Anda di halaman 1dari 15

ANCAMAN POLITIK IDENTITAS DALAM

MENGHADAPI PEMILU 2024


1
Jihadul Islami 2Yudhi Lestanata
Universitas Muhammadiyah Mataram
Email Korespondensi : 1jihadhad991@gmail.com 2yudhi.lestanata27@gmail.com

Abstrak

Pemilu 2024 diidentifikasi sebagai momen krusial dalam perjalanan demokrasi, namun juga disertai oleh
ancaman yang signifikan, yaitu politik identitas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis ancaman
politik identitas yang mungkin muncul selama periode pemilu 2024, dengan menggunakan pendekatan
kualitatif untuk memahami dinamika masyarakat yang terlibat. Temuan penelitian ini menekankan
betapa rumitnya politik identitas, yang mencakup pertanyaan tentang gender, agama, dan etnis.
Ketegangan di masyarakat meningkat selama kampanye politik karena penggunaan bahasa yang
memecah-belah dan diskriminatif. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bagaimana narasi politik
identitas disebarluaskan melalui media sosial, sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya konflik
dan ketidakstabilan politik. Penelitian kami berkontribusi pada pemahaman yang lebih baik tentang
risiko yang terkait dengan politik identitas yang mungkin muncul pada pemilu 2024. Implikasi dari
temuan ini menunjukkan bahwa, untuk mengurangi dampak buruk politik identitas dan menjaga
demokrasi yang kuat, beberapa pihak termasuk pemerintah, lembaga pemilu, dan masyarakat sipil harus
bekerja sama dalam upaya mengurangi munculnya politik identitas.

Kata kunci
Politik identitas; Polarisasi; Pemilu;

Abstract
The 2024 election is identified as a crucial moment in the journey of democracy, but it is also accompanied by a
significant threat, namely identity politics. This research aims to analyze the threat of identity politics that may
emerge during the 2024 election period, using a qualitative approach to understand the dynamics of the
communities involved. The research findings emphasize how complex identity politics can be, encompassing
questions of gender, religion and ethnicity. Tensions in society increase during political campaigns due to the use of
divisive and discriminatory language. The results of this research also show how identity politics narratives are
disseminated through social media, thereby increasing the possibility of conflict and political instability. Our
research contributes to a better understanding of the risks associated with identity politics that may emerge in the
2024 elections. The implications of these findings suggest that, to reduce the adverse impacts of identity politics and
maintain a strong democracy, several parties including the government, electoral institutions, and civil society must
work together in an effort to reduce the emergence of identity politics.

Keywords
Political Identity; polarization ; Election.
Politicos: Jurnal Politik dan Pemerintahan, X (X), Year, pp. X-X
ISSN xxxx-xxxx (print), ISSN xxxx-xxxx (online)
DOI: xxxxxxxxxx

PENDAHULUAN dianggap bagian dari agama yang


dianut kolonialisme. Sejarah politik
Indonesia merupakan negara yang identitas yang paling buruk dapat
terdiri dari ribuan pulau, yaitu rumah disebut kegagalan Konstituante
bagi orang-orang dari berbagai leluhur menyelesaikan sidangnya selama
dan agama (El Shidqi & Andriyani, hampir tiga tahun (1956-1959) sehingga
2022). Saat ini dianggap sebagai bangsa Presiden Soekarno mengeluarkan
yang variatif dan pluralistik. memiliki Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli
variasi. Karena masyarakat Indonesia 1959 yang memutuskan untuk kembali
sangat beragam, setiap orang harus menggunakan UUD 1945 sebagai
saling menghargai satu sama lain. Undang-Undang Dasar yang berlaku
Namun, karena keberagaman bagi Indonesia. Di sisi lain, kalangan
masyarakat Indonesia, ada nasionalis yaitu kalangan Islam
kemungkinan beberapa orang terkena moderat dan nasionalis yang didukung
dampak konflik dan perselisihan terkait oleh kalangan non-Muslim (Kristen,
SARA (Tutukansa, 2022). Selain itu, Katolik, Hindu, Budha, dll) menolak
karena Indonesia adalah negara gagasan tersebut masih mendorong
demokratis, maka pergantian agar Pancasila sebagaimana
pemerintahan setiap beberapa tahun dibicarakan dalam sidang BPUPKI dan
sekali adalah hal yang wajar karena PPKI tahun 1945 menjadi dasar negara.
Pancasila menjadi landasan atau Indonesia dan menjadi dasar
pedoman hidup bernegara. Namun penyusunan Undang-Undang Dasar
yang perlu disesalkan adalah dampak baru bagi Indonesia (Samosir &
merugikan yang signifikan dari sistem Novitasari, 2022).
politik identitas ditambah dengan Contoh menguatnya masalah
disparitas sikap, keputusan, dan politik identitas yaitu dalam pemilihan
keyakinan yang sangat mempolarisasi umum Gubernur DKI Jakarta pada
masyarakat (Sebastian & Arifianto, tahun 2017. Dalam pemilihan gubernur
2020) ini, terdapat dua kandidat pasangan
Menurut Kurniawan, (2018) calon yang bertarung antara Basuki
Sejarah Indonesia adalah sejarah politik Tjahaja Purnama - Djarot Saiful
identitas. Sejarah ini dimulai jauh Hidayat dan Anies Baswedan -
sebelum kemerdekaan. Dalam rapat Sandiaga Uno. Menguatnya politik
parlemen di Voolksraad tahun 1932, identitas ini disebabkan terjadinya
tokoh politik Katolik Ignatius Josep pertarungan yang berasal dari latar
Kasimo dituduh sebagai kaki tangan belakang suku, ras, dan agamany
kolonialisme hanya karena agamanya masingmasing, seperti Basuki Tjahaja

Received ….; Accepted ….; Published …...


