,012 dengan syarat variabel
bebas yang lain nilainya tetap. Hal ini berarti bahwa semakin lama pengalaman bertani berpengaruh
terhadap pengetahuan petani tentang pertanian berkelanjutan. Kondisi dilapangan menunjukkan bahwa
petani yang memiliki pengalaman bertani yang lama memiliki pengetahuan yang baik dan sudah
mengaplikasikan pertaninan berkelanjutan. Hasilnya mereka sudah bisa panen secara rutin dan baik
sehingga menopang pendapatan mereka. Petani di kelurahan Jambukulon yang memilki pengalaman
bertani belum lama juga sudah mulai mau menerapkan pertabuab berkelanjutan secara perlahan.
5. Koefisien regresi variabel intensitas mengikuti penyuluhan (X4) sebesar 0,0137 menunjukkan adanya
hubungan positf antara variabel intensitas mengikuti penyuluhan terhadap pengetahuan petani. Hal
tersebut berarti bahwa jika variabel intensitas mengikuti penyuluhan terjadi kenaikan bernilai satu, maka
pengetahuan akan mengalami penurunan sebesar 0,0137 dengan syarat variabel bebas yang lain nilainya
tetap. Hal ini berarti bahwa semakin sering mengikuti penyuluhan semakin bagus pula pengetahuan
petani. Kondisi di lapangan menunjukkan petani yang sering mengikuti penyuluhan lebih dapat
mengoptimalkan lahan pertanian mereka agar mendapatkan hasil yang maksimal. Mereka juga
menerapkan materi yang disampaikan di penyuluhan agar dapat meningkatkan efisiensi hasil lahan
mereka. Pengaplikasian materi penyuluhan yang dilakukan oleh para petani di Kelurahan Jambukulon
juga monitor langsung oleh dinas pertanian, sehingga apabila ada masalah yang mereka tidak paham
dapat langsung ditanyakan.
6. Koefisien regresi variabel luas lahan (X5) sebesar 0,002 menunjukkan adanya hubungan positif antara
variabel luas lahan terhadap pengetahuan petani. Hal tersebut berarti bahwa jika variabel luas lahan
terjadi kenaikan bernilai satu, maka pengetahuan petani akan mengalami kenaikan sebesar 0,002 dengan
syarat variabel bebas yang lain nilainya tetap. Hal ini menjelaskan bahwa luas lahan berpengaruh akan
pengetahuan petani. Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa petani yang memiliki luas lahan yang besar
cenderung dapat mengolah lahannya secara efisien dikarenakan mereka paham tentang pertanian
berkelanjutan. Petani mendapatkan pengetahuan tersebut dari kegiatan penyuluhan dan praktek
pengaplikasian langsung ke lahan mereka sehingga dapat menghasilkan hasil panen yang optimal.
7. Koefisien regresi variabel penghasilan (X6) sebesar – 0,109 menunjukkan adanya hubungan negatif
antara variabel penghasilan terhadap pengetahuan petani. Hal tersebut menunjukkan jika variabel
mengalami kenaikan sebesar 1 satuan, maka akan menurunkan pengetahuan petani sebesar 0,109 dengan
asumsi variabel lain tidak berubah. Hal tersebut berarti bahwa penghasilan besaratau kecil tidak
berpengaruh secara signifikan dengan pengetahuan petani. Kondisi dilapangan menunjukkan petani yang
memiliki pendapatan yang besar cenderung banyak paham tentang pertanian berkelanjutan karena mereka
sudah mengolah lahannya secara efisien sehingga menghasilkan hasil panen yang baik serta
menghasilkan pendapatan yang besar. Petani yang memiliki pendapatan relatif rendah di Jambukulon
kebanyakan hanyalah petani gurem.

