Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PENGARUH KINERJA EKONOMI DAN DESENTRALISASI FISKAL PADA


KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TENGAH

NAMA :
NIM :

JURUSAN
FAKULTAS
UNIVERSITAS
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejak 1 Januari 2001, Indonesia telah melaksanakan desentralisasi fiskal.
Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal memungkinkan pemerintah daerah
menghasilkan pendapatan dan memiliki peran alokasi yang mandiri dalam
menetapkan prioritas pembangunan. Dengan adanya otonomi fiskal dan desentralisasi,
diharapkan pembangunan dapat lebih merata, sejalan dengan keinginan daerah untuk
mengembangkannya sesuai dengan potensi yang dimiliki.
Desentralisasi fiskal akan memberikan manfaat yang optimal jika Borough
diikuti oleh peluang finansial yang tepat. Menurut UU No. 33 Tahun 2004, sumber
pendapatan yang digunakan untuk mendanai pemerintah daerah dalam melaksanakan
desentralisasi keuangan adalah:Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum
(DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil, Pinjaman Masyarakat, dan
pendapatan wajib lainnya. Dampak penerapan desentralisasi keuangan kabupaten/kota
di Jawa Tengah terhadap kondisi ekonomi makro dan sosial masih belum optimal,
namun menunjukkan hasil yang relatif baik. Ada beberapa indikator yang mengukur
kinerja pembangunan daerah.
Pertama, dapat dilihat dari hasil kinerja pembangunan daerah yang tercermin
dari produk domestik bruto (PDB) daerah tersebut. Data realisasi menunjukkan bahwa
pertumbuhan PDB riil kabupaten/kota di Jawa Tengah menunjukkan tren peningkatan
selama tiga tahun terakhir. Dari tahun 2003 hingga 2005, kabupaten/kota di Jawa
Tengah menikmati pertumbuhan ekonomi yang positif, namun gagal menyelesaikan
masalah yang mendasari banyaknya pengangguran dan kemiskinan di setiap daerah.
Hampir di seluruh wilayah Jawa Tengah perekonomian cenderung tumbuh, namun
pertumbuhan tersebut tidak mampu menyerap jumlah pengangguran yang besar di
wilayah tersebut, sehingga diperlukan tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi untuk
mendorong kinerja ekonomi makro wilayah tersebut
Kedua, dari segi kemiskinan, jumlah penduduk miskin kabupaten/kota di Jawa
Tengah masih cukup tinggi. Data ditampilkan pada Tabel 1. Kemiskinan
berkontribusi terhadap penurunan indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
seperti pendidikan, kesehatan dan pendapatan. Hal ini karena masyarakat miskin
menghabiskan pendapatannya hanya untuk kebutuhan pangan dan gizi, sementara
yang lain mengabaikan kebutuhan seperti pendidikan dan kesehatan. Mereka tidak
memiliki rasa hidup yang layak.
Ketiga, dilihat dari indikator sosial (tenaga kerja), jumlah pengangguran di
Jawa Tengah pada tahun 2003 adalah Jumlahnya maksimum 912.513 ekor,
meningkat menjadi 1.044.573 ekor pada tahun 2004, dan selanjutnya meningkat
menjadi 9.698.112 ekor pada tahun 2005 (Jawa Tengah, 2006 dalam gambar).
Keempat, dari segi kesejahteraan masyarakat dengan menggunakan indikator Human
Development Index (HDI). Berdasarkan hasil perhitungan Indeks Pembangunan
Manusia, kabupaten/kota di Jawa Tengah mengalami peningkatan kinerja (lihat
Lampiran).
Dilihat dari variabel ekonomi makro dan sosial, pelaksanaan desentralisasi
fiskal akan mengurangi permasalahan mendasar yang dihadapi kabupaten/kota di
Jawa Tengah, yaitu pertumbuhan ekonomi yang relatif rendah, jumlah pengangguran
yang besar, rendahnya pendapatan daerah yang belum mampu kita atasi. masyarakat,
penurunan jumlah penduduk secara besar-besaran, dll. Proses pembangunan daerah
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat belum tercapai.
Otonomi daerah dan desentralisasi pajak UU No. Menurut Pasal 32 Tahun
2004 tentang pemerintahan daerah, pemerintahan daerah adalah hak, wewenang dan
kewajiban suatu daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan ketentuan undang-
undang. Otonomi teritorial adalah kemandirian atau kebebasan untuk membuat
peraturan sendiri berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk memenuhi
kebutuhan daerah sesuai dengan kemungkinan dan kemampuan daerah. Pemberian
otonomi daerah melalui desentralisasi fiskal melibatkan tiga tugas utama, yaitu
(Barzelay, 1991):
a) Menciptakan efisiensi dan efektifitas dalam pengelolaan sumber daya
daerah
b) Meningkatkan kualitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat.
c) Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk terlibat
(berpartisipasi) dalam proses pembangunan.
