Anda di halaman 1dari 2

Nama : Agus Nur Zakin

NIM : 2130110114

Matkul : Hermeneutika

Dosen : Moh Muhtador, M.Hum

Tugas UTS

Agama merupakan salah satu sarana yang sangat penting untuk turut serta
mewujudkan pembangunan manusia yang menyeluruh, seimbang sesuai dengan
tujuan pembangunan nasional. Perkembangan jiwa harus dilakukan secara terus
menerus sejak manusia dilahirkan hingga tumbuh dewasa. Tentu saja, orang tua
dan keluarga merekalah yang paling bertanggung jawab dalam membesarkan
anak-anak mereka. Menolong dan menafkahi anak yatim merupakan kewajiban
dalam agama Islam. Penderitaan yang dialami anak-anak yatim piatu akan
berkurang ketika mereka dijangkau oleh tangan-tangan orang-orang yang peduli
akan keadaannya, masyarakat umum, dan sanak saudaranya sendiri. Hal ini
sangat membantu mereka menghadapi kenyataan hidup. Karena mereka tidak
dapat memenuhi kebutuhannya sendiri. Anak-anak kewalahan dengan kematian
ayahnya sebelum mereka merasakan perlindungan ayahnya. Kegagalan dalam
memenuhi kebutuhan dasar dapat menimbulkan kesulitan dalam kehidupan
seseorang. Ibarat anak yatim piatu, mereka kesulitan dalam hidup untuk
memenuhi kebutuhan jiwa, kebutuhan akan kasih sayang dalam citra seorang
ayah.

Kita harus memperlakukan anak-anak yatim piatu ini dengan baik. Dalam Al-
Qur'an surah al-An'am ayat 152:

‫والتقربوامال اليتيم االبالتى هى احسن حتى يبلغ اشده‬

Artinya : “Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim kecuali dengan cara
yang baik, sampai mereka mencapai usia dewasa” (Q.S. al-An'am 6: 152). Bahkan
tidak boleh “mendekatinya”, apalagi memakannya secara kejam, menelantarkan
harta anak yatim, menghilangkan hak-hak anak yatim atas hartanya, dan menjual
harta tanpa sepengetahuannya sehingga menyebabkan anak yatim mempunyai
masa depan yang suram, terlunta-lunta dan bisa tercerabut hak-haknya.

Orang yatim dalam bahasa yang sederhana sering didefinisikan sebagai orang
yang ditinggal oleh ayah dan ibunya. Kalau ditinggal keduanya ditambah dengan
kata yatim piatu. Makna ini hanya mencangkup konteks keluarga saja, padahal
semua orang pasti akan ditinggal oleh seorang ayah dan ibu, lalu tidakkah semua
manusia pasti adalah yatim?

Anak-anak yang al-yatim ini harus kita perlakukan secara baik. Tidak makan sama
sekali harta dan peninggalan dari anak yatim adalah sangat utama. Kebajikan yang
tinggi, apalagi kita sebagai kuratornya, sebagai pengganti dari sang orangtua,
tidak menggunakan uang dan harta anak-anak yatim untuk menghidupi diri kita
dan anak-anak yatim sendiri. Ini adalah yang ideal dan utama. Meski begitu, kita
boleh menggunakan harta anak yatim sekadar untuk membiayai atau memberi
makan anak yatim itu sendiri sampai al-yatim itu besar atau dewasa, tidak lebih.
Dan janganlah menggunakan harta dan warisan dari anak al-yatim untuk
keperluan dan kebutuhan keluarga kita sendiri.

Hal seperti ini juga berlaku untuk mereka yang bertekad menjadi kurator anak-
anak yatim sebagaimana yang kita kenal selama ini dalam bentuk “Yayasan Yatim
Piatu”. Banyak Yayasan Yatim Piatu yang bisa memanfaatkan eksistensi anak-anak
ini untuk memperoleh harta, dana- dana sumbangan, sumbangan sosial
pemerintah, dan lembaga-lembaga donor. Banyak yang bisa diambil
keuntungannya dari memanfaatkan dan mengatasnamakan anak-anak yatim

Dalam Al-Qur'an yang diposisikan sebagai sumber ilmu pengetahuan, anak


yatim mendapat perhatian khusus. Kepedulian Al-Qur’an terhadap anak yatim
sudah muncul sejak awal turunnya wahyu hingga masa akhir wahyu yang lengkap
dan sempurna.

Anda mungkin juga menyukai