Anda di halaman 1dari 7

Penulis : Jauhari Efendy dan Yanter Hutapea

Judul : ANALISIS ADOPSI INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN BERBASIS PADI


DI SUMATERA SELATAN DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI
Tujuan : mengidentifikasi faktor-faktor yang dominan mempengaruhi proses adopsi
inovasi teknologi pertanian spesifik lokasi berbasis padi dan mengetahui tingkat
adopsinya

Metode :
Pengkajian dilakukan tahun 2007,dengan mengevaluasi adopsi empat pengkajianyang sudah
berakhir beberapa tahun sebelumnya.Lokasi kegiatan berada di tiga kabupaten yaituKabupaten
OKI, OKU Timur dan Banyuasin.Pengambilan sampel dilakukan secara acaksederhana. Jumlah
responden sebanyak 67 orangyang terdiri dari petani 62 orang, dan 5 orangpetugas (PPL).
Wawancara dengan respondendilakukan pada bulan Juli-September 2007.Adapun sebaran
responden yang diambil darimasing masing kegiatan adalah sebagai berikut(Tabel 1):
Pengumpulan DataData yang dikumpulkan berupa dataprimer dan sekunder. Data primer
diperolehmelalui wawancara menggunakan kuesioneryang disusun secara terstruktur dan
sistematis,terhadap 67 orang responden yang terdiri daripetani kooperator dan petugas lapang
yangpernah terlibat dalam kegiatan pengkajiandimana pembimbing teknologinya adalah
parapeneliti-penyuluh dari BPTP Sumatera Selatan.Data primer meliputi: jumlah
komponenteknologi yang diterapkan dan yang tidakditerapkan masing-masing petani.
Sedangkandata sekunder berupa kumpulan data yangdidapat dari berbagai instansi maupun
lembagaterkait sebagai data penunjang/tambahan.Adapun komponen teknologi pada
masingmasingpengkajian (Tabel 2).
Metode Analisis DataUntuk mengevaluasi adopsi teknologi,diukur menggunakan angka indeks
tidaktertimbang (unweight index) dengan metodeagregative sederhana. Indeks tidak
tertimbangmenghitung tanpa mempertimbangkan weightatau bobot yang merupakan ukuran
penting atautidaknya variabel yang diukur indeksnya itu.Metode agregative sederhana
membandingkanjumlah variabel pada tahun ke n denganjumlah variabel pada tahun dasar
(Subagyo,1998; Dajan, 1993). Cara ini digunakan untukmenghitung indeks adopsi. Sebagai
tahun ken adalah tahun dilakukannya evaluasi adopsi(tahun 2007), sedangkan tahun dasarnya
adalahmasing-masing tahun pada saat dilakukannyapengkajian tersebut seperti pada Tabel 1.

Hasil
Karakteristik RespondenUmur
Parameter umur responden menggunakanukuran lama hidup mereka sampai saat
dilakukanpengambilan data (kegiatan pengkajian) dalamsatuan tahun. Dari 67 responden terlihat
umurresponden beragam dari termuda 27 tahun,tertua 70 tahun dengan rata-rata 48,38
tahun(TabelSecara kumulatif sebanyak 59 orangatau 88,06% responden berada pada kategoriusia
produktif. Ditinjau dari aspek psikologis,fisik maupun mental maka kondisi umurtersebut
mendukung secara aktif dalam kegiatanusahatani tanaman padi yang merupakan salahsatu
bentuk aktivitas pertanian yang banyakmembutuhkan tenaga serta pemikiran yangintensif
dimana setiap keputusan yang diambilharus benar-benar tepat.
Tingkat pendidikan
Pendidikan merupakan salah satuindikator formal kemampuan dan kualitassumberdaya
manusia (SDM) secara individu. Berdasarkan keadaan tingkat pendidikannyadapat diketahui
kemampuan pemahamanresponden terhadap upaya pengembanganusahatani padi baik didalam
mengadopsiteknologi pertanian spesifik lokasi (bagi petani)maupun memberikan bimbingan dan
pembinaanbagi para petugas lapang. Distribusi respondenmenurut tingkat pendidikan formal
disajikandalam Tabel 4.
Tingkat pendidikan formal yang pernahdicapai seluruh responden menunjukkan
adanyakeragaman, yaitu mulai mereka yang tidakpernah mengenyam pendidikan formal
sampaidengan pendidikan pada tingkat perguruantinggi/akademi atau yang sederajat.
