Anda di halaman 1dari 31

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Thailand adalah negara di Asia Tenggara yang dipandang sebagai negara

yang paling terbuka pada komunitas lesbian, gay, biseksual, trans, dan queer

atau biasa dikenal dengan sebutan LGBTQ+. Walaupun Thailand merupakan

negara yang mayoritas masyarakatnya menganut kepercayaan konservatif

buddha, namun Thailand berhasil membangun reputasi sebagai negara yang

memiliki keterbukaan dan penerimaan yang baik terhadap keragaman gender

dan orientasi seksual. Sebagai salah satu bentuk penerimaan mereka terhadap

keragaman gender, Thailand mengakui secara hukum 18 jenis gender.

Keterbukaan Thailand terhadap LGBTQ+ juga dapat dilihat pada industri

perfilman dan pertelevisiannya. Beberapa judul film dan series LGBTQ+

populer seperti Bangkok Love Story (2007) dan 2gether The Series (2020)

menjadi bukti bahwa masyarakat Thailand secara luas sudah membuka

pandangan mereka dan menerima LGBTQ+ yang disalurkan melalui media film

dan series. Tidak hanya itu, pemerintah Thailand menunjukkan keseriusan

mereka melalui persetujuan rancangan undang-undang yang mengatur hak-

hak hidup bagi pasangan homoseksual. Pada Rabu, 8 Juli 2020, wakil juru

bicara pemerintah, Ratchada Dhnadirek, menyatakan bahwa nantinya

pasangan homoseksual di Thailand bisa mendapatkan hak-hak hidup yang

1
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

sama layaknya pasangan heteroseksual di Thailandi. Walaupun kata

“pernikahan” tidak disinggung secara eksplisit dalam rancangan undang-

undang ini, namun tindakan tersebut merupakan sebuah langkah besar yang

telah diambil otoritas pemerintah Thailand dalam memperjuangkan hak-hak

hidup komunitas LGBTQ+ di Thailand. Rancangan undang-undang ini baru

disetujui oleh kabinet. Untuk menjadi undang-undang yang sah perlu

mendapat persetujuan dari parlemen Thailand. Meskipun beberapa pihak

skeptis akan terwujudnya legalisasi persamaan hak bagi pasangan

homoseksual, mengingat parlemen Thailand yang didominasi oleh militer,

namun dengan harapan dan dorongan besar dari masyarakat Thailand, besar

harapan agar undang-undang ini dapat disetujui dan komunitas LGBTQ+ bisa

mendapatkan hak-hak yang setara dengan pasangan heteroseksual.

Keterbukaan Negara Thailand terhadap komunitas LGBTQ+ juga terlihat

pada industrinya. Selain industri perfilman yang cenderung lebih banyak

dilakukan oleh perusahaan swasta, pemerintah Thailand juga mulai menaruh

perhatian mereka terhadap industri yang berorientasi pada pink money. Pink

money atau bisa juga disebut dengan pink economy atau pink market,

merupakan istilah untuk menggambarkan daya beli komunitas LGBTQ+

sebagai konsumen. Fenomena pink money merupakan fenomena sosial-

ekonomi yang memberikan banyak perubahan di berbagai bidang

perekonomian, di antaranya adalah pemasaran, periklanan, dan model bisnis

perusahaanii. Pertama kali muncul di tahun 1960-an di negara-negara barat,

2
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

kini fenomena pink money mulai banyak bermunculan di berbagai negara

seiring dengan semakin besarnya penerimaan komunitas LGBTQ+ di

masyarakat. Para pengamat ekonomi menilai konsumen dari komunitas

LGBTQ+ sebagai konsumen dengan daya beli yang lebih tinggi dari konsumen

lainnya. Hal tersebut dikarenakan mayoritas orang dari komunitas LGBTQ+,

terutama yang berpasangan, belum atau tidak memiliki keinginan untuk

mempunyai keturunan, sehingga hasil pendapatan mereka dapat sepenuhnya

digunakan untuk kebutuhan pribadi masing-masing. Pasangan LGBTQ+

tersebut disebut juga dengan istilah DINK, dual income no kids.

Maraknya fenomena pink money di berbagai industri, menjadi pendorong

kemunculan fenomena baru yaitu rainbow capitalism. Rainbow capitalism atau

dikenal juga dengan istilah pink capitalism adalah penggabungan gerakan

LGBTQ+ dan pinkwashing ke dalam kapitalisme, konsumerisme, gentrifikasi,

dan ekonomi pasar yang dilihat melalui lensa kritisiii. Dengan memanfaatkan

fenomena pink money di mana daya beli konsumen dari komunitas LGBTQ+

terbilang cukup tinggi, berbagai industri hingga negara melakukan kegiatan

kapitalisme dengan target utama konsumen dari komunitas LGBTQ+.

Fenomena rainbow capitalism tidak serta merta mendapat respon positif dari

komunitas LGBTQ+. Beberapa contoh bidang industri yang umumnya menjadi

target rainbow capitalism adalah pariwisata, hiburan, dan sektor finansial

lainnya.

3
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Thailand merupakan salah satu negara yang turut melakukan pink

capitalism. Setelah beberapa perusahaan swasta di industri perfilman yang

melakukan pink capitalism, Pemerintah Thailand mulai menunjukkan

komitmennya untuk melakukan pink capitalism di bidang pariwisata. Pada

tanggal 23 Januari 2019, Tourism Authority of Thailand (TAT) meluncurkan

kampanye progresif bertajuk “Go Thai Be Free”iv. Kampanye ini termasuk ke

dalam bagian dari nation branding Thailand bertajuk “Amazing Thailand”.

Tujuan utama dari peluncuran kampanye Go Thai Be Free adalah untuk

mempromosikan Thailand sebagai destinasi wisata yang ramah bagi

komunitas LGBTQ+. Peluncuran kampanye dilakukan dengan memperkenalkan

web site khusus untuk Go Thai Be Free dan merilis sebuah video perkenalan

melalui channel youtube dan akun facebook Go Thai Be Free. TAT menjadikan

komunitas LGBTQ+ sebagai target utama dari peluncuran kampanye ini. Jika

melihat substansi dari kampanye Go Thai Be Free, Thailand memiliki ambisi

untuk membangun citra sebagai negara yang inklusif dan mempercayai bahwa

perbedaan merupakan sesuatu yang unik, serta menerima kedatangan turis

LGBTQ+ dengan tangan terbuka. Hal ini dapat dilihat dengan jelas pada web

site Go Thai Be Free maupun seluruh akun media sosialnya. Melalui kampanye

pariwisata ini, Pemerintah Thailand berupaya untuk memanfaatkan citra

“Thailand is a Gay Paradise” sebagai sebuah keunggulan negara dalam sektor

pariwisata dan mengkapitalisasinya.