Semoga saja otonomi daerah yang sudah berjalan lebih dari lima tahun di
negara kita ini tidak hanya sekadar pengalihan kekuasaan dari pusat ke daerah. Hal ini
dilaporkan oleh Kaloh (2002: 7) bahwa pemerintahan sendiri daerah harus diartikan
sebagai otonomi penduduk daerah dan bukan sebagai otonomi “daerah” dalam arti
daerah/wilayah tertentu pada tingkat lokal. Otonomi daerah bukan hanya pelimpahan
wewenang, tetapi juga penguatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah.
Berbagai kelebihan dan argumentasi yang mendukung pelaksanaan otonomi daerah
tidak langsung dapat dikatakan bahwa otonomi merupakan sistem yang terbaik. Masih
terdapat berbagai kelemahan terkait pelaksanaan otonomi yang harus diperhatikan
dalam pelaksanaannya.Prud'homme (1995) mencatat beberapa kelemahan dan
permasalahan otonomi daerah, antara lain:
a) Menciptakan perbedaan antara daerah kaya dan miskin
b) Stabilisasi ekonomi terancam oleh kebijakan ekonomi makro yang tidak
efisien seperti kebijakan fiskal.
c) Berkurangnya efektifitas akibat kurangnya perwakilan lembaga parlemen
dengan indikator lemahnya konsultasi publi yaitu Perluasan jaringan
korupsi dari pusat ke daerah.
Dalam pelaksanaan desentralisasi Secara fiskal, prinsip (aturan) yang
menurutnya uang harus mengikuti suatu fungsi merupakan salah satu prinsip yang
harus diperhatikan dan dilaksanakan (Bahl, 2000: 19). Dengan kata lain, setiap
pendelegasian atau pengalihan kekuasaan pemerintah berimplikasi pada anggaran
yang dibutuhkan untuk menjalankan kekuasaan tersebut. Pemberian otonomi daerah
melalui desentralisasi fiskal melibatkan tiga tugas utama, yaitu (Barzelay, 1991):
a) Menciptakan efisiensi dan efektifitas dalam pengelolaan sumber daya
daerah
b) Meningkatkan kualitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat.
c) Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk terlibat
(berpartisipasi) dalam proses pembangunan.
Desentralisasi perpajakan diperlukan Meningkatkan efisiensi keuangan,
efektivitas biaya, meningkatkan akuntabilitas dan meningkatkan pemanfaatan sumber
daya. Desentralisasi perpajakan tidak dapat dilakukan secara sembarangan, tetapi
harus disesuaikan dengan latar belakang sejarah dan budaya negara, serta realitas
kelembagaan, politik dan ekonomi.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang terdapat pada makalah ini yaitu:
1) Bagaimana pengaruh desentralisasi fiskal dengan pertumbuhan ekonomi?
2) Bagaimana pengaruh tenaga kerja terhadap kesejahteraan?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini yaitu:
1) Untuk mengetahui apa saja pengaruh desentralisasi fiskal terhadap
pertumbuhan ekonomi.
2) Untuk mengerahui apa saja pengaruh tenaga kerja terhadap kesejahteraan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Desentralisasi Fiskal
Desentralisasi kebijakan fiskal dan pertumbuhan ekonomi Menurut Oates
(1993), desentralisasi pajak dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan
kesejahteraan sosial karena pemerintah yang lebih rendah/lokal lebih efisien dalam
memproduksi dan mengirimkan barang publik. Pengambilan keputusan di tingkat
masyarakat akan lebih didengar untuk mendiversifikasi pengambilan keputusan lokal
dan meningkatkan efisiensi alokasi. Ketika desentralisasi fiskal di negara berkembang
tidak mengikuti standar teori desentralisasi, akibatnya dapat merugikan pertumbuhan
ekonomi dan efisiensi.
Desentralisasi perpajakan memungkinkan korupsi di tingkat lokal karena
menawarkan politisi dan birokrat lokal kompensasi yang dapat diakses dan sensitif
untuk kelompok kepentingan lokal. Oates juga menjelaskan bahwa desentralisasi
pajak meningkatkan efisiensi ekonomi yang kemudian berkaitan dengan dinamika
pertumbuhan ekonomi. Infrastruktur dan belanja sosial pemerintah daerah
mempercepat pertumbuhan ekonomi lebih dari kebijakan pemerintah. Menurutnya,
daerah memiliki keunggulan dalam merancang anggaran belanja agar lebih efektif
dalam memenuhi kebutuhan masyarakat, karena lebih mengetahui situasinya.
