Khutbah 19 April 24
Khutbah 19 April 24
َ
ُ ُ َو َعلى ُآ ُِل ُِه،هلل اُ ُ
ل ْ السلَامُ ُ َعلَى ُ َسيدنَا ُم َح َمدُ ُ َرس
و َ ُ َو،اَلْ َح ْمدُ ُهلل
َ الصلَاةُ ُ َو
ِ ِ ِِ ِ
ْ َ ً َ َ ََ َ َ َ ْ َ َ َ َ َ
َ َ َ ْ َ ْ َ َ َ ْ ََ ْ َ َ
ُُن ُس ِيدنا ُمحمدا ُعبده ُ ُوأشهدُ ُأ،له ُ ِإلا ُاهلل
ُ ن ُلا ُ ِإ
ُ ُوأشهدُ ُأ،ن ُوالاه ُ وصح ِب ُِه ُوم
َ َ ْ َْ َ َْ ْ ََْ ْ ْ ْ َ َْ ََ ْ ََ
ُ:لُفيُمحك ُِمُ ِكتابِ ُِه ُِ ِهللُالقائ ُِ يُبِتقوىُا
ُ ُف ِإنِيُأو ِصيك ُمُونف ِس،ُأماُبعد.ُورسوله
ً َ َ َ َ َ ْ ْ ََ ً َ ً َ َ ْ َ ْ َْ َ َ َ َ ْ َ َ َ ْ ََ
كُبِ ِعباد ُِةُربِ ُِهُأحدا ُ لُعملاُصا ِلحاُولاُيش ِر ُ اءُربِ ُِهُفليعم
ُ انُيرجوُ ِل ُق ُ نُك ُ فم
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Takwa adalah kata yang ringan untuk diucapkan, akan tetapi berat dalam
timbangan amal perbuatan. Takwa tempatnya di hati. Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam menunjuk ke dadanya tiga kali dan mengatakan:
َ َ ََْ َ َ َ ََْ َ
ُالتقوىُهاُهنا،التقوىُهاُهنا
Maknanya: “Takwa ada di sini, takwa ada di sini” (HR Ahmad dalam Musnad-
nya).
Jadi hati adalah pemimpin anggota badan. Jika hati baik, maka seluruh anggota
badan akan baik sehingga orang menjadi bertakwa. Sebaliknya jika hati rusak,
maka anggota badan menjadi rusak sehingga orang menjadi pelaku maksiat.
Maka marilah kita bertakwa kepada Allah, yaitu melaksanakan semua
kewajiban dan meninggalkan semua yang diharamkan serta mencari bekal
sebanyak-banyaknya untuk kehidupan akhirat. Allah ta’ala berfirman dalam
surat Asy Syu’aro ayat 88 – 89:
1
َ ْ َ ََ ََ ْ َ َ َ َ َ َ َ َْ َ َ َ َْ
ُ اللُبِقلبُُس ِل
يم ُ ُنُأتى
ُ ُ ِإلاُم،يو ُمُلاُينفعُُمالُُولاُبنون
Maknanya: “(yaitu) di hari yang harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna,
kecuali orang-orang yang dihisab oleh Allah dengan hati yang bersih (dari
kekufuran)” (QS asy-Syu’ara’: 88-89)
Oleh karenanya mari kita perbaiki hati kita dengan menerapkan adab-adab
yang diajarkan dalam Islam secara lahir dan batin. Kita obati hati dengan
mengikuti ajaran Allah ta’ala dan meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Kita obati hati kita karena hati memiliki penyakit-penyakit yang tidak
bisa diobati oleh para dokter. Penyakit-penyakit hati itu hanya bisa diobati
dengan kesungguhan kita mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya.
