Provided by Hasanuddin University Repository
Provided by Hasanuddin University Repository
SKRIPSI
OLEH :
ARFANDY RANRIADY
B 111 08 052
OLEH :
ARFANDY RANRIADY
B 111 08 052
SKRIPSI
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
i
PENGESAHAN SKRIPSI
ARFANDY RANRIADY
B 111 08 052
Panitia Ujian
Ketua Sekretaris
Prof. Dr. Abd. Razak, S.H., M.H. Dr. Anshori Ilyas, S.H., M.H.
NIP. 19571029 198303 1 002 NIP. 19560607 198503 1 001
An. Dekan
Wakil Dekan Bidang Akademik,
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Abd. Razak, S.H., M.H. Dr. Anshori Ilyas, S.H., M.H.
NIP. 19571029 198303 1 002 NIP. 19560607 198503 1 001
iii
PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN SKRIPSI
Memenuhi syarat untuk diajukan dalam ujian skripsi sebagai ujian akhir Program
Studi.
iv
ABSTRAK
v
ABSTRACT
vi
KATA PENGANTAR
tulis ilmiah ini dalam bentuk skripsi yang berjudul “Implikasi Hukum
92/PUU-X/2012”.
terdalam dan tak terhingga kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda
Alimuddin. B dan Ibunda A. Arniaty atas segala kasih sayang, cinta kasih,
serta doa dan dukungannya yang tiada henti, sehingga penulis dapat
kakak dan kedua adik penulis, Alim busra. Ali amran, Andri susanto dan
menggapai cita-cita. Terima kasih atas semuanya dan semoga Allah SWT
vii
peneliti patut hargai dan syukuri. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
setinggi-tingginya kepada:
1. Prof. Dr. Abdul Razak, S.H., M.H., selaku Pembimbing I dan bapak
2. Prof. Dr. Marwati Riza, S.H., M.Si., Kasman Abdullah, S.H., M.H.,
dan Dr. Zulkifli Aspan, S.H., M.H., selaku Penguji, atas kesediannya
3. Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, M.A., selaku Rektor Universitas
viii
7. Kepada seluruh pihak yang peneliti tak dapat tuliskan satu persatu.
Terima kasih.
dalam penyusunan skripsi ini. Olehnya itu, segala masukan, kritik dan
Peneliti
Arfandy Randriady
ix
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................... i
PENGESAHAN SKRIPSI ...................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................... iii
PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN SKRIPSI .................................. iv
ABSTRAK ............................................................................................. v
ABSTRACT ........................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ............................................................................. vii
DAFTAR ISI .......................................................................................... x
A. Konstitusi.......................................................................... 8
1. Defenisi Konstitusi ...................................................... 8
2. Teori Konstitusi ........................................................... 11
3. Klasifikasi Konstitusi ................................................... 13
B. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia ....................... 17
1. Sejarah Pembentukan ................................................ 17
2. Kewenangan ............................................................... 21
C. Sejarah Konsep Bikameral di Indonesia .......................... 22
D. Pengaturan Dewan Perwakilan Daerah dalam UUD
1945 ................................................................................ 29
E. Sejarah Terbentuknya Dewan Perwakilan Daerah .......... 32
x
BAB III METODOLOGI PENELITIAN............................................... 40
A. Kesimpulan ...................................................................... 80
B. Saran ............................................................................... 81
xi
BAB I
PENDAHULUAN
Rakyat (MPR) tahun 2001. Lembaga negara baru ini akan mendampingi
kepentingan rakyat.
1
kehidupan bernegara dan berpemerintah, sekaligus merupakan salah satu
(policy), dan regulasi pada skala nasional oleh pemerintah (pusat) di satu
sisi dan daerah di sisi lain. Terjadi perubahan strategi dari pola
berbeda dengan utusan daerah yang dikenal selama ini (Bab VII A Pasal
pemerintahan, namun DPD tidak terlepas dari konteks dan situasi serta
pemerintahan di daerah.
2
penyelenggaraan negara. Sistem yang hendak dibangun adalah sistem
dalam ketentuan Pasal 22D Ayat (1), Ayat (2), dan Ayat (3) UUD 1945.
3
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3) dan Undang-
DPD dalam pembahasan RUU bidang tertentu, DPD tidak diberikan ruang
legislatif, kehadiran DPD bisa ditafsirkan pada tiga corak parlemen yang
4
Parliamentary System, Bicameral Parliamentary System, dan Tricameral
konstitusi Pasal 2 Ayat (1) UUD 1945 yang menegaskan bahwa : “Majelis
dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang”. Salah satu materi muatan
dalam rangka perubahan ketiga UUD 1945 adalah mengenai posisi MPR
tripologi sistem parlemen kita, dari prespektif historis, DPD bukanlah hal
yang baru, hal ini dikarenakan sejak tahun 1945 utusan daerah telah
3
Karsayuda M. Rifqinizamy, 2011, (Makalah) DPD RI : Perwakilan Setengah Hati di
Tengah Otonomi “Setengah-Setengah”, Banjarmasin, Halaman 1.
5
pengambilan keputusan. Telah kita ketahui bahwa jumlah anggota DPD
tidak boleh lebih dari sepertiga jumlah anggota DPR. Ketimpangan ini
akan lebih terasa lagi apabila dihubungkan dengan mekanisme kerja DPD
dalam joint session antara DPR dan DPD, dengan keanggotaan yang
kasihan” terus menerus dari DPR karena jumlah anggota kedua lembaga
92/PUU/X/2012.
B. Rumusan Masalah
6
1. Bagaimanakah implikasi hukum terhadap kewenangan Dewan
1. Tujuan Penulisan
2. Kegunaan Penulisan
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konstitusi
1. Definisi Konstitusi
arti yang sesederhana itu. Konstitusi dipahami secara lebih luas, selain
4
Jazim Hamidi & Malik, 2008, Hukum Perbandingan Konstitusi, Prestasi Pustaka,
Jakarta, Halaman 87.
5
Ibid.
8
sosialnya.6 Pemikiran Duguit banyak dipengaruhi oleh aliran sosiologi
penjelmaan de facto dari ikatan solidaritas sosial yang nyata. Dia juga
sociale solidariteit (solidaritas sosial). Oleh karena itu, yang harus ditaati
sebagai berikut :8
b. Pengertian Yuridis
6
Ibid.
7
Jimly Asshiddiqie, 2009, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta, Halaman 97.
8
Ibid, Halaman 98-99.
9
Lain halnya dengan Wheare, salah seorang pakar konstitusi
suatu negara. Konstitusi dapat berupa hukum dasar tertulis yang lazim
disebut Undang-Undang Dasar, dan dapat pula tidak tertulis. Hal tersebut
tidak terlepas karena tidak semua negara memiliki konstitusi tertulis atau
9
Jazim Hamidi & Malik, Op.cit, Halaman 89.
