Anda di halaman 1dari 16

Irda Misraini, Perspektif Islam tentangKekesaran Suami terhadap Isteri

PERSPEKTIF ISLAM TENTANG KEKERASAN


SUAMI TERHADAP ISTERI

Irda Misraini
Dosen Fakultas Syarian UIN Suska Riau
Email: irdamisraini@yahoo.co.id

Abstract: Violence committed against the husband and wife both physically and psychologically is
very difficult to disclose, because the data does not exist, and the problem is considered a private
matter. But for example, in the case of nusyuz or wife against husband, there is a religious
legitimacy (Alquran 4:34), for a husband to beat his wife on the grounds of disobedience wife. So
widespread belief among Muslims arise, that the husband the right to beat his wife. When traced
the context of the verse then beating is the last alternative for a husband whose wife nusyuz after
mau'izah (give good advice and separate beds.) In fact, the concept of violence in the form of
beatings should be avoided and not to be carried out because the Prophet Muhammad as a role
model Muslims never do the beating of his wife.

Keywords: Islamic Law, violance, husband and wife

Abstrak: Kekerasan suami terhadap istri baik fisik maupun psikis ini adalah hal yang sangat sulit
diungkap, karena datanya tidak ada, dan persoalannya dianggap sebagai urasan private. Tetapi misalnya,
dalam kasus nusyuz atau istri yang melawan terhadap suami, ada legitimasi keagamaan (Q.S. 4:34), bagi
suami untuk memukul istrinya dengan alasan istri durhaka. Sehingga secara luas dikalangan umat Islam
lahir keyakinan, bahwa suami berhak memukul istrinya. Bila ditelusuri konteks ayat maka pemukulan
merupakan alternatif terakhir bagi suami yang isterinya nusyuz setelah mau‟izah (memberikan nasehat
yang baik dan pisah di ranjang. Bahkan konsep kekerasan berupa pemukulan harus dihindari dan bukan
untuk dilaksanakan karena Nabi SAW sebagai panutan umat Islam tidak pernah satu kali pun melakukan
pemukulan terhadap istrinya.

Kata kunci: Hukum Islam, Kekerasan, Suami Istri

PENDAHULUAN
kanak-kanak, kekerasan atau penyiksaan
Sangat ironis sekali sampai saat ini terhadap anak, kekerasan suami terhadap
berbagai bentuk kekerasan terhadap istri mewujud dalam bentuk perkosaan
perempuan masih dijumpai di mana-mana; dalam perkawinan, pengrusakan alat
dalam lingkungan sosial, di lingkungan kelamin perempuan, pemukulan terhadap
kerja, di dalam rumah tangga. Dalam istri oleh suami dan lain sebagainya.
masyarakat luas, beberapa tindakan yang Kekerasan suami terhadap istri baik
bisa disebut kekerasan berupa perkosaan, fisik maupun psikis ini adalah hal yang
penyalahgunaan seksual, pelecehan dan sangat sulit diungkap, karena datanya sulit
ancaman seksual. didapat, dan persoalannya dianggap sebagai
Dalam rumah tangga tindakan urasan private. Tetapi misalnya, dalam kasus
kekerasan yang dijumpai dalam bentuk, nusyuz atau istri yang melawan terhadap
penyalahgunaan seksual atas perempuan suami, ada legitimasi keagamaan (Q.S. 4:34),
113
marwah, Vol. XIV No. 1 Juni Th. 2015

bagi suami untuk memukul istrinya dengan Syariat Islam adalah risalah terkhir yang
alasan istri durhaka. Sehingga secara luas diturunkan kepada umat Nabi Muhammad
dikalangan umat Islam lahir keyakinan, SAW. Untuk itu harus mempunyai prinsip-
bahwa suami berhak memukul istrinya. prinsip yang istimewa sehingga bisa
Dikuatkan oleh hadis-hadis yang diterapkan sepanjang masa dan mampu
menganjurkan seorang istri taat pada menyelesaikan problematika kehidupan
suaminya, bahkan ada hadis yang manusia, kapan dan di mana saja mereka
mensinyalir: ―Wanita yang durhaka kepada berada, dengan solusi yang adil. Adapun
suaminya, maka ia mendapat kutukan Allah, prinsip-prinsip Syari‘at Islam adalah:
para malaikat, dan seluruh manusia‖1 1. Mengangkat kesulitan.2 Allah SWT dalam
Berangkat dari pemikiran yang menetapkan hukumnya senantiasa
demikian penulis ingin menelusuri lebih jauh memperhatikan kemampuan manusia
bagaiman pandangan Hukum Islam tentang dalam melaksanakannya, dengan
kekerasan suami terhadap istri. Benarkah memberikan kelonggaran kepada manusia
hukum Islam yang datang sebagai rahmat untuk menerima ketetapan hukum
bagi umat manusia yang mengangkat dengan kesanggupan yang dimiliki oleh
derajat kaum wanita, akan merendahkan menusia sebagai objek dan sabjek
wanita dihadapan seorang laki-laki (suami) pelaksana hukum-hukum itu. Secara
yang menjadi patner dalam kehidupan mutlak prinsip ini ditegaskan misalnya
berumah tangga? Dalam pembahasan berikut dalam surat al-Baqarah ayat 286 yang
akan dimulai dari prinsip-prinsip hukum berbunyi :
Islam, Pola hubungan suami istri dalam ‫ال ٌكهف هللا وا ب اال َهاٍب‬....
“…Allah tidak membebani seseorang
Islam, Kekerasan pisik dan seksual
sesuai dengan kemampuannnya…..‖
selanjutnya kekerasan psikis menurut (Q.S. al- Baqararah : 286)
syari‘at Islam, dan akan diakhiri dengan
2. Memperhatikan kemashlahatan seluruh
kesimpulan.
manusia. Al-Qur‘an diturunkan sebagai
rahmatan lil „alamin dan Rasulullah SAW
PEMBAHASAN
pun diutus untuk seluruh manusia serta
Prinsip-prinsip Hukum Islam
hukum syari‘at diperuntukkan pada
kepentingan dan perbaikan kehidupan
Sebelum masuk pada pembahasan
manusia, baik jiwa, akal, keturunan,
yang lebih rinci tentang pandangan hukum
agama maupun pengelolaan harta
Islam terhadap kekerasan suami pada istri,
bendanya.3
penulis mengemukakan terlebih dahulu
3. Persamaan dan keadilan. Dalam
prinsip-prinsip Hukum Islam secara umum.
pelaksanaan syari‘at Islam selalu
Irda Misraini, Perspektif Islam tentangKekesaran Suami terhadap Isteri

menyamaratakan manusia, tidak Pola hubungan suami-isteri diatur


membedakan antara satu bangsa dengan dalam beberapa surat dalam al-Qur‘an antara
bangsa lainnya, antara individu dengan lain:6 al-Qur‘an surat al-A‟raf ayat 189:
individu lainnya. Syari‘at Islam
       
menyamaratakan antara sesama umat
        
manusia dan antara mereka dengan umat
lainnya berdasarkan prinsip persamaan          
dan keadilan yang ditetapkan oleh nash.4
   
