Anda di halaman 1dari 129

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA

DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN PADA SISWA KELAS


III MI ZIYADATUL HUDA JAKARTA TIMUR
TAHUN PELAJARAN 2013/2014

Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh
LILIK KAMALIA
NIM 809018300664

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013
ABSTRAK

Lilik Kamalia (809018300664), Peningkatan Keterampilan Berbicara dengan


Teknik Bermain Peran pada Siswa Kelas III MI Ziyadatul Huda Jakarta
Timur Tahun Pelajaran 2013/2014

Kata Kunci: keterampilan berbicara, penelitian tindakan kelas, teknik bermain


peran

Permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini adalah: (1)


Bagaimana penerapan teknik bermain peran dalam meningkatkan keterampilan
berbicara pada siswa kelas III MI Ziyadatul Huda, Jakarta Timur Tahun Pelajaran
2013/2014? (2) Bagaimana hasil penerapan teknik bermain peran dalam
meningkatkan keterampilan berbicara pada materi dongeng? Adapun tujuan dari
penelitian ini adalah: (1) Mendeskripsikan penerapan teknik bermain peran dalam
meningkatkan keterampilan berbicara pada siswa kelas III MI Ziyadatul Huda,
Jakarta Timur, Tahun Pelajaran 2013/2014, (2) Mengetahui hasil penerapan teknik
bermain peran dalam meningkatkan keterampilan berbicara pada materi dongeng
siswa kelas III MI Ziyadatul Huda, Jakarta Timur, Tahun Pelajaran 2013/2014.
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode Penelitian
Tindakan Kelas (PTK). PTK dilaksanakan sebagai upaya untuk mengatasi
permasalahan yang muncul di dalam kelas. Upaya pemecahan masalah dilakukan
dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1) perencanaan (planning), (2)
pelaksanaan (acting), (3) pengamatan (observing), (4) refleksi. Serangkaian
kegiatan ini disebut satu siklus. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan tindakan
sebanyak dua siklus.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam berbicara
mengalami peningkatan. Saat pretest nilai rata-rata siswa 60,5, siklus I 66,35, dan
siklus II 76,38. Ketuntasan klasikal saat pretest 29,41%, siklus I 82,35%, dan
siklus II 100%. Persentase peningkatan pada siklus I sebesar 38,41% dan pada
siklus II sebesar 92,70%. Keaktifan siswa mengalami kemajuan. Rata-rata jumlah
skor yang diperoleh saat pretest sebesar 13 (berprestasi sedang), siklus I sebesar
22 (berprestasi tinggi), dan siklus II sebesar 30 (berprestasi tinggi). Keaktifan guru
saat pretest sebesar 13 (berprestasi sedang), siklus I sebesar 23 (berprestasi
tinggi), dan siklus II sebesar 30 (berprestasi tinggi). Dari hasil penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa teknik bermain peran dapat digunakan guru untuk
meningkatkan keterampilan berbicara siswa.

i
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim

Segala puji hanya milik Allah SWT yang telah menganugerahkan karunia-
Nya yang begitu besar kepada kita semua, yaitu berupa iman, kesehatan, dan ilmu,
serta curahan rahmat dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik dan tepat waktu.
Shalawat dan salam, tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta
keluarga dan sahabatnya, yang telah mendidik dan membimbing manusia untuk
mengenal Tuhannya, serta menunjukkan kepada manusia jalan menuju surga-Nya.
Penulis menyadari bahwa sebuah keberhasilan tidak datang begitu saja tanpa
adanya bantuan dari berbagai pihak, baik itu bantuan berupa moral, maupun
materil kepada penulis, untuk dapat menyelesaikan jenjang pendidikan S-1 ini
dengan menyelesaikan karya tulis ilmiah berupa skripsi. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dra. Nurlena Rifai, MA. Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
2. Dr. Fauzan, MA., selaku Ketua Jurusan PGMI, yang telah memberikan
izin atas terlaksananya penelitian ini.
3. Rosida Erowati, M. Hum., selaku dosen pembimbing, yang telah bersedia
meluangkan waktunya untuk memberikan saran dan kritiknya terhadap
penulis.
4. Seluruh dosen yang ada di jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah,
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, Jakarta yang telah memberikan ilmunya kepada penulis
selama perkuliahan berlangsung.
5. H. Fakhrurrozi, S.Ag., selaku kepala sekolah MI Ziyadatul Huda yang
telah memberikan izin kepada penulis untuk dapat melakukan penelitian di
sekolah yang dipimpinnya.

ii
6. Nurhasanah, S.Pd., selaku kolaborator yang telah membantu penulis
selama melakukan tindakan di kelas.
7. Seluruh guru di MI Ziyadatul Huda yang telah memberikan dukungannya
kepada penulis agar dapat menyelesaikan program S1 ini.
8. Kedua orangtua penulis yang telah memberikan kasih sayang dan cintanya
yang tulus, serta nasihat-nasihatnya kepada penulis.
9. Seluruh teman-teman seperjuangan yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu, khususnya kepada Chaeroni, S.Pd., yang telah memberikan
masukan yang baik kepada penulis.
Dalam menyusun skripsi ini penulis menyadari masih ada kekurangan dan
kelemahan, karena keterbatasan pengetahuan yang ada dan tentu hasilnya masih
jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat
membangun sangat diharapkan. Penulis tetap berharap skripsi ini dapat
memberikan manfaat khususnya bagi penulis sendiri dan pembaca pada
umumnya.
Jakarta, 11 Maret 2014

Penulis

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING


LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI
LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI
ABSTRAK ........................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................ ii
DAFTAR ISI ........................................................................... iv
DAFTAR TABEL ........................................................................... vii
DAFTAR GRAFIK ........................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1
B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian ............................................. 4
C. Pembatasan Fokus Penelitian ............................................................ 5
D. Perumusan Masalah Penelitian........................................................... 5
E. Tujuan Penelitian .............................................................................. 5
F. Manfaat Penelitian ............................................................................. 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA


A. Landasan Teori ……………………………………………………… 7
1. Hakikat Berbicara ……………………………………………… 7
a. Pengertian Berbicara …………………………………………. 7
b. Prinsip-Prinsip Dalam Berbicara …………………………….. 8
c. Hubungan Berbicara dengan Keterampilan Berbahasa yang
Lain ………………………………………………………….. 9
d. Tujuan Berbicara dan Jenis-Jenis Berbicara ……………….. 10
e. Pembelajaran Keterampilan Berbicara ……………………… 11
f. Kriteria Keterampilan Berbicara …………………………….. 15
2. Teknik Bermain Peran …………………………………………. 16

iv
a. Pengertian Teknik Bermain Peran …………………………... 16
b. Tahapan Teknik Bermain Peran …………………………….. 17
c. Kelebihan dan Kekurangan Teknik Bermain Peran ………… 18
3. Dongeng …………………………………………...................... 19
a. Pengertian Dongeng ………………………………………….. 19
b. Jenis-Jenis Dongeng …………………………………………. 20
c. Ciri-Ciri Dongeng …………………………………………… 21
B. Penelitian yang Relevan ……………………………………………. 22
C. Kerangka Berpikir ………………………………………………….. 23
D. Hipotesis Penelitian ………………………………………………… 24

BAB III METODE PENELITIAN


A. Tempat dan Waktu Penelitian ……………………………………… 25
B. Metode Penelitian dan Rancangan Siklus Penelitian ……………… 25
C. Subjek Penelitian …………………………………………………… 28
D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian………………………… 28
E. Tahapan Intervensi Tindakan………………………………………. 28
F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan ……………………... 31
G. Data dan Sumber Data …………………………………………….. 32
H. Instrumen Pengumpulan Data ……………………………………… 32
1. Instrumen Tes ………………………………………………….. 32
2. Instrumen Non Tes …………………………………………….. 33
I. Teknik Pengumpulan Data …………………………………………. 33
1. Observasi ……………………………………………………… 33
2. Wawancara ……………………………………………………. 34
3. Dokumentasi …………………………………………………… 34
J. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan ……………………………… 35
1. Teknik Triangulasi ……………………………………………… 35
2. Pemeriksaan Sejawat …………………………………………… 35
K. Teknik Analisis Data ……………………………………………….. 36
L. Tindak Lanjut atau Pengembangan Perencanaan Tindakan ………. 37

v
BAB IV DESKRIPSI, ANALISIS DATA, DAN PEMBAHASAN
A. Profil Madrasah …………………………………………………… 38
a. Gambaran Umum MI Ziyadatul Huda ……………………….. 38
b. Keadaan Guru ………………………………………………… 38
c. Keadaan Siswa ………………………………………………… 40
d. Sarana dan Prasarana …………………………………………. 40
B. Deskripsi Data Hasil Pengamatan ..................................................... 41
1. Pratindakan (Pretest) ………………………………………….. 41
2. Tindakan Siklus I ……………………………………………… 48
3. Tindakan Siklus II …………………………………………….. 58
C. Pemeriksaan Keabsahan Data ……………………………………… 65
D. Analisis Data ……………………………………………………….. 66
1. Analisis Nilai Siswa …………………………………………….. 66
2. Analisis Hasil Observasi ……………………………………….. 72
E. Interpretasi Hasil Analisis ………………………………………….. 74
F. Pembahasan Temuan Penelitian …………………………………… 75

BAB V SIMPULAN DAN SARAN


A. Simpulan ............................................................................................ 77
B. Saran ............................................................................................ 78
DAFTAR PUSTAKA
LEMBAR UJI REFERENSI
LAMPIRAN-LAMPIRAN
RIWAYAT PENULIS

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Data Pendidik dan Tenaga Kependidikan …………………. 39


Tabel 4.2. Data Pendidik dan Tenaga Kependidikan …………………. 39
Tabel 4.3. Keadaan Siswa MI Ziyadatul Huda ……………………….. 40
Tabel 4.4. Sarana dan Prasarana ………………………………………. 41
Tabel 4.5. Hasil Observasi Terhadap aktivitas Siswa Pratindakan ……. 42
Tabel 4.6. Hasil Observasi Terhadap Aktivitas Guru Pratindakan ……. 43

Tabel 4.7. Hasil Belajar Keterampilan Berbicara Siswa Pratindakan …. 44


Tabel 4.8. Tingkat Penguasaan Pratindakan …………………………... 45
Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Hasil Kemampuan Berbicara Siswa
Pratindakan ………………………………………………… 46
Tabel 4.10. Hasil Pengamatan Terhadap Aktivitas Siswa Pada Siklus I .. 51
Tabel 4.11. Hasil Observasi Terhadap Aktivitas Guru Siklus I ………… 52
Tabel 4.12. Hasil Belajar Keterampilan Berbicara Siswa Siklus I ……... 54
Tabel 4.13. Tingkat Penguasaan Siklus I ……………………….………. 55
Tabel 4.14. Frekuensi Nilai Membaca Permulaan Siswa Pada Siklus I .. 55
Tabel 4.15. Catatan Lapangan Siklus I ………………………………… 57
Tabel 4.16. Hasil Pengamatan Terhadap Aktivitas Siswa Siklus II …… 60
Tabel 4.17. Hasil Observasi Terhadap Aktivitas Guru Siklus II ……… 61
Tabel 4.18. Hasil Belajar Keterampilan Berbicara Siswa Siklus II …… 62
Tabel 4.19. Tingkat Penguasaan Siklus II ……………………………… 63
Tabel 4.20. Frekuensi Nilai Membaca Permulaan Siswa Pada Siklus II 63
Tabel 4.21. Urutan Nilai Pretest Terendah Hingga Tertinggi ………… 66
Tabel 4.22. Urutan Nilai Terendah Hingga Tertinggi Siklus I ………… 66
Tabel 4.23. Urutan Nilai Terendah Hingga Tertinggi Siklus II ……….. 67
Tabel 4.24. Data Perolehan Nilai Kemampuan Berbicara Siswa pada
Akhir Siklus ………………………………………………. 67
Tabel 4.25. Distribusi Frekuensi Nilsi Pratindakan Siswa …………… 68

vii
Tabel 4.26. Distribusi Frekuensi Nilai Siswa Siklus I ……………….. 69
Tabel 4.27. Distribusi Frekuensi Nilai Siswa Siklus II ………………. 69
Tabel 4.28. Perkembangan Aktivitas Siswa pada Setiap Tindakan … 95
Tabel 4.29. Perkembangan Keaktifan Siswa Pada Proses Pembelajaran 72
Tabel 4.30. Perkembangan Kegiatan Guru Pada Proses Pembelajaran 73

viii
DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1. Grafik Kemampuan Berbicara Siswa pada Kondisi Awal 46


Grafik 4.2. Grafik Kemampuan Berbicara Siswa pada Siklus I ……... 56
Grafik 4.3. Grafik Kemampuan Berbicara Siswa pada Siklus II …… 64
Grafik 4.4. Grafik Perbandingan …………………………………….. 71
Grafik 4.5. Peningkatan Aktivitas Siswa Selama Proses Pembelajaran 73
Grafik 4.6. Peningkatan Kegiatan Guru Selama Proses Pembelajaran 74

ix
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh manusia dalam


kehidupan sehari-sehari. Sebagai alat komunikasi, maka kedudukan bahasa sangat
penting dalam kehidupan manusia. Perolehan bahasa pada manusia, tidak datang
begitu saja, meskipun sudah ada bakat alamiah dalam dirinya. Kemampuan
berbahasa pada manusia terjadi karena adanya pengaruh-pengaruh dari
lingkungannya. Tanpa adanya pengaruh di sekitarnya, mustahil bagi seseorang
dapat berbahasa dengan baik. Jika lingkungannya baik, maka berbahasanya juga
baik. Jika lingkungannya tidak baik, maka berbahasanya pun tidak baik pula.
Ada empat keterampilan dalam berbahasa, yakni menyimak, berbicara,
membaca, dan menulis. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, bahwa keterampilan
berbahasa ini tidak datang begitu saja dalam diri setiap orang, melainkan harus
ada bimbingan dari lingkungannya, maka keterampilan hanya dapat diperoleh
dengan banyak latihan dan praktek. Di antara empat keterampilan tersebut yang
paling banyak dilakukan oleh setiap orang adalah berbicara. Hampir semua orang
berkomunikasi dengan berbicara. Maka, dapat dikatakan bahwa berbicara
mempunyai peranan sosial yang sangat penting dalam kehidupan manusia.
Kemampuan berbicara seseorang menunjukkan kecerdasannya dan dapat
menentukan kesuksesannya, contohnya salah satu trainer yang cukup terkenal
yaitu Mario Teguh. Dengan gaya bicaranya, beliau dapat menarik perhatian setiap
orang yang mendengarnya. Gaya bahasanya yang indah dan enak didengar,
menunjukkan keilmuannya yang cukup tinggi. Di pihak lain, berbicara juga dapat
menjadi pemecah belah.
Dalam Undang-Undang Pendidikan, pemerintah telah menetapkan tujuan dari
pembelajaran bahasa Indonesia. Tujuan ini merupakan standar kelulusan bagi
setiap siswa. Berkaitan dengan penelitian yaitu pada aspek berbicara, kemampuan
yang harus dicapai siswa adalah dapat “menggunakan wacana lisan untuk

1
1
2

mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dalam kegiatan perkenalan,


tegur sapa, percakapan sederhana, wawancara, percakapan telepon, diskusi,
pidato, deskripsi peristiwa dan benda di sekitar, memberi petunjuk, deklamasi,
cerita, pelaporan hasil pengamatan, pemahaman isi buku dan berbagai karya sastra
untuk anak berbentuk dongeng, pantun, drama, dan puisi.”1 SKL yang ditetapkan
oleh pemerintah ini, bukan tanpa alasan. Cita-cita bangsa ini adalah membentuk
masyarakat yang santun dalam bertutur kata. Alangkah indahnya Indonesia, jika
diisi oleh masyarakat yang santun dalam berbicara.
Berbicara merupakan sebuah keterampilan yang memerlukan latihan secara
terus menerus. Tanpa dilatih, seorang yang pendiam akan terus-menerus berdiam
diri dan tidak akan berani untuk menyuarakan pendapatnya. Menurut Tarigan,
“berbicara adalah suatu keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan
anak, yang hanya didahului oleh keterampilan menyimak, dan pada masa
tersebutlah kemampuan berbicara atau berujar dipelajari.”2 Pembelajaran
keterampilan berbicara pada jenjang Sekolah Dasar merupakan tantangan untuk
peningkatan kompetensi berbicara mereka. Siswa diharapkan dapat menyerap
aspek-aspek dasar keterampilan berbicara untuk menjadi bekal ke jenjang yang
lebih tinggi atau memiliki keterampilan berbicara yang baik.
Tujuan pembelajaran berbicara yang diharapkan adalah agar siswa mampu
mengungkapkan gagasan, pendapat, dan pengetahuan secara lisan, serta memiliki
kegemaran berbicara kritis dan kreatif. Secara umum tujuan pembelajaran
keterampilan berbicara yaitu siswa mampu mengomunikasikan ide atau gagasan,
dan pendapat secara lisan ataupun sebagai kegiatan mengekspresikan ilmu
pengetahuan, pengalaman hidup, ide, dan lain sebagainya.
Dalam keterampilan berbicara seseorang harus memperhatikan unsur situasi
atau konteks, dan paralinguistik (pesan non-verbal terkait dengan cara
pengucapannya atau intonasi suara) yang nantinya sangat membantu proses
komunikasi. Kelancaran proses komunikasi dalam suatu ujaran bergantung pada

1
Abd.Rozak, dkk., Kompilasi Undang-Undang dan Peraturan Bidang Pendidikan, (Jakarta:
FITK PRESS UIN syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), cet. 1, h. 330.
2
Henry Guntur Tarigan, Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, (Bandung:
Angkasa, 2008), cet.1 edisi revisi, h. 3.
3

bahasa atau lambang-lambang bunyi. Agar siswa dapat berkomunikasi dengan


baik, pembicara hendaklah menuangkan gagasannya kedalam bahasa yang tepat
dan jelas.
Ada empat unsur yang harus dikuasai oleh seorang pembicara, yaitu unsur
psikologis, linguistik, situasi atau konteks, dan pemahaman ide yang akan
diujarkan. Unsur psikologis berkaitan dengan kondisi batin pembicara
(keberanian). Unsur linguistik berkaitan dengan penguasaan bahasa yang dikuasai
pembicara. Unsur situasi atau konteks berkaitan dengan keadaan yang ada di
sekitar pembicara. Unsur pemahaman ide berkaitan dengan penguasaan bahan
pembicaraan oleh pemateri
Pada umumnya siswa mengalami hambatan ketika mereka diberikan tugas
oleh guru untuk mengemukakan pendapat atau bercerita di depan kelas. Mereka
mengalami kesulitan dalam mengungkapkan ide, kurang menguasai materi atau
cerita yang diberikan oleh guru, kurang membiasakan diri untuk berbicara di
depan umum, kurangnya rasa percaya diri pada siswa, dan kurang mampu
mengembangkan keterampilan bernalar dalam berbicara. Kesulitan-kesulitan
tersebut membuat mereka tidak mampu mengungkapkan pikiran dan gagasan
dengan baik, sehingga siswa menjadi enggan untuk berbicara menuangkan ide
kreatifnya.
Permasalahan-permasalahan di atas terjadi juga pada siswa kelas III MI.
Ziyadatul Huda, Jakarta Timur. Mereka kurang berani untuk berbicara di depan
kelas, karena tidak terbiasa. Mereka pun kesulitan dalam menuangkan ide-ide
secara lisan, karena minimnya kosa kata yang dikuasainya. Hal ini dapat
dibuktikan dengan rendahnya nilai bahasa Indonesia mereka terutama pada
keterampilan berbicara. Nilai rata-rata ulangan harian siswa berada di bawah nilai
KKM. Nilai KKM yang ditetapkan oleh guru adalah sebesar 65,00. Ketika penulis
melakukan observasi pada subyek penelitian, siswa terlihat malu untuk
membacakan sebuah cerita anak di depan kelas. Dan ketika diperintahkan untuk
menceritakan kembali isi cerita tersebut, siswa hanya diam, dan pada akhirnya
cerita tersebut dibaca kembali oleh siswa.
4

Teknik pembelajaran tidak luput dari pengamatan penulis. Teknik yang


digunakan oleh guru pun terlihat membosankan. Siswa hanya diminta untuk
menirukan bacaan guru, setelah itu mereka membaca bersama-sama sesuai barisan
kursi. Ketika maju ke depan kelas pun, mereka tidak sendiri melainkan
berkelompok. Dengan cara seperti ini, kurang melatih keberanian siswa untuk
berani tampil di depan umum secara individu. Guru pun tidak memberikan tugas
kepada siswa untuk menceritakan kembali dengan menggunakan bahasa mereka
sendiri, tetapi hanya ditugaskan untuk menyalin cerita anak tersebut dan
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada di buku paket bahasa Indonesia.
Penekanan pada keterampilan berbicaranya sangat kurang, justru yang terjadi
adalah membaca dan menulis.
Dari permasalahan-permasalahan yang telah diuraikan di atas, diperlukan
adanya solusi yang efektif untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa.
Dalam hal ini, penulis akan menggunakan teknik bermain peran untuk
meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Teknik ini dilakukan secara
berkelompok, ada yang bertugas membacakan narasi dan ada yang menjadi
pemeran tokoh. Skenario sudah dipersiapkan oleh penulis.
Berdasarkan uraian di atas penulis berharap teknik bermain peran ini dapat
meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas III MI. Ziyadatul Huda, Jakarta
Timur, sehingga berefek pada meningkatnya nilai mata pelajaran bahasa
Indonesia mereka, khususnya pada aspek berbicara. Maka penelitian ini berfokus
pada “Peningkatan Keterampilan Berbicara dengan Teknik Bermain Peran Pada
Siswa Kelas III di MI.Ziyadatul Huda, Jakarta Timur”.

B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian


Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang masalah, permasalahan-
permasalahan yang teridentifikasi adalah sebagai berikut:
1. Rendahnya nilai mata pelajaran bahasa Indonesia pada aspek berbicara
2. Siswa kurang berani mengutarakan ide atau gagasan di depan kelas
3. Minimnya kosa kata yang dimiliki siswa
5

4. Kurangnya kemampuan siswa dalam menceritakan kembali isi dongeng


yang dibacanya dengan kata-kata sendiri.
5. Pembelajaran yang disajikan guru membuat siswa lekas jenuh
6. Rendahnya pengetahuan guru terhadap metode-metode pembelajaran

C. Pembatasan Fokus Penelitian


Agar pembahasan penelitian lebih terfokus kepada permasalahan utama,
maka penelitian dibatasi hanya pada:
1. Penerapan teknik bermain peran dalam meningkatkan keterampilan
berbicara pada siswa kelas III MI Ziyadatul Huda, Jakarta Timur, semester
ganjil, tahun pelajaran 2013/2014.
2. Hasil penerapan teknik bermain peran dalam meningkatkan keterampilan
berbicara pada materi dongeng.

D. Perumusan Masalah Penelitian


Berdasarkan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana penerapan teknik bermain peran dalam meningkatkan
keterampilan berbicara pada siswa kelas III MI Ziyadatul Huda, Jakarta
Timur Tahun Pelajaran 2013/2014?
2. Bagaimana hasil penerapan teknik bermain peran dalam meningkatkan
keterampilan berbicara pada materi dongeng?

