Anda di halaman 1dari 32

Tadabbur QS.

Al Israa 31 – 39 via Zoom Meeting


Oleh Ustadz Syaiful Yusuf Lc, MA
Sabtu, 5 Ramadhan 1445 H/ 16 Maret 2024 M

Bulan ini merupakan bulan Al-Quran dan di antara hak Al-Quran adalah untuk ditadabburi.
Bulan Ramadan adalah bulan yang diturunkan di dalamnya Al-Qur'an dan Allah subhanahu wa
taala menurunkan Al-Qur'an ini supaya kita mentadabburi ayat-ayatnya. Kitab yang kami
turunkan kepadamu yang diberkahi dan mereka melakukan tadabbur terhadap ayat-ayatnya.
Tadabbur adalah memahami menghayati mengambil pelajaran-pelajaran hingga kemudian
memotivasi untuk beramal. Sebagaimana kita berusaha untuk memahami makna ayat,
menghayatinya, mengambil pelajaran-pelajarannya sehingga kita termotivasi dalam dalam
beramal. Sebagimana dalam QS Sad ayat 29 :

ِ َ‫ٰبكِ ليَدَّبَّ ُراوْٓا ٰايٰتهِٖ َوليَ تَ َذ َّك َِر اُولُوا ااْلَلاب‬


‫اب‬ َ ٰ ‫ك ُم‬
َِ ‫كتٰبِ اَنا َزلان ِٰهُ ال اَي‬
(Al-Qur’an ini adalah) kitab yang Kami turunkan kepadamu (Nabi Muhammad) yang penuh
berkah supaya mereka menghayati ayat-ayatnya dan orang-orang yang berakal sehat mendapat
pelajaran)

Karena itu Allah subhanahu wa taala mencela orang-orang yang tidak melakukan tadabbur
terhadap Al-Qur'anul karim. Apakah mereka tidak mentadabbur isi Al-qur'an ataukah di hati
mereka ada kunci ada gembok yang menggombok hati mereka (QS. Muhammad: 24), juga ada
dalam surat An-nisa ayat 82 (Tidakkah mereka mentadaburi Al-Qur’an? Seandainya (Al-Qur’an)
itu tidak datang dari sisi Allah, tentulah mereka menemukan banyak pertentangan di dalamnya.)

Ayat ayat yang akan ditadabbburi antara lain QS. Al Israa 31-39
ٍۗ ٍۗ
‫ِوا ََّّي ُك اِمِا َّنِقَ ات لَ ُه امِ َكا َنِخطأًاِ َكب ًٔا‬
‫ْيِا‬ َ ‫َِن ُنِنَ ار ُزقُ ُه ام‬
‫َوَْلِتَ اقتُلُ اوْٓاِاَ اوَْل َد ُك امِ َخ اشيَةَِا ام ََلق َا‬
31. Wa lā taqtulū aulādakum khasy-yata imlāq(in), naḥnu narzuquhum wa iyyākum, inna qatlahum kāna
khiṭ'an kabīrā(n).

Janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kamilah yang memberi rezeki
kepada mereka dan (juga) kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka itu adalah suatu dosa
yang besar.
ۤ
‫َل‬
ًِٔ ‫ِسب اي‬ َ ‫َوَْلِتَ اق َربُواِالز ٰٰنِْٓانَّهِِٗ َكا َنِفَاح‬
َ ‫شةًِٔ ٍَۗو َسا َء‬
32. Wa lā taqrabuz-zinā innahū kāna fāḥisyah(tan), wa sā'a sabīlā(n).

Janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya (zina) itu adalah perbuatan keji dan jalan
terburuk.

ٍۗ ٍۗ
‫ص اؤًرِا‬
ُ ‫ِم ان‬ ‫ِج َعلانَاِل َولي ِهِٗ ُسلا ٰطنًٔاِفَ ََلِيُ اسر ا‬
َ ‫فِّفِالا َق اتلِانَِّهِِٗ َكا َن‬ َ ‫ِمظالُ اؤًماِفَ َق اد‬
َ ‫ِوَم انِقُت َل‬ ٰ ‫ِح َّرَم‬
َ ‫ِاّللُِاَّْلِِب اْلَق‬ َ ‫ِت‬ َّ ‫َوَْلِتَ اقتُلُواِالنَّ اف‬
‫سِال ا‬
َ
33. Wa lā taqtulun-nafsal-latī ḥarramallāhu illā bil-ḥaqq(i), wa man qutila maẓlūman faqad ja‘alnā
liwaliyyihī sulṭānan falā yusrif fil-qatl(i), innahū kāna manṣūrā(n).

Tadabbur QS Al Israa 31-39 (AyuA Shodiqot 13) hal 1/ 32


Janganlah kamu membunuh orang yang diharamkan Allah (membunuhnya), kecuali dengan
suatu (alasan) yang benar.427) Siapa yang dibunuh secara teraniaya, sungguh Kami telah
memberi kekuasaan428) kepada walinya. Akan tetapi, janganlah dia (walinya itu) melampaui
batas dalam pembunuhan (kisas). Sesungguhnya dia adalah orang yang mendapat pertolongan.
Catatan Kaki
427) Lihat catatan kaki surah al-An‘ām (6): 151. 428) Yang dimaksud dengan kekuasaan di sini ialah kewenangan
ahli waris korban pembunuhan atau pemerintah yang sah untuk menuntut kisas atau menerima diat (lihat surah al-
Baqarah [2]: 178 dan an-Nisā’ [4]: 92).

ِۖ ِۖ َّ َّ
ِ‫ِم اسُاؤًْل‬ َ ۖٗ‫ِح ّٰتِيَ اب لُ َغِاَ ُش َّدِه‬
َ ‫ِواَ اوفُ اواِِبل َاع اهدِا َّنِال َاع اه َدِ َكا َن‬ َ ‫س ُن‬
َ ‫ِتِه َيِاَ اح‬
‫الِالايَت ايمِاْلِِبِل ا‬
َ ‫اِم‬
َ ‫َوَْلِتَ اق َربُ او‬
34. Wa lā taqrabū mālal-yatīmi illā bil-latī hiya aḥsanu ḥattā yabluga asyuddah(ū), wa aufū bil-‘ahd(i),
innal-‘ahda kāna mas'ūlā(n).

Janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan (cara) yang terbaik (dengan
mengembangkannya) sampai dia dewasa dan penuhilah janji (karena) sesungguhnya janji itu
pasti diminta pertanggungjawabannya.

ٍۗ
‫َل‬
ًِٔ ‫َِتاويا‬
َ ‫س ُن‬
َ ‫ِواَ اح‬ َ ‫سطَاسِال ُام استَق ايمِ ٰذل‬
َّ ‫كِ َخ اْي‬ ِ‫ِوزنُ اواِِبلاق ا‬
َ ‫َواَ اوفُواِالا َك اي َلِاذَاِكلاتُ ام‬
35. Wa auful-kaila iżā kiltum wa zinū bil-qisṭāsil-mustaqīm(i), żālika khairuw wa aḥsanu ta'wīlā(n).

Sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar dan timbanglah dengan timbangan yang benar.
Itulah yang paling baik dan paling bagus akibatnya.

ۤ
‫ِم اسُاؤًِْل‬
َ ُ‫ِعناه‬
َ ‫كِ َكا َن‬ ٰ
َ ‫ادِ ُك ُّلِاُول ِٕى‬
َ ‫ِوالا ُف َؤ‬ َّ ‫َكِب ِهِٗعلامٍِۗا َّن‬
َ ‫ص َر‬
َ َ‫ِوالاب‬
َ ‫ِالس ام َع‬ َ ‫سِل‬
َ ‫ِماِل اَي‬
َ‫ف‬ ُ ‫َوَْلِتَ اق‬
36.Wa lā taqfu mā laisa laka bihī ‘ilm(un), innas-sam‘a wal-baṣara wal-fu'āda kullu ulā'ika kāna ‘anhu
mas'ūlā(n).

Janganlah engkau mengikuti sesuatu yang tidak kau ketahui. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan,
dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya.

ۚ
ِ‫الِطُاؤًْل‬
َ َ‫َنِتَ اب لُ َغِا اْلب‬
‫ِول ا‬
َ ‫ض‬َ ‫ر‬
‫ا‬ ‫ِاْل‬
َ ‫ا‬ ‫ق‬َ ‫ر‬‫َِت‬
‫ا‬ َ ‫َن‬
‫ا‬ ‫ل‬ ِ‫ك‬َ َّ
‫ن‬ ‫ا‬ِ ‫ا‬ ‫ِم َر ًٔح‬
َ ‫ِاْلَ ارض‬
‫َوَْلَِتَاشِّف ا‬
37. Wa lā tamsyi fil-arḍi marahā(n), innaka lan takhriqal-arḍa wa lan tablugal-jibāla ṭūlā(n).

Janganlah engkau berjalan di bumi ini dengan sombong karena sesungguhnya engkau tidak akan
dapat menembus bumi dan tidak akan mampu menjulang setinggi gunung.

‫اراو ًٔهِا‬
ُ ‫ِمك‬
َ‫ك‬ َ ‫ِرب‬
َ ‫ِسيئُِهِٗع ان َد‬ َ ‫ُك ُّلِ ٰذل‬
َ ‫كِ َكا َن‬
38. Kullu żālika kāna sayyi'uhū ‘inda rabbika makrūhā(n).
Kejahatan dari semua (larangan) itu429) dibenci di sisi Tuhanmu.

ٰ ٰ ‫ِم َع‬ ٍۗ
‫اِم اد ُح اؤًرِا‬
َّ ‫ِملُ اؤًم‬
َ ‫َّم‬
َِ ‫ِج َهن‬ ‫ِاّللِاٰلًٔاِ ٰا َخ َرِفَ تُ لا ٰق ا‬
َ ‫ىِِف‬ َ ‫َِتا َع ال‬
َ ‫ِوَْل‬
َ ‫امة‬ َ ‫كِم َنِا اْلك‬
َ ُّ‫ِرب‬
َ‫ك‬ َ ‫ٰذل‬
َ ‫كِِمَّآِْاَ او ْٰٓحىِال اَي‬
39. Żālika mimmā auḥā ilaika rabbuka minal-ḥikmah(ti), wa lā taj‘al ma‘allāhi ilāhan ākhara fa tulqā fī
jahannama malūmam madḥūrā(n).

Tadabbur QS Al Israa 31-39 (AyuA Shodiqot 13) hal 2/ 32


Itulah sebagian hikmah yang diwahyukan Tuhan kepada engkau (Nabi Muhammad). Janganlah
engkau menjadikan tuhan yang lain di samping Allah, yang menyebabkan engkau dilemparkan
ke dalam neraka dalam keadaan tercela lagi terusir (dari rahmat Allah).

Tadabbur QS. Al Israa 31


ٍۗ ٍۗ
ًِٔ‫ِوا ََّّي ُك امِا َّنِقَ ات لَ ُه امِ َكا َنِخطأًاِ َكب ا‬
‫ْيِا‬ َ ‫َِن ُنِنَ ار ُزقُ ُه ام‬
‫َوَْلِتَ اقتُلُ اوْٓاِاَ اوَْل َد ُك امِ َخ اشيَةَِا ام ََلق َا‬
Wa lā taqtulū aulādakum khasy-yata imlāq(in), naḥnu narzuquhum wa iyyākum, inna qatlahum kāna
khiṭ'an kabīrā(n).

Janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kamilah yang memberi rezeki
kepada mereka dan (juga) kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka itu adalah suatu dosa
yang besar. {QS. Al Israa 31)

Beberapa wasiat-wasiat perintah-perintah Allah subhanahu wataala taala yang isinya Ada
kemiripan dengan Surah Al-An'am di dalam surah Al Israa juga Allah subhanahu wa taala
menyebutkan ada 10 wasiat (wasaya al-asyar) disebutkan secara singkat-singkat dalam surat Al
Israa ini disebutkan dengan lebih panjang sehingga kita melihat kontennya mirip antara yang
di surah Al An'am dengan yang di surat Al-Isra. Dalam surah Al An’am (151, 152) :
151. [Katakanlah (Nabi Muhammad), “Kemarilah! Aku akan membacakan apa yang
diharamkan Tuhan kepadamu, (yaitu) janganlah mempersekutukan-Nya dengan apa pun,
berbuat baiklah kepada kedua orang tua, dan janganlah membunuh anak-anakmu karena
kemiskinan. (Tuhanmu berfirman,) ‘Kamilah yang memberi rezeki kepadamu dan kepada
mereka.’ Janganlah pula kamu mendekati perbuatan keji, baik yang terlihat maupun yang
tersembunyi. Janganlah kamu membunuh orang yang diharamkan Allah, kecuali dengan alasan
yang benar.266) Demikian itu Dia perintahkan kepadamu agar kamu mengerti]

152 Janganlah kamu mendekati (menggunakan) harta anak yatim, kecuali dengan cara yang
lebih bermanfaat, sampai dia mencapai (usia) dewasa. Sempurnakanlah takaran dan timbangan
dengan adil. Kami tidak membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya. Apabila
kamu berbicara, lakukanlah secara adil sekalipun dia kerabat(-mu). Penuhilah pula janji Allah.
Demikian itu Dia perintahkan kepadamu agar kamu mengambil pelajaran.”

Kita mulai dari wasiat Janganlah kamu membunuh orang yang diharamkan Allah
(membunuhnya), kecuali dengan suatu (alasan) yang benar.427) Siapa yang dibunuh secara
teraniaya, sungguh Kami telah memberi kekuasaan428) kepada walinya. Akan tetapi, janganlah
dia (walinya itu) melampaui batas dalam pembunuhan (kisas). Sesungguhnya dia adalah orang
yang mendapat pertolongan.

Pada ayat yang ke 31 ini firman Allah subhanahu wa taala dan janganlah kalian membunuh ,
disini ada larangan lakukan pembunuhan. Kalau kita lihat ayat-ayat sebelumnya mukhatabnya
yang diajak berbicara itu adalah mufrad artinya orang tunggal seperti ayat yang 29 (engkau kami
jadikan tanganmu terbelengu ke lehermu jangan bersifat pelit) ini yang diajak berbicara itu
adalah satu orang, tapi pada ayat ke-31 ini yang diajak bicara adalah bentuk jamak bukan jangan
engkau membunuh tapi jangan kalian membunuh ini dijelaskan oleh sebagian orang karena
perbuatan-perbuatan ini adalah perbuatan yang merupakan ciri khas jahiliah. Salah satu

Tadabbur QS Al Israa 31-39 (AyuA Shodiqot 13) hal 3/ 32


perbuatan yang merupakan ciri khas jahiliah sini adalah pembunuhan dan yang dimaksud
dengan pembunuhan di sini oleh sebagian ilmu tafsir adalah pembunuhan anak hidup.

Ayat-ayat ini ada ikhtilaf/perbedaan pendapat apakah turun sebelum hijrah atau turun setelah
hijrah. Ada sebagian ulama mengatakan ayat ini turun setelah hijrah berisi hukum-hukum,
sebagian mengatakan tidak ini adalah Makiah karena pada periode sebelum hijrah juga sudah
beberapa hukum yang diturunkan ini berbicara tentang beberapa kebiasaan-kebiasaan orang-
orang jahiliah diantaranya adalah membunuh anak perempuan hidup-hidup.

Janganlah kalian membunuh anak-anak kalian meskipun tentu saja kaidah yang berlaku
bahwasanya yang menjadi pelajaran adalah keumuman lafadznya. Tentu larangan di sini bukan
larangan hanya membunuh anak perempuan juga membunuh anak laki-laki itu. Tapi kalau
dikaitkan dengan waktu turunnya ayat oleh para ulama yang mengatakan bahwasanya waktu
turunnya ayat ini pembunuhan yang sering dilakukan oleh orang-orang jahiliah adalah
pembunuhan anak perempuan hidup. Maka janganlah kalian membunuh anak-anak kalian karena
takut fakir, takut miskin. Jadi ini merupakan salah satu kebiasaan jahiliah sehingga dipakai di
sini dhomir (kata ganti) jamak kata kerja taqtulu itu adalah untuk jamak taqtulu kalian
melakukan pembunuhan jangan kalian membunuh kenapa kebiasaan orang-orang jahiliah secara
secara umum.

