Anda di halaman 1dari 12

TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 1
_____________________________________________

Nama Mahasiswa : Asrianto

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 045387737

Nama Mata Kuliah : Manajemen Pemasaran

Nama UPBJJ : SALUT BALIKPAPAN

Masa Ujian : 2023/24.1 (2023.2)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
TUGAS TUTORIAL SESI 1
EKMA4216 / MANAJEMEN PEMASARAN / 3 SKS
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
PERIODE 2024.1

Nama Penulis : Sri Lestari Pujiastuti, SE., MM


Nama Penelaah : Herry Novrianda, SE., MM
Status Pengembangan :
Tahun Pengembangan : 2024

D’Cost: Melesat Berkat Harga Murah dan Layanan Cepat

Mutu Bintang Lima, Harga Kaki Lima. Itulah slogan restoran seafood D’Cost yang
nampang dalam ukuran besar di kaca depan gerai yang didominasi warna oranye. Sejak hadir pada
9 September 2006, D’Cost telah mampu menarik perhatian banyak konsumen karena layanannya
yang cepat, harganya relatif murah, ruang restonya luas, bersih dan tertata apik.
Keberhasilan D’Cost lepas dari peran David Vincent Marsudi dan Harry Setiadi Tjiptono. Menurut
David, kehadiran resto ini didorong oleh masih minimnya resto seafood yang lebih merakyat.
Kalau pun ada, harganya ‘wah’. “Padahal Indonesia memiliki kekayaan bahari yang luar biasa,”
kata David. Memang cukup banyak pedagang makanan seafood di pinggir jalan. Namun, tak
terjamin aspek higienitasnya. Di sinilah David melihat ada peluang membuka resto seafood yang
terjangkau harganya (seperti harga kaki lima), tetapi menyediakan layanan, menu makanan dan
suasana yang tak kalah dari resto berkelas.
Gerai resto pertama pun dibuka David dkk. di Kemang, Jakarta. “Saat itu, jalanan di sekitar resto
menjadi macet karena banyaknya pengunjung yang datang,” kata David. Melihat respons yang
bagus, maka sepanjang tahun pertama mereka membuka tiga cabang.
Kecepatan layanan menjadi keistimewaan D’Cost. Rahasia kecepatan D’Cost terletak pada
pengelolaan pesanan makanan sejak pertama pengunjung mengorder hingga pemrosesan di dapur,
yang informasinya didukung sistem berbasis teknologi informasi (TI). Menurut David, sejak awal
para pendiri D’Cost memang sudah melihat pentingnya dukungan TI untuk dapat memberikan
layanan terbaik. Maka, awak D’Cost menggunakan iPod (produk Apple Inc.) untuk menulis
pesanan menu dari pelanggan. Info pesanan yang dicatat di iPod itu langsung ditransfer ke dapur
kemudian diolah. Dalam waktu rata-rata kurang dari 15 menit, pesanan sudah siap di meja makan.
“Jika ada pesanan yang kelamaan dilayani, kami di kantor pusat segera tahu dan bisa langsung
menegur,” ujar Ferry Kurniawan, GM TI D’Cost.
Hal lain yang menjadi keunggulan D’Cost adalah terobosan dalam hal harga dan paket promo,
misalnya: paket makan sepuasnya; bayar sesuka hati; Rp 1.000 untuk harga nasi dengan porsi
sepuasnya; dan diskon sesuai umur di cabang-cabang D’Cost yang sudah ditunjuk. Pernah ada
rombongan yang membawa seorang ayah berusia 70 tahun ke gerai D’Cost dan kebetulan ada
promo “diskon sesuai umur”, maka seluruh menu yang dipesan, total mendapat diskon 70%.”
Pernah di Surabaya kami kasih diskon 103% atau free karena ada tamu yang membawa neneknya