Bah (2000:25-26) disebutkan dalam aturan kedua belas bahwa desentralisasi
harus mendorong persaingan antar pemerintah daerah yang berbeda untuk menjadi
pemenang (desentralisasi perpajakan harus menjadi juara). Ini diterjemahkan menjadi
pelayanan publik yang lebih baik. Pemerintah daerah bersaing untuk memahami
dengan baik dan memberikan yang terbaik bagi kebutuhan warganya, perubahan
struktur ekonomi masyarakat dengan peningkatan peran masyarakat dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, partisipasi masyarakat lokal dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan lainnya. Desentralisasi perpajakan tidak diatur
secara jelas dalam UU No. 33 Tahun 2004. Namun, komponen dana kompensasi
merupakan sumber pendapatan daerah yang sangat penting dalam pelaksanaan
desentralisasi. Dalam kebijakan fiskal, dana perimbangan merupakan inti dari
desentralisasi fiskal.
B. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan adalah proses multidimensi yang melibatkan perubahan
mendasar dalam struktur sosial, sikap sosial dan institusi. Selain berusaha mendorong
pertumbuhan ekonomi, memerangi ketimpangan pendapatan dan mengentaskan
kemiskinan. Pembangunan harus mencerminkan perubahan total masyarakat atau
penyesuaian terhadap seluruh sistem sosial, dengan tidak mengabaikan keragaman
kebutuhan dan keinginan dasar individu dan kelompok sosial internal mereka, untuk
bergerak menuju kondisi kehidupan material dan spiritual yang lebih baik secara
keseluruhan.
Menurut Kuznet dalam Todaro (2003:99) Pertumbuhan ekonomi adalah
peningkatan kemampuan jangka panjang negara tersebut untuk menyediakan berbagai
barang ekonomi bagi rakyatnya. Peningkatan kapasitas ditentukan oleh kemajuan
teknologi, kelembagaan dan ideologis atau adaptasi terhadap kebutuhan situasi.
Todoro (2003:92) menyatakan bahwa ada tiga faktor atau komponen utama dalam
pertumbuhan ekonomi suatu negara. Ketiga faktor tersebut adalah:
1) Akumulasi modal, yang meliputi segala bentuk atau jenis investasi baru
atas tanah, aset berwujud dan modal atau sumber daya manusia.
2) Pertumbuhan penduduk yang pada gilirannya meningkatkan angkatan
kerja.
3) Perkembangan teknologi seperti cara baru atau perbaikan cara kerja lama.
Distribusi pendapatan yang baik adalah yang lebih halus. Tetapi tanpa
pertumbuhan ekonomi akan terjadi pemerataan kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi
memperbaiki distribusi pendapatan hanya jika setidaknya dua syarat terpenuhi, yaitu
memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan produktivitas. Semakin banyak
kesempatan kerja, semakin baik peluang pendapatan bagi orang-orang.
Pada tahun 2001, kota Tegal memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi tertinggi
sebesar 8,06 persen. Pada tahun 2005, Kabupaten Kendal memiliki pertumbuhan
ekonomi terendah (2,69 persen), Cilacap memiliki pertumbuhan ekonomi tertinggi
(7,99 persen).mempekerjakan pekerja.
Jumlah tenaga kerja yang terserap di berbagai industri/sektor meningkat setiap
tahunnya, hal ini menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja yang masuk ke pasar
tenaga kerja terus meningkat. Selama lima tahun terakhir, Kabupaten Brebes
merupakan daerah yang paling banyak menyerap tenaga kerja, sedangkan Kota
Magelang paling sedikit menyerap.
Jumlah Kemiskinan adalah suatu keterbatasan yang dibawa oleh individu,
keluarga atau masyarakat, yang menimbulkan ketidaknyamanan dalam hidup,
hilangnya generasi dan masa depan yang kelam bagi bangsa dan negara. Jumlah
absolut penduduk miskin dalam lima tahun terakhir adalah Brebes, sedangkan
Salatiga paling sedikit. Kemiskinan adalah batasan yang dibawa oleh seseorang,
keluarga, komunitas atau bahkan negara, menyebabkan kerugian dalam kehidupan,
mengancam penegakan hukum dan keadilan, mengancam negosiasi (posisi negosiasi)
dalam persatuan dunia, kehilangan generasi dan kesedihan. bangsa dan negara.
