Anda di halaman 1dari 12

Aksara Bali

Bahasa SanskertaBahasa BaliIndonesia


Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Aksara Bali
ᬅᬓ᭄ᬱᬭᬩᬮᬶ

Jenis aksara Abugida

Bahasa Bali, Sasak, Sanskerta


Periode ± abad 10 hingga sekarang

Silsilah Proto-Sinaitic
 Fenisia
 Aramea
 Brahmi
 Pallawa
 Kawi/Jawa Kuno
 Aksara Bali

Aksara Batak
kerabat Baybayin
Buhid
Hanunó'o
Jawa
Kaganga (Rejang)
Lontara (Bugis)
Rencong
Sunda Kuno
Tagbanwa (Tagalog)
ISO 15924 Bali, 360
Arah Left-to-right
penulisan
Nama Balinese
Unicode

Jarak U+1B00–U+1B7F
Unicode

Artikel ini memuat simbol-simbol


fonetis IPA.Tanpa dukungan multibahasa, anda juga
dapat melihat tanda tanya, kotak, atau simbol
lainselain Unicode characters.
Brāhmī
Aksara Brahmi dan turunannya
Brahmik Utara

Brahmik Selatan

Aksara Bali (ᬅᬓ᭄ᬱᬭᬩᬮᬶ ), dikenal juga sebagai hanacaraka(ᬳᬦᬘᬭᬓ), adalah salah


satu aksara tradisional Nusantara yang berkembang di Pulau Bali, Indonesia. Aksara ini
umum digunakan untuk menulis bahasa Bali dan bahasa Sanskerta. Dengan sedikit
perubahan, aksara ini juga digunakan untuk menulis bahasa Sasakyang digunakan
di Lombok. Aksara ini berkerabat dekat dengan dengan aksara Jawa.
[1]

Aksara Bali masih diajarkan di sekolah-sekolah Bali sebagai muatan lokal, namun
penggunaannya terbatas pada lingkup yang sempit. Dalam penggunaan sehari-hari, sebagian
besar aksara Bali telah tergantikan dengan huruf Latin.

Ciri

Suku kata /ka/ ditulis dengan satu huruf. Tanda baca mengubah, menambah, atau menghilangkan vokal suku
kata tersebut. Huruf mempunyai bentuk subskrip untuk menulis tumpukan konsonan.

Aksara Bali adalah sebuah abugida. Tiap hurufnya merepresentasikan sebuah suku kata
dengan vokal /a/ atau /ə/di akhir kata yang dapat diubah dengan penggunaan tanda baca.
Aksara ditulis tanpa spasi (scriptio continua).
[2]

Aksara Bali memiliki 47 huruf. Bahasa Bali murni dapat ditulis dengan 18 huruf konsonan
dan 7 vokal saja, sementara terjemahan Sanskerta atau kata serapan dari bahasa
Sanskerta dan Kawimenggunakan keseluruhan set huruf. Huruf untuk menulis bahasa
Sanskerta dan Kawi ini umum diucapkan setara dengan padanan Bali-nya, walau dalam
bahasa Sanskerta huruf-huruf tersebut merepresentasikan bunyi yang berbeda. Semisal
pengucapan vokal panjang seringkali dibaca pendek, karena bahasa Bali tidak membedakan
arti kata dari panjang vokal. [1]

Sejumlah tanda baca mengubah vokal (layaknya harakat pada abjad Arab), menambahkan
konsonan akhir, dan menandakan ejaan asing. Beberapa tanda baca dapat digunakan
bersama-sama, namun tidak semua kombinasi diperbolehkan. Tanda baca teks termasuk
koma, titik, titik dua, serta tanda untuk memulai dan mengakhiri bagian-bagian teks. Notasi
musik ditulis dengan simbol mirip-huruf dengan tanda baca untuk informasi metrik. [1]

