dan Waridin
PENDAHULUAN
Penyediaan pangan
dan gizi, menjadi
perhatian
bagi
kelangsungan hidup
sekitar
854
juta
pen-duduk
dunia
yang tersebar di
negara-negara
berkembang
(termasuk
Indonesia) sebanyak
pa-ngan
dapat
dilihat
pada
ketersediaan
stok
pa-ngan
dunia
dalam
dasawarsa
terakhir.
Ketersediaan stok pangan
mengalami
penurunan.
dita-ngani
dan
dicarikan
solusi
pemecahannya. Ini penting mengingat
pangan merupakan kebu-tuhan pokok
yang harus tersedia secara berkesinambungan,
terdistribusi
secara
merata, terjangkau masyarakat dengan
mutu yang baik dan sekaligus produk
pangan dengan nilai tambah yang dapat
meningkatkan
pendapatan
petani
produsen pangan. Untuk itu kajian
tentang
pengembangan
kapasitas
tanam-
15
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode
gabung-an/mixed
method
yaitu
penggabungan metode kuantitatif dan
kualitatif dalam satu penelitian. Campbell
dan Fisk (1959) menggunakan meto-de
gabungan
untuk
mengukur
sifat
psikologis. Selanjutnya, Denzin (1978)
menggunakan isti-lah triangulasi untuk
mengkonsepkan peng-gunaan metode
gabungan dalam satu peneli-tian.
16
Jurnal
Pengumpulan
data
penelitian
dilakukan dengan menggunakan metode:
wawancara, observasi, dokumentasi dan
focus
group
discus-sion
(FGD).
Responden dalam penelitian ini meliputi
petani, penyuluh dan key person yang
dianggap kompeten dengan masalah
penelitian. Untuk mempermudah dalam
penerapan model penelitian maka perlu
dijelasakan secara rinci variabel yang
dipergunakan dalam penelitian ini seperti
disajikan pada Tabel 1.
Untuk mengestimasi nilai biaya
transaksi dalam membangun model
revitalisasi penyu-luhan (PPL) pada
penelitian ini maka diadopsi teknik
transaction costs dari www.worldfish.org
dan/atau
www.eepsea.org.
Biaya
transaksi
dari
suatu
pertukaran
merupakan karakteristik yang melekat
pada
suatu
kelembagaan.
Menurut
Grover (2002), biaya transaksi antara
pemasok dan pembeli dibagi menjadi 4
dimensi pengukuran yaitu cost dalam
membangun hu-bungan, cost dalam
memonitor kinerja pema-sok, cost dalam
mengatasi masalah yang mun-cul dalam
hubungan dengan pemasok dan cost
yang ditimbulkan dari kecenderungan
pemasok
Ekonomi Pembangunan Volume 11, Nomor
1, Juni 2010: 13-29
Konstruks
Kinerja
Penyuluh
Transaction cost
Sumberdaya manusia
Dimensi Konstruk
Ki
ne
rja
Pe
ny
ul
uh
ad
al
ah
ke
su
cs
es
an
se
Skala Pengukuran
seorang di
- Responsivitas
dalam
Metric
melaksanaka
1Respon
n sesuatu
sibilitas
pekerjaan
2Kualitas
(Asad,
Pelayanan
1991),
tingkat
pencapaian
hasil seorang
penyuluh di
dalam
menjalankan
tugas dan
kewajibanny
a.
Transaction
Cost
m
i
p
untuk
perspektif
kognitif
transaksi)
e dan cara
t gaya
(pengetahuan
n yang
a
(
adalah jumlah
biaya
berfikir)untuk
membuat
i
s
R
digunakan
untuk
mengestimasi
keputusan dan menyelesaikan
n
nilai biaya
transaksi
dalam
masalah sendiri,mengambil a
gRevitalisasi
d
h
membangun
model
peranan
memimpin
institusi
k
a
i
Penyuluhan
(PPL) pada
sosial
a
n
m
penelitian
e
t
ini makakakan diadopsi
dari
k
k
M
teknik o
a
u
.