281
Author(s) | Manuscript title

Purnama yang berlatar belakang dari tidak menghormati perbedaan yang


kelompok minoritas Tionghoa dan non- ada adalah akibat umum dari politik
muslim menghadapi Anies Baswedan identitas di Indonesia, sebuah negara
yang berlatar belakang dari kelompok dengan populasi yang beragam dalam
mayoritas Jawa dan agama Islam. hal etnis, budaya, ras, dan agama
Apalagi, ketika diduganya Ahok (nama (OSBIN, 2021).
panggilan Basuki Tjahaja Purnama) Dengan demikian, penelitian ini
melakukan penistaan agama dengan dilakukan untuk mengetahui sejauh
pernyataannya terhadap Surat Al- mana ancaman politik identitas dalam
Maidah ayat 51. menghadapi pemilu 2024
Menurut Tangkudung et al., Oleh karena itu peneliti tertarik
(2022) Suatu instrumen politik bagi melakukan penelitian dengan judul
suatu kelompok etnis, suku, agama, “Ancaman Politik Identitas Menghadapi
budaya, atau kelompok lain untuk Pemilu 2024”.
mencapai tujuannya. Menurut
Syaifuddin & Isnaini, (2020) Juga ada POLITIK IDENTITAS
pepatah yang mengatakan, “Semua Politik Identitas dalam sosiologi
politik adalah politik identitas”. mengacu pada kerangka kerja
Ungkapan ini sering digunakan saat ini keanggotaan kelompok mereka,
untuk menggambarkan fenomena termasuk karakteristik, klasifikasi, dan
politik yang sedang terjadi di suatu peran sosial. Orang-orang yang berbagi
tempat di dunia, khususnya iklim identitas cenderung berkumpul dalam
politik di Indonesia saat ini. Situasi kelompok di mana ada rasa esprit de
serupa tidak hanya terjadi di Indonesia, corps (kita) yang kuat karena praktik
namun juga di negara lain. Akibatnya, budaya bersama di bidang-bidang
munculnya berbagai kelompok gerakan seperti agama, bahasa, politik, dan
sosial sangat mempengaruhi berbagai kelompok sosial (Zulham & Ristati,
dinamika sosial-politik. 2021).
Membahas politik identitas Sederhananya, politik identitas
memang menarik karena dalam adalah taktik politik yang
beberapa hal bisa menjadi nilai mengedepankan diferensiasi dan
konstruktif yang mempersatukan menjadikan hubungan primordial
masyarakat untuk membela sebagai kategori utamanya. Politik
kepentingan suatu bangsa atau identitas mengacu pada penggunaan
kelompok. Di sisi lain, politik identitas politik etnis, suku, budaya, agama, atau
dinilai membahayakan perpecahan karakteristik lain suatu kelompok
kelompok atau bangsa, sehingga untuk tujuan tertentu, seperti
memang ada nilai negatifnya selain perlawanan atau menunjukkan
nilai positifnya (Katili et al., 2023). identitas kelompok.(Fernandes, 2019)
Disintegrasi nasional adalah istilah Elit politik kerap berupaya
umum untuk hal ini. Intoleransi dan menggalang dukungan politik dengan
282
Politicos: Jurnal Politik dan Pemerintahan, X (X), Year, pp. XX-XX

mengangkat tema-tema unsur pembeda antara golongan satu


primordialisme, seperti identitas etnis dengan lainnya untuk mencapai tujuan.
dan agama. Politik identitas adalah Penggunaan politik identitas tidak
taktik yang digunakan elit politik terlepas dari praktek politik
untuk memenangkan pemilu, dan pragmatisme yang marak digunakan
seringkali menimbulkan perpecahan di untuk memenangkan suatu pemilihan
masyarakat. Politik identitas masih umum.
dihasilkan di ranah publik oleh para
elit dalam upaya memenangkan I. METODE PENELITIAN
pemilih, dibandingkan dengan para
calon pemilih yang memilih Penelitian ini menggunakan
berdasarkan visi dan misi mereka metode penelitian pendekatan
(Widian et al., 2023). deskriptif kualitatif yang bertujuan
Menurut Warburton, (2020) agar dapat mengumpulkan berbagai
Fenomena politik identitas yang terjadi informasi mengenai apa yang sedang
di Indonesia beberapa tahun terjadi. Penelitian deskriptif kualitatif
belakangan ini telah menunjukkan merupakan metode pemeriksaan
taringnya sebagai sebuah ancaman kondisi sekelompok orang atau objek,
serius bagi persatuan dan kesatuan dengan tujuan untuk menggambarkan
bangsa. Apalagi kalau nuansa politik fakta atau fenomena secara sistematis,
identitas itu diperkeruh dengan akurat, deskriptif, dan benar.
berbagai peristiwa diskriminatif yang Penelitian ini menggunakan
terjadi beberapa tahun belakangan ini. pendekatan kualitatif yang merupakan
Salah satunya adalah peristiwa penelitian yang bersifat Studi dokumen
pembunuhan empat warga Poso atau teks merupakan kajian yang
beberapa waktu lalu. Empat orang menitik beratkan pada analisis atau
menjadi korban kebuasan gerakan interpretasi bahan tertulis berdasarkan
radikalisme berbasiskan terorisme dari konteksnya. Dengan menggunakan
kelompok Mujahidin Indonesia Timur metode studi kepustakaan melalui
(MIT) di Poso, Sulawesi Tengah pada buku, jurnal, artikel terkait dan
tanggal 11 Mei 2021 . Peristiwa- menggunakan data sekunder resmi dari
peristiwa teror bernada agama pihak kedua. Untuk memperoleh
semacam itu beresiko semakin kredibilitas yang tinggi peneliti
memperkeruh situasi konflik politik dokumen harus yakin bahwa naskah-
identitas dan berpotensi menyebabkan naskah itu otentik.
disintegrasi bangsa (Lengga Wangge & Metode analisis yang digunakan
Wijanarko, 2023). adalah analisis kualitatif, yaitu metode
Dari beberapa definisi diatas analisis yang mempergunakan
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pemikiran logis, analisis dengan logika,
politik identitas merupakan politik dengan induksi, analogi/ interpretasi,
yang terfokus pada identitas sebagai komparasi dan sejenisnya. Metode
283
Author(s) | Manuscript title

