Anda di halaman 1dari 26

PROPOSAL PENELITIAN

PERSEPSI PETANI TERHADAP METODE PENYULUHAN PERTANIAN


PARTISIPATIF DALAM PEMBUATAN PESTISIDA NABATI DI
KELOMPOK TANI KENU BERSATU, DESA RAFAE, KECAMATAN
RAIMANUK, KABUPATEN BELU

FRANSISCO O. LOPES
NIM 132 380 012

PROGRAM STUDI PENYULUHAN PETANIAN LAHAN KERING


JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN LAHAN KERING
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI
KUPANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Pertanian memegang peran penting dan utama dalam pembangunan


sektoral Indonesia modern. Peran sektor pertanian tidak hanya sebagai penghasil
(output) tetapi meliputi multifungsi peran sebagai penghasil pangan dan bahan
baku industri; pembangunan daerah dan pedesaan; penyangga dalam masa krisis;
penghubung sosial ekonomi dalam masyarakat; kelestarian sumberdaya
lingkungan; cara hidup dan budaya masyarakat; serta kesempatan kerja, Produk
Domestik Bruto dan devisa Darsono (2012). Menurut Rozelle dan Swinnen
(2004) Sektor pertanian adalah lokomotif awal untuk membawa peradaban sebuah
bangsa menjadi maju dan efisien. Pertanian memiliki potensi sumberdaya yang
besar, mampu menyerap tenaga kerja, dan menjadi basis pertumbuhan di
pedesaan.
Mardikanto (1994) mengungkapkan bahwa pengalaman dari pembangunan
pertanian yang diselenggarakan di Indonesia memberikan pelajaran berharga
bahwa kegiatan penyuluhan pertanian bukanlah sekedar faktor pelancar tetapi
terbukti sebagai pemegang kunci keberhasilan. Pelaksana utama pembangunan
pertanian di Indonesia adalah petani-petani kecil yang mayoritas hanya memiliki
modal berupa lahan dan aset lainnya yang sangat terbatas. Petani-petani kecil
tersebut umumnya juga lemah dalam hal pengetahuan, keterampilan, dan
seringkali juga lemah semangatnya untuk memperbaiki mutu hidupnya.
Salah satu bantuan dalam rangka pembangunan pertanian yang dilakukan
pemerintah melalui Balai Penyuluhan Pertanian (BPP). Penyuluhan pertanian
adalah sistem pendidikan luar sekolah di bidang pertanian untuk petani, nelayan
dan keluarganya serta anggota masyarakat. Penyuluhan pertanian yang tepat dapat
mengakomodasikan aspirasi dan peran aktif petani dan pelaku usaha pertanian
melalui pendekatan partisipatif, sehingga petani dan keluarganya dapat meningkat
kan kesejahteraan hidupnya.

2
Dalam hal ini, penyuluhan pertanian sebagai upaya pendidikan untuk
mengubah perilaku yang meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap para
petani kecil untuk mewujudkan keberhasilan pembangunan pertanian dalam
meningkatkan produktivitas dan pembangunan mereka. Melalui penyuluhan
pertanian, teknologi baru yang berkaitan dengan perbaikan usahatani dapat
diadopsi oleh petani-petani kecil pelaksana pembangunan pertanian.
Saat ini sistem penyuluhan yang masih menggunakan pendekatan klasik
yang dimana berdampak pada keberhasilan dari penyuluhan yang dilakukan
sangat kecil. Singh,(2009) menyebutkan bahwa penyuluhan pertanian selama ini 
menggunakan pendekatan yang provider men-tality di mana hanya fokus pada apa
yang harus disebarkan, juga terlalu luas informasi yang disampaikan
(broadcasting), informasi yang disampaikan kadang-kadang tidak sesuai
kebutuhan nyata setempat, serta belum bertolak atas kebutuhan petani. Sementara,
Swanson and Rajalahti (2010) mengkritik bahwa penyuluhan masih menggunakan
model transfer teknologi yang cenderung searah dan sempit, namun belum
menggunakan pendekatan yang partisipatif (Participatory Extension Approaches).
Penyebabnya adalah karena kegiatan penyuluhan yang didominasi pemerintah
menerapkan sistem yang kurang inovatif dan sangat bergantung kepada
kemampuan dan pola pikir pemerintah yang sedang berkuasa semata.
Salah satu solusi untuk memperbaiki kondisi tersebut adalah dengan cara
mengubah metode penyuluhan. Pemilihan metode penyuluhan menurut Vanden
Ban dan Hawkins (2003) yang paling efektif adalah gabungan dari berbagai
metode yang disukai tergantung pada: 1) tujuan, 2) ukuran dan tingkat pendidikan
kelompok sasaran, 3) tingkat kepercayaan antara kelompok sasaran dan agen
penyuluhan, 4 ) ketrampilan penyuluh, 5) tenaga kerja dan sumber daya yang
tersedia.
Metode penyuluhan pertanian partisipatif adalah salah satu metode
penyuluhan yang dapat diterapkan dengan melibatkan petani untuk aktif disetiap
kegiatan penyuluhan. Dan penggunaan metode ini masih minim diterapkan dalam
setiap kegiatan penyuluhan, oleh karena itu menjadi penting ketika berbicara
dalam pembangunan pertanian dan kegiatan penyuluhan. Disini Cahyono (2006),

