Anda di halaman 1dari 8

IDENTIFIKASI DERAJAT KOMPETISI FISKAL KABUPATEN/KOTA

DI JAWA TIMUR

IDENTIFICATION DEGREES OF FISCAL COMPETITION IN EAST


JAVA MUNICIPALITIES

Bintang Dwitya Cahyono


Pusat Penelitian Ekonomi
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

Abstrak
Desentralisasi fiskal telah diterapkan oleh Indonesia semenjak tahun 2001. Sistem desentralisasi menuntut
daerah untuk lebih mandiri dan kreatif dalam mengelola kebijakan fiskal daerah. Strategi daerah dalam mengelola
fiskal daerah telah menimbulkan sebuah kompetisi fiskal antar daerah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengukur seberapa besar derajat kompetisi fiskal kabupaten/ kota di Jawa Timur dengan membagi menjadi lima
koridor ekonomi; (1) Koridor Timur; (2) Koridor Tengah; (3) Koridor Barat Daya; (4) Koridor Barat; dan (5)
Koridor Kepulauan. Dengan menggunakan pendekatan Fuzzy Logic diketahui bahwa Koridor Tengah memiliki
derajat kompetisi fiskal tertinggi di Jawa Timur.
Kata Kunci: Desentralisasi fiskal, Kompetisi Fiskal, Fuzzy Logic

Abstract
Fiscal decentralization has been implemented by Indonesian’s government since 2001. Decentralized system
encourage local governments/ municipality to be more independent and creative in managing fiscal policy in their
regions. The interaction of fiscal policy strategy in the region caused fiscal competition between regions. The purpose
of this study is to measure the degree of fiscal competition amongs local governments in East Java divided into five
economic corridors: (1) Eastern Corridor, (2) Central Corridor, (3) Southwest Corridor, (4) West Corridor; and
(5) Corridor Islands. By using the Fuzzy Logic approach, the study found that the Central Corridor has the highest
degree of fiscal competition in East Java.
Keywords: Fiscal Decentralization, Fiscal Competition, Fuzzy Logic

PENDAHULUAN
Peran pemerintah dalam perekonomian berbeda- komando) terhadap program pembangunan
beda sesuai dengan sistem perekonomian yang dan perencanaan ekonomi daerah, tetapi juga
dianut. Pada sistem ekonomi komando, pemerintah munculnya kesadaran pemerintah pusat akan peran
berperan sangat dominan dalam perekonomian, penting pemerintah daerah dalam perencanaan
dimana seluruh kebijakan mengenai ekonomi pembangunan daerah, dimana pembangunan
dan sosial diatur sepenuhnya oleh pemerintah daerah tidak dapat dengan mudah dikendalikan
pusat. Di sisi lain peranan pemerintah berlaku dan direncanakan oleh pemerintah pusat.
sebaliknya dalam sistem ekonomi pasar, sistem Lebih jauh dalam konteks negara berkembang,
tersebut menyerahkan hampir seluruh kebijakan Hidayat (2005) menjelaskan bahwa terdapat
ekonomi kepada pasar/ masyarakat. tiga alasan utama mengapa sebagian besar
Desentralisasi sistem pemerintahan telah negara berkembang menganggap penting untuk
muncul sebagai paradigma baru dalam pembuatan mengaplikasikan desentralisasi fiskal, yaitu: i)
berbagai kebijakan dan administrasi pembangunan untuk menciptakan efisiensi penyelenggaraan
sejak era 1970-an. Perhatian besar terhadap administrasi pemerintahan, ii) untuk memperluas
era desentralisasi tidak hanya disebabkan oleh otonomi daerah, dan iii) sebagai strategi untuk
kegagalan sistem perencanaan terpusat (sistem mengatasi instabilitas politik. Sejalan dengan