4
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Secara umum, citra merupakan sesuatu yang bersifat abstrak karena tidak

bisa diukur dan merupakan wujud dari kesan dan keyakinan tentang suatu

objek yang dirasakan baik secara langsung maupun dengan mendapat sumber

informasi tertentu mengenai objek tersebut. Menurut Rosady, citra adalah

seperangkat keyakinan, ide, dan kesan seseorang terhadap suatu objek

tertentuv. Sedangkan citra negara atau country image didefinisikan oleh Martin

dan Eroglu sebagai akumulasi dari seluruh keyakinan deskriptif, inferensial,

dan informasional yang dimiliki seseorang tentang negara tertentu vi. Semakin

baik citra negara, maka akan semakin baik pula opini publik masyarakat global

tentang negara tersebut. Citra negara yang baik juga turut berpengaruh dalam

nation branding suatu negara. Nation branding mengikutsertakan promosi citra

negara kepada masyarakat internasional untuk menciptakan keunggulan

kompetitif suatu negara yang nantinya dapat memberikan keuntungan bagi

negara tersebut baik dalam sektor ekonomi, politik, maupun sosial.

Thailand memiliki slogan “Amazing Thailand” sebagai slogan nation

branding. Slogan “Amazing Thailand” pertama kali digunakan oleh The

Tourism Authority in Thailand (TAT), sebuah perushaan milik Thailand yang

bergerak di bawah naungan Kementrian Pariwisata dan Olahraga, pada tahun

1997 dan hingga sekarang merupakan salah satu kampanye nation branding

yang paling sukses di Asia Tenggara. Selain meluncurkan kampanye Go Thai Be

Free di tahun 2019, Di tahun 2020, TAT meluncurkan kampanye baru bertajuk

“Travel From Home With Amazing Thainess” sebagai langkah awal untuk

5
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

menumbuhkan citra pada masyarakat global bahwa Thailand adalah negara

yang aman untuk menjadi destinasi wisata setelah pandemi COVID-19vii.

Sektor pariwisata merupakan salah satu penyumbang pemasukan yang

cukup besar kontribusinya bagi Thailand. Pada tahun 2017, sektor pariwisata di

Thailand adalah pendorong utama pertumbuhan ekonomi dan termasuk ke

dalam bagian besar dari surplus neraca transaksi berjalan yang mencapai 10,6

persen Produk Domestik Bruto (PDB)viii. Pada tahun 2019, sektor pariwisata

menyumbang pendapatan sebesar 20% pada Gross Domestic Product (GDP)

Thailand. Sekretaris general National Economic and Social Development

(NESDC) Thailand, Thosaporn Sirisamphand, menyatakan bahwa pemerintah

telah merencanakan pengembangan sektor pariwisata agar dapat

menyumbang GDP sebanyak 30% di tahun 2030ix. Thailand memiliki beberapa

keunggulan yang ditonjolkan dan menjadi ciri khas dalam sektor

pariwisatanya. Beberapa keunggulan tersebut meliputi cultural tourism,

medical tourism, gastronomical tourism, elephant tourism, dan muay thai

tourism. Selain itu, beberapa kota di Thailand termasuk ke dalam daftar kota

yang paling diminati oleh wisatawan di seluruh dunia. Di tahun 2019,

Mastercard dalam report-nya berjudul “Global Destination Cities Index 2019”

menyatakan bahwa Bangkok menempati peringkat pertama sebagai kota

dengan kunjungan wisatawan terbanyak yaitu sebesar 22.78 juta pengunjung.

Kota Phuket menempati urutan 14 dengan 9.89 juta pengunjung dan Kota

Pattaya menempati urutan 15 dengan 9.44 juta pengunjungx.

6
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Kepopuleran sektor pariwisata Thailand juga terlihat di tengah pelancong

dari komunitas LGBTQ+. Dilansir dari travel daily news, operator spesialis

pariwisata gay, TravelGay.com, menyatakan bahwa Thailand merupakan

negara destinasi wisata yang paling populer di kalangan turis dari komunitas

LGBTQ+ selama setahun terakhir, terhitung sejak tahun 2019xi. Data kunjungan

turis LGBTQ+ ke Thailand yang ditulis oleh TravelGay.com menunjukkan bahwa

Thailand dikunjungi oleh turis LGBTQ+ tiga kali lebih banyak dari negara-

negara lain. Banyaknya destinasi wisata yang menarik bagi komunitas LGBTQ+

menjadi alasan utama atas kepopuleran negara Thailand di kalangan

pelancong komunitas LGBTQ+. Salah satu contohnya adalah Silom Soi 4 Street

yang terletak ibu kota Thailand, Bangkok. Jalan yang lebih akrab dikenal

sebagai Bangkok’s Gay Street ini merupakan surga bagi pelancong LGBTQ+

karena banyak terdapat beragam bar, klub malam, hotel, serta atraksi turis lain

yang gay-friendly. Selain destinasi wisata yang menarik, citra negara Thailand

sebagai negara yang ramah terhadap komunitas LGBTQ+ dan surga bagi para

turis LGBTQ+ turut berperan besar dalam kepopuleran Thailand sebagai

negara destinasi wisata yang paling banyak diminati turis LGBTQ+.

Dari seluruh data yang tertera di atas, dapat dikatakan bahwa sektor

pariwisata merupakan salah satu sektor unggulan penyumbang pendapatan

bagi negara Thailand. Sebelum meluncurkan kampanye Go Thai Be Free, TAT

Thailand telah lebih dulu merilis berbagai macam kampanye wisata untuk

membantu pembentukan nation branding. Di antaranya adalah “We Love

7
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Thailand” di tahun 2020, “#OpenThailandSafely” di tahun 2021, “Travel From

Home” di tahun 2020, dan lain sebagainya. Seluruh peluncuran kampanye

pariwisata tersebut termasuk ke dalam usaha Pemerintah Thailand dalam

mengembangkan sektor pariwisatanya. Pada penelitian ini, penulis akan

menganalisis tentang penilaian kampanye pariwisata Go Thai Be Free oleh

komunitas LGBTQ+ di Kota Surakarta. Bagaimana komunitas LGBTQ+ di Kota

Surakarta yang termasuk ke dalam kategori target utama kampanye Go Thai

Be Free menilai kampanye tersebut, dan apakah kampanye tersebut dapat

mempengaruhi keputusan mereka untuk berwisata ke Thailand. Melalui

penilaian ini, diharapkan dapat diketahui apakah peluncuran kampanye Go Thai

Be Free berhasil dilakukan oleh TAT atau tidak. Lalu apabila berhasil, faktor-

faktor apa saja yang mempengaruhi penilaian positif dari komunitas LGBTQ+ di

Kota Surakarta terhadap kampanye Go Thai Be Free.