3
berpendapat bahwa proses perencanaan pembangunan berdasarkan partisipasi
masyarakat harus memperhatikan adanya kepentingan rakyat yang bertujuan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sehingga itu dalam proses
perencanaan pembangunan partisipasi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
antara lain: (1) perencanaan program harus berdasarkan fakta dan kenyataan
dimasyarakat, (2) Program harus memperhitungkan kemampuan masyarakat dari
segi teknik, ekonomi dan sosialnya, (3) Program harus memperhatikan unsur
kepentingan kelompok dalam masyarakat, (4) Partisipasi masyarakat dalam
pelaksanaan program (5) Pelibatan sejauh mungkin organisasi-organisasi yang ada
(6) Program hendaknya memuat program jangka pendek dan jangka panjang, (7)
Memberi kemudahan untuk evaluasi, (8) Program harus memperhitungkan
kondisi, uang, waktu, alat dan tenaga (KUWAT) yang tersedia. Begitupun dalam
kegiatan penyuluhan ataupun pendekatan masyarakat dapat digunakan indikator
yang dikemukakan oleh cahyono di atas.
Desa Rafae merupakan salah satu desa dengan sektor pertanian lahan semi
kering yang potensial untuk dikembangkan menuju pertanian yang berkelanjutan.
salah satu masalah disini adalah pesan yang disampaikan dalam kegiatan
penyuluhan belum diterima petani dengan baik sehingga berdampak pada
penerapan teknologi yang disampaikan. Kemudian untuk memperkuat asumsi
tersebut dilakukan Observasi dan hasil yang didapatkan salah satu penyebabnya
adalah metode penyuluhan yang digunakan tidak efektif. Permasalahan ini
berpengaruh pada aktivitas pertanian di desa rafae, dalam hal ini kelompok tani
Kenu Bersatu. Kemudian tanaman pangan dan sayuran yang dibudidaya secara
musiman oleh Petani ataupun kelompok-kelompok tani di desa Rafae masih
tergolong Konvensional. Salah satunya dalam pengendalian hama dan penyakit
pada komoditas yang di budidaya masih menggunakan pestisida kimia dimana
membawa dampak negatif seperti dapat mengganggu kesehatan tanaman,
kesehatan manusia dan dapat pula menyebabkan resistensi pada hama dan
penyakit yang menyerang.
Pembuatan Pestisida nabati ekstrak daun sirsak, Sereh, bawang merah,
bawang putih, tembakau sebagai pelengkap atau sebagai pesan yang digunakan

4
dalam kegiatan penyuluhan menggunakan metode penyuluhan partisipatif yang
nantinya di lakukan.
Maryani (1995) mengemukakan bahwa daun sirsak mengandung bioaktif
asetogenin yang bersifat insektisidal dan penghambat makan (anti-feedant). Buah
mentah, biji, daun, dan akar sirsak mengandung senyawa kimia annonain yang
dapat berperan sebagai insektisida, larvasida, penolak serangga (repellent), dan
anti-feedant dengan cara kerja sebagai racun kontak dan racun perut Tohir,
(2010). Ekstrak daun sirsak dapat digunakan untuk mengendalikan belalang dan
hama lain seperti wereng sehingga tepat dalam pengedalian hama pada tanaman
sayuran.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas dapat diuraikan rumusan


masalah dari penelitian ini yaitu :

1. Bagaimana persepsi petani terhadap metode penyuluhan pertanian partisipatif


2. Apakah faktor eksternal dan internal berhubungan dengan persepsi petani

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :


1. Untuk mengetahui persepsi petani terhadap metode penyuluhan pertanian
partisipatif dalam pembuatan pestisida nabati.
2. Untuk mengetahui faktor internal dan eksternal yang paling berpengaruh pada
persepsi petani

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pihak-pihak


yang terkait dengan upaya peningkatan perkembangan dinamika kelompok tani
dalam hal sebagai berikut :
1. Memberi masukan bagi pemerintah khususnya Departemen Pertanian terutama
Balai Penyuluhan Pertanian tentang Metode Penyuluhan Pertanian yang tepat
dalam penyelenggaraan penyuluhan bagi petani.

5
2. Bahan masukan bagi PPL, dalam rangka pendampingan yang dilakukan pada
para petani, sehingga interaksi antara PPL dengan petani dapat lebih terarah
yang ditunjukkan dengan tercapainya tujuan penyuluhan.
3. Bagi peneliti, dapat menambah wawasan dan pengetahuan yang berkaitan
dengan Metode penyuluahan pertanian Partisipatif