yang berusia 103 tahun,” ujar Eka Agus Rachman, Manajer Umum Promosi dan Humas D’Cost.
Menurut David, D’Cost berupaya melakukan promo yang bisa langsung dirasakan oleh konsumen.
“Kami mengurangi promo di media, karena hanya akan membebani pelanggan. Kami buat promo
yang efisien agar harga yang kami tawarkan seharga ‘hidangan yang dimasak ibu sendiri di
rumah’,” ujar David seraya menjelaskan arti D’Cost yaitu tak lain harga pokok.
Dengan promo tersebut, pihak D’Cost berharap pelanggan akan puas, dan bisa merekomendasikan
resto ini ke rekan atau saudaranya. Promosi ini tidak pernah berubah dari awal dibukanya resto
D’Cost hingga sekarang.
Bagaimana dengan masalah margin mengingat D’Cost menawarkan hidangan dengan harga
murah? Menurut David, kekuatan D’Cost memang pada volume. Jadi makin banyak volumenya
maka efisiensi makin terjaga. Contohnya D’Cost membeli bahan baku dalam jumlah besar
langsung dari petani ataupun nelayan. “Kami beli dari nelayan beberapa ribu ton ikan,” ujar David
seraya menjelaskan, resto ini dijalankan dengan filosofi Give and Receive, yang berarti lebih
mengutamakan memberi sebesar-besarnya pada konsumen dan karyawan, bukan sekadar berpikir
untung rugi.
Segala pendekatan itu memang memberikan hasil luar biasa. Resto yang kini memiliki sekitar 800
karyawan ini berkembang amat pesat. Sekarang D’Cost memiliki 36 cabang di 7 kota di luar
Jakarta, yakni Solo, Makassar, Pekanbaru, Bandung, Banjarmasin, Denpasar dan Surabaya. Dalam
waktu dekat akan genap menjadi 38 cabang karena ada dua cabang lagi yang hendak dibuka.
Menurut Hari Setiadi Tjiptono, Direktur D’Cost, pada 2011 pihaknya menargetkan akan membuka
11 cabang baru. Sebagai perbandingan, pada 2010 D’Cost membuka 10 cabang.
Toh, keberhasilan ini tampaknya tak membuat David dan timnya terbuai. David mengungkapkan,
tiap tahun pihaknya selalu memikirkan apa yang bisa dilakukan dan terus lebih baik dari tahun
sebelumnya. Tahun 2010, misalnya, mereka melakukan banyak terobosan, seperti mendirikan
D’Cost Academy, D’Cost Logistic dan mulai uji coba penggunaan iPad di salah satu cabang
D’Cost (Mall Ambassador, Jakarta). Ambil contoh, dengan D’Cost Academy, D’Cost bisa
mendidik SDM-nya untuk bisa memberikan pelayanan terbaik, termasuk menciptakan kreasi menu
terbaru serta inovasi promo yang unik dan menarik. “Kami punya moto, Stupid guys keep
learning,” ujar David.
Saat ini manajemen D’Cost juga sedang mengembangkan inovasi Delivery Services dengan nomor
292 77777, yang menawarkan menu khusus dan kemasan yang eksklusif. Layanan yang
dikembangkan sejak 10 Oktober 2010 ini baru dijalankan di tiga kota yaitu Jakarta, Surabaya dan
Bandung.
Di mata Yoris Sebastian Nisiho, pengamat pemasaran dan kreativitas, D’Cost memiliki konsep
yang sangat unik. Seperti halnya lowcost carrier atau maskapai penerbangan murah. Yoris menilai,
keunggulan D’Cost adalah mampu menawarkan harga murah, dengan menu tidak asal-asalan.
“Mereka tetap menjaga kualitas dengan banyak gimmick lain yang mengundang pengunjung
datang kembali,” ujarnya.
Yoris menyarankan agar D’Cost terus berinovasi dan berkreasi. “Harus selalu diingat saat awal
buka resto yang selalu melakukan inovasi,” katanya.

