Anda di halaman 1dari 5

Konsep Sehat dan Sakit Mental dalam Islam

1. Konsep sehat dalam Islam


Kesehatan dalam Islam tidak hanya mencakup kesehatan fisik, tetapi juga
kesehatan mental, emosional dan spiritual. Sumber utama untuk memahami konsep ini
adalah Al-Quran dan Hadits Nabi Muhammad SAW. Ayat Al-Qur’an seperti "Dan
makanlah dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai
orang-orang yang berlebih-lebihan" (QS. Al-A'raf: 31) menunjukkan pentingnya menjaga
keseimbangan dalam segala bidang kehidupan, termasuk makan dan minum.
Selain itu, Hadits Nabi menekankan pentingnya menjaga kesehatan dengan
menganjurkan kebersihan diri dan pola makan yang sehat. Salah satu contohnya adalah
sabda Nabi Muhammad SAW: "Tidak ada tempat dalam tubuh manusia yang tidak diisi
daging, kecuali tulang; dan daging itu dari makanan, maka hendaklah makanan yang
baik" (HR. Tirmidzi). Hal ini menunjukkan betapa pentingnya mengonsumsi makanan
yang sehat dan menyehatkan agar tetap sehat. Selain itu, konsep kesehatan dalam Islam
juga erat kaitannya dengan keseimbangan dan keadilan sosial, karena menjaga kesehatan
tidak hanya untuk kemaslahatan seseorang, tetapi juga untuk kepentingan seluruh
masyarakat. Oleh karena itu, konsep kesehatan Islam juga mencakup aspek kesehatan
lingkungan dan hubungan antarmanusia.
Keadaan sehat tidak hanya diinginkan oleh individu, tetapi juga oleh kelompok
dan bahkan masyarakat. Ini berarti bahwa kesehatan fisik, mental, spiritual, dan sosial
diperlukan untuk mencapai kesejahteraan ekonomi dan produktivitas. Seperti yang tertera
dalam UU Kesehatan RI No.36 Tahun 2009, “Kesehatan adalah keadaan sehat, baik
secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk
hidup produktif secara sosial dan ekonomis” (Anam, 2016:67).
Paradigma masyarakat telah berubah dari kuratif (mengobati) menjadi preventif
(mencegah) kesehatan, karena kesehatan adalah modal penting untuk menjalankan
aktifitas kehidupan sehari-hari. Namun, berkat nikmat Allah kepada hamba-Nya, manusia
akan sulit melakukan rutinitas yang membutuhkan kekuatan dan ketahanan fisik.
Kesehatan adalah anugerah dari Tuhan yang sangat mahal. Kita seringkali meminta
Kesehatan kepada Allah dalam doa kita (Anam, 2016:68).
Firman Allah di dalam Qs. Al-Israa’ 17: 82 yang berbunyi: “Dan kami turunkan
dari Al-Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orangorang yang beriman
dan Al-Quran itu tidaklah menambah kepada orangorang yang zalim selain kerugian”.
Dalam ayat ini, "sehat" atau "sakit" merujuk pada masalah ruhaniah. Secara Islam,
"iman" menentukan sehat atau sakit. Berdasarkan berbagai ayat dan hadist yang berkaitan
dengan upaya kesembuhan, dapat disimpulkan bahwa Al-Quran dan As-Sunnah
menyatakan bahwa hidup sehat itu penting dan bahwa cara memperoleh kesehatan harus
dilakukan dengan hati-hati agar tidak terjerumus ke dalam kemusyrikan. Menjaga
kesehatan sebagai cara bersyukur kepada Allah adalah sifat muslim yang baik. Hidup
bersih adalah kunci untuk mendapatkan Kesehatan (Hermawan, 2021:72).
Menurut Hermawan (2021) dalam bukunya Psikologi Islam, indikasi orang yang
memiliki kesehatan mental menurut Islam adalah (1) memiliki aqidah dan akhlak yang
mantab (2) tidak munafiq (3) mampu menerima dirinya dan orang lain apa adanya serta
dapat beradaptasi dengan lingkungannya (4) mampu menghormati, menghargai dan
bekerja sama dengan orang lain, dan (5) lebih suka membantu, dan memberi dari pada
menuntut dan menerima, (6) ikhlas dalam bertindak (7) pemaaf dan tidak pendendam (8)
mana kala berbuat kesalahan tidak mengkambinghitamkan orang lain tetapi mau belajar
memperbaiki kesalahannya.

2. Gangguan Jiwa (Neurosis) dalam Islam


Dalam Islam, gangguan jiwa atau neurosis dianggap sebagai penyakit serius yang
membutuhkan pengobatan dan perhatian khusus. Dalam ajaran Islam, ada konsep tentang
gangguan jiwa dan kesehatan mental, serta pentingnya keseimbangan dan ketenangan
batin, meskipun tidak ada istilah "neurosis" secara eksplisit ditemukan dalam literatur
agama Islam. Berbagai faktor, baik dari dalam maupun dari luar, dapat menyebabkan
gangguan kejiwaan. Ketidakmampuan seseorang untuk menangani berbagai masalah
kehidupan akan membawa mereka ke jalan hidup yang tidak stabil dan rentan terhadap
goncangan. Keletihan, yang berdampak pada kesehatan fisik dan mental, lebih mudah
dialami oleh orang yang telah mengalami gangguan kejiwaan. Pada tahap terburuk,
seseorang yang mengalami salah satu gangguan jiwa mengalami gejala seperti jantung
berdebar keras, nafas menjadi sesak, badan gemetar, dan tidak mampu lagi melakukan
hal-hal ringan (Hermawan, 2021:74).
Al-Qur'an dan hadis Nabi memberikan pedoman tentang cara mengatasi masalah
psikologis dan emosional dengan menekankan pentingnya spiritualitas dan berusaha
mencari pertolongan, termasuk melalui doa, bimbingan spiritual, dan konseling dengan
ahli terapis. Selain itu, agama Islam mengajarkan untuk memperlakukan orang yang
mengalami gangguan jiwa dengan empati, menghindari stigmatisasi, dan menekankan
bahwa menjaga kesehatan mental adalah bagian dari kewajiban menjaga diri sendiri dan
membantu sesama.