6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pembangunan Pertanian

Pembangunan merupakan upaya multidimensial yang meliputi perubahan


pada berbagai aspek kehidupan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Widodo dalam Ropingi et al. ( 2009).
Menurut Mardikanto, (2007). Pembangunan pertanian adalah
pembangunan sektor pertanian yang mengacu pada tercapainya kenaikan
produktivitas dan penerimaan usahatani untuk jangka waktu yang tidak terbatas
secara berkelanjutan.
Pembangunan pertanian yang diharapkan adalah kegiatan pertanian yang
dinamis yaitu pertanian yang dicirikan oleh penggunaan teknologi baru yang
berlangsung secara terus-menerus, berkesinambungan dan peran serta petani
beserta keluarganya dalam melaksanakan kegiatan usahataninya. Implementasi
pembangunan pertanian tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan status dan
kesejahteraan petani, tetapi yang utama untuk mengembangkan potensi
sumberdaya manusia baik secara ekonomi, sosial, politik, budaya, lingkungan,
maupun melalui perbaikan (improvement), pertumbuhan (growth), dan perubahan
(change).
Dapat dilihat bahwa akibat kebijakan pembangunan pertanian yang
bersifat sentralisasi maka dapat menyebabkan salah satunya adalah pemenuhan
kebutuhan pangan tergantung kepada pasokan dari luar negeri (impor), dengan
demikian kondisi sosial dan politiknya menjadi sangat rawan, bahkan mampu
menimbulkan disintegrasi bangsa. Kementerian Pertanian, (2013a). Upaya
bersama perlu dilakukan oleh pemerintah baik jangka panjang dan jangka pendek
untuk meningkatkan produksi pangan melalui pembangunan pertanian
berkelanjutan. Sektor pertanian di sebagian besar negara berkembang merupakan
sektor yang paling penting dalam perekonomian. Namun pengalaman negara yang
konsisten dengan peningkatan populasi, produksi pangan menurun akibat puluhan
tahun sektor ini diabaikan. Ajao, et al. (2005: 1). Hal ini sejalan dengan pemikiran

7
Todaro dan Smith (2011: 507) bahwa penyebab utama dari semakin
memburuknya kinerja pertanian di negara-negara Dunia Ketiga adalah
terabaikannya sektor yang sangat penting ini dalam perumusan prioritas
pembangunan oleh pemerintahan negara-negara berkembang itu sendiri. Indonesia
sebagai negara berpenduduk besar dengan wilayah yang luas dan tersebar di
puluhan ribu pulau, harus mampu memenuhi kebutuhan pangan dari produksi
dalam negeri.

2.2 Penyuluhan Pertanian

Kontribusi penting penyuluhan pertanian untuk meningkatkan


pembangunan pertanian dan peningkatan produksi pangan telah menyebabkan
cepatnya perkembangan minat orang dalam penyuluhan selama beberapa dekade
terakhir pendapat ini menurut Van den Ban dan Hawkins, (1988). Beberapa
negara telah berhasil memajukan pertaniannya yang memungkinkan kebutuhan
pangan penduduknya terpenuhi dan pendapatan petani meningkat.
Menurut Setiana (2005) penyuluhan adalah suatu sistem pendidikan di luar
sekolah untuk anggota masyarakat, terutama yang berada di pedesaan agar
meningkat pengetahuan, keterampilan dan sikap mentalnya menjadi lebih
produktif sehingga mampu meningkatkan pendapatan keluarganya, dan pada
gilirannya akan meningkat pula kesejahteraan hidupnya. Sejalan dengan Setiana,
Tjondronegoro dalam Sastraatmadja (1993) mendefinisikan penyuluhan sebagai
usaha pendidikan nonformal yang merupakan perpaduan dari kegiatan menggugah
minat atau keinginan, menumbuhkan swadaya masyarakat, menyebarkan
pengetahuan atau ketrampilan dan kecakapan sehingga diharapkan terjadinya
perubahan perilaku (sikap, tindakan dan pengetahuan
Mardikanto (2009) mengemukakan bahwa hasil dari kegiatan penyuluhan
pertanian yaitu berupa perubahan perilaku penerima manfaat, sedangkan dampak
dan manfaat yang dihasilkan dari kegiatan penyuluhan pertanian yaitu berupa
perubahan ekonomi, sosial politik maupun lingkungan fisik penerima manfaat
seperti kenaikan produksi dan pendapatan, perbaikan dan efektivitas
kelembagaan, perbaikan dan pelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup,

8
kepastian hukum, perbaikan indeks mutu hidup, meningkatnya kemandirian, dan
lain-lain.

2.3 Metode Penyuluhan

Metode dan teknik penyuluhan pertanian dapat diartikan sebagai cara atau
teknik penyampaian materi penyuluhan oleh para penyuluh kepada para petani
beserta keluarganya baik secara langsung maupun tidak langsung, agar mereka
tahu, mau dan mampu menerapkan inovasi (teknologi baru). Sedangkan teknik
penyuluhan pertanian dapat didefinisikan sebagai keputusan-keputusan yang
dibuat oleh sumber atau penyuluh dalam memilih serta menata simbul dan isi
pesan menentukan pilihan cara dan frekuensi penyampaian pesan serta
menentukan bentuk penyajian pesan. Kementerian Pertanian, (2009).

2.4 Metode penyuluhan partisipatif

Metode partisipatif adalah metode yang berfokus kepada kepentingan serta


aspirasi petani dan keluarganya yang bertujuan untuk memperbaiki taraf hidup
dan kesejahteraan petani serta keluarganya secara mandiri dan berkelanjutan.
Untuk menyelenggarakan penyuluhan partisipatif, perlu terlebih dahulu
disamakan persepsi atau interpretasi terhadap partisipasi. Persepsi dan interpretasi
oleh berbagai pihak tentang pengertian partisipasi masih berbeda-beda. Tingkat
partisipasi dalam masyarakat tidak sama tergantung sejauh mana keterlibatan
mereka dalam pemecahan masalah yang dihadapi.
Ada beberapa alasan mengapa petani dianjurkan berpartisipasi dalam
keputusan-keputusan yang berkaitan dengan program penyuluhan, yaitu:
1. Mereka memiliki informasi yang sangat penting untuk merencanakan
program yang berhasil, termasuk tujuan, situasi, pengetahuan serta
pengalaman mereka dengan teknologi dan penyuluhan, serta struktur
sosial masyarakat mereka.
2. Mereka akan lebih termotivasi untuk bekerja sama dalam program
penyuluhan jika ikut bertanggung jawab didalamnya
3. Setiap orang berhak untuk dapat berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan mengenai tujuan yang ingin mereka capai.