Kalau kita bandingkan antara ayat Al Israa ini dengan ayat dalam QS. Al An’am itu ada sedikit
perbedaan di sini kalau di sana dalam surah Al Israa kata khasytata imlaqin kalau dalam surat
Al An’am itu min imlaqin kemudian perbedan keduanya kalau di Al Israa nahnu narzukuhum
waiyyakum kalau di surat Al An’am nahnu narzuqukum wa iyyahum. Jadi ada perbedaan antara
apa yang dapat dipahami dari surat Al Israa dengan Surah Al An’am janganlah kalian membunuh
anak-anak kalian karena takut miskin artinya sekarang belum miskin. Sekarang belum miskin
orang tuanya ini masih dalam keadaan mampu tapi dia khawatir kalau kemudian anaknya
dibiarkan hidup anak ini akan hidup dalam kemiskinan. Dia akan hidup dalam dalam kemiskinan
karena itu sejak kecil dibunuh.

Jadi salah satu alasan membunuh anak perempuan hidup-hidup itu adalah karena takut miskin.
Mengapa anak perempuan yang dibunuh? karena anak perempuan dalam pandangan jahiliah
tidak dibutuhkan, yang dibutuhkan adalah anak laki-laki untuk mempertahankan kampung
untuk berperang untuk bekerja, untuk mencari nafkah. Jadi anak laki-laki itu bermanfaat bagi
keluarga dalam pandangan jahiliah sementara anak perempuan tidak bermanfaat dalam mencari
nafkah, tidak manfaat dalam mempertahankan kampung ketika ada serangan dari luar bahkan
bisa menjadi sebab aib kalau anak perempuan ini kemudian besar dan menjadi miskin tuk
memenuhi kebutuhan hidupnya dia bisa saja menjual diri dengan berzina menjual kehormatan
untuk mendapatkan apa yang bisa menutupi kebutuhan hidupnya dan itulah aib besar bagi
keluarga. Orang tuanya masih mampu tapi ketika anaknya lahir dikhawatirkan ketika anak ini
besar dia akan menjadi miskin maka dibunuhlah anak itu sejak masih kecil khususnya anak-anak
perempuan. Kata Allah nahnu narznahnu Kamilah yang memberikan rezeki kepada mereka
(anak) jadi yang disebut dulu adalah mereka (anak) ini kenapa karena mereka yang
dikhawatirkan mereka yang tidak dapat rezeki khasyata imlakin jangan kamu membunuh anak-
anakmu karena takut miskin sekarangkan belum miskin takut miskin nanti ketika dia lahir ketika
Tadabbur QS Al Israa 31-39 (AyuA Shodiqot 13) hal 4/ 32
dia besar akan dikhawatirkan menjadi miskin. Karena kamu khawatirkan dia akan jadi miskin
ketika dia besar nanti maka jangan khawatir kata Allah karena Kami yang kasih mereka rezeki.
Mereka (anak) ini didahulukan penyebutannya karena ayatnya berbicara tentang membunuh
anak karena takut miskin yang ditakutkan miskin anak itu orang tuanya sekarang tidak miskin
karena ditakutkan miskin anaknya maka Allah tegaskan jangan takut karena anak itu nanti Kami
yang kasih rezeki sebagaimana kamu juga Kami yang berikan rezeki mereka dan juga
memberikan rezeki kepada kalian. Sementara dalam surah Al An’am itu memakai jangan kalian
membunuh anak-anak kalian disebabkan karena kemiskinan.

Jadi beda kalau yang khasyata imlaaq(in} (Al Israa) itu belum miskin cuma takut miskin tapi
kalau min imlaqin ( Al An’am). Min di situ sababiah menunjukkan sebab awladaqum min dan
janganlah kalian membunuh anak-anak kalian disebabkan karena kemiskinan. Karena itu dalam
nahnu narzukuqum wa iyyahum Kamilah yang memberikan rezeki kepada kalian. Kamu
sekarang miskin kalau kau punya anak mereka berpikir tambah parah kita sudah miskin dapat
anak lagi akan menjadi beban apalagi anaknya anak perempuan tidak bisa bantu cari nafkah
tidak bisa juga mempertahankan keluarga dari gangguan dari luar maka dibunuh saja. Karena
kita sudah miskin tambah lagi anak maka Allah katakan Kami akan memberi rezeki pada kalian
(nahnu narzukuqum) dan kepada mereka anak-anaku nanti yang lahir itu nanti akan kami
berikan rezeki juga (wa iyyahum).

Jadi penekanannya berbeda antara yang disurah Al Israa dengan yang di surah Al An’am dalam
Surah Al Israa nahnu narzukuqum wa iyyakum dan nanhnu narzuqukum waiyyahum dalam
surah Al An’am. kalau kita lihat di sini kata mahnu dalam bahasa Arab disebut dia adalah kata
kerja yang disebut dengan fi'il mudhori itu kata kerja yang menunjukkan waktu sekarang dan
akan datang. Jadi itu memberikan memberikan ketenangan kepada kita bahwa rezeki itu akan
terus ada dari Allah subhanahu wa taala sekarang dan akan datang itu makna fi'il mudhor (nahnu
narzukuqum wa iyyakum). Jadi kalau kamu ini sudah berkecukupan kemudian gara-gara anakmu
lahir tambah anak kwatirkan menjadi miskin nantinya Kami yang akan memberi rezeki mereka
dan Kami juga terus memberi rezeki kamu sekarang ini sampai nanti. Jadi engkau tidak usah
khawatir begitu yang bunuh anaknya karena sudah miskin karena miskin tidak mau tambah anak
menambah beban tambah semakin miskin kata Allah jangan khawatir kamu sekarang miskin
tapi kami akan terus memberikan rezeki, kamu tidak tahu ke depan rezekimu seperti apa. Jadi
yang sekarang miskin jangan merasa bahwa saya akan miskin sampai mati karena Allah di sini
memakai kata narzukuqum (fiil mudhori) itu dengan terus Allah berikan rezeki. Boleh jadi
sekarang rezeki kita agak sempit tapi rezekinya akan datang terus, maka rezeki kita ke depan
kita tidak tahu tapi Allah sudah menjamin bahwasanya Allah Subhanahu wa ta’ala memberikan
rezekinya bahkan sampai hewan-hewan sekalipun yang tidak berakal Allah jamin rezekinya.
Sebagaimana dalam QS. Hud ayat ke 6 Allah berfirman [Tidak satu pun hewan yang bergerak
di atas bumi melainkan dijamin rezekinya oleh Allah. Dia mengetahui tempat kediamannya dan
tempat penyimpanannya.350) Semua (tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauhulmahfuz)].

Hal ini kalau kita implementasikan, bahwa dalam kehidupan kita di zaman sekarang ini
meskipun ayat ini ketika turun berbicara atau ketika turun situasi yang ada ketika itu jadi bukan
asbabun nuzul (penyebab) tapi al adail nuzulul ayah. Kalau sababun nuzul sebab turunnya ayat

Tadabbur QS Al Israa 31-39 (AyuA Shodiqot 13) hal 5/ 32


kalau keadaan yang terjadi ketika itu turun bisa dikaitkan juga turunnya ayat dengan keadaan
yang sedang terjadi pada waktu itu. Maka sebagian ahli tafsir membawa ayat ini pada
pembunuhan anak perempuan hidup-hidup. Karena ayat ini turun di di zaman sebelum hijrah
dan keadaan ketika itu adalah keadaan jahiliah yang mayoritas muslimin masih minoritas
sehingga adat-adat jahiliyah masih berlaku sehingga pembicaraannya dibawa kepada keadaan
jahiliah yang berlaku saat saat itu. Tetapi ibrahnya/pelajarannya adalah ayat ini tidak hanya
berbicara tentang keadaan jahliah ketika itu tapi dia adalah ayat yang umum. Setiap ayat yang
turun adalah sesuai dengan keadaan, maka tidak berbicara khusus tentang orang jahiliah ketika
turun yang pertama kali tersentuh adalah keadaan.

Kalau di zaman kontemporer sekarang dibawa pada pembatasan kelahiran pada pembatasan
kelahiran apakah pembatasan kelahiran itu termasuk dalam pembunuhan anak-anak dengan cara-
cara modern dengan cara memakai alat apa (kontrasepsi) tertentu apakah ini sama dengan
membunuh anak? Tentu membunuh itu ketika sudah ada, maka hukumnya haram ketika dia
sudah jadi anak meskipun belum lahir ke dunia. Meskipun belum lahir ke ke dunia tapi dia
sudah menjadi satu ciptaan Allah subhanahu wa taala menjadi satu manusia yang yang baru.
Maka membunuh bayi dalam kandungan itu sama hukumnya dengan membunuhnya ketika dia
telah keluar darii kandungan. Orang mati sekalipun dilarang disakiti. Nabi Sallahu Alaihi
wasallam bersabda mematahkan tulang jenazah yang sudah meninggal itu orang sama dengan
mematahkannya ketika masih hidup. Jadi memperlakukan manusia baik bernyawa atau tidak
haruslah sama kalau dia bernyawa dilarang dihilangkan nyawanya dan dia jika sudah tidak
bernyawa tidak boleh dirusak jasadnya bahkan orang kafir sekalipun ada pelarangan. Jadi kalau
kita berperang orang sudah mati itu dilarang dirusak jasadnya diharamkan dalam Islam. Apalagi
sampai menghilangkan nyawa yang tidak dibenarkan, Karena itu membunuh anak yang sudah
jadi bukan karena alasan yang dibenarkan oleh syariat itu sama hukumnya dengan membunuh
anak yang sudah keluar ke dunia maka tidak boleh dilakukan.

Bagaimana kalau yang dilakukan mencegah terjadinya tentu ini tidak masuk kategori
pembunuhan waupun dikatakan pembunuhan maka dia dari sisi majazi dan itu pada asalnya
disamakan dengan Al Azl sahabat mengatakan kami melakukan Al Azl itu artinya melakukan
hubungan suami istri kemudian suami menumpahkan spermanya tidak dalam dalam rahim istri.
Para sahabat melakukan hal ini pada saat Alquran sementara turun. Jika terlarang maka tentu Al
quran akan berbicara/melarang.

Tapi ulama kita berbicara tentang batasan kelahiran ini kalau dia sifatnya menghentikan maka
itu dilarang. Karena bagi kita laki laki menikah dengan wanita yang subur yang memang
berpotensi punya anak, disukai kalau punya banyak anak. Nabi salallahu alayhi wa sallam
bersabda “nikahilah perempuan perempuan yang penyayang dan subur karena aku berbahagia
dengan banyaknya kalian pada hari kiamat”. Kata ulama kalau itu menghentikan sama sekali
atau dia menutup kelahiran atau menjarangkan kelahiran dengan alasan kesehatan maka ulama
berpendapat dibolehkan.

Sesungguhnya pembunuhan mereka adalah kesalahan yang besar kesalahan yang merupakan
dosa karena dilakukan dengan sengaja melakukan pelanggaran dan itu mendatangkan dosa

Tadabbur QS Al Israa 31-39 (AyuA Shodiqot 13) hal 6/ 32


pelakunya dengan senagaja mendapatkan dosa besar. Contoh lain seperti firman Allah subhahu
wataala dalam Al Quran :
o QS. Al Qasas ayat ke 8 (Sungguh, Firaun dan Haman bersama bala tentaranya adalah
orang orang yang bersalah} ,
o QS Al Alaq ayat 16 [Nāṣiyatin kāżibatin khāṭi'ah(tin). (yaitu) ubun-ubun orang yang
mendustakan (kebenaran) dan durhaka].

Berbuat salah dengan sengaja itu merupakan dosa. Kalau kita pakai kata khitun kalau kata “kh”
ini kata kerjanya adalah akhtaa pelakunya disebut dengan mukhtiun kalau mukti ini adalah
kesalahan yang dilakukan tidak dengan sengaja disebut mutiun berbeda antara orang yang
dengan orang yang khta dengan orang yang khtiah itu perbedaan dari sisi bahasa antara dua kata
ini. Yang digunakan dalam ayat ini sesungguhnya membunuh, mereka membunuh anak-anak
karena takut miskin itu adalah merupakan khitaan kabira merupakan kesalahan yang besar dosa
yang besar sesuatu yang dilakukan secara sengaja dan dia memiliki dosa yang besar di sisi Allah
Subhanahu Wa Ta’ala.

Inna qatlahum kāna khiṭ'an kabīrā(n). kesalahan yang tidak disengaja tentulah dimaafkan
dikatakan dalam hadits Allah itu memafkan dari kesalahan yang tidak disengaja. Belum tahu
hukumnya tapi hal itu dilakukan pelanggaran karena belum tahu hukum atau karena tidak
sengaja maka namanya khata’ pelakunya namanya itu mukhli dimaafkan karena lupa dan apa
yang mereka dipaksa untuk melakukan itu. Kesalahan yang tidak disengaja atau tidak disini
Allah makai kata Inna itu adalah penekanan sesungguhnya benar-benar pembunuhan mereka
benar benar merupakan kesalahan yang besar apalagi itu pakai kata kaana sesungguhnya
pembunuhan mereka adalah karena menunjukkan sebelumnya. Sebelumnya telah ada lagi sudah
bahwa kesalahan itu sesuatu yang telah tetap baik itu tetap dalam agama sudah tetapkan dia
melakukan kesalahan besar karena telah membunuh anak-anak atau kaana juga bisa berarti
dalam akal yang sehat.

Dalam pemahaman yang yang lurus membunuh itu adalah sesuatu yang yang salah karena itu
tidak semua juga orang Arab jahiliah membunuh anak perempuan hidup-hidup, sampai-sampai
ada di antara mereka orang yang menampung anak-anak perempuan. Jadi kalau dia
mendapatkan ada orang yang membawa anaknya ke tengah padang pasir dan mau dibunuh dia
bilang ini anak berikan sama saya saja nanti saya yang saya yang menghidupi bayi tersebut. Ada
seorang di zaman jahiliah yanng kerjanya itu mengumpulkan anak-anak perempuan yang mau
dibunuh kalau dia dapat diambil dia bilang jangan dibunuh biar saya yang yang urus yang
tanggung hidup. Jadi yang masih memiliki akal sehat tahu bahwasanya pembunuhan
pembunuhan anak-anak itu karena takut miskin atau karena karena miskin merupakan sebuah
kesalahan yang yang besar maka dikata kaana adalah dia kesalahan daripada perbuatan itu sudah
merupakan sesuatu yang didiketahui sebenarnya baik secara syariat ataupun secara fitrah dan
akal yang sehat tapi orang-orang yang ketika dikalahkan oleh hawa nafsunya maka mereka
melakukan pembunuhan tersebut dan kemudian menganggap pembunuhan sebagai sesuatu yang
baik.

Tadabbur QS Al Israa 31-39 (AyuA Shodiqot 13) hal 7/ 32


Ayat berikutnya QS Al Israa 32
ۤ
‫ِسب اي ًِٔلِا‬ َ ‫َوَْلِتَ اق َربُواِالز ٰٰنِْٓانَِّهِِٗ َكا َنِفَاح‬
َ ‫شةًِٔ ٍَۗو َسا َء‬
Wa lā taqrabuz-zinā innahū kāna fāḥisyah(tan), wa sā'a sabīlā(n).
Janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya (zina) itu adalah perbuatan keji dan jalan
terburuk.

Sesungguhnya perbuatan zina adalah perbuatan yang keji (faahisya(tan) dan jalan yang buruk
(wa sa’a sabilaa(n). Ayat ini bersambung atau kelanjutan daripada ayat sebelumnya. Kalau
kemudian dibawa kepada keadaan zaman jahiliah di mana orang-orang membunuh anak
perempuan karena takut miskin maka ini ada kaitannya dengan perzinaan ini mereka juga
menganggap bahwasanya membunuh anak perempuan itu adalah menjaga kehormatan
Bagaimana setan kemudian kemudian membuat indah dalam pandangan mereka membunuh
anak-anak mereka dengan alasan karena kehormatan.

Istilahnya alasan yang yang dianggap baik Allah berfirman dalam surat Al An’am ayat 137
(demikianlah berhala berhala mereka (setan) menjadikan terasa indah bagi banyak orang orang
musyrik membunuh anak anak mereka,..) demikianlah telah membuat indah kepada kebanyakan
orang-orang musyirikin membunuh anak-anak mereka, syarikat-syarikat yang mereka angkat
itu yang membuat indah dalam pandangan mereka. Di antara syarikat-syarikat yang mereka
angkat adalah tandingan-tandingan selain Allah subhanahu wa taala yaitu para setan. Setan itu
yang kemudian membuat mereka zayyaana yang membuat indah kepada kebanyakan orang-
orang musyrik (qatla auladhi) pembunuhan anak-anak mereka.