B. RUMUSAN DAN BATASAN MASALAH

1. Rumusan Masalah

Berdasarkan paparan data dan fakta yang tertulis dalam latar belakang,

rumusan masalah dari karya tulis ini adalah, bagaimana hasil serta analisis

penilaian komunitas LGBTQ+ di Kota Surakarta terhadap kampanye pariwisata

Go Thai Be Free?

2. Batasan Masalah

8
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Pada karya tulis ini, penulis akan membatasi analisis masalah hanya pada

lingkup pariwisata Thailand, LGBT tourism Thailand dan turis LGBTQ+. Subjek

dari penelitian adalah komunitas LGBTQ+ yang berdomisili di Kota Surakarta

dan memiliki minat pada kegiatan travelling serta sudah berpenghasilan tetap.

Penelitian akan berfokus pada bagaimana penilaian komunitas LGBTQ+ di Kota

Surakarta terhadap kampanye pariwisata Go Thai Be Free yang diluncurkan

pada tahun 2019 serta analisis yang didapat dari penilaian tersebut.

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dipaparkan

sebelumnya, tulisan ini bertujuan untuk:

a. Menjelaskan tentang LGBTQ+ Tourism di Thailand.

b. Menjelaskan tentang komunitas LGBTQ+ di Kota Surakarta.

c. Memberikan analisis tentang bagaimana strategi nation branding suatu

negara dalam peluncuran kampanye wisata.

d. Memberikan analisis tentang penilaian komunitas LGBTQ+ di Kota

Surakarta tentang kampanye pariwisata Go Thai Be Free.

2. Manfaat Penelitian

9
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Berangkat dari tujuan yang hendak dicapai melalui tulisan ini, besar harapan

penulis tulisan ini dapat memberikan manfaat berupa:

a. Terwujudnya pengetahuan baru dalam cabang ilmu hubungan

internasional yang dapat memberi manfaat bagi pembaca yang tertarik

dalam bidang pariwisata negara Thailand dan strateginya dalam nation

branding.

b. Memberikan pengetahuan dan wawasan lebih kepada pembaca secara

luas tentang topik pariwisata Thailand.

c. Memberikan pengetahuan dan wawasan tentang pariwisata LGBTQ+,

khususnya di Negara Thailand.

D. TINJAUAN PUSTAKA

1. “Branding Thailand: Correcting the negative image of sex tourism”

Ditulis oleh Krittinee Nuttavuthisit

Jurnal yang ditulis oleh Krittinee Nuttavuthisit pada tahun 2007 ini

membahas tentang usaha pemerintah Thailand dalam memperbaiki citra

negara mereka di mata masyarakat global. Thailand yang merupakan

negara kecil di Asia Tenggara yang tengah berkembang, pada saat itu

menyadari pentingnya meningkatkan kualitas nation branding untuk turut

ikut bersaing dalam pasar global yang kompetitif. Projek studi Branding

Thailand pun dimulai oleh pemerintah Thailand di tahun 2001 untuk

10
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

meneliti seperti apa citra negara Thailand di mata masyarakat global, baik

dari sisi positif maupun negatif. Projek studi ini merupakan kolaborasi

pemerintah Thailand dengan dua sekolah bisnis terkemuka, yaitu Sasin

Graduate Institute of Business Administration di Universitas Chulalongkorn

Thailand dan Kellog School of Management di Universitas Northwestern

Amerika Serikat. Salah satu isu utama yang dirasa menjadi citra buruk

Thailand dan menempatkan Thailand pada posisi kurang menguntungkan

adalah branding sex tourism yang melekat pada sektor pariwisata Thailand.

Layaknya negara-negara lain, Thailand juga memiliki masalah berkaitan

dengan sex trade. Namun, kebanyakan orang menilai bahwa apa yang

dialami Thailand lebih parah, karena kebanyakan dari mereka beropini

bahwa sangat mudah bagi masyarakat atau turis untuk mendapatkan

akses menuju jasa seks komersial. Opini tersebut dilansir berasal dari

branding sex tourism yang melekat pada Thailand sedari dulu. Industri sex

dan red light districts di Thailand dapat dikatakan merupakan salah satu

komoditas unggulan mereka dalam pariwisata, terlihat dari bagaimana

tidak sedikit red light districts yang ditawarkan pada guide book bagi para

turis asing.

Branding sex tourism di Thailand bermula ketika Perang Vietnam pada

tahun 1960-an hingga 1970-an. Pada saat itu, pemerintah Amerika Serikat

dan pemerintah Thailand menandatangani perjanjian yang menyatakan

bahwa tentara-tentara perang Amerika Serikat dapat melakukan “rekreasi

11
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dan beristirahat” di Thailand. Presensi tentara Amerika Serikat dan

perkembangan pariwisata Thailand sejak saat itu menjadi dua faktor besar

penyebab awal mula terbentuknya branding sex tourism pada Thailand.

Pemerintah Thailand menyadari bahwa ada masalah dalam Thailand

yang secara terus-menerus dikaitkan dengan industri seks komersial dalam

konotasi negatif. Untuk membuat citra baik Thailand di mata masyarakat

internasional, diperlukan dorongan dari pemerintah Thailand dalam

pengembangan strategi nation branding dan membentuk kembali

persepsi. Sejauh ini, pemerintah Thailand telah berupaya dengan melarang

dan menekan keberadaan prostitusi, terutama yang mengeksploitasi anak

dan perdagangan manusia ilegal. Non Governmental Organization (NGO)

baik lokal maupun internasional juga turut berupaya dengan meningkatkan

kesadaran pada masyarakat Thailand dan mendesak pemeritah agar secara

tegas memberikan hukuman bagi para pelaku eksploitasi pekerja seks

komersial. Literatur ini memberikan pengetahuan baru tentang bagaimana

Pemerintah Thailand mengatur strategi nation branding agar branding sex

tourism yang cenderung berkonotasi negatif dapat dihapus. Melalui

literatur ini, penulis mendapat wawasan baru tentang upaya-upaya apa

saja yang dilakukan oleh Pemerintah Thailand guna mengembalikan citra

baik pariwisata negara Thailand di mata masyarakat internasional.