9
4. Banyak permasalahan pembangunan pertanian, seperti pengendalian erosi
tanah, perolehan sistem usaha tani yang berkelanjutan dan pengelolaan
pendekatan komersil pada pertanian, tidak mungkin lagi dipecahkan
dengan pengambilan keputusan perorangan. Partisipasi kelompok sasaran
dalam keputusan kolektif sangat dibutuhkan.
Menurut Van den Ban dan Hawkins, (1999:258). Partisipasi memungkinkan
perubahan-perubahan yang lebih besar dalam cara berfikir manusia. Perubahan
dalam pemikiran dan tindakan akan lebih sedikit terjadi dan perubahan-perubahan
ini tidak akan bertahan jika mereka menuruti saran-saran agen penyuluhan dengan
patuh daripada bila mereka ikut bertanggungjawab.
Adapun prinsip-prinsip metode penyuluhan pertanian partisipatif yaitu:
a. Menolong diri sendiri
Prinsip menolong diri sendiri memberikan landasan bahwa penyuluhan partisipatif
membangun kapasitas dan kemampuan petani beserta keluarganya dalam
memanfaatkan potensi sumberdaya yang mereka miliki untuk menolong diri
sendiri tanpa harus menunggu bantuan orang lain atau tergantung kepada pihak
luar.
b. Partisipasi
Prinsip partisipasi memberikan bahwa penyuluhan partisipatif melibatkan petani
beserta keluarganya mulai dari identifikasi kebutuhan, perencanaan, pelaksanaan,
sampai evaluasi
c. Kemitrasejajaran
Prinsip kemitrasejajaran memberikan landasan bahwa penyuluhan partisipatif
diselenggarakan berdasarkan atas kesamaan kedudukan antara penyuluh dengan
petani dan keluarganya.
d. Demokrasi
Prinsip demokrasi memberikan landasan bahwa dalam penyuluhan pertanian
partisipatif seluruh kegiatan mulai dari identifikasi kebutuhan, perencanaan,
pelaksanaan, sampai evaluasi diselenggarakan dari petani oleh petani dan untuk
petani
e. Keterbukaan

10
Prinsip keterbukaan memberikan landasan bahwa dalam penyuluhan pertanian
partisipatif seluruh kegiatan mulai dari identifikasi kebutuhan, perencanaan,
pelaksanaan, sampai evaluasi diselenggarakan secara terbuka.
f. Desentralisasi
Prinsip desentralisasi memberikan landasan bahwa dalam penyuluhan pertanian
partisipatif seluruh kegiatan mulai dari identifikasi kebutuhan, perencanaan,
pelaksanaan, sampai evaluasi dititik beratkan pada daerah kabupaten/ kota dengan
melaksanakan otonomi yang luas, nyata dan bertanggungjawab.
g. Keswadayaan
Prinsip keswadayaan memberikan landasan bahwa dalam penyuluhan pertanian
partisipatif seluruh kegiatan mulai dari identifikasi kebutuhan, perencanaan,
pelaksanaan, sampai evaluasi diselenggarakan atas dasar swadaya petani dengan
keluarganya yang diwujudkan dengan cara menyumbangkan tenaga, dana, material
yang mereka miliki untuk melaksanakan semua kegiatan
h. Akuntabilitas
Prinsip akuntabilitas memberikan landasan bahwa dalam penyuluhan pertanian
partisipatif seluruh kegiatan mulai dari identifikasi kebutuhan, perencanaan,
pelaksanaan, sampai evaluasi diawasi oleh petani beserta keluarganya serta
masyarakat tani lainnya
i. Menemukan sendiri
Prinsip menemukan sendiri memberi landasan bahwa penyuluhan partisipatif
bukan hanya sekedar transfer paket teknologi untuk diadopsi oleh petani beserta
keluarganya. Sebaliknya penyuluhan partisipatif ditujukan untuk memperkuat
kapasitas masyarakat tani setempat dalam proses penciptaan dan pengembangan
inovasi melalui kegiatan studi/ kajian yang dilakukan oleh mereka sendiri.
j. Membangun pengetahuan
Dengan prinsip ini petani beserta keluarganya didorong untuk menjadi manusia
pembelajar, baik secara perorangan maupun dalam kelompok/ organisasi dan
masyarakat
k. Kerjasama dan Koordinasi

11
Prinsip kerjasama dan koordinasi memberi landasan bahwa penyuluhan
partisipatif diselenggarakan atas dasar kerjasama dan koordinasi yang intensif
baik diantara peneliti. Penyuluh dan petani beserta keluarganya serta masyarakat
tani lainnya, maupun dengan pihak-pihak yang terkait. Kerjasama dan koordinasi
ini dilakukan perorangan maupun melalui kelembagaan, baik perusahaan swasta,
LSM. Perguruan tinggi, Lembaga-lembaga penelitian, dinas-dinas lingkup dan
luar sektor pertanian lainnya. BP3K, (2007:37).