Sumber:
www.swa.co.id

Berdasarkan kasus di atas:


1. Menurut para pemasar, perusahaan harus melakukan segmentasi, targeting dan positioning,
terutama dalam situasi persaingan ketat. Menurut Anda, apakah D’Cost melakukan segmentasi,
targeting dan positioning? Jelaskan! (SKOR 50)
2. “Mutu Bintang Lima, Harga Kaki Lima” adalah slogan yang diusung oleh D’Cost. Frase “harga
kaki lima” menyatakan bahwa harga makanan di D’Cost pada umumnya adalah murah. Terbukti
dengan tingkat harga demikian, D’Cost sukses. Dengan demikian, dapatkah kita sarankan agar
semua restoran menggunakan pendekatan yang sama? Berikan pendapat Anda! (SKOR 50)

Jangan lupa, setiap jawaban harus disertakan sumber referensinya!


JAWAB
1. Segmentasi
Jika diferensiasi produk didasarkan pada pemisahan atau spesialisasi antar produk, maka
segmentasi pasar didasarkan pada pemisahan atau spesialisasi antara pelanggan yang sudah
ada sebagai pembeli atau pasar potensial. Kenyataannya, pasar bersifat heterogen, artinya
kebutuhan dan keinginannya sangat berbeda atau beragam. Atau bisa dibilang heterogen. Oleh
karena itu, sulit bagi perusahaan untuk memasarkan produknya (kecuali beberapa produk
seperti garam) tanpa melakukan segmentasi pasar. Lalu apa yang dimaksud dengan
segmentasi pasar?
Menurut Ferrell dan Hartline (2008, p. 163), segmentasi pasar adalah proses membagi total
pasar suatu produk atau kategori produk tertentu menjadi segmen atau kelompok relatif.
Menurut Berrigan dan Finkbeiner (1992, p. 107), segmentasi pasar adalah pembagian suatu
pasar menjadi kelompok atau segmen pelanggan dengan kebutuhan serupa. Dengan kata lain,
pasar secara keseluruhan dibagi menjadi kelompok-kelompok yang lebih kecil, yang masing-
masing memiliki kesamaan dalam faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan (Etzel,
Walker, Stanton, 1997, p. 158). Kelompok yang homogen disebut segmen pasar. Gambar 3.2.
menunjukkan contoh pengelompokan pasar.

Terbaginya suatu pasar menjadi segmen-segmen yang homogen disebabkan karena banyak
produk yang bersifat heterogen di seluruh pasar atau produk-produk tersebut hanya
dibutuhkan oleh kelompok pasar tertentu. Sebaliknya, homogenitas masing-masing segmen
disebabkan oleh kesamaan kebiasaan pembelian, penggunaan produk, kebutuhan pengguna,
motif pembelian, tujuan pembelian, sikap terhadap produk, dan lain-lain. Ada jawaban atas
pertanyaan yang perlu Anda pahami: mengapa perusahaan perlu melakukan segmentasi
pasarnya. Jawabannya adalah perusahaan tidak dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan
semua orang. Mereka hanya dapat melayani kelompok konsumen tertentu. Jenis metode
pemasaran ini disebut pemasaran segmen. Misalnya, sebuah perusahaan pakaian melayani
sekelompok konsumen dengan menawarkan pakaian dalam ukuran kecil, sedang, dan besar.
Bisnis seperti penjahit dan butik dapat memberikan layanan kepada konsumen perorangan.
Segmen pasar yang dilayani oleh perusahaan tersebut disebut segmen satu. Cara pemasaran
ini sekarang disebut One to One marketing atau pemasaran yang dipersonalisasi. Bisnis juga
dapat menggunakan metode serupa di Internet atau menerapkan e-commerce.
Segmentasi ini merupakan suatu proses komprehensif yang mengharuskan perusahaan untuk
memperhatikan pembelian dari setiap segmen. Paling tidak, bisnis menjadi lebih ekonomis
jika unit pembelian dikelompokkan menjadi kelompok-kelompok yang lebih kecil. Semua ini
terkait erat dengan upaya meraih keuntungan sebesar-besarnya. Oleh karena itu, perusahaan
harus memutuskan segmen pasar yang dipilihnya dan mengalokasikan sumber daya ke
segmen yang dibutuhkan.
• Targeting
Setelah mengidentifikasi peluang-peluang yang ada pada segmen pasar yang ada, suatu
perusahaan harus menentukan target pasar atau arah pasarnya dan menentukan positioning
pasarnya (lihat Gambar 3.3). Ketika berhadapan dengan heterogenitas pasar, ada tiga strategi
alternatif yang dapat dilakukan perusahaan untuk memilih target pasar.