Definisi ini merupakan definisi kemiskinan yang luas. Di atas telah
dikemukakan bahwa kemiskinan berkaitan dengan ketidaknyamanan dalam hidup,
yaitu orang miskin hampir selalu hidup dan sering merasa tidak nyaman. Mereka
selalu terpinggirkan di segala tempat, karena tidak bisa menyamakan kondisi
kehidupannya dengan sesama manusia. (Esmara, 1988)
Ada banyak ukuran untuk menentukan garis kemiskinan, salah satunya adalah
garis kemiskinan. Garis kemiskinan dalam pengertian umum adalah suatu jumlah
yang menunjukkan jumlah pengeluaran (dalam rupiah) untuk memenuhi kebutuhan
pokok minimum untuk makanan dan kebutuhan lainnya (BPS, 2001), atau standar
yang menunjukkan garis seseorang. buruk dalam hal konsumsi. Garis kemiskinan
digunakan untuk menentukan apakah seseorang itu miskin atau tidak, atau garis
kemiskinan dapat digunakan untuk mengukur dan menentukan tingkat kemiskinan
absolut. Garis kemiskinan didasarkan untuk konsumsi (batas kemiskinan berdasarkan
konsumsi) terdiri dari dua unsur (Kuncoro, 1997):
a) Pengeluaran yang diperlukan untuk memenuhi standar gizi minimum dan
kebutuhan dasar lainnya, dan
b) Jumlah kebutuhan lain sangat bervariasi dan mencerminkan biaya
partisipasi dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Todoro (2004:236) ada hubungan negatif antara kemiskinan dan
kesejahteraan karena ada aspek kemiskinan, yaitu kemiskinan kekayaan, organisasi
sosial politik, pengetahuan dan keterampilan, kemiskinan jaringan sosial, sumber daya
ekonomi dan pengetahuan, yang terwujud dalam kekurangan gizi, air dan kesehatan. .
Pengasuhan yang tidak baik, dan tingkat pendidikan yang rendah, berdampak pada
menurunnya kesejahteraan.
Teori ekonomi sosial menurut Pigou (1960:11) merupakan bagian dari
kesejahteraan sosial yang dapat langsung atau tidak langsung berhubungan dengan
pengukuran uang. Padahal konsep kepedulian sosial menurut Whithaker dan Federico
(1997:361) adalah sistem manfaat dan layanan pemerintah yang dirancang untuk
membantu masyarakat memenuhi kebutuhan sosial, ekonomi, pendidikan, dan
kesehatan yang penting untuk kelangsungan hidup masyarakat. Seseorang dengan
disabilitas dapat memiliki kesejahteraan yang rendah, kurangnya keterampilan dapat
menghalangi mereka untuk melakukan aktivitas tertentu dan membuat mereka merasa
lebih buruk.
Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP), diluncurkan
pada tahun 1990, menciptakan indikator kesejahteraan manusia yang dapat
menunjukkan kemajuan manusia berdasarkan faktor-faktor seperti harapan hidup rata-
rata, rata-rata lama sekolah, melek huruf dan kesejahteraan umum. Laporan ini, pada
intinya, tentang pembangunan manusia adalah proses yang memperluas pilihan orang.
Indikator kepentingan umum yang disusun oleh UNDP dikenal dengan Human
Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM) (UNDP, 1994:
94).
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan alat yang sangat berguna
untuk mengukur kesejahteraan lintas negara dan wilayah (Todaro, 2003:70). Indikator
HDI jelas mengungguli pertumbuhan tradisional. Pertumbuhan ekonomi penting
untuk menjaga kesejahteraan manusia, tetapi pertumbuhan bukanlah akhir dari
pembangunan manusia. Pertumbuhan hanyalah salah satu alat, yang lebih penting
adalah bagaimana pertumbuhan ekonomi digunakan untuk meningkatkan
keterampilan manusia dan bagaimana orang menggunakan keterampilan tersebut.
Salah satu keuntungan dari IPM adalah bahwa indeks ini menunjukkan bahwa
negara/daerah dengan tingkat pendapatan rendah dapat berbuat lebih baik dan
pertumbuhan pendapatan yang tinggi memainkan peran yang relatif kecil dalam
pembangunan manusia (Todaro, 2003:71)

C. Pengaruh Desentralisasi Fiskal dengan Pertumbuhan Ekonomi


Desentralisasi perpajakan mendukung pertumbuhan ekonomi di daerah/kota
provinsi Jawa Tengah, menunjukkan bahwa desentralisasi berpengaruh positif
terhadap pertumbuhan ekonomi. Hasil penelitian ini mendukung temuan Martinez dan
Robert Mc. Temuan empiris Nabi (2001), Mahi (2000), Brodjonegoro (2002),
Dartanto dan Brodjonegoro (2003). Desentralisasi secara langsung berdampak pada
pertumbuhan ekonomi yang cepat karena desentralisasi fiskal berfokus pada
belanja/belanja publik. Desentralisasi kebijakan fiskal, yang diukur dari belanja
daerah, telah menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang signifikan di daerah.
