Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

Politik Identitas Dan Media Massa

Disusun oleh :
Himatul Ula Nailul Ilma (22105043)
Amalia Angela I (22105061)

PRODI SOSIOLOGI AGAMA


FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN) KEDIRI
2022/2023

1
KATAPENGANTAR
Dengan menyebut nama Alla SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Kami panjatkan
puji syukur kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada
kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang demokrasi ini dengan lancar. Tidak
lupa kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak dosen yang telah memberikan
tugas kepada kelompok kami tentang Politik Identitas dan Media Massa. Kami juga
mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam proses
pembuatan makalah ini. 

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, kami
sangat menerima masukan dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca sehingga kami
dapat melakukan perbaikan terhadap makalah ini untuk menjadi makalah yang baik dan benar.
Akhir kata kami harap semoga makala ini dapat bemanfaat untuk kalangan maasiswa atau
mahasiswi dan para pembacanya.

Kediri, 19 Februari 2023

Pemakalah

2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI....................................................................................................................... 2
KATA PENGANTAR.........................................................................................3

BAB I...............................................................................................................4

PENDAHULUAN..............................................................................................4

A.Latar Belakang.........................................................................................4

B.Rumusan Masalah...................................................................................4

C.Tujuan Makalah.......................................................................................4

BAB II..............................................................................................................5

PEMBAHASAN................................................................................................5

A.Pengertian politik Identitas Menurut Para Ahli..................................5

B.Pengertian Media Massa.....................................................................8

BAB III.............................................................................................................10

PENUTUP........................................................................................................10

KESIMPULAN..................................................................................................10

DAFTAR PUSTKA.............................................................................................11

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Politik identitas merupakan rumusan lain dari politik perbedaan. Politik Identitas
merupakan tindakan politis dengan upaya-upaya penyaluran aspirasi untuk
mempengaruhi kebijakan, penguasaan atas distribusi nilai- nilai yang dipandang
berharga hingga tuntutan yang paling fundamental, yakni penentuan nasib sendiri atas
dasar keprimordialan. Sedangkan media massa adalah alat atau media untuk
menyebarkan konten informasi, opini, komentar, hiburan, dan lain-lain.

2. Rumusan masalah

a. Apa itu politik identitas?


b. Bagaimana sejarah adanya politik identitas?
c. Apa itu media massa dalam politik identitas?
d. Bagaimana tujuan Media Massa dalam politik identitas?
I.
3. Tujuan Makalah
a. Mengetahui apa itu politik identitas.
b. Mengetahui tujuan dari politik identitas.
c. Mengetahui apa arti media massa dalam politik identitas.
d. Mengetahui tujuan media massa.