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian yang penulis
lakukan ini adalah sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan penerapan teknik bermain peran dalam meningkatkan
keterampilan berbicara pada siswa kelas III MI Ziyadatul Huda, Jakarta
Timur, Tahun Pelajaran 2013/2014.
2. Mengetahui hasil penerapan teknik bermain peran dalam meningkatkan
keterampilan berbicara pada materi dongeng siswa kelas III MI Ziyadatul
Huda, Jakarta Timur, Tahun Pelajaran 2013/2014.
6

F. Manfaat Penelitian
Manfaat dari hasil penelitian yang dilakukan adalah sebagai pengalaman dan
pengetahuan untuk mengetahui secara langsung bagaimana upaya peningkatan
keterampilan berbicara siswa kelas III MI Ziyadatul Huda, Jakarta Timur dengan
teknik bermain peran. Manfaat ini terinci sebagai berikut:
1. Manfaat Teoretis
a. Untuk mengembangkan teori pembelajaran keterampilan berbicara di kelas
rendah dengan menerapkan teknik bermain peran.
b. Sebagai bahan acuan dalam proses belajar-mengajar pada mata pelajaran
bahasa Indonesia, khususnya pada aspek keterampilan berbicara.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi guru, memberikan solusi terhadap permasalahan yang dihadapi siswa
dan guru dalam pembelajaran keterampilan berbicara.
b. Bagi siswa, membantu mengatasi kesulitan siswa dalam pembelajaran
keterampilan berbicara.
c. Bagi sekolah, dapat memberikan kontribusi dalam usaha untuk
memperbaiki dan meningkatkan kualitas praktik pembelajaran
keterampilan berbicara siswa di sekolah.
d. Bagi peneliti, melakukan kajian-kajian lebih lanjut untuk menyusun suatu
rancangan pembelajaran keterampilan berbicara dengan teknik bermain
peran yang dapat dilaksanakan sesuai dengan kondisi sekolah.
e. Bagi peneliti lain, sebagai sumber informasi pengetahuan dalam bidang
keterampilan berbicara.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Hakikat Berbicara
a. Pengertian Berbicara
Kemampuan berbicara seorang anak tidak akan berkembang dengan
sendirinya, tetapi memerlukan suatu cara yang tepat agar anak mampu
berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan adanya interaksi tersebut, maka
kemampuan berbicaranya akan bertambah baik. Kemampuan berbicara seseorang
sangat berhubungan erat dengan perkembangan kosa kata yang mereka peroleh.
Semakin banyak kosa kata yang mereka peroleh, semakin pintar mereka dalam
berbicara.
Beberapa ahli berpendapat tentang arti berbicara. Menurut Henry Guntur
Tarigan, berbicara adalah “kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau
kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan atau menyampaikan pikiran,
gagasan, dan perasaan.”1 Menurut Powers, berbicara merupakan “ekspresi dari
gagasan-gagasan pribadi seseorang, dan menekankan hubungan-hubungan yang
bersifat dua arah, memberi dan menerima.”2 Menurut Djago Tarigan dalam
Kundaru Saddhono dan St. Slamet, “berbicara adalah keterampilan
menyampaikan pesan melalui bahasa lisan.”3 Dari beberapa pendapat para ahli
tersebut dapat disimpulkan bahwa berbicara adalah kemampuan seseorang dalam
menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan, dan menekankan hubungan yang
bersifat dua arah. Dalam kegiatan berbicara, pastinya ada pihak yang berbicara
dan ada pihak yang mendengarkan pembicaraan. Hendaknya isi pembicaraan
dapat dipahami oleh lawan bicaranya. Di sinilah keterampilan berbicara sesorang
terlihat. Semakin orang mudah memahami isi pembicaraannya dan dapat menarik

1
Henry Guntur Tarigan, Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, (Bandung:
Angkasa, 2008), edisi revisi, h. 16.
2
Ibid., h. 9.
3
Kundharu Saddhono, St. Y. Slamet, Meningkatkan Keterampilan Berbahasa Indonesia,
(Bandung: Karya Putra Darwati, 2012), cet. 1, h. 34.

7
8

perhatian bagi yang mendengarnya, menandakan keterampilan berbicaranya


cukup baik.
Dari penjelasan di atas dapat penulis pahami bahwa berbicara merupakan
salah satu keterampilan yang harus mendapat perhatian dari berbagai pihak.
Kemampuan berbicara anak harus dilatih sejak kecil. Hal ini dilakukan terkait
dengan kecerdasan seorang anak. Semakin bagus berbicaranya, maka semakin
meningkat daya pikirnya. Anakpun akan mampu mengungkapkan perasaannya
kepada orang dewasa di sekitarnya, sehingga terjalin komunikasi yang baik antar
keduanya.

b. Prinsip-Prinsip Dalam Berbicara


Perlu diketahui bahwa dalam berbicara terdapat beberapa prinsip-prinsip
umum yang mendasari kegiatan berbicara, antara lain:
1) Membutuhkan paling sedikit dua orang. Tidak menutup kemungkinan ada
yang berbicara sendirian, tapi yang paling sering ditemukan dalam kegiatan
berbicara adalah pembicaraan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih.
2) Mempergunakan suatu sandi linguistik yang dipahami bersama.
3) Menerima atau mengakui suatu daerah referensi umum.
4) Merupakan suatu pertukaran antara partisipan.
5) Menghubungkan setiap pembicara dengan yang lainnya dan kepada
lingkungannya dengan segera.
6) Berhubungan atau berkaitan dengan masa kini.
7) Hanya melibatkan aparat atau perlengkapan yang berhubungan dengan
suara/bunyi bahasa dan pendengaran (vocal and auditory apparatus).
8) Secara tidak pandang bulu menghadapi serta memperlakukan apa yang nyata
dan apa yang diterima sebagai dalil.4
Dari prinsip-prinsip yang telah disebutkan di atas, prinsip yang terkait dengan
penelitian ini adalah prinsip no. 1, 4, 5, dan 7. Alasannya adalah karena dalam
penelitian ini penulis akan mengajak siswa untuk memerankan tokoh-tokoh
sebuah dongeng. Dalam bermain peran ini akan terjadi interaksi antar siswa yang

4
Ibid., h. 17-18.
9

bermain peran, interaksi dengan siswa yang menonton, dan menggunakan alat
sederhana sebagai pelengkap.

c. Hubungan Berbicara dengan Keterampilan Berbahasa yang Lain


Empat keterampilan berbahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan
menulis mempunyai hubungan saling keterkaitan. Berikut adalah penjelasannya,
yaitu:
1) Hubungan antara berbicara dan menyimak
“Berbicara dan menyimak merupakan kegiatan komunikasi dua arah yang
langsung serta merupakan komunikasi tatap-muka atau face-to-face
communication.”5 Berbicara biasanya diperoleh dari kegiatan menyimak. Hal
ini terjadi pada seorang anak yang sedang belajar berbicara. Mereka
mendengarkan kata atau kalimat yang diucapkan oleh orang dewasa, lalu
menirunya. “Bunyi atau suara merupakan faktor penting dalam meningkatkan
cara pemakaian kata-kata sang anak.”6 Oleh karena itu baik atau buruknya
bicara seorang anak tergantung lingkungan sekitarnya. Seorang anak akan
menjadi baik berbicaranya jika mereka menyimak ujaran-ujaran yang baik
pula, contohnya ucapan-ucapan yang baik dari seorang guru, cerita-cerita
yang mengandung hikmah, dll.
2) Hubungan antara berbicara dan membaca
“Kemampuan berbicara turut melengkapi suatu latar belakang pengalaman-
pengalaman yang menguntungkan keterampilan membaca. Kemampuan ini
mencakup ujaran yang jelas dan lancar, kosa kata yang luas dan beraneka
ragam, penggunaan kalimat-kalimat yang lengkap kalau diperlukan, dan
kemampuan mengikuti perkembangan urusan suatu cerita atau kejadian
dalam urutan yang wajar.”7
3) Hubungan antara ekspresi lisan dan ekspresi tulis
Hubungan antara berbicara dan menulis juga sangat erat. “Sejumlah ahli
memasukkan kedua keterampilan ini ke dalam retorik. Retorik merupakan
5
Henry Guntur Tarigan, op.cit., h. 4.
6
Ibid.
7
Kundharu Saddhono, op.cit., h. 54.
10

penggunaan bahasa secara tepat guna untuk untuk mengkomunikasikan


perasaan yang sejati dan gagasan-gagasan yang sehat serta masuk akal.8
Henry Guntur Tarigan juga menjelaskan, bahwa “berbicara dan menulis erat
berhubungan dalam hal bahwa keduanya merupakan cara untuk
mengekspresikan makna atau arti.”9

d. Tujuan Berbicara dan Jenis-Jenis Berbicara


Kita lebih banyak berkomunikasi dengan cara berbicara dibandingkan dengan
cara yang lainnya. Lebih dari separuh waktu kita digunakan untuk berbicara dan
menyimak, selebihnya untuk membaca dan menulis. Seseorang yang sedang
melakukan aktivitas berbicara, pastinya memiliki tujuan tertentu. “Tujuan utama
berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan pikiran,
gagasan, perasaan, dan kemauan secara efektif, seyogyanya pembicara memahami
makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan dan mampu mengevaluasi efek
komunikasinya terhadap pendengarnya.”10
Secara umum, berbicara memiliki tiga tujuan, yakni “memberitahukan dan
melaporkan (to inform), menjamu dan menghibur (to entertain), dan membujuk,
mendesak, mengajak, meyakinkan (to persuade). Djago Tarigan menyatakan
bahwa “tujuan berbicara meliputi: menghibur, menginformasikan, menstimulasi,
meyakinkan, dan menggerakkan.”11
Berbicara merupakan kemampuan seseorang mengucapkan kata-kata untuk
menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Sesuai dengan tujuannya,
berbicara terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu “persuasif, instruktif, dan
rekreatif.”12 Yang termasuk dalam berbicara yang bersifat persuasif adalah
pembicaraan yang bertujuan untuk mendorong, meyakinkan, dan bertindak. Yang
termasuk ke dalam jenis instruktif adalah pembicaraan yang bertujuan untuk
memberitahukan. Dan yang termasuk ke dalam jenis rekreatif adalah pembicaraan
yang bertujuan untuk menyenangkan orang yang mendengarkan.

8
Ibid., h. 55.
9
Henry Guntur Tarigan, op.cit., h. 8.
10
Kundharu Saddhono, St. Y. Slamet, op.cit., h. 37.
11
Ibid.
12
Ibid., h. 38.
11

Dari beberapa tujuan berbicara yang telah penulis jelaskan di atas, yang
berkaitan dengan penelitian adalah tujuan yang bersifat menjamu dan menghibur.
Sebab di sini siswa hanya diminta untuk memerankan tokoh dongeng yang
dibacanya, dengan tujuan agar siswa dapat menceritakan kembali dongeng yang
diperankan.

e. Pembelajaran Keterampilan Berbicara


Kemampuan berbicara adalah kemampuan untuk mengungkapkan gagasan
kepada pihak lain secara lisan. Dalam pembelajaran keterampilan berbicara ini
terdapat empat hal yang perlu menjadi perhatian bagi seorang guru sebelum
mendesain dan melaksanakan proses pembelajaran, yaitu:
1) Pemberian feedback dalam pembelajaran berbicara.
Feedback (umpan balik) merupakan hal yang penting dan harus terjadi dalam
setiap proses pembelajaran. Hal ini dilakukan, karena feedback seorang guru
terhadap siswa memiliki tiga fungsi, yakni “sebagai pemberi reinforcement
(penguatan), information (informasi), dan motivation (motivasi).”13
2) Materi pembelajaran berbicara.
Cakupan kegiatan aspek berbicara cukup luas, yaitu berbicara secara formal
dan informal. Adapun cakupan materi berbicara dalam kurikulum meliputi
kegiatan sebagai berikut:
(1) berceramah, (2) berdebat, (3) bercakap-cakap, (4) berkhotbah, (5)
bertelepon, (6) bercerita, (7) berpidato, (8) bertukar pikiran, (9) bertanya,
(10) bermain peran, (11) berwawancara, (12) berdiskusi, (13)
berkampanye, (14) menyampaikan sambutan, selamat, pesan, (15)
melaporkan, (16) menanggapi, (17) menyanggah pendapat, (18) menolak
permintaan, tawaran, ajakan, (19) menjawab pertanyaan, (20)
menyatakan sikap, (21) menginformasikan, (22) membahas, (23)
melisankan (isi drama, cerpen, puisi, bacaan), (24) menguraikan cara
membuat sesuatu, (25) menawarkan sesuatu, (26) meminta maaf, (27)
memberi petunjuk, (28) memperkenalkan diri, (29) menyapa, (30)
mengajak, (31) mengundang, (32) memperingatkan, (33) mengoreksi,
dan (34) tanya-jawab.14

13
Ibid.
14
Ibid., h. 59.
12

3) Penilaian dalam pembelajaran berbicara.


Penilaian dilakukan untuk mengetahui keberhasilan sebuah pengajaran.
Penilaian dalam keterampilan berbicara bukanlah hal yang mudah untuk
dilakukan. Memerlukan tingkat pemahaman yang cukup tinggi bagi guru untuk
dapat menetapkan kriteria-kriteria dalam penilaian berbicara. Menurut Sri
Wahyuni dan Abd. Syukur dalam bukunya yang berjudul Asesmen Pembelajaran
Bahasa, “dalam tes keterampilan berbicara, pembedaan atau tingkatan kognitif
tidak perlu dipaksakan. Dalam kegiatan berbicara, berbagai tingkat daya kognitif
itu membentuk satu kebulatan. Wujudnya adalah ketepatan dan kelancaran
berbahasa dengan kualitas gagasan yang memadai.”15 Lee dalam Saddhono dan
Slamet mengungkapkan “bahwa alat penilaian (tes) harus dapat menilai
kemampuan mengomunikasikan gagasan yang tentu saja mencakup kemampuan
dalam menggunakan kata, kalimat, dan wacana, yang sekaligus mencakup
kemampuan kognitif dan psikomotorik. Kemampuan berbicara tidak hanya
mencakup intonasi saja, tetapi juga unsur berbahasa lainnya.”16
Di bawah ini merupakan teknik-teknik penilaian yang dapat digunakan dalam
mengukur keterampilan berbicara siswa, yaitu:
a) Tes bercerita, dilakukan dengan cara meminta siswa untuk
mengungkapkan atau menceritakan kembali, baik pengalaman ataupun
cerita yang dibacanya. “Sasaran utamanya berupa unsur linguistik
(penggunaan bahasa dan cara bercerita), serta hal yang diceritakan,
ketepatan, kelancaran, dan kejelasannya.
b) Tes diskusi, dilakukan dengan cara disajikan suatu topik dan pembicara
diminta untuk mendiskusikannya. Tes ini dimaksudkan untuk mengetahui
kemampuan dalam menyampaikan pendapat, mempertahankan pendapat,
serta menanggapi ide dan pikiran yang disampaikan oleh peserta lain
secara kritis. Aspek-aspek yang dinilai yaitu ketepatan penggunaan
struktur bahasa, ketepatan penggunaan kosa kata, kefasihan dan

15
Sri Wahyuni, Abd. Syukur Ibrahim, Asesmen Pembelajaran Bahasa, (Bandung: PT. Refika
Aditama, 2012), cet. 1, h. 32.
16
Kundharu Saddhono, St. Y. Slamet, loc.cit.
13

kelancaran menyampaikan gagasan dan mempertahankannya, kekritisan


menanggapi pikiran yang disampaikan oleh peserta diskusi lainnya.17
Bentuk penilaian keterampilan berbicara yang terdapat pada buku yang
berjudul Asesmen Pembelajaran Bahasa yang ditulis oleh Sri Wahyuni dan Abd.
Syukur Ibrahim adalah sebagai berikut:
a) Berbicara singkat berdasarkan gambar. Bentuk tagihan pada asesmen ini
adalah siswa dapat mengungkapkan keadaan atau peristiwa yang terjadi
seperti yang tertera pada suatu gambar. Tes ini dapat dilakukan dengan
cara memberikan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan gambar
yang dimaksud, atau dapat juga dilakukan dengan meminta siswa
menceritakan secara langsung gambar yang dilihatnya.
b) Wawancara, merupakan asesmen yang dilakukan dengan cara mengajukan
beberapa pertanyaan secara lisan kepada siswa. bentuk pertanyaan
disesuaikan dengan tingkatan siswa.
c) Menceritakan kembali. Asesmen ini dilakukan dengan cara memberikan
sebuah teks cerita kepada siswa, kemudian siswa diminta untuk
menceritakan kembali teks cerita yang dibacanya atau didengarnya dengan
menggunakan bahasanya sendiri.
d) Pidato/ berbicara bebas. Pada asesmen ini, guru mempersilahkan kepada
siswa untuk memilih salah satu topik yang ditawarkan, kemudian siswa
membuat pokok pikiran dari topik yang dipilihnya, selanjutnya siswa
diminta untuk berbicara dengan bebas atau berpidato berdasarkan pokok
pikiran yang telah disusunnya.
e) Percakapan terpimpin. Pada asesmen ini, guru dapat melakukannya
dengan cara menceritakan suatu situasi percakapan dengan topik tertentu
terlebih dahulu, kemudian meminta dua orang siswa untuk melakukan
percakapan tersebut.
f) Diskusi, yaitu asesmen yang dilakukan dengan cara membentuk siswa
menjadi beberapa kelompok, kemudian masing-masing kelompok
diberikan topik diskusi yang berbeda-beda, selanjutnya guru mengadakan

17
Ibid., h. 60.
14

evaluasi pada masing-masing kelompok untuk mengukur kemampuan


berbicara siswa, mengungkapkan gagasan, menanggapi gagasan,
mempertahankan gagasan, memberi saran, bertanya, dan sebagainya.
Dari beberapa teknik penilaian berbicara yang dijelaskan di atas, dalam
penelitian ini penulis akan menggunakan teknik penilaian dengan cara
menceritakan kembali. Penilaian ini merupakan penilaian secara individu.

4) Model-model pembelajaran berbicara.


Ada beberapa model pembelajaran berbicara yang diterapkan oleh guru dalam
proses pembelajaran berbicara pada mata pelajaran bahasa Indonesia, di antaranya
yaitu berbicara estetik, berbicara tujuan, dan aktivitas drama.
“Berbicara estetik dapat berupa percakapan tentang sastra, bercerita, dan
teater pembaca.”18 Percakapan tentang sastra dapat dilakukan dengan cara; siswa
disuguhkan sebuah karya sastra, dapat dilakukan dengan cara mendengarkan atau
membacanya. Setelah itu siswa diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapat
dan komentar mereka tentang karya sastra tersebut. Bercerita atau mendongeng
dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut; cara memilih cerita,
mempersiapkan diri untuk bercerita, menambah peraga, dan menyampaikan cerita.
“Teater pembaca adalah presentasi pembacaan naskah drama oleh sekelompok
siswa. Langkah-langkahnya yaitu memilih naskah, latihan, dan presentasi.19
Berbicara tujuan dapat berupa laporan lisan, wawancara, dan debat. Laporan
lisan dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut; menentukan suatu
topik, lalu siswa diminta untuk menuliskan informasi-informasi penting dari topik
yang dibacanya, kemudian mempresentasikannya. Wawancara dapat juga
dilakukan oleh siswa sekolah dasar. Langkah-langkahnya yaitu membuat
perencanaan yakni membuat pertanyaan-pertanyaan yang akan disampaikan
dalam mewawancarai seseorang, melakukan wawancara, dan melaporkan hasil
wawancara. Debat dapat dilakukan jika ada isu-isu kontradiktif yang menarik.
Langkah-langkahnya yaitu menentukan isu yang akan diperdebatkan,

18
Ibid.
19
Ibid.
15

mengelompokkan siswa yang setuju dan yang tidak setuju, dan melakukan debat
antar kelompok.
Aktivitas drama dapat dilakukan dengan beberapa teknik, di antaranya yaitu
teknik bermain peran, bermain boneka, dan pementasan drama. Teknik bermain
peran dapat dilakukan dengan cara berkelompok. Agar siswa yang menonton tidak
jenuh, sebaiknya tema tiap-tiap kelompok berbeda. Naskah dapat dibuat sendiri
oleh siswa atau guru, dapat juga menggunakan naskah yang sudah ada. Bermain
boneka yaitu bercerita dengan menggunakan media boneka. Boneka yang
digunakan biasanya boneka tangan. Dengan menggunakan boneka, siswa akan
lebih tertarik untuk mendengarkan sebuah cerita. Untuk lebih menarik lagi dapat
digunakan panggung boneka. Sementara itu, pementasan drama dapat juga
dilakukan di dalam kelas, disesuaikan dengan sarana dan prasarana yang ada di
sekolah tersebut, tidak harus memaksakan dengan sarana yang lengkap. Agar
drama terlihat lebih menarik, sebaiknya kostum yang digunakan disesuaikan
dengan peranan masing-masing. Dengan kostum yang sesuai dengan peranannya,
siswa dapat lebih menghayati peran yang dimainkannya.
Dari beberapa model pembelajaran berbicara yang telah diuraikan di atas,
penulis memilih teknik bermain peran yang akan digunakan dalam penelitian ini.
Dengan harapan, penerapan teknik bermain peran ini dapat meningkatkan
kemampuan berbicara siswa.

f. Kriteria Keterampilan Berbicara


Hurlock (1978:176) mengemukakan kriteria untuk mengukur tingkat
kemampuan berbicara secara benar atau hanya sekedar “membeo´sebagai berikut:
1) Anak mengetahui arti kata yang digunakan dan mampu menghubungkannya
dengan objek yang diwakilinya. Jadi, anak tidak hanya mengucapkan tetapi
juga mengetahui arti kata yang diucapkannya.
2) Anak mampu melafalkan kata-kata yang dapat dipahami orang lain dengan
mudah. Hal tersebut berarti bahwa anak melafalkan dengan jelas kata-kata
yang diucapkannya dengan bahasa yang mudah dimengerti orang lain,
sehingga orang lain dapat memahami apa maksud yang diucapkannya.
16

3) Anak memahami kata-kata tersebut bukan karena telah sering mendengar atau
menduga-duga.

Berdasaarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa untuk mengukur


kemampuan bebicara siswa adalah siswa mengetahui arti kata yang diucapkannya,
siswa dapat melafalkan kata-kata yang dapat dipahami orang lain dan memahami
kata-kata yang diucapkannya.20

2. Teknik Bermain Peran


Untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa, penulis memilih teknik
bermain peran dengan memperhatikan beberapa hal, di antaranya adalah “(1) anak
usia kelas awal sudah meningkat perbendaharaan katanya dan senang berbicara,
(2) dapat memahami sebab akibat, (3) berkembangnya pemahaman terhadap
ruang dan waktu.”21
Usia kelas awal menurut Piaget berada pada tahap operasional konkret. Pada
tahap ini, sebaiknya pembelajaran yang disajikan berangkat dari hal-hal yang
bersifat konkrit. Konkrit yang dimaksud adalah “dapat dilihat, didengar, dibaui,
diraba, dan dipraktekkan, dengan titik penekanan pada pemanfaatan
lingkungan.”22 Cara belajar anak usia awal SD/MI masih bersifat konkret, maka
proses pembelajaran sebaiknya melalui pengalaman langsung. Tepat sekali
kiranya, jika penulis memilih teknik bermain peran untuk pembelajaran bahasa
Indonesia pada aspek keterampilan berbicara. Dengan pembelajaran yang
dirancang seperti ini, pembelajaran menjadi lebih bermakna. Siswa pun tidak
merasa jenuh selama proses pembelajaran.

a. Pengertian Teknik Bermain Peran


M.Subana dan Sunarti menjelaskan, “teknik mengandung pengertian berbagai
cara dan alat yang digunakan guru dalam kelas.”23Dengan pengertian ini, dapat

20
http://www.academia.edu/4489394/keterampilan berbicara.
21
Masitoh, Laksmi Dewi, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Dir. Jenderal Pendidikan Islam
Depag RI, 2009), cet. 1, h. 17
22
Ibid., h. 18
23
M. Subana dan Sunarti, Strategi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia, (Bandung: Pustaka
Setia, 2011), cet. 3, h. 20.
17

dipahami bahwa teknik pembelajaran merupakan langkah-langkah yang


digunakan guru pada saat pembelajaran untuk mencapai sasaran. Teknik
merupakan bagian dari metode.
Teknik bermain peran merupakan salah satu teknik yang cocok untuk
digunakan dalam pembelajaran drama. Bermain peran juga dapat digunakan untuk
merangsang kreativitas siswa untuk berekspresi, percaya diri, dan belajar
berkomunikasi di depan umum, sehingga dapat mendorong proses belajar-
mengajar. Dengan bermain peran diharapkan dapat membangkitkan kreativitas
siswa dan diperoleh pengalaman belajar yang lebih berarti bagi siswa.
Teknik Bermain Peran atau Sosiodrama, yang dikenal juga dengan istilah
Role Playing adalah “teknik dimana siswa bisa berperan atau memainkan peranan
dramatisasi masalah sosial/psikologis.”24Teknik ini merupakan cara belajar
dengan mendemonstrasikan setiap peran dalam bentuk drama. Teknik ini
dilakukan apabila guru “ingin menerangkan suatu peristiwa yang di dalamnya
menyangkut orang banyak, sehingga lebih baik didramatisasikan daripada
diceritakan karena akan lebih jelas, guru ingin melatih siswa agar mereka dapat
menyelesaikan masalah-masalah sosial, dan akan melatih siswa agar dapat bergaul
dan memberi pemahaman terhadap orang lain beserta masalahnya.”25 Dengan
penyajian pembelajaran seperti ini siswa akan sangat memahami masalah-masalah
sosial yang ada dalam cerita dan dapat mencari solusi dalam setiap permasalahan
yang ditemukan dalam cerita yang diperankan.

b. Tahapan Teknik Bermain Peran


Agar penggunaan teknik bermain peran ini berhasil dalam pembelajaran,
sebaiknya guru memperhatikan langkah-langkah di bawah ini, yaitu:
1) Guru memperkenalkan teknik bermain peran ini kepada siswa, bahwa
dengan teknik ini diharapkan siswa dapat memecahkan masalah sosial

24
Roestiyah NK., Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2008), cet. 7, h. 90.
25
Iskandarwassid, Strategi Pembelajaran Bahasa, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011),
cet. 3, h. 65
18

yang aktual di masyarakat, kemudian guru menunjuk beberapa siswa yang


akan berperan.
2) Guru harus memilih masalah yang sesuai dengan dunia anak, sehingga
menarik minat anak.
3) Agar siswa memahami jalan ceritanya, maka guru harus bisa
menceritakan sambil mengatur adegan.
4) Bila ada kesediaan dari siswa untuk berperan, sebaiknya guru
menanggapi, tetapi harus dipertimbangkan kesesuaian untuk perannya.
Bila tidak ada siswa yang bersedia, guru menunjuk saja siswa yang sesuai
dengan karakter yang akan diperankannya.
5) Jelaskan pada siswa yang mendapatkan peran, sehingga mereka tahu
tugas peranannya, menguasai masalahnya, pandai bermimik dan
berdialog.
6) Bila siswa belum terbiasa, perlu dibantu guru dalam menimbulkan
kalimat pertama dalam dialog.
7) Setelah drama tersebut dalam situasi klimaks, maka harus dihentikan, agar
kemungkinan-kemungkinan pemecahan masalah dapat didiskusikan
secara umum. Para penonton ada kesempatan untuk berpendapat, menilai
permainan dan sebagainya.
8) Sebagai tindak lanjut dari hasil diskusi, maka perlu dibuka tanya jawab,
diskusi atau membuat karangan yang berbentuk sandiwara.26

c. Kelebihan dan Kekurangan Teknik Bermain Peran


Setiap teknik pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan. Untuk
meminimalisasi kekurangan-kekurangan yang ada, guru dapat menggunakan
lebih dari satu teknik. Adapun kelebihan teknik bermain peran, di antaranya
yaitu:
1) Melatih anak untuk mendramatisasikan sesuatu serta melatih keberanian.
2) Teknik ini akan menarik perhatian anak sehingga suasana kelas menjadi
hidup.