Terdapat pula sejumlah huruf suci yang disebut modre. Kebanyakan darinya dibentuk
dengan menambahkan tanda baca ulu candra pada huruf tertentu. Beberapa modre unik
masih dipelajari dan kemungkinan diproposalkan sebagai aksara Bali tambahan pada masa
mendatang. [1]

Warga
Dalam aksara Bali, huruf dibagi berdasarkan pengucapannya dalam kelompok yang
disebut warga aksara. Pembagian ini didasarkan kaidah Sanskerta Panini. Terdapat
5 warga utama, yaitu:[3]

Tempat
Nama Keterangan
pengucapan
Warga kanthya adalah kelompok fonem yang berasal dari langit-
Kanthya
langit dekat kerongkongan. Beberapa di antaranya
(Guttural)
termasuk konsonan celah suara.

Talawya Warga talawya adalah kelompok fonem yang berasal dari langit-
(Palatal) langit mulut.

Warga murdhanya adalah kelompok fonem yang berasal dari tarikan


Murdhanya
lidah ke belakang menyentuh langit-langit. Beberapa di antaranya
(Retroflex)
juga termasuk konsonan rongga-gigi.

Warga dantya adalah kelompok fonem yang berasal dari sentuhan


Dantya
lidah dengan gigi. Beberapa di antaranya termasuk konsonan
(Gigi)
rongga-gigi.

Osthya Warga osthya adalah kelompok fonem yang berasal dari pertemuan
(Bibir) bibir atas dan bawah.

Huruf
Konsonan
Huruf konsonan disebut wyanjana (ᬯ᭄ᬬᬦ᭄ᬚᬓ). Terdapat 33 huruf konsonan dalam aksara Bali
dengan 18 huruf dasar (disebut wreṣāstra ᬯᬺᬱᬵᬲ᭄ᬢ᭄ᬭ) yang paling umum digunakan. Sisanya
biasa dipakai dalam kata serapan bahasa Sanskerta dan Kawi.
Aksara wianjana (Konsonan)
Pancawalimukha
Ardhasuar Usma Wisarga
Warga Anusika a (Sibilan (Frikatif
Bersuara Nirsuara (Sengau (Semivokal) ) )
)
Kanthya
Aksara wianjana (Konsonan)
(Kha) (Ga) (Gha) (Nga)
(Ka) Ka Ga Ga gora Nga
1 1
(Ha)
Ka mahapran
1
Ha12

Talawya
(Ca) (Cha) (Ja) (Jha) (Nya) (Ya) (Śa)
Ca 1
Ca laca 3
Ja1
Ja jera Nya 1
Ya1
Sa saga

Murdhanya (Ḍa) (Ḍha)


(Ṭa) (Ṭha) (Ṇa)
Da Da (Ra) (Ṣa)
Ta Ta latik Na
murda murda Ra1
Sa sapa
latik m. 5
rambat
a. m.
4 5

Dantya (Na)
(Ta) (Tha) (Da) (Dha) (La) (Sa)
Na
Ta 1
Ta tawa Da Da madu
1
La1
Sa danti 16

kojong 1

Osthya
(Pa) (Pha) (Ba) (Bha) (Ma) (Wa)
Pa1
Pa kapal Ba 1
Ba Ma1
Wa1

kembang
7

^1Aksara wreṣāstra. Dalam urutan tradisonal ialah: ha na ca ra ka / da ta sa wa la / ma ga ba nga / pa ja ya nya.


^2 Konsonan /h/ kadang tidak dibaca. Semisal hujan dibaca ujan. [4]

^3 Bentuk ca laca tidak diketahui pasti, karena hanya gantungan-nya yang masih dipakai. Namun [5]

bentuk aksaranya diikut-sertakan dalamUnicode. [6]

^4 alpaprana ^5 mahaprana
^6 Sebenarnya sebuah konsonan alveolar, tetapi diklasifikasikan sebagai dental
^7 Bentuk pertama lebih sering digunakan.