10
Jimly Asshiddiqie, Op.cit, Halaman 158.
10
suatu negara; Kedua, mendeskripsikan tentang penegakan hak-hak asasi
2. Teori Konstitusi
the central and local government in a state and regulate the relationship
bet-ween individual and the state”.12 Artinya, yang diatur itu tidak saja
tetapi juga mekanisme hubungan antara negara atau organ negara itu
11
Jimly Assiddiqie, 2007, Konstitusi Dan Ketatanegaraan, The Biografy Institute,
Jakarta, Halaman 87.
12
Mariyadi Faqih, Op.cit, Halaman 99.
13
Ibid, Halaman 99.
11
(Normative Value), (2) Nilai Nominal (Nominal Value), dan (3) Nilai
selalu terdapat dua aspek penting, yaitu sifat idealnya sebagai teori dan
konstitusi itu selalu terkandung nilai-nilai ideal sebagai das sollen yang
tidak selalu identik dengan das sein atau keadaan nyatanya dalam
penerapannya di lapangan.
3. Klasifikasi Konstitusi
oleh C.F. Strong,15 konstitusi diklasifikasikan dalam dua kelas besar, yaitu
konstitusi yang bagus dan konstitusi yang jelek. Adapun dalam klasifikasi
konstitusi yang baik, dimana dalam bentuk pemerintahan oleh satu orang
14
Ibid, Halaman 100.
15
Jazim Hamidi & Malik, Op.cit, Halaman 94.
12
dalam bentuk pemerintahan oleh banyak orang disebut Demokrasi.
dikemukakan oleh K.C. Wheare, seorang ahli konstitusi dari Inggris, yang
konstitusi tidak tertulis ialah suatu konstitusi yang tidak dituangkan dalam
16
Dahlan Thaib, 2001, Teori Dan Hukum Konstitusi, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta, Halaman 25.
13
membutuhkan prosedur serta mekanisme perubahan (amandemen), maka
kedudukan tertinggi dalam suatu negara. Di samping itu, jika ditinjau dari
undangan yang lain. Demikian juga syarat untuk mengubahnya lebih berat
ialah suatu konstitusi yang tidak memiliki kedudukan serta derajat seperti
konstitusi jenis ini pun sama dengan persyaratan yang digunakan dalam
suatu negara. Artinya, jika bentuk suatu negara itu serikat, maka akan
14
sistem desentralisasi. Hal inilah yang diatur dalam konstitusi negara
kesatuan.
tetapi dipilih langsung oleh rakyat, atau dewan pemilih seperti yang
17
Ibid, Halaman 27.
15
1. Kabinet yang dipilih oleh perdana menteri dibentuk berdasarkan
parlemen;
pemilihan umum.
pemerintahan parlementer.
1. Sejarah Pembentukan
16
(1881-1973).18 Kelsen menyatakan bahwa pelaksanaan aturan
suatu organ selain legislatif diberikan tugas untuk menguji, apakah suatu
pertama di dunia.
18
Moh. Mahfud MD, 2009, Mahkamah Konstitusi Dalam Sistem Ketatanegaraan
Republik Indonesia, disampaikan pada temu wicara ketua Mahkamah Konstitusi
dengan Civitas Akademika IAIN Ar Raniry, Banda Aceh, Halaman 5.
19
Ibid, Halaman 3.
17
wewenang untuk membanding undang-undang yang maksudnya tak lain
a. Konsep dasar yang dianut dalam UUD yang tengah disusun bukan
undang-undang;
Rakyat (MPR).
Dasar yang diusulkan oleh Yamin tersebut tidak diadopsi dalam UUD
reformasi yang mencuat yang berujung pada lengsernya rezim orde baru
berbuah menjadi slogan umum yang tersepakati oleh khalayak ramai. Tak
18
perubahan dalam satu rangkaian amandemen, sejak tahun 1999 sampai
(MPR).
yang baru, disamping ada juga yang dihilangkan. Salah satu dari sekian
Indonesia makin menguat. Puncaknya terjadi pada tahun 2001 ketika ide
Pasal 24 Ayat (2) dan Pasal 24C UUD 1945 hasil perubahan ketiga.20
20
Ma’shum Ahmad, 2009, Politik Hukum Kekuasaan Kehakiman Pasca Amandemen
Undang-Undang Dasar 1945, Total Media, Yogyakarta, Halaman 1.
19
Undang tentang Mahkamah Konstitusi. Setelah dilakukan pembahasan
pada tanggal 13 Agustus 2003, pada hari itu juga, undang-undang tentang
Soekarnoputri dan dimuat dalam lembaran negara pada hari yang sama,
20
Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) sebagai hukum tertinggi (highest
law).21
2. Kewenangan
Ayat (1), sedangkan kewajiban yang diembannya diatur pada Ayat (2)
berikut :
21
Ahsan Yunus, 2011, Analisis Yuridis Sifat Final dan Mengikat (Binding) Putusan
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, (Skripsi), Fakultas Hukum Universitas
Hasanuddin, Makassar, Halaman 40.
21
C. Sejarah Konsep Bikameral di Indonesia
terhadap pasal mengenai MPR dilakukan pada tahun 2001, salah satunya
Kepresidenan di Indonesia”.
bukan merupakan anggota DPR, yaitu Utusan Daerah (UD) dan Utusan
Golongan (UG). Dengan demikian, ada dua jenis keanggotaan MPR, yaitu
anggota MPR/DPR dan anggota MPR yang bukan anggota DPR. Belum
ada penjelasan yang memadai tentang struktur MPR tersebut serta alasan
22
mengapa ada lembaga MPR dan DPR yang terpisah. Alasan yang bisa
daerah dan utusan golongan, di samping anggota DPR itu sendiri. Lebih
pengangkatan.
dilaksanakan oleh DPR, sementara anggota MPR dari utusan daerah dan
23
keinginan untuk mengefektifkan Utusan Daerah, gagasan bikameral
variannya. Dua model ini lahir dari situasi politik yang berbeda. Model
anggota House of Lords dipilih oleh rakyat. Di sisi lainnya, model Amerika
wilayah yang demikian besar dan masyarakat yang plural dalam suatu
24
negara. Model kedua ini menjadi terlihat lebih dekat dengan konsep
federal, konsep ini menjadi tidak diterima secara utuh sewaktu proses
pada bagian awal tulisan ini, referensi bikameral dalam konteks sejarah
tentu saja bukan seperti ramalan cuaca yang bisa diperkirakan dengan
akurat. Namun satu faktor penting yang perlu dilihat adalah berubahnya
pola hubungan pusat dan daerah sendiri sejak 1999. Perubahan ini
25
seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang
nasional yang bisa mengakomodasi perbedaan ini secara makro. Bila cara
26
daerah dalam pengambilan keputusan di tingkat pusat melalui DPD
menjadi suatu konsekuensi yang logis, bahkan apabila dikaji lebih dalam,
tingkat nasional. DPR sendiri masih belum cukup untuk dapat melakukan
peran ini. Dikatakan belum cukup karena ada indikasi-indikasi kuat kearah
undang ini, diselenggarakan hanya oleh empat Badan Usaha Milik Negara
27
pemerintahan yang lebih responsif. Kebutuhan yang kedua, adalah untuk
berbeda, akan ada mitra DPR untuk membahas segala keputusan yang
kekuasaan.
