Anda di halaman 1dari 2

Makna Ramadhan Yang Telah Berubah

Ilham Andrianto - 20221200210049


Jika kita lihat kembali bagaimana para pendahulu ummat Islam menghabiskan waktu
mereka di bulan Ramadhan maka akan kita dapati bahwa mereka memenuhi bulan Ramadhan
mereka dengan ibadah-ibadah, amal-amal sholih dan kebaikan-kebaikan lainnya. Bulan
Ramadhan di mata mereka adalah ajang untuk berlomba-lomba dalam kebaikan dan
mengumpulkan pahala. Namun bila kita cermati dan lihat bagaimana ummat islam saat ini di
saat bulan Ramadhan, maka kita dapati bahwa mereka menganggap bulan Ramadhan ini hanya
seperti bulan makan-makan, hanya segelintir saja yang memanfaatkan bulan ini untuk
memperbanyak Ibadah. Bahkan banyak ummat Islam pada saat ini yang menyepelekan puasa
Ramadhan itu sendiri.
Jauhnya Ummat dari Al-Qur’an dan As-Sunnah
Setiap produk atau barang yang kita beli atau dapatkan pasti memiliki pedoman
penggunaan, sehingga kita dapat memekai produk tersebut sesuai dengan fungsinya, apabila
kita tidak mengikuti pedoman penggunaan tersebut maka niscaya kita tidak bisa mengeluarkan
potensi terbaik yang bisa dihasilkan oleh produk tersebut. Begitu pula dengan Islam, Islam
memiliki pedoman bagi pemeluk-pemeluknya berupa Kitab yang diturunkan oleh Allah ta’ala
bernama Al-Qur’an dan sunnah Rasulnya, sebagaimana sabda Rasulullah shallallhu ‘alaihi
wasallam:
ُ ‫ﺳﻨﱠﺔَ َر‬
‫ﺳ ْﻮ ِﻟ ِﮫ‬ ‫َﻀﻠﱡ ْﻮا َﻣﺎ ﺗ َ َﻤ ﱠ‬
َ ‫ ِﻛﺘ‬:‫ﺴ ْﻜﺘ ُ ْﻢ ِﺑ ِﮭ َﻤﺎ‬
ُ ‫َﺎب ﷲِ و‬ ِ ‫ﺗ ََﺮ ْﻛﺖُ ﻓِ ْﯿ ُﻜ ْﻢ أ َ ْﻣ َﺮﯾ ِْﻦ ﻟَ ْﻦ ﺗ‬
Artinya: “Aku telah tinggalkan kepada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat
selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.” (HR. Malik)
Dua pedoman ini telah banyak ditinggalkan oleh ummat Islam di zaman ini,
kebanyakan dari mereka telah sibuk dengan urusan dunianya, bahkan banyak dari mereka yang
berkiblat atau berpedoman dari budaya-budaya barat. Dan hal-hal yang mereka ambil dari
budaya barat itu kebanyakan adalah hal-hal yang buruk atau bertentangan dengan nilai-nilai
Islam seperti cara berpakaian, individualisme, materialisme, konsumsi minuman keras dan
narkoba dan lain-lain. Padahal banyak budaya-budaya barat yang baik seperti menghormati
antrian dan menghargai waktu yang malah banyak di sepelekan oleh ummat Islam di zaman
ini.
Saat ini kitab suci yang merupakan pedoman kehidupan bagi umat muslim itu hanya
sebagai ajang perlombaan, hanya sedikit orang yang mampu mengamalkan isi kandungan dari
kitab suci tersebut. Sehingga walaupun jumlah ummat Islam saat ini banyak bahkan seperempat
penduduk bumi ini adalah ummat islam teteapi dikarenakan dua pedoman utama ummat Islam
sudah banyak di tinggalkan oleh pemeluknya dan juga masuknya budaya-budaya barat yang
buruk ke tubuh ummat Islam menjadikan ummat Islam mengalami kemunduran dalam banyak
aspek. Padahal Allah ta’ala telah memperingatkan tentang hal ini dalam firmannya:
‫ﺸ ُﺮهُ ﯾَ ْﻮ َم ْاﻟ ِﻘﯿَﺎ َﻣ ِﺔ أَ ْﻋ َﻤ ٰﻰ‬ َ ً‫ﺸﺔ‬
ُ ْ‫ﺿ ْﻨ ًﻜﺎ َوﻧَﺤ‬ َ ‫ﻋ ْﻦ ِذ ْﻛ ِﺮي ﻓَﺈِ ﱠن ﻟَﮫُ َﻣ ِﻌﯿ‬ َ ‫َو َﻣ ْﻦ أَﻋ َْﺮ‬
َ ‫ض‬
Artinya: “Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani
kehidupan yang sempit dan Kami akan mengumpulkannya di hari kiamat dalam keadaan
buta.” (Surat Thâha: 124)
Cinta Dunia
Ummat Islam saat ini sangat berorientasi pada harta dan kekayaan duniawi, hal ini dapat
kita lihat di berbagai tempat. Dalam ranah pemerintahan misalnya kita dapati banyak pejabat-
pejabat Indonesia yang melakukan korupsi mengambil harta Ummat demi memperkaya diri
sendiri, padahal Indonesia adalah negara dengan mayoritas ummat Islam terbesar di dunia. Hal
ini juga terjadi di ranah ekonomi menengah kebawah seperti yang kita dengar belum lama ini
bahwa ada sebuah truk yang memuat ikan terguling, warga di sekitar pun menjarah ikan-ikan
tersebut bukannya membantu.
Hal-hal diatas terjadi karena kebanyakan ummat Islam saat ini lebih cinta dunia dan
takut mati. Mereka sibuk mengumpulkan pundi-pundi kekayaan dan tidak sempat memikirkan
agama mereka. Padahal menurut agama Islam sendiri tidaklah manusia hidup di dunia ini
kecuali sebentar, sebagaimana sabda Rasullullah shallallhu ‘alaihi wasallam:
‫ﺷ َﺠ َﺮةٍ ﺛ ُ ﱠﻢ َرا َح َوﺗ ََﺮ َﻛ َﮭﺎ‬ ٍ ‫َﻣﺎ ِﻟ ْﻲ َو ِﻟﻠﺪﱡ ْﻧﯿَﺎ ؟ َﻣﺎ أَﻧَﺎ َواﻟﺪﱡ ْﻧﯿَﺎ؟ إِﻧﱠ َﻤﺎ َﻣﺜ َ ِﻠ ْﻲ َو َﻣﺜ َ ُﻞ اﻟﺪﱡ ْﻧﯿَﺎ َﻛ َﻤﺜ َ ِﻞ َرا ِﻛ‬
َ ‫ﺐ‬
َ َ‫ظ ﱠﻞ ﺗَﺤْ ﺖ‬
Artinya: “Apalah artinya dunia ini bagiku?! Apa urusanku dengan dunia?!
Sesungguhnya perumpamaanku dan perumpamaan dunia ini ialah seperti pengendara yang
berteduh di bawah pohon, ia istirahat (sesaat) kemudian meninggalkannya” (HR. Ahmad)
Kesimpulan
Jauhnya ummat Islam dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, serta cinta yang berlebihan
terhadap dunia telah mengubah makna bulan suci Ramadhan. Bulan suci yang dulu dipandang
sebagai momen perubahan dan perlombaan menuju kebaikan, kini sering diidentikkan dengan
makan-makan berlebihan. Ummat Islam saat ini terlalaikan dari agama mereka dikarenakan
kesibukan dunia dan pencarian materi belaka, padahal para pendahulu mereka menghidupkan
Ramadhan mereka dengan memperbanyak amalan-amalan sunnah yang telah banyak
disepelekan oleh ummat Islam zaman sekarang.
Dengan demikian, perubahan makna Ramadhan yang telah terjadi menuntut instropeksi
mendalam bagi umat Islam. Penting untuk kembali mengingat dan merenungi nilai-nilai yang
sebenarnya terkandung dalam bulan suci ini, serta mengembalikan fokus pada Al-Qur’an dan
As-Sunnah sebagai pedoman utama dalam kehidupan. Memanfaatkan bulan Ramadhan dengan
sebaik-baiknya bukanlah sekadar tradisi, tetapi sebuah komitmen untuk menjalankan ajaran
agama secara utuh, baik dalam ibadah maupun perilaku sehari-hari. Dengan demikian, umat
Islam dapat kembali meraih keberkahan dan kemuliaan yang sesungguhnya dari bulan suci
Ramadhan.

Anda mungkin juga menyukai