47
hal tersebut, tujuan otonomi daerah sebagai mekanisme pembagian kekuasaan/ wewenang
landasan dari pelaksanaan desentralisasi adalah antara pemerintah pusat, pemerintah daerah
untuk memenuhi tujuan demokratisasi dan demi provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/
mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Artinya, kota. Selain pemberian wewenang dalam hal
kebijakan desentralisasi tersebut ditujukan untuk administratif pemerintahan, kebijakan ini diikuti
menciptakan proses pengambilan keputusan pula dengan kewenangan dan tanggung jawab
publik dengan cara demokratis dan memberikan pemerintah daerah dalam mengelola keuangan
pelayanan masyarakat agar lebih baik. Dengan daerah (Mardiasmo, 2009).
adanya kewenangan luas bagi pemerintah Meskipun demikian tidak seluruh kebijakan
daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan, tata kelola pemerintahan baik aspek administratif,
maka diharapkan tujuan pembangunan ekonomi politik dan keuangan diserahkan sepenuhnya
dengan sasaran akhir penciptaan kesejahteraan kepada pemerintah daerah. Pemerintah pusat
masyarakat dapat segera tercapai. tetap ikut andil dalam urusan pemerintahan
Tujuan pelaksanaan desentralisasi adalah daerah. Sebagai contoh, pemerintah pusat
mempercepat terwujudnya kesejahteraan tetap memberikan bantuan kepada pemerintah
masyarakat melalui peningkatan pelayanan daerah melalui mekanisme transfer keuangan
publik (public services) yang lebih efisien berupa dana perimbangan, dana alokasi kusus
dari pemerintah daerah (UNDP, 2009). Untuk (DAK), dana alokasi umum (DAU). Lebih lanjut
mendukung efektivitas kebijakan tersebut, melalui kantor kementerian, pemerintah pusat
pelaksanaan desentralisasi ditetapkan pada tiga mengalokasikan anggaran bagi daerah dalam
aspek utama, yakni: 1) desentralisasi politik; 2) rangka pelaksanaan dekonsentrasi dan tugas
desentralisasi administratif, dan 3) desentralisasi pembantuan (Sukartini, 2010).
fiskal. Terkait dengan penjelasan di awal, hal
Ketiga desentralisasi tersebut diatur dalam terpenting dari tujuan desentralisasi fiskal
undang-undang (UU) No. 32 Tahun 2004 dan adalah untuk mendorong daerah agar lebih
UU No. 33 Tahun 2004 yang mengatur aspek mandiri dalam hal pengelolahan keuangan
pemerintahan daerah dan juga dana perimbangan daerah, dalam konteks ini daerah dituntut untuk
pusat dan daerah (lihat Gambar 1.1). Dalam dapat memenuhi kebutuhan sendiri dengan
UU tersebut diatur secara tegas mengenai meningkatkan penerimaan asli daerah (PAD).

Gambar 1. Hirarki Kebijakan Fiskal Pusat dan Daerah dan Pengolahan Tata Pemerintahan

