Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Agrisistem, Juni 2006, Vol 2 No.

1 ISSN 1858-4330

46
PERSEPSI PETANI TERHADAP PEMANFAATAN BOKASHI
JERAMI PADA TANAMAN UBI JALAR DALAM PENERAPAN
SISTEM PERTANIAN ORGANIK
Farmer perception to utilization of straw bokashi at sweet potato
(Ipomea batatas) in organic farming system applying

Samuel Palebangan
1)
, Faisal Hamzah
2)
, Dahlan
2)
, dan Kaharuddin
2)

1). Alumni Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanaian Gowa
2) Dosen Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanaian Gowa

ABSTRAK
Pemanfaatan sarana produksi pertanian anorganik (sintetik) secara terus menerus yang
kurang bijaksana telah menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan dan lingkungan.
Untuk mengatasi hal tersebut, maka penerapan sistem pertanian organik perlu segera
dimasyarakatkan melalui pemanfaatan bokashi sebagai sarana produksi pertanian. Teknik
pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi lapangan dan wawancara dengan
menggunakan kuesioner. Penentuan sampel (responden) dilakukan dengan sistem purposif
sampling. Analisis data yang digunakan adalah analisis non-parametrik menggunakan
skala nilai (rating scale). Hasil penelitian menunjukkan bahwa animo masyarakat sangat
tinggi terhadap pemanfaatan pupuk organik, berdasarkan hasil evaluasi tentang persepsi
petani terhadap teknologi pembuatan bokashi dan pemanfaatannya, 60,66 % petani respon
terhadap penerapan sistem pertanian organik, 27,66 % cukup respon dan 13,33 % tidak
respon.
Kata kunci: Petani, Persepsi petani, bokashi jerami, sistem pertanian organik

ABSTRACT
Utilization of inorganic agricultural material continously and not wisdom has negative
impact to health and environmental. To limited, organic agriculture system is going to
applying through utilization of bokashi as material product agricultural. Technique of data
collecting conducted by field observation and interview by using of quizioner. Determine
of Sampel conducted with purposif sampling. Data analysed using non-parametric analysis
(rating scale). Result of the research revealed that the animo of farmer very high to organic
fertilizer applying. Based to result of evaluation about perception of farmer to technology
of making and applying of bokashi in organic agricultural system applying has 60,66 %
respons, 27,66% enough respons, and 13,33% do not respons.
Keywords: Farmer, farmer perception, straw bokashi, organic farming system

PENDAHULUAN
Pembangunan pertanian yang sementara
berlangsung di Indonesia dalam era
reformasi saat ini dilaksanakan dengan
upaya dapat memberikan kontribusi
terhadap peningkatan standar hidup
masyarakat. Namun demikian, dalam
kurun waktu 30 tahun terakhir penerapan
paket teknologi pertanian modern dengan
input tinggi telah mampu memberikan
hasil panen yang tinggi, ternyata
belakangan ini menimbulkan dampak
negatif bagi manusia dan lingkungan
(Winarso, 2005).
Kaitannya dengan lingkungan, banyak
permasalahan yang terjadi di bidang
Jurnal Agrisistem, Juni 2006, Vol 2 No. 1 ISSN 1858-4330