Berdasarkandata pada Tabel 4 menunjukkan bahwa padaumumnya tingkat pendidikan formal
respondenrelatif rendah dimana proporsi terbesarberpendidikan SD dengan persentase
sebesar47,76% atau sebanyak 32 orang. Proporsiterbesar responden pada pendidikan SD
inimenuntut semakin perlunya penyuluhan untukmeningkatkan kemampuan petani.
Pengalaman usahatani padi Ditinjau dari aspek pengalamanusahatani padi menunjukkan
adanya variasidan kesenjangan lama waktu yang cukup tajamdimana pengalaman termuda 5
tahun sedangkanpaling lama 60 tahun dengan rata-rata 21 tahun.Berdasarkan pengalaman
berusahatani padi,maka sebagian besar yaitu sebanyak 17 orang(27,42%) memiliki pengalaman
berusahatanipadi cukup lama yaitu antara 16-20 tahun (Tabel5).
Lamanya pengalaman berusahatanidisebabkan kegiatan pertanian khususnyatanaman
padi merupakan aktivitas yang sudahberlangsung secara turun-temurun dari generasike generasi
sebagai matapencaharian dalammemenuhi kebutuhan hidup keluarga.
Tingkat pendapatan Tingkat pendapatan responden dihitungdari seluruh jumlah
penghasilan keluarga.Tingkat pendapatan tersebut diukur daripenghasilan kotor yang diterima
dalam kurunwaktu satu bulan dengan satuan rupiah. Datahasil kegiatan pengkajian mengenai
tingkatpendapatan responden disajikan dalam Tabel 6.
Data pada Tabel 6 menunjukkan sebagianbesar pendapatan responden berada pada
kisaranRp.1.000.000-1.499.000 dengan rata-rataRp.899.080,30. Kisaran angka rata-rata tingkat
pendapatan di atas, secara umum masih beradapada tingkatan yang cukup besar sehingga
dapatmemenuhi kebutuhan hidup pokok keluargaseperti sandang, pangan dan papan serta
berbagaikebutuhan sosial kemasyarakatan.Tingginya pendapatan respondentersebut disebabkan
banyaknya sumber-sumberpendapatan di luar baik dalam bidang out farmmaupun off farm
seperti berdagang, buruh tani,usaha perbengkelan dan lain sebagainya.
Karakteristik Usahatani
Penguasaan lahan pertanian Tingkat penguasaan lahan pertaniankomunitas petani di
Sumatera Selatan sebagianbesar berada pada kisaran 0,26-0,50 ha (25,81%),sementara itu petani
yang penguasaan lahan terendah (8,06%). Akan tetapi secara spesifikkomunitas petani di
Kabupaten Banyuasin yangmemiliki rata-rata penguasaan lahan pertanianlebih luas yaitu 2,16 ha
dibanding dengankomunitas petani di kabupaten/lokasi lain.Tingginya rata-rata penguasaan
lahan usahataniini berasal dari pemberian pemerintah sebagaijatah transmigran yang luas
masing-masing2 ha/KK. Sementara itu lahan yang dimilikikomunitas petani di kabupaten/lokasi
lainnyasebagian besar berasal dari pemberian orang tuadan/atau membeli dengan luasan antara
0,25-1ha.
Bila ditinjau dari status penguasaanlahan, sebagian besar responden adalah
pemilikpenggarap. Dianataranya sekitar 12,90% jugasebagai penyewa lahan.
Jenis lahan sawah Ditinjau dari aspek daya dukunglingkungan sumberdaya alam berupa
lahanpertanian, sangat memungkinkan bagi masyarakatsetempat untuk menekuni bidang usaha
pertanianterutama tanaman padi. Tanaman padi yangdiusahakan berada pada tiga
agroekosistemyang berbeda yaitu lebak (24,20%), pasang surut(19,35%) dan irigasi (56,45%).
Tata air pada lahan rawa lebak hampirsepenuhnya alami, tergenang pada
musimpenghujan dan surutnya air pada saat musimkemarau. Kendala utama yang dihadapi
petanididalam mengelola usahatani di wilayah ini adalah sulitnya meramal secara tepat
mengenaidatang dan surutnya air. Pengusahaan padi diLebak ini dilakukan pada musim
kemarau. Sejak dibangunnya bendungan melalui Proyek UpperKomering pada tahun 1991, lahan
sawah di lokasi pengkajian Kabupaten OKU Timur menjadisawah irigasi teknis yang sumber
airnya berasaldari Sungai Komering. Mulai saat itu petani dapatmenanam padi dua kali dalam
satu tahun yaitupada musim hujan (MH), dan kemarau (MK-1).Di Kabupaten Banyuasin dengan
agroekosistempasang surut, tanaman padinya masih diusahakansatu kali dalam satu tahun yaitu
pada saat musimhujan. Peluang untuk menanam padi dua kalidalam satu tahun di pasang surut
ini dapatdilakukan dengan memperbaiki pintu keluar danmasuknya air dan jaringan tata air
mikronya.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi AdopsiInovasi Teknologi Pertanian
Bagi seorang petani menentukansuatu pilihan terhadap hadirnya suatu inovasimerupakan
proses panjang yang harus dilaluisebelum memutuskan untuk menerima(adoption) maupun
menolak (rejection) inovasitersebut. Keputusan inovasi merupakan suatutipe pengambilan
keputusan yang khas karenamereka harus memilih alternatif baru (inovasi)dan meninggalkan
teknologi lama.
Persepsi petani terhadap pesan atau inovasiteknologi yang disampaikan menjadi
penentukeberhasilan dalam proses adopsi inovasi. Rogersdan Shoemaker (1986) menyatakan
bahwa cepatlambatnya proses adopsi inovasi dipengaruhioleh ciri-ciri yang melekat pada inovasi
terbut.Beberapa karakteristik dari inovasi teknologipertanian berbasis padi diantaranya
meliputitingkat kesulitan (kompleksitas) inovasiteknologi, mudah dalam penerapan
(triabilitas)serta kesesuaian dengan kebutuhan petani(selective exposure).
Berdasarkan hasil pengkajian sebanyak49 petani (79,03%) menyatakan bahwa
tingkatkebutuhan terhadap suatu inovasi menjadi faktorutama yang mendukung dan memotivasi
merekauntuk mengadopsi suatu teknologi. Kenyataanini dapat dibuktikan dengan inovasi
beberapavarietas unggul padi yang diintroduksikan diberbagai lokasi pengkajian dimana
hampirseluruh petani mengadopsi varietas unggultersebut.
Penggunaan varietas lokal sebagaimanayang selama ini digunakan ternyata
hasilnyakurang memuaskan sehingga munculnya varietasunggul yang secara signifikan
produksinyalebih tinggi menjadi daya tarik tersendiri bagipetani untuk mengadopsinya.
Fenomena di atassejalan dengan pendapat Hanafi (1988) yangmenyatakan bahwa jarang sekali
seseorangmembuka diri terhadap suatu inovasi jika merekabelum membutuhkan inovasi tersebut.
Sebanyak 11,30% responden menyatakaninovasi teknologi tersebut kurang sesuai
dengankebutuhan dan 9,67% menyatakan tidak sesuaikebutuhan (Tabel 9). Petani yang
menyatakanteknologi introduksi kurang atau bahkan tidaksesuai dengan kebutuhan petani karena
merekaberanggapan bahwa persoalan yang palingpenting untuk segera ditangani adalah
adanyabantuan modal usahatani pada saat musimtanam. Fenomena di atas menunjukkan
bahwadisamping aspek inovasi teknologi maka aspekkelembagaan khususnya lembaga keuangan
mikrodi perdesaan menjadi kebutuhan yang sangatmendesak untuk segera dicarikan
solusinya.Darisegi kemudahan dalam menerapkan inovasiteknologi (kompleksitas) sebanyak
88,71% petanimenyatakan mudah menerapkannya. Sisanya9,67% menyatakan kurang bisa
dipahami dan1,62% menyatakan sulit memahaminya. Untukmencoba inovasi yang dianjurkan
tersebut,sebagian besar petani (93,55%) menyatakanmudah untuk menerapkannya, sebanyak
4,83%petani menyatakan agak sulit dan sisanya 1,62%menyatakan sulit untuk menerapkannya.
Petani memiliki persepsi yang baikterhadap inovasi teknologi berbasis padidengan
persentase rata-rata petani 87,10%(persentase tertinggi dari kesesuaian dengantingkat kebutuhan,
kompleksitas dan triabilitas).Dengan demikian secara umum dapat dinyatakanbahwa inovasi
teknologi sistem usahatani padiyang diintroduksikan pada empat kegiatanpengkajian,
teknologinya memang dibutuhkan,mudah dipahami dan diterapkan. Faktor lainyang juga
berpengaruh dalam pengadopsiansuatu inovasi adalah sifat internal dari seseorang(petani) seperti
tingkat kekosmopolitan.
Berdasarkan hasil pengkajian menunjukkanbahwa sebanyak 6 orang (9,67%)
yangmemiliki tingkat kekosmopolitan relatiftinggi ternyata lebih bersifat terbuka
terhadaphadirnya suatu inovasi walaupun merekabelum mengetahui secara pasti keunggulan
dankehandalan inovasi tersebut. Sebagian besar diantara mereka (79,03%) digolongkan
dalamkategori kekosmopolitan sedang dimana merekaini merasa perlu untuk mengetahui
keberhasilandari teknologi yang diintroduksi walaupunbaru sebagian kecil orang yang
menerapkandan mereka nilai berhasil. Hal ini berbedadengan beberapa petani lainnya
(11,30%)dimana untuk mengadopsi suatu inovasi merekamembutuhkan waktu relatif lama
karena merekaharus melihat sebagian besar orang berhasil danmeyakini terlebih dahulu bahwa
inovasi tersebutbenar-benar menguntungkan secara ekonomi.
Hasil penelitian yang dilakukan di Desa PujoRahayu, Kecamatan Belitang Kabupaten
OKU,menunjukkan bahwa faktor ekstern meliputipola hubungan (kosmopolit) dan
triabilitasberpengaruh terhadap adopsi sistem usahatanimina padi sedangkan faktor kompleksitas
tidakberpengaruh bagi petani dalam mengadopsiinovasi (Abuasir et al., 2004).
Berkaitan dengan adopsi inovasiteknologi usahatani, intensitas pembinaan(pendampingan
teknologi) yang dilakukanoleh para pembimbing teknologi baik olehpeneliti-penyuluh BPTP
Sumsel maupun olehPPL menjadi bagian penting dalam menunjangproses percepatan adopsi.
Sebagaimanayang dikemukakan oleh Levis (1996) bahwakecepatan adopsi inovasi juga
ditentukan olehsemakin intensif dan seringnya intensitaspromosi yang dilakukan oleh agen
pembaharu(penyuluh) setempat dan atau pihak lain yangjuga berkepentingan dengan proses
adopsitersebut.
Berdasarkan hasil pengkajianmenunjukkan bahwa rata-rata frekuensipembinaan yang
dilakukan oleh para pembimbingteknologi khususnya peneliti-penyuluh BPTPSumatera Selatan
sebanyak satu kali per bulan.Menurut sebagian besar petani yaitu sebanyak27 orang (43,55%)
menyatakan bahwa frekuensipembinaan satu kali setiap bulan dinilai kurangefektif dalam rangka
meningkatkan pengetahuan(knowledge), perubahan sikap (affective) maupunpeningkatan
keterampilan (psycomotoric) petanikarena beberapa komponen teknologi yangdiintroduksikan
dianggap relatif baru. Beberapapetani menyarankan agar frekuensi pembinaandapat dilakukan 2-
3 kali setiap bulan baik dalambentuk pertemuan kelompok maupun melakukanpeninjauan
langsung ke areal pertanaman. Hasilkajian di lahan sawah di Jawa Timur menyatakanperlunya
peningkatan frekuensi penyuluhankhususnya di bidang teknologi budidaya padiagar pengetahuan
dan keterampilan meningkatdan dapat menerapkan teknologi pertanian yangspesifik lokasi
(Wahyunindyawati et al., 2003).Selanjutnya, Subarna (2007) mengemukakandalam kajiannya di
Jawa Barat bahwa penyuluhanmemberikan kontribusi yang lebih besardibanding dukungan
sarana prasarana terhadapkinerja agribisnis padi. Hal ini mengindikasikanbahwa pembinaan
kepada petani lebih berperandibanding fasilitasi sarana dan prasarana.