2.5 Partisipasi
Partisipasi sering disinonimkan dengan peran serta atau keikutsertaan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, partisipasi adalah hal turut berperan serta
dalam suatu kegiatan. Menurut Davis dalam (Sastropoetro, 1988) mendefinisikan
partisipasi sebagai keterlibatan mental dan emosional seseorang dalam situasi
kelompok yang mendorong untuk bersedia memberikan sumbangan bagi
tercapainya tujuan atau cita-cita kelompok dan turut bertanggungjawab atas usaha-
usaha yang dilakukan bagi kelompoknya. Dalam pengertian partisipasi tersebut
terdapat 3 gagasan pokok yang penting dan harus ada yaitu:
1. Bahwa partisipasi itu sesungguhnya merupakan suatu keterlibatan mental dan
emosional, lebih dari semata-mata atau hanya keterlibatan jasmaniah atau fisik.
2. Kesediaan memberikan sumbangan kepada usaha untuk mencapai tujuan
kelompok, ini berarti bahwa terdapat rasa senang dan sukarela untuk
membantu kegiatan kelompok.
3. Tanggung jawab yang merupakan segi yang menonjol dari anggota karena
semua orang yang terlibat dalam suatu organisasi mengharapkan agar
kelompok itu tujuannya tercapai dengan baik.
Dengan demikian maka partisipasi tidak hanya melibatkan unsur fisik saja
tetapi lebih dari itu adalah keterlibatan psikis. Untuk dapat berpartisipasi
diperlukan keterlibatan total, karena partisipasi yang diperlukan tidak hanya
berorientasi vertikal atau hanya mau melakukan sesuatu kalau ada perintah dari
atasan, tetapi partisipasi yang bersifat aktif.
Soekanto (1982) mendefenisikan partisipasi sebagai suatu proses
identifikasi diri seseorang untuk menjadi peserta dalam suatu proses kegiatan

12
bersama dalam suatu situasi sosial tertentu. Sedangkan menurut Cohen dan Uphoff
(1977), partisipasi adalah keterlibatan aktif masyarakat dalam proses pengambilan
keputusan tentang apa yang akan dilakukan dan bagaimana cara kerjanya;
keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan program dan keputusan yang telah
ditetapkan melalui sumbangan sumberdaya atau bekerja sama dalam suatu
organisasi; keterlibatan masyarakat menikmati manfaat dari pembangunan serta
dalam evaluasi pelaksanaan program.
Raharjo (1983) memberikan pendapatnya bahwa berpartisipasi adalah
keikutsertaan suatu kelompok masyarakat dalam program-program pemerintah.
Program pemerintah merupakan program yang ditujukan kepada masyarakat desa.
Dalam kaitan ini maka masyarakat tidak hanya menerima saja tetapi dapat
membantu proses pelaksanaannya. Dalam berpartisipasi mengandung makna untuk
memberi kesempatan berperan serta memanfaatkan sumberdaya manusia dalam
usaha peningkatan pembangunan Sejalan dengan keikutsertaan seluruh anggota
masyarakat sebagai partisipan aktif, Sihombing (1980) mengemukakan bahwa
dalam konteks pembangunan, partisipasi bukan semata-mata “kebaikan hati” para
elit pengambil keputusan, akan tetapi partisipasi adalah hak dasar yang sah dari
umat manusia untuk turut serta merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan
pembangunan yang menjanjikan harapannya. Partisipasi erat hubungannya dengan
kegiatan pembangunan, namun tidak berarti bahwa partisipasi hanya sebatas
keikutsertaan masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan. Hal ini
sejalan dengan pendapat Swasono (1995) bahwa partisipasi tidaklah hanya tahap
pelaksanaan pembangunan saja, tetapi meliputi seluruh spektrum pembangunan
tersebut yang dimulai dari tahap menggagas rencana kegiatan hingga memberikan
umpan balik terhadap gagasan rencana yang telah dilaksanakan.
Pengertian partisipasi oleh banyak ahli diartikan sebagai peran serta
masyarakat dalam suatu kegiatan, yang bila dikaitkan dengan pembangunan, maka
akan merupakan upaya peran serta dalam pembangunan. Slamet (1990) dalam
Winarto (2003) mengatakan bahwa partisipasi masyarakat sangatlah mutlak demi
berhasilnya suatu program pembangunan. Dapat dikatakan bahwa tanpa adanya
partisipasi masyarakat maka setiap pembangunan akan kurang berhasil. Lebih

13
lanjut dijelaskan bahwa masyarakat yang berpartisipasi dalam kegiatan
pembangunan akan melalui suatu proses belajar. Oleh karena itu, masyarakat perlu
mengalami proses belajar untuk mengetahui kesempatan-kesempatan berpartisipasi
dalam proses pembangunan, dan seringkali kemampuan dan ketrampilan mereka
masih perlu ditingkatkan agar dapat memanfaatkan kesempatan -kesempatan
tersebut. Menurut Laode dalam (Winarto, 2003) menyatakan bahwa kesempatan,
kemampuan dan kemauan mutlak harus ada dalam keseimbangan. Apabilah salah
satu faktor tersebut tidak tercakup maka partisipasi tidak akan sempurna. Menurut
Goldsmith dan Blustain dalam (Winarto, 2003) masyarakat tergerak untuk
berpartisipasi jika (1) partisipasi dilakukan melalui organisasi yang sudah dikenal
atau yang sudah ada di tengah-tengah masyarakat yang bersangkutan, (2)
partisipasi itu memberikan manfaat langsung kepada masyarakat yang
bersangkutan, (3) manfaat yang diperoleh melalui partisipasi itu dapat memenuhi
kepentingan masyarakat setempat, dan (4) dalam proses partisipasi itu dijamin
adanya kontrol yang dilakukan oleh masyarakat.