12
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2. “Marketing communication for LGBT in Thailand Tourism Industry: A

preliminary Findings” Ditulis oleh Supitcha Pornsuksawat dan Jantima

Kheokao

Jurnal penelitian yang ditulis oleh Supitcha Pornsuksawat dan Jantima

Kheoko ini bertujuan untuk menunjukkan pentingnya marketing

communication atau komunikasi pemasaran dalam kegiatan

mempromosikan pariwisata berbasis wisatawan LGBT dengan sampel

representatif. Komunikasi pemasaran dalam promosi pariwisata Thailand

mendapatkan warna baru di tahun 2018. Warna baru yang dimaksud

adalah kampanye pemasaran menggunakan situs web untuk

berkomunikasi langsung dengan pelanggan, dalam hal ini wisatawan. Situs

web yang dirancang untuk menciptakan perspektif baru dalam objek

wisata Thailand pada wisatawan ini menarik minat banyak agen pariwisata

di Thailand karena wisatawan lebih sering menggunakan situs web untuk

mencari tahu tentang negara tujuan destinasi wisata mereka dan layanan

apa saja yang ditawarkan.

Pada jurnal ini, penulis menuliskan bahwa terdapat beberapa faktor

yang dapat mempengaruhi komunikasi pemasaran, salah satunya adalah

faktor sosial budaya. Dewasa ini, komunitas LGBT telah menjadi daya tarik

besar bagi berbagai pelaku industri dan bisnis yang ada di Thailand, salah

satunya adalah industri pariwisata. Daya beli mereka yang tinggi

13
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

memainkan peran utama dalam ketertarikan para pelaku bisnis untuk

membuat market yang ditargetkan khusus kepada pelanggan dari

komunitas LGBT. Layaknya wisatawan pada umunya, wisatawan yang

berasal dari komunitas LGBT memiliki standar-standar mereka sendiri

dalam mencari dan menentukan destinasi wisata. Kenyamanan dan

keramahan dari warga tempat destinasi wisata merupakan sebagian dari

faktor yang menentukan keputusan mereka dalam pemilihan destinasi

wisata. Diskriminasi terhadap pasangan homoseksual dan homophobic

yang masih dinormalisasi di mayoritas masyarakat turut memainkan peran

besar dalam pemilihan destinasi wisata bagi wisatawan LGBT. Tentu saja

wisatawan LGBT tidak ingin mengunjungi destinasi wisata yang masyarakat

lokalnya mendiskriminasi komunitas mereka. Thailand, negara di Asia

Tenggara yang paling terbuka dan menerima keberadaan komunitas LGBT

memiliki keunggulan sendiri di mata wisatawan LGBT. Mereka menilai

bahwa banyak agen travel Thailand yang memiliki pelayanan bagus dan

menawarkan paket hiburan menarik yang diperuntukkan bagi mereka

wisatawan LGBT. Namun demikian, hal tersebut tetap tidak menjamin

hilangnya diskriminasi terhadap komunitas LGBT secara keseluruhan pada

masyarakat. Untuk mengatasi hal tersebut, berbagai agen travel Thailand

berupaya untuk memperbaiki strategi pemasaran dan melayani semua

kebutuhan mereka dengan penerapan komunikasi pemasaran yang tepat.

14
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Walaupun jurnal penelitian ini lebih banyak berfokus pada strategi

pemasaran dan komunikasi pemasaran dalam LGBT tourism di Thailand,

namun literatur ini memberikan pengetahuan baru bagi penulis tentang

bagaimana agen travel di Thailand, yang turut menjadi aktor utama dalam

promosi LGBT tourism, berupaya untuk menarik minat wisatawan dari

komunitas LGBT untuk menjadikan Thailand sebagai destinasi wisata

mereka dan menggunakan layanan mereka. Mengingat komunitas LGBT

yang tengah menjadi daya tarik bagi sebagian besar pelaku bisnis di

Thailand serta besarnya daya beli wisatawan LGBT, market wisata khusus

wisatawan LGBT berpotensi besar untuk berkembang dalam skala besar.

3. “Argentina World Friendly, The International Promotion of LGBT

Tourism Product” dari “Second Global Report on LGBT Tourism” ditulis

oleh Pablo de Luca dan Pablo Singerman

Karya tulis ilmiah berjudul “Argentina World Friendly, The International

Promotion of LGBT Tourism Product” merupakan sub-bab ke 12 dari report

yang dirilis oleh UNWTO dan IGLTA Foundation pada tahun 2017. Pada sub-

bab ini dijelaskan bagaimana Pemerintah Argentina mempromosikan

segmen pariwisata LGBTQ+ negaranya kepada dunia internasional. Penulis

memulai penjelasannya dengan menjelaskan bagaimana pariwisata

LGBTQ+ telah menjadi segmen utama yang mampu meningkatkan

pendapatan pariwisata di berbagai destinasi di seluruh dunia. Sebagai

15
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

segmen yang menjanjikan, diperlukan pula kolaborasi antara berbagai

sektor yang terlibat di dalamnya serta komitmen yang kuat. Berkat

potensi keuntungan yang tinggi, berbagai negara mulai melebarkan sayap

ke segmen pariwisata LGBT, salah satunya adalah Argentina. Selama 10

tahun, Argentina telah menunjukkan komitmennya terhadap komunitas

LGBTQ+ sehingga menempatkan Argentina sebagai pemimpin dalam

promosi negara sebagai negara yang ramah terhadap komunitas LGBTQ+

lokal dan internasional.

Selama 10 tahun terakhir Pemerintah Argentina telah menunjukkan

komitmennya untuk menjadikan Argentina sebagai negara yang inklusif.