1) Undifferentiated Marketing
Dalam pemasaran yang tidak ter-diferensiasi, perusahaan berupaya untuk melihat
pasar secara keseluruhan, dengan fokus pada kesamaan kebutuhan konsumen daripada
segmen pasar yang berbeda dengan kebutuhan konsumen yang berbeda. Perusahaan
berusaha menciptakan satu produk yang dapat memuaskan keinginan semua orang
atau banyak orang. Oleh karena itu, satu jenis produk dijual kepada semua orang.
Bukan hanya satu kelompok atau lebih. Karena kelompok sasarannya bersifat massal,
metode pemasaran seperti penjualan dan periklanan juga bersifat massal. Misalnya
saja "Coca-Cola" (dulu) yang rasanya disukai banyak orang, dan garam tidak
bermerek yang dibutuhkan semua orang.
Penggunaan strategi pemasaran yang tidak ter-diferensiasi didasarkan pada alasan
pengurangan biaya, yaitu dengan menerapkan standarisasi dan produksi massal untuk
menghindari variasi produk. Kisaran produk yang sempit (tidak beragam) mengurangi
biaya produksi, penyimpanan dan transportasi. Demikian pula, biaya riset pasar tidak
diperlukan atau sangat rendah.
Di masa lalu, perusahaan telah menerapkan strategi ini kepada semua orang, baik
pasarnya tersegmentasi atau tidak, seperti Ford dengan Model T. Strategi ini saat ini
menyasar segmen terbesar yang tersedia. Tentu saja, segmen yang besar pasti akan
menarik banyak pesaing. Persaingan besar-besaran terjadi ketika banyak perusahaan
menerapkan strategi yang sama di segmen pasar yang sama. Hal ini menunjukkan
bahwa strategi pemasaran yang tidak terdiferensiasi yang dapat menekan biaya belum
tentu menguntungkan dan perlu dipertimbangkan kembali.
2) Differentiated Marketing
Dalam strategi ini, perusahaan berupaya mengidentifikasi kelompok pembeli tertentu
(segmen pasar) dengan membagi pasar menjadi dua kelompok atau lebih. Selain itu,
perusahaan menciptakan produk dan program pemasaran yang berbeda untuk setiap
segmen. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan penjualan dan mendapatkan posisi
yang kuat di setiap segmen. Oleh karena itu, dengan strategi ini, perusahaan bertujuan
untuk:
a) Memilih sub-grup/kelompok-kelompok yang akan dilayaninya:
b) Merencanakan bauran pemasaran yang dapat memberikan kepuasan kepada
kelompok-kelompok tersebut.
Perusahaan fokus pada pemuasan keinginan konsumen, bukan sebaliknya, sehingga
berharap mendapatkan loyalitas dan pembelian berulang.
Saat ini, perusahaan cenderung melakukan pemasaran yang terdiferensiasi. Hal ini
terlihat dari perusahaan menggunakan jenis produk yang berbeda dan saluran
penjualan yang berbeda. Contoh: Perusahaan ``Coca-Cola'' juga memproduksi
``Fanta'' dan setiap merek diproduksi dalam jenis kemasan yang berbeda (kaleng, botol
besar, botol kecil, tempat minum, dll). Ketika lebih dari satu jenis produk dijual, total
pendapatan meningkat, namun biaya juga meningkat. Biaya-biaya tersebut meliputi
biaya penelitian dan pengembangan modifikasi produk, biaya produksi, biaya
administrasi, biaya penyimpanan, dan biaya periklanan. Oleh karena itu, meskipun
strategi pemasaran terdiferensiasi ini meningkatkan penjualan, namun juga
meningkatkan biaya.
3) Concentrated Marketing
Tidak seperti Undifferentiated Marketing dan Undifferentiated Marketing yang
mencakup seluruh pasar, dalam Concentrated Marketing ini perusahaan hanya
memusatkan upaya pemasarannya pada satu atau beberapa kelompok pembeli saja.
Strategi ini biasanya diterapkan oleh perusahaan yang tidak dapat melayani banyak
kelompok pembeli dengan baik sehingga memfokuskan upaya pemasarannya hanya
pada kelompok pembeli yang paling menguntungkan. Hal ini disebabkan karena
perusahaan mempunyai sumber daya yang terbatas. Oleh karena itu, perusahaan dapat
mengembangkan produk yang lebih cocok untuk kelompok tersebut. Contohnya
termasuk Volkswagen (VW) dan Richard D. Irwin (penerbit buku Amerika). VW
adalah pasar mobil kecil dan Richard D. Irwin berfokus pada buku bisnis dan bisnis.
Tujuan dari strategi pemasaran intensif perusahaan ini antara lain:
a) Untuk memperoleh kedudukan yang kuat dalam suatu segmen pasar yang
dilayaninya.
b) Untuk memperoleh penghematan-penghematan dalam operasinya karena
adanya spesialisasi dalam produksi, distribusi, dan promosi.
c) Untuk mendapatkan pengambilan investasi yang tinggi. Hal ini mungkin
terjadi bilamana segmen pasarnya telah dipilih dengan tepat.
Untuk mencapai tujuan tersebut, perusahaan menghadapi risiko yang lebih besar. Artinya, jika
preferensi pembeli di segmen ini tiba-tiba berubah. Atau kompetitor mulai memasuki segmen
ini. Oleh karena itu, banyak perusahaan lebih memilih untuk menargetkan beberapa segmen
pasar secara bersamaan, menggunakan strategi segmen ganda dibandingkan strategi segmen
tunggal.
• Hubungan antar Penargetan Pasar dengan Segmentasi Pasar
Meskipun sekilas kedua istilah penargetan pasar dan segmentasi pasar tampak serupa,
sebenarnya keduanya berbeda. Sebelumnya telah kami jelaskan bahwa segmentasi pasar
adalah pembagian pasar yang heterogen suatu produk menjadi unit-unit pasar yang homogen.
Dalam hal ini, penargetan pasar merupakan keputusan perusahaan mengenai segmen pasar
mana yang akan dilayani. Lihat gambar di bawah ini sebagai contoh.
Berdasarkan analisis dan perkiraan permintaan, perusahaan dapat mengidentifikasi segmen
pasar tertentu yang dianggap menarik. Dan perusahaan juga ingin ikut serta. Perusahaan
mensurvei banyak konsumen dan menanyakan kepada mereka tentang fitur produk yang
mereka tawarkan. Atribut produk yang dimaksud antara lain: Kualitas, harga, corak, servis,
kemasan, warna, dan sebagainya. Dari atribut-atribut tersebut konsumen dapat memilih mana
yang dianggapnya penting suatu pembelian. Semisal, atribut yang dianggap penting adalah
kualitas (X) dan harga (Y). Hasil dari wawancara pada sampel tersebut dapat dimasukkan ke
dalam suatu bidang, yang disebut product space, dengan banyak titik yang menunjukkan
ordinat banyak pendapat. Hal ini dapat digambarkan dalam salah satu dari 3 pola seperti yang
terlihat pada gambar berikut. Yaitu: preferensi ysng homogen, preferensi yang menyebar, dan
preferensi yang mengelompok.

