KEBUDAYAAN MASYARAKAT
BONDOWOSO
Bondowoso menawarkan keindahan alam yang masih asri dan sangat indah. Terletak pada
dataran tinggi membuat kota ini mempunyai banyak destinasi wisata yang menarik untuk dikunjungi,
seperti Kawah Ijen, Kawah Wurung, Batu Solor dan beberapa tempat lainnya. Tempat wisata tersebut
biasanya ramai dikunjungi oleh para wisatawan domestik dan mancanegara. Selain menawarkan
keindahan alamnya, Bondowoso juga mempunyai beberapa kebudayaan yang unik dan menarik,
salah satunya adalah Tari Singo Ulung.
Singo Ulung adalah salah satu tarian tradisional yang berasal dari Kabupaten Bondowoso. Tarian
ini terus dilestarikan oleh masyarakat Desa Blimbing dari generasi ke generasi. Berdasarkan tradisi
lisan masyarakat Bondowoso, Singo Ulung adalah gelar yang disandang oleh seorang bangsawan dari
Blambangan Banyuwangi yang bernama Juk Seng.
Pada suatu hari Juk Seng melakukan perjalanan ke arah barat dan tiba di hutan yang dipenuhi
oleh tumbuhan belimbing. Kedatangan Juk Seng menarik perhatian seorang tokoh yang tinggal
disana, yaitu Jasiman. Kedua tokoh ini melakukan adu kesaktian. Dalam adu kesaktian itu, keduanya
seimbang. Akhirnya mereka memilih untuk berdamai dan bersama-sama membangun desa di
wilayah tersebut yang dinamakan Desa Blimbing.
Singo Ulung atau Juk Seng diangkat sebagai Demang di Desa Blimbing, dan Jasiman turut
mendampingi Singo Ulung dalam kepemimpinannya. Mereka berdua bersama-sama bergotong-
royong dalam membangun Desa Blimbing dengan kesaktian yang mereka miliki demi kemaslahatan
desa tersebut. Berkat kerja keras yang mereka lakukan, dalam waktu dekat Desa Blimbing menjadi
desa yang subur dan Makmur.
Singo Ulung dan Jasiman dianggap sebagai tokoh yang berjasa bagi masyarakat Desa Blimbing.
Bahkan hingga saat ini masyarakat Desa Blimbing masih menghormati kedua tokoh tersebut. Untuk
mengenang jasa sekaligus menjaga warisan leluhur, masyarakat Desa Blimbing merefleksikannya
dalam bentuk tarian Singo Ulung.
B. Pementasan Tari Singo Ulung
Singo Ulung biasanya dipentaskan di Alun-alun Bondowoso dalam rangka memperingati Harjabo
atau Hari Jadi Bondowoso. Selain dipentaskan dalam acara Harjabo, Singo Ulung juga dipentaskan
pada acara bersih desa dan acara menyambut kedatangan bulan suci Ramadhan. Tari Singo Ulung
rutin dipentaskan menjelang bulan suci Ramadan, yakni pada bulan Syakban bertepatan dengan
pelaksanaan bersih desa. Selain itu, tarian ini biasanya juga ditampilkan untuk menyambut tamu
maupun dalam gelaran festival kebudayaan di Kabupaten Bondowoso. Kesenian tradisional tersebut
merupakan warisan turun-temurun yang menjadi identitas kultural Bondowoso.
Seperti Tarian lainnya, Tarian Singo Ulung juga memiliki kostum yang menarik. Kostum yang
digunakan oleh para penari tarian ini berbeda- beda menyesuaikan peran yang dibawakan. Untuk
penari singo menggunakan kostum menyerupai singa yang terbuat dari tali rafia berwarna putih. Tali
tersebut diurai sehingga terlihat seperti bulu. Kepala singa yang digunakan mirip dengan kepala singa
pada Singo Barong, Reog Ponorogo. Sedangkan, kostum panji atau Jasiman menggunakan kostum
seperti Tari Topeng. Kemudian untuk penari wanita menggunakan busana tradisional seperti kebaya
dan sampur. Penari warok menggukan pakaian serba hitam dengan kaus berwarna merah putih khas
Madura dan membawa rotan.
Musik pengiring menggunakan gamelan reog menjadi aransemen Madura dan pakaian warok
Ponorogo menjadi pakaian khas Madura. Berbagai sanggar memiliki persepsi sendiri yakni masih
menggunakan bahasa Jawa dan pakaian warok pada kesenian Singo Ulung atau di lain sanggar
menggunakan bahasa dan pakaian Madura.
Singo Ulung yang menggambarkan wujud Juk Seng yang menjadi Harimau putih
Panji yang menggambarkan Jasiman yang merupakan penguasa wilayah
Dua orang berkelahi menggunakan rotan menggambarkan pertarungan Jasiman dengan Juk
Seng
Penari perempuan menggambarkan istri Juk Seng
Kiai menggambarkan Juk Seng