Pengakuan komunitas LGBTQ+ di Argentina dilakukan dengan pengakuan

hak hukum, menghormati perbedaan, inklusivitas dalam lowongan

pekerjaan dan sektor publik dan swasta, serta penetapan Undang-Undang

pernikahan sesama jenis dan perlindungan gender. Komitmen sosial

tersebut kemudian membawa kontribusi yang signifikan pada segmen

pariwisata LGBTQ+ di Argentina. Dengan kerjasama antara Kementrian

Pariwisata Nasional Argentina, The National Institute of Tourism Promotion

(INPROTUR), dan The Argentina Gay and Lesbian Chamber of Commerce

(CCGLAR), berbagai traning dan workshop diselenggarakan untuk otoritas

provinsi dan perusahaan swasta di bidang pariwisata untuk meningkatkan

kualitas pelayanan dan memastikan seluruh turis LGBTQ+ yang berkunjung

ke Argentina mendapatkan pelayanan dan pengalaman terbaik. Argentina

16
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

menawarkan berbagai atraksi dan destinasi menarik bagi turis-turis

LGBTQ+. Mulai dari kekayaan alam dan budaya, hingga destinasi wisata

serta fasilitas LGBTQ+ friendly yang tersebar di seluruh negara. Ibu kota

Argentina, Buenos Aires, mendapatkan pengakuan sebagai kiblat dari

destinasi LGBTQ+ di wilayah Amerika Latin. Berbagai event seperti pride

parade tahunan yang digelar di bulan November dan International Queer

Tango Festival menjadi event yang ditunggu-tunggu oleh para turis

LGBTQ+.

Upaya serta komitmen Pemerintah Argentina dalam menjadikan

Argentina sebagai negara yang inklusif serta mempromosikan segmen

pariwisata LGBTQ+ tercerminkan dalam tingkat kepuasan turis LGBTQ+

yang mengunjungi Argentina. Kurang lebih 94% turis LGBTQ+ memberikan

penilaian yang positif; 63% memberikan penilaian sangat memuaskan dan

31% sisanya memberikan penilaian memuaskan. Berkaca pada hasil survey

tersebut, dapat dikatakan bahwa sebagian besar turis LGBTQ+ sangat

menikmati pengalaman berlibur pengalaman mereka di Argentina.

Pada karya ilmiah ini peneliti mendapatkan gambaran terkait upaya-

upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Argentina dalam mempromosikan

segmen pariwisata LGBTQ+. Salah satunya adalah komitmen Pemerintah

Argentina dalam menjadikan Argentina sebagai negara yang inklusif dan

menghargai komunitas LGBTQ+. Tidak hanya menggunakan embel-embel

17
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

“LGBTQ+ friendly” dan semata-mata menjadikan komunitas LGBTQ+

sebagai lahan profit belaka, tetapi juga berkontribusi secara nyata dalam

memberikan kesetaraan dan inklusivitas terhadap komunitas LGBTQ+

lokal. Selain itu, upaya pemerintah dalam peningkatan layanan pariwisata

demi meningkatkan tingkat kepuasan turis LGBTQ+ juga merupakan

bagian dari upaya promosi pariwisata LGBTQ+ Argentina. Seluruh

komitmen dan upaya tersebut kemudian memberikan Argentina

pengakuan internasional sebagai negara kiblat dalam segmen pariwisata

LGBTQ+ di wilayah Amerika Latin. Karya tulis ini digunakan penulis untuk

melihat upaya promosi pariwisata LGBTQ+ di negara selain Thailand dan

sebagai pembanding.

4. “The Benefits of an LGBT-inclusive Tourist Destination” Ditulis oleh Yael

Ram, Amit Kama, Isaac Mizrachi, C. Michael Hall

Research paper yang ditulis oleh Yael Ram dkk ini meneliti tentang

hubungan antara faktor gay-friendliness suatu destinasi wisata dan

preferensi wisatawan dengan tingkat afiliasi yang beragam dengan

komunitas LGBTQ+. Tel Aviv, Israel menjadi kota yang diteliti sebagai

destinasi wisata pada penelitian ini. Wisatawan mancanegara yang terlibat

dalam penelitian ini berpartisipasi dalam dua survey; selama

diselenggarakannya LGBT Pride event dan dua bulan setelah

diselenggarakannya LGBT Pride event. Perlu diperhatikan bahwa penelitian

18
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ini dilaksanakan setelah terjadinya teror di Israel pada tahun 2019. Oleh

karena itu, persepsi keamanan saat berwisata sebelum dan sesudah

terjadinya teror turut diuji dalam penelitian ini.

Proses pengambilan data pada penelitian ini dilakukan dengan

menyebarkan kuesioner kepada turis-turis asing yang berlibur di Tel Aviv.

Kuesioner disebarkan melalui pegawai yang bekerja di agen pariwisata

Kota Tel Aviv. Sebanyak 168 turis asing mengikuti survey selama

penyelenggaraan LGBT Pride event dan 117 turis asing pada survey yang

diadakan dua bulan setelah LGBT Pride event. Hasil analisis tanggapan turis

asing yang berpartisipasi dalam survey ini menunjukkan bahwa, kebijakan

Kota Tel Aviv yang inklusif dan warga lokal yang terbuka terhadap

komunitas LGBTQ+ meningkatkan kepuasan serta menuai penilaian positif

dari pari wisatawan asing terlepas afiliasinya dengan LGBTQ+. Hal tersebut

juga didukung oleh inklusivitas destinasi wisata dan fasilitas umum yang

terdapat di Tel Aviv sehingga para turis LGBTQ+ tidak merasa

didiskriminasi. Melalui hasil analisis penelitian ini juga ditemukan efek

mitigasi risiko tidak terduga yang disebabkan oleh gay-friendliness Kota Tel

Aviv. Walaupun sempat terjadi teror di dalam negeri pada tahun 2019, para

wisatawan asing yang datang tetap merasakan keamanan dan

kenyamanan selama berwisata karena suasana kota yang inklusif dan

terbuka. Setelah mendapatkan hasil analisis dari tanggapan wisatawan

asing pada survey penulis menyimpulkan bahwa, gay-friendliness dan

19
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

kebijakan yang inklusif merupakan aset penting dalam proses membangun

tujuan destinasi wisata kota atau urban destinations yang efektif, bahkan di

wilayah dengan kondisi geo-politik yang tidak stabil sekalipun.

