Anda di halaman 1dari 2

MELIHAT INDONESIA DARI ANGKASA:

MUDIK, EKONOMI LOKAL, DAN KUALITAS UDARA

Pergerakan masyarakat selama arus mudik, silaturahmi, wisata, hingga arus balik
Lebaran diyakini turut meningkatkan polusi udara di Indonesia. Studi Transdisciplinary
Institute dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) yang
menganalisis tingkat polusi udara pada musim mudik Lebaran tahun lalu, yakni dari 12
sampai 25 April 2023, menunjukkan, kadar karbon monoksida (CO) di udara seluma masa
Lebaran tahun lalu meningkat hingga 3,1 persen secara rata-rata kadar CO di setiap
kabupaten/kota di Indonesia. Sejumlah wilayah tujuan pemudik dan wisata, seperti Sumatera
Selatan, DI Yogyakarta, dan Kalimantan Selatan, menjadi lebih berpolusi selama masa
Lebaran tahun lalu. Data ini mereka rangkum dari Copernicus Sentinel Data yang
dipublikasikan dari Google Earth Engine (GEE). Mudik mengakibatkan peningkatan
signifikan pada polusi udara, khususnya kenaikan konsentrasi polutan, seperti karbon
monoksida (CO), nitrogen dioksida (NO2), dan ozon (O3) selama mudik.

Peneliti belum bisa menggunakan data pergerakan masyarakat selama mudik Lebaran
2024 karena datanya belum terangkum secara keseluruhan dari pemerintah. Oleh karena itu,
mereka menggunakan data tahun lalu demi menghindari kekeliruan analisis. Namun, temuan
ini mungkin bisa untuk menggambarkan bahwa setiap mudik dan wisata Lebaran hampir
pasti akan terjadi penyebaran polusi udara,” ujarnya. Dalam penelitian Studi
Transdisciplinary Institute itu diungkapkan juga, selain CO yang meningkat, terjadi pula
peningkatan polutan udara lain. Kadar NO2, misalnya, meningkat 6,47 persen, 03 meningkat
1,95 persen, dan sulfur dioksida (SO2) meningkat 5,95 persen. Ini semua dihasilkan dari
volume kendaraan mudik Lebaran 2023 yang menembus 264 juta kendaraan (BPS 2023).

Tingginya tingkat polusi udara selama liburan Lebaran bcrpotensi menurunkan


kualitas hidup masyarakat hingga ke kampung halaman pemudik. Berdasarkan data
Kementerian Kesehatan, polusi udara berkontribusi besar terhadap enam besar penyakit
gangguan pcrnapasan, yakni pncumonia (infeksi paru), infeksi saluran pcrnapasan akut
(ISPA), asma, tuberkulosis, kanker paru, dan pcnyakit paru obstruksi kronis (PPOK). Tradisi
mudik memungkinkan terjadinya peningkatan polusi udara di perdesaan karena berpindahnya
kendaraan yang tidak ramah lingkungan dari kota ke desa, diikuti penyakit yang
menyertainya.

Dekan FEB UI Teguh Dartanto mendorong pemerintah agar mengevaluasi kembali


kebijakan pariwisata berkelanjutan atau green tourism yang diatur dalam Peraturan Menteri
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor 9 Tahun 2021 untuk mengoptimalkan kendaraan
rendah emisi di tempat wisata. Selain itu, aktivitas mudik masyarakat sebaiknya juga
dialihkan ke transportasi massal."Ini sebuah kenyataan yang tidak bisa diabaikan karena bisa
berdampak pada kualitas hidup dan kesehatan masyarakat,” kata Teguh.

Dosen FEB Universitas Gadjah Mada, Akhmad Akbar Susamto, menilai, penelitian
ini belum menjelaskan alasan adanya perbedaan peningkatan polusi udara berdasarkan jenis
polutan yang ditemukan. Jika dijelaskan lebih mendetail, penelitian akan menjadi lebih
lengkap untuk memengaruhi kebijakan tentang penggunaan bahan bakar kendaraan bcrmotor.
"Bedanya CO, NO2, SO2, dan O3 itu apa, belum dijelaskan di sini. Padahal, sama-sama
mudik, kok, kadarnya berbeda? Apa mungkin karena yang satu pakai (jenis bahan bakar
minyak) pertalite, yang satu pertamax, atau solusinya dengan mobil listrik,” kata Akhmad.
Walau begitu, dia menegaskan, penelitian ini tetap baik untuk melihat sisi yang jarang
dipikirkan dari aktivitas mudik Lebaran, yakni dari aspek lingkungan. Sebab, selama ini yang
diperhatikan hanya potensi pertumbuhan ekonomi dari mudik.

Anda mungkin juga menyukai