Jadi ayat ini menunjukkan bahwasanya orang-orang kafir itu memang menganggap membunuh
anak perempuan hidup-hidup merupakan satu kehormatan satu kebaikan, kenapa karena
alasannya menjaga keluarga dari aib, sehingga dianggap suatu perbuatan yang baik. Ini
merupakan tipuan setan disinilah bagaimana setan mengelincirkan manusia menganggap
perbuatan itulah adalah sesuatu yang baik dilegitimasi oleh hujjah setaniah yang sebenarnya
menurut fitrah dan akal sehat itulah merupakan satu keburukan. Karena membunuh anak itu
dibunuh karena takut miskin atau karena sudah miskin akan semakin miskin. Jika dia besar
jadi miskin karena dia perempuan tidak bisa cari nafkah nanti cari kebutuhan hidupnya dengan
menjual diri kalau menjual diri maka akan membuat aib bagi keluarga maka supaya tidak begitu
dibunuh saja dari sekarang, itulah godaan setan yang membuat mereka menganggap perbuatan
mereka sebagai perbuatan yang yang baik yang sebenarnya bertentangan dengan fitrah dan akal
sehat.

Jadi ayat yang ke 32 ini masih ada kaitan dengan ayat 31 yaitu janganlah kalian mendekati
perbuatan zina. Hal ini sudah sering dibahas kata taqrabu jangan mendekati artinya jangan
melakukan perbuatan-perbuatan yang bisa menyebabkan kalian jatuh dalam perbuatan zina,
Maka semua perbuatan yang bisa mengantarkan kepada perbuatan zina itu adalah melanggar
ayat ini (wa laa taqrabu) jangan mendekati (zina). Dan ini menunjukkan bahwasanya Islam
adalah agama yang preventif agama yang mencegah sebelum terjadinya satu keburukan
sehingga melahirkan sebuah kaidah. Yaitu kaidah yang disebut dengan saddu Adar’rya yang
artinya menutup pintu-pintu yang bisa membawa kepada keburukan. Maka apa yang bisa
Tadabbur QS Al Israa 31-39 (AyuA Shodiqot 13) hal 8/ 32
membawa orang pada suatu keburukan maka hal itu juga dianggap buruk. Sarana sarana atau
jalan-jalan yang mengantarkan pada tujuan hukumnya sama dengan hukum tujuan . Jadi kalau
tujuannya hukumnya haram maka sarananya juga menjadi menjadi haram, kalau tujuannya bagus
maka sarana juga menjadi bagus. Orang mau ke masjid karena rumahnya jauh naik motor maka
naik motor yang asalnya mubah menjadi berpahala karena tujuannya adalah melaksanakan salat
di masjid. Orang yang mau pergi berzina ke tempat mohon maaf ke tempat pelacuran naik
motor karena jauh sama-sama naik motor, naik motor pertama naik motor berpahala, naik motor
kedua naik motor berdosa. Jadi sejak dia mengendari motornya menuju tempat perzinahan tadi
dia sudah berdosa. Kenapa? karena sarana-sarana itu hukumnya sama dengan apa yang menjadi
hukum daripada tujuan daripada dijalankannya sarana tersebut baik.

Laa taqrabu zina, apa itu zina? Zina adalah melakukan hubungan suami istri dengan
perempuan/lakilaki yang tidak halal baginya. Dalam Islam yang dihalalkan ada dua yaitu :
1. istri dan
2. budak
Karena syariat Islam Allah mengatakan orang yang menjaga kemaluan mereka kecuali kepada
istri istri mereka atau kepada budak-budak yang mereka miliki, mereka dalam hal ini tidaklah
tercela kalau melakukan hubungan suami istri dengan istrinya yang dinikahi dengan akad nikah
yang sah atau dengan budaknya yang dibeli secara secara sah. Jadi budak yang dibeli atau
didapatkan mungkin juga dibeli budak didapatkan dari peperangan misalnya maka status budak
itu dalam Islam dari sisi kebolehan menggaulinya itu sama dengan istri status dari sisi kebolehan
menggaulinya tapi sosialnya tentu tidak sama istri. Istri adalah orang merdeka budak bukan
orang merdeka. Meskipun sekarang bisa dikata sudah tidak ada perbudakan sehingga definisi
zina untuk saat ini bisa kita katakan adalah melakukan dengan perempuan yang tidak halal
baginya yaitu istrinya. Karena sekarang sudah tidak ada perbudakan lagi namun jika dia terjadi
lagi di akan datang maka hukum Islam tetap membolehkan menggauli budak yang dia miliki
sebagaimana menggauli istrinya sendiri.

Wa laa taqrabu zina, dan janganlah kalian mendekati zina innahu sesungguhnya zina itu jadi
menggunakan kata Inna lagi sama sebelumnya penjelasan di atas memakai kata Inna sebagai
penekanan. Penegasan ini sesungguhnya membunuh mereka adalah kesalahan yang besar di sini
juga innahu sesungguhnya zina itu faahisyatan, ini namanya jumlahiliah kalimat yang
menegaskan sebabnya mengapa tidak boleh berzina. Apa sebabnya innahu kaana fahisya (tan)
karena zina itu adalah fahisyah adalah kekejian di sini digambarkan dengan kata fahisyah karena
kalau cuma dikatakan buruk atau dikatakan kesalahan dosa ini lebih lebih parah lagi katakan
fahisyah. Fahisyah itu perbuatan yang sangat keji perbuatan yang dianggap kotor dianggap
rendah. Perbuatan zina dahulu di zaman jahiliah itu kebanyakan yang melakukannya adalah
para budak mereka melakukan perzinahan. Orang-orang merdeka juga ada yang berzina tapi
tidak banyak yang kebanyakan melakukan perzinahan adalah para budak karena mereka
dianggap memang tidak kehormatan. Beda dengan orang merdeka, mereka menjaga
kehormatannya sebagai orang merdeka, Maka sedikit didapatkan orang merdeka yang yang
berzina. Karena itu ketika masuk Islam, penduduk Makkah pada Fathu Makkah ketika sebagian
perempuan ketika diambil baiatnya salah satu isi baiatnya tidak boleh berzina, maka istrinya
Abu Sufyan (Hindun) dia bertanya ketika dibaiat yang salah satu isinya adalah tidak boleh

Tadabbur QS Al Israa 31-39 (AyuA Shodiqot 13) hal 9/ 32


berzina dia mengatakan Ya Rasulullah apakah perempuan merdeka melakukan perzinan? dia
merasa heran mengapa harus diambil perjanjian bahwa tidak boleh berzina sementara dalam
kalangan masyarakat Arab jahiliah pun perzinan di kalangan perempuan-perempuan merdeka
itu dianggap sebagai sebuah aib dan mereka menghindarinya. Tetap terjadi perzinahan di zaman
jahiliah yang dilakukan oleh perempuan-perempuan merdeka.

Innahu kaana fahisyatan sesungguhnya perzinahan itu adalah fahisyah adalah perbuatan yang
keji perbuatan yang kotor perbuatan yang rendah. Wa saabila dan jalan yang buruk kemudian
pakai kata kaana Innhu kaana fahisyatan zina itu kaana sejak dulu sudah merupakan fahisya
semua orang menganggap zina itu perbuatan yang keji perbuatan yang rendah perbuatan yang
yang hina. Makanya sampai Hindun sampai bertanya kepada Nabi sallallahu alayhi wa sallam.
Orang-orang yang masih baik fitrahnya, akalnya masih sehat pasti akan mengatakan bahwasanya
perzinahann adalah perbuatan yang yang buruk. Sayang sekali di zaman sekarang ada orang
Islam yang terpengaruh dengan pikiran seperti bahwasanya berzina itu adalah sesuatu yang tidak
rendah. Bahwasanya kebutuhan kepada lawan jenis adalah kebutuhan asasi yang bisa dilakukan
seperti orang butuh kepada makanan. Orang butuh makan dia boleh makan dan dia bisa makan
di mana saja dia bisa masak sendiri dia bisa makan di warung dan bisa pilih warung yang dia
inginkan dan dia tidak salah dengan pilihan-pilihan itu. Maka setan itu itu menggambarkan
indah dalam pandangan manusia sekarang khususnya orang-orang kafir bahwasanya perzinahan
itu sama dengan orang mencari makan, dia bisa memakan yang ada di rumahnya dia bisa
melakukannya dengan istri yang ada di rumahnya dan dia bisa singgah di warung-warung
memilih makanan lain yang dia sukai itu tidak dianggap sebagai sebuah sebagai sebuah
perbuatan yang keji. Itu merupakan pikiran-pikiran setaniah yang Allah tegaskan di sini inna
sesungguhnya ditegaskan kembali sesungguhnya perzinaan itu dia adalah adalah kekejian,
yang sejak dulu orang sudah paham adalah jalan yang buruk.

Di sini Islam sangat memperhatikan masalah perzinahan kenapa? perzinaan ini mendatangkan
banyak sekali keburukan, diantaranya hilangnya nasab. Hilangnya nasab itu keburukan yang di
sebabkan oleh zina nasab hilang tidak ketahuan siapa bapaknya. Dan ini juga sesungguhnya
terjadi pada zaman jahiliah. Jadi ketika Hindun bertanya apakah orang merdeka itu berzina tentu
zina dalam definisi jahiliah. Sebab ada zina yang dianggap zina dalam Islam tapi bukan zina
dalam defenisi jahiliah. Ada orang biasa zaman itu perempuan berzina berhubungan dengan 10
orang laki-laki nanti kalau anaknya lahir dia panggil semua 10 laki-laki yang dia tinggal melihat
wajahnya itu anak dan dia lihat siapa diantarara ini yang mirip wajahnya dia bilang kamu
bapaknya itu pernikahan yang dianggap sah di zaman jahiliah dia bukan perzina di zaman
jahiliah. Jadi definisinya memang berbeda antara zina di zaman jahiliah dengan zina dalam
definisi Islam. Jadi dia menghilangkan nasab tidak jelas ini anak siapa.

Kemudian zina juga menyebabkan keturunan yang akan terebengkalai anak-anak yang
kehilangan kasih sayang seorang ayah, kehilangan kontrol dari seorang ayah, kehilangan
tanggung jawab memberi nafkah dari seorang ayah. Anak yang lahir dari zina tidak punya suami
maka anak ini akan terbengkalai dia akan terlantar menambah masalah problem sosial
masyarakat, sudah tidak jelas bapaknya, tidak jelas yang memberi nafkah kepada dia akhirnya
dia akan terlantar. Sehingga mungkin akan lebih banyak melahirkan para kriminal dalam dalam

Tadabbur QS Al Israa 31-39 (AyuA Shodiqot 13) hal 10/ 32


kehidupan. Jadi itu kalau dia berzina dengan orang dengan perempuan yang tidak punya suami,
atau laki laki kalau berzinanya dengan perempuan yang punya suami lebih parah lagi merusak
rumah tangga orang lain. Karena dia berzina dengan perempuan yang sudah memiliki suami.
Hal ini bisa menyebabkan pembunuhan orang yang masih punya rasa harga diri dia bisa
membunuh orang yang berzina itu apakah laki-laki yang dia bunuh atau sekalian dengan
perempuannya dia bunuh, akibat dari perbuatan zina.

Kerusakan selanjutnya membuat perempuan itu tidak akan di dinikahi oleh siapapun kalau
ketahuan dia pernah berzina orang tidak akan mau menikahinya. Juga laki-laki pezina itu jahat,
dia juga berzina, kalau dia mau menikah dia tidak mau menikah dengan perempuan yang pernah
berzinah. Itulah kejahatan kaum laki-laki. Itulah kira-kira beberapa kerusakan-kerusakan yang
disebabkan oleh perbuatan zina dikatakan sebagai perbuatan yang keji dan jalan yang buruk.
Maka semua pintu pintu yang bisa membawa kepada perbuatan zina harus dihindari. Makanya
dalam surah dilarang mulai dari berpandang pandangan dengan menjaga kemaluannya. Jika
dikaitkan antara pandangan dengan kemaluan karena asal daripada zina adalah pandangan.

Begitu pula kepada perempuan katakan kepada perempuan-perempuan beriman agar mereka
menahan pandangnya dan menjaga kemalunya sama dikaitkan antara pandangan dengan karena
asal dari pada menjaga pandangan kita sedapat mungkin. Menjaga pandangan menundukkan
pandangan pada lawan jenis apalagi kalau itu sudah bisa menimbulkan syahwat. Artinya
pandangan yang dikhawatirkan bisa menimbulkan syahwat itu lebih berat lagi apalagi pandangan
yang memang dimaksudkan untuk memuaskan syahwat lebih parah lagi. Dimaksudkan
memang dia sengaja memandang untuk menyenangkan hatinya memuaskan syahwat sengaja
memandang orang-orang tertentu. Kalau laki-laki memandang wajah saja sudah bisa
membangkitkan syahwatnya, kalau perempuan biasanya tidak tergerak syahwatnya tapi kalau
laki-laki mendengarkan suara saja itu sudah bisa menggerakkan syahwat, itulah bahayanya
fitnah lawan jenis. Karena itu harus ditutup semuanya ini berpandang- pandangan bercakap-
cakap kecuali dalam hal yang sifatnya memang tidak bisa tidak darurat atau hajat yang memang
dibutuhkan saja bukan bercakap-cakap sampai cerita panjang lebar yang juga bisa
menyebabkan menyebabkan syahwat yang menjadi pintu zina apalagi kalau sudah berduaan
hindari berduaan karena yang ketiga adalah setan.

Membiasakan ikhtilath bercampur antara laki-laki perempuan ini kita harus hindari. Hal-hal
yang sifatnya sangat prinsip kalaupun kita terpaksa berada dalam situasi ikhtilat maka kita harus
berusaha untuk bisa menjaga diri dan secepat-cepatnya keluar dari suasana ikhtilath tersebut.
Misalnya kita kuliah di kampus, kita ikhtilat ini kan bisa dikatakan darurat atau hajat yang kita
butuh untuk mencari ilmu yang kita butuhkan dalam kehidupan dunia dan akhirat. Kalau kita
terpaksa berada di situ maka jagalah diri kita supaya kondisi yang ikhtilath itu tidak membuat
kita justru semakin jauh dengan berpandang-pandangan bercakap-cakap seperti orang bilang
ketawa ketiwi santai itu kita harus hindari. Demikian pula kalau terpaksa harus masuk di mall
misalnya mall itu tempat ikhtilath, mall itu sudah ikhtilath, musik ada hingar bingar di semua
tempat ada musik kalau tidak terpaksa tidak usah masuk. Sekarang ini mau jadi tempat rekreasi,
orang rekreasi di mall kalau orang awam kita masih bisa kalau kita juga orang-orang aktivis mau
juga rekreasi di mall juga apalagi membiasakan anak kita sejak kecil untuk ke mall rekreasinya

Tadabbur QS Al Israa 31-39 (AyuA Shodiqot 13) hal 11/ 32


di mall makannya di mall ini tempat ikhtilat musik hingar-bingar. Selain juga pajangan-
pajangan yang sangat menggoda nafsu membeli kita yang kadang-kadang dengan uang paspasan
pun karena sudah tertarik dibeli. Kalaupun terpaksa misalnya hanya ada di mall yang jual,
langsung beli itu dan langsung keluar jangan pakai jalan-jalan keling-keliling lihat sini ini. Kalau
terpaksa kita ada disitu selesaikan segera atau kita mencari tempat yang yang lebih aman karena
kita sedang terpaksa berada tempat tersebut.

Sekarang sudah zaman medsos kalau dulu zaman awal-awalnya muncul HP hanya telpon
telponan lalu muncul SMS. SMS itu terbatas itupun sudah cukup untuk membuat fitnah itu
zaman awalnya muncul HP sudah ada smsan chatting. Sekarang ini lebih parah lagi orang bisa
dengan Zoom dengan macam macam medsos yang semuanya merupakan pintu-intu yang bisa
mengantar pada zina.