Pada penelitian ini peneliti mendapatkan gambaran mengenai

pengaruh inklusivitas dan faktor keterbukaan suatu destinasi wisata

terhadap penilaian dan tingkat kepuasan wisatawan asing. Melalui

penelitian ini peneliti dapat mempelajari bagaimana kebijakan inklusif yang

diterapkan di Tel Aviv serta pola pikir masyarakatnya yang lebih terbuka

menuai penilaian positif dari para wisatawan asing yang berkunjung ke Tel

Aviv. Hasil survey menunjukkan bahwa terlepas dari apakah wisatawan

tersebut merupakan bagian dari komunitas LGBTQ+ atau tidak, lingkungan

destinasi wisata yang inklusif dapat memberikan rasa kenyamanan dan

keamanan pada setiap wisatawan asing yang berkunjung. Peneliti memilih

karya ilmiah berjudul “The Benefits of an LGBT-inclusive Tourist Destination”

ini karena memiliki beberapa poin yang serupa dengan apa yang diteliti

pada penelitian ini, yaitu tentang bagaimana inklusivitas dan keterbukaan

destinasi wisata terhadap komunitas LGBTQ+ mempengaruhi penilaian

wisatawan asing.

5. “Strategi Membangun Nation Branding Indonesia dalam Asian Games

Jakarta – Palembang 2018” Ditulis oleh Romi Iriandi Putra

20
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Jurnal yang ditulis oleh Romi Iriandi Putra di tahun 2020 ini berisikan

hasil pengamatan penulis tentang strategi nation branding Pemerintah

Indonesia dalam pelaksanaan Asian Games Jakarta – Palembang tahun

2018. Jurnal dibuka dengan pengenalan pentas olahraga Asian Games

secara general dan seberapa penting momentum pelaksanaan pentas

olahraga ini bagi negara tuan rumah. Diadakannya pentas olahraga tingkat

internasional seperti Asian Games dapat membawa perhatian dunia

internasional pada Indonesia. Apabila dapat dimanfaatkan dengan baik,

besar kemungkinan nation branding Indonesia dapat berkembang dan

lebih dikenal di dunia internasional.

Pada penelitiannya, penulis menggunakan metode penelitian deskriptif

kualitatif. Penulis memfokuskan penelitiannya pada konsep nation

branding seperti apa yang coba diterapkan Pemerintah Indonesia sebagai

tuan rumah Asian Games dan strategi apa yang dilakukan selama

perhelatan Asian Games di tahun 2018. Pada bagian hasil dan pembahasan,

tertulis bahwa strategi nation branding yang dilakukan oleh Pemerintah

Indonesia di antaranya adalah mengelola tingkat engagement media,

mengangkat seluruh unsur kebudayaan Indonesia untuk diperlihatkan

pada dunia internasional melalui opening ceremony Asian Games,

melakukan diplomasi global agar dapat menciptakan citra sebagai negara

demokratis dengan ekonomi yang kuat, dan lain sebagainya. Penulis juga

memberikan penjelasan tentang manfaat dan dampak apa saja yang

21
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

diterima dari strategi nation branding selama perhelatan Asian Games

Jakarta - Palembang 2018 yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah

Indonesia.

Penulis menutup literaturnya dengan kesimpulan bahwa perhelatan

pesta olahraga tingkat internasional tidak akan pernah lepas dari nation

branding negara tuan rumahnya. Negara tuan rumah akan memanfaatkan

momentum tersebut untuk memperkenalkan nation branding-nya di dunia

internasional. Begitu juga dengan Pemerintah Indonesia yang menjalankan

strategi nation branding-nya selama perhelatan Asian Games 2018

berlangsung. Dengan memanfaatkan keunggulan dan ciri khas yang

dimiliki Indonesia sebagai sebuah negara, Pemerintah Indonesia berusaha

membangun citra negara yang baik melalui strategi nation branding-nya.

Strategi nation branding yang berjalan dengan baik dan efektif akan

beriringan dengan manfaat dan dampak positif yang diterima oleh

Indonesia di berbagai sektor.

Melalui literatur berjudul “Strategi Membangun Nation Branding

Indonesia dalam Asian Games Jakarta – Palembang 2018” ini, peneliti

mendapatkan contoh tentang bagaimana penelitian terhadap strategi

nation branding sebuah negara dapat dilakukan. Hal yang membedakan

dari literatur karya Romi Iriandi Putra dengan penelitian ini adalah subjek

dan objek penelitian. Pada penelitian ini, peneliti akan menjadikan

22
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Pemerintah Thailand sebagai subjek penelitian dan strategi nation branding

dari peluncuran sebuah kampanye pariwisata.

E. KERANGKA KONSEPTUAL

1. Diplomasi Publik

Diplomasi adalah kegiatan bernegosiasi yang dilakukan antar dua aktor

atau lebih dengan tujuan untuk mencapai keuntungan. Diplomasi biasanya

dilakukan oleh wakil dari sebuah negara atau organisasi internasional.

Seseorang yang melakukan diplomasi disebut sebagai diplomat. Sebagai

negara yang memiliki kepentingan dan keterbatasan, Adam Watson

berpendapat bahwa secara alami setiap negara akan melakukan diplomasi

guna memenuhi kepentingannya. Pada awal perkembangannya, hubungan

diplomasi hanya dilakukan antar negara satu dengan yang lain. Namun,

seiring dengan ilmu hubungan internasional yang semakin berkembang,

diplomasi juga mengalami banyak perkembangan. Dewasa ini siapa saja

bisa menjadi aktor dalam diplomasi, seperti diplomasi antara negara

dengan organisasi, antara dua organisasi atau lebih, hingga individu. Para

cendekiawan mendefinisikan diplomasi tersebut sebagai diplomasi publik.

Setiap cendekiawan memiliki definisinya sendiri tentang diplomasi

publik. Hans N. Tuch dalam bukunya berjudul “Communicating with the

World” mendefinisikan diplomasi publik sebagai proses komunikasi

23
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

pemerintah pada publik dunia internasional untuk memberikan

pemahaman mengenai kebutuhan, kebijakan, budaya, dan institusi

negaranyaxii. Jan Melissen pada bukunya yang berjudul “The New Public

Diplomacy: Between Theory and Practice” mendefinisikan diplomasi publik

sebagai sebuah upaya untuk mengubah cara pandang publik dari negara

lain terhadap negaranya dengan cara-cara yang positifxiii.

Mark Leonard, seorang ilmuwan politik asal Inggris, memiliki

definisinya tersendiri tentang apa yang disebut sebagai diplomasi publik.

Pada bukunya yang berjudul “Public Diplomacy”, tertulis bahwa diplomasi

publik berbicara tentang bagaimana negara membangun sebuah

hubungan. Memahami kebutuhan dan kepentingan negara lain,

mengkomunikasikan sudut pandang negara, mengubah mispersepsi, dan

mencari kesamaan yang dapat mempersatukanxiv. Diplomasi publik

menurut Mark Leonard memiliki beberapa tujuan. Pertama, meningkatkan

rasa familiar publik terhadap suatu negara. Kedua, meningkatkan apresiasi

publik terhadap suatu negara dengan membangun citra positif pada

publik. Ketiga, menarik perhatian publik dengan memberikan pemahaman

tentang nilai dan keunggulan negara. Terakhir, mempengaruhi perilaku

publikxv.