Adanya DPD sebagai mitra setara DPR juga akan memicu suatu
kedua yang kuat akan menjadi mitra yang baik DPR. Bukan hanya dalam
28
antar lembaga dalam hal etika politik dan pembaruan sistem kerja.
Persaingan ini diharapkan akan membuat DPR dan DPD menjadi lebih
baik.
diatur dalam Pasal 2 UUD 1945, yang menyatakan bahwa “MPR terdiri
undang”.
29
khusus mengamanatkan adanya Pemilihan Umum (Pemilu) dan pemilihan
senat ditiadakan karena bentuk negara tidak lagi federal. Setelah UUD
RIS 1949 dan UUDS 1950, Indonesia kembali ke UUD 1945 melalui Dekrit
Utusan Daerah sebagai anggota MPR hanya bekerja sekali dalam lima
30
tahun, untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, serta menetapkan
GBHN. Tidak ada hal lainnya yang dapat dilakukan oleh Utusan Daerah
pertama UUD 1945 disahkan pada Sidang Umum MPR tahun 1999 yang
2004, ketika 128 anggota DPD yang terpilih untuk pertama kalinya dilantik
31
kedua yang efektif dalam sebuah parlemen bikameral, sampai dengan
muda dari DPR, karena DPR lahir sejak tahun 1918 (dulu
sebuah buku yang diterbitkan DPD, bahwa pemikiran ini lahir pertama kali
terus bergulir, sampai pada masa pendirian republik ini pun, gagasan
32
Permusyawaratan Rakyat (BP MPR) yang ditugaskan mempersiapkan
pilihan yang tersedia. Pertama, konsep awal UUD 1945 yaitu MPR yang
bahwa semua wakil rakyat harus dipilih melalui Pemilihan Umum (Pemilu).
wilayah dan bekerja secara efektif. Tidak hanya sekali dalam lima tahun.
33
Republik Indonesia 1945 tercantum pada Bab VII A Pasal 22D dan 22E.
Untuk usulan Pasal 22E Ayat (2), diajukan dua alternatif. Selengkapnya,
Pasal 22 D
Pasal 22 E
Alternatif 1
Alternatif 2
34
negara, pajak dan fiskal, dan agama serta meyampaikan hasil
pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai
bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti;
2. Anggota Dewan Perwakilan Daerah dapat diberhentikan dari
jabatannya berdasarkan putusan Dewan Kehormatan yang
dibentuk oleh Dewan Perwakilan Daerah apabila terbukti
melakukan pengkhianatan terhadap negara, tindak pidana
penyuapan, korupsi, dan tindak pidana lainnya yang diancam
dengan hukuman pidana penjara lima tahun atau lebih, atau
melakukan perbuatan yang tercela lainnya.
(PAH I), jalan menuju pembentukan sistem bikameral tidak semulus yang
Utusan Daerah dan Utusan Golongan dalam MPR. Namun, upaya ini
Konsitusi. Jumlah anggota Komisi A sebanyak 162 orang yang terdiri dari :
35
6. Fraksi Partai Reformasi (11 orang)
A terdiri dari Slamet Effendy Yusuf (F-PG), Harun Kamil (F-UG), Zain
dilakukan perumusan oleh tim lobi dan tim perumus yang terdiri dari
muncul dua alternatif. Pertama, MPR terdiri atas anggota DPR dan
Namun, hal ini ditolak tegas oleh Fraksi Utusan Golongan (F-UG)
36
Sementara di sisi lain, Fraksi TNI dan POLRI, yang dipilih
MPR pada periode transisi hingga tahun 2009, meski jalan keluar yang
tubuh MPR.
sebuah koalisi yang terdiri dari berbagai organisasi non pemerintah dan
Konstitusi. Namun ide ini ditolak oleh beberapa fraksi yang ada di Komisi
A alasannya, sudah ada Badan Pekerja MPR dan tim ahli yang
sebagai bagian dari perubahan ketiga UUD 1945. Rumusan ini akhirnya
Pasal 22 C
37
(2) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi
jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota Dewan
Perwakilan Daerah itu tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota
Dewan Perwakilan Rakyat;
(3) Dewan Perwakilan Daerah bersidang sedikitnya sekali dalam
setahun;
(4) Susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Daerah diatur
dengan undang-undang.
Pasal 22 D
38
(4) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dapat diberhentikan dari
jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam
undang-undang.
39
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian
sesuai dengan doktrin-doktrin dan asas-asas di dalam ilmu hukum, baik itu
B. Lokasi Penelitian
22
Zainuddin Ali. Metode Penelitian Hukum. Cetakan Ketiga. (Jakarta: Sinar Grafika,
2011), halaman 24-25.
40
elektronik yang memiliki hubungan dengan karya tulis ilmiah
(skripsi) ini;
menyangkut DPD.
1. Data Primer
data primer juga digolongkan kedalam bahan yang isinya mengikat karena
dan sebagainya.
23
Sulistyowati Irianto dan Shidarta (ed). Metode Penelitian Hukum: Konstelasi dan
Refleksi. Cetakan Kedua. (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011), hlm.
141.
41
2. Data Sekunder
kajian seperti, buku, artikel, karya ilmiah, jurnal, media cetak, majalah, dan
bahan-bahan lain yang berkaitan dengan karya tulis ilmiah (skripsi) ini.
E. Analisis Data
Data yang diperoleh dan yang telah dikumpulkan baik itu data
kesimpulan.
42
BAB IV
HASIL PENELITAN DAN PEMBAHASAN
merupakan konsekuensi dari norma Pasal 22D Ayat (1) UUD 1945 yang
dari hak dan/atau kewenangan untuk mengajukan RUU yang dimiliki DPD.
