Anda di halaman 1dari 4

BUKU JAWABAN

TUGAS 3

Nama Mahasiswa : CHONDRI PARDAMEAN LUMBAN GAOL

Nomor Induk Mahasiswa /NIM : 045077217

Kode / Nama Mata Kuliah : HKUM4305 / HUKUM PIDANA INTERNASIONAL

Kode / Nama UPBJJ : 24 / UPBJJ – UT KOTA BANDUNG

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
Pertanyaan :.
1. Mr Smith Sam merupakan seorang politisi sekaligus pemimpin partai oposisi Rusia. Suatu
waktu konstelasi politik di Rusia memanas, Otoritas dan partai yang berkuasa di Rusia menuduh
Mr Smith berencana melakukan kudeta terhadap pemerintah yang berkuasa. Mr Smith kemudian
melarikan diri ke Indonesia.
Setelah sebulan berada di Indonesia, Pemerintah Rusia mengajukan permintaan ekstradisi Mr.
Smith kepada Pemerintah Indonesia atas tuduhan rencana kudeta (Rusia dan Indonesia tidak
terikat perjanjian ekstradisi)
Pertanyaan:
a) Berdasarkan kasus di atas, analisalah apakah Indonesia berkewajiban menerima permintaan
ekstradisi Rusia?
b) Berikan analisis alasan atas jawaban saudara!
2. Negara Megame merupakan negara peratifikasi Statuta Roma 1998. Pada tahun 2015, untuk
pertama kali dilangsungkan pemilihan umum untuk memilih presiden Megame. Presiden Som
Yang yang merupakan presiden yang berkuasa saat itu turut mencalonkan diri. Pada tahun 2015,
melawan calon Presiden Ram Yun.
Negara megame terdiri atas dua wilayah besar yaitu wilayah utara yang merupakan wilayah
pusat bisnis dan pemerintahan dan didominasi etnis Kanggiri yang. Sementara wilayah selatan
merupakan wilayah pedesaan tertinggal namun kaya akan sumber daya alam yang didominasi
etnis Zamani. Presiden Som Yang berasal dari etnis Kanggiri, sedangkan pesaingnya calon
presiden Ram Yun berasal dari etnis Zamani.
Pada saat mendekati kampanye calon presiden terjadi insiden kerusuhan antar sebagian etnis
Kanggiri dengan etnis Zamani di Meruki, suatu daerah yang terletak antara wilayah utara dengan
selatan. Kerusuhan dua etnis ini meluas di beberapa distrik. Presiden Som Yang menuduh etnis
Zamani merupakan provokator kerusuhan. Dengan dalih untuk menjaga stabilitas kemanan
Negara Megame, Presiden Som Yang memerintahkan militer Megame membakar perumahan,
sekolah dan rumah sakit etnis Zamani di wilayah selatan. Selain itu ia memerintahkan menembak
mati masyarakat beretnis Zamani yang mencegah pembumihangusan rumah, sekolah dan rumah
sakit tersebut.
Pertanyaan:
a) Klasifikasikan kasus di atas termasuk dalam penggaran HAM apa? Berikan analisis saudara!
b) Berikan analisa saudara, apakah ICC memiliki yurisdiksi untuk mengadili kejahatan /
pelanggaran HAM yang terjadi pada kasus di atas!
3. Pada tahun 2013, masyarakat Yogyakarta dihebohkan dengan adanya peristiwa penembakan
di Lapas Cebongan. Penyerbuan dan penembakan dilakukan oleh 17 anggota Kopassus dengan
sasaran 4 tersangka penganiayaan (yang berujung pada kematian) anggota kopassus yang terjadi
beberapa hari sebelumya sebelumnya.
Berdasarkan kasus di atas, analisalah apakah pertanggungjawaban komando berlaku untuk
semua tindak pidana yang dilakukan anggota militer? Berikan alasan yang jelas!

Jawaban :
1. . A. Menurut saya, Indonesia tidak berkewajiban menerima permintaan ekstradisi Rusia. Hal
ini karena, Indonesia tidak memiliki perjanjian dengan Rusia. Namun Indonesia dapat
memberikan informasi mengenai warga Rusia tersebut. Bagi negara yang belum memiliki
perjanjian ekstradisi seperti Indonesia, masih terbuka kemungkinan terjadinya penyerahan
seorang pelaku kejahatan dari satu negara ke negara lain dapat melalui apa yang dinamakan
mutual legal assistance in criminal matters yaitu upaya memberikan bantuan kerja sama
penerapan hukum dalam penanganan kasus kriminal yang biasanya dilakukan dengan asas
resiprositas (timbal balik).