berfikir yang dipergunakan adalah Meskipun kampanye hitam


metode induktif, yaitu dari data / fakta menggunakan ujaran kebencian,
menuju ke tingkat abstraksi yang lebih kebohongan, dan fitnah untuk
tinggi. Dari analisis tersebut kemudian menyerang lawan politik, materi yang
akan ditarik kesimpulan sebagai disebarkannya tidak asli.
jawaban atas permasalahan yang ada. Munculnya politik identitas dapat
ditelusuri sejak berlakunya Undang-
II. HASIL DAN PEMBAHASAN Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah, dimana kepala
Pada dasarnya, tujuan kampanye daerah dipillih secara langsung oleh
politik adalah untuk mempengaruhi rakyat dalam Pilkada. Dengan Pilkada
keputusan pemilih dan membantu maka kelompok masyarakat yang
mereka mendukung kandidat tertentu mayoritas berada dalam daerah
dalam pemilihan umum. Politisi akan tertentu mempunyai peluang yang
menggunakan serangkaian strategi dan lebih besar untuk memenangkan
taktik kampanye standar yang sering kandidat mereka. Demikian halnya
digunakan dalam persaingan politik dengan kebijakan desentralisasi dan
untuk mempengaruhi pemilih. Ada otonomi daerah turut mendukung pula
berbagai jenis kampanye, antara lain munculnya fenomena politik identitas.
kampanye hitam, negatif, dan positif. Elit politik kerap berupaya menggalang
Kandidat dipromosikan dan dukungan politik dengan mengangkat
disampaikan melalui kampanye positif. tema-tema primordialisme, seperti
Pesan atau nilai-nilai positif para identitas etnis dan agama. Politik
kandidat adalah konten utama yang identitas adalah taktik yang digunakan
dibuat sedemikian rupa sehingga elit politik untuk memenangkan
menarik minat pemilih dan membantu pemilu, dan seringkali menimbulkan
mereka mendapatkan dukungan perpecahan di masyarakat. Politik
sebanyak mungkin. Kampanye positif identitas masih dihasilkan di ranah
juga dapat digunakan sebagai bentuk publik oleh para elit dalam upaya
pembelaan diri jika lawan politik memenangkan pemilih, dibandingkan
melancarkan serangan yang bertujuan dengan para pemilih yang memilih
untuk merugikan atau menurunkan kandidat berdasarkan visi dan misi
reputasi kandidat. Kampanye yang mereka.
bertujuan merusak reputasi kandidat Yang menjadi salah satu catatan
disebut kampanye negatif. Landasan awal lembaran buruk politik identitas
kampanye negatif biasanya adalah di Indonesia. Setidaknya tiga masa
informasi dan fakta yang disajikan pemilihan umum dengan penggunaan
dengan cara ini. Menyerang lawan isu buruk politik identitas agama
politik secara agresif adalah taktik yang terjadi pada Pilpres 2014, Pilkada
digunakan dalam kampanye negatif Gubernur DKI Jakarta tahun 2017 dan
untuk menyoroti kelemahan mereka. Pilpres 2019. Tiga masa pemilihan ini
284
Politicos: Jurnal Politik dan Pemerintahan, X (X), Year, pp. XX-XX