43
Prolegnas di internal DPR diselesaikan terlebih dahulu oleh fraksi-fraksi
Pasal 18 Huruf g, Pasal 20 Ayat (1), Pasal 21 Ayat (1), dan Ayat (3),
UU MD3/P3 PASCA
No. UU MD3/P3 PUTUSAN MK
PUTUSAN MK
44
b. Penyusunan Prolegnas
UU MD3/P3 PASCA
No. UU MD3/P3 PUTUSAN MK
PUTUSAN MK
45
Pasal 16, sepanjang tidak Keterangan :
penyusunan daftar dimaknai “rencana Menambah frasa
Rancangan kerja dan rencana “dan rencana
Undang-Undang strategis DPR dan strategis DPD”
didasarkan atas : rencana strategis
g. rencana kerja DPD”.
dan rencana (Amar Putusan
strategis DPR; Nomor 1. 18. 1. dan
Nomor 1. 18. 2.
Halaman 256).
Pasal 102 (UU
Pasal 102 (UU MD3)
MD3)
46
atau DPD Nomor 1. 3. Halaman undang tersebut
sebelum 251-252). disampaikan kepada
rancangan pimpinan DPR;
undang-undang
tersebut Keterangan :
disampaikan Menghilangkan frasa
kepada pimpinan “atau DPD”.
DPR;
6. e. Memberikan Sepanjang frasae. Memberikan
pertimbangan “atau DPD” ;
pertimbangan
terhadap bertentangan dengan terhadap rancangan
rancangan UUD NRI Tahun undang-undang yang
undang-undang 1945 dan tidak
diajukan oleh
yang diajukan oleh mempunyai kekuatan anggota, komisi,
anggota, komisi, hukum mengikat. gabungan komisi di
gabungan komisi luar prioritas
atau DPD di luar (Amar Putusan rancangan undang-
prioritas Nomor 1. 1. dan undang tahun
rancangan Nomor 1. 3. Halaman berjalan atau di luar
undang-undang 251-252). rancangan undang-
tahun berjalan undang yang
atau di luar terdaftar dalam
rancangan Program Legislasi
undang-undang Nasional;
yang terdaftar
dalam Program Keterangan :
Legislasi Nasional; Menghilangkan frasa
“atau DPD”
7. h. Memberikan Bertentangan dengan Dihapus.
masukan kepada UUD NRI Tahun
pimpinan DPR 1945 dan tidak
atas rancangan mempunyai kekuatan
undang-undang hukum mengikat.
usul DPD yang
ditugaskan oleh (Amar Putusan
Badan Nomor 1. 1. dan
Musyawarah; Nomor 1. 3. Halaman
251-252).
47
c. Penetapan Prolegnas
UU MD3/P3 PASCA
No. UU MD3/P3 PUTUSAN MK
PUTUSAN MK
(Amar Putusan
Nomor 1. 18. 7. dan
Nomor 1. 18. 8.
Halaman 257).
“usul” DPD, kemudian dibahas oleh Baleg DPR dan menjadi RUU dari
48
1. Pasal 102 Ayat (1) huruf d dan huruf e UU MD3, Pasal 48 Ayat (2)
dan Ayat (4) UU P3 telah mereduksi kewenangan legislasi DPD
sebagai lembaga negara menjadi setara dengan kewenangan
legislasi anggota, komisi, dan gabungan komisi DPR.
2. Pasal 143 Ayat (5) dan Pasal 144 secara sistematis mengurangi
kewenangan DPD sejak awal pengajuan RUU.
Menurut MK, kata “dapat” dalam Pasal 22D Ayat (1) UUD 1945
DPD sebagai RUU usul DPD, kemudian dibahas oleh Baleg DPR, dan
DPD untuk mengajukan RUU yang telah ditentukan dalam Pasal 22D Ayat
(1) UUD 1945. Dalam hal MK berpendapat bahwa DPD mempunyai posisi
dan kedudukan yang sama dengan DPR dan Presiden dalam hal
49
a. Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan RUU sesuai dengan
b. RUU yang diajukan DPD tidak berubah menjadi usul RUU DPR;
UUD MD3/P3
No. UU MD3/P3 PUTUSAN MK PASCA PUTUSAN
MK
(Amar putusan
No. 1. 18. 11. dan
No.1.18.12. Hal
258)
2. (1) Rancangan Bertentangan Dihapus
Undang-Undang dengan UUD NRI
yang berasal dari Tahun 1945 dan
DPR sebgaimana tidak mempunyai
dimaksud pada kekuatan hukum
ayat (1) dapat mengikat.
berasal dari DPD.
(Amar putusan
No. 1.6. dan No.
1.12. Hal. 252)
50
b. Penyusunan RUU
UU MD3/P3
No. UU MD3/P3 PUTUSAN MK PASCA
PUTUSAN MK
51
disetujui bersama adanya urgensi yang dapat
oleh alat nasional atas disetujui bersama
kelengkapan DPR suatu rancangan oleh alat
yang khusus Undang-undang kelengkapan DPR
menangani bidang yang dapat yang khusus
legislasi dan disetujui bersama menangani bidang
menteri yang oleh alat legislasi dan
menyelenggarakan kelengkapan DPR menteri yang
urusan yang khusus menyelenggarakan
pemerintahan di menangani bidang urusan
bidang hukum. legislasi dan pemerintahan di
menteri yang bidang hukum.
menyelenggarakan
urusan Keterangan :
pemerintahan di Menambah kata
bidang hukum. “DPD”
UU MD3/P3
No. UU MD3/P3 PUTUSAN MK PASCA
PUTUSAN MK
52
penjelasan atau Presiden.
keterangan
dan/atau naskah Keterangan :
akademik yang Menambah frasa
berasal dari DPD “kepada Presiden”
disampaikan
secara tertulis oleh
pimpinan DPD
kepada pimpinan
DPR dan kepada
Presiden.
(Amar Putusan
No. 1.17.5. dan
1.17.6 hal 24)
Pasal 48 (UU P3) Pasal 48 (UU P3)
2. (1) Rancangan Bertentangan (1) Rancangan
Undang-Undang dengan UUD NRI Undang-Undang
dari DPD Tahun 1945 dari DPD
disampaikan sepanjang tidak disampaikan
secara tertulis dimaknai,”Rancan secara tertulis
oleh pimpinan gan Undang- oleh pimpinan
DPD kepada Undang dari DPD DPD kepada
pimpinan DPR disampaikan pimpinan DPR
dan harus disertai secara tertulis oleh dan kepada
Naskah pimpinan DPD Presiden dan
Akademik. kepada pimpinan harus disertai
DPR dan kepada Naskah Akademik.
Presiden dan
harus disertai Keterangan:
Naskah Menambah frasa
Akademik”. “dan kepada
Presiden”.