Ayat berikutnya QS Al Israa 33

ٍۗ ٍۗ
‫ص اؤًرِا‬
ُ ‫ِم ان‬ ‫ِج َعلانَاِل َولي ِهِٗ ُسلا ٰطنًٔاِفَ ََلِيُ اسر ا‬
َ ‫فِّفِالا َق اتلِانَِّهِِٗ َكا َن‬ َ ‫ِوَم انِقُت َلِ َمظالُ اؤًماِفَ َق اد‬ ٰ ‫ِح َّرَم‬
َ ‫ِاّللُِاَّْلِِب اْلَق‬ َ ‫ِت‬ َّ ‫َوَْلِتَ اقتُلُواِالنَّ اف‬
‫سِال ا‬
َ
Wa lā taqtulun-nafsal-latī ḥarramallāhu illā bil-ḥaqq(i), wa man qutila maẓlūman faqad ja‘alnā
liwaliyyihī sulṭānan falā yusrif fil-qatl(i), innahū kāna manṣūrā(n).
Janganlah kamu membunuh orang yang diharamkan Allah (membunuhnya), kecuali dengan
suatu (alasan) yang benar.427) Siapa yang dibunuh secara teraniaya, sungguh Kami telah
memberi kekuasaan428) kepada walinya. Akan tetapi, janganlah dia (walinya itu) melampaui
batas dalam pembunuhan (kisas). Sesungguhnya dia adalah orang yang mendapat pertolongan.

Catatan Kaki
427) Lihat catatan kaki surah al-An‘ām (6): 151. 428) Yang dimaksud dengan kekuasaan di sini ialah kewenangan
ahli waris korban pembunuhan atau pemerintah yang sah untuk menuntut kisas atau menerima diat (lihat surah al-
Baqarah [2]: 178 dan an-Nisā’ [4]: 92).

Ayat yang ke 33 janganlah kalian membunuh orangnya nafs itu bisa berarti zatnya bisa berarti
jiwanya kadang-kadang kata nafs dipakai dengan makna diri zatnya jasmaninya fisiknya kadang-
kadang dipakai dengan makna jiwanya atau ruh nya. Di sini an nafs bermakna jasadnya
orangnya zat manusia itu jiwa satu diri/orang yang diharamkan oleh Allah subhanahu wa taala
dengan kebenaran dengan sebab yang dibenarkan oleh syariat dengan alasan yang benar.

Wa man qutila maẓlūman dan barang siapa dibunuh secara zalim faqad ja‘alnā liwaliyyihī sulṭānan
maka sungguh telah kami jadikan bagi walinya (orang yang terbunuh tadi). Kata sultanan itu
sebenarnya artinya penguasa orang yang berkuasa tapi di sini banyak di diartikan oleh para ulama
sultanan di sini maksudnya kekuasaan namun dari sisi bahasa arti sultan adalah penguasa
orangnya, orang yang punya kekuasaan namanya sultan, seperti ada nama Sultan Hasanudin,
Sultan Babullah di Ternate, Sultan Agung di Mataram. Semua sultan artinya penguasa kalau
arti bahasanya disinilah kami sungguh telah kami jadikan walinya menjadi penguasa. Tapi
banyak ahli tafsir mengatakan maksudnya sini kekuasaan dia, diberi kekuasaan untuk
melakukan pembalasan/qisas.

Falā yusrif fil-qatl(i), maka janganlah dia melampaui batas, yaitu dibatasi dalam pembunuhan
maksudnya dalam membunuh orang yang membunuh keluarganya ketika melakukan hukuman
Tadabbur QS Al Israa 31-39 (AyuA Shodiqot 13) hal 12/ 32
itu tidak boleh melampaui batas. Innahū kāna manṣūrā(n) sesungguhnya dia orang yang wali ini
tadi yang diberi kekuasaan untuk melakukan hukuman qisas adalah orang yang mendapat
pertolongan.

Ini juga merupakan satu kebiasaan di zaman jahiliah di mana membunuh itu sangat mudah
dilakukan menumpahkan darah adalah perkara yang sangat sering terjadi dalam kehidupan
zaman jahiliah. Maka Allah subhanahu wa taala melarang membunuh satu diri. Membunuh
satu orang termasuk di antara namanya 5 perkara inti utama yang dijaga dalam Islam hifzun
nafs yang pertama adalah hifzuddin menjaga agama yang mulia ad hifzun nafs menjaga jiwa.
sangat dijaga dalam Islam. Banyak sekali syariat yang terkait dengan penjagaan diri manusia
untuk tidak dihilangkan nyawanya, banyak sekali syariat dalam syariat dalam Islam yang
tujuannya adalah menjaga agar tidak ada tidak terjadi perbuatan pembunuhan.

Dalam Al-qur'an juga dalam ayat yang yang lain bahkan membunuh diri sendiri pun itu dilarang
bunuh diri pun dilarang yang diri ini milik kita sendiri tapi saking berharganya nyawa itu tidak
bisa kita mengatakan bahwasanya ini kan nwawa milik saya boleh bunuh dong saya, tidak
boleh karena itu merupakan pemberian Allah subhana wa taala. Seseorang diharamkan
membunuh dirinya sendiri apalagi membunuh orang lain, Allah subhana wataala berfirman
(Janganlah kamu membunuh dirimu, QS An Nisaa 29), dalam QS Al Maidah 32 (bahwa siapa
yang membunuh seseorang bukan karena (orang yang dibunuh itu) telah membunuh orang lain
atau karena telah berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua
manusia…)

Pembunuhan dalam Islam itu membunuh satu orang yang diharamkan untuk dibunuh itu sama
dengan kalau kita membunuh seluruh manusia. Luar biasa bagaimana agama Islam menjaga
yang namanya nafs diri manusia agar tidak mudah tumpahkan darahnya tidak mudah dihilangkan
nyawanya. Dan janganlah kalian membunuh satu diri satu zat manusia yang diharamkan oleh
Allah subhanahu wa taala. Jiwa yang diharamkan maksudnya apa jiwa yang diharamkan untuk
membunuh, jadi bukan jiwanya itu haram, apakah ada jiwa haram? jiwa halal? Diri haram diri
halal maksudnya diri yang haramkan membunuh, haramallahulaha itu kalau takdirnya
istilahnya haramallahu ialah yang Allah haramkan untuk membunuh. Adapun dijelaskannya
diri, di sini diri yang yang bagaimana yang diharamkan diri, yang bagaimana yang tidak boleh
dibunuh adalah diri yang diharamkan oleh Allah subhanahu wa taala. Kalau kita bisa dibawa
kepada makna allati haramallah dilarang membunuh diri yang diharamkan oleh Allah
subhanahu wa taala yaitu yang sudah dijelaskan dalam ayat-ayat lainnya yang tidak boleh di
dibunuh. Membunuh orang Islam itu diri yang diharamkan untuk dibunuh, membunuh anak-
anak, membunuh orang kafir itu juga dilarang. Orang kafir mua’ahad yang diberikan jaminan
keamanan oleh satu orang diantara kaum muslimin. Membunuh orang kafir mua’ahad orang
kafir yang antara negerinya dengan negeri Islam antara kaumnya dengan kaum muslimin ada
perjanjian damai itu semua jenis orang kafir yang dilarang untuk dibunuh. Jadi maksudnya
dilarang membunuh jiwa dilarang membunuh diri yang diharamkan oleh Allah subhanahu wa
taala seperti yang telah dijelaskan atau yang akan dijelaskan dalam syariat Allah subhanahu
wataala itu makna yang pertama.

Tadabbur QS Al Israa 31-39 (AyuA Shodiqot 13) hal 13/ 32


Makna yang kedua bisa bermakna jangan kalian membunuh diri yang mana pembunuhan diri
itu diharamkan oleh Allah karena kalau tadi disebutkan ini ayat ini turun pada zaman periode
sebelum hijrah, jadi mungkin penjelasan siapa diri yang diharamkan dibunuhkan belum ada
maka makna yang keduanya Wa lā taqtulun-nafsal-latī ḥarramallāhu janganlah kalian membunuh
diri satu orang yang diharamkan maksudnya yang mana pembunuhan itu diharamkan oleh Allah
jangan melakukan pembunuhan karena pembunuhan itu dihadapkan oleh Allah subhanahu wa
taala. Jadi Allah ingin menegaskan bahwa apa yang biasa dilakukan oleh orang-orang orang
orang jahiliah yang begitu mudah untuk menghilangkan nyawa orang lain itu adalah diharamkan
oleh Allah subhanahu wataala.

Dengan firman ini orang jahiliah itu sangat mudah untuk melakukan pembunuhan illā bil-ḥaqq(i),
kecuali dengan alasan yang yang benar. Kalau di zaman setelah turunnya syariat tentang
pembunuhan, Nabi katakan orang Islam tidak halal darahnya kecuali 3 sebab diantaranya yaitu
orang yang sudah menikah lalu berzina. Jadi bukan berarti ada orang berzina kita bunuh saja,
tidak bisa seperti itu semua harus lewat peradilan. Dalam Islam semua harus lewat peradilan
semua hukum harus diputuskan oleh Khadi. Jadi ini hukumnya dalam Alqur'an siapa yang nanti
memutuskan hukum ini diberlakukan atau tidak adalah Khadi/ Hakim dia akan mengadili dia
akan melihat kejadian-kejadian dan dia akan putuskan. Hukum Allah ini berlaku di sini jadi tidak
boleh kita masyarakat melihat ada orang berzina kita tangkap kita bunuh karena hukumannya
adalah sudah menikah hukuman mati, tidak bisa seperti itu harus sebuah proses. Jadi kecuali
dengan alasan yang benar kalau orang Islam tadi sudah menikah berzina, membunuh dengan
sengaja dan murtad dari agama atau meninggalkan jamaah maksudnya memberontak dari
pemerintah yang sah mencabut ketaatan dari pemerintah yang yang sah (3 penyebab tidak
halalnya darah seorang muslim) maka itu bisa dihukum oleh pemerintah oleh Imam yang yang
sah.

Selanjutnya kalau kemudian dikatakan setelah turunnya syariat tapi kalau dikatakan ayat ini
turun di masa ketika itu berbicara tentang keadaan orang-orang kafir yang sangat mudah
menumpahkan darah maka illa bilhaq disini kembali kepada kepada apa yang yang Alhaq yang
dianggap oleh masyarakat ketika itu yang sebenarnya mereka juga tidak membenarkan
pembunuhan itu tidak membenarkan sembarang pembunuhan di zaman jahiliah belum ada Islam
sejak ketika Nabi belum diutus misalnya. Tapi ada urf/kebiasaan yang berlaku mengapa kita
katakan bahwasanya masyarakat jahiliah pun tidak membenarkan pembunuhan karena ketika ada
yang membunuh itu balasannya adalah darah dibalas dengan darah. Kenapa? dianggap itu bukan
perbuatan yang benar artinya masyarakat meskipun dalam keadaan belum ada syariat yang
mengatur mereka fitrah dan akal sehat pasti akan mengatakan membunuh tanpa alasan yang
benar itu tidak benar karena itu orang menuntut darah. Jadi pembunuhan yang biasa dilakukan
di zaman jahili itu adalah pembunuhan yang tidak haq/benar karena orang-orang jahiliah
sendiripun pasti akan menentang yang namanya pembunuhan tanpa alasan. Karena kezaliman
dibunuh tanpa alasan yang hak itu namanya qutila maẓlūman siapa yang dibunuh secara zalim
tanpa alasan yang haq maka sungguh telah kami jadikan untuk walinya sultan. Seorang penguasa
di zaman Islam sultanan ini adalah penguasa betul memang artinya ketika ada orang yang
dibunuh dengan zalim Allah tunjuk penguasa imam yang ada itu yang akan kemudian
memberikan hak kepada keluarga orang dibunuh untuk menuntut kepada orang yang

Tadabbur QS Al Israa 31-39 (AyuA Shodiqot 13) hal 14/ 32


membunuh. Maka barang siapa yang dibunu h secara zalim maka sungguh telah kami berikan
untuk walinya faqad ja‘alnā liwaliyyihī sulṭānan seorang penguasa yang mana penguasa ini akan
menajalankan peradilan dan dalam peradilan itu diperhadapkan keluarga orang dibunuh dengan
orang yang membunuh. Kemudian dia akan diberikan pilihan ini penafsiran sultanan.

Ada juga penafsiran sultanan tadi disebut ditafsirkan sebagai sultan, maksudnya adalah
kekuasaan jadi walinya orang yang dibunuh ini dia yang diberi kekuasaan untuk memberi
hukuman itu juga bisa dibawa dalam zaman Islam kenapa? karena nanti hakim/sultan ini akan
memberikan kekuasaan kepada kepada keluarga orang yang dibunuh untuk memilih apakah
memaafkan ataukah membunuh, akan ada pilihan nanti. Dalam hukum Islam seperti itu ahli
warisnya diberi pilihan setelah dalam pengadilan jalan apakah anda mau hukum qisas atau anda
memafkan.

Dalam hukum Islam kalau ada satu orang saja dari ahli waris orang terbunuh yang memaafkan
maka pembunuh itu bebas dari hukuman mati dan Allah memberikan apa Allah berikan
kekuasaan kepada walinya/ahli warisnya kalau ada satu di antara mereka yang memaafkan
meskipun yang lain semuanya menginginkan qisas cukup satu yang memaafkan maka orang ini
tidak dihukum qisas diganti dengan hukuman Diat misalnya sebagai pengganti qisas. Kalau
dari ahli waris anak kecil ditunggu sampai dia baligh, misalnya orang dibunuh punya anak masih
kecil umur 1 tahun 2 tahun maka orang pembunuh ini dipenjara sampai nanti anak ini besar dia
sudah baligh sudah pikir lurus akan ditanya nanti sama hakim. Misalnya dulu 10 tahun yang lalu
misalnya bapakmu dibunuh sama orang ini, kamu bagaimana dan saudara-saudaramu yang lain,
apa orang mau dibunuh juga, dulu kau masih kecil sekarang kau sudah baligh sudah besar apakah
mau memaafkan atau mau membunuh juga, kalau dia bilang dibunuh juga maka sipembunuh
dihukum mati. Tapi kalau si anak yang baru baligh mengatakan kalau saya maafkan berarti itu
yang dipegang oleh hakim untuk tidak melaksanakan hukuman khusus.

Jadi faqad ja‘alnā liwaliyyihī sulṭānan bisa berarti telah kami jadikan untuk walinya sultanan bisa
bermakna betul-betul Sultan penguasa pemimpin yang memutuskan atau mengadakan peradilan
proses peradilan atau sultanan bermakna sultan kekuasaan kepada kepada wali keluarga yang
dibunuh untuk menetapkan melakukan hukuman qisos kepada yang membunuh anggota
keluarganya. Falā yusrif fil-qatl(i), kalau dia diberikan kekuasaan untuk membunuh maka dia tidak
boleh berlebihan dalam membunuh.

Di zaman jahiliah kebiasaan/urf yang mereka kenal bahwa orang-orang keluarga orang terbunuh
diberikan sultan memang diberikan kekuasaan untuk membunuh juga, tapi mereka biasanya
melakukan pelanggaran batas alias melampaui batas. Bagaimana melampaui batasnya kalau dia
tidak dapat orang yang membunuh dia bunuh saudaranya misalnya itu melampaui batas, bukan
dia yang membunuh yang membunuh adalah saudara dia si Fulan tapi mungkin dia lari biasanya
istilah kita darah dibalas dengan darah kalau bukan pembunuhnya kita dapat siapun di antara
keluarga kita dapat kita bunuh juga supaya adil itu prinsip jahiliah dan itu dilarang. Itulah jangan
dia melampaui batas dalam menerapkan hukuman pembunuhan itu. Yang dihukum adalah yang
membunuh anggota keluarganya yang lain tidak ada sangkut pautnya maka mereka tidak boleh
disentuh, tapi di zaman jahiliah orang yang mau membalas darah pokoknya siapa saja di antara

Tadabbur QS Al Israa 31-39 (AyuA Shodiqot 13) hal 15/ 32


anggota keluarganya kalau tidak kita dapat pembunuhnya adiknya ke kakaknya atau ke orang
tuanya pokoknya ada yang dibunuh juga supaya darah dibalas dengan darah, ini diharamkan
dalam Islam, ada aturannya dalam Islam yang dibunuh adalah orang yang membunuh.

Innahū kāna manṣūrā(n). sesungguhnya dia walinya orang terbunuh ini dia mendapatkan
pertolongan jadi dalam Islam dia dibantu oleh hukum yang ada dalam Islam untuk bisa dalam
istilahnya kita membalaskan sakit hatinya misalnya karena anaknya dibunuh maka dia ditolong
dengan hukum Islam ini untuk bisa melakukan qisos kepada pada orang yang membunuh
anaknya setelah melalui proses pengadilan denganan Hakim dipengadilan untuk menetapkan
untuk menerapkanan hukuman qisos.