Di era desentralisasi fiskal, dimana negara mentransfer dana dan kewenangan
yang luas kepada daerah untuk mengelola dan mengoptimalkan peluang ekonomi
yang ada, hal ini berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Hasil
penelitian ini juga mendukung hasil penelitian Mursinto di Jawa Timur (2004). Hasil
penelitian menyimpulkan bahwa pengeluaran pembangunan berpengaruh positif dan
signifikan terhadap produk domestik bruto (PDRB) daerah/kota di provinsi Jawa
Timur. Dari hasil tersebut diketahui bahwa belanja daerah yang lebih tinggi
mendorong pertumbuhan ekonomi daerah (PDB).
Meningkatkan produk nasional bruto daerah (pertumbuhan ekonomi) bukan
hanya tugas negara, tetapi juga membutuhkan peran serta swasta dan masyarakat yang
terus berkembang. Dalam perhitungan statistik, peran swasta dan masyarakat sebagai
motor penggerak pertumbuhan ekonomi Jawa Timur sebesar 46,20 persen. Hasil
penelitian ini sejalan dengan teori desentralisasi fiskal oleh Oates (1993).
Menurut Oates, desentralisasi perpajakan dapat meningkatkan pertumbuhan
ekonomi dan kesejahteraan masyarakat karena pemerintah daerah/lokal lebih efisien
dalam memproduksi dan menyediakan barang publik. Lebih banyak perhatian
diberikan pada pengambilan keputusan di tingkat kota untuk mendiversifikasi
pengambilan keputusan lokal dan memastikan efisiensi alokasi. Ketika desentralisasi
fiskal di negara berkembang tidak mengikuti standar teori desentralisasi, akibatnya
dapat merugikan pertumbuhan ekonomi dan efisiensi.
Desentralisasi pajak memungkinkan terjadinya korupsi di tingkat lokal karena
menawarkan saran dari politisi dan birokrat lokal yang dapat diakses dan peka
terhadap pemangku kepentingan lokal. Oates juga menjelaskan bahwa desentralisasi
pajak meningkatkan efisiensi ekonomi yang kemudian berkaitan dengan dinamika
pertumbuhan ekonomi. Infrastruktur dan belanja sosial pemerintah daerah mendorong
pertumbuhan ekonomi lebih dari kebijakan pemerintah. Menurutnya, daerah memiliki
keistimewaan dalam menyusun anggaran belanja untuk merespon kebutuhan
masyarakat secara lebih efektif karena lebih mengetahui keadaan.
Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap lapangan kerja Berdasarkan hasil
evaluasi pertumbuhan ekonomi penyerapan tenaga kerja di kabupaten/kota
administratif Provinsi Jawa Tengah menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi
berpengaruh positif terhadap jumlah penyerapan tenaga kerja. Hal ini menunjukkan
bahwa semakin tinggi pertumbuhan ekonomi, semakin banyak tenaga kerja yang
terserap di berbagai sektor/industri. Data yang mendukung hal tersebut menunjukkan
bahwa laju pertumbuhan ekonomi mencatat pertumbuhan positif setiap tahunnya,
diikuti dengan pertumbuhan tenaga kerja yang terserap dari tahun 2001 hingga 2005.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian Rumbiak (2000) dan Astry (2004).
Hasil studi mereka menyimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang diprakarsai
oleh belanja pemerintah dan swasta berdampak positif dan signifikan terhadap
kesempatan kerja. Untuk mengakomodasi pertumbuhan angkatan kerja bayi yang
tinggi, perlu dilakukan upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui
investasi baik oleh pemerintah daerah maupun swasta. Oleh karena itu, pemerintah
daerah harus berupaya keras untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi guna
mengurangi angka pengangguran yang masih cukup tinggi
Hasil penelitian ini juga mendukung hasil penelitian Kemu dan Nurhidayat
(2005) tentang pengaruh pertumbuhan ekonomi Menciptakan lapangan kerja di
Indonesia. Hasil penelitian ini mendukung teori Harrod-Domar (1946) dalam Subri
(2002:8), menurut teori ini, investasi tidak hanya menciptakan permintaan, tetapi juga
meningkatkan kapasitas produksi. Kapasitas produksi yang diperluas membutuhkan
permintaan yang lebih tinggi untuk mencegah penurunan produksi.
Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terha- dap Jumlah Penduduk Miskin
Berdasarkan hasil estimasi antara pertumbu- han ekonomi terhadap jumlah penduduk
miskin di kabupaten/kota di Jawa Tengah, menunjukkan bahwa pertumbuhan
berpenga- ruh negatif terhadap jumlah penduduk miskin. Hal ini menunjukkan bahwa
hipo- tesis ketiga yang menyatakan “ pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap jumlah penduduk miskin di kabupa- ten/kota di Provinsi Jawa
Tengah” dapat diterima, karena secara statistik terbukti. Hal ini menunjukkan bahwa
semakin tinggi pertumbuhan ekonomi, maka akan mengura- ngi jumlah penduduk
miskin.
Hasil studi ini mendukung temuan studi yang dilakukan oleh Strauss, et al.
(2002) yang disponsori oleh World Bank dengan menggunakan Indonesian Family
Life Surveys (IFLS) untuk meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan
masyarakat Indonesia dengan menggunakan survei panel terhadap 13 provinsi di
Indonesia. Jika IFLS memuat informasi tentang upah, pekerjaan dan kesehatan,
pendidikan, keluarga berencana, program jaminan sosial. Hasil penelitian
menyimpulkan bahwa kesejahteraan orang dalam data IFLS setelah tiga tahun krisis
Indonesia tidak memburuk/meningkat dibandingkan keadaan sebelum krisis pada
akhir tahun 1997, dilihat dari dimensi taraf hidup masyarakat yang berbeda. Beberapa
sebenarnya lebih baik, setidaknya Anda bisa melihat bahwa kemiskinan lebih rendah
dan pengeluaran per kapita lebih tinggi. Secara khusus, tawaran tenaga kerja
perempuan meningkat dan kesehatan jangka panjang anak-anak tidak memburuk
selama krisis.
Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap kesejahteraan Berdasarkan hasil
evaluasi pertumbuhan ekonomi terhadap kesejahteraan daerah/kota di Provinsi Jawa
Tengah menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap
kesejahteraan. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis keempat bahwa “pertumbuhan
ekonomi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesejahteraan pada
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah” diterima karena didukung secara statistik.
Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka semakin
tinggi pula kemakmuran masyarakat. Hasil penilaian ini didukung oleh data, dimana
pertumbuhan ekonomi mengalami pertumbuhan positif setiap tahunnya sedangkan
kesejahteraan masyarakat meningkat yang didekati dengan IPM.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian Suharto (2005:48) bahwa
pertumbuhan ekonomi di seluruh dunia, dan khususnya di negara-negara maju, telah
memperkuat inklusi dan solidaritas sosial serta memperluas kesempatan masyarakat
untuk memperoleh perawatan kesehatan, pendidikan, perumahan, dan jaminan sosial.
Banyak fakta menunjukkan bahwa taraf hidup masyarakat telah meningkat pesat
dalam 30-40 tahun terakhir: Harapan hidup meningkat, kematian ibu dan anak
menurun, melek huruf dan kehadiran di sekolah meningkat. Meskipun di banyak
negara berkembang globalisasi dan ekonomi pasar bebas telah meningkatkan
ketimpangan, menyebabkan degradasi lingkungan, mengikis budaya dan bahasa lokal
serta memperburuk kemiskinan.
Pertumbuhan ekonomi meningkatkan distribusi pendapatan dan kesejahteraan
hanya jika setidaknya dua syarat terpenuhi: memperluas kesempatan kerja dan
meningkatkan produktivitas. Semakin banyak kesempatan kerja, semakin baik
peluang pendapatan bagi orang-orang. Dalam jangka panjang, kesempatan kerja yang
tersedia memaksa spesialisasi, yang meningkatkan produktivitas. Peningkatan
produktivitas, lebih banyak uang dihasilkan dari waktu kerja yang sama. Uang itu
akan digunakan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia generasi
berikutnya. Demikian seterusnya, sehingga distribusi pendapatan membaik dan
kesejahteraan meningkat pada generasi berikutnya (Papanek dan Oldrich, 1986).

D. Pengaruh Tenaga Kerja dengan Kesejahteraan


Berdasarkan hasil evaluasi pekerjaan yang diserap terkait dengan
kesejahteraan kabupaten/kota administratif provinsi Jawa Tengah menunjukkan
bahwa pekerjaan yang diserap berpengaruh positif terhadap kesejahteraan. Hal ini
menunjukkan bahwa hipotesis ketujuh “Ketenagakerjaan berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kesejahteraan di kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah” dapat
diterima karena didukung secara statistik.
Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Lee (1993) di Korea. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa antara tahun 1945 dan 1992 terdapat hubungan dan
pengaruh yang kuat antara pembangunan manusia dengan pertumbuhan ekonomi dan
kemakmuran di Korea. Korea memiliki strategi yang cukup bagus dalam membangun
dan memajukan negaranya. Melalui pendidikan yang baik dan bermutu bagi seluruh
penduduk (sumber daya manusia), yang menjadikan Korea sebagai salah satu macan
Asia pada dekade 1960-1990. Korea dapat menjadi negara dengan pembangunan dan
teknologi yang maju dengan mengandalkan sektor industri yang berbeda dari Jepang
yang berbasis teknologi modern.
Batasan kesejahteraan masih banyak diperdebatkan, terlalu banyak batasan
Batas luar biasa yang disajikan oleh para ahli. Namun secara umum kesejahteraan
dapat diartikan sebagai tingkat kemampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan
primer (basic need) berupa sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan. Tetapi
definisi kesejahteraan juga dapat berupa tingkat aksesibilitas seseorang untuk
memiliki faktor-faktor produksi yang dapat digunakannya dalam proses produksi dan
untuk itu ia menerima imbalan atas penggunaan faktor-faktor produksi tersebut.
Semakin tinggi kemampuan seseorang untuk meningkatkan penggunaan faktor-faktor
produksi yang dikuasainya, semakin besar pula kekayaan yang dicapainya.
Sebaliknya, masyarakat menjadi miskin karena tidak memiliki akses yang luas
terhadap faktor-faktor produksi, padahal mereka adalah faktor-faktor produksi itu
sendiri. Kemiskinan dan kekayaan bagaikan dua sisi mata uang yang tidak dapat
dipisahkan di mana pun mereka ditempatkan.
Hasil penelitian ini mendukung teori Smith (1729-1790) dalam Subri
(2002):2) bahwa manusia adalah salah satu faktor produksi yang menentukan
kekayaan bangsa. Alam (tanah) tidak ada artinya jika tidak ada sumber daya manusia
yang tahu bagaimana merawatnya untuk memberi manfaat bagi kehidupan. Sumber
daya manusia yang efektif adalah inisiator pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran. 6.
Pengaruh jumlah penduduk miskin terhadap kesejahteraan. Berdasarkan hasil evaluasi
jumlah penduduk miskin pada lingkaran kesejahteraan di daerah/kota Provinsi Jawa
Tengah menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin berpengaruh negatif terhadap
kesejahteraan. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis ketujuh bahwa “jumlah
penduduk miskin berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kesejahteraan di
kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah” dapat diterima karena didukung secara
statistik. Hal ini menunjukkan bahwa berkurangnya jumlah penduduk miskin akan
meningkatkan kekayaan masyarakat.
Hasil kajian ini juga memperjelas bahwa kondisi lingkaran setan antara
kemiskinan dan pembangunan akan terus terjalin. Dalam kondisi kemiskinan yang
tinggi di daerah, ketidakmampuan masyarakat untuk mengenyam pendidikan tinggi
menjadi semakin sulit, sehingga kemiskinan itu sendiri pada akhirnya menghasilkan
masyarakat yang berkualitas rendah. Namun, situasinya cenderung berbalik, di mana
rendahnya kualitas sumber daya manusia berdampak pada tumbuhnya kemiskinan di
daerah. Hasil ini mendukung penelitian sebelumnya oleh Idzaa Marfuah (2000).
Dipercaya secara luas bahwa desentralisasi perpajakan meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Pandangan ini didasarkan pada pandangan bahwa kebutuhan
masyarakat setempat akan pendidikan, kesehatan, dan barang publik pada umumnya
lebih terpenuhi daripada jika diatur langsung oleh pemerintah pusat (Isdijoso dan Tri
Wibowo, 2002).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan mengenai dampak desentralisasi pertumbuhan
ekonomi, jumlah penduduk miskin, lapangan kerja dan jaminan sosial di wilayah/kota
administratif Provinsi Jawa Tengah, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
a) Desentralisasi perpajakan berdampak signifikan dan berhubungan positif
dengan pertumbuhan ekonomi daerah/kota di Jawa Tengah.
b) Pertumbuhan ekonomi berdampak signifikan dan berhubungan positif
dengan penyerapan tenaga kerja di daerah/kota Jawa Tengah.
c) Pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan dan berhubungan negatif
dengan jumlah penduduk miskin di daerah/kota Jawa Tengah.
d) Pertumbuhan ekonomi berdampak signifikan dan berhubungan positif
terhadap kesejahteraan masyarakat di daerah/kota Jawa Tengah.
e) Tenaga kerja yang direkrut memiliki pengaruh yang signifikan dan
hubungan yang positif terhadap kesejahteraan masyarakat di daerah/kota di
Jawa Tengah.
