Anda di halaman 1dari 8

TRANSKRIP WAWANCARA MENDALAM

Nama Narasumber : Ahmad Komara, Ak., M.A., Ph.D.


Jabatan/Instansi : Hakim Pajak/Pengadilan Pajak
Hari, Tanggal : Senin, 30 Oktober 2023
Waktu : 14.00 – 14:40
Tempat : Ruang Kolaborasi Hakim, Gedung A, Pengadilan Pajak
Keterangan
Peneliti =P
Narasumber =N
P: Pertama terima kasih banyak pak untuk kesediaan waktunya hari ini. Mungkin sedikit
perkenalan dan latar belakang dulu dari skripsi saya. Saya Febrino Ramora Hagai,
biasa dipanggil Febrino atau Hagai, saat ini sedang skripsi mengenai analisis
pemenuhan Asas Certainty dalam kebijakan pajak atas cryptocurrency menggunakan
studi komparasi antara Indonesia dengan Amerika Serikat. Nah baik, untuk
pertanyaan pertama sebenarnya dari Asas Certainty ini, itu di PMK 68, produknya
kan PMK 68 di Indonesia, itu sudah ada menimbang atau konsiderannya adalah
kepastian hukum, kesederhanaan dan kemudahan administrasi. Nah menurut bapak
sendiri dari 3 Asas atau 3 dimensi itu, seberapa jauh implementasinya di PMK ini?

N: Baik sebenarnya sebelum masuk pertanyaan ya, saya sampaikan ini pertama setiap
saya diawal wawancara, pasti saya membuat namanya disclaimer. Dadi apa yang saya
sampaikan ini tidak mencerminkan pendapat dari institusi saya kan di sini, di
pengadilan pajak ini. Pendapat pribadi saya sebagai akademis lah kan, karena saya
juga menempuh pendidikan sampai S3 saya di Australia, saya di universitas, lalu ke
bisnis, kemudian sebagai profesional lah, jadi itu perlu saya sampaikan karena
pengadilan pajak ini kan berbeda dengan institusi lain juga, karena institusi pajak ini
sifatnya mandiri, bahkan hakimnya juga sendiri. Nah itu satu. Kemudian yang kedua,
jika kita melihat tupoksi, tugas pokok dan fungsi dalam istilah apa namanya,
sebenarnya sih prosesnya disini lebih ke penyelesaian sengketa, perlakuan pajak
diterapkan itu oleh otoritas pajak dan wajib pajak kemudian timbul sengketa, barulah
ada upaya hukum jika secara administrasi ada keberatan, jadi ya prosesnya lebih ke
litigasi ya. Tapi ya gapapa karena ini kaitannya dengan pajak, kalau nanti suatu saat
kasus ini mungkin akan masuk sini. Nah ini saya punya informasi lebih dulu kan
artinya dengan mas Febrino kesini, Seperti itu ya? Jadi terkait tadi konsideran itu,
menurut saya memang itu sangat relevan Consideran itu bisa dipanggil kepastian
hukum, kesederhanaan, dan sebagainya itu kan kemudahan administrasi Kepastian
hukum di sini, kenapa? Karena dengan ditetapkannya PMK dalam hal ini Jadi ini
tahun 2022, meskipun sebenarnya Permendag itu kan tahun 2018, yang tentang kripto
itu merupakan komoditas. Tapi dengan adanya PMK itu menjadi lebih pasti untuk
kalangan yang berkepentingan, bagaimana perlakuan pajak terhadap crypto ini. Jadi
lebih pasti, perlakuan pajak ini bagaimana, apakah dia kena PPN atau enggak kan.
Kan di tahun 2018, ditetapkan oleh Kementerian Perdagangan, crypto adalah
komoditas. Komoditas kan barang dagangan, bukan currency kalau diistilahnya kan
istilahnya cryptocurrency sebenarnya, mata uang, tapi hampir di semua negara tidak
ada yang melakukan itu sebagai mata uang. Di Amerika sendiri kan mungkin mas
Mas Febrino sudah baca itu dibuat jadi sebagai komoditas yang sama dengan
Indonesia. Dikeluarkannya PMK itu kepastian hukum menurut saya menjadi ada. Ini
kena pajak atau enggak, pajak apa saja yang dikenakan. Kan bisa diputuskan untuk
PPh karena PPh pasal 22 final. Ini sudah jelas nih kalau kripto ya kena PPh pasal 22
final. Kemudian karena ini barang kena pajak, barang kena pajak tidak berwujud,
berarti atas penyerahannya ada kaitan dengan PPN, nah ini kan juga jelas disana
bahwa atas 3 hal ya kan: penyerahan kriptonya sendiri, jasa exchangenya itu, ya kan,
memfasilitasi dan jasa yang memverifikasi itu, itu juga akan kena PPN. Jadi itu
membuat atau memberikan perlakuan pajak yang menjadi lebih jelas. Kemudian
kesederhanaan, eh tadi kepastian hukum, yang kedua kesederhanaan. Kesederhanaan
pun menurut saya sudah dibangun di sini transaksi ini kan digital ya kan sehingga
kalau, sehingga berbeda dengan transaksi barang yang berwujud kalau barang yang
berwujud kan gampang ditelusuri ya kan apalagi ada kode-kodenya, kalau ini kan
digital agak sulit di track gitu ya, di trace itu agak sulit. Kemudian mobilitasnya
mungkin sangat tinggi juga, kita gak tau. Makanya kemudian disederhanakan,
sederhanakan dengan cara apa. Bahwa yang pajaknya itu kan tertentu, PMSE dalam
hal ini, Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Jadi, dia saja, karena
semua transaksi kan melalui dia kan, semua ini ya kan. Sehingga menjadi lebih
sederhana buat si pengguna juga, jadi gak repot-repot si pengguna maupun dia yang
bertransaksi di situ. Gak repot-repot harus bikin ini itu segala macam, apalagi dengan
ditetapkan itu final. Final itu artinya selesai. Jadi ketika ditransaksikan ada pajak,
misalnya dipotong atau dipungut, sudah selesai gak ada lagi perhitungan-perhitungan
seperti kalau kita bertransaksi atau jadi pengusaha, misalnya apa namanya kita punya
toko, gitu kan. Itu kan harus dihitung maksudnya itu harga tokonya berapa, nilai
tokonya berapa, kan seperti itu, harus dihitungan itu berarti pajaknya kita punya
enggak, gitu biaya-biaya apa yang muncul, lah seperti itu. Tapi ini kan enggak. Jadi
final artinya ketika masuk di laporan SPT, kalau pribadi maupun badan, itu masuk di
kolom tersendiri ya, itu penghasilan final. Nilai brutonya berapa, pajaknya berapa
sudah selesai. Ga ada lagi. Jadi sederhana disitu. Kemudian yang ketiga kemudahan
administrasi. Nah, kemudahan administrasi berkaitan dengan itu. Jadi lebih mudah
administrasinya buat si pengguna itu. Nah mungkin yang agak repot ya si
perantarannya tadi nih PPMSE. Dia yang jadi punya tanggung jawab disana ya kan,
untuk mengadministrasikan pajaknya, tapi dari sisi pengguna, pemilik kripto yang
berjualan itu, itu sangat sederhana sebenarnya. Katakanlah kayak Tokokripto
misalnya, exchange-nya gitu ya. Tinggal dilihat aja Tokocryptonya, gimana nanti
transaksinya.