Amar Putusan
(No. 1.18.13 dan
No. 1.18.14. Hal.
258)
3. (2) Usul Bertentangan Dihapus
Rancangan dengan UUD NRI
Undang- Tahun 1945 dan
undangsebagaima tidak mempunyai
na dimaksud pada kekuatan hukum
ayat (1) mengikat.
disampaikan oleh
pimpinan DPR
53
kepada alat (Amar Putusan
kelengkapan DPR No.1. 9. Dan 1.15.
yang secara Hal. 252-253)
khusus
menangani bidang
legislasi untuk
dilakukan
pengharmonisasia
n, pembulatan,
dan pemantapan
konsepsi
Rancangan
Undang-Undang.
4. (3) Alat Bertentangan Dihapus
kelengkapan dengan Undang-
sebagaimana Undang Dasar
dimaksud pada Negara Republik
ayat (2) dalam Indonesia Tahun
melakukan 1945 dan tidak
pengharmonisasia mempunyai
n, pembulatan, kekuatan hukum
dan pemantapan mengikat.
konsepsi
Rancangan
Undang-Undang (Amar Putusan
dapat No. 1.9. dan 1.15.
mengundang hal 252-253)
pimpinan alat
kelengkapan DPD
yang mempunyai
tugas di bidang
perancangan
Undang-Undang
untuk membahas
usul Rancangan
Undang-Undang.
5. (4) Alat Bertentangan Dihapus
kelengkapan dengan Undang-
sebagaimana Undang Dasar
dimaksud pada Negara Republik
ayat (2) Indonesia Tahun
menyampaikan 1945 dan tidak
laporan tertulis mempunyai
mengenai hasil kekuatan hukum
pengharmonisasia mengikat.
n sebagaimana
54
dimaksud pada
ayat (3) kepada (Amar Putusan
pimpinan DPR No. 1.9. dan 1.15.
untuk selanjutnya hal 252-253)
diumumkan dalam
rapat paripurna.
Pasal 147 (UU Pasal 147 (UU
MD3) MD3)
6. (1) Pimpinan DPR Bertentangan Dihapus
setelah menerima dengan Undang-
rancangan Undang Dasar
undang-undang Negara Republik
dari DPD Indonesia Tahun
sebagaimana 1945 dan tidak
dimaksud dalam mempunyai
Pasal 146 ayat (1) kekuatan hukum
memberitahukan mengikat.
adanya usul
rancangan (Amar Putusan no.
undang-undang 1.2. dan No. 1.4.
tersebut kepada hal 251-252)
anggota DPR dan
membagikannya
kepada seluruh
anggota DPR
dalam rapat
paripurna.
UU MD3/P3
No. UU MD3/P3 PUTUSAN MK PASCA
PUTUSAN MK
55
pimpinan DPR “Rancangan pimpinan DPR
Undang-Undang dan kepada
yang telah pimpinan DPD
disiapkan oleh untuk rancangan
DPR kepada Undang-Undang
Presiden yang berkaitan
disampaikan dengan otonomi
dengan surat daerah,
pimpinan DPR dan hubungan pusat
kepada pimpinan dan daerah,
DPD untuk pembentukan
rancangan dan pemekaran
Undang-Undang serta
yang berkaitan penggabungan
dengan otonomi daerah,
daerah, pengelolaan
hubungan pusat sumber daya
dan daerah, alam dan
pembentukan dan sumber daya
pemekaran serta ekonomi lainnya,
penggabungan serta
daerah, perimbangaan
pengelolaan keuangan pusat
sumber daya dan daerah.
alam dan sumber
daya ekonomi Keterangan :
lainnya, sertaMenambah frasa
perimbangaan ”dan kepada
keuangan pusat pimpinan DPD
dan daerah.” untuk rancangan
Undang-Undang
(Amar Putusan No. yang berkaitan
1.17.1. dan No. dengan otonomi
1.17. 2. Hal 253) daerah,
hubungan pusat
dan daerah,
pembentukan
dan pemekaran
serta
penggabungan
daerah,
pengelolaan
sumber daya
alam dan
sumber daya
ekonomi lainnya,
56
serta
perimbangaan
keuangan pusat
dan daerah.”
57
dan daerah.” kepada pimpinan
DPDuntuk
(Amar Putusan No. rancangan
1.18.15. dan No. undang-undang
1.18. 16 Hal. 259) yang berkaitan
dengan otonomi
daerah,
hubungan pusat
dan daerah,
pembentukan
dan pemekaran
serta
penggabungan
daerah,
pengelolaan
sumber daya
alam dan
sumber daya
ekonomi lainnya,
serta
perimbangaan
keuangan pusat
dan daerah.”
Pasal 46 (UU P3) Pasal 46 (UU P3)
3. (1) Rancangan Bertentangan (1) Rancangan
Undang-Undang dengan UUD NRI Undang-Undang
dari DPR diajukan Tahun 1945 dan dari DPR diajukan
oleh anggota tidak mempunyai oleh anggota
DPR, komisi, kekuatan hukum DPR, komisi,
gabungan komisi, mengikat gabungan komisi,
atau alat sepanjang tidak atau alat
kelengkapan DPR dimaknai, kelengkapan DPR
yang khusus “Rancangan yang khusus
menangani Undang-Undang menangani
bidang legislasi dari DPR diajukan bidang legislasi.
atau DPD. oleh anggota DPR,
komisi, gabungan Keterangan:
komisi, atau alat Menghilangkan
kelengkapan DPR frasa “atau
yang khusus DPD”.
menangani bidang
legislasi.”
(Amar Putusan No.
1.8. dan No. 1.18.
Hal. 252-253)
58
e. Penyampaian RUU dari Presiden
UU MD3/P3
No. UU MD3/P3 PUTUSAN MK PASCA
PUTUSAN MK
59
1.17. 4. Hal 254) yang berkaitan
dengan Otonomi
Daerah,
hubungan pusat
dan daerah,
pembentukan
dan pemekaran
serta
penggabungan
daerah,
pengelolaan
sumber daya
alam dan sumber
daya ekonomi
lainnya, serta
perimbangaan
keuangan pusat
dan daerah.”