transaction
n cost dari
n
a
S
o
www.worldfish.org
l
a
m
www.eepsea.org
p
i
i
i
r
t
l
Sumber Daya Manusia adalah
o
a
,
u salah satu fungsi
merupakan
d
s
n
penyuluhan, dimana fokus
u
2
fungsi t
k
h
0
u membangun
ini adalah
t
i
0
k
pemberdayaan
dan potensi
i
d
8
klien
v
u
)
Tugas
Penyuluh
N
e
mengambil
keuntungan dariHA
hubungan terse-SIL
but. Secara rinciDA
kategorisasi
N
biaya transaksi
PE
dapat
dilihat
pada Gambar 1. MB
AH
Estimasi
biaya transaksiAS
untuk memban-AN
dingkan
kedua
model
K
kelembagaan
penyuluh-an
S
dilakukan
e
dengan
menghitung
waktu
yang
dicurahkan
penyuluh dalam
melakukan
kegiat-an
penyuluhan
pertanian
dan
biaya
yang
dikeluarkan
pemerintah
untuk
membiayai
kegiatan
penyuluhan
pertanian yang
dipublikasi-kan
dalam Anggaran
Penerimaan dan
Belanja
- Kunjungan lapangan
- Kelompok
Metric
17
Biaya
Transaksi dalam
Penyuluhan
Biaya informasi
x
x
x
informasi produksi
komoditas pertanian
informasi pasar
informasi teknologi
baru
informasi mitra
petani
Biaya pembuatan
keputusan
x
x
x
Biaya pelaksanaan
penyuluhan
Biaya operasional
biaya pembuatan
kesepakatan program
penyuluhan
biaya partisipasi
dalam pertemuan
biaya komunikasi
keputusan
biaya koordinasi lokal
dan pusat.
Biaya monev
Biaya
operasional
kelembagaan
Magelang
maupun
Grobogan
menyebabkan
penyelenggaraan
penyuluhan dan pembinaan SDM
pertanian berjalan kurang optimal.
Hal tersebut sejalan dengan hasil
penelitian Puspi-tasari (2008) bahwa
belum
terbentuknya
Bape-luh
menjadi salah satu permasalahan
pokok
dalam
pengembangan
agribisnis kedelai seba-gai salah satu
tanaman
pangan
ungggulan
di
Kabupaten Grobogan.
Persepsi
Petani
terhadap
Kinerja Penyuluh dalam Faktor
Pemberdayaan Sumber Daya
Manusia
di
Kabupaten
Grobogan,
Klaten,
dan
Magelang
Kinerja
penyuluh
pertanian
di
Kabupaten Grobogan Klaten dan
Magelang
berdasarkan
persepsi
responden tentang faktor pemberdayaan sumber daya manusia pada
Tabel 2 secara umum adalah sedang.
Faktor pember-dayaan sumberdaya
manusia
penyuluh
perta-nian
memiliki kinerja yang tinggi pada
pelibat-an petani dalam menyusun
rencana kerja. Hal ini menunjukkan
bahwa penyuluh pertanian di ketiga
Kabupaten sering melakukan diskusi
dengan petani dalam menentukan
kegiatan apa yang diperlukan dalam
upaya meningkatkan kesejahteraan
petani. Pengetahuan petani ten-tang
cara bercocok tanam diperoleh
secara otodidak, turun temurun dari
orang tua. Namun ada perbedaan
tentang usaha bercocok tanam
kedelai dari dulu hingga sekarang.
Perbedaan itu sangat terkait dengan
tingkat
penggunaan
teknologi.