26
Roestiyah NK , op.cit., h. 91&92.
19

3) Anak-anak dapat menghayati suatu peristiwa sehingga mudah mengambil


kesimpulan berdasarkan penghayatan sendiri.
4) Anak dilatih untuk menyusun pikirannya dengan teratur.27

Adapun kekurangan dari teknik bermain peran, di antaranya yaitu:


1) Teknik ini memerlukan waktu yang cukup banyak.
2) Memerlukan persiapan yang teliti dan matang.
3) Kadang-kadang anak tidak mau mendramatisasikan suatu adegan karena
malu.
4) Kita tidak dapat mengambil kesimpulan apa-apa apabila pelaksanaan
dramatisasi itu gagal.28

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pada setiap teknik


pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan termasuk teknik bermain peran.
Dengan mengetahui terlebih dahulu kekurangan-kekurangan yang ada, maka
pelaksana akan dapat mengantisipasi kekurangan tersebut dengan cara
mendiskusikannya dengan guru lain dan siswa. Hasil diskusi tersebut diharapkan
dapat meminimalisasi kekurangan yang ada.

3. Dongeng
a. Pengertian Dongeng
Dongeng termasuk salah satu bentuk prosa lama. “Prosa lama merupakan
karya sastra yang belum mendapat pengaruh dari sastra atau kebudayaan barat.”29
“Dongeng merupakan suatu kisah yang diangkat dari pemikiran fiktif dan kisah
nyata, menjadi suatu alur perjalanan hidup dengan pesan moral yang mengandung
makna hidup dan cara berinteraksi dengan makhluk lainnya. Dongeng juga
merupakan dunia hayalan dan imajinasi dari pemikiran seseorang yang kemudian
diceritakan secara turun-temurun dari generasi ke generasi.”30 Pendapat lain

27
Iskandarwassid, loc.cit., h. 65
28
Ibid.
29
Retno Purwandari, Qoni’ah, Buku Pintar Bahasa Indonesia, (Yogyakarta: Familia, 2012),
cet. 1, h. 136.
30
http://id.wikipedia.org.
20

mengatakan, bahwa “dongeng adalah suatu cerita yang bersifat khayal.” 31 Dari
pengertian ini dapat dipahami bahwa dongeng merupakan cerita yang tidak benar-
benar terjadi, karena sifatnya hayalan dan imajinasi dari si pembuatnya. Meskipun
sifatnya fiktif, tetapi dongeng berisi nasihat-nasihat yang baik bagi pembaca dan
pendengarnya. Sebagian dijumpai orang tua yang sering membacakan dongeng
sebagai pengantar tidur bagi anak-anaknya. Hal ini mengandung nilai positif bagi
perkembangan kosa kata si anak, karena akan terjadi interaksi yang baik antara
orang tua dan anak. Ketika ada bagian cerita yang membuatnya tertarik, akan
muncul keingintahuannya akan kelanjutan dari dongeng tersebut. Anak pun akan
bertanya dengan kata apa, mengapa, dimana, kapan, dan sebagainya. Dengan
adanya komunikasi tersebut akan terasah keterampilan berbicara anak, dan kosa
kata yang dimiliki anak pun akan bertambah.
Dongeng sangat disukai oleh anak-anak, karena masa anak-anak penuh
dengan hayalan dan imajinasi. Dengan kondisi seperti ini, maka orang tua atau
guru dapat menjadikan dongeng sebagai media untuk menyampaikan nilai-nilai
kehidupan bagi anak, misalnya saja dongeng yang cukup terkenal berjudul Malin
Kundang. Cerita tersebut mengisahkan tentang anak yang durhaka kepada ibunya.
Dongeng ini dapat digunakan jika ingin menyampaikan nasihat agar anak
senantiasa berbuat baik kepada orang tua. Jadi, mendongeng kepada anak
merupakan kegiatan yang bernilai positif. Daya khayal dan imajinasi anak akan
berkembang, kosa kata yang dimiliki anak akan bertambah, dan anak
mendapatkan nilai-nilai yang baik bagi kehidupannya kelak.

a. Jenis-Jenis Dongeng
Terdapat beberapa jenis dongeng, yaitu fabel, mite (mitos), legenda, sage,
parabel, dan dongeng jenaka. Berikut penjelasan dari masing-masing jenis
dongeng yang telah disebutkan, yaitu:
1) Fabel adalah cerita lama yang menokohkan binatang sebagai lambing
pengajaran moral (biasa pula disebut sebagai cerita binatang), contoh:
Kancil dengan Buaya, Kancil dan Kura-Kura, dan sebagainya.

31
Retno Purwandari, Qoni’ah, op.cit., h. 137.
21

2) Mite (mitos) adalah cerita-cerita yang berhubungan dengan kepercayaan


terhadap sesuatu benda atau hal-hal yang dipercaya mempunyai kekuatan
gaib, contoh: Nyai Roro Kidul, Dewi Sri, dan lain-lain.
3) Legenda adalah cerita lama yang mengisahkan tentang riwayat terjadinya
suatu tempat atau wilayah, contoh: Legenda Banyuwangi, Tangkuban
Perahu, dan lain-lain.
4) Sage adalah cerita lama yang berhubungan dengan sejarah, yang
mengusahkan tentang keberanian, kesaktian, kepahlawanan seseorang,
contoh: Airlangga, Ken Arok, dan lain-lain.
5) Parabel adalah cerita rekaan yang menggambarkan sikap moral atau
keagamaan dengan menggunakan ibarat atau perbandingan, contoh:
Hikayat Bayan Budiman, Bhagawagita, dan lain-lain.
6) Dongeng jenaka adalah cerita tentang tingkah laku orang bodoh, malas
atau cerdik, dan masing-masing dilukiskan secara humor, jalan ceritanya
pun membuat orang tertawa karena lucu contoh: Pak Pandir, Lebai
Malang, Abu Nawas, dan lain-lain.32
Berdasarkan jenis-jenis dongeng yang penulis sebutkan, penulis memilih
dongeng jenis fabel dalam penelitian ini. Alasan memilih jenis fabel, karena anak-
anak biasanya suka dengan hewan. Cerita-ceritanya pun sangat dekat dengan
dunia anak-anak.
Dalam pembelajaran, dongeng dapat dijadikan sebagai media pembelajaran.
Dongeng menjadi media yang efektif untuk menyampaikan pesan moral
kehidupan kepada siswa, “termasuk menimbulkan rasa empati dan simpati anak.
Nilai-nilai yang bisa dipetik dari dongeng adalah nilai kejujuran, kerendahhatian,
kesetiakawanan, kerja keras, dan lain sebagainya.”33

b. Ciri-ciri Dongeng

Setiap karya sastra memiliki ciri-ciri dalam bentuknya. Adapun ciri-ciri


dongeng antara lain adalah:

32
Retno Purwandari, Qoni’ah, op.cit., h. 137&138.
33
http://awanadec.wordpress.com.
22

1) Menggunakan alur sederhana.


2) Cerita singkat dan bergerak cepat.
3) Karakter tokoh tidak diuraikan secara rinci.
4) Ditulis dengan gaya penceritaan secara lisan.
5) Terkadang pesan atau tema dituliskan dalam cerita.
6) Biasanya, pendahuluan sangat singkat dan langsung.34

B. Penelitian Yang Relevan


Penelitian-penelitian yang relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh
penulis adalah sebagai berikut:
1) Supariyah, skripsi berjudul “Peningkatan Keterampilan Berbicara dengan
Penerapan Pendekatan Kontekstual Pada Siswa Kelas IV SD Negeri 03
Gunung Jaya Tahun Pelajaran 2009/2010.” Pendidikan Guru Sekolah Dasar,
Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Kependidikan,
Universitas Sebelas Maret, 2010. Dari penelitian ini dapat diketahui pada
pelaksanaan siklus I angka ketuntasan siswa ada 16 siswa (53,33%) dan siklus II
angka ketuntasan siswa ada 25 siswa (83,33%). Kesimpulan dari penelitian ini
adalah penggunaan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan keterampilan
berbicara dan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas
IV SD Negeri 03 Gunung jaya Tahun Pelajaran 2009/2010.
2) Indah Ratna Dewi, judul skripsi “Pengembangan Keterampilan Berbicara Melalui
Metode Bermain Peran Dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Pada SDN Lagoa 09
Pagi Siswa Kelas III Koja Jakarta Utara”. Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas
Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Jakarta, 2009. Berdasarkan hasil
penelitian, disimpulkan bahwa metode bermain peran dapat meningkatkan
keterampilan berbicara pada siswa kelas III SDN Lagoa 09 Koja Jakarta Utara
tahun pelajaran 2008/2009. Peningkatan keterampilan berbicara dibuktikan
dengan adanya peningkatan, pada siklus I nilai rata-rata mencapai 65 dengan
ketuntasan klasikal 53,33%. Setelah tindakan pada siklus II nilai rata-rata kelas
meningkat menjadi 87 dengan ketuntasan klasikal 73,33%.

34
Ibid.
23

3) Sebuah Skripsi dengan judul Peningkatan Keterampilan Berbicara Dengan


Teknik Bermain Peran Bagi Siswa Kelas V SDN 2 Ngali Kecamatan Belo
Kabupaten BimaTahun 2010-2011. Sebuah penelitian tindakan kelas yang
dilakukan oleh Jenep Hanapiah dan Suwadi. Hasil dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa teknik bermain peran dapat meningkatkan kemampuan
berbicara siswa kelas V SDN 2 Ngali Kecamatan Belo. Dengan teknik ini
siswa menjadi lebih aktif dalam pembelajarannya, dan kualitas hasil belajar
mereka dapat ditingkatkan sehingga memperoleh hasil yang maksimal.

C. Kerangka Berpikir
Pada penelitian ini, peneliti akan mencoba menggunakan teknik bermain
peran untuk meningkatkan keterampilan berbicara pada siswa kelas III di MI
Ziyadatul Huda, Jakarta Timur. Teknik ini digunakan untuk mengatasi
permasalahan yang ada, yaitu masih terdapat siswa yang belum lancar dalam
mengungkapkan gagasan, malu berbicara di depan kelas, dan penggunaan kosa
kata yang kurang tepat di kelas III MI Ziyadatul Huda, Jakarta Timur.
Sebagian besar siswa pasif dalam proses pembelajaran yang berkaitan dengan
proses berbicara terutama pada mata pelajaran bahasa Indonesia dan siswa kurang
tertarik dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Setelah dilakukan pengamatan,
ternyata kondisi ini diakibatkan karena siswa belum terbiasa dalam berbicara.
Masih ada siswa yang berbicaranya tidak lancar ketika menceritakan kembali, dan
masih ada siswa yang kurang percaya diri untuk berbicara di depan kelas. Inilah
yang menyebabkan siswa kurang termotivasi dalam mengikuti pembelajaran
berbicara.
Kondisi di atas berefek pada hasil belajar siswa yang rendah pada mata
pelajaran bahasa Indonesia, khususnya pada aspek berbicara. Nilai-nilai siswa
tidak mencapai KKM (65,00) yang telah ditetapkan oleh guru. Jika hal ini tidak
segera diatasi, maka siswa tidak akan bisa mengikuti pembelajaran ke tingkat
selanjutnya. Ketidakmampuan siswa dalam berbicara pun menyebabkannya
menjadi malas untuk aktif ketika pembelajaran berbicara dilaksanakan, karena
24

siswa tidak tahu apa yang harus dibicarakan. Dan menimbulkan kejenuhan setiap
kali siswa dihadapkan pada tugas-tugas yang harus diselesaikannya.
Penerapan teknik bermain peran menjadi pilihan bagi peneliti untuk
mengatasi kesulitan siswa dalam membaca berbicara. Teknik ini menurut peneliti
tidak akan membuat siswa bosan, karena siswa yang lebih aktif.
Setelah dilakukan tindakan, diharapkan siswa menjadi aktif pada setiap mata
pelajaran, khususnya pada mata pelajaran bahasa Indonesia. Kemampuan siswa
dalam berbicara meningkat dari sebelum diterapkan teknik bermain peran ini.
Yang sebelumnya masih malu, terbata-bata, dan kurang teratur kosa katanya
setelah dilakukan tindakan menjadi lancar berbicaranya. Siswa pun termotivasi
dalam pembelajaran. Hasil belajar siswa meningkat dan mencapai nilai yang
diharapkan.

D. Hipotesis Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan
penggunaan teknik bermain peran dapat meningkatkan kemampuan berbicara
siswa di kelas III MI Ziyadatul Huda, Jakarta Timur. Hipotesis dalam penelitian
ini adalah “penerapan teknik bermain peran dapat meningkatkan keterampilan
berbicara siswa kelas III MI Ziyadatul Huda, Jakarta Timur, tahun pelajaran
2013/2014.”
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di kelas III MI Ziyadatul Huda, Jakarta Timur.
Adapun waktu pelaksanaannya yaitu pada Oktober 2013 – Maret 2014. Alasan
mengambil tempat ini dengan pertimbangan hasil belajar siswa kelas III yang
masih rendah, dan lokasi tersebut tempat peneliti bertugas.

B. Metode Penelitian dan Rancangan Siklus Penelitian


Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan, yaitu penelitian tindakan
kelas (PTK). “Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah penelitian tindakan yang
dilakukan dengan tujuan memperbaiki mutu praktik pembelajaran di kelasnya.
PTK berfokus pada kelas atau pada proses belajar mengajar yang terjadi di kelas.
PTK tertuju pada hal-hal yang terjadi di dalam kelas.”1
PTK yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan PTK model Kemmis
and Taggart. Berikut adalah gambar alur langkah-langkah dalam PTK, yaitu:

1
Suharsimi Arikunto, dkk., Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), cet. 9, h.
58.

25
22
26

Identifikasi Masalah

Perencanaan

Refleksi Siklus I
Pelaksanaan

Pengamatan

Permasalahan Baru
Hasil Refleksi
Siklus II

Perbaikan Perencanaan

Refleksi Siklus II Pelaksanaan

Pengamatan

Dilanjutkan Ke Siklus
Berikut?

Gambar 1. Model Siklus Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

Tahap 1: Menyusun Rancangan Tindakan (Planning)


“Dalam tahap ini peneliti menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan, di
mana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan.”2 Peneliti membuat
rencana-rencana kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan pada kelas yang
akan dilakukan penelitian. Pada tahap ini peneliti juga merancang instrument-
instrument penilaian, baik pretest maupun posttest.

2
Suharsimi Arikunto, Suhardjono, dan Supardi, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: PT. Bumi
Aksara, 2009), h. 17.
27

Tahap 2: Pelaksanaan Tindakan (Acting)


Pada tahap kedua ini peneliti mulai menerapkan isi rancangan yang sudah
disusun pada tahap pertama dalam proses pembelajaran. Rencana-rencana yang
sudah disusun pada tahap pertama diterapkan pada kelas yang dijadikan
penelitian. Pelaksana, dalam hal ini adalah guru, dalam mengimplementasikan
rencana-rencana pembelajaran sebaiknya tidak keluar dari apa yang sudah
direncanakan, dan dilakukan dengan cara yang wajar, tidak dibuat-buat. Hal ini
perlu diperhatikan agar sesuai dengan tujuan semula.

Tahap 3: Pengamatan (Observing)


Tahap ketiga yaitu pengamatan (observing). Menurut Prof. Supardi
“observasi yang dimaksud pada tahap III adalah pengumpulan data.”3 Yakni, pada
tahap ini peneliti melakukan pengamatan untuk mengetahui seberapa jauh
pengaruh tindakan yang dilakukan kepada siswa, apakah tindakan yang dilakukan
sudah mencapai sasaran ataukah belum. “Pada langkah ini, peneliti harus
menguraikan jenis data yang dikumpulkan, cara mengumpulkan, dan alat atau
instrument pengumpulan data (angket/wawancara/observasi dan lain-lain).”4

Tahap 4: Refleksi (Reflecting)


Refleksi dapat dilakukan jika pelaksanaan tindakan telah selesai dilakukan.
Pada tahap ini peneliti melakukan refleksi terhadap kegiatan-kegiatan yang telah
dilakukan, yakni “mengemukakan kembali apa yang sudah dilakukan”5
berdasarkan data yang diperoleh pada tahap ketiga atau disebut juga dengan istilah
evaluasi diri. Apakah pelaksanaan pembelajaran sudah berjalan dengan baik,
ataukah masih ada kekurangan, sehingga perlu dilakukan perbaikan pada siklus
berikutnya.

3
Suyadi, Panduan Penelitian Tindakan Kelas, (Jogjakarta: Diva Press, 2011), cet. 4, h. 63.
4
Ibid.
5
Suharsimi Arikunto, dkk., op.cit., h. 19.
28

C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian difokuskan pada hasil belajar siswa kelas III MI Ziyadatul
Huda, tahun pelajaran 2013/2014 dalam aspek berbicara pada mata pelajaran
bahasa Indonesia. Jumlah siswa kelas III sebanyak 17 siswa, terdiri dari 7 siswa
laki-laki dan 10 siswa perempuan.

D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian


Pada penelitian ini peran dan posisi peneliti adalah sebagai pengajar/guru di
kelas III MI Ziyadatul Huda, Jakarta Timur. Selain sebagai guru kelas juga
sebagai pengkaji permasalahan, pendiagnosis masalah, perencana tindakan, dan
pelaksana tindakan.

E. Tahapan Intervensi Tindakan


Pada penelitian ini langkah-langkah yang akan dilakukan oleh peneliti adalah
sebagai berikut:
Tindakan Siklus I
1. Tahap perencanan tindakan (planning)
Tindakan pertama yang dilakukan dalam siklus ini adalah guru melakukan
observasi awal sebagai dasar perencanaan pembelajaran. Lalu membuat skenario
pembelajaran yang akan dilakukan dalam pembelajaran berbicara dengan
menggunakan teknik bermain peran.
Dalam siklus I ini, guru sekaligus sebagai peneliti juga mempersiapkan media
pembelajaran berupa dialog yang akan digunakan dalam bermain peran. Hal ini
dilakukan untuk memudahkan siswa dalam belajar berbicara, juga bertujuan agar
siswa tertarik dan dapat belajar dengan suasana yang lebih menyenangkan dan
tidak monoton. Pada tahap ini guru juga menyusun instrument, penilaian yang
akan digunakan, baik penilaian proses maupun hasil. Penilaian sangat penting,
karena penilaian berfungsi sebagai “alat untuk mengetahui efektif tidaknya
29

pembelajaran dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sekaligus berfungsi


sebagai bahan dalam memperbaiki tindakan pembelajaran selanjutnya.”6

2. Tahap pelaksanaan tindakan (acting)


Kegiatan yang dilaksanakan pada tahap ini merupakan pelaksanaan skenario
pembelajaran yang sudah disusun pada tahap perencanaan. Guru melaksanakan
semua langkah-langkah pembelajaran yang sudah tersusun dalan rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP). Secara garis besar pada penelitian ini adalah
melatih keterampilan berbicara dengan memerankan tokoh-tokoh yang ada dalam
sebuah cerita dongeng yang sudah ditentukan oleh guru.
Tahap awal pembelajaran yaitu mengkondisikan siswa agar siap
melaksanakan pembelajaran membaca. Pada tahap ini berisi beberapa kegiatan
yang dilaksanakan guru dengan tujuan mempersiapkan dan mengarahkan siswa
agar siap untuk menerima pembelajaran membaca permulaan dengan baik, yaitu:
a) Guru mempersiapkan RPP, media pembelajaran, dan lembar kerja
b) Mengatur tempat duduk siswa agar mereka dapat melihat dengan jelas
kelompok yang sedang bermain peran.
c) Apersepsi
d) Memberikan motivasi kepada siswa tentang pentingnya meningkatkan
keterampilan berbicara
e) Menyampaikan tujuan pembelajaran.

3. Tahap pengamatan/observasi (observing)


Observasi dilaksanakan selama proses pembelajaran berlangsung. Kegiatan
ini untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan pembelajaran aspek berbicara
dengan menggunakan teknik bermain peran. Untuk itu, guru yang juga bertindak
sebagai peneliti melakukan analisis terhadap kegiatan berbicara siswa. Kemudian
memberikan penilaian pada siswa baik proses maupun hasil dan menghitung
jumlah siswa yang tuntas dan belum tuntas dalam pembelajaran berbicara. Selama

6
Masnur Muslich, Authentic Assessment : Penilaian Berbasis Kelas dan Kompetensi,
(Bandung: PT.Refika Aditama, 2011) cet. I, h. 54-55.
30

pembelajaran berlangsung guru harus melakukan pengamatan terhadap kegiatan


siswa agar data-data yang dibutuhkan terpenuhi.
Data pengamatan dapat diperoleh melalui berbagai cara, antara lain dengan
tes kinerja (menceritakan kembali), tugas kelompok, dan pengamatan/observasi
terhadap perilaku siswa selama pembelajaran berlangsung.
Aspek yang diamati oleh guru terhadap siswa pada lembar observasi adalah
“kedisiplinan siswa, kesiapan perlengkapan belajar, kegesitan dalam mengikuti
tugas, keseriusan dalam belajar, sikap tanggap terhadap pertanyaan guru,
kerjasama sesama siswa, kerja sama dengan guru, ulah siswa dalam kelas,
keaktifan dalam belajar, dan minat dalam belajar.”7
Pada saat observasi guru dibantu oleh satu orang teman sejawat selaku
kolaborator untuk melakukan pengamatan terhadap guru dan siswa selama proses
pembelajaran. Guru juga mencatat hasil pengamatan dalam lembar observasi
secara cermat dan teliti, karena hasil observasi ini menjadi acuan untuk
pelaksanaan siklus selanjutnya.
Adapun lembar observasi terhadap kegiatan guru selama proses pembelajaran
diarahkan pada aspek-aspek berikut, yaitu:
a) Kejelasan dalam suara
b) Penggunaan metode atau teknik mengajar
c) Memberikan dorongan agar siswa aktif
d) Pembelajaran berorientasi kepada sasaran
e) Pengelolaan kelas
f) Penggunaan waktu
g) Baik dalam mengatur suasana pembelajaran
h) Menanggapi pertanyaan/pernyataan siswa
i) Adil dalam mendistribusikan pertanyaan
j) Menarik dalam menyajikan bahan pelajaran
k) Baik dalam penguasaan materi
l) Bervariasi dalam memberikan pertanyaan dan teknik bertanya
m) Dapat mengecek pemahaman siswa

7
Ibid., h. 64.
31

n) Tepat saat mengakhiri pelajaran.8

4. Tahap refleksi (reflecting)


Pada tahap ini guru melakukan refleksi untuk mengetahui kekurangan,
kendala, dan hambatan yang ada pada kegiatan siklus I, mengidentifikasi
penyebab kurang berhasilnya pembelajaran pada siklus I. Data-data yang sudah
terkumpul dianalisis dan dievaluasi sebagai dasar perlu atau tidaknya
melaksanakan siklus kedua. Jika pada siklus pertama belum menunjukkan
keberhasilan yang signifikan dalam berbicara pada siswa kelas III MI Ziyadatul
Huda, Jakarta Timur, maka perlu dilanjutkan ke siklus II.