4
BAB 2
A. PEMBAHASAN

1. Politik Identitas
a. Politik identitas menurut para ahli
Secara teoritis politik identitas menurut Lukmantoro adalah politis untuk
mengedepankan kepentingan dari anggota-anggota suatu kelompok karena memiliki
kesamaan identitas atau karakteristik, baik berbasiskan pada ras, etnisitas, jender, atau
keagamaan. Politik identitas merupakan rumusan lain dari politik perbedaan. Politik
Identitas merupakan tindakan politis dengan upaya-upaya penyaluran aspirasi untuk
mempengaruhi kebijakan, penguasaan atas distribusi nilai- nilai yang dipandang berharga
hingga tuntutan yang paling fundamental, yakni penentuan nasib sendiri atas dasar
keprimordialan. Dalam format keetnisan, politik identitas tercermin mula dari upaya
memasukan nilai- nilai kedalam peraturan daerah, memisahkan wilayah pemerintahan,
keinginan mendaratkan otonomi khusus sampai dengan munculnya gerakan separatis.
Sementara dalam konteks keagamaan politik identitas terefleksikan dari beragam upaya
untuk memasukan nilai-nilai keagamaan dalam proses pembuatan kebijakan, termasuk
menggejalanya perda syariah, maupun upaya menjadikan sebuah kota identik dengan
agama tertentu.1
Sedangkan Cressida Heyes mendefinisikan politik identitas sebagai sebuah
penandaan aktivitaspolitis (Cressida Heyes, 2007). Sedangkan dalam pengertian yang
lebih luas politik identitas berkepentingan dengan pembebasan dari situasi keterpinggiran
yang secara spesifik mencakup konstituensi (keanggotaan) dari kelompok dalam konteks
yang lebih luas. Jika dicermati Politik identitas sebenarnya merupakan nama lain
biopolitik yang berbicara tentang satu kelompok yang diidentikkan oleh karakteristik
biologis atau tujuan-tujuan biologisnya dari suatu titik pandang. Sebagai contoh adalah
politik ras dan politik gender. (Hellner, 1994:4). Menurut Agnes Heller politik identitas
adalah gerakan politik yang focus perhatiannya pada perbedaan sebagai satu kategori
politik utama. Politik identitas muncul atas kesadaran individu untuk mengelaborasi
identitas partikular, dalam bentuk relasi dalam identitas primordial etnik dan agama.
Namun, dalam perjalanan berikutnya, politik identitas justru dibajak dan
direngkuh oleh kelompok mayoritas untuk memapankan dominasi kekuasaan.
Penggunaan politik identitas untuk meraih kekuasaan, yang justru semakin mengeraskan
perbedaan dan mendorong pertikaian itu, bukan berarti tidak menuai kritik tajam. Politik
identitas seakan-akan meneguhkan adanya keutuhan yang bersifat esensialistik tentang

1
Hanifiya: Jurnal Studi Agama-Agama, ISSN 2089-8835, Politik Identitas dan Refresentasi Politik, hal 36

5
keberadaan kelompok sosial tertentu berdasarkan identifikasi primordialitas.
Agnes Heller mendefinisikan politik identitas sebagai sebuah konsep dan gerakan
politik yang fokus perhatiannya pada perbedaan (difference) sebagai suatu kategori
politik yang utama (Abdilah S, 2002: 16). Di dalam setiap komunitas, walaupun mereka
berideologi dan memiliki tujuan bersama, tidak bias dipungkiri bahwa di dalamnya
terdapat berbagai macam individu yang memiliki kepribadian dan identitas masing-
masing.
Jadi secara umum teori umum politik identitas dan berbagai hasil penelitian
menunjukkan, ada dua faktor pokok yang membuat etnis dan agama menjadi menarik dan
muncul (salient) untuk dipakai dan berpengaruh dalam proses politik. Pertama, ketika
etnis dan agama menjadi faktor yang dipertaruhkan. Ada semacam keperluan untuk
mempertahankan atau membela identitas yang dimiliki suatu kelompok. Kedua, ketika
proses politik tersebut berlangsung secara kompetitif. Artinya, proses politik itu
menyebabkan kelompok-kelompok identitas saling berhadapan dan tidak ada yang
dominan, sehingga tidak begitu jelas siapa yang akan menjadi pemenang sejak jauh-jauh
hari. Pemilihan umum, termasuk pilkada, adalah proses politik di mana berbagai faktor
seperti identitas menjadi pertaruhan. Tinggal sekarang bagaimana aktor-aktor yang
terlibat di dalamnya mengelola isu-isu seperti etnis dan agama, menjadi hal yang masuk
pertaruhan.2
Klaus Von Beyme dalam Abdillah (2002:17) menganalisis karakter gerakan
politik identitas dalam tiga tahap perkembangan;
• Pertama: tahap pramodern yang terjadi perpecahan fundamental, kelompokkelompok
kesukuan, dan kebangsaan memunculkan gerakan sosial politik yang menyeluruh,
dimana terjadi mobilisasi idelogis oleh para elite dalam persaingan memperebutkan
kekuasaan dari penguasa ke penguasa yang baru.
• Kedua: Pada tahap modern, gerakan muncul dengan adanya pendekatan kondisional,
keterpecahan membutuhkan sumber- sumber untuk dimobilisasi, terjadi keseimbangan
mobilisasi dari atas dan partisipasi dari bawah sehingga peran pemimpin tidak dominan
lagi dan bertujuan pada pembagian kekuasaan.
• Ketiga: perkembangan postmodern, munculnya gerakan berasal dari dinamikanya
sendiri, protes muncul atas berbagai macam desempatan individual, dan tidak ada satu
kelompok atau pecahan yang dominan. Pola aksi dan kegiatannya berdasarkan kesadaran
diri yang bersifat otonomi sebagai tujuan finalnya. Dalam situasi negara yang terdiri dari
multi identitas dan etnisitas, politik perbedaan tumbuh subur dan memicu munculnya
perjuangan kelompok-kelompok terpinggirkan yang mencoba menampilkan diri
danbertahan.

