Aksara Bali
Aksara Bali
Silsilah Proto-Sinaitic
Fenisia
Aramea
Brahmi
Pallawa
Kawi/Jawa Kuno
Aksara Bali
Aksara Batak
kerabat Baybayin
Buhid
Hanunó'o
Jawa
Kaganga (Rejang)
Lontara (Bugis)
Rencong
Sunda Kuno
Tagbanwa (Tagalog)
ISO 15924 Bali, 360
Arah Left-to-right
penulisan
Nama Balinese
Unicode
Jarak U+1B00–U+1B7F
Unicode
Brahmik Selatan
Aksara Bali masih diajarkan di sekolah-sekolah Bali sebagai muatan lokal, namun
penggunaannya terbatas pada lingkup yang sempit. Dalam penggunaan sehari-hari, sebagian
besar aksara Bali telah tergantikan dengan huruf Latin.
Ciri
Suku kata /ka/ ditulis dengan satu huruf. Tanda baca mengubah, menambah, atau menghilangkan vokal suku
kata tersebut. Huruf mempunyai bentuk subskrip untuk menulis tumpukan konsonan.
Aksara Bali adalah sebuah abugida. Tiap hurufnya merepresentasikan sebuah suku kata
dengan vokal /a/ atau /ə/di akhir kata yang dapat diubah dengan penggunaan tanda baca.
Aksara ditulis tanpa spasi (scriptio continua).
[2]
Aksara Bali memiliki 47 huruf. Bahasa Bali murni dapat ditulis dengan 18 huruf konsonan
dan 7 vokal saja, sementara terjemahan Sanskerta atau kata serapan dari bahasa
Sanskerta dan Kawimenggunakan keseluruhan set huruf. Huruf untuk menulis bahasa
Sanskerta dan Kawi ini umum diucapkan setara dengan padanan Bali-nya, walau dalam
bahasa Sanskerta huruf-huruf tersebut merepresentasikan bunyi yang berbeda. Semisal
pengucapan vokal panjang seringkali dibaca pendek, karena bahasa Bali tidak membedakan
arti kata dari panjang vokal. [1]
Sejumlah tanda baca mengubah vokal (layaknya harakat pada abjad Arab), menambahkan
konsonan akhir, dan menandakan ejaan asing. Beberapa tanda baca dapat digunakan
bersama-sama, namun tidak semua kombinasi diperbolehkan. Tanda baca teks termasuk
koma, titik, titik dua, serta tanda untuk memulai dan mengakhiri bagian-bagian teks. Notasi
musik ditulis dengan simbol mirip-huruf dengan tanda baca untuk informasi metrik. [1]
Terdapat pula sejumlah huruf suci yang disebut modre. Kebanyakan darinya dibentuk
dengan menambahkan tanda baca ulu candra pada huruf tertentu. Beberapa modre unik
masih dipelajari dan kemungkinan diproposalkan sebagai aksara Bali tambahan pada masa
mendatang. [1]
Warga
Dalam aksara Bali, huruf dibagi berdasarkan pengucapannya dalam kelompok yang
disebut warga aksara. Pembagian ini didasarkan kaidah Sanskerta Panini. Terdapat
5 warga utama, yaitu:[3]
Tempat
Nama Keterangan
pengucapan
Warga kanthya adalah kelompok fonem yang berasal dari langit-
Kanthya
langit dekat kerongkongan. Beberapa di antaranya
(Guttural)
termasuk konsonan celah suara.
Talawya Warga talawya adalah kelompok fonem yang berasal dari langit-
(Palatal) langit mulut.
Osthya Warga osthya adalah kelompok fonem yang berasal dari pertemuan
(Bibir) bibir atas dan bawah.
Huruf
Konsonan
Huruf konsonan disebut wyanjana (ᬯ᭄ᬬᬦ᭄ᬚᬓ). Terdapat 33 huruf konsonan dalam aksara Bali
dengan 18 huruf dasar (disebut wreṣāstra ᬯᬺᬱᬵᬲ᭄ᬢ᭄ᬭ) yang paling umum digunakan. Sisanya
biasa dipakai dalam kata serapan bahasa Sanskerta dan Kawi.