PerencanaanTindakan Pada Siklus II


Proses pelaksanaan pada siklus II merupakan lanjutan proses pelaksanaan
siklus I. Proses pada pelaksanaan siklus II ini didasari hasil refleksi pada siklus I.
Kekurangan, kejanggalan, dan hambatan yang terjadi pada siklus I diperbaiki pada
siklus II. Adapun tahapannya sama dengan tahapan yang ada pada siklus I, yaitu
tahap perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Perencanaan yang dilakukan
pada siklus II harus lebih baik dari siklus I, karena siklus II merupakan perbaikan
dari siklus I.

F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan


Siklus penelitian yang dilakukan ini, diharapkan dapat memberikan
perubahan pada siswa dalam aspek berbicara. Siswa yang sebelumnya masih malu
dalam menyampaikan ide atau gagasannya, setelah tindakan dilakukan menjadi
berani dan santun dalam berbicara. Dari tindakan yang dilakukan oleh guru yang
juga sebagai peneliti diharapkan adanya peningkatan terhadap hasil belajar siswa.
Penelitian ini dihentikan ketika ketuntasan klasikal mencapai 85% dan mampu
mencapai skor belajar di atas rata-rata kriteria ketuntasan minimal (KKM) pada
mata pelajaran bahasa Indonesia (65,00).

8
Ibid.
32

G. Data dan Sumber Data


Data yang diperoleh oleh peneliti yaitu berupa hasil pretest dan posttest, serta
data berupa kegiatan siswa yang diperoleh dari hasil pengamatan atau observasi
selama kegiatan pembelajaran berlangsung, catatan lapangan, dan dokumentasi.
Sumber datanya diperoleh dari siswa, teman sejawat, dan peneliti sendiri

H. Instrumen Pengumpulan Data


Untuk memperoleh data yang dibutuhkan pada penelitian ini, maka terlebih
dahulu peneliti membuat instrument penelitian yang terdiri dari:
1. Instrumen Tes
Tujuan dibuatnya instrumen tes adalah (1) untuk mengetahui tingkat
kemampuan siswa, (2) mengukur pertumbuhan dan perkembangan siswa, (3)
mendiagnosis kesulitan belajar, (4) mengetahui hasil pengajaran, (5)
mengetahui hasil belajar, (6) mengetahui pencapaian kurikulum, (7)
memotivasi siswa, (8) dan mendorong guru agar mengajar lebih baik lagi.9
Instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes kinerja, yaitu
menceritakan kembali dongeng yang diperankan siswa. berikut adalah kisi-
kisi dan lembar penilaian tes berbicara terhadap siswa, yaitu:

No Indikator Teknik Bentuk Instrumen Penilaian


1  Menyebutkan Tes Kinerja  Sebutkan tokoh-tokoh yang
nama dan sifat terdapat pada dongeng berjudul
tokoh dari dongeng Kelinci yang Sombong dan Kura-
yang dibaca. Kura!
 Menceritakan  Ceritakan kembali dongeng
kembali isi berjudul Kelinci yang Sombong
dongeng dengan dan Kura-Kura dengan kata-
kata-kata sendiri katamu sendiri!
 Memberi saran  Apa saran yang akan kamu
tentang sifat tokoh berikan terhadap tokoh yang ada

9
Ibid.,h.105.
33

dari dongeng yang pada dongeng berjudul Kelinci


diperankan yang Sombong dan Kura-Kura?

 Penilaian Tugas Menceritakan Kembali Dongeng yang Diperankan

Tingkat Kefasihan
Ketepatan Pemahaman Kelancaran Total Nilai
No. Nama Siswa
cerita Skor
1
2
Dst.

Kriteria penilaian:
1. Kurang sekali, tidak ada unsur yang benar.
2. Kurang, ada sedikit unsur yang benar.
3. Sedang, jumlah unsur benar dan salah kurang lebih seimbang.
4. Baik, ketepatan tinggi dengan sedikit kesalahan.
5. Baik sekali, tepat sekali, tanpa atau hampir tanpa kesalahan.10

Penghitungan : (total skor : skor maksimal) x 100


Skor maksimal : 3x5 = 15

2. Instrumen Non Tes


Penilaian non tes diambil dari pengamatan guru terhadap perilaku siswa dan
pengamatan observer (teman sejawat) terhadap kegiatan guru selama proses
pembelajaran. Instrumen non tes yang digunakan peneliti adalah lembar
observasi terhadap aktivitas guru dan siswa, lembar jurnal siswa, lembar
wawancara, dan catatan lapangan, serta dokumentasi berupa foto-foto yang
diambil selama penelitian berlangsung. Lembar non tes terlampir.

I. Teknik Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Observasi

10
Burhan Nurgiyantoro, Penilaian Otentik dalam Pembelajaran Bahasa, (Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press,2011) cet. 1, h. 60.
34

“Observasi merupakan teknik mengumpulkan data dengan cara mengamati


setiap kejadian yang sedang berlangsung dan mencatatnya dengan alat
observasi tentang hal-hal yang akan diamati atau diteliti.”11 Pengamatan
dilakukan sebelum proses pembelajaran dan pada saat proses pembelajaran
berlangsung. Pengamatan pada saat proses pembelajaran berlangsung dapat
dibantu oleh teman sejawat.
2. Wawancara
“ Teknik wawancara merupakan teknik pengumpulan data kualitatif dengan
menggunakan instrumen yaitu pedoman wawancara.”12 “Wawancara atau
interviu dapat diartikan sebagai teknik mengumpulkan data dengan
menggunakan bahasa lisan baik secara tatap muka ataupun melalui saluran
media tertentu.”13 Terdapat dua model teknik wawancara, yaitu wawancara
terstruktur dan wawancara tidak tersetruktur. Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan wawancara tidak terstruktur, yakni kegiatan wawancara
mengalir seperti percakapan biasa, yaitu mengikuti dan menyesuaikan dengan
situasi dan kondisi responden. Hasil wawancara digunakan untuk mencari dan
menggali keterangan yang jelas dan mendalam terhadap motivasi siswa saat
pelaksanaan tindakan penelitian. Pertanyaan yang diajukan peneliti kepada
responden (siswa) yaitu pertanyaan yang berkaitan dengan pengalaman,
pendapat, dan perasaan.
3. Dokumentasi
Teknik dokumentasi ini “merupakan penelaahan terhadap referensi-referensi
yang berhubungan dengan fokus permasalahan penelitian. Dalam studi
dokumentasi peneliti dapat mencari dan mengumpulkan data-data teks atau
image,”14 kemudian menganalisisnya. Dokumen yang digunakan untuk
mengetahui perkembangan anak selama proses pembelajaran pada waktu
tindakan berupa RPP, foto dan nilai hasil belajar siswa.

11
Wina Sanjaya, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011),
cet. 3, h. 86.
12
Iskandar, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: Referensi, 2012), cet.1, h. 71
13
Wina Sanjaya, op. cit., h. 96
14
Iskandar, op.cit.,h. 73
35

J. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan


1. Teknik Triangulasi
“Triangulasi adalah suatu cara untuk mendapatkan informasi yang akurat
dengan menggunakan berbagai metode agar informasi itu dapat dipercaya
kebenarannya sehingga peneliti tidak salah dalam mengambil keputusan.”15
Menurut Iskandar, “triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan
data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap suatu data.”16
Ada tiga jenis teknik triangulasi, yakni “triangulasi sumber, triangulasi
teknik, dan triangulasi teknik pengumpulan data berdasarkan waktu.”17
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi
teknik. Berikut ini adalah gambaran pelaksanaan teknik triangulasi sumber
dan triangulasi teknik, yaitu:

Triangulasi Sumber:

Konsultan Peneliti Kolaborator

Triangulasi Teknik:
Observasi

Tes Peneliti Wawancara

Dokumentasi

2. Pemeriksaan Sejawat
“Teknik ini dilakukan dengan cara mengekspos hasil sementara atau hasil
akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi analitik dengan rekan-rekan

15
Wina Sanjaya, op. cit., h. 112
16
Iskandar, op.cit., h. 84
17
Ibid., h.85
36

sejawat.”18 Teknik ini akan digunakan untuk membantu peneliti agar tetap
mempertahankan sikap terbuka dan kejujuran. Pada setiap akhir tindakan, saat
refleksi, peneliti bersama kolaborator mendiskusikan hasil observasi yang
diperoleh, kemudian mencari solusi jika ditemukan adanya kekurangan pada
setiap tindakan.

K. Teknik Analisis Data


Penelitian tindakan kelas merupakan penelitian yang menggunakan
pendekatan kualitatif. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis interaktif. Model analisis interaktif mempunyai 3 komponen yaitu: (1)
Reduksi data, (2) Penyajian data, (3) Penarikan simpulan atau verifikasi data.
Berikut penjelasannya:
1) Reduksi data, yaitu “proses pengumpulan data penelitian, seorang peneliti
dapat menemukan kapan saja waktu untuk mendapatkan data yang banyak,
apabila peneliti mampu menerapkan metode observasi, wawancara, atau dari
berbagai dokumen yang berhubungan dengan subjek yang diteliti.”19 Pada
tahap ini peneliti mengumpulkan data-data yang diperoleh selama penelitian.
Data-data tersebut terdapat pada lembar observasi terhadap aktivitas siswa
dan guru, catatan lapangan, nilai tes kinerja siswa, foto-foto, jurnal siswa, dan
lembar wawancara.
2) Penyajian data. “Dalam penyajian data biasanya dalam bentuk teks naratif.
Biasanya dalam penelitian, kita mendapat data yang banyak. Data-data
tersebut tidak mungkin kita paparkan semuanya. Maka, dalam penyajian data,
peneliti dapat menyusunnya secara sistematis, sehingga data yang diperoleh
dapat menjelaskan atau menjawab masalah yang diteliti.”20 Data yang sudah
dikumpulkan kemudian dianalisis dan disajikan dalam bentuk teks naratif,
sehingga mudah dipahami.
3) Penarikan kesimpulan. “Penarikan kesimpulan merupakan analisis lanjutan
dari reduksi data, dan penyajian data, sehingga data dapat disimpulkan, dan

18
Ibid., h.87
19
Ibid., h. 76.
20
Ibid., h. 77
37

peneliti masih berpeluang untuk menerima masukan. Penarikan kesimpulan


sementara masih dapat diuji kembali dengan data di lapangan, dengan
melakukan refleksi kembali peneliti dapat bertukar pikiran dengan teman
sejawat, sehingga kebenaran ilmiah dapat tercapai.”21 Penarikan kesimpulan
dalam bentuk deskriptif sebagai laporan hasil penelitian.

L. Tindak Lanjut atau Pengembangan Perencanaan Tindakan


Penelitian diakhiri setelah hasil analisis data menunjukkan bahwa target
peningkatan hasil belajar bahasa Indonesia siswa kelas III MI Ziyadatul Huda
pada aspek berbicara telah tercapai.
Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa penelitian ini menngunakan alur
siklus dimana hasil refleksi dari siklus I merupakan dasar dilaksanakannya siklus
II dan seterusnya sampai target yang diharapkan tercapai. Berdasarkan hal
tersebut, maka peneliti meyakini bahwa hasil penelitian dapat dijadikan sebagai
landasan perencanaan pengembangan penelitian dengan target yang lebih tinggi
lagi.

21
Ibid.
BAB IV

DESKRIPSI, ANALISIS DATA, DAN PEMBAHASAN

A. Profil Madrasah
a. Gambaran Umum MI Ziyadatul Huda
Madrasah Ibtidaiyah Ziyadatul Huda adalah lembaga pendidikan setingkat
SD yang berdiri di bawah naungan Yayasan Pembangunan Pendidikan Islam
Ziyadatul Huda, Jakarta Timur. Madrasah Ibtidaiyah Ziyadatul Huda dipimpin
oleh seorang kepala sekolah yang berkompeten di bidang pendidikan, beliau
bernama H. Fakhrurrozi, S.Ag. Madrasah Ibtidaiyah Ziyadatul Huda didirikan
pada tahun 1981 yang beralamat di Jl. Pondok Kelapa Selatan , Jakarta Timur, dan
telah terakreditasi dengan status akreditas B. Adapun visi dan misi, serta motto MI
Ziyadatul Huda adalah sebagai berikut:
 Visi
Berprestasi dan beramal dengan ilmu pengetahuan, berakhlaq, dan berbudi
pekerti luhur.
 Misi
Membentuk dan mewujudkan siswa-siswi yang beriman dan berakhlaq mulia
serta berprestasi dan beramal dengan ilmu pengetahuan yang dimiliki untuk
mencapai masa depan gemilang dunia dan akhirat.
 Motto
 Berilmu tanpa akhlak, akan lebih berbahaya dari kebodohan.
 Hiasi dirimu dengan ilmu dan akhlak, bukan dengan emas dan perak.
 Lakukan apa yang guru dan orang tua lakukan, tinggalkan apa yang mereka
tidak kerjakan.
b. Keadaan Guru
Guru merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam dunia
pendidikan. Guru merupakan ujung tombak bagi kemajuan sekolah. Tanpa adanya
guru, pembelajaran tidak akan berjalan dengan baik. Untuk meningkatkan mutu
pendidikan di MI Azzainiyah, maka pendidikan guru minimal harus S-1. Untuk
itu, bagi guru yang masih berpendidikan SLTA sederajat dianjurkan untuk

38
39

melanjutkan pendidikan ke jenjang S-1. Di bawah ini adalah data pendidik dan
tenaga kependidikan di MI Ziyadatul Huda, yaitu:
Tabel 4.1
Data Pendidik dan Tenaga Kependidikan
No. Keterangan Jumlah
Pendidik
1. Guru PNS diperbantukan tetap -
2. Guru Tetap Yayasan 11 orang
3. Guru Honorer -
4. Guru tidak tetap -
Tenaga Kependidikan
1. Tata Usaha 1 orang
2. Kebersihan 1 orang

 Nama-nama pendidik dan tenaga kependidikan, yaitu:


Tabel 4.2
Data Pendidik dan Tenaga Kependidikan
No Nama Status Kepegawaian Jabatan
1 H. Fakhrurrozi, S.Ag GTY Ka. Mad
2 Addin, S.Pd.I GTY Guru
3 Abdul Ghoni, S.H.I GTY Guru
4 Elie Rosmawati GTY Guru
5 Siti Fatimah, S.Pd.I GTY Guru
6 Siti Nasroh, A.Md GTY Guru
7 Nur’Aini GTY Guru
8 Sayadi Sy., S.Pd.I GTY Guru
9 Ridho Wahyudi GTY Guru
10 Nabila GTY Guru
11 Heston Dwiva GTY Guru
12 Musyrifah - TU
40

13 Madinah - Petugas Kebersihan

c. Keadaan Siswa
Siswa-siswi MI Ziyadatul Huda berasal dari berbagai kalangan, baik dari segi
ekonomi, suku, dan status sosial. Hasil pengamatan peneliti terhadap kondisi
siswa-siswi MI Ziyadatul Huda kebanyakan berasal dari golongan ekonomi
menengah ke bawah. Dengan kondisi yang seperti ini, orang tua dari siswa
menjadi pekerja. Ayah dan ibunya bekerja, sehingga anak-anaknya kurang
diperhatikan. Ini menjadi salah satu kendala di sekolah yang menyebabkan ada
saja siswa yang tidak mengerjakan tugas, tidak membawa perlengkapan mengajar,
dan mengeluh lapar karena tidak sarapan pagi sebelum berangkat ke sekolah, serta
penampilan yang kurang rapih. Keadaan siswa di MI Ziyadatul Huda dilihat dari
tabel berikut:

Tabel 4.3

Keadaan Siswa MI Ziyadatul Huda

No Kelas Laki-laki Perempuan Jumlah


1 I 11 4 15
2 II 13 9 22
3 III 7 10 17
4 IV 9 81 90
5 V 61 9 70
6 VI 16 14 30
Jumlah 117 127 244

d. Sarana dan Prasarana


Sarana dan prasarana merupakan salah satu penunjang keberhasilan proses
belajar mengajar. Sarana dan prasarana yang baik akan menghasilkan
pembelajaran yang baik juga. Berikut ini adalah sarana dan prasarana yang ada di
MI Ziyadatul Huda, yaitu:
41

Tabel 4.4
Sarana dan Prasarana
No. Sarana dan Prasarana Jumlah
1 Gedung 1 unit
2 Ruang belajar/kelas 6 ruang
3 Ruang kepala sekolah 1 ruang
4 Ruang guru 1 ruang
5 Perpustakaan 1 ruang
6 Ruang tata usaha 2 ruang
7 Tempat ibadah 1 ruang
8 Ruang UKS 1 ruang
6 WC guru 1 ruang
7 WC murid 2 ruang
8 Gudang 1 ruang
9 Tempat olahraga 1 ruang

B. Deskripsi Data Hasil Pengamatan


1. Pratindakan (pretest)
Pelaksanaan pratindakan dilakukan pada tanggal 30 Oktober 2013. Kelas
yang digunakan untuk penelitian adalah kelas III yang terdiri dari 8 siswa laki-laki
dan 9 siswa perempuan. Kegiatan awal yang dilakukan peneliti yaitu mengadakan
kegiatan survei awal untuk mengetahui keadaan sebenarnya serta mencari
informasi dan menemukan berbagai kendala yang dihadapi sekolah dalam proses
pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya kelas III yang difokuskan pada aspek
berbicara. Setelah peneliti melakukan observasi pada siswa kelas III, peneliti
mengetahui bahwa pembelajaran bahasa Indonesia khususnya pada kompetensi
berbicara dirasa sulit bagi siswa. Hal ini menyebabkan kemampuan siswa dalam
pembelajaran berbicara masih belum mencapai KKM, sehingga kemampuan siswa
dalam kompetensi berbicara khususnya pada materi dongeng masih rendah.
Berikut adalah hasil pengamatan pada tahap pratindakan.
42

Tingkat keaktifan siswa selama pembelajaran berlangsung pada penelitian ini


dapat dilihat pada tabel berikut, yaitu:
Tabel 4.5 Hasil Observasi Terhadap Aktivitas Siswa Pratindakan

No Aspek Yang Dinilai Skor


1 Kedisiplinan siswa 1
2 Kesiapan perlengkapan belajar 1
3 Siswa mengerjakan tugas dengan baik 2
4 Keseriusan dalam belajar 1
5 Sikap tanggap terhadap pertanyaan guru 1
6 Kerjasama sesama siswa 1
7 Kerjasama dengan guru 1
8 Ulah siswa dalam kelas 1
9 Keaktifan dalam belajar 1
10 Minat dalam belajar 1
Total skor 11

Skala penilaian tiap aspek: Skala penilaian total skor:


1 = kurang baik 1 – 10 = berprestasi rendah
2 = cukup baik 11 – 20 = berprestasi sedang
3 = baik 21 – 30 = berprestasi tinggi

Berdasarkan data yang terdapat pada tabel 4.5 bahwa keaktifan siswa hanya
mencapai skor 11 (berprestasi sedang). Terlihat dari beberapa aspek yang masih
kurang, maka diperlukan peningkatan terhadap kegiatan pembelajaran agar
suasana pembelajaran berjalan dengan kondusif dan siswa menjadi aktif dalam
mengikuti kegiatan pembelajaran.
Aktivitas guru selama pembelajaran pun tidak luput dari pengamatan peneliti.
Terlihat guru masih menggunakan metode pembelajaran konvensional. Siswa
hanya diperintahkan untuk membaca bersama-sama, lalu kemudian dilakukan
tanya jawab terkait dengan cerita yang dibaca bersama-sama tadi. Setelah itu
siswa diminta untuk menceritakan kembali isi dongeng yang dibacanya di depan
43

kelas. Terlihat hanya 3 siswa yang berani maju ke depan kelas, sedangkan yang
lainnya tidak mau maju ke depan kelas karena malu. Siswa yang maju ke depan
kelas, ketika bercerita pun masih dibimbing oleh guru. Siswa terlihat terbata-bata
dan kurang baik penggunaan kalimatnya ketika bercerita di depan kelas. Berikut
adalah hasil observasi terhadap aktivitas guru selama pembelajaran.
Tabel 4.6 Hasil Observasi Terhadap Aktivitas Guru Pratindakan

No Aspek Yang Dinilai Skor


1 Kejelasan dalam suara 2
2 Penggunaan metode/teknik mengajar 1
3 Memberikan dorongan agar siswa aktif 1
4 Pembelajaran berorientasi kepada sasaran 1
5 Pengelolaan kelas 1
6 Penggunaan waktu 1
7 Baik dalam mengatur suasana pembelajaran 1
8 Menanggapi pertanyaan/pernyataan siswa 1
9 Adil dalam mendistribusikan pertanyaan 1
10 Menarik dalam menyajikan bahan pembelajaran 1
11 Penguasaan materi 1
12 Bervariasi dalam memberikan pertanyaan dan teknik 1
bertanya
13 Dapat mengecek pemahaman siswa 1
14 Tepat saat mengakhiri pembelajaran 1
Total skor 15

Skala penilaian tiap aspek: Skala penilaian total skor:


1 = kurang baik 1 – 14 = berprestasi rendah
2 = cukup baik 15 – 28 = berprestasi sedang
3 = baik 29 – 42 = berprestasi tinggi
Berdasarkan tabel 4.6 dapat diketahui bahwa keaktifan guru dalam
melaksanakan pembelajaran masih jauh dari harapan. Hal ini terlihat dari jumlah
44

skor yang diperoleh yaitu sebesar 15 (berprestasi sedang). Masih banyak aspek-
aspek yang belum terpenuhi, seperti penyampaian materi yang kurang menarik,
siswa belum terlihat aktif dalam pembelajaran, dan seterusnya. Dengan kondisi
seperti ini, maka diperlukan adanya perbaikan dalam proses pembelajaran,
sehingga pada akhirnya sangat berpengaruh pada hasil akhirnya yaitu hasil belajar
siswa. Proses yang baik akan memperoleh hasil yang baik pula.
Hasil tes terhadap kemampuan berbicara siswa yang dilakukan pada tahap
pratindakan ini dapat dilihat pada tabel 4.7 di bawah ini, yaitu:

Tabel 4.7 Hasil Belajar Keterampilan Berbicara Siswa Pratindakan


Tingkat Kefasihan
No Ketepatan Pemahaman Kelancaran Total Nilai
Cerita Skor
1 3 3 3 9 60
2 3 3 3 9 60
3 3 3 3 9 60
4 2 2 2 6 40
5 3 3 3 9 60
6 3 4 3 10 66
7 3 3 3 10 60
8 2 3 2 7 47
9 2 3 3 8 53
10 3 3 3 9 60
11 3 3 3 9 60
12 3 3 3 9 60
13 3 4 4 11 73
14 3 4 4 11 73
15 2 3 3 8 53
16 3 4 3 10 66
17 3 4 3 10 66
Total Nilai 1017
Rata-Rata 59,8
45

Kriteria penilaian:

1. Kurang sekali, tidak ada unsur yang benar.


2. Kurang, ada sedikit unsur yang benar.
3. Sedang, jumlah unsur benar dan salah kurang lebih seimbang.
4. Baik, ketepatan tinggi dengan sedikit kesalahan.
5. Baik sekali, tepat sekali, tanpa atau hampir tanpa kesalahan.