Penerapan teknologi sangat merubah
19
Grobog
Kategori an
kinerja
penyuluh Jumlah
Magelan
g
Klaten
Perse
n Jumlah Persen
Jumlah
Perse
n
0
42
0
40
14
23
23,3
38,3
45
16
56,2
20
36
60
23
38,3
16
23,8
Menumbuhkembangkan
kemitraan
antara petani dan
pelaku usaha
Rendah
10
20
33,3
44
55
Sedang
Tinggi
33
21
55
35
26
16
40
26,7
18
18
22,5
22,5
Menumbuhkembangkan
kewirausahaan
Rendah
Sedang
Tinggi
4
33
23
6,7
55
38,3
19
32
9
31,7
53,3
15
44
23
13
55
28,8
16,2
Berperan dalam
kegiatan sosial
Rendah
Sedang
Tinggi
1
42
17
1,7
70
28,3
21
30
9
35
50
15
45
22
13
56,3
27,5
16,2
Kreatifitas dan
inisiatif
Rendah
Sedang
Tinggi
2
41
17
3,3
68,3
28,3
16
37
7
26,7
61,7
11,7
47
22
11
58,8
27,5
16,2
memiliki
posisi
tawar yang cukup
pola usaha petani dari yang semulabaik apabila mereka
tradisional hingga menjadi modern. Dalammampu
mengatasi permasalahan kesulitan modalmeningkatkan
yang dialami petani maka penyuluhkualitas output
memberikan bantuan modal dengan
system pembayaran saat panen. Menurut
petani peran penyuluh cukup besar dalam
membantu petani, karena memberikan
serangkaian
program
pendampingan
kepada petani.
Permasalahan yang masih dihadapi
petani dalam pemasaran hasil panen,
menurutnya selama ini harga sering
dipermainkan oleh tengkulak. Tengkulak
membeli hasil panen dari petani dengan
harga yang sangat rendah. Masyarakat
petani berharap kepada pemerin-tah agar
dapat membantu permasalahan yang
hadapi termasuk masalah tengkulak yang
sangat merugikan petani.
Kelompok tani pada dasarnya mampu
yang
dihasilkan.
Sehingga
dengan
peningkatan
kualitas pengusaha
akan
dengan
mudah
membeli
karena
kualitas
yang baik. Sehingga
keberadaan
penyuluh di sini
sangat dibutuhkan
untuk memberikan
solusi harga tawar
panen kedelai dan
memberikan
informasi teknologi
dan harga pasar. Di
daerah
Grobogan
sebagian
sudah
dibantu
penyuluh
tapi sebagian besar
belum,
sehingga
Jurnal
Ekonomi
Biaya Informasi
a. informasi produksi
(jumlah, kualitas,
lokasi)
b. informasi pasar
(harga,
Klaten
S
D
5,22
4,44
Grobogan
S
D
5,78
4,89
Magelang
S
D
15,78
11,67
jumlah, lokasi)
c. informasi teknologi
baru
d. informasi mitra petani
Jumlah
7,89
6,33
6,00
5,89
14,22
12,22
3,56
11,67
6,22
8,67
12,89
25,78
0,22
4,56
0,00
5,33
2,67
9,33
16,89
27,00
18,00
24,78
45,56
59,00
Tabel 4. Biaya
Pembu
atan
Keputu
san
21
Aktivitas Pembuatan
Keputusan
a. penyusunan program
penyuluhan
Tabel
5
.
B
i
a
y
a
Operasional
Kolektif pada
Model
Sentralisasi
dan
Desentralisasi
(
J
a
m
/
B
u
l
a
n
)
Aktivitas Operasional
kolektif
a, Pelaksanaan kegiatan
b, Evaluasi dan
monitoring
c, Operasional
kelembagaan
Jumlah
Klaten
Grobogan
42,22
38,33
23,89
Magelang
55,56
60,00
24,67
53,56
20,56
26,11
13,22
24,89
13,89
9,78
15,11
2,00
11,56
9,78
12,00
75,89
74,00
83,67
84,78
59,33
79,44
23
Jurnal
(2) Informasi
perkembangan teknologi
khusus-nya hasil-hasil penelitian yang
dilakukan per-guruan tinggi, badan
litbang, dan swasta;
(3) Informasi kondisi cuaca dan iklim.
Kondisi cuaca dan iklim pada saat ini
relatif banyak berubah dibandingkan
masa-masa
sebelumnya
sehingga
penentuan awal masa tanam menjadi
lebih sulit. Penyuluh maupun petani
memerlu-kan informasi tersebut untuk
mengantisipasi
kegagalan
panen
usahatani;
(4)
Informasi
serangan
hama
penyakit;
(5)
Informasi harga dan pasar;
(6)
Informasi permodalan; dan
(7) Informasi kebijakan pembangunan
pertani-an, perikanan dan kehutanan di
wilayah kerja-nya.
Biaya
Pembuatan
Keputusan.