Saya kira untuk pertemuan kali ini yang dapat kita bahas hanya tiga ayat mudah-mudahan
bermanfaat.

Beberapa kesimpulan yang bisa kita ambil di ayat yang telah dijelaskan oleh Ustazd bahwa ada
beberapa larangan yang Allah subhanahu wa taala yaitu :

➢ bagaimana kita dilarang untuk membunuh anak-anak kita karena takut akan kemiskinan
kemudian membunuh anak-anak kita karena kemiskinan karena Allah yang langsung
menjamin rezeki kita baik sekarang ini maupun yang akan datang
➢ bagaimana kita jangan mendekati zina pintu-pintu bagaimana kita senantiasa menutup
pintu-pintu yang bisa membawa kita kepada keburukan karena apa yang bisa membawa
kepada keburukan maka itu adalah sesuatu yang buruk dan juga sarana-sarana yang
mengantarkan kita kepada tujuan maka hukumnya sama dengan tujuan kalau hukumnya itu
adalah tujuannya adalah haram maka sarana yang mengantarkan kepada tujuan tersebut juga
haram.
➢ Bagaimana di dalam menjaga menghindari perzinahan ini bagaimana kita menjaga
pandangan kita terhadap lawan jenis kita dan juga bagaimana kita menghindari yang nama
ikhtilat terutama bagaimana kita menjauhi yang namanya pacaran dan juga bagaimana kita
menghindarkan diri kita untuk tidak membunuh pribadi kita jasadnya membunuh diri dan
juga semoga kita dihindarkan dari hal-hal yang dilarang oleh Allah Subhanahu Wa taala.

Sesi tanya jawab


▪ Apakah dalam ayat 31 ini diperbolehkan KB atau tidak ?
Sebenarnya perbedaan antara menghentikan dan mengatur jadi KB nya itu tergantung pada
makna yang mana kalau dia menghentikan menutup kandungan misalnya atau suaminya
yang menutup sehingga tidak bisa membuahi maka itu diharamkan. Karena itu dia
menghentikan sama sekali tapi kalau KB dalam artian dia mengatur jarak kelahiran karena
ibunya sakit-sakitan misalnya kemudian supaya bisa mendidik dengan baik maka itu tidak
dilarang selama memang ada hajat yang memang membutuhkan untuk kita mengatur jarak
kelahiran. wallahu ta’alam

Tadabbur QS Al Israa 31-39 (AyuA Shodiqot 13) hal 16/ 32


▪ Apabila seorang wanita ditinggal oleh suaminya karena suaminya bekerja di luar lalu ini
masturbasi, apakah wanita ini telah terjatuh pada perzinahan?
Perempuan yang melakukan masturbasi hukumnya haram, dia melakukan masturbasi ketika
suaminya jauh karena dalam alquran dikatakan onani, masturbasi terlarang, Namun jika dia
melakukan perakapan atau chatting dengan suaminya membangkitkan syahwat dia
sehingga mengalami orgasme itu tidak apa-apa itu halal karena dengan suaminya sendiri.
Tapi kalau dia melakukan dengan tangannya misalnya atau alat maka itu haram karena
keluar dari apa yang dibolehkan dalam ayat kalau dengan suami atau dengan istri maka
apakah dengan kata-kata dengan tulisan dengan sentuhan semuanya dibolehkan kecuali yang
dilarang adalah berhubungan dari dubur itu yang dilarang tap selain semuanya dibolehkan
Wallahu taala a’lam

▪ Bagaimana hukum terapi hormon, hormon ini ditekan supaya tidak subur atau hamil karena
pertimbangan lagi berobat kanker kemudian Bagaimana hukum mengambil organ-organ
mayat untuk dijadikan obat dan bahan penelitian dan yang terakhir bagaimana hukum tidak
mau hamil dengan alasan fisik lemah.
Kalau karena kanker jelas ada sebabnya karena dia sakit kanker sehingga dia harus
menjalani terapi tersebut jadi masuk semua dalam kategori hal-hal yang darurat atau hajat
kalau tidak begitu berbahaya pada dirinya ada sakit,
Kalau sakit karena fisik lemah dia tidak mau hamil karena fisik lemah kalau itu atas saran
dokter yang terpercaya bahwa anda ini sebaiknya tidak hamil karena fisik anda sangat lemah
sehingga bisa berpengaruh pada diri anda itu bisa tapi dengan rekomendasi dokter muslim
yang terpercaya bukan dengan istilahnya perasaan kita sendiri bisa dipertanggungjawabkan
secara ilmiah bahwa memang dia berbahaya ketika dia ketika dia hamil
Mengambil organ-organ mayat untuk dijadikan obat dan bahan bahan penelitian hukum
asalnya tidak boleh karena mayat itu dihormati apalagi kalau dia mayat seorang muslim
mayat seorang muslim itu sangat dihormati sampai jangankan kita rusak mayatnya kita
duduk di atas kuburnya saja dilarangkan sama Nabi salallahu alayhi wa sallam, jangan salat
menghadap kuburan dan jangan duduk di atas kuburan, kalau duduki saja di atasnya ini
bukan diduduki badannya Cuma duduki kuburan tidak boleh apalagi kalau kita menduduki
badannya apalagi kalau kita sampai merusak badannya itu diharamkan. Ulama cuma
membolehkan kalau untuk keperluan pendidikan misalnya mayat mayat yang dipakai
praktik itu untuk pelajaran apa namanya itu mempelajari apa anatomi atau fisik manusia itu
dibolehkan ulama kalau itu dari mayat orang kafir dan orang jahat gitu yang yang tidak
dikenal yaitu bisa dipakai. Tapi kalau dia mayat orang Islam ataupun orang kafir yang juga
terhormat dalam kehidupannya maka itu tidak bisa digunakan sebagai alat pelajaran untuk
mempelajari anatomi dan fisiologi tubuh manusia, wallahu ta’alam.

Tadabbur QS Al Israa 31-39 (AyuA Shodiqot 13) hal 17/ 32


▪ Apakah seorang anak yang lahir dari perzinahan itu boleh dia mencari tahu siapa ayahnya
boleh saja tidak ada larangan itu statusnya namun secara syariat bukan ayahnya cuma orang
bilang ayah biologis tapi secara syariat itu bukan bukan ayah atau tidak saling mewarisi
misalnya dia tidak berstatus sebagai ayah dalam syariat. wallahu ta’alam

Alhamdulillah, semoga Allah membalasnya dengan sebaik-baik balasan syukran wa jazakallah


khoiran, semoga para peserta juga bisa mengambil manfaat dari materi yang telah dipaparkan
oleh Ustazd kita , Insyaa Allah kita akan lanjutkan materi kita tadabbur ayat berikutnya pekan
depan .
Syukran wa jazakumullah khoiran, baraqallahu fikunna jamian

Tadabbur QS Al Israa 31-39 (AyuA Shodiqot 13) hal 18/ 32


Lanjutan Tadabbur Al Quran QS. Al Israa 34-39
Sabtu, 12 Ramadhan 1445H/ 23 Maret 2024M

Kita lanjutkan kajian kita pada pekan yang lalu QS Al-Israa, surah ke-17 dalam Al-Quranul
Karim

Ayat berikutnya QS Al Israa 34


ِۖ ِۖ َّ َّ
ِ‫ِم اسُاؤًْل‬ َ ۖٗ‫ِح ّٰتِيَ اب لُ َغِاَ ُش َّدِه‬
َ ‫ِواَ اوفُ اواِِبل َاع اهدِا َّنِال َاع اه َدِ َكا َن‬ َ ‫س ُن‬
َ ‫ِتِه َيِاَ اح‬
‫الِالايَت ايمِاْلِِبل ا‬
َ ‫اِم‬
َ ‫َوَْلِتَ اق َربُ او‬
Wa lā taqrabū mālal-yatīmi illā bil-latī hiya aḥsanu ḥattā yabluga asyuddah(ū), wa aufū bil-‘ahd(i),
innal-‘ahda kāna mas'ūlā(n).

Janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan (cara) yang terbaik (dengan
mengembangkannya) sampai dia dewasa dan penuhilah janji (karena) sesungguhnya janji itu
pasti diminta pertanggungjawabannya.

Wa lā taqrabū mālal-yatīmi Janganlah kalian mendekati hartanya anak yatim illā bil-latī hiya kecuali
dengan cara yang baik sampai dia mencapai asyuddah(ū), nanti kita jelaskan apa maksud
asyuddah(ū) beberapa penafsiran para ulama tentang makna asyuddah(ū), wa aufū bil-‘ahd(i) dan
penuhilah janji innal-‘ahda sesungguhnya janji kāna mas'ūlā(n). adalah ditanyakan, janji akan
ditanyakan oleh Allah subhanahu wa taala. Ini merupakan kelanjutan wasiat-wasiat yang Allah
subhanahu wataala sampaikan pada orang-orang yang beriman, perkara-perkara yang mesti
ditinggalkan meskipun di awal-awal juga ada perkara yang mesti dikerjakan seperti berbuat baik
pada orang tua perintah untuk dikerjakan, namun pada umumnya dalam ayat ayat ini larangan
larangan yang harus kita jauhi.

Wa lā taqrabū mālal-yatīmi, Jangan mendekati harta anak yatim maksudnya jangan melakukan
sesuatu pada harta anak yatim jangan memperlakukan harta anak yatim dengan sesuatu yang
memudharatkan harta anak yatim tersebut. Di sini ada kata illā bil-latī hiya aḥsanu ḥattā boleh
mendekati artinya boleh melakukan sesuatu pada harta anak yatim jika dengan cara yang yang
baik dengan cara yang tidak merugikan harta anak yatim tersebut. Karena itulah kemudian dari
sebagian sahabat Rasulullah Sallallahu alayhi wasallam disebutkan bahwasanya mereka berkata
perdagangkanlah harta anak yatim agar dia tidak habis termakan oleh zakat.

Yang dimaksud dengan perdagangkan di sini adalah perdagangan yang tidak memiliki risiko
yang berbahaya bagi harta anak yatim tersebut, bukan perdagangan yang beresiko. Karena
maksud dari pada diperdagangkannya harta anak yatim itu maksudnya dijadikan sebagai saham
dalam perdagangan untuk menjaga agar harta tersebut tidak habis dimakan zakat karena kalau
tersimpan terus kan lama-lama akan habis . Misalnya anak yatim misalnya punya katakanlah
warisan 100 juta, jika 100 juta disimpan selama setahun tentu akan berkurang 2,5%, setelah 1
tahun dia akan berkurang tinggal menjadi Rp 97,5 juta. Nanti disimpan setahun lagi akan
berkurang lagi 2,5% dari 97jt kurang sekian juta lagi tidak sampai lagi 2,5 juta tapi cukuplah
lama-lama dia akan turun sampai ke nisab, nanti sudah sampai di bawah nisab baru tidak kena
zakat. Artinya harta yang banyak itu jika tersimpan dalam waktu yang lama bertahun-tahun dan

Tadabbur QS Al Israa 31-39 (AyuA Shodiqot 13) hal 19/ 32


tidak diapa-apakan itu akan habis dimakan oleh zakat sampai dia mencapai titik di bawah nisab
baru berhenti.
Salah satu cara menyelamatkan harta anak yatim berdasarkan perkataan sebagian sahabat
Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam adalah melakukan atau memperniagakan harta anak yatim
tersebut dengan perniagaan yang tidak beresiko. Jadi tentu semua perniagaan pasti ada
resikonya, tapi ada perniagaan yang memilikir resiko besar, ada perniagaan yang tidak memiliki
resiko yang yang besar. Kemudian harta itu bisa terjaga artinya ketika ada perniagaan ada
keuntungan maka ketika harta itu terkena zakat maka pertambahan harta dari keuntungan yang
diperkirakan itulah yang akan terkena zakat sehingga diharapkan harta anak yatim itu bisa
setidaknya minimal dia stabil minimal dia berada pada pada nilai yang tetap karena yang akan
terambil sebagai bagian dari zakat adalah keuntungan-keuntungan yang diperoleh itu yang akan
termakan oleh zakat, sehingga pokoknya harta anak yatim itu akan tetap akan tetap terjaga. itu
berarti kata illā bil-latī hiya aḥsanu dengan cara yang baik yang tidak merugikan atau tidak akan
mengurangi harta anak yatim tersebut. Inilah yang diriwayatkan sebagian Sahabat adalah dengan
cara memperdagangkannya. Kalau kita kaitkan dengan ayat yang lain misalnya dalam QS An
Nisaa ayat ke 6
ۚ
َ ‫اح فَا اِن ٰانَ استُ اِم م ان ُه اِم ُر اش ًٔدِا فَا ادفَعُ اوْٓا ال اَيه اِم اَ ام َوا َٰلُاِمِۚ َوَِْل ََتا ُكلُ او َهِآْ ا اس َرافًِٔا َّوب َد ًِٔارِا اَ اِن يَّك‬
‫اٰبُاوِا‬ ِْٰٓ ‫ِ ٍَۗوابا تَ لُوا الايَ ت ٰٰمى َح‬
َِ ‫ّت ا َذا بَلَغُوِا الن َك‬
ِٰ ‫ْيِا فَ لايَأا ُك اِل ِبل َام اع ُراوفٍِِۗ فَا َذا َدفَ اعتُ اِم ال اَيه اِم اَ ام َوا َٰلُاِم فَاَ اشه ُد اوا َعلَايه اِمٍِۗ َوَك ٰف ِى ِب‬
‫ّلل َحس اي بًِٔا‬ ًٔ ‫فِۚ َوَم اِن َكا َِن فَق ا‬
ِ‫َوَم اِن َكا َِن غَنيًّا فَ لايَ استَ اعف ا‬
(Ujilah anak-anak yatim itu (dalam hal mengatur harta) sampai ketika mereka cukup umur untuk
menikah. Lalu, jika menurut penilaianmu mereka telah pandai (mengatur harta), serahkanlah
kepada mereka hartanya. Janganlah kamu memakannya (harta anak yatim) melebihi batas
kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (menghabiskannya) sebelum mereka dewasa.
Siapa saja (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah dia menahan diri (dari memakan
harta anak yatim itu) dan siapa saja yang fakir, maka bolehlah dia makan harta itu menurut cara
yang baik. Kemudian, apabila kamu menyerahkan harta itu kepada mereka, hendaklah kamu
adakan saksi-saksi. Cukuplah Allah sebagai pengawas)

termasuk dalam bentuk memakan harta atau mendekati tadi mendekati harta anak yatim adalah
memakan harta tersebut itu bagian dari pada menggunakan harta anak yatim tidak dengan cara
yang tidak baik. Karena itu jika orang yang memelihara anak yatim itu dia adalah orang yang
mampu orang yang berkecukupan maka dia tidak boleh mengambil sedikitpun dari harta anak
yatim yang dia yang dia pelihara. Siapa yang mampu maka hendaklah dia menjaga kehormatan
dirinya yang kalau kemudian wali anak yatim itu yang memelihara dia adalah orang miskin
sementara si anak yatim punya harta warisan yang besar maka dia boleh makan sekadar yang
disyariatkan menurut secara pandangan umum dalam masyarakat bahwa ketika anda harus
memelihara seorang anak yatim anda memerlukan beberpa biaya apalagi pembiayaan itu terkait
dengan kemaslahtan anak yatim itu sendiri diambilkan dari dari hartanya. Ketika dia memberi
makan misalnya anak yatim itu apakah dia boleh makan dari makanan yang dimakan oleh anak
yatim yang diambil dari hartanya yang diberikan sebagai makanan misalnya anak yatimnya kan
harus makan dibuatkan makanan dari harta warisan yang dia miliki, kalau orang memelihara itu
orang kaya berkecukupan maka dia tidak boleh menyentuh makanan tersebut kecuali kalau dia
seorang yang fakir maka dia boleh saja menyentuh makanan tersebut memakannya juga yang
diambil dari harta anak yatim untuk dijadikan sebagai makanannya tapi dengan kadar yang
Tadabbur QS Al Israa 31-39 (AyuA Shodiqot 13) hal 20/ 32
dengan kadar yang makruf sesuai dengan urf yang ada tentang apa kebutuhan seorang pengasuh
anak yatim yang fakir kadar yang bisa dia mengambilnya atau dia memanfaatkannya karena
kefakiran dirinya. Inilah yang disebutkan dalam QS. An-nisa ayat yang ke 6 tadi.