b. Akar Sejarah Politik Identitas di Indonesia


Jika bangunan pikir Prof. Henk S Nordholt (2007) diikuti sudah barang tentu
kesimpulannya akan berkata bahwa politik identitas merupakan bentukan dari Negara
Orde FISIP UNWIR Indramayu Baru. Pandangan ini senada dengan Rachmi Diyah
Larasati yang mengatakan bahwa ‘negara sangat berperan dalam pembentukan politik
identitas’. Dua pandangan menguatkan pemahaman kita bahwa politik etnisitas
merupakan kreasi negara yang monumental dalam rangka pelabelan warga negaranya.
Pelabelan ini menjadi penting dalam urusan politik pengaturan atau bisa juga sebagai
2
Hanifiya: Jurnal Studi Agama-Agama, ISSN 2089-8835, Politik Identitas dan Refresentasi Politik, hal 37

6
politik kontrol negara terhadap warganya untuk mengetahui ‘siapa lawan’ dan ‘siapa
kawan’. Pengaturan dan kontrol negara terhadap warganya tidak berhenti sampai di sini.
Menurut pandangan Henk (2007) ada empat kebijakan yang dijalankan Orde Baru
untuk melemahkan politik itnisitas di tanah air. Pertama, tidak ada daerah yang asli.
Maksud semua daerah terbuka sebagai daerah migrasi maupun transmigrasi sehingga
semua komunitas tercerabut dari akar sosio-kultural dan politiknya. Kedua, pemerintah
Orde Baru menghindari terbentuknya kelas karena itu persoalan SARA dikontrol
sedemikian ketat. Dan yang berhak menggunakan SARA hanya pemerintah dalam
menjastifikasi kelompok mana yang bersalah dan dikucilkan relasi sosial-politiknya.
Ketiga, modernisasi dijalankan supaya pengaruh etnis dan agama merosot. Keempat,
negara mengatur supaya jangan ada yang tumpang tindih antara agama dan suku. Karena
dengan cara ini persatuan tidak pernah ada dan pemerintah pusat tidak terancam.
Keempat kebijakan diatas, mempunyai implikasi politis yang sangat besar dalam
pengelolaan relasi pusat dengan daerah, pemerintah dengan rakyatnya. Karena itu gairah
etnisitas dan agama tidak lagi menjadi tempat orang mengespresikan diri secara politik
dan mengungkapkan diri secara budaya, tetapi akan berubah menjadi tempat orang
menyembunyikan diri secara politik dan mencari keamanan diri secara budaya. Pilihan
politik maupun budaya masyarakat menutup diri merupakan jalan terbaik dalam
mengikuti jejak langkah politik kekuasaan Orde Baru. Karena itu ketika Negara sudah
mengalami pelemahan basis materialnya maka masyarakat meminjam istilah Henk
(2007) mencari perlindungan pada kelompok agama maupun etnistas. Pencarian
perlindungan masyarakat kepada etnisitas maupun agama cepat atau lambat akan
membahayakan posisi pemerintah dalam bangunan relasi vertikalnya tetapi juga rawan,
rentan, penuh resiko dan sangat berbahaya dalam relasi horizontalnya. Ternyata, dugaan
ini benar adanya. Aneka konflik yang terjadi di ranah lokal, pada 1995-an hingga Orde
Baru rontok membuktikan betapa dahsyatnya kekerasan politik di tanah air.
Benturan yang bernuansa Politik Identitas tidak hanya mempermalukan para
penguasa tetapi juga para cendekiawan-ilmuwan yang selama ini merasa optimis bahwa
agama, ras dan suku bangsa akan segera hilang kekuatannya karena sudah mengalami
pencerahan dan kemajuan. Pada kenyataannya optimisme itu meleset karena mereka lupa
bahwa sentimensentimen primordial yang sejak semula telah ada dan akan selamanya
tetap bertahan—bahkan identitas kelompok akan mengguncang tatanan politik yang
selama ini diduga kokoh bangunannya.
Apabila kita merujuk pada pengamatan Lucian W Pye (1993) terbukti, goncangan
politik karena ledakan politik etnisitas sudah kita rasakan pengaruhnya. Kecurigaan
bahwa negara tidak hadir/absen dalam melindungi warganya. Hal ini nampak dalam
peristiwa yang memilukan pertikaian Dayak-Madura, peristiwa kekerasan politik Mei
1998 di Jakarta, pengusiran etnis Buton-Bugis dan Makassar (BBM) di Ambon. Selain
berbau kekerasan sebagaimana dijelaskan di atas politik etnisitas juga hadir dan
mengental dalam era politik desentralisasi. Pencarian politik etnisitas, baik kolektif
maupun individual menjadi sumber paling mendasar dan bermakna untuk menduduki
jabatan-jabatan strategis di daerah. Karena itu, para politisi di daerah sedang sibuk
membangun masa lalu yang mereka miliki, lalu energi mereka kerahkan untuk
memproyeksikan bangunan masa lalu itu ke masa depan guna Program Studi Ilmu
Pemerintahan memperkuat rasa dan perasaan atas etnisitas mereka. Dengan demikian,
gerakan dapat “diperluas” dan “dilestarikan” dengan pagar-pagar pembatas untuk dapat