47
pertanian seperti adanya ketidak-
seimbangan antara komponen ekosistem
satu dengan yang lain, akibat dari
penerapan teknologi pertanian modern
yang kurang bijaksana. Sebagai
konsekuensi dikembangkannya teknologi
pertanian modern yang biasa juga disebut
teknologi revolusi hijau. Maka kearifan
pengetahuan tradisional yang berkembang
sesuai dengan budaya setempat mulai
terdesak, disingkirkan bahkan dilupakan.
Teknologi revolusi hijau yang mempunyai
ketergantungan tinggi terhadap bahan
agrokimia seperti: pupuk buatan, pestisida
dan bahan kimia sintetik pertanian lainnya
lebih diminati petani daripada menerapkan
sistem pertanian organik yang ramah
lingkungan. Karena kemampuan pupuk
buatan untuk meningkatkan produktivitas
hasil dalam kurun waktu relatif singkat,
maka pupuk buatan dianggap sebagai
senjata ampuh untuk meningkatkan
produksi dan mengakhiri kerawanan
pangan.
Sejalan dengan makin banyaknya bahaya
yang ditimbulkan oleh penerapan
pertanian konvensional terhadap manusia
dan lingkungan, maka dampak negatifnya
menyebabkan terjadinya kerusakan
sumberdaya tanah, air, udara, dan
terhadap kesehatan manusia (Winarso,
2005).
Konsep penerapan sistem pertanian
organik sebagai bagian pertanian alternatif
ramah lingkungan perlu segera
dimasyarakatkan kembali untuk
merehabilitasi kondisi lahan yang sedang
mengalami sakit dan degradasi produksi.
Salah usaha untuk meningkatkan
kesehatan tanah adalah membangun
kesuburan tanah dengan cara menambah
kandungan bahan organik melalui kearifan
tradisional atau menggunakan masukan
dari dalam usahatani (on-farm inputs) itu
sendiri (Sutanto, 2003). Hal tersebut
sejalan dengan Arifin (2005), bahwa
pembangunan pertanian ke depan
diharapkan mampu menjaga kelestarian
sumberdaya alam dan lingkungan hidup.
Dalam rangka mendukung penerapan
pertanian organik yang berkelanjutan,
maka diperlukan inventarisasi
agroekosistem yang mampu
mempertahankan dan meningkatkan
produksi tidak menyebabkan dampak
terhadap lingkungan, mampu
mengkonservasi dan mempertahankan
produktivitas lahan secara ekonomi
menguntungkan dan secara sosial budaya
dapat dilaksanakan oleh petani (Salikin,
2003).
Secara umum beberapa persepsi petani
terhadap penerapan sistem pertanian
organik bahwa dengan menggunakan
bahan-bahan organik yang telah di daur
ulang sebagai sarana produksi dalam
berusahatani, maka secara perlahan-lahan
dapat memperbaiki kembali kondisi lahan
yang telah mengalami degradasi untuk
berproduksi.
Selain daripada itu, persepsi petani bahwa
pertanian organik yang ramah lingkungan
salah satu alternatif untuk mengurangi
ketergantungan terhadap penggunaan
sarana produksi sintetik. Pemanfaatan
bahan organik (pupuk kandang, jerami
dan sisa-sisa tanaman lainnya) dan
berusahatani adalah penerapan sistem
pertanian yang selaras dengan alam.

Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan untuk mengetahui
sejauhmana persepsi petani terhadap
penggunaan bokashi pada tanaman ubi
jalar dalam penerapan sistem pertanian
organik.

BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan di Kelurahan
Borongloe Kecamatan Bontomarannu
Kabupaten Gowa mulai dari Maret sampai
dengan Mei 2006.

Jurnal Agrisistem, Juni 2006, Vol 2 No. 1 ISSN 1858-4330

48
Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara observasi lapangan yang
dilanjutkan dengan wawancara terhadap
petani responden dengan menggunakan
kuesioner (daftar pertanyaan). Data yang
diambil berupa data primer (data dari
petani) dan data sekunder yang diperoleh
dari kantor desa/kelurahan dan instansi
yang terkait.
Dalam penentuan sampel (responden)
digunakan sistem purposif sampling
(penunjukan secara langsung) yaitu dari
keseluruhan populasi petani ubi jalar yang
ada di Kelurahan Borongloe.