P: Saya mau sedikit follow up tentang yang tadi soal final itu, Pak. Kan dua-duanya
dikenakan final, pak. PPN dan PPhnya bentuknya final. Nah, dari mekanismenya
sendiri itu saat dia jual dia akan kena PPh, PPh final. Saat dia beli akan PPN. Artinya,
mau dia beli atau jual akan kena pajak gitu pak. Nah, beli atau jual ini juga tidak
memperhatikan keuntungan dari penjual atau pembeli. Apakah itu nanti tidak akan
menimbulkan masalah keadilan bagi wajib pajak pak? Karena 700 ribu dia beli kena
pajak, pas jual 500 ribu juga kena pajak gitu pak.

N: Nah ini tadi. Sebenernya, ada 3 hal yang tidak bisa bersamaan, atau ini impossible
trilogy. Jadi mudah, cepat, dan baik itu tidak akan bisa bersamaan. Jadi disini kan
antar kesederhanaan dengan keadilan misalnya kan. Nah itu nggak bisa bersamaan
dalam setiap saat. Ketika kita pengen adil, artinya harus diitung ini, diitung itu,
konsideran, lain-lain. Itu adalah secara administrasi jadi rumit. Jadi rumit karena
kalau transaksinya seperti jual beli tanah, mungkin masih gampang karena sekali beli
nanti jualannya kapan, asetnya kelihatan, kalau ini transaksi setiap saat misalnya, nah,
itu kan pengadministrasiannya mungkin rumit. Nah, ini bisa saya kaitkan dengan
transaksi saham, sahamnya orang final sebenernya, karena ingin kesederhanaan, jadi
kecepatan transaksi lebih besar, supaya semua jadi mudah, jadi memang seperti itu.
Nah, kelemahannya betul, jadi ketika dibuat seperti itu, final, tidak melihat lagi ini
untung atau rugi. Pokoknya ada transaksi, pajak dikenakan di sana, seperti itu. Sama
seperti jual-beli tanah juga kan, sama kan PPh final juga tuh. Jadi ketika kita jual
tanah, itu pasti kita harus bayar 5% sebagai PPh final pasal 4 ayat 2. Itu tanpa melihat
kita untung atau rugi. Saham juga seperti itu.