memicu ketakutan di kalangan para tatanan kebangsaan kita dan apa


pemilih yang sampai mempengaruhi sebenarnya yang menyebabkan
psikologis massa pemilu di seluruh perpecahan dalam pemilu. Pasangan
tanah air Indonesia. Masyarakat Prabowo-Sandi memperoleh 2.488.733
pemilih yang menginginkan kedamaian suara (85,95%) di Sumatera Barat,
dan kesantunan berpolitik sangat peningkatan dukungan yang signifikan
terganggu dengan proses pemilu yang dari komponen ideologis pemilu
merendahkan martabat demokrasi. serentak. Hal serupa juga terjadi pada
Pemilihan Presiden tahun 2014 dan basis elektoral calon presiden dan wakil
tahun 2019 memang kebetulan hanya presiden Jokowi-Ma'ruf Amin; Konon
mempertemukan dua pasangan calon penebalan komponen ideologi juga
presiden saja dalam dua kali masa berdampak signifikan terhadap
pemilihan presiden itu, yakni Joko perolehan 2.368.982 (88,57%) suara
Widodo dan Prabowo Subianto. Jokowi-Ma'ruf di Nusa Tenggara
Sehingga karakter saling membalas di Timur. Teori awal mengenai peran
kedua masa pemilihan itu yakni di faktor ideologi dan sistem pemilu
Pemilu 2014 dan di pemilu 2019 tidak adalah bahwa perolehan suara tidak
bisa terelakkan. Bahkan dalam infomasi berkorelasi langsung dengan strategi
media dan hasil kajian sejumlah atau narasi kampanye. Jokowi, calon
lembaga terlihat bahwa pemilu presiden, sudah sering bepergian ke
presiden 2019 lebih menyeramkan Sumatera Barat. Ia berhasil
dibanding Pemilu 2014 karena isu-isu mendapatkan dukungan dari para
politik identitas ditampilkan secara pendukung Prabowo dan bahkan
terbuka dan di sejumlah lokasi menggunakan segala taktik untuk
khususnya di Jakarta terjadi kerusuhan. menyerang Prabowo. Meski demikian,
Pemanfaatan kampanye negatif tidak persentase suara Jokowi rendah, dan
terelakkan di sebut sebut dalam nasib serupa juga dialami oleh
indentas terhadap kubu calon presiden Prabowo. Tidak mungkin mengabaikan
Prabowo Subianto menyebar, klaim yang dibuat oleh para peneliti
sementara kubu calon presden Jokowi tentang perbedaan ideologi dan
menjadi sasaran tembak dengan isu "masalah polarisasi"; Salah satu faktor
kampanye hitam (Kelik Endro Suryono yang berkontribusi terhadap penguatan
et al., 2023). independensi basis suara Prabowo dan
Penelitian ini menarik untuk dikaji Jokowi adalah polarisasi yang semakin
karena bermula dari keraguan dan kuat (Kelik Endro Suryono et al., 2023).
kecurigaan terhadap variabel-variabel Polemik politik yang sama pada
yang menimbulkan politik Pilkada DKI Jakarta 2017 menjadi salah
permasalahan dan perpecahan satu peristiwa Indonesia yang paling
masyarakat. Hal ini juga menyita perhatian dalam beberapa
mempertanyakan seberapa besar tahun terakhir. Salah satunya adalah
retorika politik identitas merusak kontroversi Basuki Cahaya Purnama
285
Author(s) | Manuscript title

atau akrab disapa Ahok pada Pilkada signifikan terhadap polemik ini
DKI Jakarta 2017. Semua ini bermula (Candra et al., 2023).
pada tanggal 27 September 2016, ketika Pembentukan politik identitas pada
Ahok, dalam kapasitasnya sebagai Pilkada DKI Jakarta 2017 pada saat itu
Gubernur DKI, mengunjungi Pulau disebabkan oleh beberapa faktor
Pramuka di Kepulauan Seribu untuk sebagai berikut :
urusan bisnis (BBC News, 2016). Saat 1. Terdapat salah satu pasangan
Ahok menyinggung Surat Al-Maidah calon yang berasal dari dua
51 dalam pidatonya di depan warga, minoritas, yaitu Cina (Tionghoa)
masyarakat bereaksi negatif. Majelis dan Kristen.
hakim dan mayoritas umat Islam 2. Pidato Ahok di Pulau Pramuka
menilai Ahok tidak menghormati Surat Kepulauan Seribu yang
Al-Maidah dalam pernyataan tersebut. menyinggung Surat Al Maidah
Saat melakukan kunjungan kerja ke 51 yang memicu reaksi pro
Kepulauan Seribu pada 27 September kontra dalam masyarakat.
2017, pakar bahasa Indonesia 3. Media sosial berperan sangat
Universitas Mataram, Mahyuni, juga besar dalam proses
mengungkapkan, Basuki Tjahaja pembentukan politik identitas
Purnama alias Ahok berbicara di luar masyarakat Muslim di Jakarta,
kerangka program budidaya ikan. terutama ketika Buni Yani
Selain reaksi lisan, argumen ini bahkan mengunggah video pidato Ahok
memicu protes besar-besaran dengan di Kepulauan Seribu yang
sekitar 50.000 peserta di Jakarta pada menjadi viral dan memancing
tanggal 4 November 2016. Namun, kemarahan sebagian besar umat
sejumlah besar orang juga tidak setuju Muslim.
dengan putusan terhadap Ahok dan 4. Aksi bela Islam yang dimotori
prosedur hukumnya. Banyak individu oleh Gerakan Nasional
dan kelompok percaya bahwa standar Pengawal Fatwa Majelis Ulama
yang sewenang-wenang dan campur Indonesia (GNPF-MUI), berhasil
tangan yang meluas menjadi pedoman memobilisasi massa umat Islam
proses pengambilan keputusan yang merasa marah atas
pengadilan terhadap Ahok. penghinaan Al-Quran oleh Ahok
Berdasarkan hasil survei lembaga untuk menuntut agak segera
survei Saiful Mujani Research and diproses secara hukum.
Consulting (SRMC), sebanyak 21,5% Hasil pilkada DKI Jakarta 2017
responden tidak setuju dengan memunculkan debat sejauhmana
pernyataan Ahok yang menghina rasionalitas pemilih bekerja dalam
Islam. Topik politik identitas dan menjelaskan perilaku pemilih. Menurut
keadaan di sekitar era post-truth data longitudinal Indikator Politik
nampaknya mempunyai pengaruh Indonesia, rata-rata kepuasan publik
terhadap Ahok mencapai 73,4 persen.
286
Politicos: Jurnal Politik dan Pemerintahan, X (X), Year, pp. XX-XX