2.6 Persepsi
Menurut Dyah (1983) Persepsi adalah suatu pandangan, pengertian dan
interpretasi seseorang mengenai sesuatu yang diinformasikan kepadanya. Berbeda
dengan Dyah, Vredentbergt dalam (Sattar, 1985) mengemukakan bahwa persepsi
berhubungan dengan keadaan jiwa seseorang, dimana persepsi adalah cara
seseorang mengalami obyek dan gejala -gejala melalui proses yang selektif.
Selanjutnya dikatakan dengan melalui proses yang selektif terhadap rangsangan
dari suatu obyek atau gejala tertentu, seseorang akan mempunyai suatu tanggapan
terhadap obyek atau gejala yang dialaminya. Sebagai proses, persepsi merupakan
proses membangun kesan dan membuat penilaian. Berkaitan dengan itu, menurut
Biran dalam (Sudrajat, 2003) persepsi merupakan proses psikologi yang
berlangsung pada diri kita sewaktu mengamati berbagai hal yang kita temui dalam
kehidupan sehari-hari.
Menurut Sudrajat (2003) persepsi merupakan produk atau hasil proses
psikologi yang dialami seseorang setelah menerima stimuli, yang mendorong
tumbuhnya motivasi untuk memberikan respon atau melakukan/tidak melakukan

14
sesuatu kegiatan. Rakhmat (1985) Berpendapat bahwa persepsi dapat berupa
kesan, penafsiran atau penilaian berdasarkan pengalaman yang diperoleh. Dalam
hubungan ini, persepsi merupakan hasil dari suatu proses pengambilan keputusan
tentang pemahaman seseorang kaitannya dengan suatu obyek, stimuli atau
individu yang lain. Kesan tentang stimuli tersebut dapat dipandang sebagai
pengalaman tentang obyek, peristiwa atau hubungan yang diperoleh dengan
menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.
Berbeda dengan Rahmat Gibson dan Donnely, (Thoha 1999), persepsi
pada hakikatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam
memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan,
pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penciuman.

2.7 Pestisida Nabati

Pada umumnya, pestisida nabati diartikan sebagai suatu pestisida yang


bahan dasarnya berasal dari tumbuhan. Menurut FAO (1988) pestisida nabati
dimasukkan ke dalam kelompok pestisida biokimia karena mengandung
biotoksin. Pestisida biokimia adalah bahan yang terjadi secara alami dapat
mengendalikan hama dengan mekanisme non toksik.
Secara evolusi, tumbuhan telah mengembangkan bahan kimia sebagai alat
pertahanan alami terhadap pengganggunya. Tumbuhan mengandung banyak
bahan kimia yang merupakan metabolit sekunder dan digunakan oleh tumbuhan
sebagai alat pertahanan dari serangan organisme pengganggu. Tumbuhan
sebenarnya kaya akan bahan bioaktif, walaupun hanya sekitar 10.000 jenis
produksi metabolit sekunder yang telah teridentifikasi, tetapi sesungguhnya
jumlah bahan kimia pada tumbuhan dapat melampaui 400.000. Grainge et al.,
1984 dalam Sastrosiswojo (2002), melaporkan ada 1800 jenis tanaman yang
mengandung pestisida nabati yang dapat digunakan untuk pengendalian hama. Di
Indonesia, sebenarnya sangat banyak jenis tumbuhan penghasil pestisida nabati,
dan diperkirakan ada sekitar 2400 jenis tanaman yang termasuk ke dalam 235
famili Kardinan, (1999). Menurut Morallo-Rijesus (1986) dalam Sastrosiswojo

15
(2002), jenis tanaman dari famili Asteraceae, Fabaceae dan Euphorbiaceae,
dilaporkan paling banyak mengandung bahan insektisida nabati.

16
BAB III
KERANGKA TEORITIS

3.1 Kerangka berpikir

Sektor pertanian memiliki multifungsi yang mencakup aspek produksi atau


ketahanan pangan, peningkatan kesejahteraan petani atau pengentasan
kemiskinan, dan menjaga kelestarian lingkungan hidup. Bagi Indonesia, nilai
fungsi pertanian tersebut perlu dipertimbangkan dalam penetapan kebijakan
struktur insentif sektor pertanian. Komitmen dukungan insentif melalui
pemahaman peran multifungsi pertanian perlu didefinisikan secara luas, bukan
saja insentif ekonomi (subsidi dan proteksi), tetapi juga dukungan pengembangan
sistem dan usaha agribisnis dalam arti luas.
Demikian penyuluhan pertanian seyogianya diharapkan dapat mengantar
petani Indonesia berproduksi secara mandiri (tanpa subsidi atau dengan subsidi
minimal) dan sekaligus membuat tingkat kesejahteraan petani meningkat dengan
lebih nyata dalam konteks pembangunan nasional untuk mendukung swasembada
pangan. Slamet (2003) berpandangan bahwa penyuluhan pertanian tidak lagi
hanya dilihat sebagai suatu delivery system bagi informasi dan teknologi
pertanian, tetapi harus dikembangkan menjadi sistem yang berfungsi menciptakan
pertanian sebagai suatu usaha tani yang menguntungkan bagi petani.
Penyuluhan pertanian dalam memilih suatu metode tergantung tujuan yang
akan dicapai dan situasi kerja. Beberapa metode penyuluhan digunakan untuk
membantu petani membentuk pendapat dan mengambil keputusan Van den ban
dan Hawkins, (2005). Kemudian Mengacu pada pendapat Srinivasan dalam
(Mardikanto, 1993). Bahwa dalam memilih suatu metode penyuluhan perlu
memperhatikan (1) pemecah masalah sebagai pusat kegiatan belajar. (2)
menstimulir kemampuan berpikir dan, (3) mengembangkan aktualisasi diri, dapat
berupa pengembangan kemampuan diri, pengembangan konsep diri, serta
pengembangan daya imajinasi yang kreatif.
Signifikan antara penggunaan metode penyuluhan dalam kegiatan
penyuluhan secara mutlak harus sesuai agar dapat memperbaiki dan