Vokal
Aksara swara (Vokal)
Suara hresua Suara dirgha
(vokal pendek) (vokal panjang)
Warga Nama
Aksara Transkrips Aksara Transkrips
IPA IPA
Bali i Bali i
Kantya A [a] Ā [ɑː] A kara

Talawya I [i] Ī [iː] I kara

Murdhanya Ṛ [ɹ̩ ] Ṝ [ɹ̩ ː] Ra repa

Dantya Ḷ [l̩ ] Ḹ [l̩ ː] La lenga

Osthya U [u] Ū [uː] U kara

E kara (E)
Kanthya- [e];
talawya
E [ɛ]
Ai [aj] Airsanya(Ai
)

Kanthya- [o]; O kara(O)


osthya
O [ɔ]
Au [au]
Au kara(Au)
Nama untuk aksara dirgha dibuat dengan dengan menambahkan kata tedung setelah nama hresua-nya, seperti a
kara tedung dan i kara tedung, dengan pengecualian /e/ dan /o/ panjang yang menjadi sebuah diftong.

Pangangge
Pangangge (lafal: /pəŋaŋge/) atau dalam bahasa Jawa disebut sandhangan, adalah lambang
yang tidak dapat berdiri sendiri, ditulis dengan melekati suatu aksara
wianjana maupun aksara suara dan memengaruhi cara membaca dan menulis aksara Bali.
Ada berbagai jenis pangangge, antara lain pangangge suara, pangangge
tengenan (lafal: /t̪ əŋənan/), dan pangangge aksara.
Pangangge suara
Bila suatu aksara wianjana (konsonan) dibubuhi pangangge aksara suara (vokal), maka
cara baca aksara tersebut akan berubah. Contoh: huruf Na dibubuhi ulu dibaca
Ni; Ka dibubuhi suku dibaca Ku; Ca dibubuhi taling dibaca Cé. Untuk huruf Ha ada
pengecualian. Kadangkala bunyi /h/ diucapkan, kadangkala tidak. Hal itu tergantung pada
kata dan kalimat yang ditulis.
Alfabet
Huru
Aksara Fonetis Letak
Warga aksara f Nama
Bali Internasiona penulisan
Latin
l
Kanthya Suara e; ě [ə] di atas pepet
(tenggorokan hresua huruf
) (vokal
pendek)
Suara
dirgha di
(vokal ā [aː] belakang tedung
panjang huruf
)
Suara
hresua di atas
(vokal
i [i]
huruf
ulu
Talawya pendek)
(langit-langit Suara
lembut) dirgha
di atas
(vokal ī [iː]
huruf
ulu sari
panjang
)
Suara
hresua di bawah
(vokal
re; ṛ [rə]
huruf
guwung macelek
pendek)
Murdhanya
kombinas
(langit-langit Suara
i di
keras) dirgha
belakang guwung
(vokal ṝ [rəː]
dan macelekmatedung
panjang
bawah
)
huruf
kombinas
Suara
i di atas
hresua
(vokal
le; ḷ [lə] dan gantungan Lamapepet
bawah
pendek)
huruf
Dantya
kombinas
(gigi) Suara
i di atas,
dirgha gantungan
bawah,
(vokal ḹ [ləː]
dan
Lamapepet lan matedun
panjang g
belakang
)
huruf
Suara
hresua di bawah
(vokal
u [u]
huruf
suku
pendek)
Osthya
Suara
(bibir)
dirgha
di bawah
(vokal ū [uː]
huruf
suku ilut
panjang
)
Kanthya- Suara e; é [e]; [ɛ] di depan taling
talawya hresua huruf
(tenggorokan (vokal
& langit- pendek)
Suara
dirgha
langit di depan
lembut)
(vokal e; ai [e]; [aːi]
huruf
taling detya
panjang
)
Suara
hresua mengapit
(vokal
o [o]; [ɔ]
huruf
taling tedung
Kanthya-
pendek)
osthya
Suara
(tenggorokan
dirgha
& bibir) mengapit
(vokal o; au [o]; [aːu]
huruf
taling detyamatedung
panjang
)
Pangangge tengenan
Pangangge tengenan (kecuali adeg-adeg) merupakan aksara wianjana yang bunyi vokal /a/-
nya tidak ada. Pangangge tengenan terdiri dari: bisah, cecek, surang, dan adeg-adeg. Jika
dibandingkan dengan aksara Dewanagari, tanda bisah berfungsi sama seperti tanda wisarga;
tanda cecek berfungsi seperti tanda anusuara; tanda adeg-adeg berfungsi seperti tanda
wirama.
Alfabet
Simbol Fonetis Letak penulisan Nama
Internasional