Jika benar warga Jakarta rasional, berpendidikan


seharusnya Ahok minimal Orangnya 3.6 7 1
mengantongi suara 70 persen sesuai tegas/berwibaw
dengan proporsi warga yang puas a
terhadap kinerjanya, tapi di putaran Orangnya 2.5 0 4
kedua Ahok-Djarot kalah telak dan ramah/santun
hanya mengantongi suara sebesar 42 Program- 7.2 8 6
persen. Dengan kata lain, perolehan program yang
suara pasangan calon di Jakarta tidak dijalankan atau
bisa dijelaskan semata-mata oleh faktor dijanjikan
rasionalitas. paling
Alasan memilih pasangan calon meyakinkan
gubernur (%) Bisa membawa 8.7 7 10
Ahok
Anies- perubahan
Alasan_Col_ PCT BASE -
Sandiaga Sudah ada 13.2 32 1
Djarot
Agamanya 34.9 2 57 bukti nyata
sama dengan hasil kerjanya
saya Pernah 0.0 0 0
Berasal dari 0.5 1 0 bertemu
keluarga tokoh langsung
politik/masyara Tokoh partai 0.1 0 0
kat politik
Berasal dari 0.8 1 1 Lainnya 1.0 1 1
partai yang TT/TJ 0.6 1 0
saya dukung Sumber : (Muhtadi, 2018).
Ikut pilihan 1.7 3 1
orang Dalam ranah politik elektoral, hal
lain/keluarga/w ini unik. Secara umum, elektabilitas
arga sekitar dan kinerja petahanan mempunyai
Berpengalaman 9.0 17 3 hubungan yang sangat kuat dan
di konstan. Masuk akal jika masyarakat
pemerintahan setempat mengakui prestasi Ahok
Orangnya 6.0 12 2 dalam menyelesaikan masalah sampah
jujur/bersih dan banjir, meningkatkan pelayanan
dari praktek kantor pemerintah, dan bidang lainnya.
KKN Meskipun penduduk setempat masih
Orangnya 6.0 6 6 merasa tidak puas dengan kondisi lalu
perhatian pada lintas, mereka juga mengakui upaya
rakyat bersama pemerintah provinsi untuk
Orangnya 4.1 1 6 membangun infrastruktur angkutan
287
Author(s) | Manuscript title

umum. Kinerja Ahok-Djarot yang Januari. Pasca perselisihan di


selalu dianggap terbaik oleh pengadilan dengan KH Ma'ruf,
masyarakat dalam pembahasan permintaan maaf Ahok dan pengakuan
gubernur juga turut menambah bersalahnya yang berlinang air mata di
kekuatan mereka di ranah rasional. awal kasus penodaan agama sempat
Dukungan terhadap Ahok-Djarot jauh meredakan ketegangan publik, namun
lebih besar di kalangan pemilih yang dengan cepat meningkat lagi.
menonton diskusi cagub-cawagub pada Politik identitas di negeri ini
survei Indikator awal Februari 2017 menjadi merugikan antara lain karena
dibandingkan mereka yang tidak adanya serangan terhadap unsur
menonton. Warga terutama personal yang dilancarkan oleh
mendukung Ahok-Djarot karena "ada argumentasi dan gagasan pasangan
bukti hasil kerja Burhanuddin Muhtadi calon. Pendukung pasangan calon lebih
pada Desember 2018" (32 persen), menekankan faktor-faktor yang tidak
"pengalaman di pemerintahan" (17 penting seperti warna kulit, suku,
persen), atau "orangnya jujur dan agama, dan ciri-ciri lainnya
bersih dari korupsi" (12 persen). , dibandingkan menentang kebijakan
berdasarkan data exit poll dari yang diambil oleh partai politik dan
indikator putaran kedua (Tabel 1). calon. Ketika menyikapi politik
Namun dominasi Ahok di bidang identitas secara langsung, kita harus
mental tidak diterjemahkan ke dalam menjawab dengan bijak dan dewasa,
bidang emosional. Terpilihnya calon bukan hanya berasumsi berdasarkan
gubernur-wakil gubernur sangat perbedaan pendapat atau konflik. Salah
dipengaruhi oleh pernyataan Ahok satu informan FGD menyatakan bahwa
yang kontroversial terkait Al-Maidah. dampak politik identitas harus diatasi
Ketidaksukaan Ahok yang didasari dengan kembali fokus mencari cara
afiliasinya dengan kelompok agama untuk mengimbangi pemanasan iklim
dan etnis minoritas semakin memuncak (Fitrianti & Laksana, 2022).
dengan pidato tersebut. Sebagian besar Pastinya kita tidak bisa
orang mendasarkan keputusan mereka mengantisipasi hal ini, sangat tidak
pada keyakinan agama yang sama. dapat diterima jika kita menggunakan
Lebih jauh lagi, terjadi “polemik” isu identitas untuk tujuan pribadi dan
dengan KH Ma'ruf Amin di kelompok, apalagi tujuan politik
persidangan menyusul kesalahan sementara. Era kampanye presiden
tersebut, yang semakin membuat setiap tim sukses di ruang publik kita
geram pemilih Muslim. Persentase biasanya banyak menghasilkan
pemilih yang percaya Ahok telah kegaduhan yang sensasional. Narasi
merendahkan agama dalam kasus Al kedua calon presiden dan tim mereka
Maidah 51 meningkat menjadi 57% terus mengarah ke topik yang dangkal,
pada Survei Indikator bulan Februari tidak penting, dan menghindari
2017 dari “hanya” 47% pada bulan pembahasan hal-hal yang terkait
288
Politicos: Jurnal Politik dan Pemerintahan, X (X), Year, pp. XX-XX