Penghitungan : (total skor : skor maksimal) x 100


Skor maksimal : 3x5 = 15

Berdasarkan hasil perolehan nilai pratindakan diketahui nilai tertinggi,


terendah, dan nilai rata-rata dalam pratindakan dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut
ini:
Tabel 4.8 Tingkat Penguasaan Pratindakan
Tingkat Penguasaan Pratindakan Nilai
Nilai tertinggi siswa 73
Nilai terendah siswa 40
Nilai rata-rata siswa 59,8
Nilai KKM 65

Dari tabel 4.8 dapat dilihat nilai tertinggi siswa yaitu 73, sedangkan nilai
terendah siswa adalah 40. Adapun nilai rata-ratanya sebesar 59,8. Dapat
disimpulkan bahwa pelaksanaan pratindakan ini nilai rata-rata siswa belum
mencapai nilai KKM (65).
Dari seluruh siswa kelas III yang berjumlah 17 siswa, hanya 5 siswa atau
sebanyak 29,41% siswa yang nilainya mencapai KKM (65). Rendahnya
kemampuan berbicara siswa khususnya pada materi dongeng menunjukkan
adanya kelemahan yang dihadapi siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia
pada aspek berbicara dengan menceritakan kembali isi dongeng yang hanya
dibaca oleh siswa. Berikut adalah hasil tes awal kemampuan menceritakan
kembali (berbicara) siswa kelas III yang ditunjukkan pada tabel 4.9 berikut ini:
46

Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Hasil Kemampuan Berbicara Siswa Pratindakan


Frekuensi Nilai Tengah Prosentase
No Interval (fi) (Xi) fi.Xi (%) Keterangan
1 40 - 45 1 42,5 42,5 5,88 di bawah KKM
2 46 - 51 1 48,5 48,5 5,88 di bawah KKM
3 52 - 57 2 54,5 109 11,76 di bawah KKM
4 58 - 63 8 60,5 484 47,05 di bawah KKM
5 64 - 69 3 66,5 199,5 17,64 di atas KKM
6 70 - 75 2 72,5 145 11,76 di atas KKM
Jumlah 17 1028,5 100
Nilai Rata-rata = 1028,5 : 17 = 60,5
Ketuntasan Klasikal = (5 : 17)x 100% = 29,41 %

Dari tabel distribusi frekuensi penilaian hasil kemampuan berbicara siswa


kelas III MI Ziyadatul Huda pada kondisi awal terlihat hanya 5 siswa yang sudah
tuntas dan 12 siswa yang belum tuntas, dengan persentase ketuntasan klasikal
29,41%. Berikut penyajian dalam bentuk grafik, yaitu:

PRATINDAKAN
9
8
7
6
FREKUENSI

5
4
3
2
1
0
40 - 45 46 - 51 52 - 57 58 - 63 64 - 69 70 - 75
INTERVAL

Grafik 4.1. Kemampuan Berbicara Siswa pada Kondisi Awal

Pada grafik 4.1 terlihat siswa yang belum mencapai KKM sebanyak 1 siswa
dengan rentang nilai antara 40 – 63, dan yang sesudah mencapai KKM sebanyak 5
siswa dengan rentang nilai 64 – 75. Nilai terendah adalah 40 dan nilai tertinggi
47

adalah 73. Sehubungan dengan hal tersebut, maka peneliti berusaha untuk
meningkatkan kemampuan berbicara siswa dengan mengadakan penelitian di
kelas III MI Ziyadatul Huda dengan menggunakan metode bermain peran pada
pelajaran Bahasa Indonesia pokok materi menceritakan kembali isi dongeng. Hal
ini bertujuan untuk membantu siswa yang masih memiliki kemampuan berbicara
yang rendah, selain itu agar lebih meningkatkan proses pembelajaran sehingga
hasil belajarnya lebih menyenangkan dan memuaskan.
Berdasarkan pengamatan di kelas III, peneliti menyimpulkan situasi kelas
sudah cukup kondusif, tetapi guru harus lebih memperkaya pengetahuannya
tentang metode pembelajaran yang membuat siswa aktif, dan memberikan
bimbingan kepada siswa yang belum lancar dalam berbicara. Berikut kendala-
kendala yang terjadi pada tahap pratindakan,yaitu:
1) Pada saat pembelajaran berlangsung suasana sudah cukup kondusif, meski
terkadang ada siswa yang tidak bisa untuk duduk tenang di tempat duduknya
dan ada siswa yang memainkan alat tulis mereka. Secara keseluruhan mereka
mengikuti pembelajaran dengan baik dan mengerjakan apa yang
diperintahkan oleh guru.
2) Metode pembelajaran yang digunakan guru dalam menyajikan pembelajaran
pada aspek berbicara masih menggunakan metode konvensional yaitu siswa
diminta untuk membuka buku teks, lalu membaca secara lisan bersama-sama.
3) Pada saat tes akhir, yakni menceritakan kembali isi dongeng yang dibaca,
beberapa siswa terlihat malu dan tidak lancar dalam bercerita, serta
penggunaan kata-kata yang belum tepat.
4) Guru tidak melatih keberanian siswa untuk berbicara di depan kelas, karena
siswa hanya diminta untuk bercerita dari tempat duduknya saja.

Berdasarkan pengamatan di kelas III MI Ziyadatul Huda, peneliti


menyimpulkan situasi kelas sudah cukup kondusif, tetapi guru harus lebih
memperkaya pengetahuannya tentang metode pembelajaran yang membuat siswa
aktif, dan melatih keberanian siswa dalam mengungkapkan ide dan gagasannya
48

secara lisan. Dengan kondisi seperti ini maka diperlukan adanya tindakan siklus I
untuk perbaikan.

2. Tindakan Siklus I
Tindakan siklus I dilaksanakan 1 kali petemuan (2x35 menit) pada tanggal 2
November 2013. Adapun tahapan-tahapan yang di lakukan pada siklus I adalah
sebagai berikut :
a) Perencanaan Tindakan
Pada tahap perencanaan ini dilakukan pengamatan terhadap proses
pembelajaran Bahasa Indonesia yang dilaksanakan di kelas III untuk mengetahui
model pembelajaran yang dilakukan guru, serta keaktifan siswa dalam mengikuti
pelajaran yang dilaksanakan. Di samping itu mencatat hasil belajar siswa berupa
nilai formatif mata pelajaran Bahasa Indonesia pada pokok kemampuan berbicara.
Berdasarkan pengamatan dan pencatatan terhadap proses pembelajaran dan hasil
belajar di MI Ziyadatul Huda pada pratindakan diperoleh informasi sebagai data
awal bahwa sebanyak 12 siswa (70,59%) yang belum mencapai KKM (65) dan
yang mencapai nilai KKM sebanyak 5 siswa (29,41%). Setelah dilakukan
pengamatan, ternyata sebagian besar siswa belum mampu mengungkapkan pikiran
dan gagasannya secara lebih leluasa serta belum dapat mengungkapkan atau
berbicara dengan aturan berbicara yang benar. Siswa belum terampil dalam
menyusun kalimat-kalimat dan belum memperhatikan tanda baca dalam teks
dongeng yang dibuat guru, sehingga berbicaranya tidak berirama sesuai dengan isi
cerita tersebut. Bertolak dari kenyataan tersebut diadakan konsultasi dengan
Kepala Sekolah mengenai alternatif peningkatan kemampuan berbicara dengan
menggunakan metode bermain peran dalam proses pembelajaran.
Perencanaan penelitian tindakan kelas pada siklus I meliputi kegiatan-
kegiatan sebagai berikut:
1) Menentukan pokok bahasan atau memilih kompetensi dasar atau indikator
yang sesuai dengan keterampilan berbicara di kelas III. Alasan memilih
kompetensi dasar atau indikator tersebut adalah:
49

a) Kompetensi dasar atau indikator tentang keterampilan berbicara sangat


sulit dikuasai oleh siswa. Siswa banyak mengalami kesulitan pada
indikator tersebut.
b) Kompetensi dasar atau indikator keterampilan berbicara tersebut nantinya
dapat dipergunakan dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam
keterampilan berbicara lebih lanjut.
c) Pemilihan kompetensi dasar atau indikator keterampilan berbicara
didasarkan pada kurikulum yang berlaku dan harapan masyarakat terhadap
hasil belajar siswa.
2) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran disusun 1 x petemuan. Waktu yang
dibutuhkan untuk satu kali pertemuan adalah 2 jam pelajaran atau sekitar 70
menit. Siklus I dilaksanakan pada tanggal 2 November 2013. Perencanaan RPP
mencakup penentuan: standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, langkah-
langkah/skenario pembelajaran, media, metode dan sumber pembelajaran serta
sistem penilaian. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) terlampir.
3) Mempersiapkan Fasilitas dan Sarana Pendukung
Fasilitas dan sarana pendukung yang perlu disiapkan untuk pelaksanaan
pembelajaran adalah:
a) Ruang belajar
Ruang belajar yang digunakan adalah ruang belajar yang biasa digunakan
setiap hari. Kursi diatur sedemikian rupa, sesuai dengan kebutuhan.
b) Buku pelajaran
Buku pelajaran Bahasa Indonesia digunakan sebagai buku acuan belajar.
Buku yang digunakan yaitu SASEBI terbitan Erlangga.

b. Pelaksanaan Tindakan
Dalam tahapan ini guru melaksanakan proses pembelajaran dengan
menggunakan metode bermain peran dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) yang telah disusun pada tahap perencanaan. Siklus I dilaksanakan sebanyak
1 kali pertemuan. Pertemuan ini dilaksanakan pada tanggal 2 November 2013
50

pada jam pertama dan kedua yaitu pukul 07.00-08.10 WIB. Materi yang diajarkan
adalah dongeng yang berjudul Kelinci yang Sombong dan Kura-Kura yang baik
Hati. Indikator Pembelajarannya adalah siswa dapat menceritakan kembali isi
dongeng dengan bahasanya sendiri. Pembelajaran dilaksanakan dengan
menerapkan metode bermain peran. Media penunjang yang digunakan
pembelajaran ini adalah menggunakan media sederhana yang disesuaikan dengan
tokoh drama yang diperankan.
Pada kegiatan awal guru mengucapkan salam, lalu meminta salah satu siswa
untuk memimpin berdoa, kemudian guru melanjutkan dengan kegiatan presensi.
Guru mengkondisikan kesiapan siswa untuk menerima pelajaran dengan tepuk
tenang. Guru memberikan apersepsi dengan menyampaikan materi yang akan
disampaikan, dan tanya jawab dengan siswa tentang pengalaman mereka dalam
bercerita.
Kegiatan inti pada tahap eksplorasi, guru menjelaskan tentang dongeng,
kemudian menceritakan isi dongeng kepada siswa secara singkat. Lalu melakukan
tanya jawab terkait dengan isi dongeng, contoh: berapa tokoh yang ada dalam
dongeng yang ibu ceritakan tadi?, siapa nama tokoh-tokoh tersebut? Selanjutnya
menyampaikan teknik pembelajaran yang akan digunakan. Pada tahap elaborasi,
guru memberikan teks cerita kepada siswa. Kemudian memberi kesempatan
kepada siswa untuk membaca teks cerita tersebut. Guru meminta 2 orang siswa
untuk menceritakan kembali teks cerita yang dibacanya. Setelah siswa membaca
teks cerita yang diberikan guru, guru membagi dialog kepada siswa (setiap siswa
mendapat dialog). Agar berjalan lancar, guru memberi kesempatan kepada siswa
untuk menanyakan hal-hal yang belum dipahami terkait dengan teks cerita dan
peran yang akan dimainkan. Guru menjelaskan kepada siswa yang mendapatkan
peran dan dialog, sehingga mereka tahu tugasnya, menguasai masalahnya, dan
pandai bermimik serta berdialog. Setelah siswa memahami tugas yang diberikan
guru, kemudian guru mempersilahkan kepada siswa untuk mulai bermain peran.
Guru mengatur jalannya bermain peran untuk meminimalisasi terjadinya
kekeliruan, sehingga cerita yang diperankan dapat dipahami siswa. Setelah drama
mencapai klimaks, guru menghentikan permainan drama agar kemungkinan-
51

kemungkinan pemecahan masalah dapat didiskusikan. Siswa menyampaikan


pendapatnya dan memberikan penilaian terhadap penampilan temannya.
Membuka tanya jawab diskusi dan meminta siswa untuk memberikan penilaian
terhadap siswa lainnya yang sudah maju ke depan kelas. Pada tahap konfirmasi,
Guru menanyakan kepada siswa tokoh apa yang paling sulit diperankan. Guru
memberikan penekanan pada tokoh yang paling sulit diperankan. Kemudian guru
mengajak siswa untuk menyimpulkan pembelajaran hari ini.
Kegiatan akhir pembelajaran atau penutup diisi dengan mengecek apakah
tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan memberikan tes kinerja secara individu
yaitu menceritakan kembali isi dongeng dengan bahasanya sendiri di depan kelas.
Kemudian guru mengakhiri pembelajaran dengan mengucap hamdalah bersama-
sama siswa.

c. Observasi
Tahap observasi dilakukan bersamaan dengan tahap pelaksanaan tindakan,
artinya observasi dilakukan pada saat proses pembelajaran berlangsung. Observasi
dilakukan oleh guru dan teman sejawat selaku observer. Hasil pengamatan lembar
observasi guru dan siswa pada siklus I ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.10 Hasil Pengamatan Terhadap Aktivitas Siswa Siklus I

No Aspek Yang Dinilai Skor


1 Kedisiplinan siswa 2
2 Kesiapan perlengkapan belajar 2
3 Siswa mengerjakan tugas dengan baik 2
4 Keseriusan dalam belajar 2
5 Sikap tanggap terhadap pertanyaan guru 2
6 Kerjasama sesama siswa 2
7 Kerjasama dengan guru 2
8 Ulah siswa dalam kelas 2
9 Keaktifan dalam belajar 2
10 Minat dalam belajar 2
Total skor 20
52

Skala penilaian tiap aspek : Skala penilaian total skor :


1 = kurang baik 1—10 = berprestasi rendah
2 = cukup baik 11—20 = berprestasi sedang
3 = baik 21—30 = berprestasi tinggi

Berdasarkan data yang terdapat pada tabel 4.10 bahwa keaktifan siswa terlihat
ada peningkatan yaitu mencapai skor 20 (berprestasi sedang). Terlihat dari
beberapa aspek yang sudah ada peningkatan, suasana pembelajaran berjalan
dengan kondusif dan siswa terlihat cukup aktif dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran. Hal ini berarti peran dan keikutsertaan siswa dalam proses
pembelajaran semakin meningkat. Dengan meningkatnya aktivitas siswa dalam
proses pembelajaran diharapkan siswa lebih memahami materi dongeng sehingga
dapat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Hal ini disebabkan pula karena
pembelajaran yang dilaksanakan menggunakan metode yang membuat siswa aktif,
dimana siswa diikutsertakan dalam pembelajaran. Siswa tidak hanya menjadi
obyek pembelajaran, tetapi juga menjadi subyek pembelajaran.
Keaktifan atau kegiatan guru mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat
pada tabel 4.11 di bawah ini yang menjelaskan tentang hasil observasi terhadap
kegiatan guru.
Tabel 4.11 Hasil Observasi Terhadap Aktivitas Guru Siklus I

No Aspek Yang Dinilai Skor


1 Kejelasan dalam suara 2
2 Penggunaan metode/teknik mengajar 2
3 Memberikan dorongan agar siswa aktif 2
4 Pembelajaran berorientasi kepada sasaran 2
5 Pengelolaan kelas 3
6 Penggunaan waktu 3
7 Baik dalam mengatur suasana pembelajaran 2
8 Menanggapi pertanyaan/pernyataan siswa 2
9 Adil dalam mendistribusikan pertanyaan 2
10 Menarik dalam menyajikan bahan pembelajaran 2
53

11 Penguasaan materi 3
12 Bervariasi dalam memberikan pertanyaan dan teknik 2
bertanya
13 Dapat mengecek pemahaman siswa 2
14 Tepat saat mengakhiri pembelajaran 3
Total skor 32

Skala penilaian tiap aspek : Skala penilaian total skor :


1 = kurang baik 1—10 = berprestasi rendah
2 = cukup baik 11—20 = berprestasi sedang
3 = baik 21—30 = berprestasi tinggi

Hasil pengamatan terhadap aktivitas guru pada siklus I menunjukkan adanya


peningkatan. Skor yang diperoleh mencapai 32 (berprestasi tinggi). Pada siklus I
ini, guru terlihat sudah dapat membuat siswa cukup aktif dalam pembelajaran.
Ada beberapa aspek yang harus lebih ditingkatkan lagi, di antaranya kejelasan
suara, kelihaian dalam mengaplikasikan metode yang dipilih, mengkondisikan
kelas, menanggapi pertanyaan atau pernyataan siswa, daya tarik dalam penyajian
materi, dan teknik bertanya,dll.
Dari pengamatan yang dilakukan, dapat diketahui bahwa pembelajaran
Bahasa Indonesia pada pokok bahasan dongeng yang dilaksanakan dengan
menggunakan metode bermain peran pada siklus I dapat disimpulkan bahwa
aktivitas siswa dan guru sudah ada peningkatan, namun belum maksimal,
meskipun sudah ada perubahan. Tetapi hasil yang diharapkan belum dapat dicapai
dengan baik.
Pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan guru dan siswa, pastinya
mempengaruhi hasil. Hasil belajar siswa pada siklus I ini dapat dilihat pada tabel
4.12 di bawah ini.
54

Tabel 4.12 Hasil Belajar Keterampilan Berbicara Siswa Siklus I


Tingkat Kefasihan
No Ketepatan Pemahaman Kelancaran Total Nilai
Cerita Skor
1 3 4 3 10 66
2 3 4 3 10 66
3 4 4 3 11 73
4 2 3 3 8 53
5 3 4 3 10 66
6 4 4 3 11 73
7 3 4 3 10 66
8 3 4 3 10 66
9 3 4 3 10 66
10 4 4 3 11 73
11 4 4 3 11 73
12 3 4 3 10 66
13 4 4 4 12 80
14 3 4 4 11 73
15 3 3 3 9 60
16 3 4 4 11 73
17 4 4 3 11 73
Total Nilai 1166
Rata-Rata 68,5

Kriteria penilaian:

1. Kurang sekali, tidak ada unsur yang benar.


2. Kurang, ada sedikit unsur yang benar.
3. Sedang, jumlah unsur benar dan salah kurang lebih seimbang.
4. Baik, ketepatan tinggi dengan sedikit kesalahan.
5. Baik sekali, tepat sekali, tanpa atau hampir tanpa kesalahan.

Penghitungan : (total skor : skor maksimal) x 100


Skor maksimal : 3x5 = 15
55

Berdasarkan hasil perolehan nilai siklus I diketahui nilai tertinggi, terendah,


dan nilai rata-rata dalam siklus I dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.13 Tingkat Penguasaan Siklus I


Tingkat Penguasaan Siklus I Nilai
Nilai tertinggi siswa 80
Nilai terendah siswa 53
Nilai rata-rata siswa 68,5
Nilai KKM 65

Dari tabel 4.13 dapat dilihat nilai tertinggi siswa yaitu 80, sedangkan nilai
terendah siswa adalah 53. Adapun nilai rata-ratanya sebesar 68,5. Dapat
disimpulkan bahwa pelaksanaan tindakan siklus I ini nilai rata-rata siswa lebih
tinggi dari nilai KKM (65).
Di bawah ini merupakan interval nilai dan frekuensi kemampuan membaca
siswa pada siklus I, yaitu :

Tabel 4.14 Frekuensi Nilai Membaca Permulaan Siswa Pada Siklus I

Frekuensi Nilai Tengah Prosentase


No Interval (fi) (Xi) fi.Xi (%) Keterangan
1 53 - 57 1 55 55 5,8 di bawah KKM
2 58 - 62 1 60 60 11,7 di bawah KKM
3 63 - 67 7 65 455 23,5 tepat dan di atas KKM
4 68 - 72 0 70 0 52,9 di atas KKM
5 73 - 77 7 75 525 0 di atas KKM
6 78 - 82 1 80 80 5,8 di atas KKM
Jumlah 17 1175 100
Nilai Rata-rata = 1175 : 17 = 69,11
Ketuntasan Klasikal = (15 : 17)x 100 = 88,23 %

Pada tabel 4.14 terlihat nilai siswa yang sudah tuntas dan yang belum tuntas.
Siswa yang tuntas sebanyak 15 siswa dengan persentase ketuntasan klasikal
sebesar 88,23%, sedangkan siswa yang belum tuntas sebanyak 2 siswa dengan
56

persentase sebesar 11,76%. Berikut ini grafik yang menunjukkan peningkatan


keterampilan berbicara siswa pada siklus I.

SIKLUS I
8
7
6
FREKUENSI

5
4
3
2
1
0
53 - 57 58 - 62 63 - 67 68 - 72 73 - 77 78 - 82
INTERVAL

Grafik 4.2. Grafik Kemampuan Berbicara Siswa pada Siklus I

Pada grafik 4.2 dapat dilihat bahwa siswa yang mendapat nilai antara 53 – 57
sebanyak 1 orang (5,8%), yang mendapat nilai antara 58 – 62 sebanyak 1 orang
(5,8%), yang mendapat nilai antara 63 – 67 sebanyak 7 orang (41,17%), yang
mendapat nilai antara 68 – 72 tidak ada, yang mendapat nilai antara 73 – 77
sebanyak 7 orang (41,17%), dan yang mendapat nilai antara 78 – 82 sebanyak 1
orang (5,8%). Berarti siswa yang sudah mencapai KKM sebanyak 15 orang
(88,23%). Kondisi seperti ini dapat penulis jelaskan, bahwa suasana pembelajaran
sudah cukup membuat siswa senang dan aktif, siswa dapat mengikuti
pembelajaran dengan baik. Hanya sedikit siswa yang masih agak lambat, karena
keterbatasan yang ada pada diri siswa tersebut. Tetapi hal ini tidak menjadikan
peneliti tinggal diam, justru menjadi pemacu untuk meningkatkan kemampuan
siswa yang agak lambat dalam belajar. Berdasarkan nilai yang ada pada siklus I
ini, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan siklus I dinilai cukup berhasil.

d. Refleksi
Setelah melihat data yang sudah didapat pada siklus I, meliputi lembar
observasi guru, lembar observasi siswa, dan nilai tes kemampuan berbicara,
57

terlihat adanya peningkatan. Dengan penerapan metode bermain peran, telah


berhasil membuat siswa bersemangat dalam belajar bahasa Indonesia pada aspek
berbicara. Namun, penulis belum merasa puas. Hal ini didasarkan pada hasil nilai
tes kemampuan berbicara siswa. Masih terdapat beberapa siswa yang belum
mencapai nilai KKM. Penulis berharap semua siswa dapat lancar berbicara
sehingga tidak ada lagi yang belum mampu berbicara. Berikut catatan lapangan
penulis dan teman sejawat selaku observer:
Tabel 4.15 Catatan Lapangan Siklus I

No Kendala/Kesulitan Solusi/Saran Perbaikan


1 Masih terdapat siswa yang kurang Guru bersikap lebih tegas lagi agar
disiplin selama pembelajaran siswa disiplin.
berlangsung.
2 Masih terdapat beberapa siswa yang Diperlukan bimbingan khusus bagi
kemampuan berbicaranya rendah dan siswa yang lambat setelah jam
belum mencapai nilai KKM. pelajaran usai.
3 Guru masih terlihat melirik-lirik ke Sebaiknya tidak usah terlalu kaku,
RPP, sehingga terlihat kurang luwes. yang terpenting secara garis besar
isi dari RPP terlaksana dengan baik
dan sistematis.
4 Bermain perannya kurang maksimal, Perlu sedikit modifikasi dalam
karena siswa masih malu-malu. bermain peran. Sebaiknya
pembagian dialog disesuaikan
dengan kemampuan setiap siswa.
5 Ketika dilakukan tes berbicara, siswa Guru memberikan tugas bagi siswa
yang belum mendapat giliran sedikit yang belum mendapat giliran untuk
gaduh karena tidak diberikan meminimalisir kegaduhan dalam
kesibukan. kelas
58

3. Tindakan Siklus II
a. Perencanaan Tindakan
Tindakan siklus II dilaksanakan 1kali pertemuan, yaitu tanggal 9 Nopember
2013 . Alokasi waktu pertemuan adalah 2 x 35 menit. Tahapan-tahapan yang
dilakukan pada siklus II adalah sebagai berikut:
a) Perencanaan
Berdasarkan hasil refleksi pelaksanaan tindakan siklus I diketahui bahwa
sudah menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar Bahasa Indonesia pokok
bahasan kemampuan berbicara pada siswa kelas III MI Ziyadatul Huda, tetapi
belum berhasil dengan maksimal. Hal ini ditunjukkan masih ada 8 siswa yang
belum tuntas dalam pembelajaran berbicara. Dari hasil tindakan siklus I, diadakan
diskusi sekaligus konsultasi dengan guru kelas III untuk mencari alternatif
pemecahan agar dapat meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia pada pokok
materi dongeng pada siswa kelas III MI Ziyadatul Huda. Dari diskusi tersebut
diperoleh kesepakatan bahwa pelaksanaan tindakan siklus II dilaksanakan dalam 1
pertemuan dengan alokasi waktu pertemuan 2 x 35 menit yaitu pada hari Sabtu
tanggal 9 Nopember 2013. Hal yang perlu diperbaiki guru dalam pembelajaran
berbicara, dengan metode bermain peran sebagai upaya untuk mengatasi
rendahnya kemampuan siswa dalam mengungkapkan ide dan gagasannya.
Selanjutnya peneliti melakukan langkah-langkah perencanaan pembelajaran
bahasa Indonesia yang difokuskan pada aspek berbicara dengan menerapkan
teknik bermain peran, sebagai berikut:

1) Memilih indikator yang sesuai dengan pokok materi berbicara.


2) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana Pembelajaran disusun 1 kali pertemuan dengan alokasi pertemuan 2
jam pelajaran atau 2 x 35 menit yang dilaksanakan pada tanggal 9 November
2013. Perencanaan Pembelajaran mencakup penentuan: Standar Kompetensi,
Kompetensi Dasar, indikator, media, teknik, sumber pembelajaran, langkah-
langkah/skenario pembelajaran, dan sistem penilaian. Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran terlampir.
59

3) Mempersiapkan Fasilitas dan Sarana Pendukung


Fasilitas dan sarana pendukung yang perlu disiapkan untuk pelaksanaan
pembelajaran adalah ruang belajar. Ruang belajar yang digunakan diatur sesuai
kebutuhan, yakni kursi diatur dengan model U atau per individu.
Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I, maka peneliti memutuskan untuk
melanjutkan ke siklus II . Siklus II ini merupakan perbaikkan dari siklus I. RPP
yang dipersiapkan oleh peneliti atau guru sama dengan RPP yang digunakan pada
siklus I, hanya ada perbedaan yaitu pada materi dongengnya saja. Pada siklus I,
dongeng yang digunakan berjudul Kelinci yang Sombong dan Kura-Kura, maka
pada siklus II penulis memilih dongeng yang cukup menarik yaitu berjudul Si
Keledai Ingin Berguna.
b. Tahap Pelaksanaan
Seperti yang telah direncanakan sebelumnya, pelaksanaan siklus II ini
dilaksanakan pada tanggal 9 November 2013, sebanyak 1 kali pertemuan. Di awal
pembelajaran, seperti biasanya guru mengucapkan salam, menanyakan kabar serta
mengecek kehadiran siswa. Tidak lupa menyampaikan tujuan pembelajaran.
Langkah-langkah pembelajaran pada tahap ini masih sama dengan siklus I.
Hanya berbeda pada materi dongengnya saja dan pembagian kelompok. Materi
dongeng berjudul Si Keledai Ingin Berguna. Di sini guru membuat beberapa
kelompok. Diharapkan dengan bermain secara berkelompok, siswa lebih serius
dan bertanggung jawab lagi dalam menjalankan tugasnya masing-masing.
Sebelum siswa bermain peran secara berkelompok, guru memberikan waktu
kepada siswa untuk berlatih bersama kelompoknya masing-masing selama 10
menit. Pembagian peran ditentukan oleh guru yang disesuaikan dengan
kemampuan siswa. Setelah berlatih, guru memanggil setiap kelompok secara
acak. 17 siswa dibagi menjadi 3 kelompok, berarti setiap kelompok terdiri dari 5 –
6 orang.
Secara berkelompok, siswa maju ke depan kelas untuk memainkan peran
sesuai dengan materi dongeng yang diberikan guru. Terlihat siswa sangat
menikmati pembelajaran pada siklus II ini. Siswa sudah mulai percaya diri dan
tidak gugup lagi ketika memainkan peran di depan kelas.
60

Di akhir pembelajaran, guru melakukan tes secara lisan. Siswa ditugaskan


untuk menceritakan kembali isi dongeng yang telah diperankannya secara
individu. Agar tidak gaduh seperti yang terjadi pada siklus I, maka guru
memberikan tugas kepada siswa yang belum mendapat giliran untuk menuliskan
isi dongeng dengan bahasanya sendiri yang nantinya akan diceritakan secara lisan
di hadapan guru. setelah selesai semuanya, guru bersama siswa mengakhiri
pembelajaran dengan mengucapkan hamdalah bersama-sama.

c. Observasi
Tahap observasi dilakukan pada saat proses pembelajaran berlangsung.
Pengamatan dilakukan oleh peneliti. Setiap aktivitas siswa diamati dengan cermat.
Hasil pengamatan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.16 Hasil Pengamatan Terhadap Aktivitas Siswa Siklus II

No Aspek Yang Dinilai Skor


1 Kedisiplinan siswa 3
2 Kesiapan perlengkapan belajar 2
3 Siswa mengerjakan tugas dengan baik 3
4 Keseriusan dalam belajar 3
5 Sikap tanggap terhadap pertanyaan guru 3
6 Kerjasama sesama siswa 3
7 Kerjasama dengan guru 3
8 Ulah siswa dalam kelas 2
9 Keaktifan dalam belajar 3
10 Minat dalam belajar 3
Total skor 28

Skala penilaian tiap aspek : Skala penilaian total skor :


1 = kurang baik 1—10 = berprestasi rendah
2 = cukup baik 11—20 = berprestasi sedang
61

3 = baik 21—30 = berprestasi tinggi

Berdasarkan data yang terdapat pada tabel 4.16 bahwa keaktifan siswa terlihat
adanya peningkatan yaitu mencapai skor 28 (berprestasi tinggi). Terlihat dari
beberapa aspek yang sudah ada peningkatan, suasana pembelajaran berjalan
dengan kondusif dan siswa terlihat aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.
Aktivitas guru juga menunjukkan adanya peningkatan. Guru sudah terlihat
luwes dalam menjalankan tugasnya. Hal ini terlihat pada data yang didapat selama
penelitian, yaitu sebagai berikut:

Tabel 4.17 Hasil Observasi Terhadap Aktivitas Guru Siklus II

No Aspek Yang Dinilai Skor


1 Kejelasan dalam suara 3
2 Penggunaan metode/teknik mengajar 3
3 Memberikan dorongan agar siswa aktif 3
4 Pembelajaran berorientasi kepada sasaran 3
5 Pengelolaan kelas 3
6 Penggunaan waktu 3
7 Baik dalam mengatur suasana pembelajaran 3
8 Menanggapi pertanyaan/pernyataan siswa 2
9 Adil dalam mendistribusikan pertanyaan 3
10 Menarik dalam menyajikan bahan pembelajaran 3
11 Penguasaan materi 3
12 Bervariasi dalam memberikan pertanyaan dan teknik 2
bertanya
13 Dapat mengecek pemahaman siswa 3
14 Tepat saat mengakhiri pembelajaran 3
Total skor 40
62

Skala penilaian tiap aspek : Skala penilaian total skor :


1 = kurang baik 1 – 14 = berprestasi rendah
2 = cukup baik 15 – 28 = berprestasi sedang
3 = baik 29 – 42 = berprestasi tinggi

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap aktivitas guru di atas, dapat


disimpulkan bahwa guru sudah melaksanakan tugasnya dengan baik. Hal itu
telihat dari jumlah skor yang diperoleh, yaitu 40 (berprestasi tinggi). Pada siklus II
ini sudah sangat baik dalam melaksanakan tugasnya dalam menyajikan
pembelajaran kepada siswa.
Pada akhir siklus II ini, peneliti yang sekaligus sebagai guru melakukan tes
kemampuan berbicara siswa dengan tujuan untuk mengetahui perkembangan
kemampuan siswa dalam berbicara. Berikut hasil nilai tes berbicara siswa pada
siklus II.

Tabel 4.18 Hasil Belajar Keterampilan Berbicara Siswa Siklus II


Tingkat Kefasihan
No Ketepatan Pemahaman Kelancaran Total Nilai
Cerita Skor
1 4 4 4 12 80
2 3 4 4 11 73
3 4 4 4 12 80
4 3 4 3 10 66
5 4 4 3 11 73
6 4 4 4 12 80
7 4 4 3 11 73
8 4 4 3 11 73
9 4 4 4 12 80
10 4 4 5 13 86
11 4 4 4 12 80
12 3 4 4 11 73
13 5 5 4 14 93
63

14 4 4 5 13 86
15 4 4 3 11 73
16 4 4 4 12 80
17 4 4 4 12 80
Total Nilai 1329
Rata-Rata 78,17

Berdasarkan hasil perolehan nilai siklus II diketahui nilai tertinggi, terendah,


dan nilai rata-rata dalam siklus II dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.19 Tingkat Penguasaan Siklus II


Tingkat Penguasaan Siklus II Nilai
Nilai tertinggi siswa 93
Nilai terendah siswa 66
Nilai rata-rata siswa 78,17
Nilai KKM 65

Dari tabel 4.19 dapat dilihat nilai tertinggi siswa yaitu 93, sedangkan nilai
terendah siswa adalah 66. Adapun nilai rata-ratanya sebesar 78,17. Dapat
disimpulkan bahwa pelaksanaan tindakan siklus II berhasil dengan nilai rata-rata
siswa lebih tinggi (78,17) dari nilai KKM (65).
Di bawah ini merupakan interval nilai dan frekuensi kemampuan membaca
siswa pada siklus II, yaitu :

Tabel 4.20 Frekuensi Nilai Membaca Permulaan Siswa Pada Siklus II


Frekuensi Nilai Tengah Prosentase
No Interval (fi) (Xi) fi.Xi (%) Keterangan
1 66 - 70 1 68 68 11,7 tepat dan di atas KKM
2 71 - 75 6 73 438 5,8 di atas KKM
3 76 - 80 7 78 546 35,2 di atas KKM
4 81 - 85 0 83 0 29,4 di atas KKM
5 86 - 90 2 88 176 5,8 di atas KKM
6 91 - 95 1 93 93 11,7 di atas KKM
64

Jumlah 17 1321 100


Nilai Rata-rata = 1321 : 17 = 77,70
Ketuntasan Klasikal = (17 : 17)x 100 = 100 %

Pada tabel 4.20 terlihat nilai siswa sudah tuntas semua. Siswa yang tuntas
sebanyak 17 orang dengan persentase ketuntasan klasikal sebesar 100%. Berikut
ini grafik yang menunjukkan peningkatan keterampilan berbicara siswa pada
siklus II.

SIKLUS II
8
7
6
FREKUENSI

5
4
3
2
1
0
66 - 70 71 - 75 76 - 80 81 - 85 86 - 90 91 - 95
INTERVAL

Grafik 4.3 Grafik Kemampuan Berbicara Siswa pada Siklus II

Pada grafik 4.3 dapat dilihat bahwa siswa yang mendapat nilai antara 66 – 70
sebanyak 1 orang, yang mendapat nilai antara 71 – 75 sebanyak 6 orang, yang
mendapat nilai antara 76 – 80 sebanyak 7 orang, yang mendapat nilai antara 81 –
85 tidak ada, yang mendapat nilai antara 86 – 90 sebanyak 2 orang, dan yang
mendapat nilai antara 91 – 95 sebanyak 1 orang. Berarti siswa yang sudah
mencapai nilai KKM sebanyak 17 orang dengan presentase ketuntasan klasikal
sebesar 100%. Kondisi seperti ini dapat penulis jelaskan, bahwa suasana
pembelajaran sudah cukup membuat siswa senang dan aktif, siswa dapat
mengikuti pembelajaran dengan baik, serta siswa sangat terkesan dengan
pembelajaran yang menggunakan teknik bermain peran ini. dengan teknik
bermain peran ini membuat siswa aktif, dan materi yang disampaikan pun dapat
65

terserap dengan baik oleh siswa. Hal ini dibuktikan dengan nilai yang diperoleh
pada siklus II ini.

d. Refleksi
Setelah melihat nilai siklus II, lembar observasi guru, lembar observasi siswa,
dan catatan lapangan banyak peningkatan yang sudah dicapai. Dalam proses
pembelajaran berbicara dengan menggunakan teknik bermain peran telah berhasil
membuat siswa lancar dalam berbicara. Skenario pembelajaran yang dipersiapkan
pada siklus II ini dapat meningkatkan semangat siswa dalam proses pembelajaran
dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Nilai tertinggi siswa pada siklus II
adalah 93 (di atas KKM), sedangkan terendahnya adalah 66, artinya semua siswa
sudah mencapai nilai KKM. Dengan demikian pembelajaran yang telah
dilaksanakan menunjukkan adanya peningkatan dan mencapai hasil yang
diharapkan.

C. Pemeriksaan Keabsahan Data


Untuk mendapatkan data yang valid dalam penelitian ini, ada beberapa
instrumen yang digunakan, antara lain yaitu lembar observasi aktivitas guru,
lembar observasi aktivitas siswa, lembar penilaian tes kemampuan berbicara
siswa, dan catatan lapangan. Instrumen-instrumen ini digunakan untuk
mempermudah peneliti dalam melakukan pengamatan selama penelitian
berlangsung, sehingga mendapatkan data yang dibutuhkan sebagai laporan hasil
penelitian.
Sebelum melakukan tindakan, peneliti melakukan penelitian pendahuluan
dengan tujuan untuk mengetahui gambaran awal situasi dan kondisi subjek yang
akan dikenai tindakan. Saat melakukan pretest, siklus I, dan siklus II peneliti
memberikan soal tes berbicara kepada siswa dengan tujuan untuk mengetahui
tingkat pemahaman siswa dan kemampuan siswa dalam aspek berbicara. Dari tes
berbicara ini dapat diketahui nilai siswa dalam pretest, siklus I, dan siklus II.
Selain soal tes berbicara siswa, peneliti juga menggunakan lembar observasi
aktivitas guru dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keaktifan guru selama
proses pembelajaran. Lembar observasi aktivitas siswa digunakan dengan tujuan
66

untuk mengetahui tingkat keaktifan siswa selama pembelajaran berlangsung. Dan


catatan lapangan digunakan peneliti untuk mencatat hal-hal yang terjadi saat
pembelajaran berlangsung yang tidak tampak pada lembar observasi guru maupun
siswa, dan dapat digunakan juga sebagai refleksi.

D. Analisis Data
1. Analisis Nilai Siswa
a. Nilai Pretest
Setelah melakukan pratindakan atau pretest, peneliti mendapatkan nilai
kemampuan berbicara siswa pada kondisi awal sebelum dikenai tindakan.
Kemudian nilai-nilai tersebut diurutkan dari yang terendah hingga nilai tertinggi.
Adapun urutannya sebagai berikut:
Tabel 4. 21 Urutan Nilai Pretest Terendah Hingga Tertinggi
40 47 53 53 60 60 60 60 60
60 60 60 66 66 66 73 73 -

Dari tabel 4.21 di atas dapat dilihat nilai terendah pada kondisi awal yaitu 40
dan tertinggi yaitu 73. Siswa yang mendapatkan nilai di bawah KKM berjumlah
12 orang, dan yang mendapat nilai di atas KKM berjumlah 5 orang. Jumlah nilai
yang didapat pada pretest ini yaitu 1017, dengan nilai rata-rata yaitu 59,8. Nilai
rata-rata yang didapat menunjukkan belum mencapai nilai KKM.

b. Nilai Siklus I
Setelah melakukan tindakan pada siklus I dengan menggunakan teknik
bermain peran pada siswa kelas III, nilai yang didapat oleh siswa kemudian
diurutkan mulai dari nilai terendah hingga nilai tertinggi. Adapun urutannya
sebagai berikut:
Tabel 4.22 Urutan Nilai Terendah Hingga Tertinggi Siklus I
53 60 66 66 66 66 66 66 66
73 73 73 73 73 73 73 80 -
67

Dari tabel 4.22 di atas dapat dilihat nilai terendah yaitu 53 dan nilai tertinggi
yaitu 80. Siswa yang belum mencapai nilai KKM berjumlah 2 orang, dan yang
sudah mencapai nilai KKM berjumlah 15 orang. Jumlah nilai yang diperoleh yaitu
sebesar 1166, dengan nilai rata-rata yaitu 68,5. Terdapat peningkatan jumlah nilai
pada siklus I ini dari 1017 menjadi 1166, meningkat 149 poin.

c. Nilai Siklus II
Setelah melakukan tindakan pada siklus II, peneliti memperoleh nilai
kemampuan berbicara siswa. Kemudian nilai tersebut diurutkan mulai nilai
terendah hingga nilai tertinggi. Adapun urutan nilai-nilai tersebut sebagai berikut:

Tabel 4.23 Urutan Nilai Terendah Hingga Tertinggi Siklus II


66 73 73 73 73 73 73 80 80
80 80 80 80 80 86 86 93 -

Dari tabel 4.23 di atas, dapat dilihat perolehan nilai terendah adalah 66, dan
nilai tertinggi adalah 93. Siswa yang mendapat nilai di bawah KKM sudah tidak
ada, dan yang mendapat nilai di atas KKM berjumlah 17 orang. Jumlah nilai yang
diperoleh sebesar 1329, dengan perolehan nilai rata-rata yaitu 78,17. Berdasarkan
data tersebut, maka pelaksanaan siklus II ini dinilai berhasil karena melampaui
nilai yang didapat pada siklus I yang berjumlah 1166, dengan nilai rata-rata yaitu
68,5. Terjadi peningkatan dari siklus I ke siklus II sebanyak 163 poin.

d. Data Hasil Tes Siklus


Perolehan nilai tes berbicara siswa pada setiap siklusnya digabungkan,
kemudian dibandingkan untuk mengetahui tingkat keberhasilan pada setiap
tindakan yang dilakukan dalam penelitian ini.

Tabel 4.24 Data Perolehan Nilai Kemampuan Berbicara Siswa pada Akhir Siklus
No Keterampilan Berbicara
Pratindakan Siklus I Siklus II
1 60 66 80
68

2 60 66 73
3 60 73 80
4 40 53 66
5 60 66 73
6 66 73 80
7 60 66 73
8 47 66 73
9 53 66 80
10 60 73 86
11 60 73 80
12 60 66 73
13 73 80 93
14 73 73 86
15 53 60 73
16 66 73 80
17 66 73 80
Jumlah 1017 1166 1329
Rata-Rata 59,8 68,5 78,17

Tabel 4.25 Distribusi Frekuensi Nilai Pratindakan Siswa

No Skor (X) F F (X)


1 40 1 40
2 47 1 47
3 53 2 106
4 60 8 480
5 66 3 198
6 73 2 146

N = 17 ∑F (X) = 1017

Berdasarkan tabel distribusi frekuensi di atas, selanjutnya penulis mencari


nilai rata-rata dengan rumus :
69

M = ∑F
N
M = 1017 = 59,8
17
Tabel 4. 26 Distribusi Frekuensi Nilai Siswa Siklus I

No Skor (X) F F (X)


1 53 1 53
2 60 1 60
3 66 7 462
4 73 7 511
5 80 1 80

N = 17 ∑F (X) = 1166

Berdasarkan tabel distribusi di atas, selanjutnya penulis mencari nilai rata-rata


dengan rumus sebagai berikut:
M = ∑F
N
M = 1166 = 68,6
17

Tabel 4.27 Distribusi Frekuensi Nilai Siswa Siklus II

No Skor (X) F F (X)


1 66 1 65
2 73 6 67
3 80 7 70
4 86 2 365
5 93 1 75

N = 17 ∑F (X) = 1329

Berdasarkan tabel distribusi di atas, selanjutnya penulis mencari nilai rata-rata


dengan rumus sebagai berikut:
70

M = ∑F
N
M = 1329 = 78,2
17
Tahap selanjutnya penulis mencari selisih nilai rata-rata dari pretest, siklus I,
dan siklus II. Hal ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dalam
keterampilan berbicara siswa kelas III di MI Ziyadatul Huda. Untuk mencari
selisih nilai rata-rata tiap siklusnya menggunakan rumus :
Selisih nilai = X1 ─ Xpretest
= 68,6 ─ 59,8
= 8,8
Selisih nilai = X2 ─ Xpretest
= 78,2 ─ 59,8
= 18,4
Tahap berikutnya penulis mencari persentase peningkatan dengan rumus :
Persentase peningkatan nilai = selisih nilai X1 x 100
∑N
= 8,8 x 100
17
= 51,7%

Persentase peningkatan nilai = selisih nilai X2 x 100


∑N
= 18,4 x 100
17
= 108%
Berdasarkan hasil analisis data nilai di atas, maka dapat diketahui bahwa nilai
yang diperoleh siswa mengalami peningkatan. Hal ini dapat dibuktikan dengan
peningkatan persentase dari pretest ke siklus I sebesar 51,7% dan dari pretest ke
siklus II sebesar 108%.
71

Berdasarkan data-data di atas dapat diketahui perbandingan nilai dari pretest,


siklus I dan siklus II pada grafik berikut:
12

10

8
FREKUENSI

6 PRATINDAKAN
SIKLUS I
4
SIKLUS II
2

0
40 - 48 49 - 57 58 - 66 67 - 75 76 - 84 85 - 93
INTERVAL

Grafik 4.4.Grafik Perbandingan

Pada grafik 4.4 terlihat perbandingan tingkat kemampuan berbicara siswa


pada setiap tindakan. Siswa yang mendapat nilai antara 40 – 48 pada saat pretest
berjumlah 2 orang, pada siklus I tidak ada , dan pada siklus II juga tidak ada siswa
yang mendapat nilai tersebut. Siswa yang mendapat nilai antara 49 – 57 pada saat
pretest berjumlah 2 orang, siklus I berjumlah 1 orang, dan pada siklus II sudah
tidak ada siswa yang mendapat nilai tersebut. Kemudian siswa yang mendapat
nilai antara 58 – 66 pada saat pretest berjumlah 11 orang, siklus I berjumlah 8
orang dan siklus II berjumlah 1 orang. Siswa yang mendapat nilai antara 67 – 75
pada saat pretest berjumlah 2 orang, siklus I berjumlah 7 orang dan siklus II
berjumlah 6 orang. Kemudian siswa yang mendapat nilai antara 76 – 84 pada saat
pretest tidak ada (kemampuan berbicaranya masih rendah), siklus I berjumlah 1
orang, dan siklus II berjumlah 7 orang. Terakhir, siswa yang mendapat nilai antara
85 – 93 hanya ada pada siklus II berjumlah 3 orang. Dari grafik 4.4 ini terlihat
adanya peningkatan kemampuan berbicara siswa pada setiap tindakan. Sebelum
dilakukan tindakan masih banyak siswa mendapat nilai di bawah KKM. Setelah
dilakukan tindakan, hampir semua siswa sudah mencapai nilai KKM.
72

2. Analisis Hasil Observasi


Setiap melaksanakan tindakan, lembar observasi juga digunakan untuk
menganalisis dan merefleksikan setiap siklus tindakan pembelajaran. Hasil dari
observasi terhadap guru dan siswa dapat terlihat pada tabel berikut:
Tabel 4.28 Perkembangan Aktivitas Siswa pada Setiap Tindakan

Skor
No Aspek Yang Dinilai
Pretest Siklus Siklus
I II
1 Kedisiplinan siswa 1 2 3
2 Kesiapan perlengkapan belajar 1 2 2
3 Siswa mengerjakan tugas dengan baik 2 2 3
4 Keseriusan dalam belajar 1 2 3
5 Sikap tanggap terhadap pertanyaan guru 1 2 3
6 Kerjasama sesama siswa 1 2 3
7 Kerjasama dengan guru 1 2 3
8 Ulah siswa dalam kelas 1 2 2
9 Keaktifan dalam belajar 1 2 3
10 Minat dalam belajar 1 2 3
Total skor 11 20 28

Berdasarkan tabel 4.29 dapat dilihat adanya peningkatan terhadap aktivitas


siswa pada tiap siklus. Pada saat pretest skor yang diperoleh adalah 11 (36%),
lalu dilaksanakan tindakan pada siklus I memperoleh skor sebanyak 20 (66%),
dan dilakukan perbaikkan pada siklus II dengan perolehan skor sebesar 28 (93%).
Berikut penyajian dalam bentuk grafik:
73

30

25

20

15

10

0
Pretest Siklus I Siklus II

Grafik 4.5 Peningkatan Aktivitas Siswa Selama Proses Pembelajaran


Untuk mendapatkan hasil yang obyektif, maka kegiatan guru diamati oleh
teman sejawat sebagai observer. Berikut adalah tabel yang menunjukkan adanya
peningkatan aktivitas guru pada setiap siklusnya.