7
dirayakan sembari menjaga jarak dengar orang lain yang berbeda dengan mereka.
Realitas empiris dari gerakan politik etnisitas menemukan relevansinya dibeberapa
daerah, misalnya politik etnisitas yang mengandalkan mobilisasi massa dengan tujuan
akhir adalah perampasan kekuasaan muncul dalam mengiringi politik desentralisasi
dengan lahirnya konsepsi putra daerah.

2. Media Massa
1. Pengertian Media Massa
Media massa merupakan sarana penyebaran informasi kepada masyarakat luas.
Menurut Bungin, media massa didefinisikan sebagai sarana yang digunakan oleh banyak
orang untuk berkomunikasi dan menyebarkan informasi secara sinkron dan mudah
diakses. Dalam arti, media massa adalah alat atau media untuk menyebarkan konten
informasi, opini, komentar, hiburan, dan lain-lain. Menurut Cangara, media adalah alat
atau media yang digunakan oleh komunikator untuk menyampaikan suatu pesan kepada
khalayak umum. Pengertian media massa adalah sarana yang digunakan oleh sumber
untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat umum melalui sarana komunikasi seperti
surat kabar, film, radio dan televisi.
Perkembangan teknologi saat ini memiliki dampak yang signifikan terhadap peran
media massa, dan kebebasan media massa dan dukungan teknologi dapat memiliki dua
kondisi. Di satu sisi, ketika masyarakat memiliki akses informasi yang mudah, pada
akhirnya regulasi pemerintah yang menciptakan kondisi demokrasi, tetapi di sisi lain,
kebebasan memecahkan masalah tidak bertanggung jawab dan omnidirectional akan
terhubung. Teknologi ini memfasilitasi proses interkoneksi skala besar. Fenomena
meningkatnya hubungan ekonomi, politik, sosial dan budaya ini disebut globalisasi.
Media disajikan sebagai alat untuk mempercepat proses ini dan menghapus batas.3
2. Macam-macam Media Massa
Media massa dikelompokan menjadi dua, yaitu media cetak dan media elektronik.
Contoh media cetak, yaitu koran, majalah dan tabloid. Adapun media elektronik, yaitu
televisi, radio dan internet.4 Setiap jenis dari media massa memiliki sifat khasnya, oleh
karena itu penggunaaanya sesuai kemampuan dan sifat khasnya. Media massa dalam
hal media cetak dan media elektronik memiliki keunggulan berupa jangkauan yang
luas.
3. Tujuan media massa
Para peneliti menyadari bahwa media massa memiliki dampak minimal pada
masyarakat. Diyakini bahwa masyarakat secara aktif menggunakan media untuk
memenuhi kebutuhan mereka. Efek media sekarang didefinisikan sebagai situasi di
mana kebutuhan terpenuhi, karena penggunaan media adalah sarana untuk mencapai
kebutuhan. Penelitian di bidang ini berfokus pada penggunaan media massa untuk
memenuhi kebutuhan itu. Dalam hal ini, perilaku sebagian besar audiens dijelaskan
oleh kebutuhan dan preferensi individu yang berbeda. Penggunaan media meliputi,