4. Syari‘at Islam menghubungkan antara
“Dialah yang menciptakan kamu dari
orisinalitas dan elastisitas. Syari‘at Islam
diri yang satu dan dari padanya dia menciptakan
pada persoalan tauhid dan persoalan
isterinya, agar dia merasa senang kepadanya.
pokok bersifat tetap, namun dalam
Maka setelah dicampurinya, isterinya itu
persoalan kemasyarakatan bersifat elastis.
mengandung kandungan yang ringan, dan
Dengan elastisitas inilah syari‘at Islam
teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu).
mampu diaplikasikan kapan dan di mana Kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya
saja.5 (suami-isteri) bermohon kepada Allah, Tuhannya
seraya berkata: "Sesungguhnya jika Engkau
Di antara tujuan syari‘at Islam adalah memberi kami anak yang saleh, tentulah kami
merealisir mashlahat dan keadilan bagi termasuk orang-orang yang bersyukur".7
seluruh manusia. Untuk itu, Islam
memberikan hak-hak dan kewajiban yang Dalam ayat di atas begitu indah Allah

sama kepada laki-laki dan perempuan, SWT. menggambarkan bahwa pasangan

kecuali beberapa hal yang khusus bagi suami-isteri sebagai penyatuan kembali

perempuan atau bagi laki-laki karena ada pada bentuk asal kemanusiaan yang

dalil-dalil syara‘ dan untuk kepentingan hakiki, yakni nafsin wahidah (diri yang satu).

mereka semua. Dapat dinyatakan Islam Allah SWT menggunakan istilah nafsin

sebagai agama yang mewujudkan wahidah karena dengan istilah ini ingin

kemashlahatan dan keadilan, mustahil ditunjukkan bahwa pernikahan pada

melanggar prinsip-prinsip yang hakikatnya adalah reunifikasi antara

ditetapkannya dengan merendahkan satu laki-laki dan perempuan pada tingkat

jenis dengan jenis lainnya. praksis, setelah didahului dengan reunifikasi


pada tingkat hakikat, yakni berupa kesamaan

Pola Hubungan Suami Isteri asal-usul kejadian umat manusia dari diri
yang satu, sebagai mana tergambar dalam

115
marwah, Vol. XIV No. 1 Juni Th. 2015

al-Qur‘an Surat al-Nisa‘ ayat 1 yang kita sesungguhnya adalah diri kita. Hal ini
berbunyi: bertujuan untuk mencapai atau
mendapatkan kehidupan sakinah, mawadah wa
      
rahmah, (ketentraman, cinta dan kasih
       
sayang). Merugikan pasangan berarti
         merugikan diri sendiri. Menyakiti pasangan
berarti menyakiti diri sendiri. Sebaliknya
     
memberikan kebahagian pada pasangan
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada
berarti memberikan kebahagian pada diri
Tuhan-mu yang Telah menciptakan kamu dari
sendiri, karena pasangan kita adalah diri kita.
seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan
Dalam ayat lain Allah menjelaskan
isterinya; dan dari pada keduanya Allah
al-Qur‘an surat al-Nisa‟ ayat 19 yang
memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan berbunyi:
yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang
..... ‫َعب ششٌَه ببنماشَف‬.…
dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu
saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) “….dan bergaullah dengan mereka
dengan cara yang ma‟ruf…”(Q.S. al-Nisa‘ : 19)
hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah
selalu menjaga dan Mengawasi kamu.8 Ayat ini memberikan pengertian
bahwa Allah SWT. menghendaki perkawinan
Sementara itu pada saat yang lain, dan hubungan suami-isteri berjalan dalam
yakni dalam al-Qur‘an surat al-Rum ayat 21 pola interaksi yang harmonis, suasana
Allah menyebutkan: keseimbangan antara hak dan kewajiban.

       Dengan kata lain, dinyatakan bahwa
mu‟asyarah bil ma‟ruf, sakinah mawadah wa
     
rahmah dan keseimbangan hak dan
        kewajiban merupakan landasan moral yang
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan- harus dijalankan dan dijadikan acuan dalam
Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri semua hal yang menyangkut hubungan
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan suami-isteri.
merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di Kedekatan hubungan suami dengan
antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya isteri, di dalam Al-Qur‘an diungkapkan juga
pada yang demikian itu benar-benar terdapat dengan beberapa istilah dan perumpaan yang
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. 9
lain. Salah sebuah daripadanya kita temukan
dalam al-Baqarah ayat 187:
Pada ayat di atas Allah mengatakan
Dia telah menciptakan untukmu isteri-isteri ……         ……

dari diri kamu. Maknanya adalah pasangan


Irda Misraini, Perspektif Islam tentangKekesaran Suami terhadap Isteri

“Mereka isteri-isterimu adalah pakaian pendingin suasana, maka jangan


bagimu,dan kamu pun adalah pakaian bagi menjadi sebaliknya, disaat pasangan
mereka”.10 sedang emosi, malah ditambahi dan
dibuat emosinya, dibakar emosinya
Ayat di atas mengungkapkan bahwa
menjadi jadilah kobaran apinya.
pasangan suami-isteri bagaikan badan dan
2. Pakaian sebagai penutup aurat, aurat
pakaian. Saling melengkapi dan
adalah yang menyebabkan kita malu bila
membutuhkan. Menurut Quraish Shihab,
dilihat atau diketahui yang lain. Seseorang
betapapun hebatnya seseorang, ia pasti
akan sangat malu, bila aurat aibnya
memiliki kelemahan, dan betapapun
disebarkan kelemahannya, oleh karena itu
lemahnya seseorang, pasti ada juga unsur
menutup aurat/aib orang termasuk
kekuatannya, suami-isteri juga begitu,
akhlak terpuji (mahmudah) dan membuka
sehingga mereka harus berusaha untuk
aib orang tergolong akhlak
saling melengkapi tidak hanya itu, ayat ini
madzmumah/tercela.
juga memerintahkan suami-isteri yang
3. Pakaian sebagai penghias tubuh,
masing-masing punya kekurangan harus
dengan pakaian yang kita pakai,tubuh
dapat berfungsi menutupi kekurangan
yang sudah indah diciptakan Allah SWT
pasangannya, sebagai mana pakaian
(fi ahsani taqwim) akan bertambah cantik,
penutup aurat (kekurangan) pemakainya.11
bertambah ganteng. Al-Quran mengajari
Mengapa Al-Quran membuat kiasan
para isteri agar berfungsi melengkapi
yang sangat indah tentang suami-isteri
kekurangan suaminya dan sebaliknya.
dengan istilah ―pakaian‖? tentu, ada pesan
Inilah filosofi ‖pakaian‖ yang Allah
moral yang ingin disampaikan kepada
pergunakan dalam menggambarkan
suami-isteri antara lain:
hubungan suami-isteri .12
1. Pakaian sebagai penghangat, suami
Ayat-ayat ini memberikan pengertian
isteri yang baik hendaknya berfungsi
bahwa Tuhan menghendaki perkawinan dan
sebagai penghangat dan pendingin bagi
hubungan suami-isteri berjalan dalam pola
pasangannya dalam kehidupan berumah
interaksi yang harmonis, suasana hati yang
tangga ada kalanya datang sangat dingin
damai, serta keseimbangan hak dan
tidak bergairah, bahkan cenderung
kewajiban.
frustasi, maka diperlukan suplemen
Pada tataran implementasi perintah
penambah gairah, penghangat suasana.
al-Qur‘an ini telah dipraktekkan oleh Nabi
Namun, disaat yang lain ada kalanya
Muhammad SAW. disinyalir dalam sebuah
datang suasana panas, gairah dan emosi
hadis, Aisyah r.a menjelaskan perilaku
maka dibutuhkan pemadam emosi dan
simpatik Nabi Muhammad SAW. ketika