Akan tetapi, dia ketika memanfaatkan harta anak yatim itu tidak boleh dia berluas-luas berlapang-
lapang dalam menggunakan harta anak yatim, maka tadi dikatakan bilma’ruf sesuai dengan urf.
Kira kira apa yang anda butuhkan sebagai pengurus anak yatim itulah sesuai dengan tapi
urf/kebiasaan. Namun jika kemudian ketika seorang pengasuh anak yatim itu memperkaya diri
dengan harta sebagimana juga disebutkan dalam lanjutan ayat tadi (QS. An Nisa:6) janganlah
memakan harta anak yatim itu secara berlebih-lebihan, jadi yang diizinkan untuk orang fakir
saja untuk yang mampu tidak boleh sama sekali. Karena itu makanannya tidak boleh bercampur
dengan makanan anak yatim itu supaya dia tidak memakan bagian dari harta anak yatim. Dan
bersegera memberi hak sebelum dia besar karena kalau dia sudah besar nanti sudah tahu dia
sudah bisa mengkritisi orang yang memelihara dia kenapa menggunakan hartanya dengan kadar
seperti itu. Orang yang fakir boleh menggunakan dengan kadar yang sesuai yang urf yang berlaku
tetapi tidaklah mengambilnya secara berlebihan. Hal itu memang takutkan kalau anak ini sudah
dewasa kemudian tahu bahwasanya ini ternyata pemelihara saya memanfaatkan harta saya untuk
mencukupi kebutuhannya untuk memperkaya dirinya. Jadi itu dua ayat ini saling menjelaskan
saling kecuali dengan cara yang baik cara yang baik. Seperti perkataan para sahabat dalam
perdagangan yang tidak berisiko perdagangan yang besar kemungkinannya persangkaan kuat
kita akan mendatangkan keuntungan yang mana kemudian dari keuntungan itulah yang akan
termakan oleh zakat sehingga pokok daripada harta telah terjaga bisa.

Bisa juga terkait dengan penafsiran terkait dengan orang yang miskin dijelaskan dalam QS
Anisa ayat ke 6, itu bisa bermakna boleh dia memakan dengan apa yang diizinkan oleh
pandangan umum masyarakat ketika menilai itu bahwasanya ini masih hal yang dianggap wajar
dan tidak berlebihan dengan memanfaatkan kecilnya anak yang harus yang menjadi miliknya.
Larangan ini ḥattā yabluga asyuddah(ū) anak itu mencapai asyuddahu. Asyuddahu mungkin kalau
diterjemahkan umum kematangannya yaitu kematangan anak tersebut di asyudahu ini
bergabung antara usia dan kematangan berpikir usia dan kematangan berpikir.

Para ulama berbeda pendapat dari sisi bahasa kata asyud ini apakah asyudda itu bentuk jamak
ataukah dia bentuk mufrad/tunggal. Sebagian ulama mengatakan dia adalah kata jamak,
sebagian mengatakan dia adalah kata tunggal. Yang mengatakan dia adalah kata jamak
mengatakan hal berbeda, yaitu dia adalah kata jamak yang tidak ada tunggalnya ada yang
mengatakan kata jamak yang ada kata tunggalnya. Jadi dari sisi bahasa makna asyud ini ada
beberapa penafsiran dari para ulama mereka berpendapat tentang batasan daripada al-asyud itu
apa batasannya dikatakan dia mencapai asyuddahu. Sebagian ulama mengatakan bahwasanya
asyuddahu adalah ketika anak itu telah mencapai usia baligh waktu dia sudah baligh maka dia
sudah mencapai asyudahu diserahkan hartanya pada dia. Sebagian lagi mengatakan asyuddahu
itu ketika dia mencapai usia 15 tahun sebagian lagi ahli tafsir mengatakan asyuddahu pada usia
18 tahun sebagian lagi mengatakan mencapai usia 33 tahun sebagian mengatakan mencapai usia
40 tahun dan bahkan ada yang mengatakan ketika mencapai usia 50 tahun. Jadi itu perbedaan-
perbedaan pendapat di antara para ulama tentang batasan yang disebut dengan asyuddahu itu

Tadabbur QS Al Israa 31-39 (AyuA Shodiqot 13) hal 21/ 32


dikatakan di asyuddahu. Asyuddahu akar katanya kata syiddah sudah keras dan syud mencapai
kematangan dia sudah kuat sudah keras sudah matang.

Pada usia berapa itulah perkataan-perkataan para ulama ahli tafsir ada mengatakan kalau sudah
baligh, karena perpindahan dari usia kanak-kanak kepada usia dewasa ditandai dengan albulk
(baligh) dengan balighnya seorang anak kalau dia sudah balik berarti dia sudah berpindah kepada
usia dewasa. Karena itu dalam agama banyak sekali syariat yang dikaitkan dengan albulug ini,
seperti kewajiban-kewajiban dalam agama kalau sudah mencapai usia baligh maka anak itu sudah
dianggap bukan lagi anak-anak dia berpindah kepada usia yang baru yang sudah layak untuk
diberikan pembebanan syariat namanya taklif. Sehingga Sebagian ulama ini mengatakan bahwa
asuddahu adalah bulug albulug ketika anak telah mencapai usia usia baligh.

Sebagian mengatakan tidak semua usia baligh itu belum tentu matang secara berpikir apalagi ini
kalau dibawa kepada zaman sekarang. Kalau zaman dulu mungkin saja karena kehidupan yang
keras manusia sangat kuat interaksi dengan alam sehingga usia baligh itu antara 13 tahun sampai
15 tahun pada umumnya anak-anak itu sudah bisa dianggap dewasa . Sebagian ulama menikah
pada usia 13 tahun misalnya mereka sudah menikah artinya sudah dianggap memiliki
kematangan pada usia tersebut. Sebagian sahabat masuk Islam pada usia sekitar 13 tahun di
awal-awal dakwah Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam. Zubair bin awwam dan beberapa sahabat
lainnya pada usia yang sangat muda 13 tahun sudah masuk Islam artinya sudah dianggap matang
secara berpikir karena sudah bisa memilih meninggalkan keyakinan nenek moyang dan
mengambil keyakinan Islam itu satu keputusan besar dalam kehidupan yang tidak bisa
diputuskan kecuali oleh orang yang sudah memiliki kematangan dalam berpikir.

Jadi kalau dilihat dalam sejarah memang usia baligh ini khususnya orang-orang di zaman dulu
itu mungkin sudah merupakan usia di mana anak anak itu mencapai kematangan berpikir
sehingga sudah bisa memutuskan hal-hal yang sifatnya krusial dalam kehidupan. Akan tetapi
kalau kita lihat zaman kita sekarang karena kita ini dimanja dengan berbagai macam fasilitas
sehingga anak-anak itu lambat mencapai usia dewasa. Apalagi urf kita juga yang mungkin
terpengaruh dengan urfnya orang-orang barat bahwa pada usia anak nanti menganggap dewasa
17 tahun dianggap dewasa, makanya ada istilah 17 tahun ke atas, di bawah 17 tahun dianggap
anak-anak.

Kalau dalam dalam Islam tidak mesti sampai 17 tahun kali kepada kematangan berpikir.
Akhirnya kita termakan dengan dengan kebiasaan orang barat itu kita juga selalu menganggap
di bawah 17 tahun masih anak-anak dan kita juga selalu memberikan perlakuan anak-anak
kepada anak kita di bawah usia 17 tahun, sehingga memang dianggap anak-anak. Jadi tidak
sangat sedikit anak yang sampai pada kematangan berpikir sebelum usia 17 tahun karena
memang dia diperlakukan seperti anak kecil terus sampai usia 17 tahun mengikuti kebiasaan
orang-ang barat. Kalau dulu Islam menjadikan buluk itu sebagai tanda yang pada umumnya anak
laki-laki itu antara 13 sampai 15 tahun sehingga dia juga diperlakukan sebagai orang dewasa
sehingga itu memaksa dia untuk kemudian menjadi matang secara berpikir, maka perempuan-
perempuan juga demikian ketika sudah haid umur 12 tahun sudah haid 11 tahun sudah haid itu
kemudian diperlakukan sebagai anak dewasa sehingga karena urf yang berlaku seperti itu. Maka

Tadabbur QS Al Israa 31-39 (AyuA Shodiqot 13) hal 22/ 32


anak-anak itu terbentuk pada usia tersebut sudah menjadi sudah terbiasa untuk berpikir orang
dewasa sehingga dia cepat mencapai kematangan berpikir, sehingga dulu orang cepat dinikahkan
karena memang secara kematangan berpikir memang sudah dewasa, secara usia sudah baligh,
secara fisiologisnya sudah balik organ-organ tubuh sudah sudah berbeda dengan organ tubuh
anak-anak. Secara berpikir juga sudah matang sehingga tidak heran kalau kemudian nabi
menikahi Aisyah pada umur 9 tahun karena pada zaman zaman itu urf yang berlaku
memperlakukan anak-anak pada usia baligh itu sebagai orang dewasa sehingga mereka memang
dengan dengan lingkungan yang seperti itu mereka terbentuk menjadi orang dewasa pada usia
pada usia baligh. Jadi kalau zaman dulu ini memang wajar para ulama berkata seperti ini
bahwasanya assudah itu pada usia baligh apalagi pada usia 15 tahun sudah matang, 18 tahun
tentu semakin matang .

Sebagian pendapat mengatakan lagi pada usia 33 tahun di situ dianggap sebagai kesempurnaan
dalam kematangan berpikir bagi seorang anak ketika seorang manusia ketika sudah mencapai
usia 33 tahun. Adapun yang mengatakan 40 tahun itu berdasarkan pada ayat dalam QS.Al Ahqaf
ayat ke-15 (sampai ketika dia telah mencapai usianya usia kematangannya dan mencapai 40
tahun) jadi ayat ini sebagai mengatakan assudah itu 40 tahun, Allah menyebutkan di situ. Yang
mengatakan 50 tahun itu dari perkataan Ali Bin Abi Thalib radhiallahu taala anhu yang
mengatakan asuddi orang yang berusia 50 tahun itulah kematangan asyuddah nya kematangan
fisik dan berpikirnya.

Jadi dari pendapat-pendapat yang banyak ini kita bisa mengambil kesimpulan bahwa yang
dimaksud dengan aysuddahu adalah sudah baligh secara fisik dibalik itu kita dilihat pada tanda-
tanda tanda-tanda fisik. Ada empat tanda ada tiga yang berlaku bagi laki-laki dan perempuan
satu tambahan untuk perempuan. Sudah mimpi basah bagi laki maupun perempuan maka dia
sudah baligh. Sudah tumbuh rambut bulu di sekitar alat kelamin ini juga tanda-tanda baligh bagi
laki-laki dan perempuan. Kemudian kalau itu belum ada semuanya maka mencapai usia 15 tahun
maka dianggap sudah baligh. Ini tiga tanda pada laki-laki dan perempuan ditambah satu untuk
perempuan sudah mengalami haid maka dia dianggap sudah baligh. Itu tanda tanda
fisiknya/tanda lahiriahnya atau fisiologisnya.

Baligh dari sisi fisik dan dari sisi kematangan berpikir dari sisi kematangan berpikir dua-duanya
mesti ada dan itu dijelaskan dalam juga QS. An Nisaa (Ujilah anak-anak yatim itu (dalam hal
mengatur harta) sampai ketika mereka cukup umur untuk menikah Lalu, jika menurut
penilaianmu mereka telah pandai (mengatur harta), serahkanlah kepada mereka hartanya) . jadi
ayat ini menjelaskan assudahu tidak hanya pada usia dan perubahan fisik pada seorang manusia
tapi juga dari sisi kematangan berpikir (rusdan) . Karena ada anak usia 15 tahun diserahkan
uang namun dihabiskan semua dalam sehari. Artinya belum memenuhi kriteria kematangan
dalam berpikir, belum pandai mengelola harta/warisan dengan baik.
Dalam ayat ini juga dijelaskan kapan sebaiknya diserahkan harta warisan yang menjadi haknya.
Kesimpulannya harus mempunyai 2 tanda dalam usia baligh yaitu dari segi fisik sebagaimana
sudah dijelaskan sebelumnya dan kematangan dalam berpikir khususnya dalam pengelolaan
harta.

Tadabbur QS Al Israa 31-39 (AyuA Shodiqot 13) hal 23/ 32


Wa aufū bil-‘ahd(i), innal-‘ahda kāna mas'ūlā (penuhilah janji (karena) sesungguhnya janji itu pasti
diminta pertanggungjawabannya), jadi ayat ini menjelaskan tepatilah dari perjanjian, penuhilah
perjanjian, sesungguhnya perjanjian itu akan ditanyakan oleh Allah subhanahu wa taala.
Pertanggungjawaban kita terhadap semua bentuk perjanjian /al-ahad yang kita lakukan. Maka
kata ulama, al ahadu mencakup alhadu adalah perjanjian kita dengan Allah subhanahu wa taala
di antaranya adalah syahadat kita. Syahadat adalah ikrar persaksian dan dia adalah bagian
daripada al-ahd bagian daripada perjanjian atau apa yang kita kita ikrarkan sebagai janji kita
bahwa lailaha Illallah Muhammadur Rasulullah itu kita ikrarkan. Maka ini adalah merupakan
perjanjian kita dengan Allah subhanahu wa taala. Dengan ikrar syahadat kita bahwa kita tidak
akan mempersekutukan Allah subhanahu wa taala dan akan menjadikan Muhammad Sallallahu
Alaihi Wasallam sebagai Rasul ikutan penutan kita dalam kehidupan kita ini. Maka di antara
aufubilahdi penuhilah janji adalah janji kita dengan Allah subhanahu wa taala. Iman kita juga
adalah ahdun Allah keimanan kita terhadap rukun-rukun iman yang enam itu adalah bentuk
ahad/janji kita kepada Allah subhanahu wa taala bahwa kita akan meyakini ini kita
menjadikannya sebagai keyakinan, kita meyakini Allah sebagai satu-satunya Tuhan kita,
meyakini malaikat-malaikat Allah, kitab-kitab Allah, nabi-nabi Allah, rasul-rasul Allah, adanya
hari kiamat yaitu kehancuran alam semesta kemudian dibangkitkannya semua manusia, dan
takdir Allah. Keimanan rukun-rukun iman ini merupakan alhad kita, janji kita yang harus kita
tepati tidak boleh kita langgar. Apa yang menjadi konsekuensi-konsekuensi dari pada keyakinan
daripada rukun-rukun iman yang enam tersebut termasuk janji kepada Allah ketika orang
bernazar misalnya janji kepada Allah jelas saya bernazar kalau saya mencapai ini ini ini saya
akan melakukan ibadah ini ini, itu adalah janji kita kepada Allah Subhanahu wa taala.

Kemudian alahdu maan nabi shallallallahu Alaihi Wasallam yakni janji kepada nabi seperti
baiat. Kalau orang dulu berbaiat kepada nabi itu berjanji bersumpah setia alhad untuk beriman
kepada beliau untuk membela beliau untuk menjadikan beliau sebagai panutan maka itu semua
adalah merupakan janji yang harus ditepati. Termasuk alahdu naas perjanjian kita dengan siapa
saja di antara manusia semua janji yang kita buat, kesepakatan-kesepakatan yang kita adakan
termasuk perjanjian dengan orang-orang kafir. Kalau kita ada perjanjian damai dengan orang
kafir tidak saling menyerang maka diharamkan kita menyerang mereka sampai mereka
menyerang kita lebih dahulu atau melanggar isi-isi kesepakatan jadi perjanjian. Dengan orang
kafir sekalipun wajib untuk diikuti. Karena itu ketika Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam
mengadakan perjanjian hudaibiyah ketika beliau hendak melaksanakan umrah pada tahun ke 6
Hijriah dan beliau tertahan dilarang masuk Makkah di situ beliau mengadakan perjanjian. Salah
satu isi perjanjiannya adalah bahwa gencatan senjata selama 10 tahun tidak boleh saling
menyerang dan tidak boleh membantu sekutu masing-masing, tidak boleh menyerang sekutu
masing-masing, orang Islam tidak boleh menyerang sekutu Quraisy, Quraisy juga tidak boleh
menyerang sekutu kaum muslimin. Kemudian orang Islam yang lari dari Mekah harus
dikembalikan ke Makkah, orang yang lari dari Madinah ke Makkah tidak dikembalikan kepada
ke Madinah lagi. Itu di antara isi perjanjiannya itu ditepati oleh Rasulullah Sallallahu Alaihi
Wasallam. Banyak sahabat yang melarikan diri hijrah dari Makkah ke Madinah setelah
perjanjian hudaibiyah ditolak oleh Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam, karena itulah
perjanjian, meskipun dengan orang kafir. Milisi/pasukan di daerah Badar karena orang-orang
yang lari dari Makkah dan ditolak masuk Madinah itu mereka tidak mau kembali ke Makkah

Tadabbur QS Al Israa 31-39 (AyuA Shodiqot 13) hal 24/ 32


mereka akhirnya berkumpul di sebuah tempat di Badar yang sering menyerang kafilah-kafilah
dagang Quraisy, jadi baru dua tahun berjalan perjanjian mereka sudah menyerang sekutu kaum
muslimin yaitu Bani khuzaah ketika itu mereka juga Bani Khuzaini belum semuanya masuk
Islam tapi mereka membantu kaum muslimin ketika konflik antara namanya Banu Khuzaah
dengan Banu Baqr yang merupakan sekutu Quraisy. Quraisy membantu Bani Baqr menyerang
khuza maka dengan itu rusaklah perjanjian.