Analisis Data
Data yang diperoleh berupa data primer
dari petani, kemudian di rekapitulasi dan
di tabulasi untuk mendapatkan rata-rata
atau gambaran tentang respon/tanggapan
petani secara keseluruhan tentang
penggunaan bokashi dalam penerapan
sistem pertanian organik. Adapun analisis
data yang digunakan adalah analisis non-
parametrik yaitu dengan menggunakan
skala nilai (rating scale), dengan
menggunakan rumus skala nilai sebagai
berikut :

Total nilai yang diperoleh
Total nilai = X 100%
Nilai maksimal yang dicapai

HASIL DAN PEMBAHASAN
Umur petani
Umur petani merupakan sesuatu yang
sangat urgen dalam menentukan
keberhasilan suatu usahatani. Berdasarkan
hasil wawancara yang dilakukan kepada
petani responden, maka penggolongan
umur petani disajikan pada Tabel 1.


Tabel 1. Umur petani responden di Kelurahan Borongloe, Kecamatan Bontomarannu,
Kabupaten Gowa.
No Umur Jumlah (orang) Persentase
1. 20-25 8 26.66
2. 25-30 10 33.33
3. 30-35 8 26.66
4. 55-60 4 13.33
Jumlah 30 100,00
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2006.

Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa umur
produktif petani responden yang ada di
Kelurahan Borongloe pada umumnya
berumur 20 35 tahun sebanyak 26
orang (86,77%), yang berarti sangat
berpeluang dalam upaya peningkatan
produktivitas melalui kemampuan
berusahatani. J ika dilihat berdasarkan
penggolongan umur produktif dan tidak
produktif, maka sebagian besar petani
responden berada dalam kategori umur
produktif, dimana kisaran umur produktif
berkisar antara 15 55 tahun (Rochani
dkk, 2004), pada umur ini, kemampuan
fisik petani sangat berpengaruh untuk
bekerja secara optimal.

Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan formal petani sangat
berpengaruh terhadap kemampuan dalam
merespon suatu inovasi. Makin tinggi
tingkat pendidikan formal petani,
diharapkan makin rasional pola pikir dan
daya nalarnya. Dengan pendidikan yang
semakin tinggi, maka semakin lebih
Jurnal Agrisistem, Juni 2006, Vol 2 No. 1 ISSN 1858-4330

49
mudah merubah sikap dan perilaku untuk
bertindak !ebih rasional. Adapun tingkat
pendidikan formal petani dapat disajikan
pada Tabel 2.

Tabel 2. Tingkat pendidikan formal petani responden di Kelurahan Borongloe, Kecamatan
Bontomarannu, Kabupaten Gowa.
No Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)
1. Tidak tamat SD 4 13.33
2. SD 12 40.00
3. SLTP 8 26.66
4. SLTA 6 20.00
Jumlah 30 100.00
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2006.

Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian
besar petani responden di Kelurahan
Borongloe telah menempuh pendidikan
formal walaupun masih tergolong pada
tingkat pendidikan SD, sehingga dapat
dikatakan bahwa sumberdaya manusia
(SDM) petani masih tergolong rendah,
Tingkat pendidikan petani yang rendah
merupakan salah satu penyebab sulitnya
penerapan teknologi pertanian di
lapangan. Nuhung (2003) menyatakan
bahwa pengelolaan usahatani secara
tradisional merupakan indikasi lemahnya
kualitas SDM masyarakat pertanian di
Indonesia. Untuk mengatasi hal tersebut
perlu diupayakan pembinaan secara
kontinyu oleh semua pihak yang terkait
terutama penyuluh pertanian. Semakin
tinggi tingkat pendidikan petani, maka
wawasan berpikirnya juga semakin luas
dan tentunya akan lebih cepat dalam
menerima suatu inovasi yang
disampaikan. Salikin (2003) menyatakan
bahwa pengembangan SDM pertanian
sebagai pelaku utama pembangunan
pertanian sangat diharapkan dan
merupakan suatu investasi masa depan
menuju pertanian berkelanjutan.

Tanggungan keluarga
J umlah tanggungan keluarga merupakan
sumber tenaga kerja dalam melaksanakan
kegiatan usahataninya. Di lokasi
penelitian menunjukkan bahwa
tanggungan keluarga petani responden
berkisar antara 2 4 orang per keluarga.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Tabel 3.