117
marwah, Vol. XIV No. 1 Juni Th. 2015

sedang bersama isterinya di rumah. Aisyah adalah sebaik-baik kalian terhadap


keluargaku.” (HR. Ibn Majjah)
menuturkan:
‫ مب كبن انىبئ صهئ عهًٍ َههم‬: ً‫ هبنج عبئش‬: ‫عه االهُد قبل‬ Demikianlah sedikit ilustrasi tentang
‫ كبن ٌكُن فئ مٍىت اٌهً – حاىً خذ مت‬: ‫ٌصىع فئ بٍخً ؟ قبنج‬
13
‫اٌهً – فبرا حضشث انصال ة خشج انى انصالة‬ hubungan suami-isteri yang dilakukan Nabi
SAW. Dengan setting budaya Arab yang
―Dari Aswad berkata : Saya bertanya kepada
sangat patriakhis, apa yang dilakukan dan
Aisyah r.a. Apa yang dilakukan Nabi SAW di
disarankan Nabi SAW adalah sesuatu yang
rumahnya?”, Aisyah menjawab “Beliau
cukup aneh pada masa itu. Tergambar dalam
berada dalam tugas keluarganya (isterinya )-
kehidupan dengan bersikap dan bertindak
yakni membantu pekerjaan isterinya- sampai
di atas prinsip mu‟asyarah bil ma‟ruf dan
ketika tiba waktu sholat beliau keluar untuk
sakinah, mawaddah wa rahmah, dan
sholat.” (H.R. Bukhari)
keseimbangan hak dan kewajiban, Rasulullah

Dalam riwayat Ahmad, Aisyah telah membuktikan bahwa dengan hubungan


merinci pekerjaan Nabi SAW ketika di yang baik dan cara pandang yang positif
rumah. Beliau menjahit baju, sandal, sebuah keluarga akan mendapat kehidupan
memerah susu kambing, melayani dirinya dicita-citakan.
sendiri serta melakukan pekerjaan rumah Quraish Shihab sebagai mana
yang umumnya dilakukan perempuan.14 Dari dikutip dalam buku Wajah Baru Relasi

hadis-hadis ini dapat dijadikan motivasi Suami-Isteri, menyatakan bahwa akad nikah

untuk para suami agar bersikap rendah hati, adalah penyerahan kewajiban-kewajiban

tidak arogan dan mau membantu pekerjaan perkawinan, sekaligus penerimaan di antara
isteri/keluarga, sebab Nabi Muhammad mereka selaku suami-isteri untuk hidup
SAW sebagai pemimpin besar tidak ragu- bersama selaku pasangan dan mitra yang
ragu mengerjakan tugas-tugas domestik yang berdampingan, menyatu dan terhimpun
sering dijadikan sebagai pekerjaan dalam suka dan duka.16
perempuan. Bahkan dalam hadis lain Nabi Begitu pula menurut Tolhah Hasan,

SAW mengungkapkan suami ideal adalah hubungan suami-isteri dalam rumah tangga

yang bersikap paling baik pada isteri dan muslim bukanlah hubungan dominasi antara
keluarganya. Sebagai mana bunyi hadis satu pihak terhadap pihak yang lainnya,
berikut ini: tetapi hubungan yang harmonis dan saling
menghormati. Dalam hal pergaulan suami-
ًٍ‫ قبل سهُل هللا عه‬: ‫عه ابه عبب س سضً هللا عىٍب‬
15 isteri, tidak hanya isteri yang dituntut untuk
ً‫ َاوب خٍشكم الٌه‬,ً‫ خٍشكم الٌه‬: ‫َههم‬
tidak berkhianat kepada suami. Seorang
“Dari Ibn Abbas r.a. Rasulullah SAW
bersabda : “Sebaik-baik kalian adalah yang suami pun wajib mempergauli isterinya
paling baik terhadap keluarganya, dan aku secara baik dengan cara bersikap
Irda Misraini, Perspektif Islam tentangKekesaran Suami terhadap Isteri

lembut terhadapnya dan tidak menyakiti hubungan suami-isteri agar


hatinya dan melakukan segala hal yang menggembirakan, mencerahkan dan
mendatangkan rasa tentram, cinta dan membahagiakan, dalam upaya mencapai
damai.17 hakikat kemanusiaan dan kesempurnaan
Bardasarkan kajian terhadap al- hidup, maka harus dibina atas dasar iman
Qur‘an dan al-Sunnah sebagai mana yang tulus kepada Allah, serta kesetiaan,
diungkapkan oleh Khoiruddin Nasution kasih sayang, saling pengertian,
terdapat minimal 5 prinsip perkawinan musyawarah, dan keterbukaan di antara
menyangkut pula di dalamnya adalah mereka berdua. Hubungan suami-isteri
mengenai relasi suami- isteri, yaitu: pertama, tidak dapat dibina dan ditegakkan di atas
prinsip musyawarah, kedua, prinsip dasar pemaksaan kehendak, pengekangan
terwujudnya rasa aman, nyaman dan dan eksploitasi, ataupun penipuan,
tentram, ketiga, prinsip anti kekerasan, kepalsuan dan kepura-puraan.
keempat, prinsip bahwa relasi suami-isteri
Kekerasan Fisik dan Seksual
adalah sebagai patner, kelima, prinsip
keadilan.18 Kekerasan adalah suatu serangan
Dalam perundang-undangan atau invasi terhadap fisik maupun integritas
perkawinan Indonesia juga dapat mental psikologis seseorang.24 Kekerasan
diketemukan beberapa prinsip dasar terhadap sesama manusia ini sumbernya
menyangkut relasi suami-isteri; Pertama, bermacam-macam, namun salah satu
prinsip kebersamaan, dalam arti keduanya kekerasan terhadap jenis kelamin tertentu
sama-sama berkewajiban dalam disebabkan oleh anggapan gender. Salah satu
menegakkan rumah tangga.19 Kedua, kekerasan gender adalah kekerasan suami
prinsip musyawarah dalam menyelesaikan terhadap istri berupa, pemukulan terhadap
persoalan rumah tangga.20 Ketiga, keduanya isteri oleh suami, perkosaan dalam
berkedudukan secara seimbang dalam perkawinan dan lain-lain.
kehidupan rumah tangga dan pergaulan Banyak literatur Islam menyatakan
dalam masyarakat21 Keempat, mempunyai bahwa memukul isteri yang nusyuz
hak sama di pan hukum.22 Kelima, prinsip (durhaka) terhadap suami ada legitimasi
saling cinta, hormat-menghormati dan saling keagamaan. Bahwa ada yang berpendapat
membantu.23 memukul isteri yang nusyuz dianjurkan al-
Dapat disimpulkan dari Qur‘an dalam rangka memberikan pelajaran
pemahaman ayat-ayat dan hadis di atas (dan pada mereka . Pendapat ini didasarkan pada
ayat-ayat lain yang semakna) serta ketentuan firman Allah dalam al-Qur‘an surat al-Nisa
UU yang berlaku di Indonesia bahwa ayat 34 yang berbunyi :