1) Preferensi yang Homogen


Menggambarkan pasar di mana, secara umum, semua konsumen memiliki preferensi
yang sama baik dari segi harga dan kualitas. Pasar ini menunjukkan adanya segmen
yang kebutuhan dan keinginannya berkaitan dengan kedua atribut tersebut. Oleh
karena itu, konsumen cenderung memiliki preferensi yang sama terhadap merek yang
sudah ada. Oleh karena itu, titik prioritasnya adalah di pusat atau center area produk.
2) Preferensi yang Menyebar (Diffused Preferences)
Di sisi lain, preferensi konsumen dapat tersebar di seluruh ruang produk tanpa
terkonsentrasi (preferensi tersebar). Dalam hal ini, konsumen memiliki preferensi
yang sangat berbeda terhadap apa yang mereka inginkan dari suatu produk. Ketika
hanya ada satu merek di pasar, preferensi menjadi hal yang sentral. Hal ini dikarenakan
merek tersebut menarik mayoritas konsumen yang ada. Dengan menempatkan brand
Anda di pusat ini, Anda dapat meminimalisir ketidakpuasan konsumen. Jika pesaing
memasuki pasar selama pengembangan, posisi mereka akan lebih dekat dengan merek
asli dan bersaing untuk mendapatkan pangsa pasar. Ketika terdapat banyak pesaing,
masing-masing pesaing memilih lokasinya sendiri dalam ruang produk secara
seimbang. Hal ini menunjukkan bahwa masing-masing merek berbeda dalam
beradaptasi dengan selera konsumen yang berbeda.
3) Preferensi yang Mengelompok (Clustered Preferences)
Selain preferensi yang homogen dan tersebar, kemungkinan lainnya adalah preferensi
yang mengelompok. Suatu kelompok (seperangkat titik koordinat dari dua jenis
atribut) yang termasuk dalam ruang produk disebut segmen pasar alami. Bagi
perusahaan yang baru pertama kali memasuki pasar ini, terdapat tiga alternatif strategi,
seperti dijelaskan di atas:
a) Undifferentiated marketing
Dalam hal ini, perusahaan memfokuskan pada mereknya dengan harapan dapat
menarik seluruh segmen yang ada, meskipun tidak ada segmen yang memiliki
permintaan yang sama persis dengan layanannya, seperti kualitas tinggi atau
harga murah.
b) Differentiated marketing
Di sini perusahaan telah menciptakan beberapa merek dan masing-masing
merek ditempatkan pada segmen pasar yang berbeda. Alternatif ini dapat
meningkatkan daya saing perusahaan.
c) Concentrated marketing
Dengan strategi ini, perusahaan memposisikan diri pada segmen pasar
terbesar, misalnya yang mengutamakan kualitas tinggi dan harga tinggi atau
kualitas rendah dan harga murah.
Oleh karena itu, jika suatu perusahaan mempertimbangkan untuk memasuki
pasar, sebaiknya mengambil langkah berikut:
o Harus menetapkan atribut-atribut mana yang dianggap penting. Lagi
pula hal ini sekaligus dapat mengidentifikasi kemungkinan adanya
segmen pasar yang berbeda-beda.
o Harus menetapkan luas dan nilai dari berbagai macam segmen pasar
tersebut.
o Harus menetapkan bagaimana merek-merek yang ada itu berada
dipasar.
o Harus mencari peluang pada segmen-segmen pasar yang belum
terlayani oleh merek yang sudah ada.
o Harus menetapkan hubungan antara segmen-segmen yang akan
dilayani, apakah terdapat kesukaan yang sama atau tidak. Atau dapat