Biaya pem-buatan keputusan kegiatan
penyuluhan perta-nian Jawa Tengah
bersumber
dari
APBN
sebe-sar
Rp610.262.000 (Enam Ratus Sepuluh Juta
Dua Ratus Dua Ribu Rupiah) dan APBD I
Jawa Tengah sebesar Rp825.000.000
(Delapan Ratus Dua Puluh Lima Juta
Rupiah). Biaya yang bersumber dari
APBN dialokasikan untuk:
(1) biaya pembuatan keputusan tentang
pro-gram penyuluhan, mencakup biaya
koordinasi
bagi
penyuluh
provinsi
maupun keseluruhan kabupaten/kota
dalam menyusun program pe-nyuluhan
dan biaya penyusunan rencana kerja
teknis, serta
(2) biaya koordinasi pusat dan lokal,
(Jakarta).
Biaya yang bersumber dari APBD I
Jawa
25
APBN
APBD I
755.712.000
10.000.000
358.262.000
425.000.000
252.000.000
400.000.000
314.961.000
496.043.000
2.860.000.000
150.000.000
7.872.000.000
188.800.000
199.045.000
180.000.000
419.730.000
11.036.553.000
183.020.000
806.445.000
20.000.000
4.854.465.000
1999,
(2)
Tidak
sedang
melaksatugas
Tengah
dialokasikan
untuk
biayanakan
belajar,
(3)
penyusunan programa dan metode
Bertugas
penyuluhan
serta
biaya
rapat
melakukan
koordinasi dengan luar daerah.
Biaya
Operasional.
Biaya
operasional lebih banyak bersumber
dari pembiayaan APBN dibandingkan
APBD I Jawa Tengah. Biaya operasional
yang bersumber dari APBN sebesar
Rp9.670.579.000
(Sembilan
Miliar
Enam Ratus Tujuh Puluh Juta Lima
Ratus Tujuh Puluh Sembilan Ribu
Rupiah). Sebagian besar biaya tersebut
(81,40 persen atau setara dengan
71,33 persen dari total biaya transaksi
APBN) dialokasikan untuk membiayai
biaya operasio-nal penyuluh (BOP). BOP
diberikan
kepada
2624
penyuluh
tingkat provinsi maupun kabu-paten
sebesar Rp250.000 selama 12 bulan.
BOP
adalah
dana
yang
dapat
digunakan
langsung
oleh
para
penyuluh untuk melaksanakan kegiatan
penyuluhan. Penyuluh yang berhak
menerima
BOP
harus
memenuhi
beberapa per-syaratan sebagai berikut
(P4BPSDM DEPTAN, 2008): (1) Penyuluh
PNS yang telah diangkat menjadi
pejabat fungsional penyuluh pertanian
dan atau yang telah disesuaikan
dengan
jabatannya
sesuai
SK
MENKOWASBANGPAN No. 19 Tahun
pembinaan
penyuluhan
pertanian
di
wilayah
kerjanya,
(4) Telah diangkat
kembali
sebagai
pejabat fungsional
penyuluh pertanian
(bagi
penyuluh
pertanian dengan
keahlian
perikanan), dan (5) Tidak
ditugaskan dalam
jabatan struktural
Adapun biaya
operasional
yang
bersumber
dari
APBD I Jawa Tengah
sebesar
Rp4.019.
465.000
(Empat
Miliar
Sembilan
Belas Juta Empat
Ratus Enam Puluh
Lima Ribu Rupiah).
Biaya
tersebut
sebagian
besar
(71,15 persen atau
setara
58,91
persen dari total
biaya
transaksi
APBD
I)
dialokasikan untuk
membiayai opera-
Jurnal
Ekonomi
Revitalisasi Kegiatan
Penyuluhan
Pertanian
Eksisting Model
Biaya
jumlah
penyuluh
yang
ditetapkan
Deptan
melalui
konsep one village
one
extension.
Model
biaya
transaksi ini dapat
dilihat pada
Gambar 2.
1.Kondiisi
kelembagaan : x 1
perda propinsi
Transaksi
1.