Tingkat Adopsi Inovasi Teknologi Pertanian Dalam beberapa kasus petani
biasanyabelum bisa menerima hadirnya suatu inovasi(teknologi baru) pada saat pertama kali
merekamengetahui. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Soekartawi (1988) bahwa adopsi
inovasimengandung pengertian yang kompleks dandinamis karena menyangkut proses
pengambilankeputusan (decision making behaviour) dimanabanyak faktor yang
mempengaruhinya.
Menurut petani dari beberapa komponenteknologi yang diperkenalkan pada
umumnyamasih merupakan sesuatu yang baru. Tingkatadopsi inovasi petani terhadap paket
teknologibudidaya tanaman padi menunjukkan adanyakeragaman atau variasi berdasarkan
komponenteknologi yang diintroduksikan. Distribusiadopsi inovasi teknologi pertanian
spesifiklokasi disajikan pada Tabel 10.
Dari data Tabel 10, diketahui rata-rataindeks adopsi teknologi pertanian berbasis
padisebesar 50,32%. Indeks tertinggi terdapat padakegiatan Pengembangan Teknologi
PengelolaanTanaman Terpadu (PTT) di Kabupaten OKUTimur, sedangkan terendah pada
kegiatanPengkajian Sistem Usahatani Berbasis Padi diLahan Rawa Lebak Sumatera Selatan.
Jamal etal., (2008) menyatakan bahwa dalam diseminasiberupa pemasyarakatan teknologi,
diarahkanuntuk menggiring kelompok sasaran menerapkaninovasi, indikatornya dilihat dari
persentasesasaran yang menerapkan inovasi tersebut.
Kisaran angka indeks adopsi inovasitersebut menunjukkan petani rata-rata
hanyamengadopsi sebagian saja dari teknologi yangdiintroduksikan. Dari beberapa jenis
inovasiyang diperkenalkan, varietas padi unggulmerupakan komponen teknologi yang
palingbanyak diadopsi petani.Sementara itu terhadap teknologi penataanair (tata air mikro)
walaupun memiliki tingkaturgensi yang cukup tinggi pemanfaatannya diagroekosistem lahan
rawa pasang surut olehpetani kurang optimal
Persepsi Petani terhadap Komunikator danMedia KomunikasiPersepsi petani
terhadap penelitipenyuluhBPTP Sumatera Selatan sebagaikomunikator dalam menyampaikan
pesanteknologi sistem usahatani padi meliputipenguasaan materi, sikap berkomunikasi
sertabahasa pengantar yang digunakan. Distribusitentang persepsi petani terhadap
sumberinformasi/komunikator (peneliti-penyuluh BPTPSumatera Selatan) disajikan pada Tabel
11.
Data pada Tabel 11 menunjukkanrata-rata persentase persepsi petani
terhadapkomunikator terkait dengan penguasaanmaterinya, keramahan dalam berkomunikasi
danmudahnya memahami bahasa yang digunakankomunikator sebesar 93,02%. Hal ini
berartipeneliti-penyuluh BPTP Sumatera Selatanselaku komunikator dalam
menyampaikaninformasi teknologi pertanian berbasis padidipersepsi positif oleh petani selaku
calonpengguna teknologi baik penguasaan materi(teknologi usahatani), sikap
berkomunikasimaupun bahasa pengantar yang selaludigunakan dalam proses komunikasi.
Namundemikian, beberapa petani menyarankan agardalam penggunaan bahasa pengantar
sebaiknyatidak monoton menggunakan bahasa Indonesiasaja melainkan diselingi dengan bahasa
daerah(bahasa setempat) sehingga suasana pertemuan(pembinaan) lebih akrab.
Penggunaan bahasa daerah dalamproses komunikasi memang dianjurkan karenaselain
menunjukkan tingkat keterampilanberkomunikasi yang baik juga sebagai indikatorbahwa
komunikator dapat mengadaptasikandirinya secara baik dalam sistem sosial danbudaya
masyarakat petani. Hal ini sesuai denganpendapat Hanafi (1988) bahwa terciptanyahomogenitas
dalam proses komunikasi akanmembuat komunikan lebih mudah tertarikterhadap pesan yang
dikomunikasikan.Kemampuan penyuluh dalam berkomunikasijuga merupakan hal penting yang
dikemukakanoleh Bestina et al., (2005), dalam upayapengembangan agribisnis nenas di
KecamatanTambang Kabupaten Kampar, Riau, karenaketerbatasan kemampuan ini akan
berdampakpada penurunan kinerja penyuluh.