119
marwah, Vol. XIV No. 1 Juni Th. 2015

dirinya, hak-hak suami dan rumah tangga


‫َانخً حخبفُن وشُصٌه َاٌجشٌَه فً انمضبجع‬.…
‫ فبن اطاىكم فال حبغُا عهٍٍه هبٍال ان هللا كبن عهٍب‬,‫َاضشبٌُه‬ ketika suami tidak berada di tempat.25
‫كبٍشن‬ Dalam rangka menghadapi istri yang

―Para isteri yang kamu khawatirkan nusyuz seperti inilah Allah memberikan

nusyuznya maka nasehatilah mereka dan petunjuk dengan cara fa‟izhuhunna (maka

pisahkan mereka di tempat tidur mereka berikanlah mereka nasehat yang baik), ayat

dan pukullah mereka, kemudian jika ini memberikan isyarat bahwa suami

mereka mentaatimu maka janganlah mempunyai kewajiban untuk memberikan


kamu mencari-cari jalan untuk nasehat pada saat yang tepat dengan kata-
menyusahkannya sesungguhnya Allah kata yang menyentuh, tidak menimbulkan
Maha tinggi Lagi Maha Besar” kejengkelan. Selanjutnya bila isteri belum
(Q.S.4.34) juga menampakkan perubahan dari tingkah
lakunya yang kurang baik, tahap berikutnya
Sepintas ayat ini membolehkan
suami dianjurkan untuk wahjuruhunna fi al-
pemukulan terhadap isteri sehingga secara
madhaji‟ (tinggalkan mereka di tempat
luas dikalangan umat Islam lahir keyakinan,
pembaringan) ayat ini menunjukkan bahwa
bahwa suami berhak memukul isterinya.
perintah pada suami untuk meninggalkan
Namun pandangan ini bisa saja muncul bila
isteri di tempat tidur didorong oleh rasa
hanya dilihat apa yang tersurat dari akhir
tidak senang pada kelakuannya. Jadi suami
ayat. Bila ditelusuri konteks ayat maka
tidak meninggalkan mereka di rumah
pemukulan merupakan alternatif terakhir
bahkan juga di kamar. Pemahaman ini
bagi suami yang isterinya nusyuz setelah
karena ayat tersebut menggunakan kata fi
mau‟izah (memberikan nasehat yang baik dan
yang berarti di tempat tidur, bukan kata min
pisah di ranjang.
yang berarti dari tempat tidur, yang
Pengertian nusyuz perlu dilihat secara
mempunyai makna meninggalkan dari tempat
kontekstual yaitu istri yang tidak shaleh.
tidur.26
Menurut ayat istri yang shaleh adalah yang
Jika demikian halnya suami
taat kepada Allah SWT, dan kepada
hendaknya jangan meninggalkan rumah,
suaminya, dengan cara memelihara dirinya,
bahkan tidak meninggalkan kamar, tempat
hak-hak suami dan rumah tangga ketika
biasanya suami isteri tidur. Kejauhan dari
suaminya tidak ada di tempat. Dengan
pasangan yang sedang dilanda
demikian istri nusyuz artinya ialah tindakan
kesalahpahaman dapat memperlebar jurang
istri yang tidak mencerminkan keshalehan
perselisihan. Perselisihan hendaknya tidak
kepada Allah SWT dan kepatuhan terhadap
diketahui oleh orang lain, bahkan anak-anak
suami dengan tindakan tidak menjaga
dan anggota keluarga di rumah sekalipun.
Irda Misraini, Perspektif Islam tentangKekesaran Suami terhadap Isteri

Karena semakin banyak yang mengetahui isterinya nusyuz tidak boleh dipahami
semakin sulit memperbaiki. Kalaupun sebagai anjuran untuk berbuat kekerasan
kemudian ada keinginan untuk meluruskan terhadap istri, sebab dalam ayat yang sama
benang kusut, boleh jadi harga diri dikemukakan cara yang lebih utama dan
dihadapan mereka yang mengetahuinya efektif ketimbangan pemukulan itu sendiri
akan menjadi aral penghalang. yaitu mau‟izah dan meninggalkan di-
Langkah terakhir bagi suami jika tempat tidur.
isteri belum merubah tingkah lakunya, Semangat menghindari pemukulan
adalah wadhribuhunna (pukullah mereka). semakin jelas ketika kita menelaah hadis
Kata wadhribuhunna terambil dari lafal Nabi Muhammad SAW, Rasulullah secara
dharaba,yang mempunyai banyak arti, di terus terang menganjurkan meninggalkan
antara arti bahasanya adalah memukul.27 ditempat tidur saja kepada suami yang
Ketika menggunakan dalam arti memukul, melihat tanda nusyuz pada isterinya
tidak selalu dipahami dalam arti menyakiti (H.R. Abu Daud),31 sebaliknya, cara ketiga
atau melakukan tindakan keras dan kasar.28 yakni pemukulan, banyak hadis yang
Hal ini dijelaskan oleh hadis Nabi SAW yang memberikan batasan-batasan sehingga bisa
berbunyi: dikatakan hampir tidak ada celah untuk
membenarkan pemukulan isteri oleh suami.
ً‫الٌجهذ احذكم امشاحً جهذ االمت َناهً ان ٌضبجاٍب مه اخشٌُم‬
)ً‫(سَاي ابه مبج‬ Dari berbagai hadis yang
disampaikan Rasul SAW, menjadi dalil yang
―Janganlah salah seorang di antara
kuat bahwa pada hakekatnya Islam tidak
kalian memukul istrinya seperti budak,
menghendaki terjadinya pemukulan isteri
lalu malam harinya ia tiduri.”(HR. Ibn
oleh suami. Dalam ucapan, nasehat dan
Majah)29
perilaku hidup Nabi SAW sebagai panutan
Dan dikuatkan oleh Hadis lain yang
berbunyi : umat tidak pernah menganjurkan apalagi
‫مبضشة سهُل هللا صهً عهًٍ َههم خبد مبنً َالامشاة َال‬ melakukan pemukulan terhadap isteri.
‫ضشة بٍذي شٍئب‬
)ً‫(سَاي ابه مبج‬ Jika kita sepakat hadis berfungsi
sebagai penjelas al-Qur‘an, maka kita pun
“Rasulullah SAW tidak pernah
memukul pembantunya, istrinya, dan bisa mengatakan bahwa sekalipun ada