Tabel 4.30 Perkembangan Kegiatan Guru Pada Proses Pembelajaran

Skor
No Aspek Yang Dinilai
Pretest Siklus I Siklus II
1 Kejelasan dalam suara 2 3 3
2 Penggunaan metode/teknik mengajar 1 2 3
3 Memberikan dorongan agar siswa aktif 1 2 3
4 Pembelajaran berorientasi kepada sasaran 1 2 3
5 Pengelolaan kelas 1 3 3
6 Penggunaan waktu 1 3 3
7 Baik dalam mengatur suasana pembelajaran 1 2 3
8 Menanggapi pertanyaan/pernyataan siswa 1 2 2
9 Adil dalam mendistribusikan pertanyaan 1 2 3
10 Menarik dalam menyajikan bahan 1 2 3
pembelajaran
11 Penguasaan materi 1 3 3
74

12 Bervariasi dalam memberikan pertanyaan dan 1 2 2


teknik bertanya
13 Dapat mengecek pemahaman siswa 1 2 3
14 Tepat saat mengakhiri pembelajaran 1 3 3
Total skor 15 33 40

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat peningkatan terhadap


kinerja guru selama proses pembelajaran. Pada saat pretest perolehan skor sebesar
15 (36%), lalu dilakukan tindakan siklus I dengan perolehan skor sebesar 33
(78%), dan dilakukan perbaikan pada siklus II dengan memperoleh skor sebesar
40 (95%). Berikut disajikan dalam bentuk grafik, yaitu:
45

40

35

30

25

20

15

10

0
Pretest Siklus I Siklus II

Grafik 4.6. Peningkatan Kegiatan Guru Selama Proses Pembelajaran


Pada grafik 4.6 terlihat adanya peningkatan pada tiap siklusnya. Pada saat
pretest aktivitas guru mendapat skor sebesar 15, siklus I sebesar 33, dan siklus II
meningkat menjadi berjumlah 40.

E. Interpretasi Hasil Analisis


Hasil pengamatan pada penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan teknik
bermain peran pada pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya pada aspek
berbicara dapat meningkatkan kelancaran siswa dalam berbicara. Hal ini terbukti
75

dari hasil analisis data pretest, siklus I, dan siklus II adanya peningkatan dari
tahap ke tahap.
Dari hasil analisis lembar observasi terhadap aktivitas guru dan siswa juga
menunjukkan adanya peningkatan. Pada saat pretest skor yang diperoleh terhadap
aktivitas siswa sebesar 11 (36%). Kemudian pada siklus I tingkat aktivitas siswa
mendapatkan skor sebesar 20 (66%), dan pada siklus II terjadi peningkatan jumlah
skor yaitu menjadi 28 (93%). Sedangkan hasil pengamatan terhadap kinerja guru
selama proses pembelajaran berlangsung juga terjadi peningkatan. Berdasarkan
hasil analisis data yang dilakukan pada saat pretest skor yang didapat sebesar 15
(36%), siklus I sebesar 33 (78%), dan pada siklus II sebesar 40 (95%).
Kemampuan berbicara siswa juga terjadi peningkatan. Pada saat pretest nilai
rata-rata yang didapat belum mencapai KKM yakni adalah 60,47, lalu diberikan
tindakan dan terjadi peningkatan pada siklus I dengan nilai rata-rata 67. Kemudian
meningkat pada siklus II dengan nilai rata-rata 76,23 melampaui nilai KKM.
Penelitian dapat disimpulkan sudah berhasil, maka penelitian tindakan kelas ini
dapat dihentikan.

F. Pembahasan Temuan Penelitian


Pembahasan temuan penelitian pada dasarnya adalah jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan yang muncul pada perumusan masalah. Jawaban dapat
ditemukan dari hasil penelitian yang dilakukan.
Penerapan teknik bermain peran dalam pembelajaran bahasa Indonesia aspek
berbicara siswa kelas III dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa kelas
III MI Ziyadatul Huda. Hal ini sesuai dengan teori Iskandarwassid yang
menjelaskan bahwa teknik bermain peran ini dilakukan apabila guru ―ingin
menerangkan suatu peristiwa yang di dalamnya menyangkut orang banyak,
sehingga lebih baik didramatisasikan daripada diceritakan karena akan lebih jelas,
guru ingin melatih siswa agar mereka dapat bergaul dan memberi pemahaman
terhadap orang lain beserta masalahnya.‖1

1
Iskandarwassid, Strategi Pembelajaran Bahasa, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), cet.
3, h. 65.
76

Penerapan teknik bermain peran dalam pembelajaran bahasa Indonesia pada


aspek berbicara dapat membantu siswa dalam menyampaikan ide dan gagasannya
yang pada akhirnya mereka dapat berbicara atau menceritakan kembali isi
dongeng dengan lancar dan baik, dan siswa menjadi lebih mudah bergaul dan
percaya diri. Kemampuan siswa dalam berbicara pun menjadi meningkat. Siswa
yang pada kondisi awal sudah cukup rendah kemampuan berbicaranya, meningkat
menjadi lebih lancar dalam berbicara.
Hasil penelitian ini mendukung/menguatkan penelitian sebelumnya yang
telah dilakukan oleh Indah Ratna Dewi yang berjudul Pengembangan
Keterampilan Berbicara Melalui Metode Bermain Peran Dalam Mata Pelajaran
Bahasa Indonesia Pada SDN Lagoa 09 Pagi Siswa Kelas III Koja Jakarta Utara.
Keterkaitan antara penelitian Indah Ratna Dewi dan penulis adalah menggunakan
metode atau teknik yang sama, yaitu teknik bermain peran. Yang berbeda hanya
pada materinya saja. Pada penelitian yang dilakukan oleh Indah Ratna Dewi
adalah naskah drama, sedangkan pada penelitian yang dilakukan penulis adalah
naskah dongeng.
Pada proses pembelajaran yang diamati pada kedua penelitian ini ditemukan
bahwa penggunaan teknik bermain peran sangat menarik perhatian siswa,
sehingga menimbulkan kegairahan belajar dan interaksi yang lebih nyata antara
siswa yang satu dengan siswa yang lainnya dalam lingkungan sekolah. Melalui
bermain peran dapat melatih jiwa sosial siswa agar mampu berinteraksi dan
bekerjasama dengan orang lain. Guru dituntut untuk lebih kreatif dalam proses
pembelajaran yang menggunakan teknik bermain peran ini.
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua


siklus sebanyak 2 kali pertemuan, maka dapat ditarik simpulan bahwa
pembelajaran dengan menggunakan teknik bermain peran dapat meningkatkan:

1. Kualitas proses pembelajaran berbicara pada siswa kelas III MI Ziyadatul


Huda. Peningkatan kualitas proses pembelajaran pada aspek berbicara
tersebut dapat dibuktikan dengan meningkatnya skor terhadap aktivitas guru
dan siswa dalam proses pembelajaran pada aspek berbicara dengan teknik
bermain peran, yaitu: skor aktivitas guru pada pratindakan berjumlah 13
dengan kriteria berprestasi sedang dan meningkat pada siklus I skornya
sebesar 23 dengan kriteria berprestasi tinggi dan pada siklus II skornya
sebesar 30 dengan criteria berprestasi tinggi. Sementara itu skor kegiatan
siswa pada saat pretest sebesar 13 (berprestasi sedang), siklus I skornya 22
(berprestasi tinggi) dan meningkat pada siklus II skornya menjadi 30
(berprestasi tinggi). Dengan demikian, penggunaan teknik bermain peran
dalam pembelajaran berbicara dapat meningkatkan kualitas proses
pembelajaran berbicara pada siswa kelas III MI Ziyadatul Huda tahun
pelajaran 2013/2014 semester I.
2. Kemampuan berbicara pada siswa kelas III MI Ziyadatul Huda terjadi
peningkatan. Peningkatan kemampuan berbicara tersebut dapat dibuktikan
dengan meningkatnya nilai kemampuan menceritakan kembali isi dongeng
yang diperankan pada setiap siklusnya yaitu: sebelum tindakan nilai rata-rata
kemampuan berbicara siswa 60,5, siklus I nilai rata-rata kemampuan
berbicara siswa 66,35 dan siklus II nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa
76,38. Tingkat ketuntasan belajar siswa pada kondisi awal sebanyak 5 siswa
atau 29,41%, pada siklus I yaitu 14 siswa atau 82,35%, dan pada siklus II

77
78

sebanyak 17 siswa atau 100 %. Dengan demikian, penggunaan teknik


bermain peran dalam pembelajaran menceritakan kembali isi dongeng dapat
meningkatkan kemampuan berbicara pada siswa kelas III MI Ziyadatul Huda
TP 2013/2014 semester I.

B. Saran

Berdasarkan simpulan di atas, maka peneliti memberikan saran-saran sebagai


berikut:

1. Bagi Sekolah, sebagai bahan masukan bagi sekolah dalam melaksanakan


pembelajaran khususnya pembelajaran bahasa Indonesia untuk
meningkatkan kemampuan berbicara dengan menggunakan teknik bermain
peran.
2. Bagi Guru, guru dalam mengajar hendaknya menggunakan teknik bermain
peran dalam pembelajaran bahasa Indonesia khususnya pada aspek
berbicara. Penggunaan teknik bermain peran dimaksudkan agar
pembelajaran tidak terasa membosankan dan membantu siswa dalam
meningkatkan kemampuan berbicaranya
3. Bagi Siswa:
a. Hendaknya lebih mengembangkan inisiatif dan keberanian dalam
menyampaikan pendapat dalam proses pembelajaran untuk menambah
pengetahuan sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar.
b. Hendaknya ikut berperan aktif dalam proses pembelajaran dan rajin
belajar sehingga dapat memperoleh hasil belajar yang optimal.
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi, dkk., Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Bumi Aksara,


2009.
Iskandar, Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Referensi, 2012.
Iskandarwassid, Strategi Pembelajaran Bahasa, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2011
Masitoh dan Laksmi Dewi, Strategi Pembelajaran, Jakarta: Dir. Jenderal
Pendidikan Islam Depag RI, 2009.
Muslich, Masnur, Authentic Assessment : Penilaian Berbasis Kelas dan
Kompetensi, Bandung: PT.Refika Aditama, 2011.
N.K, Roestiyah, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2008
Nurgiyantoro, Burhan, Penilaian Otentik Dalam Pembelajaran Bahasa,
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2011.
Purwandari, Retno dan Qoni’ah, Buku Pintar Bahasa Indonesia, Yogyakarta:
Familia, 2012.
Rozak, Abd, dkk., Kompilasi Undang-Undang dan Peraturan Bidang Pendidikan,
Jakarta: FITK PRESS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.
Saddhono, Kundharu dan St. Y. Slamet, Meningkatkan Keterampilan Berbahasa
Indonesia, Bandung: Karya Putra Darwati, 2012.
Sanjaya, Wina, Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2011.
Subana, M, dan Sunarti, Strategi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia, Bandung:
Pustaka Setia, 2011.
Suyadi, Panduan Penelitian Tindakan Kelas, Jogjakarta: Diva Press, 2011.
Tarigan, Henry Guntur, Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa,
Bandung: Angkasa, 2008.
Wahyuni, Sri dan Abd. Syukur Ibrahim, Asesmen Pembelajaran Bahasa,
Bandung: PT. Refika Aditama, 2012.
http://id.wikipedia.org. 14/10/2013.
http://awanadec.wordpress.com. 14/10/2013
SIKLUS I

RPP
Nama Sekolah : MI Ziyadatul Huda

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia

Kelas / Semester : III/I

Pertemuan ke : 1

Alokasi Waktu : 2 X 35 menit

Standar Kompetensi : Mengungkapkan pikiran, perasaan, pengalaman, dan


petunjuk dengan bercerita dan memberikan
tanggapan/saran,

I. Kompetensi Dasar
Mengomentari tokoh-tokoh cerita anak yang disampaikan secara lisan.
II. Indikator Pencapaian Kompetensi Pembelajaran
 Menyebutkan nama dan sifat tokoh dari dongeng yang diperankan
 Menceritakan kembali isi dongeng dengan kata-kata sendiri
 Memberi saran tentang sifat tokoh dari dongeng yang diperankan.
III. Tujuan Pembelajaran
Siswa dapat menceritakan kembali isi dongeng dengan kata-kata
sendiri, serta dapat memberi saran tentang sifat tokoh yang terdapat
dalam dongeng.
IV. Materi Pembelajaran
a. Materi Pokok (terlampir)
Dongeng
b. Sub Materi Pokok
Menceritakan kembali isi dongeng dengan kata-kata sendiri
V. Metode Pembelajaran
 Bermain peran
 Tanya Jawab
 Diskusi
VI. Langkah-Langkah Pembelajaran
A. Pendahuluan (10 menit )
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Nilai karakter
 Mengucapkan salam  Menjawab salam  Religius
 Menanyakan kabar siswa  Menjawab kabar  Sopan
 Mempersilahkan siswa  Membaca doa  Religius
untuk memimpin doa bersama-sama
hendak belajar
 Mengecek kehadiran  Mendengarkan  Patuh
siswa  Melaksanakan
 Mengkondisikan siswa perintah guru
agar siap untuk belajar
 Apersepsi
 Menyampaikan tujuan
pembelajaran

B. Kegiatan Inti (45 menit)


B.1. Eksplorasi (15 menit)
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Nilai Karakter
 Menjelaskan tentang  Mendengarkan  Patuh,
dongeng. penjelasan guru menghargai

 Menceritakan isi  Menghargai,


 Mendengarkan cerita
dongeng kepada siswa disiplin, patuh
secara singkat. guru
 Melakukan tanya jawab  Mendengarkan  Patuh, kritis
terkait dengan isi pertanyaan guru, dan komunikatif
dongeng, contoh: berapa menjawab pertanyaan
tokoh yang ada dalam guru
dongeng yang ibu
ceritakan tadi?, siapa
nama tokoh-tokoh
tersebut?
 Menyampaikan teknik  Mendengarkan  Menghargai,
pembelajaran yang akan informasi yang disiplin, patuh
digunakan. disampaikan guru.
B.2. Elaborasi ( waktu 20 menit)
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Nilai karakter
 Memberikan teks cerita  Menerima teks cerita  Menghargai,
kepada siswa. patuh
 Memberi kesempatan  Membaca teks cerita.  Rasa ingin
kepada siswa untuk tahu, cinta
membaca teks cerita ilmu, patuh
tersebut.
 Guru meminta 2 orang  Menceritakan kembali isi  Percaya diri,
siswa untuk teks cerita yang berani,
dibacanya. komunikatif.
menceritakan kembali
teks cerita yang
dibacanya.
 Membagi dialog  Mendengarkan  Patuh, disiplin,
kepada siswa (setiap pembagian dialog. menghargai
siswa mendapat
dialog).
 Menanyakan hal-hal yang  Rasa ingin
 Memberi kesempatan
belum dipahami. tahu, berani,
kepada siswa untuk percaya diri,
menanyakan hal-hal tanggung
yang belum dipahami jawab, kritis.
terkait dengan teks
cerita dan peran yang
akan dimainkan.
 Mendengarkan penjelasan  Patuh, disiplin,
 Menjelaskan kepada
guru menghargai.
siswa yang
mendapatkan peran,
sehingga mereka tahu
tugasnya, menguasai
masalahnya, dan pandai
bermimik serta
berdialog.
 Siswa maju sesuai dengan  Berani,
 Mempersilahkan percaya diri,
perintah guru
kepada siswa untuk tanggung
mulai bermain peran. jawab.
Guru mengatur
jalannya bermain peran
 Siswa duduk kembali ke  Patuh, disiplin.
 Setelah drama
mencapai klimaks, guru tempatnya masing-
masing.
menghentikan
permainan drama agar
kemungkinan-
kemungkinan
pemecahan masalah
dapat didiskusikan,
siswa menyampaikan
pendapatnya dan
memberikan penilaian
terhadap penampilan
temannya.
 Membuka tanya jawab  Menyampaikan  Menghargai,
diskusi dan meminta pendapatnya dan mengetahui
siswa untuk memberikan penilaian kekurangan
memberikan penilaian terhadap siswa lainnya. dan kelebihan,
terhadap siswa lainnya tanggung
yang sudah maju ke jawab, berpikir
kritis dan
depan kelas.
logis.

B.3. Konfirmasi ( waktu 10 menit)


Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Nilai Karakter
 Guru menanyakan  Siswa memperhatikan  Patuh,
kepada siswa, tokoh penjelasan guru. menghormati
apa yang paling sulit
diperankan.
 Guru memberikan  Siswa mendengarkan  Patuh, rasa
penekanan pada tokoh penjelasan guru. ingin tahu,
yang paling sulit disiplin
diperankan.
 Menyimpulkan  Berpikir logis,
 Guru mengajak siswa
pembelajaran bersama- kritis.
untuk menyimpulkan
pembelajaran hari ini. sama

C. Penutup (waktu 15 menit)


Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Nilai Karakter
 Guru mengecek apakah  Siswa melaksanakan  Tanggung
tujuan pembelajaran tes yang diberikan jawab, jujur,
dapat tercapai dengan guru. mengetahui
memberikan tes kinerja kekurangan.
secara individu.
 Guru mengakhiri  Siswa mengucap  Patuh, santun,
pembelajaran dengan hamdalah bersama- disiplin,
mengucap hamdalah. sama. religius

VII. MEDIA / ALAT DAN SUMBER BELAJAR


 Buku paket bahasa Indonesia kelas III SD/MI.
 Internet.
 Pengalaman guru.
VIII. PENILAIAN

No Indikator Teknik Bentuk Instrumen Penilaian


1  Menyebutkan Tes Kinerja  Sebutkan tokoh-tokoh yang
nama dan sifat terdapat pada dongeng berjudul
tokoh dari dongeng Kelinci yang Sombong dan Kura-
Kura yang Baik Hati!
yang dibaca.

2  Menceritakan  Ceritakan kembali dongeng


kembali isi berjudul Kelinci yang Sombong
dongeng dengan dan Kura-Kura dengan kata-
kata-kata sendiri katamu sendiri!

3  Memberi saran
 Apa saran yang akan kamu
tentang sifat tokoh
berikan terhadap tokoh yang ada
dari dongeng yang pada dongeng berjudul Kelinci
diperankan yang Sombong dan Kura-Kura?

 Kunci Jawaban:
1. Kelinci, kura-kura, serigala, dan siput.
2. Cerita singkat dari dongeng yang diperankan.
3. Sebaiknya kelinci tidak boleh sombong, meskipun dia memiliki
kelebihan yang tidak dimiliki oleh kura-kura. Dan kura-kura memiliki
semangat yang bagus, meskipun dilecehkan oleh kelinci, dia tetap
bersemangat.
 Penilaian Keterampilan Berbicara

No. Nama Tingkat Kefasihan Total Rata-


Siswa Skor Rata
Ketepatan Pemahaman Kelancaran
Cerita
1
2
Dst.

Kriteria penilaian:

1. Kurang sekali, tidak ada unsur yang benar.


2. Kurang, ada sedikit unsur yang benar.
3. Sedang, jumlah unsur benar dan salah kurang lebih seimbang.
4. Baik, ketepatan tinggi dengan sedikit kesalahan.
5. Baik sekali, tepat sekali, tanpa atau hampir tanpa kesalahan.

Penghitungan : (total skor : skor maksimal) x 100


Skor maksimal : 3x5 = 15

Mengetahui Jakarta, 2 Nopember 2013

Kepala Sekolah/Madrasah Guru Kelas III

( H. Fakhrurrozi, S.Ag. ) ( Lili Kamalia)


SIKLUS II

RPP
Nama Sekolah : MI Ziyadatul Huda

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia

Kelas / Semester : III/I

Pertemuan ke : 1

Alokasi Waktu : 2 X 35 menit

Standar Kompetensi : Mengungkapkan pikiran, perasaan, pengalaman, dan


petunjuk dengan bercerita dan memberikan
tanggapan/saran,

I. Kompetensi Dasar
Mengomentari tokoh-tokoh cerita anak yang disampaikan secara lisan.
II. Indikator Pencapaian Kompetensi Pembelajaran
 Menyebutkan nama dan sifat tokoh dari dongeng yang diperankan
 Menceritakan kembali isi dongeng dengan kata-kata sendiri
 Memberi saran tentang sifat tokoh dari dongeng yang diperankan.
III. Tujuan Pembelajaran
Siswa dapat menceritakan kembali isi dongeng dengan kata-kata
sendiri, serta dapat memberi saran tentang sifat tokoh yang terdapat
dalam dongeng.
IV. Materi Pembelajaran
c. Materi Pokok (terlampir)
Dongeng
d. Sub Materi Pokok
Menceritakan kembali isi dongeng dengan kata-kata sendiri
V. Metode Pembelajaran
 Bermain peran
 Tanya Jawab
 Diskusi
VI. Langkah-Langkah Pembelajaran
A. Pendahuluan (10 menit )
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Nilai karakter
 Mengucapkan salam  Menjawab salam  Religius
 Menanyakan kabar siswa  Menjawab kabar  Sopan
 Mempersilahkan siswa  Membaca doa  Religius
untuk memimpin doa bersama-sama
hendak belajar
 Mengecek kehadiran  Mendengarkan  Patuh
siswa  Melaksanakan
 Mengkondisikan siswa perintah guru
agar siap untuk belajar
 Apersepsi
 Menyampaikan tujuan
pembelajaran

B. Kegiatan Inti (45 menit)


B.1. Eksplorasi (15 menit)
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Nilai Karakter
 Menjelaskan tentang  Mendengarkan  Patuh,
dongeng. penjelasan guru menghargai

 Menceritakan isi  Menghargai,


 Mendengarkan cerita
dongeng kepada siswa disiplin, patuh
secara singkat. guru
 Melakukan tanya jawab  Mendengarkan  Patuh, kritis
terkait dengan isi pertanyaan guru, dan komunikatif
dongeng, contoh: berapa menjawab pertanyaan
tokoh yang ada dalam guru
dongeng yang ibu
ceritakan tadi?, siapa
nama tokoh-tokoh
tersebut?
 Menyampaikan teknik  Mendengarkan  Menghargai,
pembelajaran yang akan informasi yang disiplin, patuh
digunakan. disampaikan guru.
B.2. Elaborasi ( waktu 20 menit)
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Nilai karakter
 Membentuk kelompok  Duduk bersama  Sosial,
siswa (5—6 kelompok masing- kekompakan.
orang/kelompok) masing
 Membagikan naskah  Patuh,
 Menerima naskah cerita
dongeng kepada setiap dari guru mengahrgai.
kelompok
 Menentukan peran pada  Menerima peran yang  Percaya diri,
setiap kelompok ditentukan oleh guru berani.
 Membaca naskah dan  Tanggung
 Memberi kesempatan
berlatih dialog. jawab, rasa
kepada siswa untuk ingin tahu,
membaca naskah dan berani.
berlatih dialog..
 Memberi kesempatan  Bertanya kepada guru  Rasa ingin
kepada siswa untuk terhadap hal-hal yang tahu, berani,
menanyakan hal-hal belum dipahaminya. percaya diri,
tanggung
yang belum dipahami
jawab, kritis.
terkait dengan teks
cerita dan peran yang
akan dimainkan.
 Menjelaskan kepada  Mendengarkan  Patuh, disiplin,
siswa yang penjelasan guru dengan menghargai.
mendapatkan peran, baik.
sehingga mereka tahu
tugasnya, menguasai
masalahnya, dan pandai
bermimik serta
berdialog.
 Guru mempersilahkan  Maju ke depan kelas  Berani, percaya
untuk memerankan diri, tanggung
kepada kelompok yang
dongeng yang jawab.
sudah siap untuk
dibacannya.
memerankan dongeng
yang dibacanya di
depan kelas.
 Meminta kepada siswa  Memberikan “tepuk  Menghargai.
untuk memberikan tangan” kepada setiap
“tepuk tangan” kepada kelompok yang maju.
setiap kelompok yang
sudah bermain peran
 Membuka tanya jawab,  Melakukan Tanya  Menghargai,
diskusi dan meminta jawab dan berdiskusi, mengetahui
serta membeikan kekurangan
siswa untuk
penilaian terhadap dan kelebihan,
memberikan penilaian kelompok yang sudah tanggung
terhadap kelompok maju ke depan kelas. jawab, berpikir
lainnya yang sudah kritis dan logis.
maju ke depan kelas.