Media komunikasi sebagai sarana untukmenyampaikan berbagai informasi
(inovasiteknologi) kepada petani memegang perananyang cukup strategis dalam mempercepat
prosesadopsi inovasi. Hasil pengkajian menunjukkanbahwa sarana komunikasi yang
senantiasadigunakan oleh peneliti-penyuluh didalammelakukan pembimbingan teknologi
adalahkomunikasi tatap muka yang dikemas dalambentuk pertemuan kelompok. Sementara
itupenggunaan sarana komunikasi bermedia sepertiliptan, brosur maupun poster masih belum
banyakdilakukan.
Sebanyak 38,71% responden menyatakanbelum pernah membaca liptan, brosur
maupunposter yang secara periodik ditulis dandihasilkan oleh para peneliti-penyuluh
BPTPSumatera Selatan. Sementara itu 61,29% lainnyamenyatakan jarang membaca informasi
pertanianbermedia terutama liptan. Hal ini dapat dimaklumimengingat selama ini pendistribusian
berbagaimedia komunikasi tersebut difokuskan kepadapara penyuluh pertanian (PPL) sebagai
materipenyuluhan, sedangkan petani selaku praktisilangsung di lapangan tidak banyak tersentuh
olehhadirnya berbagai media informasi tersebut.
Efektifnya media komunikasi dalammencapai sasaran tergantung pada sifat mediapada
khalayak (Cangara, 2007). Sebagianbesar petani (80%) menyatakan keinginannyauntuk
mendapatkan berbagai sarana informasipertanian bermedia yang dihasilkan oleh parapeneliti-
penyuluh BPTP Sumatera Selatansebagai bahan bacaan untuk meningkatkanpengetahuan dalam
aktivitas usahatani. Olehkarena itu, media informasi perlu diperbanyakjumlah eksemplarnya,
sehingga petani sasaran juga mendapatkan pendistribusian media tersebutmelalui kelompok-kelompok
tani.
Tipe Komunikasi dalam Adopsi Inovasi Seorang petani dalam menerimainformasi baik secara
lisan ataupun berdasarkanobjek yang mereka lihat, pada akhirnya akanmembentuk persepsi. Pembentukan
persepsidalam kaitannya dengan aktivitas komunikasimerupakan suatu proses dimana informasi
yangditerima oleh seseorang kemudian disusunmenjadi satu kesatuan yang bermakna
kemudiandiinterpretasikan.
Komunikasi pada adopsi inovasiteknologi pertanian berbasis padi ini memilikidua tipe yaitu
komunikasi intra personal(intrapersonal communication) dan komunikasiantar personal (interpersonal
communication).
Komunikasi intra personal adalah komunikasiyang terjadi dalam diri individu,
sedangkankomunikasi antar personal berlangsung antaradua orang individu atau lebih (Cangara,
2007).Komunikasi intrapersonal pada prosesadopsi inovasi teknologi, umumnya terjadipada tahap
evaluasi mengenai kehandalaninovasi teknologi tersebut. Pada tahap ini, calonadopter (petani) mulai
mempertimbangkanberbagai aspek yang dapat mendukung maupunberbagai faktor penghambat yang
diakibatkanoleh diadopsinya teknologi tersebut. Biasanyakomunikasi intrapersonal terjadi setelah
proseskomunikasi interpersonal. Sementara itu, halhalyang dikomunikasikan antar pribadi terkaitdengan
inovasi seperti penggunaan varietasunggul, penanaman, pemupukan, pengairan,dan penanggulangan
hama/penyakit baik antardua individu atau dalam kelompok kecil yangberlangsung secara tatap muka dan
merekasaling berinteraksi. Penjelasan yang diterimaoleh calon adopter baik dari penyuluh, kontaktani
maupun sesama teman menimbulkankesan tersendiri bagi petani, yang kemudianakan diolah dalam
pikirannya. Secara pribadi,petani dapat memberikan arti terhadap inovasiyang diamatinya, kemudian
mengalami prosesdalam pikiran setelah mendapat rangsangandari pancainderanya. Hasil kerja pikiran
yangditimbulkan baik oleh komunikasi intra personalmaupun interpersonal menimbulkan keputusanbagi
petani untuk menerima atau menolak suatuinovasi

Anda mungkin juga menyukai