Berdasarkan definisi-definisi diplomasi publik di atas, peneliti

menyimpulkan diplomasi publik sebagai segala upaya yang dilakukan

24
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

pemerintah untuk mencapai kepentingan dan kebutuhannya dengan

membangun relasi baik dengan negara maupun aktor non-negara. Upaya-

upaya tersebut dapat dilakukan dengan mempengaruhi opini, mengubah

mispersepsi, serta memberikan pemahaman tentang kebutuhan dan nilai-

nilai negaranya. Apabila dapat berlangsung dengan efektif, segala upaya

tersebut akan membentuk citra atau image positif suatu negara yang

nantinya akan membawa negara agar dapat mencapai kepentingan

nasionalnya. Pada penelitian ini, teori diplomasi publik digunakan untuk

membantu peneliti dalam melihat upaya apa saja yang dilakukan

Pemerintah Thailand dalam peluncuran kampanye Go Thai Be Free sebagai

langkah diplomasi publiknya.

2. Nation Branding

Apabila diterjemahkan secara literal, nation branding berarti merek

negara. Nation branding adalah teori yang hingga saat ini terus

dikembangkan oleh para scholars. Beberapa scholars telah memaparkan

pemikiran mereka masing-masing tentang definisi dari nation branding

versi mereka. Dinnie dalam bukunya yang berjudul “Nation Branding:

Concepts, Issues, and Practice” mendefinisikan nation branding sebagai

perpaduan unik multi-dimensi yang memberikan suatu negara diferensiasi

dan relevansi berdasarkan budaya asli dari negara tersebut yang

ditargetkan untuk semua audiens di seluruh duniaxvi. Pada buku

25
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

“Diplomacy in a globalizing world: theories and practices” yang ditulis oleh

Pauline Kerr, nation branding didefinisikan sebagai penerapan konsep dan

teknik pemasaran korporat ke negara-negara, untuk meningkatkan

reputasi suatu negara dalam hubungan internasionalxvii. Definisi lain

tentang nation branding juga tertuang pada jurnal berjudul “Nation

Branding, Place Branding” yang ditulis oleh Hlynur Gudjonsson. Gudjonsson

mendefinisikan nation branding sebagai situasi ketika pemerintah suatu

negara atau private company menggunakan kekuatan serta keunggulan

yang mereka miliki untuk membentuk image negaraxviii. Di dalam jurnalnya,

Gudjonsson juga menuliskan bahwa nation branding berbicara tentang

memengaruhi dan menciptakan platform positif serta lingkungan yang

efektif bagi merek suatu negara atau nation’s brand untuk bersaing di

pasarxix.

Dari beberapa definisi yang telah dipaparkan oleh berbagai

cendekiawan dari hasil pemikiran mereka, nation branding secara garis

besar adalah pembentukan citra negara yang positif berdasarkan

keunggulan-keunggulan yang dimiliki negara tersebut untuk meraih

reputasi baik di hubungan internasional serta bersaing di pasar

internasional. Keunggulan di sini berbagai macam jenisnya. Pada umumnya

keunggulan-keunggulan yang dimiliki negara dapat berasal dari mana saja,

seperti budaya yang melekat pada negara, kultur sosial yang khas, serta

sumber daya alam yang unik. Keunggulan tersebut yang nantinya akan

26
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

digunakan oleh negara untuk membentuk nation’s branding. Teori nation

branding akan digunakan oleh penulis untuk menjawab faktor apa saja

yang berkontribusi pada pembentukan citra negara Thailand sebagai

negara yang LGBTQ+ friendly. Serta bagaimana citra tersebut

mempengaruhi penilaian komunitas LGBTQ+ di Kota Surakarta pada

penilaiannya terhadap kampanye Go Thai Be Free.

F. METODE PENELITIAN

Untuk menjawab rumusan masalah pada tulisan ini, penulis

menggunakan metode penelitian kualitatif. Moleong mendefinisikan

metode penelitian kualitatif sebagai penelitian yang dilakukan untuk

meneliti perilaku, persepsi, sikap, dan motivasi dari objek penelitianxx. John

W. Creswell pada bukunya yang berjudul “Research Design: Qualitative,

Quantitative, and Mixed Methods Approaches” mendefinisikan penelitian

kualitatif sebagai penelitian yang dilakukan untuk meneliti fenomena

sosial. Penelitian dilakukan dengan mengambil data di lapangan yang

kemudian akan dianalisis. Hasil analisis kemudian akan dilaporkan dan

dideskripsikan pada penelitian secara terperincixxi.

Terdapat dua sumber data dari penelitian ini, yaitu data primer dan

data sekunder. Data primer adalah data mentah yang didapatkan langsung

oleh peneliti tanpa perantara. Pada penelitian ini, data primer didapatkan

27
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

peneliti melalui wawancara dengan responden dari komunitas LGBTQ+ di

Kota Surakarta. Kurang lebih terdapat lima orang dari komunitas LGBTQ+

di Kota Surakarta yang akan menjadi responden pada penelitian ini. Data

sekunder merupakan data yang didapatkan melalui media perantara, di

antaranya adalah buku, jurnal, artikel ilmiah, dan situs-situs pendukung

yang berhubungan dengan penelitian. Data sekunder untuk penelitian ini

didapatkan melalui jurnal, artikel berita, serta situs web yang membahas

baik tentang Go Thai Be Free maupun LGBT Tourism di Thailand secara

general.

Teknik pengumpulan data yang akan digunakan pada penelitian ini

adalah salah satu jenis dari teknik non-probabilitas, yaitu teknik snowball.

Menurut Sugiyono, teknik non-probabilitas adalah teknik yang tidak

memberikan peluang atau kesempatan yang sama bagi setiap unsur atau

anggota populasi untuk dipilih menjadi sampelxxii. Terdapat beberapa jenis

teknik non-probabilitas, salah satunya adalah teknik sampling snowball.