B.3. Konfirmasi ( waktu 10 menit)


Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Nilai Karakter
 Guru menanyakan  Siswa memperhatikan  Patuh,
kepada siswa, tokoh penjelasan guru. menghormati
apa yang paling sulit
diperankan.
 Guru memberikan  Siswa mendengarkan  Patuh, rasa
penekanan pada tokoh penjelasan guru. ingin tahu,
yang paling sulit disiplin
diperankan.
 Menyimpulkan  Berpikir logis,
 Guru mengajak siswa
pembelajaran bersama- kritis.
untuk menyimpulkan
pembelajaran hari ini. sama

C. Penutup (waktu 15 menit)


Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Nilai Karakter
 Guru mengecek apakah  Siswa melaksanakan  Tanggung
tujuan pembelajaran tes yang diberikan jawab, jujur,
dapat tercapai dengan guru. mengetahui
memberikan tes kinerja kekurangan.
secara individu.
 Guru mengakhiri  Siswa mengucap  Patuh, santun,
pembelajaran dengan hamdalah bersama- disiplin,
mengucap hamdalah. sama. religius

VII. MEDIA / ALAT DAN SUMBER BELAJAR


 Buku paket bahasa Indonesia kelas III SD/MI.
 Buku cerita dongeng.
 Pengalaman guru.
VIII. PENILAIAN

No Indikator Teknik Bentuk Instrumen Penilaian


1  Menyebutkan Tes Kinerja  Sebutkan tokoh-tokoh yang
nama dan sifat terdapat pada dongeng berjudul Si
tokoh dari dongeng Keledai Ingin Berguna!
yang dibaca.
 Menceritakan  Ceritakan kembali dongeng
kembali isi berjudul Si Keledai Ingin Berguna
dongeng dengan dengan kata-katamu sendiri!
kata-kata sendiri
 Memberi saran  Apa saran yang akan kamu
tentang sifat tokoh berikan terhadap tokoh yang ada
pada dongeng berjudul Si Keledai
dari dongeng yang
Ingin Berguna?
diperankan

 Kunci Jawaban:
1. Cemplu, Kupluk, dan Pak Timbul.
2. Cerita singkat dari dongeng yang diperankan.
3. Cemplu memiliki sifat yang baik. Persahabatannya dengan Kupluk
sangat erat. Mereka saling membantu. Cemplu tidak ingin hidup
santai-santai saja, tetapi dirinya harus menjadi hewan yang berguna.
Pertahankan ssifat baik yang ada pada dirinya.

 Penilaian Keterampilan Berbicara

No. Nama Tingkat Kefasihan Total Rata-


Siswa Skor Rata
Ketepatan Pemahaman Kelancaran
Cerita
1
2
Dst.

Kriteria penilaian:

1. Kurang sekali, tidak ada unsur yang benar.


2. Kurang, ada sedikit unsur yang benar.
3. Sedang, jumlah unsur benar dan salah kurang lebih seimbang.
4. Baik, ketepatan tinggi dengan sedikit kesalahan.
5. Baik sekali, tepat sekali, tanpa atau hampir tanpa kesalahan.

Penghitungan : (total skor : skor maksimal) x 100


Skor maksimal : 3x5 = 15

Mengetahui Jakarta, 9 Nopember 2013

Kepala Sekolah/Madrasah Guru Kelas III

( H. Fakhrurrozi, S.Ag. ) ( Lili Kamalia)


SI KELEDAI INGIN BERGUNA

Cemplu adalah nama seekor keledai.


Ia tinggal bersama sahabatnya Kupluk, si kucing, di peternakan milik Pak Timbul.
Anak-anak Pak Timbul sangat sayang kepada Cemplu dan Kupluk. Mereka
merawatnya dengan sangat baik. Cemplu dan Kupluk pun merasa senang tinggal
di peternakan keluarga Pak Timbul.

Suatu Hari Kupluk melihat Cemplu sedang berdiam di bawah sebuah pohon.
Kupkluk merasakan akhir-akhir ini Cemplu selalu selalu terlihat murung. Sebagai
sahabat yang baik, Kupluk pun menghampiri si Cemplu. Terjadilah percakapan
diantara keduanya.

Kupluk : “Cemplu, mengapa wajahmu terlihat murung?”

Cemplu : “Kupluk, aku adalah keledai yang sangat beruntung. Aku tinggal
di kandang yang sangat nyaman. Setiap hari, aku juga mendapat
makanan enak. Tapi, aku merasa itu semua tidak cukup. Aku
ingin menjadi keledai yang berguna. Aku ingin mempunyai
sesuatu yang dapat aku kerjakan.”

Kupluk : “Cemplu. Kamu benar-benar keledai yang sangat baik. Besok,


kita akan pikirkan cara menyelesaikan masalahmu, ya sobat.
Senyum dong!

Mereka pun bermain dan tertawa kembali bersama-sama. Cemplu merasa lega
sekali telah mnencurahkan kegalauannya selama ini kepada sahabatnya si Kupluk.
Kupluk sebagai sahabat pun mendengarkan dengan baik keluh kesah sahabatnya
itu. Dia berharap bisa membantu si Cemplu sahabatnya.

Keesokan harinya, Pak Timbul berdiri di samping mobilnya dan terlihat


bingung. Mobil kesayangannya itu rusak, padahal pak Timbul sudah berjanji
kepada anak-anaknya untuk berjalan-jalan ke pasar.

Pak Timbul : “Oh, mengapa mesin mobil ini tidak dapat dinyalakan? Padahal,
aku telah berjanji kepada anak-anak untuk membawa mereka ke
pasar. Jika sampai tidak jadi, mereka pasti sangat kecewa. Apa
yang harus ku lakukan?”

Pak Timbul terus berusaha menyalakan kembali mobilnya. Tetapi mobilnya tetap
tidak mau nyala juga. Kupluk melihat kejadian itu. Ia pun dengan sigap segera
memanggil Cemplu.

Kupluk : “Cemplu! Cemplu! Dimana kamu?”


Cemplu : “Aku disini Kupluk. Ada apa? Mengapa kamu terengah-engah
seperti ini?”

Kupluk : “Aku ada kabar baik untukmu, sobat. Lihatlah kesana!

Cemplu : “ya, disana ada Pak Timbul. Lalu apa maksudmu?”

Kupluk : (berbisik) “Bagaimana kalau kita menghampirinya, siapa tau dia


membutuhkan pertolonganmu. Bagaimana?”

Cemplu : (Mengangguk tanda setuju) “Oke!”

Kupluk dan Cemplu lalu menghampiri Pak Timbul. Sesampainya di sana,


Kupluk mengeong keras-keras agar suaranya terdengar oleh Pak Timbul. Pak
Timbul pun melihat ke arah Kupluk dan Cemplu. Kemudian ia mendapatkan ide.

Pak Timbul : (Sambil mengelus-elus Cemplu) “Cemplu, kau datang pada saat
yang tepat. Aku sangat membutuhkan pertolonganmu. Mulai
besok aku akan mengajak anak-anak ke pasar dengan Cemplu
saja. Nyaman dan bebas polusi.”

Cemplu sangat senang sekali. Kupluk juga terlihat senang. Akhirnya


sahabatnya dapat melakukan hal yang diinginkannya selama ini.

Pak Timbul masuk ke dalam rumah, lalu menyampaikan rencananya tersebut


kepada anak-anaknya.

Pak Timbul : “Anak-anakku, ayo kesini! Besok kita jadi ke pasar.

Adik : “Horeeee! Besok kita ke pasar.

Kakak : ”Ayah, bukankah mobil ayah sedang rusak? Lalu kita naik apa ke
sana?”

Pak Timbul : “Kita ke pasar bersama Cemplu saja, bagaimana?”

Kakak : “Sepertinya jalan-jalan kita akan terasa menyenangkan.


Bagaimana dik, kamu setuju?

Adik : “Setuju,kak. Aku jadi tidak sabar deh.”

Tibalah hari yang ditunggu-tunggu. Cemplu mempersiapkan dirinya dengan baik.


Dia sudah siap menunggu keluarga Pak Timbul di kandangnya. Pak Timbul
menghampiri kandang Cemplu, lalu ia menuntun Cemplu ke pekarangan rumah.
Di sana, terlihat anak-anak sangat senang. Mereka pun naik ke atas punggung
Cemplu. Saat Cemplu akan melaksanakan tugasnya, dia melirik kepada
sahabatnya si Kupluk sambil berkata.

Cemplu : “Terima kasih sobat atas bantuanmu.”

Kupluk : “Sama-sama, sahabatku.”

Akhirnya Cemplu si keledai yang berbadan kecil dapat berguna bagi orang lain.
Penilaian Tugas Menceritakan Kembali Dongeng yang Diperankan (Pratindakan)

Tingkat Kefasihan
Ketepatan Pemahaman Kelancaran Total Nilai
No. Nama Siswa
cerita Skor
1 Ahmad Hanafi 3 3 3 9 60
2 Ahmad Baihaqi 3 3 3 9 60
3 Abshar Rafi Tamzi 3 3 3 9 60
4 Anita Chairunnisa 2 2 2 6 40
5 Adiba Ramadhani 3 3 3 9 60
6 Chairunnisa 3 4 3 10 66
7 Dani Karnarajasa 3 3 3 10 60
8 Desi Putri Hijriyani 2 3 2 7 47
9 Galih Saputra 2 3 3 8 53
10 Hanni Tanzila 3 3 3 9 60
11 Ida Farida 3 3 3 9 60
12 Kamal Azka 3 3 3 9 60
13 Luna Sakinah 3 4 4 11 73
14 Manzilah Rahmah 3 4 4 11 73
15 Muhammad Akbar 2 3 3 8 53
16 Nana Sukriah 3 4 3 10 66
17 Putri Safira 3 4 3 10 66
Total Nilai 1017
Rata-Rata 59,8

Kriteria penilaian:

1. Kurang sekali, tidak ada unsur yang benar.


2. Kurang, ada sedikit unsur yang benar.
3. Sedang, jumlah unsur benar dan salah kurang lebih seimbang.
4. Baik, ketepatan tinggi dengan sedikit kesalahan.
5. Baik sekali, tepat sekali, tanpa atau hampir tanpa kesalahan.

Penghitungan : (total skor : skor maksimal) x 100


Skor maksimal : 3x5 = 15
Penilaian Tugas Menceritakan Kembali Dongeng yang Diperankan (Siklus I)
Tingkat Kefasihan
Ketepatan Pemahaman Kelancaran
Total
No. Nama Siswa Nilai
cerita Skor
1 Ahmad Hanafi 3 4 3 10 66
2 Ahmad Baihaqi 3 4 3 10 66
3 Abshar Rafi Tamzi 4 4 3 11 73
4 Anita Chairunnisa 2 3 3 8 53
5 Adiba Ramadhani 3 4 3 10 66
6 Chairunnisa 4 4 3 11 73
7 Dani Karnarajasa 3 4 3 10 66
8 Desi Putri Hijriyani 3 4 3 10 66
9 Galih Saputra 3 4 3 10 66
10 Hanni Tanzila 4 4 3 11 73
11 Ida Farida 4 4 3 11 73
12 Kamal Azka 3 4 3 10 66
13 Luna Sakinah 4 4 4 12 80
14 Manzilah Rahmah 3 4 4 11 73
15 Muhammad Akbar 3 3 3 9 60
16 Nana Sukriah 3 4 4 11 73
17 Putri Safira 4 4 3 11 73
Total Nilai 1166
Rata-Rata 68,6

Kriteria penilaian:

1. Kurang sekali, tidak ada unsur yang benar.


2. Kurang, ada sedikit unsur yang benar.
3. Sedang, jumlah unsur benar dan salah kurang lebih seimbang.
4. Baik, ketepatan tinggi dengan sedikit kesalahan.
5. Baik sekali, tepat sekali, tanpa atau hampir tanpa kesalahan.

Penghitungan : (total skor : skor maksimal) x 100


Skor maksimal : 3x5 = 15
Penilaian Tugas Menceritakan Kembali Dongeng yang Diperankan (Siklus II)

Tingkat Kefasihan
Ketepatan Pemahaman Kelancaran
Total Nilai
No. Nama Siswa
cerita Skor
1 Ahmad Hanafi 4 4 4 12 80
2 Ahmad Baihaqi 3 4 4 11 73
3 Abshar Rafi Tamzi 4 4 4 12 80
4 Anita Chairunnisa 3 4 3 10 66
5 Adiba Ramadhani 4 4 3 11 73
6 Chairunnisa 4 4 4 12 80
7 Dani Karnarajasa 4 4 3 11 73
8 Desi Putri Hijriyani 4 4 3 11 73
9 Galih Saputra 4 4 4 12 80
10 Hanni Tanzila 4 4 5 13 86
11 Ida Farida 4 4 4 12 80
12 Kamal Azka 3 4 4 11 73
13 Luna Sakinah 5 5 4 14 93
14 Manzilah Rahmah 4 4 5 13 86
15 Muhammad Akbar 4 4 3 11 73
16 Nana Sukriah 4 4 4 12 80
17 Putri Safira 4 4 4 12 80
Total Nilai 1329
Rata-Rata 78,2

Kriteria penilaian:

1. Kurang sekali, tidak ada unsur yang benar.


2. Kurang, ada sedikit unsur yang benar.
3. Sedang, jumlah unsur benar dan salah kurang lebih seimbang.
4. Baik, ketepatan tinggi dengan sedikit kesalahan.
5. Baik sekali, tepat sekali, tanpa atau hampir tanpa kesalahan.

Penghitungan : (total skor : skor maksimal) x 100


Skor maksimal : 3x5 = 15
Observasi Terhadap kegiatan Siswa Pratindakan

No Aspek Yang Dinilai Skor


1 Kedisiplinan siswa 1
2 Kesiapan perlengkapan belajar 1
3 Siswa mengerjakan tugas dengan baik 2
4 Keseriusan dalam belajar 1
5 Sikap tanggap terhadap pertanyaan guru 1
6 Kerjasama sesama siswa 1
7 Kerjasama dengan guru 1
8 Ulah siswa dalam kelas 1
9 Keaktifan dalam belajar 1
10 Minat dalam belajar 1
Total skor 11

Skala penilaian tiap aspek: Skala penilaian total skor:


1 = kurang baik 1—10 = berprestasi rendah
2 = cukup baik 11—20 = berprestasi sedang
3 = baik 21—30 = berprestasi tinggi

Jakarta, 29 Oktober 2013

Observer

( Nurhasanah )
Observasi Terhadap kegiatan Siswa Pratindakan Siklus I

No Aspek Yang Dinilai Skor


1 Kedisiplinan siswa 2
2 Kesiapan perlengkapan belajar 2
3 Siswa mengerjakan tugas dengan baik 2
4 Keseriusan dalam belajar 2
5 Sikap tanggap terhadap pertanyaan guru 2
6 Kerjasama sesama siswa 2
7 Kerjasama dengan guru 2
8 Ulah siswa dalam kelas 2
9 Keaktifan dalam belajar 2
10 Minat dalam belajar 2
Total skor 20

Skala penilaian tiap aspek: Skala penilaian total skor:


1 = kurang baik 1—10 = berprestasi rendah
2 = cukup baik 11—20 = berprestasi sedang
3 = baik 21—30 = berprestasi tinggi

Jakarta, 2 Nopember 2013

Observer

(Nurhasanah)
Observasi Terhadap kegiatan Siswa Siklus II

No Aspek Yang Dinilai Skor


1 Kedisiplinan siswa 3
2 Kesiapan perlengkapan belajar 2
3 Siswa mengerjakan tugas dengan baik 3
4 Keseriusan dalam belajar 3
5 Sikap tanggap terhadap pertanyaan guru 3
6 Kerjasama sesama siswa 3
7 Kerjasama dengan guru 3
8 Ulah siswa dalam kelas 2
9 Keaktifan dalam belajar 3
10 Minat dalam belajar 3
Total skor 28

Skala penilaian tiap aspek: Skala penilaian total skor:


1 = kurang baik 1—10 = berprestasi rendah
2 = cukup baik 11—20 = berprestasi sedang
3 = baik 21—30 = berprestasi tinggi

Jakarta, 9 Nopember 2013

Observer

(Nurhasanah)
Hasil Observasi Terhadap Aktivitas Guru Pratindakan

No Aspek Yang Dinilai Skor


1 Kejelasan dalam suara 2
2 Penggunaan metode/teknik mengajar 1
3 Memberikan dorongan agar siswa aktif 1
4 Pembelajaran berorientasi kepada sasaran 1
5 Pengelolaan kelas 1
6 Penggunaan waktu 1
7 Baik dalam mengatur suasana pembelajaran 1
8 Menanggapi pertanyaan/pernyataan siswa 1
9 Adil dalam mendistribusikan pertanyaan 1
10 Menarik dalam menyajikan bahan pembelajaran 1
11 Penguasaan materi 1
12 Bervariasi dalam memberikan pertanyaan dan teknik 1
bertanya
13 Dapat mengecek pemahaman siswa 1
14 Tepat saat mengakhiri pembelajaran 1
Total skor 15

Skala penilaian tiap aspek: Skala penilaian total skor:


1 = kurang baik 1 – 14 = berprestasi rendah
2 = cukup baik 15 – 28 = berprestasi sedang
3 = baik 29 – 42 = berprestasi tinggi
Hasil Observasi Terhadap Aktivitas Guru Siklus I

No Aspek Yang Dinilai Skor


1 Kejelasan dalam suara 2
2 Penggunaan metode/teknik mengajar 2
3 Memberikan dorongan agar siswa aktif 2
4 Pembelajaran berorientasi kepada sasaran 2
5 Pengelolaan kelas 3
6 Penggunaan waktu 3
7 Baik dalam mengatur suasana pembelajaran 2
8 Menanggapi pertanyaan/pernyataan siswa 2
9 Adil dalam mendistribusikan pertanyaan 2
10 Menarik dalam menyajikan bahan pembelajaran 2
11 Penguasaan materi 3
12 Bervariasi dalam memberikan pertanyaan dan teknik 2
bertanya
13 Dapat mengecek pemahaman siswa 2
14 Tepat saat mengakhiri pembelajaran 3
Total skor 32

Skala penilaian tiap aspek : Skala penilaian total skor :


1 = kurang baik 1—10 = berprestasi rendah
2 = cukup baik 11—20 = berprestasi sedang
3 = baik 21—30 = berprestasi tinggi
Hasil Observasi Terhadap Aktivitas Guru Siklus II

No Aspek Yang Dinilai Skor


1 Kejelasan dalam suara 3
2 Penggunaan metode/teknik mengajar 3
3 Memberikan dorongan agar siswa aktif 3
4 Pembelajaran berorientasi kepada sasaran 3
5 Pengelolaan kelas 3
6 Penggunaan waktu 3
7 Baik dalam mengatur suasana pembelajaran 3
8 Menanggapi pertanyaan/pernyataan siswa 2
9 Adil dalam mendistribusikan pertanyaan 3
10 Menarik dalam menyajikan bahan pembelajaran 3
11 Penguasaan materi 3
12 Bervariasi dalam memberikan pertanyaan dan teknik 2
bertanya
13 Dapat mengecek pemahaman siswa 3
14 Tepat saat mengakhiri pembelajaran 3
Total skor 40

Skala penilaian tiap aspek : Skala penilaian total skor :


1 = kurang baik 1 – 14 = berprestasi rendah
2 = cukup baik 15 – 28 = berprestasi sedang
3 = baik 29 – 42 = berprestasi tinggi
CATATAN LAPANGAN SIKLUS I

No Kendala/Kesulitan Solusi/Saran Perbaikan


1 Masih terdapat siswa yang kurang Guru bersikap lebih tegas lagi agar
disiplin selama pembelajaran siswa disiplin.
berlangsung.
2 Masih terdapat beberapa siswa yang Diperlukan bimbingan khusus bagi
kemampuan berbicaranya rendah dan siswa yang lambat setelah jam
belum mencapai nilai KKM. pelajaran usai.
3 Guru masih terlihat melirik-lirik ke Sebaiknya tidak usah terlalu kaku,
RPP, sehingga terlihat kurang luwes. yang terpenting secara garis besar
isi dari RPP terlaksana dengan baik
dan sistematis.
4 Bermain perannya kurang maksimal, Perlu sedikit modifikasi dalam
karena siswa masih malu-malu. bermain peran. Sebaiknya
pembagian dialog disesuaikan
dengan kemampuan setiap siswa.
5 Ketika dilakukan tes berbicara, siswa Guru memberikan tugas bagi siswa
yang belum mendapat giliran sedikit yang belum mendapat giliran untuk
gaduh karena tidak diberikan meminimalisir kegaduhan dalam
kesibukan. kelas

Jakarta, 2 Nopember 2013

Observer
nilai No Interval Frekuensi (fi) Nilai Tengah (Xi) fi.Xi Prosentase (%) Keterangan
40 1. Jumlah data = 17 1 40 - 45 1 42.5 42.5 5.88 di bawah KKM
47 2. Menentukan rentang R 2 46 - 51 1 48.5 48.5 5.88 di bawah KKM
53 R= skor terbesar - skor terkecil 3 52 - 57 2 54.5 109 11.76 di bawah KKM
53 R= 73 - 40 4 58 - 63 8 60.5 484 47.05 di bawah KKM
60 R= 33 5 64 - 69 3 66.5 199.5 17.64 di atas KKM
60 3. Menentukan banyak kelas (K) 6 70 - 75 2 72.5 145 11.76 di atas KKM
60 K= 1 + 3,3 log 17 Jumlah 17 1028.5 100
60 K= 1 + 3,3 x 1,230 Nilai Rata-rata = 1028,5 : 17 = 60,5
60 K = 1 + 4,06 Ketuntasan Klasikal = (5 : 17)x 100% = 29,41 %
60 K= 5,06
60 K=6
60 4. Panjang Kelas PRATINDAKAN
66 P= R : K = 33 : 6 = 5,5 = 6 9
66 8
66 7
6
FREKUENSI
73
5
73 4
1017 3
2
1
0
40 - 45 46 - 51 52 - 57 58 - 63 64 - 69 70 - 75
INTERVAL
nilai 1. Jumlah data = 17
53 2. Menentukan rentang R No Interval Frekuensi (fi) Nilai Tengah (Xi) fi.Xi Prosentase (%) Keterangan
60 R= skor terbesar - skor terkecil 1 53 - 57 1 55 55 5.8 di bawah KKM
66 R= 80 -53 2 58 - 62 1 60 60 11.7 di bawah KKM
66 R= 27 3 63 - 67 7 65 455 41.17 tepat dan di atas KKM
66 3. Menentukan banyak kelas (K) 4 68 - 72 0 70 0 0 di atas KKM
66 K= 1 + 3,3 log 17 5 73 - 77 7 75 525 41.17 di atas KKM
66 K= 1 + 3,3 x 1,230 6 78 - 82 1 80 80 5.8 di atas KKM
66 K = 1 + 4,06 Jumlah 17 1175 100
66 K= 5,06 Nilai Rata-rata = 1175 : 17 = 69,11
73 K=6 Ketuntasan Klasikal = (15 : 17)x 100 = 88,23 %
73 4. Panjang Kelas
73 P= R : K = 27 : 6 = 4,5 = 5
73 SIKLUS I
73 8
73 7
73 6
FREKUENSI
80 5
1166 4
3
2
1
0
53 - 57 58 - 62 63 - 67 68 - 72 73 - 77 78 - 82
INTERVAL
40 53 66 1. Jumlah data = 17
47 60 73 2. Menentukan rentang R
53 66 73 R= skor terbesar - skor terkecil No Interval Pratindakan Siklus I Siklus II
53 66 73 R= 93 -40 1 40 - 48 2 0 0
60 66 73 R= 53 2 49 - 57 2 1 0
60 66 73 3. Menentukan banyak kelas (K) 3 58 - 66 11 8 1
60 66 73 K= 1 + 3,3 log 17 4 67 - 75 2 7 6
60 66 80 K= 1 + 3,3 x 1,230 5 76 - 84 0 1 7
60 66 80 K = 1 + 4,06 6 85 - 93 0 0 3
60 73 80 K= 5,06 Jumlah 17 17 17
60 73 80 K=6
60 73 80 4. Panjang Kelas 12
66 73 80 P= R : K = 53 : 6 = 8,8= 9
66 73 80 10

66 73 86 8

FREKUENSI
73 73 86
73 80 93 6 PRATINDAKAN
SIKLUS I
4
SIKLUS II
2

0
40 - 48 49 - 57 58 - 66 67 - 75 76 - 84 85 - 93
INTERVAL
RIWAYAT PENULIS

Lili Kamalia, dilahirkan di Jakarta pada t


anggal 28 Februari 1991 dari ayah yang bernama H.
Umar dan ibu yang bernama Hj. Munyati. Penulis
merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Saat ini
penulis bertempat tinggal di Jl. Pondok Kelapa
Selatan 7E Rt 006/012 no. 122, Duren Sawit, Jakarta
Timur.

Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN Pondok Kelapa 06


Pagi pada tahun 2003. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di Madrasah
Tsanawiyah (MTs/SMP) Al Falah Klender, Jakarta Timur dan lulus tahun 2006.
Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikannya di SMAN 50 Jakarta Timur dan
lulus pada tahun 2009. Setelah tamat SMA, penulis sempat melanjutkan ke
diploma I yaitu di PPGTKI Gema Pertiwi Bekasi selama satu tahun. Dalam masa
kuliah, penulis sudah mengajar di beberapa tempat yaitu di TK Al Bakiriyah, TPA
Al Ikhlas, dan TK Al HAnief. Saat ini penulis masih tercatat sebagai guru di TK
Al HAnief Kemang Pratama, Bekasi.

Anda mungkin juga menyukai