pula mencari hubungan dari segi lain, seperti faktor-faktor psikografis,
demografis, dan sebagainya. Ini dimasukkan sebagai cara yang paling
efisien untuk memasuki segmen tersebut.
• Positioning
Istilah positioning produk menggabungkan diferensiasi produk dan segmentasi pasar. Product
positioning berfokus pada persepsi dan preferensi pembeli terhadap suatu produk atau merek
di pasar tertentu.
Adanya segmentasi pasar membantu perusahaan dalam menentukan beberapa karakteristik
pasar sasarannya. Proses ini memerlukan berbagai jenis data untuk merancang produk,
promosi, dan mendominasi pasar. Semua ini termasuk dalam positioning produk. Oleh karena
itu, positioning produk dapat didefinisikan sebagai:
Menurut Ferrell dan Hartkine (2008, p. 202), positioning produk adalah pembentukan
gambaran mental produk yang ditawarkan dan fitur pembedanya dalam pikiran pasar. Target
positioning juga dapat didefinisikan sebagai penempatan suatu merek di sebagian pasar
dimana merek tersebut diterima secara baik dibandingkan dengan produk pesaing (Jain, 1997,
p. 345). Positioning memberi tahu Anda apa arti produk Anda, seperti apa produk Anda, dan
bagaimana pelanggan Anda harus menilai produk tersebut.
Secara strategis, agar sukses, penawaran produk harus sesuai dengan segmen pasar yang
dituju. Sebab, pasar bersifat heterogen dan tidak mungkin satu merek mempunyai pengaruh
di semua pasar. Produk Anda harus ditempatkan secara menonjol dibandingkan dengan merek
pesaing. Dengan kata lain, perusahaan berusaha membedakan produknya dari pesaing dan
membuatnya lebih menarik bagi pembeli. Hal ini dapat mencakup perubahan signifikan pada
produk itu sendiri, atau perubahan pada kemasan, harga, branding, promosi, atau aspek
pemasaran lainnya yang dapat mempengaruhi persepsi konsumen. Untuk positioning,
perusahaan menggunakan variabel bauran pemasaran, khususnya desain dan komunikasi.
• Kesimpulan
Dalam kasus D`Cost, perusahaan melakukan segmentasi, penargetan, dan
positioning dengan sangat efektif. Dengan slogan 'Mutu Bintang Lima, Harga
Kaki Lima', D'Cost menyasar segmen pasar tertentu: konsumen yang
menginginkan seafood dengan harga relatif terjangkau namun tetap ingin
menjaga kualitas. Oleh karena itu, D'Cost sangat tepat memposisikan dirinya
sebagai restoran seafood yang menawarkan kualitas tinggi dengan harga
terjangkau.
Saat melakukan segmentasi, D'Cost memilih segmen pasar tertentu: konsumen
yang mencari seafood dengan harga relatif murah, namun tetap ingin menjaga
kualitas. Dengan cara ini, D'Cost membedakan dirinya dari pesaing lain yang
menawarkan makanan laut dengan harga lebih tinggi. Dalam menyasar
konsumen,
D'Cost targetting dengan konsumen yang memiliki kebutuhan spesifik: seafood
dengan harga relatif murah dengan tetap menjaga kualitas. Itu sebabnya D'Cost
memfokuskan upaya pemasarannya pada konsumen dengan kebutuhan spesifik
tersebut.
D'Cost memposisikan diri sebagai restoran seafood yang menawarkan kualitas
tinggi dan harga terjangkau. Dengan cara ini, D'Cost telah membangun citra
positif di mata konsumen dan membedakan dirinya dari pesaing lainnya.