P: Soal crypto ini kan sebagai komoditi, ditentukan oleh Bappebti. Di Amerika sendiri,
tadi memang CFTC sebagai Bappebti. Tapi kalau dari IRS itu yang saya baca itu dia
mengenakan sebagai properti, dan dia boleh sebagai mata uang tapi bukan pengganti
dolar jadi dia bisa transaksi properti atau transaksi aset pakai crypto itu masih
memungkinkan untuk di Amerika Serikat gitu Pak. Nah, kalau di Indonesia sendiri ini
kan cuma satu jenis pak, cuma sebagai komoditi sedangkan crypto ini kalau saya baca
nature-nya ada banyak, mungkin ada yang sebagai komoditi banyak lah seperti
Bitcoin, yang besar-besarnya Bitcoin, mungkin seperti itu komoditi, tapi banyak juga
crypto yang disebutkan di PMK-nya juga crypto backed asset gitu Pak jadi kayak
projek tapi di underlyingnya ada kryptonya gitu Pak, mungkin semacam-semacam itu
lah pak. Nah, gimana caranya untuk PMK ini bisa mengakomodir jenis pajak yang ini
gitu pak? Apakah nanti yang ini akan dipersamakan dengan komoditi? Padahal
mungkin nature dari transaksinya saja berbeda?

N: Nah ini dia nih, kita sih sebenarnya, kalau saya melihat kita ini masih dalam early
stage lah gitu ya. Tahap awal memang kita di zaman sekarang kan disrupsi ya disrupsi
ini semua berubah begitu cepat. Dan sebenarnya sejak zaman dulu kala peraturan itu
selalu ketinggalan. Jadi kalo saya melihatnya, keluarnya PMK ini saja sudah
kemajuan sebenarnya. Artinya pemerintah sudah aware, oh ini ada kripto, ini harus
diatur. Masalah nanti kripto itu berkembang, sedemikian rupa jenisnya, memang real
kripto seperti bitcoin yang pertama itu atau sekarang seperti tadi, proyek yang ada di
back up nantinya, dan lain-lainnya seperti itu. Nah itu saya yakin nanti ketika itu
sudah signifikan transaksinya, itu akan ada revisi lagi terhadap peraturan-peraturan itu
karena memang kebijakan publik itu, itu harus memerhatikan paling tidak lima hal.
Yang pertama sosial politik, kemudian hukum, ekonomi, hukum artinya harus ada
legalnya, harus ada dasarnya. Ekonomi itu juga harus ada potensinya disana. Jadi
kalau ga ada potensi mau buat apa diatur-atur, biarkan saja sampai berkembang dulu.
Pajak kan berjalan begitu. Yang kelima ini administrasinya. Nah Yang
mengadministrasikan itu mampu gak? Kalau gak mampu terus buat apa diatur.
Karena pengaturan itu akan hanya menjadi pengaturan yang tidur tidak efektif kan
seperti itu. Makanya kita memandangnya dari ya otoritas saya yakin memandangnya
dari banyak sisi, seperti itu. Tapi untuk sementara sekarang yang dilihat, ini kan
perkembangannya sudah mendunia, di kita saja Bappebti kalo ga salah itu ada 229,
kripto itu kan. 2018 itu Kemendag membuat peraturan, kemudian diturunkan dalam
peraturan Bappebti nya. Kemudian 2022 baru Kementerian Keuangan kan. Itu saja,
sudah jelek sebenarnya kan. Tapi, paling tidak sudah ada aturan tentang itu. Yang itu
apa namanya, memberikan sebuah kepastian hukum, kesederhanaan administrasi,
seperti itu kalau menurut saya.

P: Tapi apakah mungkin ada potensi dari wajib pajak, mungkin kan Bapak ada sebagai
hakim pajak gitu. Siapatau ada wajib pajak yang nanti protes kok kan ini, apa
namanya, kripto yang saya dagangkan ini gak sesuai loh sama nature yang sudah
disebutkan ini.