KESIMPULAN DAN SARAN


Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan melalui analisis deskriptif kuantitatif dengan
menggunakan analisis regresi linear berganda dapat diambil kesimpilan sebagai berikut:
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan petani tentang pertanian berkelanjutan terdiri dari usia,
pendidikan, lama bertani, intensitas mengikuti penyuluhan, luas lahan dan pendapatan. Pengaruh yang
terlihat dari beberapa faktor tersebut ialah, usia, tingkat pendidikan, dan lama bertani mempengaruhi
pengetahuan petani tentang pengolahan lahan, penggunaan pestisida, dan sistem irigasi. Sedangkan
intensitas penyuluhan, luas lahan, dan pendapatan mempengaruhi pengetahuan tentang diversifikasi
tanaman, pola tanam, sistem irigasi, dan biopestisida.
2. Pendapatan tidak memberikan pengaruh secara parsial terhadap pengetahuan petani, karena besar
kecilnya pendapatan petani tidak berpengaruh terhadap pengetahuan petani terhadap pertanian
berkelanjutan, sedangkan usia, pendidikan, lama bertani, intensitas mengikuti penyuluhan, dan luas lahan
memberikan pengaruh secara parsial. Karena semakin tua usia, semakin tinggi pendidikan, semakin lama
pengalaman bertani, semakin sering intensitas mengikuti penyuluhan, dan semakin luas lahan dapat
mempengaruhi pengetahuan petani.
3. Secara simultan variabel usia, pendidikan, lama bertani, intensitas mengikuti penyuluhan, luas lahan dan
pendapatan mempengaruhi pengetahuan petani. Hal ini dikarenakan hasil uji F didapatkan nilai
signifikansi sebesar 0,002. Nilai 0,002 yang didapatkan lebih kecil dari 0,05, maka dari itu H0 diterima
dan H1 ditolak. Artinya H1 diterima dan H0 ditolak sehingga variabel independen yang terdiri dari usia
(X1), pendidikan (X2), lama bertani (X3), Intensitas mengikuti penyuluhan (X4), luas lahan (X5), dan
pendapatan (X6) secara simultan berpengaruh secara nyata terhadap variabel dependen yaitu pengetahuan
petani (Y).
Berdasarkan hasil analisis penelitian, hasil pembahasan, dan kesimpulan maka saran yang dapat diberikan,
yaitu:
1. Intensitas penyuluhan pada petani yang pendidikan rendah perlu ditingkatkan, supaya semakin
memperdalam pengetahuan tentang pertanian berkelanjutan. Hal ini dapat dilakukan dengan menyediakan
materi penyuluhan yang lebih sederhana dan aplikatif serta menggunakan pendekatan yang lebih terarah
dan praktis.
2. Pengembangan Infrastruktur Pertanian berkelanjutan, seperti sistem irigasi yang efisien, pusat penyuluhan
pertanian, dan pasar lokal yang mendukung. Infrastruktur ini akan membantu memfasilitasi penerapan
praktik pertanian berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan petani secara keseluruhan.
3. Perlu dukungan serta peran dari pemerintah dalam upaya peningkatan pertanian berkelanjutan yang
memperhatikan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA
Astuti, R. D. (2015). Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan pertanian berkelanjutan pada
petani di Desa Sukosari, Kecamatan Gondanglegi, Kabupaten Malang (Skripsi). Universitas
Muhammadiyah Malang.
Anwas, A. (2013). Dampak penyuluhan pertanian terhadap pengetahuan dan sikap petani di Kabupaten
Sleman (Tesis). Universitas Gadjah Mada.
Darma, B. (2021). Statistika Penelitian Menggunakan SPSS (Uji Validitas, Uji Reliabilitas, Regresi
Linier Sederhana, Regresi Linier Berganda, Uji t, Uji F, R2). Guepedia.
Fadlina, T., Rahman, K., & Musthofa, A. (2013). Analisis pendapatan usahatani padi organik dan padi
konvensional pada kelompok tani di Kabupaten Bantul, DIY. Jurnal Agro Ekonomi, 31(2), 181-
204.
Farid, A., Romadi, U., & Witono, D. (2018). Faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi petani dalam
penerapan sistem tanam jajar legowo di Desa Sukosari Kecamatan Kasembon Kabupaten Malang
Provinsi Jawa Timur. Jurnal Penyuluhan, 14(1), 27-32.
Indraningsih, K. (2013). Mengkaji peran penyuluhan dalam pemberdayaan petani. Jurnal Penyuluhan,
9(1), 36-46.
Prastia, D. A., Fitriyani, A., & Setiawan, D. (2016). Pemanfaatan lahan pertanian yang berkelanjutan
sebagai upaya meningkatkan produktivitas tanaman. Prosiding Seminar Nasional Lembaga
Penelitian Universitas Lampung, 214-222.
Pratiwi, S. (2013). Peranan penyuluhan pertanian dalam meningkatkan kualitas pertanian Indonesia.
Jurnal Agri-Sosio Ekonomi, 13(1), 1-10.
Reavindo, Q. (2020). Pengaruh Luas Lahan Sawah dan Tenaga Kerja Pertanian Terhadap Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) Sektor Pertanian Kabupaten Langkat. Jurnal Ekonomi, Sosial
& Humaniora, 1(11), 161-170.
Safira, G. C., Wulandari, C., & Kaskoyo, H. (2017). Kajian pengetahuan ekologi lokal dalam konservasi
tanah dan air di sekitar Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman. Jurnal Sylva Lestari, 5(2), 23-
29.
Setyowati, W. (2022). Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja petani dalam menerapkan pertanian
organik di Desa Singojuruh, Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Jombang (Skripsi). Universitas
Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
Sukanata, I. M. (2016). Implementasi pertanian berkelanjutan dalam peningkatan kesejahteraan petani.
Jurnal Agro Ekonomi, 34(2), 97-110.
Sukestiyarno, Y. L., & Agoestanto, A. (2017). Batasan prasyarat uji normalitas dan uji homogenitas
Mimbar Agribisnis: Jurnal Pemikiran Masyarakat Ilmiah Berwawasan Agribisnis

pada model regresi linear. Unnes Journal of Mathematics, 6(2), 168-177.


Sulaeman, A. (2020). Dampak lahan pertanian terhadap pendapatan petani di Kabupaten Cianjur. Jurnal
Ekonomi Pertanian dan Agribisnis, 6(1), 45-56.
Safira, D. A. (2017). Peran penyuluhan pertanian dalam penerapan pertanian berkelanjutan. Jurnal Ilmu
Pertanian dan Kehutanan, 5(2), 78-89.
Virianita, I. P., Hadi, S. P., & Sutrisno, C. I. (2019). Hubungan antara usia dan pendidikan petani
dengan penerapan pertanian berkelanjutan di Kabupaten Sragen. Jurnal Agro Sains, 7(2), 67-76.

Anda mungkin juga menyukai