tidak pernah memukul apapun dengan redaksi wadhribuhunna dalam al-Qur‘an

tangannya‖30 namun itu bukan untuk dilakukan melainkan


untuk dihindari dan ditinggalkan
Kalau demikian halnya, pernyataan sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi
al-Qur‘an yang menjadikan pemukulan SAW.
sebagai alternatif terakhir bagi suami yang

121
marwah, Vol. XIV No. 1 Juni Th. 2015

Kekerasan Psikis akan mengambil kembali dengan jalan tuduhan


dusta dan dengan menanggung dosa yang
Bentuk kekerasan psikis yang
nyata”. (Q.S. al-Nisa‘:20)
dijelaskan oleh al-Qur‘an adalah adhal.
Adhal secara harfiah berarti menekan,
Ibn Abbas r.a. menjelaskan beberapa
mempersempit, mencegah dan menghalang-
bentuk adhal terhadap perempuan yang
halangi kehendak orang lain.32
berlaku dalam tradisi Arab Jahiliyah pra
Menurut Ibn Katsir Adhal adalah
Islam. Adhal terhadap perempuan yang
tindakan menyakiti dan menyia-nyiakan
ditinggal mati oleh suaminya bisa berupa:
perempuan (isteri) dalam pergaulan suami
Perempuan dijadikan benda warisan di
isteri yang menyebabkan isteri melepaskan
kalangan keluarga mendiang suami atau
kembali apa yang sudah diberikan oleh
dikawini secara paksa oleh ahli waris
suami sehingga ia kehilangan haknya secara
mendiang suami dengan maksud mewarisi
paksa.33
harta siperempuan jika ia meninggal; atau
Dalam al-Qur‘an secara jelas
perempuan dibiarkan menjanda sampai
dinyatakan keharaman berbuat adhal kepada
meninggal dan kemudian hartanya diwarisi;
perempuan. Allah SWT. Berfirman dalam
atau si perempuan dikawinkan dengan
surat al-Baqarah ayat 229, yang berbunyi:
seeorang dan maharnya diambil oleh ahli
waris mendiang suami; atau siperempuan
‫َالٌحم نكم ان حبخزَاممب احٍخمٌُه شٍئب اال ان ٌخبفب اال ٌقٍمب‬....
......‫حذَدهللا‬ boleh kawin dengan pilihannya dengan
…Tidak halal bagi kamu mengambil
syarat harus membayar sejumlah harta
kembali dari sesuatu yang telah kamu
kepada keluarga mendiang suami sebagai
berikan kepada mereka, kecuali keduanyan
tebusan atas dirinya. Tradisi seperti ini secara
khawatir tidak dapat menjalankan
tegas dilarang dalam surat al-Nisa‘ ayat 19
hukukm-hukum Allah…(Q.S. al-Baqarah:
yang berbunyi:
229)

‫ٌبٌٍب انز ٌه امىُا ال ٌحم نكم ان حشثُا انى بء كشٌب َال حاضهٌُه‬
Selanjutnya ditegaskan lagi oleh Surat ‫نخز ٌبُابباض مباحٍخمٌُه اال ان ٌبحٍه بابحشت مبٍىت‬
al-Nisa‘ ayat: 20 berbunyi:
“Hai oramg-orang yang beriman tidak halal bagi
‫َان اسدحم اهخبذال صَج مكبن صَج َاحٍخم احذٌه قىطبسا فال‬
‫حبخزَ مىً شٍئب‬ kamu mempusakai perempuan dengan jalan
‫احبخزَوً بٍخبوبَاثمب مبٍىب‬ paksa, dan jangan kamu menyusahkan mereka
“Dan jika kamu ingin mengganti istrimu dengan karena hendak mengambil kembali sebagian dari
istri yang lain, sedang kamu telah memberikan apa yang telah kamu berikan kepadanya, kecuali
kepada seorang di antara mereka harta yang bila mereka melakukan pekerjaan keji yang
banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali nyata…(Q.S. al-Nisa‟:19 )
dari padanya barang sedikit pun. Apakah kamu
Irda Misraini, Perspektif Islam tentangKekesaran Suami terhadap Isteri

Sedangkan terhadap perempuan yang ketakutan dan kekalutan sehingga isteri tidak
dicerai hidup dengan suaminya, salah berani mengungkapkan kekerasan,
bentuk adhal yang paling jelas adalah yang kezaliman, menciptakan kondisi yang
dilakukan oleh wali perempuan agar tidak sedemikian rupa sehingga si isteri tidak
rujuk dengan mantan suami meskipun berdaya menuntut hak-haknya seperti
mereka berdua telah sepakat untuk kembali perlakuan yang baik dan tercukupinya
sebagaimana dinyatakan dalam surat al- kebutuhan hidup yang layak sesuai dengan
Baqarah ayat 232 yang berbunyi: kemampuan suami dan sebagainya.
Selanjutnya di antara praktek adhal
‫َارا طهقخم انى بء فبهغه اجهٍه فال حاضهٌُه ان ٌىكحه اصَاجٍه‬
...‫ارا حشاضُابٍىٍم ببنماشَف‬ yang dilarangan al-Qur‘an adalah menyia-
nyiakan istri, saat ini masih dialami oleh
“Apabila kamu mentalak istri-istrimu lalu habis
perempuan, baik dalam perkawinan
iddahnya, maka janganlah kamu para wali
monogami maupun perkawinan poligami,
menghalangi mereka kawin lagi dengan suaminya
Mengingat kecendrungan untuk berbuat
apabila telah terdapat kerelaan di antara
demikian sangat besar- khususnya yang
mereka dengan cara yang ma‟ruf. (Q.S. al-
poligami-, maka secara tegas pula pelaku
Baqarah:232)
poligami diingatkan bahwa kemungkinan
berbuat tidak adil yang berujung pada
Bentuk-bentuk adhal yang telah
penyia-nyian istri dalam perkawinan
disebutkan di atas adalah praktek pada masa
poligami sangat besar. Sesuai firman Allah
jahiliyah dan sebagian lagi terus berlansung
SWT dalam surat al-Nisa‘ ayat 129 berbunyi:
sampai pada masa Islam. Menurut Abdullah
Ibn Mubarak surat al-Nisa‘ ini mengandung ‫َنه ح خطٍاُا اوخاذنُابٍه انى بءَنُاحشصخم فال حمٍهُا‬
dua larangan yang ditujukan untuk .....‫كم انمٍم فخزسٌَب كبنماهقت‬