Pasal 50 (UU Pasal 50 (UU P3)
P3)
2. (1) Rancangan Bertentangan (1)Rancangan
Undang-Undang dengan UUD NRI Undang-Undang
dari Presiden Tahun 1945 dan dari Presiden
diajukan dengan tidak mempunyai diajukan dengan
surat Presiden kekuatan hukum surat Presiden
kepada mengikat sepanjang kepada pimpinan
pimpinan DPR. tidak dimaknai, DPR dan kepada
Rancangan pimpinan DPD
Undang-Undang untuk Rancangan
dari Presiden Undang-undang
diajukan dengan yang berkaitan
surat Presiden dengan Otonomi
kepada pimpinan Daerah,
DPRdan kepada hubungan pusat
pimpinan DPD dan daerah,
untuk Rancangan pembentukan
Undang-undang dan pemekaran
yang berkaitan serta
dengan Otonomi penggabungan
Daerah, hubungan daerah,
pusat dan daerah, pengelolaan
pembentukan dan sumber daya
pemekaran serta alam dan sumber
penggabungan daya ekonomi
daerah, lainnya, serta
pengelolaan perimbangaan
60
sumber daya alam keuangan pusat
dan sumber daya dan daerah.
ekonomi lainnya, Keterangan :
serta Menambah
perimbangaan frasa“dan kepada
keuangan pusat pimpinan DPD
dan daerah.” untuk Rancangan
Undang-undang
(Amar putusan No. yang berkaitan
1.18.17. dan No. dengan Otonomi
1.18. 18. Hal 259- Daerah,
260) hubungan pusat
dan daerah,
pembentukan
dan pemekaran
serta
penggabungan
daerah,
pengelolaan
sumber daya
alam dan sumber
daya ekonomi
lainnya, serta
perimbangaan
keuangan pusat
dan daerah.”
Dalam hal DPD ikut membahas RUU dari DPR atau RUU dari
Presiden yang berkaitan dengan tugas dan wewenang DPD yang selama
UUD 1945.
tegas dalam Pasal 22D Ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan :
61
Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas Rancangan Undang-
Undang yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat
dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah;
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya;
serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, serta memberikan
pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan
undang-undang anggaran pendapatan dan belanja Negara dan
rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak,
pendidikan dan agama.
membahas” dalam Pasal 22D ayat (2) UUD 1945 telah menentukan
secara tegas bahwa setiap RUU dibahas oleh DPR dan Presiden untuk
adalah wajar karena Pasal 22D ayat (2) UUD 1945 disahkan pada
Perubahan Pertama UUD 1945 pada tahun 1999, sedangkan Pasal 22D
UUD 1945 disahkan pada perubahan ketiga UUD 1945 pada tahun 2001.
Hal itu berarti bahwa “ikut membahas” harus dimaknai DPD ikut
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya serta
62
akhir dalam pembahasan Tingkat I. kemudian DPD menyampaikan
melibatkan DPD :
1) Pembahasan Tingkat I:
pembahasan di Tingkat I;
63
Dalam hal penyampaian penjelasan/pandangan dalam
memberikan pandangan.
memberikan pandangan.
ini bagi DPR seharusnya DIM diajukan oleh DPR, bukan DIM
64
pembahasan tripartit, DPD dan Presiden tidak melakukan
2) Pembahasan Tingkat II
1. Pembahasan RUU
UU MD3/P3
No. UU MD3/P3 PUTUSAN MK PASCA
PUTUSAN MK
Pasal 148 (UU Pasal 148 (UU
MD3) MD3)
1. Tindak lanjut Bertentangan Tindak lanjut
pembahasan dengan UUD NRI pembahasan
rancangan Tahun 1945 dan rancangan
Undang-undang tidak mempunyai Undang-undang
yang berasal kekuatan hukum yang berasal dari
dari DPR atau mengikat sepanjang DPR, DPD, atau
Presiden tidak dimaknai, Presiden dilakukan
dilakukan “Tindak lanjut melalui 2 (dua)
melalui 2 (dua) pembahasan tingkat
tingkat rancangan Undang- pembicaraan.
pembicaraan. undang yang
berasal dari DPR, Keterangan :
DPD, atau Presiden Menambah kata
dilakukan melalui 2 “DPD”
(dua) tingkat
65
pembicaraan.
66
b. DPR, apabila rancangan undang- rancangan
rancangan undang berasal dari undang-undang
undang-undang DPR berasal dari
berasal dari b. DPR, apabila Presiden.
Presiden. rancangan undang- c. DPD
undang berasal dari mengajukan
Presiden. Daftar
c. DPD Inventarisasi
mengajukan Daftar Masalah atas
Inventarisasi rancangan
Masalah atas undang-undang
rancangan undang- yang berasal dari
undang yang presiden atau
berasal dari DPR yang
presiden atau DPR berkaitan dengan
yang berkaitan otonomi daerah,
dengan otonomi hubungan pusat
daerah, hubungan dan daerah,
pusat dan daerah, pembentukan,
pembentukan, pemekaran, serta
pemekaran, serta penggabungan
penggabungan daerah,
daerah, pengelolaan
pengelolaan sumber daya
sumber daya alam alam dan sumber
dan sumber daya daya ekonomi
ekonomi lainnya, lainnya, serta
serta perimbangan perimbangan
keuangan pusat keuangan pusat
dan daerah”. dan daerah.
Keterangan :
(Amar Putusan No. Menambah frasa
1.17. 11. Dan No. “DPD
1.17.12. Hal 256). mengajukan
Daftar
Inventarisasi
Masalah atas
rancangan
undang-undang
yang berasal dari
presiden atau
DPR yang
berkaitan dengan
otonomi daerah,
hubungan pusat
67
dan daerah,
pembentukan,
pemekaran, serta
penggabungan
daerah,
pengelolaan
sumber daya
alam dan sumber
daya ekonomi
lainnya, serta
perimbangan
keuangan pusat
dan daerah.
Pasal 68 (UU Pasal 68 (UU P3)
P3)
5. (2) Dalam Bertentangan (2) Dalam
Pengantar dengan UUD NRI pengantar
musyawarah Tahun 1945 dan musyawarah
sebagaimana tidak mempunyai sebagaimana
dimaksud pada kekuatan hukum dimaksud pada
ayat (1) huruf a : mengikat sepanjang ayat (1) huruf a :
tidak dimaknai, e.DPD
“Dalam pengantar memberikan
musyawarah penjelasan serta
sebagaimana DPR dan
dimaksud pada ayat Presiden
(1) huruf a : menyampaikan
e.DPD memberikan pandangan jika
penjelasan serta rancangan
DPR dan Presiden undang-undang
menyampaikan yang berkaitan
pandangan jika dengan
rancangan undang- kewenangan DPD
undang yang sebagaimana
berkaitan dengan dimaksud dalam
kewenangan DPD Pasal 65 ayat (2)
sebagaimana berasal dari
dimaksud dalam DPD”.
Pasal 65 ayat (2)
berasal dari DPD”. Keterangan :
Menambah
ketentuan “DPD
d.
memberikan
penjelasan serta
DPR dan
Presiden
68
menyampaikan
pandangan jika
rancangan
undang-undang
yang berkaitan
dengan
kewenangan DPD
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 65 ayat (2)
berasal dari
DPD”.