langsung dengan kebutuhan utama dan sebuah teori kepemilikan isu dalam
permasalahan aktual yang dihadapi pemungutan suara yang menyoroti
masyarakat. Kekhawatiran berbiaya bagaimana kampanye memengaruhi
rendah ini secara halus menunjukkan standar yang digunakan pemilih dalam
kaliber dan kemampuan para calon memilih kandidat. Politisi menekankan
presiden. Kedua calon presiden isu-isu yang penting bagi mereka dan
tersebut tampaknya belum yakin meremehkan isu-isu lawan mereka. Hal
bagaimana menjelaskan kepada ini menjelaskan mengapa kandidat
pemilih mengenai program, tujuan, dan menyoroti permasalahan secara
visi aktual yang akan ditawarkan. Pada berbeda karena unsur struktural dan
akhirnya, keadaan ini menimbulkan sistem kepartaian. Menempatkan fokus
kecurigaan; mungkin calon presiden pada “masalah” yang unik bagi
memiliki kemampuan yang diperlukan kandidat; pemilih cenderung memilih
untuk membahas isu-isu yang lebih politisi yang memiliki reputasi dan
penting. rekam jejak partai yang menunjukkan
didukung oleh bukti, baik langsung tingkat kemahiran lebih tinggi dalam
maupun tidak langsung, dari penelitian menangani isu-isu yang penting bagi
lain. Lebih buruk lagi, tim sukses dan mereka.
juru bicaranya terkena dampaknya. Demi memenangkan Pilpres 2019,
Kelompok-kelompok yang efektif politik identitas menjadi narasi
nampaknya lebih menyukai pembelaan sehingga menimbulkan perpecahan
diri yang keras dibandingkan masyarakat yang merugikan tatanan
memberikan saran dan komentar yang negara. Sangat berisiko untuk
lebih perseptif dan bermanfaat kepada mempolarisasikan isu-isu dengan
kandidat mereka. melakukan menyimpang ke dalam politik identitas,
pertahanan buta dan kadang-kadang karena hal ini terbukti mampu
bahkan melakukan kesalahan yang menyebabkan perpecahan sosial yang
tidak pantas terlihat di depan umum. sangat parah. Politik identitas adalah
Pelecehan verbal dapat berkisar dari taktik umum yang digunakan oleh para
pilihan kata hingga serangan pribadi calon presiden untuk melemahkan dan
terhadap kepribadian dan karakter meremehkan pesaing mereka.
seseorang. "Penyakit" politisi itu juga “Masalah identitas” dimonetisasi dan
menimpa masyarakat secara dieksploitasi sebagai alat politik untuk
keseluruhan demi tiga uang. Paparan meningkatkan dukungan terhadap
terhadap tontonan ini tidak mendidik basis dukungan bagi setiap kelompok
para politisi atau mereka yang tidak pemilih yang mencalonkan diri sebagai
mempunyai kemampuan dialektika presiden. Dengan menempatkan
dan pemikiran yang masuk akal. Belum “masalah agama” sebagai serangan
mampu mengendalikan diri dan terhadap kampanye politik lawan,
menggunakan kebijaksanaan ketika maka tujuan promosi opini melalui
menghadapi berbagai persoalan. “masalah agama” adalah untuk
289
Author(s) | Manuscript title

memenangkan hati pemilih (Galdieri et Mereka juga perlu berpartisipasi aktif


al., 2023). dalam upaya mengurangi politik
Masyarakat harus bisa mengetahui identitas.
posisi yang diambil pasangan calon Partisipasi generasi Z dalam aspek
pada musim kampanye presiden 2019. pembangunan nasional dan demokrasi
Masyarakat menantikan menjadi sebuah hal yang patut
berkembangnya narasi tematik berbeda diperhitungkan. Melihat potensi bonus
yang akan menjadi landasan demografi dibarengi dengan majunya
pengambilan keputusan. Sayangnya, teknologi informasi, generasi Z yang
tahun pemilu didominasi oleh salah satunya sifatnya yaitu
kampanye yang menghasilkan uang Weconomist atau ekonomi berbagi
dari hal-hal yang tidak substansial dalam artian lain yaitu Gen Z
seperti ujaran kebencian, politik merupakan salah satu generasi yang
identitas, berita palsu, dan SARA. cukup perhatian dengan isu sosial yang
Kecenderungan ini konon terjadi seperti kepedulian pada
memperkuat upaya untuk mendorong perubahan iklim, transisi energi,
golput dan menciptakan polarisasi di pendidikan, hingga politik dan
masyarakat dibandingkan mendorong demokrasi. Menurut pandangan
proses pemilu yang berkualitas. Bahkan informan dengan nada optimis
ada anggapan bahwa fenomena ini mengungkapkan bahwa Gen Z mampu
telah menimbulkan sikap apatis meredam polarisasi politik yang terjadi
terhadap pemilu. Apakah hal ini terjadi menjelang pemilu 2024 mendatang. Hal
secara alami, atau memang sengaja ini didasari oleh kemampuan literasi
diciptakan secara transaksional dan digital yang dimiliki Gen Z sebagai
praktis oleh pihak yang menang, digital native dalam media digital atau
meskipun hal tersebut justru merusak sosial media. Dalam hal adaptasi dan
esensi jati diri dan kebangsaan penggunaan teknologi informasi yang
Indonesia? Dampak dan akibat dari terus berkembang, Gen Z satu langkah
intensnya perpecahan politik dan lebih maju daripada generasi
politisasi persoalan identitas yang sebelumnya.
terjadi pada pemilu presiden tahun Oleh karena itu Gen Z mampu
2014 dan 2019 masih terasa hingga saat memahami karakteristik basis setiap
ini. Pemukulan terhadap aktivis media pengguna maupun sifat platform
sosial Ade Armando hanyalah puncak media digital seperti Instagram,
gunung es dari konflik dan TikTok, Twitter, dan Youtube, yang
“perpecahan” nyata yang ada di satu dan lainnya berbeda-beda yang
masyarakat. Narasi tandingan terhadap memungkinkan adanya double
politisasi “masalah identitas” yang crosscheck atau factcheck atas sebuah
sering muncul di masyarakat selama ini isu yang sedang didiskusikan.
perlu dilakukan oleh elite politik, Sehingga aspek-aspek yang bersifat
media, dan organisasi masyarakat sipil. pribadi seperti latar belakang kandidat
290
Politicos: Jurnal Politik dan Pemerintahan, X (X), Year, pp. XX-XX