Jadi Wa aufū bil-‘ahd(i) jagalah perjanjian kita semua, bentuk akad-akad kita, semua bentuk
persepakatan-persepakatan kita semua bentuk persyaratan-persyaratan yang kita setujui kita
tanda tangannya. Makanya kata nabi orang-orang Islam terikat dengan persyaratan-persyaratan
yang mereka buat, kecuali kalau syarat itu mengharamkan apa yang Allah halalkan atau
menghalalkan apa yang Allah haramkan tentu tidak boleh kita menghalalkan apa yang Allah
haramkan membuat syariat baru. Tapi semua persyaratan yang memang tidak melanggar syariat
maka kita harus memenuhi persyaratan tersebut akad-akad yang kita buat. Kita masuk kerja
misalnya kita ada kontrak kerja itu itu akad/ahad ada kontraknya . Anda kerja di sini misalnya
dari jam sekian sampai jam sekian maka itu harus kita penuhi karena kita tanda tangan berarti
kita setuju kita bekerja 1 hari 8 jam jangan dipotong jadi 7 jam jadi 6 jam, ada perjanjiannya
apalagi kalau ada gajinya lebih lagi. Tapi kalau misalnya perjanjiannya harus bekerja 8 jam
tidak boleh waktu shalat itu perjanjian melanggar syariat tidak boleh dipenuhi. Kalau sampai
tidak boleh shalat kan itu perjanjian melanggar syariat maka tetap harus kita harus shalat.

Jadi perjanjian kesepakatan persyaratan-persyaratan kontrak-kontrak yang kita buat akad-akad


yang kita buat harus kita tepati semuanya. Perjanjian kita dengan Allah dengan rasulnya dan
dengan siapa saja dari manusia termasuk dengan orang-orangorang kafir.
innal-‘ahda kāna mas'ūlā ini sesungguhnya alahd perjanjian itu akan ditanyakan. Termasuk para
pemimpin ini yang misalnya ketika berkampanye dia mengatakan kalau saya jadi pemimpin saya
akan buat seperti ini seperti ini itu janji, itu akan ditanyakan kalau dia sudah berusaha dan
kemudian tidak mampu mewujudkannya maka Insyaallah sudah punya uzur dia sudah berusaha
semampu dia untuk mewujudkan tapi ternyata belum terwujud. Tapi jika dia cuma sekedar
pemanis mulut saja memang niatnya berbohong kepada orang yang memilih dia maka ini innal-
‘ahda kāna mas'ūlā semua perjanjian akan ditanyakan oleh Allah subhanahu wa taala.

Ayat berikutnya QS Al Israa 35

ٍۗ
‫َل‬
ًِٔ ‫َِتاويا‬
َ ‫س ُن‬
َ ‫ِواَ اح‬ َ ‫ِوزنُ اواِِبلاق اسطَاسِال ُام استَقيامِ ٰذل‬
َّ ‫كِ َخ اْي‬ َ ‫َواَ اوفُواِالا َكيا َلِاذَاِكلاتُ ام‬
Wa auful-kaila iżā kiltum wa zinū bil-qisṭāsil-mustaqīm(i), żālika khairuw wa aḥsanu
ta'wīlā(n).

Sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar dan timbanglah dengan timbangan yang benar.
Itulah yang paling baik dan paling bagus akibatnya.

Kemudian perintah yang berikut penuhilah alkail takaran apabila kalian menakar dan
timbanglah dengan timbangan yang lurus. Alqistas ada dua penafsiran ada penafsiran
mengatakan alwaz atau almizan timbangan. Ada yang mengatakan alqist artinya aladlu keadilan
dua makna ini saling berkaitan saling berkaitan. Ada penafsiran mengatakan dia adalah almizan
Tadabbur QS Al Israa 31-39 (AyuA Shodiqot 13) hal 25/ 32
atau timbangan ada penafsiran mengatakan al adlu. Kalau dikatakan timbangan timbanglah
dengan timbangan yang lurus atau keadilan timbanglah dengan keadilan yang lurus sama saja
sebenarnya, kembali juga pada keadilan ketika menimbang, keadilan ketika menakar artinya
tidak berbuat curang ketika menakar atau menimbang. Ini terkait dengan terkait dengan
perdagangan di mana dalam QS. Al Muthafiffin itu juga dijelaskan tidak boleh punya dua
timbangan ada timbangan ketika membeli pakai timbangan saya atau pakai takaran saya kalau
saya membeli pakai ini saya punya takaran karena kita sudah tahu ini takaran saya adil benar
bangan saya benar. Maka saya minta ketika saya membeli pakai aaya punya ketika saya menjual
saya juga punya timbangan yang lain. Artinya sudah ada kecurangan di situ maka ini dalam
Islam adalah sesuatu larangan yang sangat berat kalau kita baca dalam QS. Al Muthafiffin itu
ancamannya sangat berat.

Wa zinū bil-qisṭāsil-mustaqīm(i) Demikian pula takaran kita takaran yang lurus takaran yang
benar yang tidak ada tipuan di dalamnya dalam takaran dan timbangan kita. Zżālika khairuw wa
aḥsanu ta'wīlā(n) hal itu lebih baik dan lebih baik akibatnya hasilnya. Di sini dalam
penafsirannya ada yang menafsirkan zalika khoiruw itu lebih baik dari sisi apa yang di dilakukan
di dunia akan menimbulkan keadilan dan itu sangat bermanfaat dalam kehidupan dunia. Orang
akan akan menjadi tenang dan hidup dalam ketenangan ketika semua dilakukan dengan adil
termasuk takaran dan timbangan yang digunakan ketika kita berdagang dengan dengan adil maka
akan melahirkan kebaikan dalam kehidupan dan melahirkan takwil (akibat yang baik di akhirat
nanti) inilah khairuw wa aḥsanu ta'wīlā(n). Apa gunanya kemudian orang yang mendapatkan
keuntungan sedikit hanya dengan mengambil beberapa gram yang dicurangi, beberapa mililiter
yang dicurangi yang akan merusakkan kehormatan di dunia. Juga bisa berarti kalau anda tidak
tidak adil dalam menakar, menimbang itu akan merusak nama baik anda di dunia. Apalah arti
kita ini kaya tapi dikenal sebagai penipu banyak uangnya tapi dia menipu. Ini adalah sesuatu
yang yang buruk bagi dunianya apalagi kemudian bagi akhiratnya [zalika khairuw wa aḥsanu
ta'wīlā(n)].

Ayat berikutnya QS Al Israa 36


ۤ
ِ‫ِم اسُاؤًْل‬ ‫ه‬ ‫ن‬ ‫ِع‬ ‫ن‬ ‫ا‬‫ك‬ ِ ‫ك‬ ٰ
َ ‫ادِ ُك ُّلِاُو‬
‫ى‬ ‫ل‬ َ ‫ِوالا ُف َؤ‬ َّ ‫َكِب ِهِٗعلامٍِۗا َّن‬
َ ُ ‫َا‬ َ َ ِٕ َ ‫ص َر‬
َ َ‫ِوالاب‬
َ ‫ِالس ام َع‬ َ ‫سِل‬
َ ‫ِماِل اَي‬
َ‫ف‬ ُ ‫َوَْلِتَ اق‬
Wa lā taqfu mā laisa laka bihī ‘ilm(un), innas-sam‘a wal-baṣara wal-fu'āda kullu ulā'ika kāna ‘anhu
mas'ūlā(n).

Janganlah engkau mengikuti sesuatu yang tidak kau ketahui. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan,
dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya.

Dan janganlah mengikuti itu dari kata alqaffu leher bagian belakang karena orang biasa kalau
diikuti yang kita lihat dari belakang begitu belakang kita melihat tengkuknya ketika kita
mengikuti seseorang jangan mengikuti. Bisa juga kata ulama wa la taqfu ada di belakang
orang, dia itu kan tidak mengetahui apa kejadian di belakang lehernya. Kita biasa ikut
menyebarkan berita-berita buruk tentang seorang yang dia tidak sadari orang menceritakan dia
di belakangnya, itu juga termasuk mengikuti membenarkan berita-berita buruk tentang seseorang
tanpa klarifikasi tanpa tabayun. Artinya kita mengikuti apalagi sampai menyebarkannya, kita

Tadabbur QS Al Israa 31-39 (AyuA Shodiqot 13) hal 26/ 32


menganggap benar kita meyakini kebenarannya lalu menyebarkannya. Hal ini masuk dalam
firman Allah Wa lā taqfu mā laisa laka bihī ‘ilm(un).

Di sini terkait dengan syahadatuz zur kata para ulama yaitu persaksian palsu memberikan
persaksian palsu itu masuk dalam larangan ayat ini, jangan mengikuti apa yang kamu tidak punya
ilmu tentangnya. Ketika engkau memberikan persaksian palsu ilmumu bukan itu pengetahuanmu
bukan bukan yang itu pengetahuanmu yang yang lain. Jika engkau melihat orang itu berbuat
jahat terus kau mengatakan saya tidak melihat dia berbuat jahat, berarti kamu mengikuti yang
kamu tidak punya ilmu karena ilmumu adalah bahwa kaum melihat dia berbuat jahat harus itu
yang kamu sampaikan apa yang kamu tahu dari dia sampaikan itu artinya mengikuti ilmumu.
Kamu punya ilmu bahwa dia berbuat jahat sampaikan dengan benar kalau kamu punya ilmu
pengetahuan bahwa dia berbuat jahat kemudian kamu bilang dia tidak berbuat jahat berarti kamu
tidak mengikuti ilmu. Bahwa dia tidak berbuat jahat kamu tidak punya ilmu tentang itu yang
kamu punya ilmu itu adalah bahwa dia berbuat jahat maka persaksian palsu adalah merupakan di
antara larangan yang masuk dalam dalam ayat ini.

Demikian pula itu yang sudah kita sebutkan tadi adalah bergibah apalagi sampai memfitnah
menuduh orang berbuat sesuatu yang buruk yang dia tidak lakukan. Bergibah ketika dengan
datang berita, kita tidak tabayun langsung kita benarkan berarti kita tidak punya ilmu tentang itu
namun langsung kita benarkan. Apalagi sampai ikut menyebarkan, apalagi kalau dia berupa
tuduhan tuduhan yang tidak benar, kalau kita tidak punya pengetahuan bahwasanya apa dia
melakukan betul melakukan atau tidak melakukan tapi kita sudah ikut menyebarkannya (Wa lā
taqfu mā laisa laka bihī ‘ilm(un). Berprasangka buruk ini juga adalah kedustaan yang paling besar.
Karena kita tidak bisa memastikan namanya juga prasangka buruk. Dalam hadits mengatakan
“Janganlah kalian berprasangka buruk karena prasangka buruk adalah perkataan yang paling
dusta HR.Tarmidzi” Karena itu hindari selalu berprasangka buruk, dahulukanlah berprasangka
baik karena prasangka buruk termasuk dalam Wa lā taqfu mā laisa laka bihī ‘ilm(un). Jika kita tidak
tahu dan tidak pastikan prasangka buruk sama orang, apalagi kalau orang sudah kita tidak suka
sudah terlanjur tidak suka sama orang maka semua perbuatannya kadang-kadang yang baik pun
kita tafsirkan dengan keburukan. Apa kita punya ilmu tentang itu kan prasangka buruk kita.
Terkadang orang ingin membantu, kita berprasangka itu cuma mau riya’ saja. Itulah dari mana
kita tahu isi hatinya dia cuma riya, melihat orang itu bersikap baik kepada orang lain kita katakan
itu cuma depan orang banyak saja. Artinya jahat sekali kita, berprasangka buruk, maka jangan
mengikuti persangkaan buruk karena kita tidak punya pengetahuan tentang kebenaran apa yang
kita prasangkakan kepada orang tersebut.

Jadi banyak sekali yang terkait dengan masalah ini jangan menyampaikan semua yang kita
pernah dengarkan. Ada ada kata-kata hikmah mengatakan “jangan semua yang kita dengar kita
sampaikan” nabi mengatakan “cukuplah seorang dikatakann sebagai pendusta kalau dia
menyampaikan semua yang dia dengarkan apa saja yang masuk di telinganya keluar di
mulutnya” Ini berbahaya, cukup dikatakan sebagai pendusta karena tidak memiliki ilmu
tentangnya. Sesungguhnya pendengaran penglihatan dan hati semuanya itu akan ditanyakan
tentangnya.

Tadabbur QS Al Israa 31-39 (AyuA Shodiqot 13) hal 27/ 32


Innas-sam‘a wal-baṣara wal-fu'āda kullu ulā'ika kāna ‘anhu mas'ūlā(n).
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta
pertanggungjawabannya
Innam sam’a sesungguhnya pendengaran wal bashar dan penglihatan, kata sebagian ulama
didahulukan pendengaran daripada penglihatan, salah satu hikmahnya karena memang
pendengaran lebih penting dari pada penglihatan. Karena itu banyak orang buta jadi ulama
penghafal Quran, tapi tidak ada orang tuli jadi ulama. Orang tuli tidak bisa jangankan menghafal
Quran dia tidak bisa membaca al-qur'an kalau dia tuli. Penafsiran sebenarnya itu tafsir al-qur'an
karena itu pendengaran lebih penting daripada penglihatan.