Tabel 3. J umlah tanggungan keluarga petani responden di Kelurahan Borongloe
Kecamatan Bontomarannu Kabupaten Gowa.
No Jumlah Tanggungan Jumlah (orang) Persentase (%)
1. 2-3 11 36.66
2. 3-4 15 50.00
3. 5-6 4 13.33
Jumlah 30 100.00
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2006.

Tabel 3 memperlihatkan bahwa sebagian
besar petani responden di Kelurahan
Borongloe mempunyai tanggungan
keluarga 3 4 orang (50,00%). Hal ini
menunjukkan bahwa kebutuhan tenaga
kerja yang berasal dari luar lingkungan
keluarga tidak terlalu dibutuhkan (Salikin,
2003).
Jurnal Agrisistem, Juni 2006, Vol 2 No. 1 ISSN 1858-4330

50
Luas lahan garapan usahatani

Lahan merupakan salah satu faktor
produksi yang utama bagi petani sebagai
sumber pendapatan keluarga. Luas
kepemilikan lahan garapan petani
responden dapat disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Luas lahan garapan usahatani ubi jalar petani responden di Kelurahan Borongloe
Kecamatan Bontomarannu Kabupaten Gowa.

No Luas Garapan (ha) Jumiah (orang) Jumlah (ha)
1. 0,25 8 2
2.
0,20 10 2
3. 0,15 8 1,20
4. 0,45 4 1,80
Jumlah 30 7
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2006.

Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan bahwa
sebagian besar petani responden di
Kelurahan Borongloe memiliki lahan
garapan yang masih relatif sempit.
Sempitnya luas lahan garapan tersebut
karena bersumber dari harta warisan yang
turun temurun yang harus dibagi-bagi.
Lahan garapan yang sempit juga menjadi
kendala pembangunan pertanian (Nuhung,
2003)


Penga!aman berusahatani

Pengalaman petani dalam berusahatani
berpengaruh terhadap daya respon,
tanggapan, penerimaan petani pada suatu
informasi teknologi yang disampaikan
kepada petani. Semakin lama pengalaman
berusahatani, maka tingkat respon
terhadap suatu teknologi akan semakin
tinggi (Nuhung, 2003). Pengalaman
berusahatani responden dapat disajikan
pada Tabel 5.

Tabel 5. Pengalaman berusahatani petani responden di Kelurahan Borongloe Kecamatan
Bontomarannu Kabupaten Gowa.

No Pengalaman Berusahatani (Thn) Jumlah (orang) Persentase (%)
1. 3-5 5 16.66
2. 6-8 9 30.00
3. 9-12 16 53.33
Jumlah 30 100.00
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2006.

Pada Tabel 5 bahwa petani responden di
Kelurahan Borongloe sebagian besar
(53,33%) telah mempunyai pengalaman
berusahatani selama 9 12 tahun. Sesuai
dengan hasil survai, jumlah petani
responden yang berusahatani ubi jalar
sudah ada yang menggunakan pupuk
organik walaupun jumlahnya masih
terbatas.

Jurnal Agrisistem, Juni 2006, Vol 2 No. 1 ISSN 1858-4330

51
Evaluasi tingkat persepsi atau respon
petani tehadap pemanfaatan bokashi
dalam penerapan sistem pertanian
organik.

Dalam mengukur efektivitas kegiatan
penyuluhan pertanian kususnya
menyangkut penerapan teknologi
pembuatan bokashi dan pemanfaatannya
dalam penerapan sistem pertanian organik
dapat di ukur melalui kegiatan evaluasi.
Adapun maksud dari evaluasi tersebut
adalah untuk mengetahui tingkat persepsi
atau respon petani terhadap inovasi
teknologi pembuatan bokashi dan
pemanfaatannya dalam penerapan
pertanian organik.
Adapun penilaian evaluasi didasarkan
pada proses adopsi inovasi kepada petani
dengan mengacu pada lima tahapan
gambaran alur penerimaan inovasi
(Rogers, 1983) yaitu:

a. Tahap Pengenalan
Untuk tahap pengenalan, pada tahap ini
petani senang membuka diri terhadap
keberadaan inovasi teknologi pembuatan
bokashi, karena secara umum bahan
bakunya mudah di peroleh.