48 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 22, No. 1, 2014


Indikator kemandirian daerah ditinjau dari Penelitian ini bertujuan untuk mengukur
sisi penerimaan fiskal adalah dengan semakin derajat kompetisi fiskal kabupaten/ kota di
berkurangannya dana transfer dari pemerintah Provinsi Jawa Timur dengan memasukkan
pusat baik berupa DAU maupun DAK. variabel pengeluaran dan penerimaan pemerintah
Oleh karena itu, pemerintah daerah daerah, makro ekonomi, dan ketersediaan
dituntut untuk lebih inovatif dalam mengatur infrastruktur sebagai proxy, sehingga dapat
dan menjalankan roda perekonomian agar diketahui seberapa besar derajat kompetisi fiskal
dapat menjadi daerah yang mandiri. Setiap yang terjadi Kabupaten/ Kota Provinsi Jawa
kebijakan pemerintah daerah baik bersifat Timur.
administratif ataupun kebijakan keuangan
(fiskal) diharapkan dapat mengakomodasikan TINJAUAN PUSTAKA
kepentingan masyarakat dan perekonomian
Terminologi desentralisasi pada hakekatnya tidak
daerah. Sebagai contoh, kebijakan pemerintah
hanya memiliki satu makna. Desentralisasi dapat
daerah dalam perbaikan layanan publik (public
diterjemahkan ke dalam sejumlah arti, tergantung
services) ataupun pengembangan/ perbaikan
pada konteks penggunaannya. Parson dalam
infrastruktur.
Hidayat (2005) mendefinisikan desentralisasi
Hal menarik untuk dikaji dalam era sebagai berbagi (sharing) kekuasaan pemerintah
desentralisasi fiskal yang telah berjalan kurang- antara kelompok pemegang kekuasaan di pusat
lebih selama 10 tahun, adalah cara pemerintah dengan kelompok-kelompok lainnya, di mana
daerah dalam mengelola kebijakan anggarannya, masing-masing kelompok tersebut memiliki
di mana daerah diberi kewenangan dalam otoritas untuk mengatur bidang-bidang tertentu
mengelola kebijakan anggaran daerah sehingga dalam lingkup teritorial suatu negara/ daerah.
memungkinkan terjadinya interaksi kebijakan Mawhood (1987) dengan tegas mengatakan
fiskal antar daerah (Solihin, 2007). Fenomena bahwa desentralisasi adalah penyerahan
interaksi kebijakan fiskal antar daerah pada (devolution) kekuasaan dari pemerintah pusat
akhirnya menimbulkan kompetisi fiskal antar kepada pemerintah daerah.
daerah. Interaksi kebijakan fiskal daerah biasa
Di Indonesia, sebagaimana dinyatakan dalam
terjadi pada daerah yang memiliki faktor kedekatan
UU No. 22 Tahun 1999 dan kemudian berubah
secara geografis dengan daerah lain ataupun
menjadi UU No. 33 tahun 2004, pengertian
terdapat kemiripan struktur perekonomian antar
desentralisasi dinyatakan sebagai penyerahan
daerah (Rosen, 1993).
wewenang pemerintah oleh pemerintah kepada
Fiscal competition didefinisikan sebagai daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
persaingan kebijakan antar pemerintahan dengan urusan pemerintahan dalam kerangka Negara
tujuan untuk mensejahterakan kehidupan Kesatuan Republik Indonesia (Kuncoro, 2009).
dimasing-masing daerah pemerintahan. Fiscal Ini artinya desentralisasi merupakan penyerahan
competition ini terjadi pada ranah kebijakan kewenangan dan tanggung jawab akan fungsi-
publik menyangkut aspek pengeluaran/ belanja fungsi publik dari pemerintah pusat kepada
dan pendapatan/ perpajakan pemerintah (Ogawa, pemerintah daerah.
2010). Lebih jauh kebijakan/ strategi masing-
Dalam era desentralisasi, daerah diberikan
masing pemerintah daerah dengan tujuan
kebebasan terbatas untuk menentukan sendiri
untuk meningkatkan kemandirian daerah telah
kebijakan fiskal, sehingga memungkinkan
menimbulkan kompetisi dalam konteks kebijakan
terjadinya interaksi kebijakan fiskal antar daerah.
fiskal (fiscal competition) antar daerah. Akibat dari
Interaksi tersebut dapat terjadi mengingat
persaingan kebijakan fiskal (fiscal competition)
faktor produksi seperti modal, tenaga kerja,
tersebut mendorong perubahan/ pergerakan
barang dan jasa, dapat berpindah tanpa ada
dari faktor produksi, seperti pergerakan migrasi
halangan. Perpindahan faktor produksi tersebut
penduduk ataupun pergerakan arus investasi/
mengikuti pola intensif dan disintensif dari
modal, dari daerah satu ke daerah lain.
kebijakan pemerintah (Alves, 2005). Kebijakan