17
memperbaharui kegiatan penyuluhan yang dilakukan dan tujuan dari kegiatan
penyuluhan dapat tercapai.
Penyelenggaraan metode partisipatif yang telah dilaksanakan dimaksudkan
untuk meningkatkan partisipasi dan kemandirian dari petani untuk melaksanakan
kegiatan penyuluhan yang dikelola oleh petani dalam mengikuti penyuluhan
pembuatan pestisida nabati. Metode partisipatif yang digunakan ini
mengutamakan kepentingan serta aspirasi masyarakat petani dan keluarganya
dalam memperbaiki taraf hidup dan kesejahteraan mereka secara mandiri dan
berkelanjutan.
Dari kegiatan penyuluhan partisipatif tentang pembuatan pestisida nabati
akan dinilai Persepsi anggota kelompok tani apakah dipengaruhi oleh faktor
internal dan eksternal kemudian persepsi petani terhadap metode penyuluhan
partisipatif apakah negative atau positif.

18
Dari uraian diatas dapat digambarkan kerangka berpikir sebagai berikut:

Pembangunan Pembuatan
Pertanian Pestisida nabati

Kegiatan
Penyuluhan Pembuatan
pestisida nabati

Persepsi masyarakat
positif sehingga
metode partisipatif
Metode digunakan dalam
partisipatif setiap penyuluhan

Faktor internal dan


eksternal:
Umur Persepsi petani
Pendidikan terhadap Metode Negatif
Pengetahuan petani penyuluhan
Lama berusaha tani partisipatif
Interaksi sosial
Keunggulan Positif
Kesesuaian Metode

Gambar: Bagan kerangka berpikir

3.2 Hipotesis penelitian


Peryataan atau jawaban sementara atas masalah dalam penelitian yaitu
antara lain:
1. Persepsi masyarakat terhadap metode penyuluhan pertanian partisipatif
Ha :Persepsi masyarakat positif terhadap Metode Penyuluhan partisipatif

19
Ha :Persepsi masyarakat negatif terhadap Metode Penyuluhan partisipatif
2. Persepsi petani diduga tergantung pada situasi persepsi itu diberikan, yaitu
faktor internal dan eksternal yang ada dalam petani yang mengikuti kegiatan
metode penyuluhan pertanian partisipatif pada waktu itu.
Ha : Terdapat hubungan antara persepsi petani dengan faktor-faktor eksternal
dan internal

BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Waktu Dan Tempat Penelitian


Penelitian ini akan di laksanakan di Desa Rafae, Kecamatan Raimanuk
Kabupaten Belu. Kegiatan penelitian akan di laksanakan pada bulan April 2017

20
4.2 Obyek penelitian

Obyek penelitian adalah petani yang tergabung dalam kelompok tani Kenu
Bersatu mengikuti penyuluhan pertanian pembuatan pestisida nabati
menggunakan Metode Partisipatif.

4.3 Sumber data penelitian


Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer dan data
sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari objek penelitian
dan pengamatan langsung. Data tersebut diperoleh dengan cara wawancara
langsung dengan responden melalui kuisioner yang telah disiapkan.
Data sekunder adalah data hasil pengumpulan dari monografi Desa Botof
dan bahan bacaan berupa documen yang diperoleh dari instansi lain.

4.4 Teknik Pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian yaitu dengan


menggunakan teknik sebagai berikut:
1. Metode Observasi
Metode observasi yaitu studi yang sistematis tentang gejala sosial yang psikis
dengan jalan pengamatan atau pencatatan kerja dan kejadian yang ada hubungan
yang diteliti.
2. Metode Wawancara
Metode wawancara adalah suatu tenik yang digunakan untuk mengumpulkan data
yang secara langsung dari informan melalui Tanya jawab. Wawancara adalah
suatu percakapan tentang hal yang diteliti dengan para informan secara langsung,
berdasarkan pedoman wawancara yang disiapkan oleh para peneliti.
3. Angket / kuesioner
Metode angket atau kuisioner adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan kepada
responden atau petani yang dijadikan responden untuk dijawabnya.

4.5 Teknik Pemilihan Sampel

21
Penentuan sample dalam penelitian ini dilakukan secara non probability
sampling. Pada penelitian ini penentuan sampel diambil dari setiap anggtoa
kelompok tani Kenu Bersatu yang mengikuti kegiatan.