3
Dedi Kusuma Habibie, “Dwi Fungsi Media Massa”, Jurnal Ilmu Komunikasi Vol 7 No. 2 (Desember, 2019)
Magister Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, h. 79.
4
Inung Cahya S, Menulis Berita di Media Massa, (DI Yogyakarta, PT. Citra Aji Pratama, 2018), h. 27.

8
misalnya, durasi menonton media, jenis konten multimedia yang digunakan dan
berbagai hubungan antara konsumen media individu dan konten multimedia yang
digunakan atau semua media massa. Berbagai penggunaan dan pemuasan terhadap
media ini dapat dikelompokkan menjadi empat tujuan, yaitu pengetahuan, hiburan,
kepentingan sosial dan pelarian.
Pengetahuan. Seseorang menggunakan media massa untuk mengetahui sesuatu
atau memperoleh informasi tentang sesuatu. Hasil survei menunjukkan alasan orang
menggunakan media massa antara lain: saya ingin mengetahui apa yang dikerjakan
pemerintah, saya ingin mengetahui apa yang terjadi di dunia, saya ingin mengetahui
apa yang dilakukan oleh para politisi.
Hiburan. Kebutuhan dasar lainnya pada manusia adalah hiburan dan mencari
hiburan salah satunya kepada media massa. Hiburan dapat diperoleh melalui beberapa
bentuk, yaitu: (1) stimulasi atau pencarian untuk mengurangi rasa bosan atau
melepaskan diri dari kegiatan rutin, (2) relaksasi atau santai yang merupakan bentuk
pelarian dari tekanan dan masalah, dan (3) pelepasan emosi dari perasaan dan energi
terpendam.
Kepentingan Sosial. Kebutuhan ini diperoleh melalui pembicaraan atau diskusi
tentang sebuah program televisi, film terbaru, atau program siaran terbaru. Isi media
menjadi bahan perbincangan yang hangat. Media memberikan kesamaan landasan
untuk membicarakan masalah sosial. Dengan demikian, media juga berfungsi untuk
memperkuata hubungan dengan keluarga, teman dan masyarakat.
Pelarian. Orang menggunakan media tidak hanya untuk tujuan santai tetapi juga
sebagai bentuk pelarian. Orang menggunakan media massa untuk menghindari
aktivitas lain. Efek media dapat dioperasionalisasikan sebagai evaluasi kemampuan
media untuk memberikan kepuasan, misalnya: sejauh mana surat kabar membantu
khalayak memperjelas suatu masalah, kepada media mana atau isi media yang
bagaimana responden amat bergantung untuk tujuan informasi dan sebagai
pengetahuan, misalnya apa yang diketahui responden perihal persoalan tertentu.5
4. Penyiaran Sebagai Bentuk Media Massa
Media penyiaran sebagai salah satu bentuk media massa memiliki ciri dan sifat
yang berbeda dengan media massa lainnya, misalnya radio dan televisi, terdapat
berbagai perbedaan sifat. Media massa televisi meskipun sama dengan radio dan film
sebagai media massa elektronik, tetapi mempunyai ciri dan sifat yang berbeda, terlebih
lagi dengan media massa cetak seperti surat kabar dan majalah. Media cetak dapat
dibaca kapan saja tetapi televisi dan radio hanya dapat dilihat seilat dan tidak dapat
diulang.
Setiap jenis media memiliki sifat fisik yang berbeda. Salah satunya radio memiliki
sifat sebagai berikut:
1) Dapat didengar bila siaran
2) Dapat didengar kembali bila diputar kembali
3) Daya rangsang rendah
4) Elektris 5) Relatif murah
5) Daya jangkau besar 6