N: Oh, ya itulah salah satu tugas dari pengadilan itu kan apa namanya, finding jadi
penemuan hukum. Jadi ketika ada transaksi yang itu belum diatur. Nah nanti hakim
yang memutuskan dengan melihat faktanya dengan melihat pengetahuan hakim dan
peraturan yang ada seperti apa nih? Apakah misalnya bisa dianalogikan atau
dimasukkan dengan peraturan yang sudah ada atau ini yang lainnya? Nah itu nanti
hakim akan melihat seperti itu. Jadi kalau memang ternyata berkembang sesuatu,
yang pengaturannya belum ada, atau belum terakomodasi dari PMK itu gitu.

P: Jadi bisa ngasih semacam feedback gitu ya pak?


N: Nah betul. Nanti akan ibaratkan disini ada putusan. Oh ini kena seperti ini, atau
sebaliknya. Ini kan diaturan seperti ini, padahal aslinya tidak seperti itu. Nah ini yang
nanti kami kaji. Nah setelah kami putuskan, nanti otoritas itu, DJP itu, akan
melakukan evaluasi itu terhadap putusan-putusan disini. Kemudian di sana, setelah
mereka melakukan evaluasi, apakah perlu dibuat amandemen misalnya terhadap
peraturan yang sudah ada, perubahan, apa dicabut misalnya.

P: Nah terkait ini pak, exchanger. Tadi saya juga sempat diskusi dengan Pak John, kan
dibuat kalau nggak terdaftar sebagai PFAK itu tarifnya 0,11 untuk PPN dan 0,1 untuk
PPh. Nah untuk yang tidak terdaftar itu dikenakan dua kali lipat, 0,2 dan 0,22. Nah
sebenernya kan dampak logisnya mungkin jadinya PFAK yang tidak terdaftar ini
akan mendaftar jadi PFAK, supaya pajaknya lebih ringan untuk wajib pajaknya. Tapi
mungkin juga justru mereka ini karena pengenaannya agak sulit, agak sulit dipantau
DJP, jadi mereka kan lebih senang untuk berada di luar PFAK.

N: Itu menarik tuh memang. Sama sebenernya ketika, apa namanya, pengenaan
pemotongan PPh 21 misalnya, terhadap karyawan yang punya NPWP dan karyawan
yang tidak punya NPWP. Itu kan perbedaan juga. Misalnya untuk yang punya NPWP
kena 5%, yang ini 10%, seperti itu juga. Jadi ini kelihatan strategi dari otoritas. Jadi
diberikan pilihan sama mereka sama pihak-pihak untuk kepentingan silahkan mau
yang mana gitu kan. Nanti ketika misalnya diketahui apa namanya trendnya pindah ke
semua, ke yang yang non-PFAK itu misalnya mungkin nanti akan ada juga perubahan
peraturannya gitu kan. Tapi untuk sementara sekarang dipisah dulu, karena faktanya
memang ada yang teregistrasi sebagai PFAK, ada yang enggak, kan, seperti itu kan.
Jadi sekarang pakai insetif, atau mungkin disinsetifnya seperti itu. You kalau mau
bertransaksi lewat ini, ya kenanya segini, kalau lewat ini, segini, gitu kan. Jadi
sekarang mah lebih ke, apa namanya, memberikan pilihan dulu sebenarnya
maksudnya sih tadi mendorong kan dengan ini lebih kecil ya kan, you daftarlah
kesitu. Nah dengan daftar kan, kalo ga salah lebih mudah kan buat otoritas yang
seperti itu. Tapi orang kan, ya selalu, meskipun sebenarnya semua harus daftar pun
tetap over the counter kan masih ada aja, seperti itu jadi itu pilihan kebijakan
sebenernya seperti itu
P: Jadi mungkin tetap gak bisa tercapture semua gitu ya pak. Kalau dari sisi wajib
pajaknya pak dari PMK ini menurut bapak apakah sudah dibanding peraturan-
peraturan pajak lain apakah ini sudah cukup mudah untuk dipahami? Sebagai wajib
pajak yang tidak mengerti.