IDENTIFIKASI DERAJAT KOMPETISI............(Bintang Dwitya Cahyono) │ 49


pemerintah daerah yang bersifat disintensif bagi Expenditure competition adalah bentuk
faktor produksi, memungkinkan faktor produksi persaingan antar pemerintah dalam hal pengeluaran
tersebut berpindah ke daerah lain. Demikian pula pemerintah dengan tujuan untuk memperebutkan
sebaliknya, jika kebijakan pemerintah daerah faktor produksi. Semakin banyak faktor produksi
bersifat intensif, maka akan mendorong faktor masuk suatu daerah menyebabkan pertumbuhan
produksi untuk masuk ke daerah tersebut. perekonomian semakin cepat dan tinggi, dan
Salah satu instrumen yang digunakan di secara otomatis pendapatan pemerintah daerah
dalam kompetisi fiskal adalah kebijakan anggaran. juga akan meningkat seiring dengan hal tersebut.
Dalam konteks kompetisi fiskal, masing-masing Pengeluaran pemerintah merupakan
daerah menggunakan instrumen kebijakan suatu komponen kebijakan fiskal dengan
anggaran melalui pengeluaran pemerintah dan tujuan untuk menstimulus segala kegiatan
pajak daerah. Semakin ekspansif suatu kebijakan perekonomian, baik untuk belanja modal maupun
anggaran pemerintah daerah akan menyebabkan belanja rutin mempunyai dampak signifikan
semakin banyak faktor produksi masuk ke terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah.
daerah tersebut. Dengan demikian perekonomian Pengeluaran pemerintah suatu daerah dengan
suatu daerah akan meningkat seiring dengan tujuan menciptakan barang/ jasa tidak hanya
meningkatnya faktor produksi yang masuk dinikmati oleh penduduk di daerah tersebut, tetapi
(Bucovetsky, 2005). penduduk di sekitar daerah tersebut juga dapat
Menurut Breton (1996a), kompetisi menikmatinya. Secara garis besar, kompetisi
pemerintah dapat terjadi pada seluruh tingkat pengeluaran antar pemerintah pada hakekatnya
pemerintahan. Kompetisi tersebut bisa saja akan menyebabkan terjadinya eksternalitas/
terjadi antar pemerintahan negara ataupun antar spillover (Wildasin,2001).
pemerintah daerah. Lebih jauh dalam model Pengertian tax competiton adalah bentuk
persaingan tersebut tiap-tiap pemerintah daerah kompetisi antar pemerintah bertujuan untuk
selalu berusaha untuk memaksimalkan strategi/ memperebutkan objek pajak baik berupa barang/
kebijakan diantara keterbatasan (constraint). jasa dan tenaga kerja (Hauptmiere, 2009). Strategi/
Tingkat persaingan antar pemerintah tersebut kebijakan masing-masing pemerintah dibidang
dibatasi dengan asumsi bahwa tiap-tiap pemerintah perpajakan akan berpengaruh terhadap pergerakan
memiliki derajat kekuatan seimbang (tidak faktor produksi (modal dan tenaga kerja). Pada
timpang) tataran ini pemerintah akan berusaha untuk
Expenditure competition adalah bentuk menurunkan sekecil mungkin tarif pajak sehingga
persaingan antar pemerintah dalam hal pengeluaran dapat menarik faktor produksi agar masuk ke
pemerintah dengan tujuan untuk memperebutkan dalam daerah pemerintahanya. Peningkatan arus
faktor produksi. Semakin banyak faktor produksi faktor produksi selanjutnya akan meningkatkan
masuk suatu daerah menyebabkan pertumbuhan pendapatan daerah melalui pajak yang dipungut.
perekonomian semakin cepat dan tinggi, dan Pada dasarnya tax competition dibagi
secara otomatis pendapatan pemerintah daerah menjadi dua model pendukung, yakni: 1) model
juga akan meningkat seiring dengan hal tersebut. tax competition dan 2) model tax coordination.

Gambar 2. Instrumen Kebijakan dalam Kompetisi Fiskal

Policy Tools:
Factor of Production:
• Tax Burden
Fiscal Competition • Capital
• Publics
• Labor
Expenditure