5
Morissan, M. A., Manajemen Media Penyiaran Strategi Mengelola Radio & Televisi, (Jakarta, Prenamedia Group,
2008), h. 26-27.
6
Morissan, M. A., Manajemen Media Penyiaran Strategi Mengelola Radio & Televisi,.........., h. 10-11.

9
Kemampuan media penyiaran untuk menyampaikan pesan kepada khalayak yang
besar telah menjadikannya sebagai bahan penelitian penting dalam ilmu komunikasi
massa, khususnya dalam ilmu komunikasi interpersonal, komunikasi kelompok, dan
komunikasi organisasi. Media penyiaran adalah organisasi yang mempengaruhi
budaya dan menyebarkan informasi berupa produk dan pesan budaya yang tercermin
dalam masyarakat. Oleh karena itu, seperti halnya politik dan ekonomi, media massa,
khususnya media promosi, merupakan sistem yang terpisah dan bagian dari sistem
sosial yang lebih besar.7
BAB 3
PENUTUP

1. KESIMPULAN

Politik identitas merupakan rumusan lain dari politik perbedaan. Politik Identitas
merupakan tindakan politis dengan upaya-upaya penyaluran aspirasi untuk
mempengaruhi kebijakan, penguasaan atas distribusi nilai- nilai yang dipandang berharga
hingga tuntutan yang paling fundamental, yakni penentuan nasib sendiri atas dasar
keprimordialan. Media massa merupakan sarana penyebaran informasi kepada
masyarakat luas. Menurut Bungin, media massa didefinisikan sebagai sarana yang
digunakan oleh banyak orang untuk berkomunikasi dan menyebarkan informasi secara
sinkron dan mudah diakses. Dalam arti, media massa adalah alat atau media untuk
menyebarkan konten informasi, opini, komentar, hiburan, dan lain-lain. Menurut
Cangara, media adalah alat atau media yang digunakan oleh komunikator untuk
menyampaikan suatu pesan kepada khalayak umum. Pengertian media massa adalah
sarana yang digunakan oleh sumber untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat
umum melalui sarana komunikasi seperti surat kabar, film, radio dan televisi.

7
Morissan, M. A., Manajemen Media Penyiaran Strategi Mengelola Radio & Televisi, .........., h. 14.

10
DAFTAR ISI

Hanifiya: Jurnal Studi Agama-Agama, ISSN 2089-8835, Politik Identitas dan Refresentasi Politik, hal 36

Hanifiya: Jurnal Studi Agama-Agama, ISSN 2089-8835, Politik Identitas dan Refresentasi Politik, hal
37
Dedi Kusuma Habibie, “Dwi Fungsi Media Massa”, Jurnal Ilmu Komunikasi Vol 7 No. 2 (Desember, 2019)
Magister Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, h. 79.

Inung Cahya S, Menulis Berita di Media Massa, (DI Yogyakarta, PT. Citra Aji Pratama, 2018), h. 27.
Morissan, M. A., Manajemen Media Penyiaran Strategi Mengelola Radio & Televisi, (Jakarta, Prenamedia Group,
2008), h. 26-27.
Morissan, M. A., Manajemen Media Penyiaran Strategi Mengelola Radio & Televisi,.........., h. 10-11.
Morissan, M. A., Manajemen Media Penyiaran Strategi Mengelola Radio & Televisi, .........., h. 14.

11

Anda mungkin juga menyukai