politisi lebih bisa dinomorduakan sesungguhnya politik identitas sedang


dalam diskusi serta berfokus pada bertumbuh di Indonesia? Misalnya
rekam jejak dan programprogram yang apakah ada kandidat beragama Muslim
dicanangkan oleh politisi dan partai. justru menang di basis-basis beragama
(Fathurochman & Tutiasri, 2023) Gen Z Kristiani. Studi-studi demokrasi yang
dalam informan penelitian ini lebih luas dibutuhkan termasuk
berargumen bahwa polarisasi politik mencari tahu bagaimana masa depan
harus diartikan sebatas pada perbedaan demokrasi Indonesia ke Pemilu 2024
pendapat dan pilihan saja dan tidak nanti dan ke depannya setelah politik
mengarah kepada perpecahan, identitas yang sangat buruk di Pemilu
sehingga tidak membaut pengaruh 2014 dan Pemilu 2019 lalu.
buruk di media sosial. Asumsi dasar Untuk mencegah semakin
inilah yang kemudian diharapkan meluasnya penggunaan politik
mampu membawa alur positif identitas yang berpotensi menimbulkan
polarisasi politik sehingga kembali perpecahan dan mengancam persatuan,
kepada diskusi dan juga perdebatan maka perlu dilaksanakan beberapa hal
yang sehat serta produktif. sebagai berikut :
1. Pemerintah harus bersikap adil
III. KESIMPULAN dan tidak ambivalen dalam
menghadapi permasalahan
Pengalaman politik dengan agama dan negara, untuk
penonjolan isu identitas agama (Islam) mencegah timbulnya kelompok
dalam Pemilihan Nasional Indonesia identitas tertentu yang merasa
2014 dan 2019 menjadi ancaman serius terpinggirkan oleh kebijakan
bagi kesatuan bangsa Indonesia pemerintah;
menghadapi Pemilu 2024. Apalagi 2. Melakukan rekonsiliasi untuk
dalam Pemilu tahun 2024, Presiden memulihkan kondisi sosial
Jokowi tidak lagi mencalonkan diri politik yang sedang rentan
sehingga sangat dikhawatirkan perpecahan karena isu SARA
pemenang pilpres adalah calon dengan mengadakan pertemuan
presiden yang diusung oleh pihak dengan para pemuka agama.
pendukung negara Khilafah. Jika itu Diharapkan agar para tokoh
terjadi maka nasib kalangan minoritas agama dapat menyampaikan
akan semakin terancam, dan bibit himbauan dan ajakan kepada
demokrasi, yang menghormati masyarakat untuk menghentikan
martabat manusia walau berbeda suku konflik untuk menciptakan
dan agamanya, akan semakin sulit kondisi yang kondusif;
bertumbuh sehat di Indonesia. Usulan 3. Komisi Pemilihan Umum
makalah ini adalah perlunya penelitian sebagai penyelenggara aktif
lebih lanjut ke sejumlah wilayah lain dalam melakukan kampanye
untuk memperkuat apakah anti politik identitas dengan
291
Author(s) | Manuscript title