Aksara wianjana (Konsonan)
Pancawalimukha
Ardhasuar Usma Wisarga
Warga Anusika a (Sibilan (Frikatif
Bersuara Nirsuara (Sengau (Semivokal) ) )
)
Kanthya
Aksara wianjana (Konsonan)
(Kha) (Ga) (Gha) (Nga)
(Ka) Ka Ga Ga gora Nga
1 1
(Ha)
Ka mahapran
1
Ha12
Talawya
(Ca) (Cha) (Ja) (Jha) (Nya) (Ya) (Śa)
Ca 1
Ca laca 3
Ja1
Ja jera Nya 1
Ya1
Sa saga
Dantya (Na)
(Ta) (Tha) (Da) (Dha) (La) (Sa)
Na
Ta 1
Ta tawa Da Da madu
1
La1
Sa danti 16
kojong 1
Osthya
(Pa) (Pha) (Ba) (Bha) (Ma) (Wa)
Pa1
Pa kapal Ba 1
Ba Ma1
Wa1
kembang
7
^3 Bentuk ca laca tidak diketahui pasti, karena hanya gantungan-nya yang masih dipakai. Namun [5]
^4 alpaprana ^5 mahaprana
^6 Sebenarnya sebuah konsonan alveolar, tetapi diklasifikasikan sebagai dental
^7 Bentuk pertama lebih sering digunakan.
Vokal
Aksara swara (Vokal)
Suara hresua Suara dirgha
(vokal pendek) (vokal panjang)
Warga Nama
Aksara Transkrips Aksara Transkrips
IPA IPA
Bali i Bali i
Kantya A [a] Ā [ɑː] A kara
E kara (E)
Kanthya- [e];
talawya
E [ɛ]
Ai [aj] Airsanya(Ai
)
Pangangge
Pangangge (lafal: /pəŋaŋge/) atau dalam bahasa Jawa disebut sandhangan, adalah lambang
yang tidak dapat berdiri sendiri, ditulis dengan melekati suatu aksara
wianjana maupun aksara suara dan memengaruhi cara membaca dan menulis aksara Bali.
Ada berbagai jenis pangangge, antara lain pangangge suara, pangangge
tengenan (lafal: /t̪ əŋənan/), dan pangangge aksara.
Pangangge suara
Bila suatu aksara wianjana (konsonan) dibubuhi pangangge aksara suara (vokal), maka
cara baca aksara tersebut akan berubah. Contoh: huruf Na dibubuhi ulu dibaca
Ni; Ka dibubuhi suku dibaca Ku; Ca dibubuhi taling dibaca Cé. Untuk huruf Ha ada
pengecualian. Kadangkala bunyi /h/ diucapkan, kadangkala tidak. Hal itu tergantung pada
kata dan kalimat yang ditulis.
Alfabet
Huru
Aksara Fonetis Letak
Warga aksara f Nama
Bali Internasiona penulisan
Latin
l
Kanthya Suara e; ě [ə] di atas pepet
(tenggorokan hresua huruf
) (vokal
pendek)
Suara
dirgha di
(vokal ā [aː] belakang tedung
panjang huruf
)
Suara
hresua di atas
(vokal
i [i]
huruf
ulu
Talawya pendek)
(langit-langit Suara
lembut) dirgha
di atas
(vokal ī [iː]
huruf
ulu sari
panjang
)
Suara
hresua di bawah
(vokal
re; ṛ [rə]
huruf
guwung macelek
pendek)
Murdhanya
kombinas
(langit-langit Suara
i di
keras) dirgha
belakang guwung
(vokal ṝ [rəː]
dan macelekmatedung
panjang
bawah
)
huruf
kombinas
Suara
i di atas
hresua
(vokal
le; ḷ [lə] dan gantungan Lamapepet
bawah
pendek)
huruf
Dantya
kombinas
(gigi) Suara
i di atas,
dirgha gantungan
bawah,
(vokal ḹ [ləː]
dan
Lamapepet lan matedun
panjang g
belakang
)
huruf
Suara
hresua di bawah
(vokal
u [u]
huruf
suku
pendek)
Osthya
Suara
(bibir)
dirgha
di bawah
(vokal ū [uː]
huruf
suku ilut
panjang
)
Kanthya- Suara e; é [e]; [ɛ] di depan taling
talawya hresua huruf
(tenggorokan (vokal
& langit- pendek)
Suara
dirgha
langit di depan
lembut)
(vokal e; ai [e]; [aːi]
huruf
taling detya
panjang
)
Suara
hresua mengapit
(vokal
o [o]; [ɔ]
huruf
taling tedung
Kanthya-
pendek)
osthya
Suara
(tenggorokan
dirgha
& bibir) mengapit
(vokal o; au [o]; [aːu]
huruf
taling detyamatedung
panjang
)
Pangangge tengenan
Pangangge tengenan (kecuali adeg-adeg) merupakan aksara wianjana yang bunyi vokal /a/-
nya tidak ada. Pangangge tengenan terdiri dari: bisah, cecek, surang, dan adeg-adeg. Jika
dibandingkan dengan aksara Dewanagari, tanda bisah berfungsi sama seperti tanda wisarga;
tanda cecek berfungsi seperti tanda anusuara; tanda adeg-adeg berfungsi seperti tanda
wirama.