2. Meskipun pendekatan ”Harga Kaki Lima” telah berhasil bagi D’Cost, tidak
dapat disarankan untuk semua restoran menggunakan pendekatan yang sama.
Setiap restoran memiliki karakteristik unik dan segmen pasar yang berbeda.
Pendekatan ini mungkin tidak sesuai untuk restoran-restoran yang melakukan
targetting segmen pasar yang lebih mewah atau premium.
Selain itu juga, keberhassilan D’Cost tidak hanya didasrkan pada harga murah
saja, tetapi juga pada pelayanan yang cepat, promosi yang efektif, dan filosofi
manajemen yang berfokus memberi yang terbaik pada konsumen dan karyawan.
Oleh karenanya, setiap restoran yang ingin mengadopsi pendekatan serupa
memerlukan pertimbangan secara keseluruhan strategi pemasaran dan
operasionalnya, bukan hanya harga makanan saja.
Namun demikian, pendekatan D’Cost menunjukkan bahwa kombinasi antara
harga yang terjangkau dan kualitas yang baik dapat menjadi strategi yang efektif
untuk menarik konsumen, terutama dalam situasi persaingan yang ketat di pasar
makanan dan minuman.

Sumber: https://pustaka.ut.ac.id/lib/ekma4216-manajemen-pemasaran-edisi-2-2/
https://pustaka.ut.ac.id/reader/index.php?subfolder=EKMA4216/&doc=M3.pdf

Anda mungkin juga menyukai