N: Nah ini sebenernya relatif kalau seperti itu ya. Saya ya bukan merasa lebih pintar ya,
tapi saya kan disini bergelut dengan peraturan, dengan undang-undang setiap saat.
Dan mungkin buat yang lain yang seperti saya, tidak ada masalah baca peraturan ini.
Karena sudah biasa gitu kan, baca bahasa undang-undang, bahasa pasal-pasal seperti
itu. Tapi bagi masyarakat umum, mungkin akan melayang ceritanya. Baca pasal satu,
ini apa gitu mungkin udah bingung gitu kan. Makanya memang mungkin perlu dibuat
jembatan itu apa namanya, seperti yang di bahan ini kan mas Febrino bilang juga nih
ada pernah nggak itu kan jembatan untuk mensosialisasikan itu misalnya. Nah itu
kan, itu sebenernya memkomunikasikan bahasa hukum dengan bahasa biasa gitu kan.
Jembatan itu kan, nah yang itu yang saya belum tau itu kalau seperti itu apakah
otoritas, apakah DJP itu sudah punya program sendiri untuk ini. Biasanya sih kalau
memang udah ada asosiasinya ke asosiasi, disosialisasikannya. Jadi asosiasinya bisa
diberi pencerahan lah, bagaimana sih sebenarnya dalam bahasa awam PMK ini harus
diberlakukan, seperti itu.

P: Berarti tapi untuk dibandingkan dengan peraturan lain mungkin ini, maksudnya nggak
sulit untuk dipahami gitu pak?

N: Menurut saya sih tidak. Tidak ada sesuatu yang menjadikan peraturan-peraturan ini
lebih rumit dari yang lain.

P: Baik pak, kalau terkait tadi untuk yang stability dan consistency. Menurut bapak,
selama ini sudah ada kasus belum ya?

N: Soal cryptocurrency? Belum mas, menurut saya itu sih mungkin masih jauh ya.
Karena disini kan proses kelanjutan dari proses sebelumnya di DJP. Di DJP itu kan
prosesnya, pertama wajib pajak menyampaikan SPT. SPT itu masuk ke DJP
kemudian selain mengelola ya SPT yang lebih bayar, itu pake namanya kriteria
seleksi, risk analysis gitu ya. Baru kemudian itu diperiksa. Kalau yang lebih bayar
kan, itu memang otomatis harus diperiksa. Tapi kalau yang lain selain yang lebih
bayar itu, itu melalui kriteria seleksi. Jadi ada risk analysisnya, ini diperiksa. Nanti
diperiksa, itu prosesnya lama. Untuk tahun pajak 2020 misalnya, SPT-nya kan baru
masuk di 2021. Pemeriksaan itu kalau langsung saja diperiksa, itu selesai nanti 2022.
Karena pemeriksaan itu, kan satu tahun, secara umum ya, kalau PMKnya kan 8 bulan,
tapi undang-undangnya bilang kan untuk lebih bayar itu 1 tahun. Kalau yang nggak
lebih bayar bisa lebih dari 1 tahun. Nah ini 1 tahun. Itu baru pemeriksaan ya nah
pemeriksaan misalnya wajib pajak ini nggak setuju nih dengan pemeriksaan. Hasil
pemeriksaan ini diajukanlah keberatan. Keberatan itu masih di DJP itu prosesnya satu
tahunan ini. Nah udah berapa itu kan? Udah 2 tahun lebih ya kan dengan pemasukan
SPT tadi. Nah dari keberatan nanti terbit surat keputusan keberatan. Nah kalo wajib
pajak itu ga setuju, baru masuk kesini. Artinya di sini itu paling cepat, itu kasus yang
masuk yang dua tiga tahun yang lalu. Nah seperti itu. Nah ini baru terbit 2022 ya kan?
Jadi belum ada gitu kan.

P: Kalau gitu dari misalnya PMK yang sudah terbit ini, kira-kira dari yang bapak baca
ada potensi kegagalan atau potensi sengketa apa antara wajib wajak dengan DJP?

N: Sebenernya sih, kalau potensi mah selalu ada karena pada prinsipnya ini sudah diakui
lah secara umum wajib pajak kan enggan untuk bayar pajak. Jadi akan selalu ada cara
buat mereka untuk bilang, wah ini harusnya nggak seperti ini gitu kan. Itu akan selalu
ada chance. Yang saya lihat disini, ini kan ada pergeseran nih pergeseran subjeknya.
Jadi yang punya bitcoin itu atau punya cryptocurrency kan si A sama si B misalnya.
Kemudian dia bertransaksi melalui Tokocrypto. Sekarang yang punya kewajiban
jadinya kan Tokocrypto ini, betul kan? Dengan penyederhanaan ini. Secara
administrasi itu sederhana. Tetapi secara hukum, yang bertransaksi kan si A dan si B.

Anda mungkin juga menyukai