masyarakat yang berbeda. Pertama, larangan “Dan kamu sekali-kali tidak dapat berlaku
mewarisi perempuan secara paksa ditujukan adil di antara istri-istrimu, walaupun kamu
pada masyarakat jahiliyah. Kedua, larangan sangat ingin berbuat demikian, karena itu,
berbuat adhal oleh suami terhadap istri janganlah kamu terlalu cendrung (kepada yang
ditujukan kepada masyarakat Islam di segala kamu cinta) sehingga kamu biarkan yang lain
zaman.34 terkatung-katung…” (Q.S.al-Nisa‘: 129)
Saat ini bentuk-bentuk mutakhir dari
adhal dalam rumah tangga –sesuai dengan Penyerupaan nasib istri yang disia-
definisi Ibn Katsir—masih banyak kita saikan dengan kata al-muall‟aqah yang secara
jumpai misalnya, membuat isteri tidak harfiah berarti barang yang digantung yang
memiliki akses ekonomi keluarga, mengisyaratkan sebuah penderitaan yang
menciptakan kondisi yang penuh ancaman, berat bagi istri yang menjadi korban
123
marwah, Vol. XIV No. 1 Juni Th. 2015

ketidakadilan suami. Ibnu Abbas,


‫اهكىٌُه مه حٍث هكىخم مه َجذ كم َال حضبسٌَه نخضٍقُا‬
Mujjahid, ad-Dahhak dan lain-lain ‫عهٍٍه َان كه اَالث حمم فبواقُاعهٍٍه حخً ٌضاه حمهٍه‬
menfsirkan makna mu‟allaqah dalam ayat ini ‫ َان‬,‫فبوبسضاه نكم فبحٌُه اجُسٌه َاحمشَا بٍىكم بماشَف‬
‫ نٍىاق ر َهاخً مه هاخً َمه‬.‫حابهشحم ف خشضع نً اخشاي‬
sebagai ―bukan isteri dan bukan pula orang ..... ‫قذسعهًٍ سصقً فهٍىاق ممب احً هللا‬
yang diceraikan.35 Artinya, secara hitam di
“Tempatkanlah mereka para istri dimana kamu
atas putih berstatus istri namun dalam
bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan
kenyataannya tidak diberi nafkah lahir dan
jangan kamu menyusahkan mereka untuk
bathin. Perbuatan seperti itu jelas merupakan menyempitkan hati mereka. Dan jika istri yang
siksaan yang berat bagi perempuan, apalagi sudah ditalak itu sedang hamil, maka berikanlah
jika perempuan itu tidak memiliki kekuatan kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin,
baik ekonomi maupun mental untuk kemudian jika mereka menyusukan anak-anakmu
melepaskan diri dari jeratan derita yang maka berikanlah kepada mereka upahnya. Dan
dialaminya. Jangankan melepaskan diri, bermusyawarahlah di antara kamu dengan baik.
membuka suara pun mungkin tidak bisa. Ini Dan jika kamu menemui kesulitan maka
adalah kenyataan yang banyak dialami perempuan lain boleh menyusukan anak itu.
perempuan. Oleh karena itu, dengan Hendaklah orang yang mampu memberikan
kemahatahuan-Nya, Allah SWT turun nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang
langsung melarang tindak penyia-nyian disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah
seperti itu. dari harta yang diberikan Allah kepadanya…”
Salah satu yang menarik mengenai (Q.S. al-Thalaq : 6-7)

hak-hak istri dalam al-Qur‘an adalah adanya


hak bagi mantan istri. Suami dalam Ayat di atas menjelaskan secara tegas
pandangan Islam, tidak bisa semena-mena hak-hak mantan istri. Mantan Suami tidak
menceraikan istrinya dan membiarkannya boleh setengah-setengah memberikan haknya
begitu saja setelah menceraikan. Mantan istri karena itu adalah ketetapan Allah SWT.

masih berhak atas nafkah, tempat tinggal dan Dalam memberikan hak tempat tinggal,

perlakuan yang baik. Bahkan jika mantan misalnya, mantan suami sekali tidak boleh

istri dalam keadaan hamil, mantan suami melakukan atau menyuruh orang untuk

harus menanggung, keperluan hidup mantan melakukan perbuatan yang menyebabkan


istrinyadan anak yang dilahirkannya. Ketika mantan istri meninggalkan tempat
sibayi sudah lahir, mantan suami masih pula tinggalnya. Demikian juga mantan suami

berkewajiban memberikan upah atau tidak boleh menyediakan tempat tinggal

kompensasi untuk si ibu yang menyusui. yang sudah bisa diduga membuat mantan

Allah SWT berfirman dalam surat al-Thalaq istri tidak betah.36 Demikian juga dengan

ayat 6-7 yang berbunyi : hak-hak lainnya.