b. Tahap Persuasif
Tahap ini petani mengambil keputusan
untuk lebih ingin mengetahui inovasi
teknologi pembuatan bokashi, yang dapat
disajikan secara psikologis di mana petani
dengan giat berkonsultasi untuk mencari
keterangan atau informasi mengenai
informasi pembuatan bokashi dan teknik
aplikasinya pada lahan usaha tani.

c. Tahap Keputusan
Tahap ini, petani menerima atau menolak
teknologi pembuatan bokashi dan
penggunaannya dalam penerapan sistem
pertanian organik. Kenyataannya
menunjukkan bahwa, setelah petani
mendapat informasi tentang keunggulan
penggunaan pupuk organik dan dampak
negatif yang di timbulkan oleh
penggunaan pupuk sintetik, maka petani
sebagian besar mengambil keputusan
menerima dan mau menerapkan budidaya
pertanian organik.

d. Tahap Implementasi
Petani telah sering memanfaatkan bahan
organik seperti jerami dan bahan organik
lainnya sebagai pupuk organik, khususnya
pada tanaman ubi jalar dengan cara
membenamkan bahan organik ke dalam
tanah, selain itu petani memanfaatkan
jerami sebagai mulsa untuk menekan atau
menghambat pertumbuhan gulma, dan
selanjutnya setelah mulsa tersebut
mengalami proses pelapukan yang
implikasinya pertumbuhan tanaman
menjadi subur dan tanah menjadi gembur,
sehingga pada tahapan inplementasi ini,
petani memutuskan untuk menindaklanjuti
pemanfaatan bokashi dalam penerapan
sistem pertanian organik.

e. Tahap Konfirmasi

Untuk tahap konfirmasi, petani lebih
bersemangat lagi menerima dan
memanfaatkan bokashi, karena dengan
adanya teknologi Effective
Microorganisme 4 ( EM4 ) yang
merupakan suatu teknologi alternatif yang
meningkatkan dan menjaga kestabilan
produksi pertanian. Kemudian cara kerja
EM4di dalam tanah secara sinegis dapat
menekan populasi hama dan penyakit
tanaman, meningkatkan kesuburan tanah
secara fisik, kimia dan biologi.

Untuk mengetahui sejauhmana tingkat
respon petani terhadap teknologi
pembuatan bokashi dan pemanfatannya
dalam penerapan sistem pertanian organik
maka dilakukan evaluasi dengan
menggunakan skala sikap atau rating scale
(skala nilai) dengan cara: memberikan
pertanyaan kepada masing-masing
petani responden kemudian responden
Jurnal Agrisistem, Juni 2006, Vol 2 No. 1 ISSN 1858-4330

52
diminta untuk memberikan jawaban
dengan memilih satu angka dari alternatif
angka-angka yang telah disediakan.

Adapun pertanyaan yang diberikan adalah
sebagai berikut:
sejauhmana tingkat respon atau
pemahaman terhadap teknologi
pembuatan bokashi dan
pemanfaatanya dalam penerapan
sistem pertanian organik?
J awaban dari petani tersebut kemudian
diberi nilai dengan standarisasi tingkat
respon/pemahaman sebagai berikut:
4 =Sangat Respon,
3 =Respon,
2 =Cukup Respon,
1 =Tidak Respon,
0 =Sangat Tidak Respon
Hasil evalusi tingkat respon/pemahaman
teknologi pembuatan bokashi dan
pemanfaatannya dalam penerapan sistem
pertanian organik yang dilakukan terhadap
30 orang petani responden sebagai
berikut:

Total nilai yang diperoleh
Total nilai = X 100%
Nilai maksimal yang dicapai

Adapun skor yang diperoleh berdasarkan
jawaban dari kuesioner adalah 364,
jumlah skor tertinggi jika semua
pertanyaan dijawab dengan skor 4 adalah
=30 x 5 x 4=600, jumlah skor terendah
jika semua pertanyaan dijawab dengan
skor 0 = 30 x 5 x 0= 0. Berdasarkan
jumlah skor tersebut berarti kualitas
tingkat respon atau pemahaman petani
terhadap teknologi pembuatan bokashi
dan pemanfaatannya dalam penerapan
sistem pertanian organik adalah :

Total nilai =(364/600) X 100% =60,66%

J ika digambarkan dalam bentuk garis
kontinum adalah sebagai berikut :

Sangat
tidak
respon
Tidak
respon
Cukup
respon
respon
Sangat
respon


0 100 200 300 400 500




Gambar 1. Hasil evalusi tingkat respon/pemahaman teknologi pembuatan bokashi dan
pemanfaatannya dalam penerapan sistem pertanian organik di Kelurahan
Borongloe Kecamatan Bontomarannu Kabupaten Gowa

Berdasarkan Gambar 1 di atas dapat
dijelaskan bahwa sebagian besar petani
merespon atau memahami teknologi
pembuatan bokashi dan pemanfaatannya
dalam sistem pertanian organik. Dari hasil
evaluasi melalui 5 tahapan alur
penerimaan inovasi yaitu: tahap
pengenalan, persuasif, keputusan,
implementasi, dan tahapan konfirmasi,
maka didapat tingkat kualitas respon,
yaitu: 18 orang respon (60,66%) karena
mereka sudah dapat membandingkan
antara pemanfaatan bahan organik dan
yang tidak memanfaatkan bahan organik
dalam penanaman ubi jalar dan usahatani
lainnya. Kemudian 8 orang (27,66%)
cukup respon disebabkan karena belum
ada yang dijadikan perbandingan hanya
364
(60,66%)
Jurnal Agrisistem, Juni 2006, Vol 2 No. 1 ISSN 1858-4330

53
dengan melihat pengalaman dari orang
lain, selain daripada itu minimnya
informasi dan bimbingan teknis dari
petugas, sedangkan 4 orang (13,33%)
tidak respon disebabkan karena belum ada
pembanding penggunaan bahan organik
dan masih tergantung sepenuhnya
terhadap penggunaan sarana produk
sintetik, di samping itu belum pernah
mendapat informasi dan bimbingan
tentang pertanian organik. adopsi inovasi
petani baru mencapai pada tingkat
pengenalan, persuasif dan implementasi.
Ini disebabkan karena kurangnya
sosialisasi/ informasi dan bimbingan
teknis dari petugas kepada petani.

KESIMPULAN
Tingkat adopsi petani terhadap
pemanfaatan pupuk bokashi pada tanaman
ubi jalar dalam penerapan sistem
pertanian organik mencapai 60,66%,
27,66% respon, dan 13,33% tidak respon.

DAFTAR PUSTAKA
Nuhung, I.A., 2003. Membangun
Pertanian Masa Depan, Suatu
Gagasan Pembaharuan. Aneka
Ilmu, Semarang.

Rochani, A., Y. Abdullah, H. Matanubun.
2004. Pengembangan Agro-
politan Grime-Sekori. Pusat
Penelitian Pemberdayaan Fiskal
dan Ekonomi Daerah Universitas
Negeri Papua Bekerjasama dengan
Pemerintah Kabupaten J ayapura.
J ayapura.

Rogers, 1983. Diffusion of Innovations.
Fourth Edition. The Free Press,
New York.

Salikin, K.A., 2003. Sistem Pertanian
Berkelanjutan. Penerbit Kanisius,
Yogyakarta.

Sutanto, R., 2003. Pembangunan
Pertanian Berkelanjutan. Pener-
bit Kanisius, Yogyakarta.

Winarso, S., 2005. Kesuburan Tanah,
Dasar Kesehatan dan Kualitas
Tanah. Gava Media, J okjakarta.

Anda mungkin juga menyukai