6. (3)Daftar Bertentangan (3)Daftar
inventarisasi dengan UUD NRI inventarisasi
masalah Tahun 1945 dan masalah
sebagaimana tidak mempunyai sebagaimana
dimaksud pada hukum mengikat dimaksud pada
ayat (1) huruf b sepanjang tidak ayat (1) huruf b
diajukan oleh: dimaknai “Daftar diajukan oleh:
inventarisasi
masalah
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) huruf b diajukan
oleh:
(Amar Putusan No.
1.18. 21. dan
1.18.22 Hal. 261-
262)
7. a. Presiden jika a. Presiden dan a. Presiden dan
Rancangan DPD jika DPD jika
Undang-Undang Rancangan Undang- Rancangan
berasal dari Undang berasal dari Undang-Undang
DPR; atau DPR; berasal dari DPR;
Keterangan :
Menambah kata
“DPD”
8. b.DPR jika b. DPR dan DPD b. DPR dan DPD
rancangan jika Rancangan jika Rancangan
Undang-Undang Undang-undang Undang-Undang
berasal dari berasal dari berasal dari
Presiden dengan Presiden; Presiden;
mempertimbang
kan usul dari
DPD sepanjang
69
terkait dengan Keterangan :
kewenangan Menambah kata
DPD “DPD”
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 65 ayat
(2).
9. c. DPR dan c. DPR dan
Presiden jika Presiden jika
Rancangan Rancangan
Undang–Undang Undang–Undang
berasal dari DPD berasal dari DPD
yang berkaitan yang berkaitan
dengan dengan
kewenangan DPD. kewenangan
DPD.
Keterangan :
Menambah frasa
“DPR dan
Presiden jika
Rancangan
Undang–Undang
berasal dari DPD
yang berkaitan
dengan
kewenangan
DPD”.
Pasal 65 (UU Pasal 65 (UU P3)
P3)
10. (3) Keikutsertaan Bertentangan Dihapus.
DPD dalam dengan UUD NRI
pembahasan Tahun 1945 dan
Rancangan tidak mempunyai
Undang-Undang kekuatan hukum
sebagaimana mengikat.
dimaksud pada (Amar Putusan No.
ayat (2) 1.10. dan No. 1.16.
dilakukan hanya Hal 252-253)
pada
pembicaraan
tingkat I.
70
2. Penarikan RUU
UU MD3/P3
No. UU MD3/P3 PUTUSAN MK PASCA
PUTUSAN MK
Pasal 70 (UU P3) Pasal 70 (UU P3)
1. (1) Rancangan Bertentangan (1) Rancangan
Undang-Undang dengan UUD NRI Undang-Undang
dapat ditarik Tahun 1945 dan dapat ditarik
kembali sebelum tidak mempunyai kembali sebelum
dibahas bersama hukum mengikat dibahas bersama
oleh DPR dan sepanjang tidak
oleh DPR dan
Presiden. dimaknai, Presiden, dan
“Rancangan oleh DPD dalam
Undang-Undang hal Rancangan
dapat ditarik kembali Undang-undang
sebelum dibahas berkaitan
bersama oleh DPR dengan otonomi
dan Presiden, dan daerah,
oleh DPD dalam hubungan pusat
hal Rancangan dan daerah,
Undang-undang pembentukan,
berkaitan dengan pemekaran serta
otonomi daerah, penggabungan
hubungan pusat daerah,
dan daerah, pengelolaan
pembentukan, sumber daya
pemekaran sertaalam dan
penggabungan sumber daya
daerah, ekonomi lainnya
pengelolaan serta
sumber daya alam perimbangan
dan sumber daya keuangan pusat
ekonomi lainnya dan daerah.
serta perimbangan
keuangan pusat Keterangan :
dan daerah.” Menambah frasa
“dan oleh DPD
(Amar Putusan No. dalam hal
1.18.23. dan No. Rancangan
1.18.24. Hal. 262- Undang-undang
263) berkaitan
dengan otonomi
daerah,
hubungan pusat
dan daerah,
71
pembentukan,
pemekaran serta
penggabungan
daerah,
pengelolaan
sumber daya
alam dan
sumber daya
ekonomi lainnya
serta
perimbangan
keuangan pusat
dan daerah”.
2. (2) Rancangan Bertentangan Rancangan
undang-undang dengan UUD NRI undang-undang
yang sedang Tahun 1945 dan yang sedang
dibahas hanya tidak mempunyai dibahas hanya
dapat ditarik hukum mengikatdapat ditarik
kembali sepanjang tidak
kembali
berdasarkan dimaknai, berdasarkan
persetujuan ”Rancangan persetujuan
bersama DPR undang-undang bersama DPR,
dan Presiden. yang sedangPresiden dan
dibahas hanya dapat DPD dalam hal
ditarik kembaliRancangan
berdasarkan Undang-undang
persetujuan berkaitan
bersama DPR,dengan otonomi
Presiden dan DPD daerah,
dalam hal
hubungan pusat
Rancangan dan daerah,
Undang-undang pembentukan,
berkaitan dengan pemekaran serta
otonomi daerah,penggabungan
hubungan pusatdaerah,
dan daerah,pengelolaan
pembentukan, sumber daya
pemekaran serta
alam dan
penggabungan sumber daya
daerah, ekonomi lainnya
pengelolaan serta
sumber daya alam perimbangan
dan sumber daya keuangan pusat
ekonomi lainnyadan daerah.
serta perimbangan
keuangan pusat Keterangan:
72
dan daerah”. Menambah frasa
“dan DPD dalam
(Amar Putusan No. hal Rancangan
1.18.25. dan No. Undang-undang
1.18.26. Hal. 263) berkaitan
dengan otonomi
daerah,
hubungan pusat
dan daerah,
pembentukan,
pemekaran serta
penggabungan
daerah,
pengelolaan
sumber daya
alam dan
sumber daya
ekonomi lainnya
serta
perimbangan
keuangan pusat
dan daerah”.