4.6 Variabel Penelitian/Indikator penelitian

Variabel yang diamati adalah persepsi petani terhadap metode penyuluhan


pertanian partisipatif dan diukur menggunakan 2 indikator
1. Pengetahuan setelah mengikuti penyuluhan partisipatif yang meliputi
aspek: Tahu, memahami

4.7 Metode Analisis Data

4.7.1 Analisis persepsi petani tentang metode penyuluhan partisipatif

Persepsi petani terhadap metode penyuluhan pertanian partisipatif


dianalisis menggunakan rumus skoring menurut anzwar (2012) dengan langkah
penyelesaiaan sebagai berikut
- Perhitungan nilai skor tiap komponen yang diteliti, dengan cara mengalihkan
frekuensi data dengan nilai bobotnya.
- Perhitungan skor tertinggi dan terendah dengan memperhatikan jumlah sampel,
jumlah indikator atau jumlah pertanyaan, dan bobot nilai tertinggi dan
terendah, sehingga digunakan rumus:
a. Skor terendah= bobot tertinggi  X jumlah kriteria atau pertanyaan X jumlah
sampel
b. Skor tertinggi = bobot tertinggi X  jumlah kriteria atau pertanyaan X jumlah
sampel
- Perhitungan rentang skala untuk setiap kriteria dengan menggunakan rumus
Skor tertinggi – skor terendah
Skala=
Jumlah kriteria

- Perhitungan nilai setiap indikator, dengan menggunakan rumus

Nilai total= Skor x frekuensi


- Perhitungan nilai rerata skor tiap indikator, dengan menggunaka rumus:

22
Total nilai
Nilai rerata skor indikator =
Jumlah sampel

- Perhitungan nilai rerata skor, dengan rumus:

Rerata skor indikator 1+……+ rerata skor indikator


Rerata skor =
Jumlah indikator

- Penyusunan distribusi kriteria kategori untuk skor variable karakteristik inovasi


petani dalam mengadopsi teknologi Minyak kelapa murni (VCO).
Tabel 1. Acuan Tingkat Penerapan teknologi.
kategori Skor
Skor

0≤ s ≤ 55
Tidak setuju
77≤ s ≤ 100
Setuju

4.7.2 Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi masyarakat

Untuk mengetahui faktor yang paling berpengaruh pada persepsi petani


menggunakan rumus Persentase (Sujana, 2001).

f
P= x 100 %
n

Dimana : P : Persentase
f : Frekuensi
n : Jumlah responden
100% : Bilangan tetap

23
DAFTAR PUSTAKA

Alim, S. (2010). Bahan Ajar Penyuluhan Pertanian. Jatinangor: Universitas


Padjajaran.
Astuti, Irtani Retno dan Darsono.2012. ”Pengaruh Faktor Keuangan Dan
NonKeuangan Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern’’.Diponegoro
Journal Of Accounting,vol. 1 No.2:1-10.
Departemen pertanian. 2000. Pedoman Umum Proyek Ketahanan Pangan. Jakarta.
Gibso, Ivancevich, Donnely, 1996, Alih bahasa adriani nunuk.Organisasi, perilaku
struktur, proses jilid 1. Bina Rupa Aksara Jakarta.
[Kementan] Kementerian Pertanian RI. 2009. Rancangan Rencana
StrategisKementerian Pertanian Tahun 2010-2014, Kementerian Pertanian RI.
Knowles, malcolm S. (1970).The modern practice of adult education: Andragogy
versus Pedagogy. New york. Association Press.

24
Mardikanto, (1993), Penyuluhan Pembangunan Pertanian, Sebelas Maret
University Press, Surakarta.
Nana sudjana, 2005, Penilaian hasil proses belajar mengajar, Bandung: PT. remaja
rosdikarya.
Padmanagara, Salmon, 1980, “Etika Penyuluhan Pertanian” Makalah disajikan
dalam Kongres Perhiptani ke I di Subang, 4-6 Juli 1987.
Padmanagera, S. 1980. dalam Gunardi (ed). 1980. Kumpulan Bahan Bacaan
Dasar-dasar Penyuluhan Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Rozelle, S. and J. Swinnen. 2009. Political Economy of Agricultural Distortions in
Transition Countries of Asia and Europe. Agricultural Distortions Working
Paper 82. World Bank. www.worldbank.org/agdistortions.
Setiana. L.2005. Teknik penyuluhan dan pemberdayaan masyarakat. Bogor.
Ghalia Indonesia
Singh, J. dan Singh, R. (2009). Optimization and Formulation of Orodispersible
Tablets of Meloxicam. Tropical Journal of Pharmacetical Reseach. 8(2): 153-159
Sastraatmadja E, T. 1993. Penyuluh Pertanian, Falsafah, Masalah, dan Strategi.
Alumni, Bandung.
Slamet, Achmad Dr. H., 2003. Analisis Laporan Keuangan. Semarang: Ekonomi-
Unnes.
Swanson, B.E. and R. Rajalahti. 2010. Strengthe-ning Agricultural Extension and
Advisory Systems: Procedures for Assessing, Trans-forming, and Evaluating
Extension Systems. Agriculture and Rural Development Discus-sion Paper 44.
The International Bank for Reconstruction and Development/The World Bank.
Washington.
Thoha M. 1999. Perilaku Organisasi (KonsepDasar dan Aplikasi). Rajawali
Press. Jakarta. Halaman 366
Van Den Ban dan Hawkins, 1999, Penyuluhan Pertanian, Kanisius, Jogjakarta.
Walpole, Ronald E.; “Pengantar Statistika“, edisi ke-3, Penerbit PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta, 1995.

25
26

Anda mungkin juga menyukai