f) Jumlah penduduk miskin berhubungan secara signifikan dan negatif
dengan kesejahteraan penduduk di daerah/kota di Jawa Tengah

B. Saran
Adapun saran yang dapat diambil dari pemabahasan ini yaitu:
a) Dalam era desentralisasi fiskal, ketika daerah perlu melaksanakan tugasnya
secara efisien dan efektif, harus didukung oleh sumber pendanaan yang
memadai. Oleh karena itu, diharapkan pemerintah daerah dapat meningkatkan
kemampuan keuangannya dengan cara-cara sebagai berikut: pengembangan
kegiatan ekonomi unggulan berbasis sumber daya daerah serta peningkatan
dan perluasan pendapatan awal daerah.
b) Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kemiskinan serta
meningkatkan kesejahteraan, dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut: a.
Revitalisasi pertanian untuk mendukung lingkungan/perkotaan berbasis sektor
primer hulu dan hilir (pertanian). Jika program ini berjalan efektif, secara tidak
langsung titik pertumbuhan akan menyebar ke desa-desa, sehingga mampu
menumbuhkan ekonomi desa dan mengurangi ketimpangan ekonomi. b.
Membantu pemasaran produk UMKM dan produk pertanian, termasuk
penyediaan layanan dan informasi pemasarandan UMKM Marketing Telecom
di masing-masing wilayah. c. Dukungan modal meliputi: Pinjaman bank
dengan persyaratan yang menguntungkan, dana darurat untuk UKM yang
sifatnya berorientasi pada tujuan, seperti sapi, kambing, dll, yang dapat
merangsang perekonomian. yaitu Pemerintah daerah mendorong adanya
keterkaitan program dan program Kemitraan dengan konsep “win-win
solution” antara UKM dengan industri skala besar baik bahan baku maupun
produksi untuk memajukan perekonomian nasional.
c) Pemerintah daerah tidak hanya mengupayakan pertumbuhan ekonomi yang
tinggi, tetapi diharapkan lebih intensif melaksanakan pembangunan manusia
(human development) untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat: a)
Meningkatkan mutu pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah,
sesuai dengan standar pelayanan minimal yang ada dengan meningkatkan
alokasi anggaran (20 persen dari APBD). b. Di bidang kesehatan yaitu
meningkatkan kesehatan, meningkatkan kepercayaan diri masyarakat untuk
berperilaku hidup sehat, meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat untuk
meningkatkan derajat kesehatan. c. Pemerintah kabupaten/kota yang
meningkatkan pemenuhan kebutuhan dasar diharapkan mampu memenuhi
kebutuhan dasar warganya untuk meningkatkan kesejahteraan warganya.
Seperti jalan, irigasi, listrik, telekomunikasi, bahan bakar dll. Sehubungan
dengan peneliti lain

Topik ini diharapkan dapat memperluas cakupan/cakupan dan waktu kajian


yang lebih lama serta teori-teori yang lebih baru untuk memperdalam analisis
dan ketajaman implikasinya.
DAFTAR PUSTAKA

Barzelay, M. 1991. Managing Local Devel- opment, Lesson from Spain. Policy Sciences, 24,
271 – 290
Bird, Richard M., 1990. Intergovernmental Finance and Local Taxation in Developing
Countries Some Basic Con- sideration for Reformers. Public Ad- ministration and
Development.
Davey, KJ., 1988. Pembiayaan Pemerintah Daerah: Praktek-Praktek Intemasional dan
Relevansinya bagi Dunia Ketiga. Terjemahan: Amanullah dkk. Jakarta: Penerbit UI-Press.
Gujarati, Damodar N., 2005. Basic Econome- trics, New York: McGraw-Hill.
Halim, Abdul, 2001, Bunga Rampai Manaje- men Keuangan Daerah, Yogyakarta:
Unit Penerbit dan Percetakan (UPP) AMP YKPN.
Haryo Kuncoro, 2000. Ekspansi Pengeluaran Pemerintah dan Responsitivitas Sektor Swasta.
Jumal Ekonomi Pembangunan. Vol. 5 No. 1 Hal.:53-59, Surakarta: Penerbit BPPE FE-UMS.
Isdijoso, Brahmantio, dan Tri Wibowo, 2002, Analisis Kebijakan Fiskal Pada Otono- mi
Daerah, Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 6 No.1.Hal.15-25.
Kaloh, J, 2002. Mencari bentuk Otonomi Daerah, Jakarta: PT Rineka Cipta
Kemu, Suparman Zen dan R. Nurhidayat, 2005, “Pengaruh Pertumbuhan Ekono- mi terhadap
Penciptaan Kesempatan Kerja”, Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 9, Nomor 3.

Anda mungkin juga menyukai