B. Ekstradisi harus didahului dengan penandatanganan nota kesepahaman, lalu pembahasan


perjanjian kerja sama, dan penandatanganan traktat mengenai ekstradisi serta pelaksanaan
hukuman di Rusia itu sendiri. Namun mekanisme ini baru bisa dilakukan jika Indonesia sudah
memiliki undang-undang transfer hukuman sedangkan UU tersebut belum ada di indonesia.

2. A. Menurut saya, berdasarkan kasus diatas termasuk kedalam pelanggaran HAM berat.
Menurut UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, pelanggaran HAM yang berat dalam pasal 4
ayat (1) didefinisikan “pelanggaran hak asasi manusia yang berat adalah pembunuhan massal
(genosida), pembunuhan sewenang-wenang atau diluar putusan pengadilan (arbitrary/extra
judicial killing), penyiksaan, penghilangan orang secara paksa, perbudakan, atau diskriminasi
yang dilakukan secara sistematis (sistematic discrimination). Selanjutnya pelanggaran HAM
yang berat menurut pasal 7 UU No. 26 tahun 2000 digolongkan dalam 2 jenis kejahatan, yakni
kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Kejahatan genosida sebagaimana
dirumuskan dalam pasal 8 huruf a UU No. 26 tahun 2000 “setiap perbuatan yang dilakukan
dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan kelompok bangsa, ras, kelompok
etnis, dan kelompok agama. Sementara itu, pada pasal 9 tentang kejahatan terhadap kemanusiaan
berbunyi “kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 huruf b adalah
salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik
yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil.
B. Latar belakang didirikannya ICC ini tidak terlepas dari fakta bahwa diberbagai belahan dunia
telah terjadi tindakan kekejaman terhadap manusia baik itu wanita dan anak-anak yang menjadi
korban dari kebijakan penguasa. Selain itu pendiirian ICC juga dimaksudkan untuk mencegah
terulangnya kekejaman manusia terhadap manusia lainnya. ICC dapat menangani kasus
pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh negara bukan peratifikasi Statuta di wilayah negara
anggota Statuta, maka harus mengajukan pernyataan yang diajukan ke kantor panitera bahwa
negara tersebut menerima pelaksanaan yurisdiksi ICC. Jadi, jika dilihat dari kasus diatas dapat
disimpulkan bahwa ICC dapat menyelesaikan atau memiliki yuridiksi dalam mengadili kejahatan
HAM berat yang terjadi pada kasus tersebut.

3. Timbulnya pertanggungjawaban komando terkait pelanggaran HAM berat dalam hukum


pidana internasional, tidak terlepas dari perkembangan hukum humaniter internasional.
Pemegang komando bertanggung jawab atas akibat yang timbul dari kesalahan (wrongful act)
berupa tidak melakukan kewajiban hukumnya, yaitu dalam hal memerintah dan mengatur,
menegakan disiplin terhadap hukum, serta mencegah dan menindak pelaku pelanggaran.
Pertanggungjawaban komando berkembang pasca PD II, melalui tokyo tribunal yang menangani
perkara Jenderal Tomoyuki Yamashita, telah meletakkan prinsip pertanggungjawaban komando
sebagai berikut:
- Komandan harus bertanggungjawab atas kejahatan anak buahnya jika terpenuhi unsur-unsur
yang menjadi dasar dalam penuntutan pertanggungjawaban komando.
- Komandan mengetahui atau seharusnya mengetahui anak buahnya akan melakukan suatu
kejahatan (perang) tetapi ia tidak mencegahnya.
- Komandan mengetahui atau seharusnya mengetahui anak buahnya telah melakukan
kejahatan tetapi ia tidak menghukumnya.
Jadi, dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa pertanggungjawaban komando berlaku
untuk semua tindak pidana yang dilakukan oleh anggota militer tersebut karena menurut hukum
pertanggungjawaban komando, atasan harus dihukum atas ketidaktahuan tentang kejahatan yang
dilakukan oleh bawahannya (terlebih lagi jika menyangkut HAM.

Anda mungkin juga menyukai