UU MD3/P3 PASCA
No. UU MD3/P3 PUTUSAN MK
PUTUSAN MK
Pasal 71 (UU
Pasal 71 (UU P3)
P3)
1. (3)Ketentuan Bertentangan (3) Ketentuan
mengenai dengan UUD NRI mengenai
mekanisme Tahun 1945 dan mekanisme khusus
khusus tidak mempunyai sebagaimana
sebagaimana kekuatan hukum dimaksud pada ayat
dimaksud pada mengikat (2) dilaksanakan
ayat (2) sepanjang tidak dengan tata cara
dilaksanakan dimaknai, sebagai berikut:
dengan tata cara “Ketentuan a. Rancangan
sebagai berikut: mengenai Undang-Undang
a. Rancangan mekanisme tentang Pencabutan
Undang-Undang khusus Peraturan
tentang sebagaimana Pemerintah
Pencabutan dimaksud pada Pengganti Undang-
Peraturan ayat (2) Undang diajukan
Pemerintah dilaksanakan oleh DPR,
Pengganti dengan tata cara Presiden,atau DPD
73
Undang-Undang sebagai berikut: dalam hal
diajukan oleh a. Rancangan Rancangan
DPR atau Undang-Undang Undang-undang
Presiden; tentang berkaitan dengan
Pencabutan otonomi daerah,
Peraturan hubungan pusat
Pemerintah dan daerah,
Pengganti pembentukan,
Undang-Undang pemekaran serta
diajukan oleh penggabungan
DPR, daerah,
Presiden,atau pengelolaan
DPD dalam hal sumber daya alam
Rancangan dan sumber daya
Undang-undang ekonomi lainnya
berkaitan serta perimbangan
dengan otonomi keuangan pusat
daerah, dan daerah;
hubungan pusat
dan daerah, Keterangan:
pembentukan, Menambah frasa
pemekaran serta “atau DPD dalam
penggabungan hal Rancangan
daerah, Undang-undang
pengelolaan berkaitan dengan
sumber daya otonomi daerah,
alam dan hubungan pusat
sumber daya dan daerah,
ekonomi lainnya pembentukan,
serta pemekaran serta
perimbangan penggabungan
keuangan pusat daerah,
dan daerah”. pengelolaan
sumber daya alam
(Amar Putusan dan sumber daya
No. 1.18.27. dan ekonomi lainnya
No. 1.18.28. Hal. serta perimbangan
263-264) keuangan pusat
dan daerah.”
74
4. Penyebarluasan Prolegnas dan RUU
UU MD3/P3
No. UU MD3/P3 PUTUSAN MK PASCA PUTUSAN
MK
Pasal 88 (UU P3) Pasal 88 (UU P3)
1. (1)Penyebarluasan Bertentangan (1)
dilakukan oleh dengan UUD NRI Penyebarluasan
DPR dan Tahun 1945 dan dilakukan oleh
Pemerintah sejak tidak mempunyai DPR, DPD dan
Penyusunan kekuatan hukum Pemerintah sejak
Prolegnas, mengikat Penyusunan
penyusunan sepanjang tidak Prolegnas,
Rancangan dimaknai, penyusunan
Undang-Undang, “Penyebarluasan Rancangan
pembahasan dilakukan oleh Undang-Undang,
Rancangan DPR, DPD dan pembahasan
Undang-Undang Pemerintah sejak Rancangan
hingga Penyusunan Undang-Undang
pengundangan Prolegnas, hingga
Undang-Undang. penyusunan pengundangan
Rancangan Undang-Undang.
Undang-Undang, Keterangan:
pembahasan Menambah kata
Rancangan “DPD”
Undang-Undang
hingga
pengundangan
Undang-Undang.”
(Amar Putusan
No.1.18.29. dan
No. 1.18.30. Hal.
265)
Pasal 89 (UU P3) Pasal 89 (UU P3)
2. (1)Penyebarluasan Bertentangan (1)
Prolegnas dengan UUD NRI Penyebarluasan
dilakukan bersama Tahun 1945 dan Prolegnas
oleh DPR, dan tidak mempunyai dilakukan bersama
Pemerintah yang kekuatan hukum oleh DPR, DPD,
dikoordinasikan mengikat dan Pemerintah
oleh alat sepanjang tidak yang
kelengkapan DPR dimaknai, (1) dikoordinasikan
yang khusus Penyebarluasan oleh alat
menangani bidang Prolegnas kelengkapan DPR
legislasi. dilakukan bersama yang khusus
75
oleh DPR, DPD, menangani bidang
dan Pemerintah legislasi.
yang
dikoordinasikan
oleh alat Keterangan:
kelengkapan DPR Menambah kata
yang khusus “DPD”
menangani bidang
legislasi.
(Amar Putusan
No.1.18.31.dan
No.1.18.32. Hal.
265-266)
4. (3)Penyebarluasan (3)Penyebarluasan
Rancangan Rancangan
Undang-Undang Undang-Undang
yang berasal dari yang berasal dari
DPD dilaksanakan DPD dilaksanakan
oleh oleh komisi/panitia/
komisi/panitia/ badan/alat
badan/alat kelengkapan DPD
kelengkapan DPD yang khusus
yang khusus menangani bidang
menangani bidang legislasi.
legislasi.
Keterangan:
(Amar Putusan Menambah
No. 1.18.31. dan ketentuan baru
No. 1.18.32. Hal. tentang
265-266) Penyebarluasan
76
Rancangan
Undang-Undang
yang berasal dari
DPD dilaksanakan
oleh komisi/panitia/
badan/alat
kelengkapan DPD
yang khusus
menangani bidang
legislasi.
kewenangan DPD mengusulkan RUU yang di atur dalam Pasal 22D Ayat
(1) UUD 1945, yang menurut DPD, RUU dari DPD harus diperlakukan
setara dengan RUU dari Presiden dan DPR. Kedua, kewenangan DPD
ikut membahas RUU yang disebut pada Pasal 22D 1945 bersama DPR
77
yang di sebut dalam Pasal 22D UUD 1945. Keempat, keterlibatan DPD
DPD memberi pertimbangan terhadap RUU yang disebut pada Pasal 22D
UUD 1945.
lingkungan DPD dan membahas RUU tertentu tersebut sejak awal hingga
untuk RUU tertentu tersebut yaitu RUU yang berkaitan dengan otonomi
hal :
78
a. Kedudukan DPD sama dengan DPR dan Presiden dalam hal
mengajukan RUU;
pandangan;
memberikan pandangan;
79
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
80
B. Saran
keputusan paripurna.
senat, tidak tergantung dari luas daerah dan jumlah penduduk di negara
bagian tersebut. Para senator dipilih melalui Pemilu lokal dan memiliki
81
serentak. Setiap 2 (dua) tahun sekali diadakan pemilihan anggota senat,
di mana 1/3 dari anggota senat habis masa jabatannya dan diganti
82
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Dahlan Thaib dkk, 2001, Teori dan Hukum Konstitusi, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
83
SKRIPSI DAN JURNAL
Ahsan Yunus, 2011, Analisis Yuridis Sifat Final dan Mengikat (Binding)
Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Fakultas Hukum
Universitas Hasanuddin, Makassar.
UNDANG-UNDANG
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi
Republik Imdonesia.
84