Sumber: Robson, 2001

50 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 22, No. 1, 2014


Dalam model tax competition masing-masing penerimaan dan pengeluaran pemerintah, serta
daerah akan saling bersaing dengan daerah infrastruktur/ pelayanan publik (Hauptmiere,
lainnya. Sedangkan dalam model tax coordination dkk; 2008). Adapun indikator tersebut adalah: (1)
masing-masing daerah justru bekerja sama indikator makro ekonomi daerah; (2) indikator
dalam merumuskan kebijakan perpajakan untuk fiskal daerah; dan (3) indikator infrasturktur/
menghasilkan sebuah formulasi perpajakan yang pelayan publik, kemudian dari masing-masing
saling menuntungkan. indikator tersebut dibagi lagi menurut variabel
Menurut Justmant (2001) kompetisi fiskal pembentuknya. Untuk indikator makro ekonomi
bidang perpajakan (tax competition) dapat daerah, variabel pembentuknya adalah: produk
menyebabkan terjadinya kerusakan (destructive domestik regional bruto PDRB nominal. Untuk
competition). Destructive competition terjadi indikator fiskal daerah, variabel pembentuknya
apabila ke dua daerah terlalu berlarut-larut dalam adalah: (1) pendapatan dari dana perimbangan;
persaingan, sehingga game dari ke dua daerah (2) pendapatan dari dana non-perimbangan; (3)
tersebut adalah penetapan pajak yang terlalu belanja langsung; dan (4) belanja tidak langsung.
rendah. Implikasi dari persaingan berlarut-larut Lebih lanjut untuk indikator pelayanan publik,
tersebut adalah daerah akan kekurangan sumber variabel pembentuknya adalah: (1) rasio jumlah
pembiayaan yang berasal dari sektor pajak, guru dibagi seluruh jumlah siswa; (2) rasio jumlah
sehingga berdampak pada kesulitan pemenuhan penduduk dibagi jumlah seluruh tenaga medis;
kebutuhan suatu daerah. dan (4) rasio panjang jalan dengan kualitas baik
dibagi dengan total panjang jalan.
METODE PENELITIAN
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif
analisis dan kuantitatif deskriptif. Pendekatan Telah dijelaskan di awal, bahwa kompetisi fiskal
kuantitatif dalam penelitian ini mengunakan didefinisikan sebagai persaingan kebijakan antar
metode matematika deterministik, yakni logika pemerintah dengan tujuan mensejahterakan
samar (fuzzy logic). Metode matematika fuzzy kehidupan masyarakat di masing-masing
logic digunakan untuk mengukur seberapa besar daerahnya. Ranah kompetisi kebijakan fiskal
tingkat kompetisi fiskal di kabupaten/ kota Jawa dapat dibagi menjadi dua bagian, yakni: 1)
Timur. kompetisi dalam bidang perpajakan dan 2)
kompetisi dalam bidang pengeluaran.
Data yang digunakan dalam penelitian ini
dibagi menjadi dua bagian, yakni: 1) data untuk Pada kabupaten/ kota di Jawa Timur, dengan
analisis deskriptif, dan 2) data untuk analisis melakukan analisis secara parsial (pembagian
model. Untuk analisis desktiptif penelitian ini menurut koridor) di ketahui bahwa besaran derajat
menggunakan data di tahun 2006 sampai dengan kompetisi fiskal antar koridor berbeda-beda.
2008. Selanjutnya data untuk analisis model fuzzy Koridor dengan derajat kompetisi terbesar adalah
menggunakan data di tahun 2008. Koridor Tengah, yakni sebesar 0,856. Posisi kedua
yakni Koridor Barat Daya (0,53) dan diurutan
Penelitian ini melingkupi tiga jenis indikator
berikutnya yakni Koridor Timur (0,503), Barat
yang digunakan dalam mengukur kompetisi fiskal
(0,486), dan Kepulauan (0,356).
kabupaten/ kota di Jawa Timur, yakni: bidang

Gambar 3. Kinerja Model Fuzzy


Indikator Kompetisi:
Derajat Kompetisi Fiskal:
Makro Ekonomi Daerah
Tinggi
Fiskal Daerah Kriteria Fuzzy
Sedang
Infrastruktur/ Pelayanan
Daerah Ringan

IDENTIFIKASI DERAJAT KOMPETISI............(Bintang Dwitya Cahyono) │ 51


Tabel 1 Indeks Fuzzy Model Kompetisi Fiskal, Tahun memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi
2008 (%)
terendah jika dibandingkan dengan lainnya.
Koridor Indeks Kompetisi Fiskal Status Keterbelakangan perekonomian di kawasan
tersebut dikarenakan struktur perekonomian yang
Timur 0.503 rendah
masih mengandalkan kontribusi sektor primer.
Tengah 0.856 tinggi Lebih jauh ditinjau dari segi pendidikan, koridor
Barat Daya 0.53 menengah tersebut merupakan kawasan dengan tingkat
Barat 0.486 rendah pendidikan terendah bila dibandingkan dengan
Kepulauan 0.356 rendah koridor lain.
Sumber: hasil perhitungan Tinggi atau rendah indeks kompetisi fiskal
sangat dipengaruhi oleh besaran input yang
digunakan dalam model. Hasil analisis menunjukan
Hasil perhitungan Tabel 1 menunjukan
bahwa, koridor dengan nilai indeks fiskal rendah
kompetisi fiskal terbesar berada pada kawasan/
pasti memiliki nilai indeks penerimaan daerah,
Koridor Tengah. Hal ini menjadi wajar, karena
belanja daerah, dan makroekonomi rendah.
kegiatan perekonomian cenderung terkluster di
Penerimaan asli daerah dapat digali lebih
sekitar daerah Surabaya. Demikian pula ditinjau
dalam dengan memaksimalkan penerimaan
dengan ketersediaan infrastruktur. Ketersediaan
PAD. Salah satu upaya paling nyata adalah
infrastruktur dan pelayanan publik pada Koridor
dengan selalu melakukan pengawasan terhadap
Tengah cenderung lebih maju dibandingkan
penerimaan daerah, supaya tidak terjadi kebocoran
dengan lainya. Dengan semakin lengkapnya
penerimaan. Lebih jauh, usaha meningkatkan
fasilitas secara tidak langsung akan mendorong
PAD dengan menaikkan tarif pajak tetap harus
faktor produksi (tenaga kerja dan kapital) untuk
mengikuti kriteria perpajakan daerah yang telah
masuk ke daerah tersebut.
ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Selanjutnya koridor yang memiliki indeks
Minimnya kemampuan aparatur daerah
kompetisi terbesar kedua adalah Barat Daya.
dalam menentukan prioritas belanja daerah turut
Dalam koridor tersebut kompetisi fiskal
mempengaruhi besar/ kecil rasio belanja langsung.
dimotori oleh Kota Kediri yang memiliki PAD,
Perencanaan penganggaran daerah harus disusun
belanja daerah tertinggi dan tingkat ketersedian
sesuai dengan rencana pembangunan baik jangka
infrastruktur yang memadai. Akibat hal tersebut,
pendek maupun jangka panjang dan demikian
Koridor Barat daya memiliki jumlah kepadatan
pula dengan kecepatan penyerapan anggaran
penduduk relatif tinggi, yakni tertinggi kedua
belanja yang harus tepat waktu sehingga tidak
setelah koridor tengah.
menghasilkan sisa lebih anggaran (Silpa).
Nilai indeks kompetisi fiskal Koridor Timur
Lebih jauh menurut Wildasin (1998) secara
daya hampir mirip dengan indeks kompetisi
tidak langsung akibat adanya kompetisi fiskal
fiskal di Koridor Barat Daya (lihat Tabel 1).
antar daerah, justru menyebabkan terjadinya
Kedua koridor tersebut terletak di sekitar Koridor
ketimpangan pendapatan dan distribusi.
Tengah, dimana menurut Martincus (2004b),
Kompetisi fiskal menyebabkan faktor produksi
faktor kedekatan wilayah dengan pusat kutub
hanya mengalir pada suatu daerah, akibatnya
pertumbuhan (growth pole) turut mempengaruhi
daerah lain akan kekurangan faktor produksi.
besarnya derajat kompetisi.
Akan tetapi Aziz (1985) dalam mengkritisi teori
Sementara itu, hasil perhitungan model pengelompokan modal, mengungkapkan bahwa
kompetisi fiskal menunjukkan bahwa Koridor pengelompokan modal di suatu daerah hanya
Kepulauan yang terdiri dari empat kabuapaten di terjadi dalam jangka pendek. Dalam jangka
Pulau Madura, memiliki nilai indeks kompetisi panjang, modal justru akan bergerak keluar dari
fiskal yang rendah. Rendahnya tingkat kompetisi daerah kaya menuju daerah kekurangan modal.
fiskal disebabkan oleh rendahnya input faktor Akibat dari pergerakan tersebut maka dalam
dalam koridor ini.Kemudian secara ekonomi, jangka panjang tingkat produktivitas daerah kaya
Koridor Kepulauan merupakan daerah yang modal maupun kurang modal akan seimbang.

52 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 22, No. 1, 2014


Sehingga akibat adanya keseimbangan aliran Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam
modal tersebut membuat disparitas antar wilayah Bidang Ilmu Keuangan Daerah, Fakultas
akan semakin berkurang. Ekonomi Universitas Brawijaya. Malang:
Brawijaya University Press.
KESIMPULAN Badan Pusat Statistik (BPS). 2009. Statistik
Keuangan Kabupaten/ Kota.
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada Bahl, Roy W., dan Linn, Johannes. 1992. Urban
bab sebelumnya, maka dalam penelitian ini dapat Public Finance in Developing Countries.
disimpulkan: New York: Oxford University Press.
1. Hasil perhitungan sub-blok model indeks Becsi, Zsolt. 1998. Fiscal Competition and
fiskal daerah untuk tiap koridor menunju- Reality: A Time Series Approach. Working
kan bahwa sebagian besar koridor ekonomi Paper 98-19. Federal Reserve Bank of
memiliki nilai indeks yang rendah (terke- Atlanta.
cuali Koridor Tengah). Rendahnya indeks Breton, A., 1996. Competitive Government:
tersebut dipengaruhi oleh input persamaan An Economic Theory of Politics and
model, yakni penerimaan (PAD) dan Public Finance. Cambridge: Cambridge
pengeluaran daerah (untuk belanja lang- University Press.
sung) yang rendah. Caldeira, Emilie., dan Foucault, Martial. 2010.
2. Hasil perhitungan sub-blok model indeks Decentralization in Africa and Fiscal
infrastruktur daerah untuk tiap koridor Competition Evidence from Benin. Center
menunjukan hasil yang serupa dengan of Interuniversitaire de Recherche end
model indeks fiskal. Sebagian besar koridor Analyse des Organizations. Canada.
memiliki nilai rendah (kecuali koridor ten- Cox, Earl. 1994. The Fuzzy System Handbook
gah). Sehingga dapat disimpulkan bahwa (A Practitioner’s Guide to Building, Using,
ketersediaan infrastruktur yang baik dan and Maintaining Fuzzy System). USA:
lengkap hanya terletak di kabupaten/ kota Massachusetts Academic Press.
Koridor Tengah. Departemen Keuangan Republik Indonesia.
3. Hasil perhitungan model simultan indeks Nota Keuangan dan RAPBN 2010.
kompetisi fiskal menunjukan bahwa ko- Ermini, Barbara., dan Santolini, Raffaella. 2006.
ridor tengah memiliki derajat kompetisi Horizontal Interaction on Local Councils
fiskal tertinggi, kemudian disusul oleh Ko- Expenditures: Evidence from Italy. Società
ridor Barat Daya, Timur, Barat, sedangkan Italiana di Economia Pubblica: Italy.
indeks kompetisi fiskal terendah adalah Gelly, Ned., dan Jang, Roger. 2000. Fuzzy Logic
Koridor Kepulauan. Tingginya indeks Toolbox. Mathwork, Inc: USA.
kompetisi fiskal pada Koridor Tengah Guney, K., dan Sarikaya, N. 2009. “Comparison
menyebabkan pergerakan faktor produksi of Mamdani and Sugeno Fuzzy Inference
terpusat di daerah tersebut. System Models for Resonant Frequency
Calculation of Rectangular Microstrip
DAFTAR PUSTAKA Antennas”. Progress In Electromagnetics
Research B. Vol. 12. Department of
Agnès Bénassy-Quéré., Nicolas Gobalraja., dan Electrical and Electronics Engineering.
Nicolas Gobalraja. 2005. Tax and Public Erciyes University: Turkey.
Input Competition. Université Paris X. Hidayat, Syarif. 2010. Mengurai Peristiwa
Alves, Pinheiro. 2005. The Standar Neo-Classical Merentas Karsa: Refleksi Satu Dasawarsa
View on Tax Competition. Working Paper Reformasi Desentralisasi dan Otonomi
12568. NBER. Cambridge. Daerah”. Majalah Pemikiran Sosial
Ananda, Fajri C. 2010. Restorasi Kebijakan Ekonomi. Volume 29. Juli. Jakarta: LP3ES.
Desentralisasi Fiskal di Indonesia ___________. 2003. State-Society Relation:
(Pengalaman Jawa Timur). Pidato Rekonstruksi Konsep dan Pendekatan