Teknik sampling snowball merupakan teknik pengumpulan data yang

bertahap, sama halnya dengan analogi bola salju. Peneliti akan

menetapkan siapa yang akan menjadi sampel penelitian dan apa saja

kriteria dari sampel tersebut. Setelah bertemu dengan informan utama,

peneliti akan mendapat informasi tentang informan-informan lain yang

sesuai dengan kriteria sampel, sehingga jumlah informan akan

meningkatxxiii. Teknik ini dipilih karena dirasa paling tepat untuk

28
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

mendapatkan data sesuai dengan kriteria responden yang dibutuhkan,

yaitu komunitas LGBTQ+ di Kota Surakarta.

G. SISTEMATIKA PENULISAN

1) BAB I PENDAHULUAN

Pada BAB I, peneliti akan memberikan pendahuluan mengenai industri

pariwisata di Thailand secara general. Kemudian akan dibahas pula

bagaimana perkembangan isu LGBT di Thailand dan penjelasan awal

tentang kampanye Go Thai Be Free. Setelah itu dilanjutkan rumusan

masalah, batasan masalah, tinjauan pustaka, kerangka konseptual, serta

metode penelitian.

2) BAB II PENYAJIAN DATA

Pada BAB II, peneliti akan menyajikan seluruh data baik primer maupun

sekunder yang telah didapatkan dengan teknik-teknik pengumpulan data.

Hasil wawancara dengan individu terkait dan hasil pengumpulan data

sekunder yang dibutuhkan akan dipaparkan pada bab ini.

3) BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada BAB III, peneliti akan menganalisis data yang telah didapat dengan

teori yang digunakan pada penelitian ini. Hasil dari analisis tersebut yang

akan digunakan untuk menjawab rumusan masalah dari penelitian ini.

4) BAB IV PENUTUP

29
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Pada BAB IV, merupakan bab terakhir dari penelitian. Penulis akan

menyajikan kesimpulan besifat analitik yang didapat dari menganalisis data

pada bab sebelumnya. Pada bagian saran, akan dibahas kekurangan yang

terjadi selama penelitian dan bagaimana harapan penulis untuk

pengembangan penelitian selanjutnya.

i
Beech, H. (2020, Juli 9). Thailand Moves to Legalize Same-Sex Unions, a Rare Step in Asia. Dipetik
Februari 8, 2021, dari The New York Times Web site:
https://www.nytimes.com/2020/07/09/world/asia/thailand-same-sex-unions.html
ii
Rio, M. D. (2021, Juni 25). What is the pink economy or pink money? Meet this powerful market
that is in full growth. Dipetik Juli 7, 2021, dari Entrepreneur web site:
https://www.entrepreneur.com/article/375730
iii
Drucker, P. (2015). Warped: Gay Normality and Queer Anti-Capitalism. Leiden: BRILL.
iv
Howell, C. (2019, Januari 25). TAT Launches Video to Promote Thailand as Safe For LGBT+
Tourists. Dipetik Februari 8, 2021, dari BK Asia City Web site: https://bk.asia-city.com/things-to-
do-bangkok/news/tat-launches-video-to-promote-thailand-safe-lgbt-tourists
v
Ruslan, R. (2012). Manajemen Public Relations dan Media Komunikasi. In Rajawali Pers.
vi
Martin, I. M., & Eroglu, S. (1993). Measuring a multi-dimensional construct: Country image.
Journal of Business Research, 28(3). https://doi.org/10.1016/0148-2963(93)90047-S
vii
TAT Newsroom. (2020, Mei 1). Tourism Authority of Thailand launches “Travel From Home with
Amazing Thainess” campaign. Dipetik Desember 8, 2020, dari TAT News Web Site:
https://www.tatnews.org/2020/05/tourism-authority-of-thailand-launches-travel-from-home-
with-amazing-thainess-campaign/
viii
IMF (International Monetary Fund). (2018, Juni 12). Prospek Ekonomi Thailand dalam Enam
Bagan. Dipetik Desember 7, 2020, dari IMF Web Site:
https://www.imf.org/id/News/Articles/2018/06/07/NA060818-Thailands-Economic-Outlook-in-
Six-Charts
ix
Bangkok Post. (2019, September 19). Prayut: Zones vital for growth . Dipetik Desember 7, 2020,
dari Bangkok Post Web Site: https://www.bangkokpost.com/business/1753349/prayut-zones-
vital-for-growth
x
Mastercard. (2019). Global Destination Cities Index 2019. New York: Mastercard.
xi
Rokou, T. (2020, Maret 3). These are the most popular countries for LGBTQ+ travellers, new
data reveals. Dipetik Juni 13, 2021, dari Travel Daily News Web site:
https://www.traveldailynews.com/post/these-are-the-most-popular-countries-for-lgbtq-
travellers-new-data-reveals
xii
Tuch, H. N. (1990). Communicating with the World. In Communicating with the World.
https://doi.org/10.1007/978-1-349-60512-5
xiii
Melissen, J. (2005). The New Public Diplomacy: Between Theory and Practice. In The New
Public Diplomacy. https://doi.org/10.1057/9780230554931_1
xiv
Leonard, M. (2002). The Three Dimensions of Public Diplomacy. Dalam M. Leonard, Public
Diplomacy (hal. 8). London: The Foreign Policy Centre.

30
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

xv
Leonard, M. (2002). The Three Dimensions of Public Diplomacy. Dalam M. Leonard, Public
Diplomacy (hal. 9-10). London: The Foreign Policy Centre.
xvi
Dinnie, K. (2010). Nation branding: Concepts, issues, practice. In Nation Branding: Concepts,
Issues, Practice. https://doi.org/10.4324/9780080554570
xvii
Kerr, P. (2013). Diplomacy in a globalizing world : theories and practices. Dalam P. Kerr,
Diplomacy in a globalizing world : theories and practices (hal. 354). New York: Oxford University
Press.
xviii
Gudjonsson, H. (2005). Nation branding. Place Branding.
https://doi.org/10.1057/palgrave.pb.5990029
xix
Ibid.
xx
Moleong, L. J. (2006). Moleong, ” Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi”. Bandung :
Remaja Rosdakarya. PT. Remaja Rosda Karya.
xxi
John W. Cresswel. (2014). Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods
Approaches. In Journal of Petrology.
xxii
Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Kombinasi (Mix Methods). Bandung: Alfabeta.
xxiii
Morse, J. M. (2000). Determining Sample Size. In Qualitative Health Research.
https://doi.org/10.1177/104973200129118183; Shaheen, M., Pradhan, S., & Ranajee. (2018).
Sampling in Qualitative Research. https://doi.org/10.4018/978-1-5225-5366-3.ch002

31

Anda mungkin juga menyukai