Kelembagaan
sesuai amanat UU
No.16 Tahun 2006
a. Kondisi
kelembagaan :
1x 1
perda
propinsi
2x 6
perda
kabupaten
3x 19
perbup/walikota
2.
Target jumlah
penyuluh
dengan
konsep one village
one extention
3.
Penyediaan
informasi yang up
to date
x
35
perda
kabupaten
2.Jumlah penyuluh :
8573 org
3.Informasi up to date
4.Terlaksananya
kegiatan
penyuluhan
4.
4x
Pelaksanaa
n
kegiatan
penyuluhan
8
draft/rekomnendas
i
5x
2
non
kelembagaan
2.
Jumlah
penyuluh: 2624
org
n
y
SIMPULAu
l
N
u
h
a
Dar
n
i
has
d
il
i
tel
s
aa
i
h
m
kin
p
erj
u
a
l
pe
Gamb
ar 2.
Model
Biaya
setiap model
kelembagaa
n
penyuluhan,
maka dilakukan
perbandinga
n
antara
biaya
transaksi penyuluhan
kelembagaa
n
sentralisasi
(periode
tahun 1995
1998)
de
ng
an
kel
em
ba
ga
an
des
entral
isa
si
(pe
rio
de
tah
un
20
06
20
09)
.
Bia
ya
tra
nsa
ksi
pe
ny
ulu
ha
n
me
lipu
ti
bia
ya
inf
or
ma
si,
bia
ya
pe
net
ap
an
kep
utu
san
da
n
bia
ya
op
era
sio-
n
a
l
.
B
i
a
y
a
t
r
a
n
s
a
k
s
i
d
i
h
i
t
u
n
g
b
e
r
d
a
s
a
r
k
a
n
w
a
k
t
u
y
a
n
g
d
i
c
u
r
a
hkanbagaan
desentralisasi.
pen Sebaliknya
padacurahan
yulu aktivitas monitoring danwaktu
h.Cu evaluasi
kegiatanpenyuluh
raha penyuluhan
lebih tinggi.
n
Model
wakt
kelembagaa
u
n
pen
desentralisa
yulu
si menuntut
h
keahlian
dala
penyuluh
m
yang bersifat
mel
polivalen.
aksa
Jumlah
penaka
nyuluh ideal
n
menurut
kegi
Deptan
atan
(2008)
peadalah one
nyul
village one
uha
extension,
n
artinya:
dan
jumlah
oper
penyuluh
asio
harus
nal
seimbang
kele
dengan
mba
jumlah desa
gaa
yang
ada.
n
Dengan
pad
demikian,
a
biaya
mod
transaksi
el
untuk biaya
kele
operasional
mba
di
provinsi
gaa
Jawa
Tengah
n
menurut
sent
skenario
ralis
peneliti
asi
adalah:
seca
Rp2.143.250
ra
.000,-/bulan.
umu
Angka
m
tersebut
lebih
diper-oleh
rend
dari
BOP
ah
(Rp250.000)
diba
dikalikan
ndin
dengan
gkan
jumlah desa
pad
(8573).
a
Saran.
mod
Perlu
dikaji
el
lebih
lanjut
kele
hasil-hasil
m-
komoditi
unggulan
daerah lain
guna
memberikan
rekomendasi
bagi daerah
lain;
Melakukan
studi
komparasi/p
erbandingan
di
daerah
lain
yang
memiliki
karakteristik
beda; Perlu
dilaku-kan
studi
dokumentati
f
kajian
peraturanperaturan
atau
perundangundangan
tentang
penyuluh
pertanian,
karena
terdapat
perbedaan
antara biaya
transaksi
yang
dibelanjakan
untuk kinerja
penyuluh
pertanian
dengan
harapan
penyuluh
pertanian.
D
A
F
T
A
R
P
U
S
T
AKA
AARD.
19
87.
F
i
v
e
Y
ears
of
Agri
cult
ural
Res
earch (1981-1986),
Its Contribution to
Agricultural
Development
in
Indonesia. Jakarta:
Ministry
of
Agricult
ure,
Republi
k
of
Indones
ia.
Amang, B.,
dan M.H.
Sawit, 1996.
Ekonomi
27
Jurnal
Soerjono.
1999.
Sosiologi: