Anda di halaman 1dari 9

“PROBLEMATIKA PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH AKIBAT

DESENTRALISASI FISKAL”
(Studi Kasus Daerah Kabupaten Malang Tahun 2004)
Siti Nurdiana / NIM 205120601111005
Program Studi Ilmu Pemerintahan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya
sitinurdiana16@student.ub.ac.id

PENDAHULUAN
Gerakan reformasi pada tahun 1998 merupakan suatu hal yang cukup berkaitan erat
dengan acuan organisasi pemerintah yaitu diselenggarakannya desentralisasi. Perluu
diketahui bahwa desentralisasi ini merupakan suatu proses berupa manajemen yang berusaha
untuk menaikkan level kinerja kelembagaan dalam upaya meningkatkan efektivitas dan
efisiensi kedalam pola mendelegasikan kewenangan yang berasal dari pemerintah pusat
kemudian dilimpahkan kepada pemerintah daerah. Realitanya, di Indonesia sendiri
desentralisasi merupakan sebuah reformasi yang hingga saat ini belum selesai dalam
pelaksanaannya dan belum memberikan hasil yang maksimal. Meskipun didalam
desentralisasi memiliki tujuan untuk meningkatkan kinerja kelembagaan dari pemerintah itu
sendiri, esensi yang paling penting dari desentralisasi ini adalah mendekatkan pemerintahan
kepada rakyatnya. Namun, hingga saat ini pelaksanaannya masih belum mencapai target yang
diharapkan. Beberapa kasus desenttralisasi menunjukkan bahwa golongan elit dan pengusaha
lokal yang hanya menguntungkan pribadi. Tentunya hal tersebut menjadi sebuah tantangan
didalam pembangunan pemerintahan di Indonesia dalam mewujudkan kinerja kelembagaan
ataupun pemerintahan karena banyaknya problem yang belum terselesaikan.

Maka dari itu, perlu adanya beberapa aspek dasar dalam mewujudkan
terselenggarakannya desentralisasi meliputi pemerintah pusat yang memberikan political
commitment sedangkan dari pemerintah daerah memberikan kebijakan sebagai upaya
mendukung dalam penataan kembali relasi kekuasaan antara pusat dan daerah. Adanya
revormasi prilaku dari golongan elit dan pengusaha lokal secara objektif dalam
menyelenggarakan pemerintahan daerah.

Secara struktural organisasi pemerintahan disentralisasi sendiri dapat dipahami


sebagai suatu aksi pola hubungan yang terjadi antara pemerintah pusat dan pemerintah yang
berada di level pusat dengan pemerintah daerah. Dalam hal ini sangat berkaitan erat dengan
aspek keleluasaan otoritas dalam mengelola dan menjalankan pemerintahannya sehingga
dikenal dengan independence of localities yaitu otoritas pada pemerintah daerah untuk
mengatur serta menggerakan roda pemerintahannya tanpa adanya unsur campur tangan dari
pemerintah pusat, pada aspek stabilitas politik dapat menimbulkan rasa kecewa pada sektor
daerah yang diakibatkan dari adanya sentralisme oleh otoritas pemerintah pusat. Hal ini
ditunjukan dari adanya aktivitas pengerukan sumber daya yang ada didaerah yang dilakukan
oleh pemerintah pusat namun hal ini tidak diimbangi dengan adanya pemerataan
kesejahteraan yang dialami oleh masyarakat daerah.

Untuk itu perlu adanya efektifitas sebagai indicator dalam upaya memberiikan pelayanan
publik yang dapat diukur dengan menyesuaikan antara kebutuhan masyarakat dengan
pelayanan publik yang diberikan. Karena pada kenyataannya desentralisasi ini belum benar-
benar berjalan dengan optimal dalam mengenal secara akurat apa yang dibutuhkan oleh
masyarakat, sehingga masyarakat merasakan pelayanan publik yang diberikan belum
memenuhi kebutuhan masyarakat dan belum seimbang dengan potensi daerah sebagai salah
satu sumber kebutuhan masyarakat yang digarap oleh pemerintah untuk kebutuhan-
kebutuhan tertentu.

Dalam penelitian ini, difokuskan untuk mengkaji beberapa factor yang menjadi alasan dari
permasalahan yang mengakibatkan belum optimalnya desentralissi fiskal terhadap
pertumbuhan ekonomi. Dikaji dari studi kasus perkembangan ekonomi di kabupaten malang
pada era disentralisasi fiskal tahun 2004.
PEMBAHASAN
Salah satu masalah besar yang ada di negara berkembang adalah kesenjangan
ekonomi yang mana hal tersebut terjadi akibat adanya permasalahan seperti ketimpangan
dalam pendistribusian pendapatan masyarakat yang memiliki pendapatan tinggi dan
kelompok yang memiliki pendapatan rendah. Sehingga hal tersebut dapat menyebabkan
tingginya tingkat kemiskinan, tidak dapat dipungkiri bahwa ketimpangan akan selalu ada di
dalam proses pembangunan. Pada realitanya di era Orde Baru sentralisme dalam
pembangunan sangat sangat marak terjadi. Pada masa itu pemerintah pusat sebagai aktor
yang memiliki otoritas dalam kegiatan percepatan pembangunan yang dilakukan di seluruh
wilayah tanah air. Dengan memberikan berbagai macam kebijakan dalam pembangunan yang
diatur secara sentralistik yang berpedoman pada garis besar haluan negara GBHN dan
rencana pembangunan lima tahun Repelita. hal ini mengakibatkan timbulnya inefisiensi
akibat adanya sentralisasi berbagai keputusan pemerintah, yang mana pemerintah memiliki
banyak proyek dalam pembangunan tetapi tidak sesuai dengan kebutuhan daerah. Menurut
Davey (1989) sentralisasi pembangunan di Indonesia terjadi akibat beberapa faktor
diantaranya adalah kekhawatiran terkait dengan adanya kekuatan yang dapat memecahkan
persatuan nasional karena muncul dari adanya keadaan yang kurang stabil dari awal
kemerdekaan, problem terkait pemeliharaan keseimbangan di dalam politik serta keadilan
dalam pembagian sumber daya antar daerah. Dan didorong dengan adanya keinginan
pemerintah pusat yang subjektif berambisi memegang kendali atas kebijakan pembangunan
ekonomi.

Penganggaran dalam Desentralisasi Fiskal serta Dampaknya Terhadap Pertumbuhan


Ekonomi

Pentingnya struktur ataupun penganggaran daerah dalam melakukan peran sebagai


upaya mengimplementasikan program pembangunan ketika diberlakukannya sistem
desentralisasi sebagai salah satu konsekuensi dari adanya otonomi daerah.

Berdasarkan Bappeda kabupaten Malang tahun 2003 berkaitan dengan anggaran daerah
kabupaten malang menunjukkan bahwa anggaran sebagai pendapatan kabupaten malang
sebesar 587.4 milyar yang terdiri dari penerimaan lokal sebesar 6.41% (37 milyar) dana
berimbang sebesar 87.6% (514.8 milyar) dan penerimaan lainnya sebesar (5.95%) 34.9
milyar. Berdasarkan data penerimaan daerah kabupaten Malang tersebut yang paling besar
disumbangkan dari penerimaan lokal daerah Malang yang merupakan pajak lokal yang
memberikan 43.5% (16.3 milyar) jika dikaji dari salah satu permasalahan didalam anggaran
yang memberikan sumbangan terkecil didapatkan dari penerimaan perusahaan lokal sebanyak
4,63% (1.7 milyar) Hal ini disebabkan karena rendahnya kinerja dari perusahaan lokal
sehingga tidak dapat memberi kontribusi yang lebih tinggi terhadap penerimaan pemerintah
lokal bahkan terkadang pemerintah lokal yang memberi subsidi kepada sebagian perusahaan.
Salah satu faktornya adalah masih maraknya korupsi di dalam perusahaan lokal tersebut.

Meski dikatakan pada tahun 2003 merujuk pada Kemendagri 29/2002 dalam proses
penganggaran kabupaten Malang bisa dikatakan transparan, konsisten dan dilakukan secara
konsekuen namun jika berkaitan dengan manajemen keuangan publiknya daerah Malang
belum secara optimal menerapkan prinsip-prinsip yang terdapat di dalam Kemendagri dalam
perumusan anggarannya.

Ada beberapa yang menjadi acuan sebagai dampak buruk dalam anggaran daerah
terhadap pengembangan ekonomi lokal. Hal tersebut dikarenakan pengalokasiannya belum
maksimal terhadap sektor-sektor produktif yang justru dapat menyokong pertumbuhan
ekonomi daerah karena hanya terfokus pada penganggaran yang bersifat konsumtif seperti
belanja pegawai belanja barang dan lainnya serta sistem regulasi kebijakan yang kurang
kondusif terkait dengan desentralisasi fiskal yang berjalan begitu cepat dan tidak dapat
tersosialisasi dengan baik sehingga menimbulkan kurang berhasilnya implementasi
desentralisasi fiskal.

Desentralisasi fiskal mempunyai efek negatif Berdasarkan pengalaman empiris di


beberapa negara yang berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi Hal ini dikarenakan proses
implementasi desentralisasi tidak di sesuaikan dengan kemampuan sumber daya manusia
yang profesional, pejabat birokrat dan pemerintah yang kurang responsible, akuntabilitas
publik yang belum kredibel, dan faktor lainnya. Desentralisasi fiskal dapat berdampak negatif
terhadap pertumbuhan ekonomi karena dapat mendorong adanya ketidakstabilan ekonomi
makro yang nantinya hal tersebut akan menghambat pertumbuhan ekonomi karena
desentralisasi dapat mengurangi pengeluaran pemerintah dan pajak yang berbasis pada
pemerintah pusat di mana pajak tersebut digunakan untuk melakukan fungsi stabilisasi.

Desentralisasi fiskal harus melaksanakan fungsinya secara efektif dan mendapat


kebebasan dalam kewenangan mengambil keputusan pengeluaran di sektor publik yang mana
pemerintah daerah harus mendapatkan dukungan berupa sumber-sumber keuangan yang
memadai.

Spekulasi mengenai desentralisasi fiskal menyebabkan pertumbuhan ekonomi di


daerah menjadi lambat hingga saat ini jika dikaitkan dengan studi kasus perkembangan
ekonomi di kabupaten malang pada era disentralisasi fiskal tahun 2004 dapat ditarik menjadi
kesimpulan berupa faktor penyebab munculnya dampak negative dalam
mengimplementasikan desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi diantaranya :

Pertama, dilihat dari sejarah setelah tahun 2001 sulitnya mencapai pembangunan
daerah dikarenakan meningkatnya jumlah kabupaten atau kota secara pesat akibat pemecahan
satu daerah menjadi beberapa daerah baru serta banyak aktor politik yang tidak dapat
mengalokasikan dana pembangunan secara tepat.

Kedua, terciptanya pemecahan wilayah tersebut sangat beragam penyebabnya, tetapi


diantara penyebab tersebut salah satunya adalah motif politik dan keuangan. Terbentuknya
daerah baru dapat memperluas ruang aktor politik untuk menjabat sebagai pimpinan daerah.
Maka secara anggaran total dana transfer yang diterima oleh daerah kabupaten ataupun kota
lama lebih besar jika dibandingkan dana transfer sebelum terjadinya pemecahan wilayah.
Selain itu penggelembungan birokrasi merupakan salah satu perwujudan dampak negatif dari
adanya desentralisasi fiskal yang mana jumlah pegawai pemerintah kabupaten atau kota
meningkat dengan tajam terutama pegawai honor daerah. peningkatan jumlah pegawai dapat
dilihat dari alokasi belanja pegawai yang menempati porsi cukup besar di berbagai daerah.
Sehingga, penganggaran daerah lebih cenderung dilimpahkan untuk belanja pegawai Kristian
Widya Wicaksono (2019) 70% anggaran terfokuskan untuk keperluan belanja pegawai.
Diperkirakan sekitar 120 pemerintah daerah di Indonesia berada diambang kebangkrutan
diakibatkan karena ketidakmampuan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dimiliki untuk
memenuhi kebutuhan anggaran. namun dengan banyaknya pegawai tersebut justru tidak
dapat meningkatkan pelayanan publik terhadap masyarakat karena dilatarbelakangi oleh
berbagai faktor antara lain adalah adanya faktor dari para birokrat yang lebih mengutamakan
kepentingan pribadi.

Ketiga, maraknya penyalahgunaan anggaran atau korupsi yang dilakukan actor yang
memiliki otoritas baik sector pusat maupun didaerah salah adalah satu faktor yang
menghalangi pertumbuhan ekonomi, karena korupsi menyebabkan proses penganggaran
menjadi terhambat dan tidak efisien menyebabkan alokasi tidak tepat sasaran atau alokasi
sudah tepat namun biayanya terlalu tinggi sejak awal desentralisasi banyak pihak yang telah
mengawatirkan terdesentralisasi nya korupsi ikut tergiring hingga ke daerah karena jumlah
aktor dilevel eksekutif dan legislatif daerah yang tersangkut masalah korupsi dan
penyalahgunaan wewenang.

Keempat, perolehan pendapatan daerah yang cenderung masih llemah diakibatkan


dari adanya kewenangan pajak yang terbatas. Jika direlasikan antara desentralisasi fiskal dari
Era Orde Baru hingga saat ini khususnya di Indonesia belum mampu berjalan secara optimal.
Dikarenakan pihak yang memiliki otoritas seperti pemerintah daerah hanya berikan
kekuasaan ataupun kewenangan untuk menjalankan beberapa kegiatan pelayanan dan dalam
menyediakan barang publik. Namun jika dilihat dari sisi kewenangan pajak terdapat banyak
pemungutan pajak yang dilakukan oleh pemerintah pusat terhadap pajak-pajak strategis
seperti pajak bumi dan bangunan dan pajak penghasilan. Hal tersebut menunjukkan
pemerintah daerah belum secara optimal dalam memenuhi Apa yang dibutuhkan oleh
anggaran karena mengandalkan dari sumber pendapatan daerah

Tentunya dengan adanya problematika dari hal tersebut menyebabkan banayak


ketimpangan baik didaerah maupun dimasyarakat yang menjadi salah satu faktor
terhambatnya pertumbuhan ekonomi akibat dari adanya desentralisasi fiskal. Serta dapat
merambat pada sector lainnya seperti :

Meskipun disentralisasi fiskal berdampak positif terhadap sebagian golongan yang


memiliki keterbatasan biaya dalam pendidikan,hal ini dikarenakan beberapa sekolah yang
menetapkan kebijakan berupa pembayaran SPP bagi seluruh siswa, namun masih minimnya
prosentase murid yang mendapat bantuan seperti beasiswa maupun pembebasan SPP hal ini
menunjukkan bahwa kecilnya anggaran dana dan belum optimalnya pengalokasian disektor
pendidikan. Realitanya jumlah keluarga tidak mampu masih sangat tinggi prosentasenya
namun program pemerintah dalam menyediakan pendidikan bagi rakyat yang belum mampun
secara financial masih belum optimal dan belum dapat dirasakan oleh sebagian besar
keluarga yang tidak mampu pada masa awal desentraliasi di Kabupaten Malang. Biaya
pendidikan yang belum terjangkau sangat dirasakan oleh para keluarga yang kurang mampu,
karna pada saat itu instansi pendidikan harus berusaha dalam mencari dana sendiri karena
anggaran yang diberikan pemerintah jumlahnya kurang memadai. Hal tersebut bukan
masalah yang besar jika berpengaruh terhadap mutu pendidikan yang baik. Sedangkan untuk
mewujudkan mutu pendidikan yang layak harus dibarengi tingkat pendidikan guru sebagai
pengajar. Berdasarkan pengamatan lapangan 2004 menunjukkan tingkat pendidikan guru SD
di kabupaten malang, sekitar 50% lulusan sarjana dan 33% lulusan diploma dan sisanya
berpendidikan SMU dan SMK. Hadirnya disentralisasi diharapkan mampu untuk
meningkatkan mutu pendidikan guru pengajar yang mana memberikan kemudahan bagi guru
untuk melanjutkan pendidikannya yang nantinya dapat meningkatkan mutu siswa yang
dihasilkan akan lebih baik.

Hingga saat ini disentralisasi fiskal perlu dioptimalkan terutama dalam sektor
pendidikan karena hal ini berkaitan erat dengan peningkatan pelayanan publik secara efisien
didalam sektor pendidikan yang mana harus berpedoman pada money follow function yang
berprinsip bahwa segala bentuk otoritas dan pelimpahan kewenangan dari pemerintah yang
berada dilevel pusat kepada pemerintah daerah harus dibarengi dengan penyerahan sumber
pendanaannya sebagai penunjang agar tujuannya dapat terrealiasasikan

Solusi dan upaya dalam meminimalisir terjadinya faktor permasalahan dalam proses
disentralisasi fiskal

Untuk itu perlu adanya solusi dari problematika mengenai desentralisasi tersebut
diantaranya adalah dalam upaya pembagian kewenangan harus dilakukan dengan jelas yakni
antara dua level yakni pada level pemerintah pusat dan dan pemerintah pada level daerah
mencakup kabupaten atau kota. sehingga pemerintah pusat maupun pemerintah daerah
memiliki kewenangan yang sama dalam pertanggungjawaban terhadap sejumlah pelayanan
lokal yang strategis sebagai upaya preventif terjadinya tumpang tindih urusan dan
pembiayaan ganda. Di samping itu pemerintah daerah harus mampu menyeleksi dalam
mempekerjakan para birokrat ataupun aktor yang berkompeten yang mana dalam
perekrutannya melalui sistem ataupun seleksi yang berpedoman dengan regulasi. Jika
terdapat penyelewengan yang dilakukan oleh aparatur Pemerintah harus diberikan sejumlah
sanksi ataupun mendapatkan konsekuensi diberhentikan jika tidak dapat melaksanakan syarat
seperti melanggar peraturan dan tidak dapat profesional dan efektif dalam bekerja. Perlu
adanya program-program untuk meningkatkan kemampuan masyarakat agar dapat
berpartisipasi secara langsung dan aktif dalam proses perumusan kebijakan juga sebagai
upaya merealisasikan penyusunan rancangan Perda APBD dan advokasi secara transparan
dan akuntabilitas. menciptakan forum untuk mengorganisir dan mensosialisasikan kepada
masyarakat untuk mendiskusikan berbagai permasalahan dan kebutuhan daerah.
Kesimpulan

Implementasi desentralisasi di Indonesia sendiri belum berjalan secara maksimal. Hal


itu ditunjukkan oleh desentralisasi yang hanya menguntungkan elit dan pihak penguasa lokal,
penyediaan dibeberapa sektor publik yang belum maksimal, desentralisasi tanpa adanya
efisiensi kelembagaan, dan desentralisasi yang menyuburkan korupsi didaerah. Hal tersebut
merupakan faktor yang menghambat pertumbuhan ekonomi. Untuk itu perlu adnya problem
solving karena Paradigmanya pola terdesentralisasi merupakan pemberian otoritas secara
luwes kepada semua aspek yang ada didaerah untuk mewujudkan otonomi daerah
seluasluanya selaras dengan karakterisrik daerah tersebut. Yang mana tujuannya adalah untuk
menjalankan wewenang dalam mengatur dan mengurus kebutuhan maupun permasalahan
yang timbul berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan potensi wilayahnya. Untuk itu
dalam hal ini diperlukannya asas akuntabilitas dan transparansi sebagai bukti konsekuen dan
bebas dari KKN. Dimana pemerintah Sebagai penyelenggara yang telah dilimpah kan
kekuasaan dari rakyat untuk melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai aktor dalam
pelaksanaan pembangunan membuat kebijakan maupun regulasi memberikan layanan terbaik
kepada masyarakat serta dalam upaya pemberdayaan masyarakat maka dari itu pemerintah
memiliki tanggung jawab serta kewajiban yang harus dijalankan secara konsekuen. Seperti
misalnya dalam penerapan prinsip akuntabilitas harus didasarkan pada hasil, Untuk itu dalam
mengelola keuangan atau pun anggaran daerah harus selalu mendorong penggunaan anggaran
daerah guna memberikan peningkatan serta manfaat atau hasil dengan berpedoman pada
transparansi. Dimana untuk hal ini terdapat bagi hasil sumber daya alam sebagai bagian dari
desentralisasi yang berkaitan dengan pengalokasian dana yang membutuhkan transparansi
sebagai upaya preventifyang menimbulkan rasa curiga dari pihak-pihak tertentu sehingga hal
ini dapat mendorong agar penyaluran atau pengalokasian dana berjalan secara
transparanGuna mendorong peningkatandalam pembangunan daerah terlebih terhadap daerah
yang memiliki sumber daya alam yang melimpah dan belum dapat diolah secara maksimal
sebagai pemanfaatan kekayaan alamyang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Simanjutak, M Kardin. 2015. “Implementasi Kebijakan Desentralisasi Pemerintahan Di


Indonesia”.

Wicaksono, Widya Kristian. 2012. “Problematika Dan Tantangan Desentralisasi Di


Indonesia”.

Sianturi, Y. Simonsen. “Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Ketimpangan Pendapatan


Antar Wilayah (Studi Kasus Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara)”.

Sumarsono, Hadi dan Utomo, Sugeng Hadi. Jurnal Vol 1 No 3 2009. “Deliberate Inflation
Pada Kebijakan Desentralisasi Fiskal Jawa Timur Dan Dampaknya Bagi
Pertumbuhan Daerah”

Dewi Adhityarani Musaidah, Ida Ayu Purba Riani, Elsyan Rienette Marlissa. "Analisis Pengaruh
Desentralisasi Fiskal, Investasi Dan Penduduk Terhadap Produk Domestik Regional Bruto,
Kapasitas Fiskal Dan Pengeluaran Pemerintah Daerah Di Provinsi Papua" , Keuda (Jurnal
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Daerah), 2018

Prasetya, Ferry dan Khusaini, Moch. “Kinerja Pemerintah DaerahDi Era Desentralisasi
Fiskal :Analisis Dampak Anggaran Daerah Terhadap Pengembangan Ekonomi Daerah
Kabupaten Malang”

Anda mungkin juga menyukai