IDENTIFIKASI DERAJAT KOMPETISI............(Bintang Dwitya Cahyono) │ 53


Kebijakan, Dalam: Otonomi Daerah dalam Musgrave, Richard A. 1997. Devolution,
Perspektif. Jakarta: P2E-LIPI. Grants, and Fiscal Competition. Journal of
___________. 2005. Too Much Too Soon: Local Economic Perspectives. Volume 11.
States Elite’s Perspective on The Puzzle _________________. 1989. Public Finance
Of Contemporary Indonesian Regional in Theory and Practice. Fifth Edition.
Autonomy Policy. Rajawali Pers: Jakarta. Singapore: McGraw-Hill.
Justman, M., dan T. van Ypersele. 2001. Fiscal United Nation Development Programme
Competition and Regional Differentiation. - Indonesia. “The Missing Link: The
Jurnal of Urban Economics. Volume 52. Province and Its Role in Indonesia’s
Kessler, Anke S., Lulfesmann, Christoph., dan Decentralization”. Policy Issues Paper. Mei
Myers, Gordon M. 2001. Redistribution, 2009.
Fiscal Competition, and the Politics of Rainald Borck., Marco Caliendo., dan Viktor
Economic Integration. Jurnal of Public Steiner. 2006. Fiscal Competition and The
Economics. Volume 23. Composition of Public Spending: Theory
Khusaini, Mohammad, 2006. Ekonomi Publik: and Evidence. Discussion Paper No. 2428.
Desentralisasi Fiskal dan Pembangunan Institute for the Study of Labor. German.
Daerah. Malang: BPFE Unibraw. Rosen Harvey., dan Anne Case. 1993. Budget
Kuncoro, Mudrajat. 2009. Ekonomika Indonesia: Spillover and Fisca Policy Interdependence.
Dinamika Lingkungan Bisnis di Tengah Jurnal of Public Economics. Nort Holland
Krisis Global. Yogyakarta: UPP STIM Sebastian Hauptmeier., Ferdinand Mittermaier.,
YKPN. dan Johannes Rincke. 2009. Fiscal
Kusumadewi, Sri., dan Purnomo, Hari. 2010. Competition Over Taxes and Public Inputs.
Aplikasi Metode Fuzzy untuk Pendukung Working Paper No. 1033. European Central
Keputusan. Edisi Dua. Yogyakarta: Graha Bank. German.
Ilmu. Scholar Pedia. 2011. “Fuzzy Control, (Online)”.
Litvack, Jennie. 1999. Decentralization. Diunduh dari (http://www.scholarpedia.
Washington, DC: World Bank. org/article/Fuzzy_logic, tanggal 17 Juli
Mahi, Raksaka. 2002. Desentralisasi Fiskal dan 2011).
Otonomi Daerah. Makalah disampaikan Siddik, Machfud, 2009. Kebijakan Awal
dalam Kursus Reguler Angkatan XXXV. Desentralisasi Fiskal 1999 - 2004. Dalam:
LEMHANAS: Jakarta. Era Baru Kebijakan Fiskal (Pemikiran,
Mangkoesoebroto, Guritno. 2008. Ekonomi Konsep dan Implementasi). Jakarta:
Publik. Edisi Kedua. Yogyakarta: BPFE. Gramedia-Kompas.
Mankiw, N. Gregory. 2007. Macroeconomics. Sukartini, Made. 2010. Does General Allocation
Sixth Edition. New York: Worth Publisher. Fund for Good Government or Lucky One?.
Indonesia Regional Science Association
Mardiasmo. 2009. Kebijakan Destralisasi Fiskal (IRSA).
Di Era Reformasi: 2005-2008. Dalam: Era
Baru Kebijakan Fiskal (Pemikiran, Konsep Wildasin, David E. 2001. Fiscal Competition in
dan Implementasi). Jakarta: Gramedia- Space and Time. Martin School of Public
Kompas. Policy: University of Kentucky. Lexington:
USA.
Martincus, Christian Volpe. 2004. Do Economic
Integration and Fiscal Competition Help to World Bank. 2005. Fiscal Sustainability in
Explain Location Patterns?. University of Theory and Practice: A Handbook.
Bonn. Washington: World Bank.

54 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 22, No. 1, 2014

Anda mungkin juga menyukai