Alfabet
Simbol Fonetis Letak penulisan Nama
Internasional
- di belakang hurufadeg-adeg
Pangangge aksara
Pangangge aksara letaknya di bawah aksara wianjana. Pangangge aksara (kecuali La)
merupakan gantungan aksara ardhasuara. Pangangge aksara terdiri dari:
Alfabet
Simbol Fonetis Nama
Internasional
[r] guwung/cakra
[w] suku kembung
[j] nania
Gantungan
Karena adeg-adeg tidak boleh dipasang di tengah dan kalimat, maka agar aksara
wianjana bisa "mati" (tanpa vokal) di tengah kalimat
dipakailah gantungan. Gantungan membuat aksara wianjana yang dilekatinya tidak bisa lagi
diucapkan dengan huruf "a", misalnya aksara Na dibaca /n/; huruf Ka dibaca /k/, dan
sebagainya. Dengan demikian, tidak ada vokal /a/ pada aksara wianjana seperti semestinya.
Setiap aksara wianjana memiliki gantungan tersendiri. Untuk "mematikan"
suatu aksara dengan menggunakan gantungan, aksara yang hendak dimatikan harus
dilekatkan dengan gantungan. Misalnya jika menulis kata "Nda", huruf Na harus dimatikan.
Maka, huruf Na dilekatkan dengan gantungan Da. Karena huruf Na dilekati oleh gantungan
Da, maka Na diucapkan /n/.
Gantungan dan pangangge diperbolehkan melekat pada satu huruf yang sama, namun bila
dua gantungan melekat di bawah huruf yang sama, tidak diperbolehkan. Kondisi dimana ada
dua gantungan yang melekat di bawah suatu huruf yang sama disebut tumpuk telu (tiga
tumpukan). Untuk menghindari hal tersebut maka penggunaan adeg-adeg di tengah kata
diperbolehkan.[7]
Kaṇṭhya
Tālawya
Dantya
Oṣṭhya
Ba Ba kembang Pa Pa kapal Ma Wa
Pasang pageh
Dalam lontar, kakawin dan kitab-kitab dari zaman Jawa-Bali Kuno banyak ditemukan
berbagai aksara wianjanakhusus, beserta gantungannya yang istimewa.
Penulisan aksara seperti itu disebut pasang pageh, karena cara penulisannya memang
demikian, tidak dapat diubah lagi. Aksara-aksara tersebut juga memiliki nama, misalnya Na
[8]
rambat, Ta latik, Ga gora, Ba kembang, dan sebagainya. Hal itu disebabkan karena
setiap aksara harus diucapkan dengan intonasi yang benar, sesuai dengan nama aksara
tersebut. Namun kini ucapan-ucapan untuk setiap aksara tidak seperti dulu. Aksara
[9]
Aksara Latin
Aksara Bali Arti
(IAST)
asta adalah
astha tulang
aṣṭa delapan
pāda kaki
padha sama-sama
Aksara maduita
Aksara maduita khusus digunakan pada bahasa serapan. Umumnya orang Bali menyerap
kata-kata dari bahasa Sanskerta dan Kawi untuk menambah kosakata. Contoh penggunaan
aksara maduita:
Aksara Latin
Aksara Bali Arti
(IAST)
Yuddha Perang
Bhinna Beda
Dengan melihat contoh di atas, ternyata ada huruf konsonan yang ditulis dua kali. Hal
tersebut merupakan ciri-ciri aksara maduita.
Angka
Aksa Aksa Nama Aksa Aksa Nama
ra ra (dalam b ra ra (dalam b
Bali Latin hs. Bali) Bali Latin hs. Bali)
Bindu/
0 5 Lima
Windu
1 Siki/Besik 6 Nem
2 Kalih/Dua 7 Pitu
3 Tiga/Telu 8 Kutus
4 Papat 9 Sanga/Sia
Menulis angka dengan menggunakan angka Bali sangat sederhana, sama seperti sistem
dalam aksara Jawa dan Arab. Bila hendak menulis angka 10, cukup dengan menulis angka 1
dan 0 menurut angka Bali. Demikian pula jika menulis angka 25, cukup menulis angka 2 dan
5. Bila angka ditulis di tengah kalimat, untuk membedakan angka dengan huruf maka
diwajibkan untuk menggunakan tanda carik, di awal dan di akhir angka yang ditulis.
Di bawah ini contoh penulisan tanggal dengan menggunakan angka Bali (tanggal: 1 Juli
1982; lokasi: Bali):
Pada contoh penulisan di atas, angka diapit oleh tanda carik untuk membedakannya dengan
huruf.
Carik Kalih atau Ditulis pada akhir kalimat. Fungsinya sama dengan titik dalam huruf
Carik Pareren. Latin.
Panten atau Panti. Dipakai pada permulaan suatu karangan, surat dan sebagainya.