Irda Misraini, Perspektif Islam tentangKekesaran Suami terhadap Isteri

Sebagaimana perceraian tidak boleh berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. (Q.S. al-
Baqarah :231)
membawa kejelekan bagi istri, ruju‘ juga
demikian. Adanya kesempatan ruju‘ dua kali Ayat merupakan kritik tajam hukum
bukan dimaksudkan untuk Islam terhadap kebiasan para suami pada
mempermaiankan istri. Sebaliknya ayat saat itu yang dengan gampang menceraikan
mengenai ruju‘ maksimal dua kali 37 justru istrinya, lalu setelah masa ‗iddahnya hampir
melakukan pembatasan secara ketat peluang habis mantan istri dikawini kemabali agar
kawin cerai. Ketika ayat ini turun, tradisi tidak jatuh ketangan orang lain. Setelah
kawin cerai dan ruju‘ kembali pada saat istri dikawini ia diceraikan kembali, dan ketika
masih dalam masa ‗iddah sangat biasa. Suami masa ‗iddahnya hampir selesai ia dirujuki
bebas ruju‘ kepada istrinya sekalipun ia telah lagi. Demikian seterusnya.39
beratus kali menceraikan istrinya, asal istri Pada saat yang sama, ayat ini juga
masih dalam masa ‗iddah.38 Dengan konteks megecam tradisi ruju‘ kepada mantan istri
seperti itu maka pembatasan talak dan ruju‘ dengan motif ekonomi, yakni mengawini
maksimal dua kali merupakan suatu yang kembali mantan istri agar ia tidak tahan dan
revolusioner. minta cerai. Jika istri minta cerai (khulu‟),
Tidak cukup hanya dibatasi maka suami bebas menentukan jumlah
jumlahnya, kawin cerai dan ruju‘ kembali tertentu sebagai syarat dikabulkannya khulu‟.
juga dilarang jika tujuannya untuk Perilaku yang demikian sangat
mendatangkan petaka bagi istri dan merendahkan dan menyakiti istri. Oleh
membuat hidup mereka terkatung-katung. karena itu, sangat beralasan jika Allah SWT
Suami yang sudah menceraikan istrinya mengecam orang-orang yang berbuat seperti
hanya diberi dua pilihan, yakni melepaskan itu telah kezaliman kepada dirinya sendiri.
istri dengan baik atau mengawini kembali Pernikahan bukan merupakan pintu
dengan baik. Tidak ada tempat bagi suami yang menutup hak perempuan untuk
yang ingin ruju‘ kepada istrinya jika ruju‘ itu memiliki harta dan kekayaan sendiri. Dalam
membawa petaka atau kemudharatan bagi pandangan Islam perempuan diakui punya
istri. Allah SWT berfirman dalam surat al- hak milik pribadi baik yang didapat dari
Baqarah ayat 231 yang berbunyi : usaha sendiri, pemberian orang lain, atau
bahkan pemberian suami. Suami tidak
‫َال حم كٌُه صشاسانخاخذ َا َمه ٌاام ر نك فقذ‬...
....ً ‫ظهم وا‬ berhak mengutak –atik hak milik pribadi
isterinya itu, kecuali atas seizin isteri. Bahkan
“…Dan janganlah kamu merujuki mereka
untuk memberi kemudharatan, karena dengan ketika si isteri dalam status diceraikan pun
demikian kamu menganiaya mereka. Barang siapa suami sama sekali tidak berhak meminta
berbuat demikian, maka sesungguhnya ia telah
kembali apa yang telah diberikan kepada

125
marwah, Vol. XIV No. 1 Juni Th. 2015

isterinya, sesuai dengan firman Allah SWT berbicara tentang kekerasan suami terhadap
(Q. S. 4:19) dan (Q.S. 2 : 232). istri, dapat disimpulkan bahwa sejak awal
Statemen al-Qur‘an tentang hak milik Islam memberikan perhatian yang besar
istri seperti tersirat dalan ayat di atas pada pembebasan istri dari tindak kekerasan
memang tampak sederhana. Tapi yang menimpanya. Anggapan bahwa Islam
sesungguhnya dengan adanya pengakuan melegitimasi memukul istri, merupakan
ini al-Qur‘an telah membuka peluang kepada anggapan yang salah. Terbukti hampir
para istri untuk memiliki akses ekonomi. semua ayat al-Qur‘an dan hadis yang
Dengan harta yang dimilikinya istri boleh berbicara tentang kekerasan merupakan
mempergunakan dengan baik harta itu reaksi penolakan terhadap praktek yang
sesuai dengan keinginannya apakah untuk menistakan perempuan atau istri yang
usaha, bersedekah atau aktivitas sosial. dianggap wajar oleh budaya Arab pada
Dengan demikian, ketergantungan secara waktu itu, seperti prakterk adhal (tindakan
ekonomi kepada suami yang sering sekali menyakiti dan menyia-nyiakan isteri dalam
menjadi biang keladi terjadinya kekerasan, pergaulan suami isteri), menjadikan istri
marginalisasi40 dan subordinasi41 terhadap seperti benda yang tidak punya kontrol atas
perempuan dapat diminimalisir. dirinya sendiri dan sebagainya.
Meskipun hak milik pribadi istri Sebagai agama membawa misi
dijamin oleh al-Qur‘an bukan berarti Islam rahmat bagi semua umat manusia, nilai
membuat garis pemisah antara hak milik moral selalu menjadi acuan hukum Islam
suami dan istri. Dalam kerangka mu‟syarah dan keadilan menjadi ruh dari semua sikap
bil ma‟ruf dan ta‟awun „ala al–birri wa al- terhadap manusia, khususnya istri dalam
taqwa(tolong-menolong dalam kebaikan dan tulisan ini. Hal ini tampak dalam, misalnya
taqwa) istri yang memiliki kekayaan dan hak istri terhadap dirinya dan harta
kemampuan ekonomi yang lebih dianjurkan pribadinya, hak menerima perlakuan yang
membantu suaminya, seperti apa yang baik, dan sebagainya.
dilakukan Siti Khadijah kepada Nabi Demikanlah, hukum Islam
Muhammad SAW. Demikianlah hak milik memandang soal kekerasan terhadap istri
pribadi diakui tanpa mengorbankan prinsip yang merupakan paduan dari semangat
tolong-menolong antara suami istri. pembebasan, perlindungan dan
pemberdayaan dan sekaligus pemuliaan dari
KESIMPULAN keberadaan perempuan yang dinistakan
menjadi individu yang terhormat, dan
Menelaah hukum Islam secara bermartabat, baik di mata manusia maupun
kontekstual dari ayat-ayat al-Qur‘an yang di mata Tuhan. Sebuah semangat yang
Irda Misraini, Perspektif Islam tentangKekesaran Suami terhadap Isteri

menjalin keseimbangan antara nilai-nilai kemanusiaan dan nilai-nilai keilahian.