Kata ulama melihat itu cuma melihat bentuk cuma yang wujud yang bisa kita lihat tapi melihat
itu bisa melihat itu mengetahui sesuatu yang wujud yang ada wujudnya ada bendanya tapi
mendengar itu bisa mengetahui sesuatu yang tidak ada bendanya. Mendengarkan suara kalau
depan mata kita ada tembok kita tidak tahu apa yang ada dibalik tembok itu apakah di balik
tembok ada penjahat ada binatang buas kita tidak akan tahu. Tapi kalau yang di balik tembok itu
punya suara maka meskipun kita tidak melihatnya kita bisa mengetahuinya dengan pendengaran
kita. Seperti kayaknya di balik tembok ini ada penjahat, ada pencuri ada orang jahat. Kenapa?
karena kita mendengarkan ada gerakan-gerakan yang mencurigakan misalnya ada binatang buas,
kita mendengarkannya jadi apa yang tidak bisa dipandang oleh mata dan bisa didengarkan oleh
telinga, maka telinga itu dianggap lebih lebih penting dari pada penglihatan.

kemudian alfuad adalah hati , ulama karena hati ini disebutkan terakhir karena apa yang dilihat
apa yang didengarkan oleh telinga dilihat oleh mata itu kemudian diolah di dalam hati. Kalau
sekarang dikatakan di otak, jadi dua-duanya sebenarnya di otak dan di hati adalah rajanya. Hati
adalah pusat pengambil keputusannya ada di hati, otak hanya membantu untuk memproses saja
tapi nanti terminal terakhir adalah hati. Hati yang akan melakukan respon terhadap apa yang
didengar apa yang di dilihat. Keputusannya ada di hati, otak mungkin akan mempertimbangkan
saya harus begini atau begini atau begini. Itu pertimbangan di otak kita, tapi mengambil
keputusan adalah hati, bahwa saya harus segera lari ada bahaya misalnya itu hati atau saya harus
menghadapi bahaya ini itu hati. Jadi semua informasi yang datang dari penglihatan dari
pendengaran hati itu adalah terminal terakhirnya innas-sam‘a wal-baṣara wal-fu'āda, jadi jangan
mengikuti apa yang kamu tidak punya ilmu tentangnya karena segala pengetahuan itu segala
informasi datang bisa lewat penglihatan bisa lewat pendengaran kemudian diolah oleh hati kita.
Maka apa yang kamu tidak punya ilmu tentangnya, hati ini harus mengambil keputusan yang
tepat ketika mendengar berita buruk tentang saudara kita, ada gibah ada fitnah ada prasangka
buruk macam-macam, hati harus mengambil keputusan yang tepat. Bagaimana menyikapi
informasi yang datang lewat pendengaran yang datang lewat pandangan kita. Maka juga
pandangan kan juga begitu kita melihat dua orang ini berdua-duaan nih jangan-jangan ada apa-
apa jangan dulu, itukan prasangka meskipun informasinya dari mata mata melihat fakta tapi
fakta itu belum tentu sesuai dengan hakikat. Ada orang bonceng perempuan kita tahu ini bukan
mahramnya ini ustazd bonceng siapa ini perempuan bukan mahramnya mungkin istri kedua, atau
kayaknya belum menikah yang kedua kecuali sembunyi-sembunyi. Ini kan bisa menimbulkan
berbagai macam penafsiran. Ada kemungkinan bahwa dia mungkin itu saudara sesusuan dia
mungkin. kita tidak tahu masalah saudara susu kan tersembunyi. Jadi ketika orang

Tadabbur QS Al Israa 31-39 (AyuA Shodiqot 13) hal 28/ 32


mendahulukan prasangka baik maka itu akan membantu dia mengambil keputusan. Jadi hati
akan menjadi pusat mengambil keputusannya.

kullu ulā'ika kāna ‘anhu mas'ūlā(n) semua itu penglihatannya pendengarannya akan ditanya
tentang tentang apa yang dia lihat, tentang apa yang dia dengar, tentang keputusan-keputusan
yang diambil akan ditanya oleh Allah subhanahu wataala.

Sebagian ahli tafsir mengatakan kalau tadi kita yang ditanyakan tentang pendengaran,
penglihatan hati kita. Sebagian mengatakan yang ditanya adalah pendengaran itu, penglihatan
itu, mata akan ditanya, telinga akan ditanya tentang apa yang dia menjadi saksi atas kita nanti.
Makanya sebagian ayat dikatakan kulit dan kulit akan bersaksi, tangan bersaksi kaki bersaksi.
Jadi mereka akan ditanya oleh Allah, anggota tubuh kita akan ditanya oleh Allah bagaimana
persaksiannya atas kita. Jadi ada dua penafsiran di situ apakah kita akan ditanya tentang
bagaimana kita menggunakan mata telinga dan hati kita bisa juga penafsiran yang lain
mengatakan itu yang akan ditanya oleh Allah mata kita, telinga kita, hati kita akan ditanya oleh
Allah Subhanahu oleh Allah subhanahu wa taala.

Sebagian mengatakan kullu ulā'ika, artinya kembali dari awal, akan ditanyakan hal-hal yang
diperintahkan Allah hal-hal yang dilarang Allah subhahu wa taala itu akan ditanyakan hari
kiamat.

Ayat berikutnya QS Al Israa 37


ۚ
ِ‫الِطُاؤًْل‬
َ َ‫َنِتَ اب لُ َغِا اْلب‬
‫ِول ا‬
َ‫ض‬ َ ‫ِاْلَ ار‬
‫َِتار َق ا‬
َ ‫َن‬ َ َّ‫ِم َر ًٔحاِان‬
‫كِل ا‬ َ ‫ِاْلَ ارض‬
‫َوَْلَِتَاشِّف ا‬
Wa lā tamsyi fil-arḍi marahā(n), innaka lan takhriqal-arḍa wa lan tablugal-jibāla ṭūlā(n).

Janganlah engkau berjalan di bumi ini dengan sombong karena sesungguhnya engkau tidak akan
dapat menembus bumi dan tidak akan mampu menjulang setinggi gunung.

Janganlah engkau berjalan di muka bumi dengan marahā(n) dengan sombong. Sebagian ulama
mengatakan marahā(n) adalah farahan dengan bergembira maksud ini bergembira yang
menunjukkan kesombongan. Dilarang kita berlaku sombong dilarang kita melakukan hal-hal
yang menunjukkan kesombongan.
innaka lan takhriqal-arḍa wa lan tablugal-jibāla ṭūlā(n) Sesungguhnya engkau tidak akan
pernah memotong bumi, ada sebagian yang mengatakan engkau tidak akan bisa menembus
bumi. Jangan engkau berjalan di muka bumi dengan sombong, gaya jalanmu yang sombong
tidak akan mampu membelah bumi atau tidak akan bisa menembus bumi. Hentakan kakimu
yang menujukkan kesombonganmu tidak akan bisa menembus bumi, kamu adalah makhluk yang
kecil. wa lan tablugal-jibāla ṭūlā(n) engkau tak akan pernah menembus gunung tidak akan sekuat
gunung kamu tidak akan sekokoh gunung sebesar-besarnya engkau sesombong-sombongnya
engkau sekaya kayanya engkau seberkuasanya engkau kamu tidak akan bisa sebesar gunung
tidak akan bisa setinggi gunung. Gunung yang kuat itu saja bisa hancur ketika Allah subhanahu
wa taala memperlihatkan dirinya kepada gunung, saat Nabi Musa minta melihat Allah subhanahu
wa taala. Maka jangan kau menyombongkan diri, karena kamu tidak akan bisa memotong bumi
Tadabbur QS Al Israa 31-39 (AyuA Shodiqot 13) hal 29/ 32
dengan dengan kesombonganmu tidak bisa menembus bumi dengan kesombonganmu dan tidak
akan bisa sebesar gunung dengan kesombonganmu.

Ayat berikutnya QS Al Israa 38

‫اراو ًٔهِا‬
ُ ‫ِمك‬
َ‫ك‬ َ ‫ِرب‬
َ ‫ِسيئُِهِٗع ان َد‬ َ ‫ُك ُّلِ ٰذل‬
َ ‫كِ َكا َن‬
Kullu żālika kāna sayyi'uhū ‘inda rabbika makrūhā(n).

Kejahatan dari semua (larangan) itu429) dibenci di sisi Tuhanmu.

Apa yang Allah larang semua di situ Allah perintahkan pasti kebaikan tapi yang Allah larang
semuanya pastilah keburukan. Maka jangan pernah kita melakukan keburukan itu karena
semuanya adalah keburukannya dibenci di sisi Allah subhanahu wa taala.

Ayat berikutnya QS Al Israa 39

ٰ ٰ ‫ِم َع‬ ٍۗ
‫اِم اد ُح اؤًرِا‬
َّ ‫ِملُ اؤًم‬
َ ‫َّم‬
َ ‫ِج َهن‬ ‫ِاّللِاٰلًٔاِ ٰا َخ َرِفَ تُ لا ٰق ا‬
َ ‫ىِِف‬ َ ‫َِتا َع ال‬
َ ‫ِوَْل‬
َ ‫امة‬ َ ‫كِم َنِا اْلك‬
َ ُّ‫ِرب‬
َ‫ك‬ َ ‫ٰذل‬
َ ‫كِِمَّآِْاَ او ْٰٓحىِال اَي‬
Żālika mimmā auḥā ilaika rabbuka minal-ḥikmah(ti), wa lā taj‘al ma‘allāhi ilāhan ākhara fa
tulqā fī jahannama malūmam madḥūrā(n).

Itulah sebagian hikmah yang diwahyukan Tuhan kepada engkau (Nabi Muhammad). Janganlah
engkau menjadikan tuhan yang lain di samping Allah, yang menyebabkan engkau dilemparkan
ke dalam neraka dalam keadaan tercela lagi terusir (dari rahmat Allah).
Żālika mimmā auḥā ilaika rabbuka minal-ḥikmah(ti) Itulah diantara apa yang Tuhanmu
wahyukan kepadamu dari hikmah-hikmah wa lā taj‘al ma‘allāhi ilāhan ākhara dan janganlah
engkau menjadikan sekutu menjadikan sembahan yang lain bersama dengan Allah fa tulqā fī
jahannama malūmam madḥūrā(n) yang menyebabkan engkau akan dilemparkan ke dalam
neraka jahanam dalam maluman madhura dalam keadaan tercela dan dijauhkan dari Allah
subhanahu wa taala..

Demikianlah sampai di sini taddabur kita semoga bermanfaat

Sesi Tanya jawab

▪ Kami punya usaha jasa,bagaimana jika kami punya perjanjian namun jika ada pihak lain
yang masuk sehingga kami tidak bisa menerima hak yang harus kami dapatkan. Hal ini
mebuat etos kerja kami turun berbeda dengan pada saat pihak lain belum masuk. Bagaiman
dengan kondisi seperti ini?

Yang bisa saya tangkap dari pertanyaan tadi ini tentang ada perjanjian apa kerja gitu dengan
suatu pihak mungkin ada persyaratan-persyaratan tertentu yang harus di dipenuhi seperti yang
Tadabbur QS Al Israa 31-39 (AyuA Shodiqot 13) hal 30/ 32
saya katakan tadi bahwa dalam hadis dikatakan allim orang-orang Islam terkait atau terikat
dengan syarat-syarat yang mereka sepakat jadi kalau kita ada kontrak kerja di situ ada poin-point
persyaratan harus kita penuhi, maka kedua belah pihak harus memenuhi semua syarat-syarat
yang ada dalam kontrak tersebut. Kalau misalnya dikatakan kalau anda etos kerjanya berkurang,
maka konsekuensinya apa jasa dari kami juga akan berkurang maka itu berarti sudah sesuai
dengan dengan kontraknya.
Jadi apa yang ada dalam persyaratan yang disepakat yaitu kita harus memenuhi kedua belah
pihak, kedua belah pihak harus memenuhinya baik yang dipekerjakan ataupun yang
mempekerjakan maka jika ada salah satu dari kedua pihak yang tidak melaksanakan sesuai
dengan dengan eh kontrak yang ada sesuai dengan syarat yang ada maka dia telah berbuat zalim.
Kalau misalnya kita yang mempekerjakan orang sudah bekerja dengan baik tapi kita tidak
berikan haknya sebagaimana mestinya, kalau dia sudah bekerja sesuai dengan syarat syarat yang
kita buat maka kita telah berbuat zalim kepada dia atau kita yang di pekerjakan tidak melakukan
hal yang semestinya kita kerjakan maka kita telah menzalimi orang yang orang yang
mempekerjakan kita.
Kalau sejak awal ada syarat yang menurut kita tidak cocok jangan jangan tanda tangani kontrak
kerja sejak awal gitu merasa ini saya gak cocok ini ada syarat yang menurut saya saya tidak akan
bisa melakukannya. Maka sebaiknya sejak awal kita tidak usah melakukan kesepakatan karena
merasa di antara poin-poin kesepakatan ada yang tidak akan bisa kita penuhi nantinya jadi itu
yang dapat saya tangkap dari pertanyaan tadi. Kalau sudah terlanjur kita buat persyaratannya
sepakati maka kedua belah pihak harus menjalankannya kalau sejak awal sudah ada rasa
persyaratan yang kayaknya tidak cocok untuk salah satu maka jangan membuat kesepakatan
sejak awal jangan bikin perjanjian sejak awal karena akan ada namanya penyimpangan daripada
apa yang telah disepakati, wallahu taalaam.

▪ Kalau Memelihara anak yatim tapi kondisi wali tidak terlalu miskin tapi memiliki tanggung
jawab anak dua anak anak anak kandung yang sedang sekolah atau kuliah apakah boleh
anak yatim itu kami serahkan ke orang yang lain yang lebih mampu apakah itu termasuk
menghardik anak yatim

Yang dilarangkan memakan harta anak yatim dari tadi yang fakir kalau dia fakir boleh
mengambil dari harta anak yatim sesuai dengan urf yang berlaku yang tidak berlebihan. Kalau
dia mampu maka tidak boleh mengambil sedikit dari harta anak yatim ini pertanyaannya
sebenarnya mampu tapi juga punya tanggungan yang lain maka ingin menyerahkan anak yatim
tadi kepada keluarga yang lain. Dari sisi itu boleh tentu saja, kecuali kalau kita sejak awal ada
wasiat misalnya kita diwasiatkan untuk memelihara katakanlah saudara kita meninggal dunia
saya meninggal saya wasiatkan anak saya kamu yang urus ini ada harta warisan yang
ditinggalkan dan memang juga ada harta waris yang bisa untuk menghidupi dia maka kita
seharusnya menjalankan menjalankan wasiat. Dan di situ ada keutamaan sebenarnya keutamaan
memelihara anak yatim kata nabi “aku dan pemelihara anak yatim seperti dua jari ini beliau
angkat jari tengah dan jari telunjuk” begitu dekatnya dua jari itu begitulah kedekatan kita dengan
nabi sallallahu alaihi wasallam pada hari pada hari kiamat nanti. Jadi itu yang paling utama untuk
kita tetap memelihara anak yatim. Apalagi kita juga punya kemampuan dari sisi finansial cuma
tadi ini pertanyaannya karena juga ada anak yang harus di yang harus di urus, selama kita masih

Tadabbur QS Al Israa 31-39 (AyuA Shodiqot 13) hal 31/ 32


memungkinkan mengurus anak kita dan anak yatim yang diamanahkan kepada kita tentu itu yang
paling utama tapi kalau misalnya berada pada kondisi yang sifatnya darurat saya sudah tidak
mungkin mengurusnya ini.
Maka jika ada pihak yang juga bisa menjalankan amanah dengan baik dan kita juga yakin dalam
pemeliharaannya akan tumbuh menjadi baik anak yatim ini maka Insyaa Allah tidak mengapa
kalau sudah dalam kondisi yang sifatnya yang darurat itu membolehkan kita untuk mengalihkan
pemelihan itu kepada orang lain yang kita anggap bisa menjalankan amanah pemeliharaan
dengan dengan baik. Tetapi jika kita masih bisa mengupayakan maka yang terbaik adalah apa
namanya memelihara anak yatim itu adalah kemuliaan, dan ini sebenarnya jarang-jarang
sebenarnya itu ada orang dapat kemuliaan memelihara anak yatim. Malah kita seharusnya perlu
mencari anak yatim.
Sebenarnya ada satu gerakan yang mungkin perlu kita lakukan mencari anak yatim untuk kita
pelihara di rumah kita maka kalau ada yang mendapatkan itu Subhanallah saya merasa itu suatu
satu penghormatan yang besar sebenarnya itu satu pintu kebaikan yang besar yang Allah buka
ketika kita disalahkan seorang anak yatim untuk mengurusnya, wallahu taalam.

Masyaallah hari ini kita banyak mendapatkan faedah, dari materi yang diberikan oleh ustazd,
kita ambil kesimpulan bahwa ada beberapa larangan-larangan yang Allah sebutkan dalam
Alquran QS. Al Israa tadi di antaranya

➢ larangan untuk mengambil harta anak yatim memakannya secara berlebih-lebihan,


hendaknya kita memperdagangkan harta anak yatim dengan perniagaan yang tidak
memiliki risiko dan itulah cara yang baik.
➢ Larangan dari Allah tentang tidak curang dalam menakar timbangan kita hendaknya
menyempurnakan takaran dalam hal ini adil dalam menimbang karena ancamannya
sangat berat yaitu ada di dalam QS. Al Muthafiffin.
➢ ada juga larangan Allah kita tidak dilarang untuk mengikuti sesuatu yang tidak kita
ketahui ya Sebagai contoh gibah menyebarkan yang tidak benar berprasangka buruk
karena semua akan ditanya tentangnya.
➢ larangan terakhir mungkin dari ayat yang dijelaskan Ustazd yaitu tidak berjalan di muka
bumi ini dengan sombong. Meskipun seberkuasanya kita sebesar apapun kita tidak
mampu menjulang langit atau menembus/membelah bumi ini.

Jazakumullahu Khoiran, baraqallahu fikunna jamian

Tadabbur QS Al Israa 31-39 (AyuA Shodiqot 13) hal 32/ 32

Anda mungkin juga menyukai