mengundang stakeholder https://doi.org/10.24853/independen.3.1


terkait, partai politik dan tokoh .47-52
masyarakat dengan tujuan agar Fathurochman, N. Y., & Tutiasri, R.
pihak terkait lebih paham P. (2023). Penerimaan Generasi Z
bahaya politik identitas agar terhadap Polarisasi Politik. JIIP - Jurnal
tercipta situasi kondusif di Ilmiah Ilmu Pendidikan, 6(9), 6837–6845.
masyarakat; https://doi.org/10.54371/jiip.v6i9.2833
4. Penegakan aturan dalam Fernandes, A. (2019). Politik Identitas
Undang-Undang No.7 Tahun dalam Pemilu 2019 : Proyeksi dan
2017 pasal 280 mengenai Efektivitas. Centre For Strategic And
larangan kampanye pemilu International Studies, 1, 1–10.
beserta ketentuan pidananya. Fitrianti, R., & Laksana, A. (2022).
Pembelahan sosial yang semakin Public Opinion on The Postponing the
tajam di masyarakat tentu sangat tidak 2024 Election on Twitter Social Media
produktif jika dibiarkan berlanjut dan by Online Media of Koran Tempo. Legal
berlarut-larut. Pangkal perkara dari Brief, 11(3), 1705–1713.
situasi ini adalah dangkal dalam narasi, http://legal.isha.or.id/index.php/legal/ar
literasi, dan imajinasi. Dan sayangnya, ticle/view/365
virus ini menular ke mana-mana. Galdieri, C. J., Sisco, T. S., & Lucas,
Namun, lagi-lagi, aturan pemilu terkait J. C. (2023). Identity Politics in the
presidential threshold menjadi Wake of 2020. Identity Politics in US
“kebuntuan politik” yang menghambat National Elections, 131–139.
putra-putri terbaik bangsa untuk https://doi.org/10.1007/978-3-031-28384-
tampil ke panggung politik yang lebih 0_8
tinggi. Imbasnya, fakir narasi dalam Katili, A. Y., Sompito, N., Langkai,
kontestasi. F. M., & Aulia, S. (2023). Political
Disruption: Opportunities And
Challenges For New Political Parties In
DAFTAR PUSTAKA The 2024 Election Period. In The Journal
Candra, A., Fauzi, A., & ... (2023). of Inventions Pedagogical and Practices
Political Relations: Political Identity (Vol. 1, Issue 4, pp. 135–146).
and Social Media in Elections in https://doi.org/10.58977/jipp.v1i4.25
Indonesia. … : Journal of Government …. Kelik Endro Suryono, Aida Dewi, &
https://journal.unismuh.ac.id/index.php Vicki Dwi Purnomo. (2023). Strategy for
/kybernology/article/view/13054 Winning Science Elections After the
El Shidqi, R. F., & Andriyani, L. Covid-19 Pandemic. International
(2022). Politik Identitas: Radikalisme, Journal of Integrative Sciences, 2(6), 825–
Terorisme Dan Diskriminasi Rasial. 844.
INDEPENDEN: Jurnal Politik Indonesia https://doi.org/10.55927/ijis.v2i6.4590
Dan Global, 3(1), 47. Kurniawan, K. R. (2018). Dinamika
Arsitektur Indonesia Dan Representasi
292
Politicos: Jurnal Politik dan Pemerintahan, X (X), Year, pp. XX-XX

‘Politik Identitas’ Pasca Reformasi. Spectrum on the Selection of


NALARs, 17(1), 65. Indonesian vice President in 2019
https://doi.org/10.24853/nalars.17.1.65- General Election (Literature Study: The
78 Candidacy of Jokowi’s vice President
Lengga Wangge, G. L., & Candidate). International Journal of
Wijanarko, R. (2023). Politik Identitas English Literature and Social Sciences,
Era Post-Truth di Indonesia dalam 5(1), 77–84.
Perspektif Language Games Ludwig https://doi.org/10.22161/ijels.51.15
Wittgenstein. Jurnal Filsafat Indonesia, Tangkudung, A. G., Oktorini, R.,
6(2), 152–161. Belinda, F., & Kaseger, J. (2022). 2024
https://doi.org/10.23887/jfi.v6i2.53628 Election And Identity Politics.
Muhtadi, B. (2018). Politik Identitas Proceedings of International Seminar
dan Mitos Pemilih Rasional. Maarif, Political Parties and Democracy, 86–102.
13(2), 68–86. http://novateurpublication.org/index.ph
https://doi.org/10.47651/mrf.v13i2.23 p/np/article/view/14
OSBIN, S. (2021). Democracy, Tutukansa, A. F. (2022). Maraknya
Political Identity, and the Fate of Pengaruh Kompleks Politik Identitas Di
Minority Politics: Reflections Towards Indonesia. Khazanah: Jurnal Mahasiswa,
Indonesia’S National Concurrent 14(1), 20–30.
Elections in 2024. In Globus: social https://doi.org/10.20885/khazanah.vol14
sciences (Vol. 7, Issue 2(36), pp. 14–22). .iss1.art3
cyberleninka.ru. Warburton, E. (2020). Deepening
https://doi.org/10.52013/2713-3087-36-2- Polarization and Democratic Decline in
4 Indonesia. Political Polarization in South
Samosir, O., & Novitasari, I. (2022). and Southest Asia Old Divisions, New
Hak Politik Warga Negara Dalam Dangers, 41–52.
Cengkeraman Politik Identitas: Refleksi https://www.jstor.org/stable/pdf/resrep
Menuju Pemilu Serentak Nasional 26920.8.pdf
Tahun 2024. Jurnal Ilmu Hukum, Widian, R., Indra Prima Satya, P. A.
Humaniora Dan Politik, 2(3), 332–346. N., & Yazid, S. (2023). Religion in
https://doi.org/10.38035/jihhp.v2i3.1052 Indonesia’s Elections: An
Sebastian, L. C., & Arifianto, A. R. Implementation of a Populist Strategy?
(2020). The 2018 and 2019 Indonesian Politics and Religion, 16(2), 351–373.
Elections: Identity Politics and Regional https://doi.org/10.1017/S1755048321000
Perspectives. In The 2018 and 2019 195
Indonesian Elections: Identity Politics and Zulham, & Ristati. (2021). Ecology
Regional Perspectives. books.google.com. of Political Communication of
https://doi.org/10.4324/9781003031000 Acehnese People towards 2024 Local
Syaifuddin, S., & Isnaini, A. C. Election. International Journal of
(2020). Political Identity: The Qualitative Research, 1(2), 93–97.
Bargaining of Center Politic Party https://doi.org/10.47540/ijqr.v1i2.300
293
Author(s) | Manuscript title

Anda mungkin juga menyukai