[h] di belakang huruf bisah

[r] di atas huruf surang

[ŋ] di atas huruf cecek

- di belakang hurufadeg-adeg

Pangangge aksara
Pangangge aksara letaknya di bawah aksara wianjana. Pangangge aksara (kecuali La)
merupakan gantungan aksara ardhasuara. Pangangge aksara terdiri dari:
Alfabet
Simbol Fonetis Nama
Internasional

[r] guwung/cakra
[w] suku kembung

[j] nania

Gantungan
Karena adeg-adeg tidak boleh dipasang di tengah dan kalimat, maka agar aksara
wianjana bisa "mati" (tanpa vokal) di tengah kalimat
dipakailah gantungan. Gantungan membuat aksara wianjana yang dilekatinya tidak bisa lagi
diucapkan dengan huruf "a", misalnya aksara Na dibaca /n/; huruf Ka dibaca /k/, dan
sebagainya. Dengan demikian, tidak ada vokal /a/ pada aksara wianjana seperti semestinya.
Setiap aksara wianjana memiliki gantungan tersendiri. Untuk "mematikan"
suatu aksara dengan menggunakan gantungan, aksara yang hendak dimatikan harus
dilekatkan dengan gantungan. Misalnya jika menulis kata "Nda", huruf Na harus dimatikan.
Maka, huruf Na dilekatkan dengan gantungan Da. Karena huruf Na dilekati oleh gantungan
Da, maka Na diucapkan /n/.
Gantungan dan pangangge diperbolehkan melekat pada satu huruf yang sama, namun bila
dua gantungan melekat di bawah huruf yang sama, tidak diperbolehkan. Kondisi dimana ada
dua gantungan yang melekat di bawah suatu huruf yang sama disebut tumpuk telu (tiga
tumpukan). Untuk menghindari hal tersebut maka penggunaan adeg-adeg di tengah kata
diperbolehkan.[7]

Gantungan dan Gempelan


Pancawalimukha
Ardhasuara Ūṣma Wisarga
Warga Bersuara Nirsuara Anunāsika (Semivokal) (Frikatif) (Glotal)
Alpaprāṇa Mahāprāṇa Alpaprāṇa Mahāprāṇa (Nasal)

Kaṇṭhya

Ka Ka mahaprana Ga Ga gora Nga Ha

Tālawya

Ca murca Ca laca Ja Ja jera Nya Ya Sa saga


Mūrdhanya
Ta latik Ta latik m. Da madu a. Da madu m. Na rambat Ra Sa sapa

Dantya

Ta Ta tawa Da lindung Da madu Na kojong La Sa danti

Oṣṭhya

Ba Ba kembang Pa Pa kapal Ma Wa

Pasang pageh
Dalam lontar, kakawin dan kitab-kitab dari zaman Jawa-Bali Kuno banyak ditemukan
berbagai aksara wianjanakhusus, beserta gantungannya yang istimewa.
Penulisan aksara seperti itu disebut pasang pageh, karena cara penulisannya memang
demikian, tidak dapat diubah lagi. Aksara-aksara tersebut juga memiliki nama, misalnya Na
[8]

rambat, Ta latik, Ga gora, Ba kembang, dan sebagainya. Hal itu disebabkan karena
setiap aksara harus diucapkan dengan intonasi yang benar, sesuai dengan nama aksara
tersebut. Namun kini ucapan-ucapan untuk setiap aksara tidak seperti dulu. Aksara
[9]

mahaprana (hembusan besar) diucapkan sama seperti aksara alpaprana(hembusan


kecil). Aksara dirgha (suara panjang) diucapkan sama seperti aksara hrasua (suara
pendek). Aksara usma (desis) diucapkan biasa saja. Meskipun cara pengucapan sudah tidak
dihiraukan lagi dalam membaca, namun dalam penulisan, pasang pageh harus tetap
diperhatikan.
Pasang pageh berguna untuk membedakan suatu homonim. Misalnya:

Aksara Latin
Aksara Bali Arti
(IAST)

asta adalah

astha tulang

aṣṭa delapan

pada tanah, bumi

pāda kaki
padha sama-sama

Aksara maduita
Aksara maduita khusus digunakan pada bahasa serapan. Umumnya orang Bali menyerap
kata-kata dari bahasa Sanskerta dan Kawi untuk menambah kosakata. Contoh penggunaan
aksara maduita:
Aksara Latin
Aksara Bali Arti
(IAST)

Buddha Yang telah sadar

Yuddha Perang

Bhinna Beda

Dengan melihat contoh di atas, ternyata ada huruf konsonan yang ditulis dua kali. Hal
tersebut merupakan ciri-ciri aksara maduita.

Angka
Aksa Aksa Nama Aksa Aksa Nama
ra ra (dalam b ra ra (dalam b
Bali Latin hs. Bali) Bali Latin hs. Bali)

Bindu/
0 5 Lima
Windu

1 Siki/Besik 6 Nem

2 Kalih/Dua 7 Pitu

3 Tiga/Telu 8 Kutus

4 Papat 9 Sanga/Sia
Menulis angka dengan menggunakan angka Bali sangat sederhana, sama seperti sistem
dalam aksara Jawa dan Arab. Bila hendak menulis angka 10, cukup dengan menulis angka 1
dan 0 menurut angka Bali. Demikian pula jika menulis angka 25, cukup menulis angka 2 dan
5. Bila angka ditulis di tengah kalimat, untuk membedakan angka dengan huruf maka
diwajibkan untuk menggunakan tanda carik, di awal dan di akhir angka yang ditulis.
Di bawah ini contoh penulisan tanggal dengan menggunakan angka Bali (tanggal: 1 Juli
1982; lokasi: Bali):

Aksara Bali Transliterasi dengan Huruf Latin

Bali, 1 Juli 1982.

Pada contoh penulisan di atas, angka diapit oleh tanda carik untuk membedakannya dengan
huruf.

Tanda baca dan aksara khusus


Ada beberapa aksara khusus dalam aksara Bali. Beberapa di antaranya merupakan tanda
baca, dan yang lainnya merupakan simbol istimewa karena dianggap keramat. Beberapa di
antaranya diuraikan sebagai berikut:

Simbol Nama Keterangan


Ditulis pada akhir kata di tengah kalimat. Fungsinya sama
Carik atau Carik
dengan koma dalam huruf Latin. Dipakai juga untuk mengapit aksara
Siki.
anceng.

Carik Kalih atau Ditulis pada akhir kalimat. Fungsinya sama dengan titik dalam huruf
Carik Pareren. Latin.

Dipakai pada akhir kata. Fungsinya sama dengan tanda titik


Carik pamungkah.
dua pada huruf Latin.

Dipakai pada akhir penulisan karangan, surat dan sebagainya.


Pasalinan.
Pada geguritan bermakna sebagai tanda pergantian tembang.

Panten atau Panti. Dipakai pada permulaan suatu karangan, surat dan sebagainya.

Dipakai pada awal penulisan. Tujuannya sama dengan


Pamada. pengucapan awighnamastu, yaitu berharap supaya apa yang
dikerjakan dapat berhasil tanpa rintangan.
Ongkara. Simbol suci umat Hindu. Simbol ini dibaca "Ong" atau "Om".

Anda mungkin juga menyukai