11
Quraish Shihab,Wawasan Al-Qur’an,
Endnotes: Bandung:Mizan,1996), h. 209
12
1
Dalam buku Wajah Baru Relasi Suami Istri Ibid., h. 210-211
dinyatakan hadis ini termasuk hadis maudhu‟. 13
Untuk lebih jelas lihat Forum Kajian Kitab Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Beirut: Dar Ibn
Kuning, Wajah Baru Relasi Suami- Istri Telaah Katsi al-Yamamah, 1987), juz V. hadis ke- 5048
Kitab ‘Uqud al-Lujjayn, (Yokyakarta: LkiS 14
Yokyakarta, 2003), Hal. 74 Ibid., Hal. 5049
Banyak sekali hadis-hadis yang terkesan 15
mendiskriditkan istri, di antara hadis lain berbunyi Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, (Beirut: Dar al-Fikr,
“Andaikata saya menyuruh seseorang sujud kepada t.th) Hadis ke-1997, juz I, h.636
orang lain, nicaya akan saya perintahkan seorang 16
istri bersuju kepada suaminya, karena begitu besar Forum Kajian Kitab Kuning (FK3), Wajah Baru
haknya kepadanya.(H.R. Abu Daud) Relasi Suami-Isteri., Hal 61.
17
2
Imam al-syatibi menyatakan bahwa kesangggupan Ibid., Hal.62-63
merupakan syarat dalam penerapan ketetapan 18
dalam hukum Islam. Suatu ketetapan diluar Khoruddin Nasution, Islam., Hal 52
jangkauan kemampuan manusdia dilihat dari 19
prinsip syari‟at Islam, tidak sah untuk dibebankan UU. No. 1/74 Pasal 30, “Suami isteri memikul
kepada manusia. Lihat lebih jelas Abu Ishaq al- kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah
Syatibi, al-Muwafakat fi Ushul al-Syari’ah, (t.tp: tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan
t.t), juz II. Hal. 107-109 masyarakat”, Jo. KHI Pasal 77 Ayat (1)
20
3
DR. Yusuf al-Qadhawi menyebutkan prinsip ini KHI Pasal 80 Ayat (1), “Suami adalah
dengan “al-Insyaniyyah al-„Amaliyyah” Yusuf al- pembimbing terhadap isteri dalam rumah
Qadhawi, Syari’at al- Islam, (Cairo: Darus Shawah, tangganya, akan tetapi mengenai hal-hal urusan
t,t), Hal. 19 rumah tangga yang penting-penting diputuskan
oleh suami isteri”. UU. No. 1/74 Pasal 32 Ayat (2),
4
Ibid., h. 22 Perbedaan manusia terletak pada “Rumah tempat kediaman yang dimaksud dalam
ketakwaannya. Firman Allah dalam surat al- Ayat (1) Pasal ini ditentukan oleh suami isteri
Hujurat ayat 13 berbunyi : Hai manusia, bersama”, jo. KHI Pasal 78 Ayat (2)
sesungguhnya kami ciptakan kamu dari seorang 21
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan UU. No. 1/74 pasal 33 pasal (1). “Hak dan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan
kamu saling mengenal. Sesunggauhnya orang kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan
paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah pergaulan hidup bersama dalam masyarakat”. Jo KHI
orang yang paling bertakwa di antara kamu. pasal 79 ayat (2).
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan lagi 22
Maha mengenal. UU. No. 1/74 Pasal 31 Ayat (2), “Masing-masing
pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum”,
5
Yusuf al-Qardhawi,Awamilus Sa’ati wa al- Murunati jo. KHI Pasal 79 Ayat (3). Dan UU No. 1/74 Pasal
fi al- Syari’atal-Islamiyyah, terj. Salim Bazemool, 34 Ayat (3), “Jika suami isteri melalaikan
Keluasan dan Keluwesan Hukum Islam, (T.tp.: kewajibanya masing-masing dapat mengajukan
Pustaka Mantiq, t.t), Hal. 18 gugatan kepada pengadilan”, jo. KHI Pasal 77 Ayat
(5).
6
Dikutip dari Jumni Nelli, Disertasi UIN Suska, 23
2015 UU. No. 1/74 Pasal 33, “Suami isteri wajib saling
cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan
7
Depertemen Agama RI, op. cit., h. 139 memberikan bantuan lahir batin yang satu kepada
yang lain”, jo. KHI Pasal 77 Ayat (2)
8
Ibid., h. 61 24
Dr. Mansour Fakih , Membincang Feminisme
9
Ibid, h.324 Diskursus Gender Perspektif Islam, (Surabaya:
Risalah Gusti, 2000), h. 55
10
Ibid., h. 22

127
marwah, Vol. XIV No. 1 Juni Th. 2015

25
Al-Zamakhsyari, Al-Kasyaf ‘an Haqa’iq al-Tanzil wa
Uyun al-Aqawil al-Ta’wil,(Beirut: Dar al-Fikr, Al-Qurtubiy, Jami’ al- Ahkam al-Qur’an, (Berut : Dar
1977), Jilid I. Hal. 652 al-Fikr, 1991), jilid 6.
26
M Quraisy Shihab, Tafsir al-Misbah, vol. 2 Al-Zamakhsyari, Al-Kasyaf ‘an Haqa’iq al-Tanzil wa
Hal.410 Uyun al-Aqawil al-Ta’wil,(Beirut: Dar al-Fikr,
1977), Jilid I.
27
Al-Qurtubiy, Jami’ al- Ahkam al-Qur’an, (Berut :
Dar al-Fikr, 1991), jilid 6. h. 113.Lihat juga Forum Kajian Kitab Kuning (FK3), Wajah Baru Relasi
Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar, ( Suami-Isteri.
Beirut : Dar al-Ma‟rifah, t.t), juz 5. Hal. 93
Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Adhim, juz I. (Kairo:
28
Ibid Maktabah Dar al Turats, t.th).
29
Ibn Majah, ed M. Fuad Abdul Baqi, op.cit., hadis ke Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, (Beirut: Dar al-Fikr,
1983 t.th) Hadis ke-1997, juz I.
30
M. Quraisy, op.cit., Hal. 411 Jumni Nelli, Disertasi UIN Suska, 2015
31
Ibid. hadis ke 1984 M. Quraisy Shihab, Tafsir al-Misbah, vol. 2
32
A. Wilson Munawwir, Kamus al-Munawwir, Mahjah Ghalib, Tafsir al-Tahlili Surat al-Thalaq,
(Yokyakarta: Ponpes al-Munawwir, 1984), (Cairo: al-Azhar, t.t)
Hal.1011
Mansour Fakih , Membincang Feminisme Diskursus
33
Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Adhim, juz I. Gender Perspektif Islam, (Surabaya: Risalah
(Kairo: Maktabah Dar al Turats, t.th). Hal. 289 Gusti, 2000).
34
Ibn Katsir, ibid. h. 446 Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar, (Beirut :
Dar al-Ma‟rifah, t.t), juz 5.
35
Ibid.,. Hal. 563
36
Mahjah Ghalib, Tafsir al-Tahlili Surat al-Thalaq, Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, Bandung:Mizan,
(Cairo: al-Azhar, t.t), Hal. 31 (1996),
37
al-Qur‟an surat al-Baqarah ayat 229.
Yusuf al-Qardhawi,Awamilus Sa’ati wa al- Murunati fi
38
Ibn Katsir , op.cit., Hal. 271 al- Syari’atal-Islamiyyah, terj. Salim Bazemool,
Keluasan dan Keluwesan Hukum Islam, (T.tp.:
39
Ibid., Hal. 281 Pustaka Mantiq, t.t)
40
Marginalisasi adalah suatu usaha yang membuat
seseorang menjadi tersudut atau dikesampingkan.
Lihat Adi Gunawan, Kamus Praktis Ilmiah
Populer, (Surabaya: Penerbit Kartika, t.t), Hal. 308
41
Subordinasi adalah Perbuatan merendahkan. Ibid.,
Hal. 488

DAFTAR PUSTAKA

A. Wilson Munawwir, Kamus al-Munawwir,


(Yokyakarta: Ponpes al-Munawwir, 1984).

Abu Ishaq al-Syatibi, al-Muwafakat fi Ushul al-


Syari’ah, (t.tp: t.t), juz II.

Adi Gunawan, Kamus Praktis Ilmiah Populer,


(Surabaya: Penerbit Kartika, t.t)

Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Beirut: Dar Ibn Katsi


al-Yamamah, 1987), juz V. hadis ke- 5048

Anda mungkin juga menyukai