3. Penanggulangan Gangguan Jiwa


Studi baru menunjukkan bahwa ada hubungan antara ajaran Islam dan setiap
perspektif psikologi tentang aspek kejiwaan manusia. Menurut dimensi kejiwaan secara
keseluruhan, hasrat spiritual yang tidak terpenuhi menyebabkan gangguan kejiwaan.
Kehidupan modern yang lebih berfokus pada aspek fisik membuat orang sering
mengabaikan aspek spiritual. Dorongan ppiritual yang tidak terpenuhi ini menyebabkan
perasaan hampa dan tanpa makna, yang pada gilirannya menyebabkan gangguan
kejiwaan (Haryanto, 2014:342)
Cabang psikoterapylogoterapy yang didasarkan pada teori psikologi dan ajaran
Islam, terutama dzikir, bekerja sama untuk meningkatkan aspek spiritualitas manusia
secara kejiwaan. (Hermawan, 2021:74) menyebutkan langkah-langkah lain dalam
penanggulangan gangguan jiwa yang dapat dilakukan dengan:
a. Selalu menjaga kesucian diri baik melalui melanggengkan wudlu, melakukan
mandi taubat, shalat taubat diiringi membaca istighfar minimal 100 kali dalam
sehari sesuai yang diajarkan Rasulullah SAW.
b. Mengamalkan tombo ati yang terdiri dari lima hal yakni; membaca al Qur’an
dan mentadabburinya, berteman dengan orang shalih, berpuasa, berdzikir dan
shalat malam.
c. Selalu bermujahadah, bermuhasabah dengan tazkiyatun nafs yakni usaha
takhliyan, tahliyah dan tajliyah.
d. Mengistiqamahkan ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah Swt.
e. Mengikuti dan proaktif dalam konseling Islami dan,
f. Meminta bantuan dan bersandar hanya kepada Allah Swt seiring melakukan
ruqyah syariyyah dan psikoterapi Islam.

4. Ibadah dan Kesehatan Jiwa (mental)


Arcius dalam Utsman Najati menyebutkan bahwa indikator kesehatan mental
diantaranya: 1) Menerima keadaan diri; 2) Menumbuhkan interaksi sosial yang
baik; 3) Mampu menyelesaikan pekerjaan dengan sukses dan merasa puas
dengan karyanya; 4) Mampu menghadapi kehidupan dan mampu mencari sisi
positif dari kehidupan tersebut; 5)Merasa berkecukupan; 6) Berani bertanggung
jawa; 7) Memiliki ketegaran dan kestabilan siri; 8) Mampu memnuhi kebutuhan
biologis dan psikologi secara proporsional; 9) Berperan serta dalam kegiatan sosial;
10) Memiliki pedoman hidup (Reza, 2015:109).
Utsman Najati berpendapat bahwa dalam Islam, terdapat program pendidikan
yang bertujuan untuk merealisasikan keseimbangan antara dimensi material dan
dimensi spiritual dalam pribadi manusia, diantaranya: 1) Berkonsentrasi
menguatkan dimensi spiritual dalam diri manusia dengan cara beriman dan
bertakwa kepada Allah,dan menjalankan berbagai ritual ibadah; 2)
Berkonsentrasi untuk mengendalikan dimensi material dalam diri manusia (hawa
nafsu); 3) Berkonsentrasi pada pengajaran yang meliputi semua aspek tradisi untuk
kematangan emosi dan sosial (Reza, 2015:113).
Dzikir telah digunakan dalam ajaran Islam sebagai terapi gangguan jiwa sejak
zaman Nabi Muhammad SAW. Saat ini, terapi dzikir banyak dibicarakan dan diakui
sebagai pilihan yang sangat efektif dalam pengobatan gangguan jiwa. Berasal dari teori
psikologi dan ajaran Islam khususnya dzikir, psikoterapi berkembang menjadi logoterapi,
yaitu cabang psikoterapi yang bertujuan untuk meningkatkan makna psikologis
kehidupan manusia dengan memperkuat aspek spiritualnya (Haryanto, 2014:342). Ibadah
lain juga dapat dilakukan seperti sholat dan puasa. Jika seseorang muslim tekun
mendirikan sholat dengan benar, maka ia selalu diingat oleh Allah. Dengan sholat,
seorang akan mendapatkan ketenangan hati dan jiwa, karena merasa terlindungi dari
segala macam cobaan. Dalam ibadah puasa terkandung makna pengendalian diri
(Hermawan, 2021:71-72).
DAFTAR PUSTAKA

Agus Hermawan. (2021). Psikologi Islam. Bantul: Pustaka Ilmu.


Iredho Fani Reza. (2015). EFEKTIVITAS PELAKSANAAN IBADAHDALAM UPAYA
MENCAPAI KESEHATAN MENTAL. PSIKIS-Jurnal Psikologi Islami, 1, 105-115.
Khairul Anam. (2016). Pendidikan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dalam Perspektif Islam.
Jurnal Sagacious, 67-78.
Rudy Haryanto. (2014). Dzikir: Psikoterapi dalam Perspektif Islam. Al-Ihkam, 9, 339-365.

Anda mungkin juga menyukai