Diantara penyakit hati adalah riya’, yaitu melakukan bentuk ketaatan agar
dilihat oleh orang lain dengan tujuan mengharapkan pujian darinya. Allah ta’ala
berfirman, surat Al Bayyinah ayat 5:
َ َ ْ ََ َْ َ
َين
ُ الد
ِ ُُينُله ُ َُو َماُأ ِمرواُ ِإلاُ ِليعبدوا
ُ اللُمخ ِل ِص
Mari kita Ikhlaskan niat selalu hanya karena Allah ta’ala dan jangan sampai
jatuh pada maksiat riya’. Sahabat Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu
meriwayatkan hadits qudsi bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: Allah berfirman:
2
ََْ ْ ْ َ ْ َ ْ َ َ ْ َ ً َ َ َ َ ْ َ ْ َ ََ ْ َ ْ َ ََ
ُُي ُتركته
ُ ي ُغي ِر
ُ ك ُ ِفي ُِه ُم ِع
ُ لا ُأشر
ُ ل ُعم
ُ ن ُع ِم
ُ ك ُم
ُِ الشر
ِ ُنُِ ى ُالشرَك ُِء ُع
ُ أنا ُأغن
َ ْ َ
ُو ِشركه
Jika kita melakukan suatu amal perbuatan untuk mencari pahala dari Allah dan
sekaligus mengharap pujian sesama manusia, maka Allah tidak akan menerima
amal tersebut dari kita. Jadi seseorang yang melakukan amal perbuatan yang
disertai riya’, maka tidak ada pahalanya sama sekali, bahkan dia berdosa karena
riya’nya. Oleh karenanya, marilah kita instropeksi diri. Kita awasi dan amati hati
kita. Jika kita melakukan shalat lima waktu sendirian, kita tidak mengiringinya
dengan shalat sunnah rawatib.
Namun jika kita shalat berjamaah di masjid, kita mengiringinya dengan shalat
sunnah rawatib. Kita tanyai diri kita, kenapa kita melakukan itu?. Jika kita
melakukan shalat sendirian, kita selesaikan dengan cepat dan hanya melakukan
rukun-rukunnya saja. Sedangkan jika berada di tengah-tengah banyak orang
kita perpanjang shalat kita. Kita berusaha untuk menghadirkan rasa khusyu’
dan kita baguskan shalat kita.
Maka tanyakanlah kepada diri kita, kenapa kita melakukan itu?. Apakah kita
menginginkan pujian sesama hamba?. Apakah kita ingin agar dihormati oleh
mereka?. Apakah ini lebih kita sukai daripada ridla Allah ta’ala?. Padahal seluruh
manusia adalah makhluk-makhluk ciptaan Allah sama seperti kita. Mereka tidak
dapat menciptakan manfaat maupun mudlarat.
Mereka tidak bisa memberikan manfaat kepada kita atau mencelakai kita
kecuali atas kehendak Allah. Kenapa kita memilih dicela oleh Allah agar dipuji
oleh sesama hamba?. Pujian mereka kepada kita tidak akan menambah rezeki,
tidak menunda ajal dan tidak bermanfaat bagi kita dalam kehidupan akhirat.
Oleh karenanya, obatilah hati kita dari penyakit riya`. Kita jadikan ridla Allah
3
Sang pencipta kebaikan dan keburukan sebagai tujuan kita. Kita ikhlaskan niat
karena Allah dan jangan kita pedulikan apakah orang mencela atau memuji kita.
Sungguh kebaikan seluruhnya ada pada ridla Allah subhanahu wa ta’ala.
Abu Hurairah berkata: Iya, aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda: “Orang yang pertama kali diberikan keputusan kepadanya
di hari kiamat adalah orang yang tewas di medan peperangan. Ia pun
didatangkan dan diingatkan tentang nikmat-nikmat yang diberikan kepadanya
di dunia, maka dia pun mengingatnya. Dikatakan kepadanya: Apa yang engkau
lakukan terhadap nikmat-nikmat tersebut?. Dia pun menjawab: aku berperang
di jalan-Mu hingga aku mati syahid. Maka dikatakan kepadanya: Engkau telah
berdusta, engkau berperang untuk dikatakan sebagai pemberani dan itu sudah
dikatakan.
4
berdusta, kenyataannya engkau mempelajari ilmu agar dikatakan sebagai
ulama, engkau membaca al Qur`an agar engkau dikatakan pandai membaca al
Qur`an dan ini telah dikatakan.
Kemudian diperintahkan agar orang itu diseret dengan posisi muka di bawah
sehingga dilempar ke neraka. Begitu juga seseorang yang Allah lapangkan
rezekinya dan Allah berikan kepadanya seluruh jenis harta, maka ia
didatangkan, diingatkan tentang nikmat-nikmatnya, maka ia pun
mengingatnya. Dikatakan kepadanya: Apa yang engkau lakukan terhadap
nikmat-nikmat tersebut?. Ia pun menjawab: Aku tidak meninggalkan jalan infaq
yang Engkau anjurkan kecuali aku infaqkan hartaku untuk meraih ridla-Mu ya
Allah. Lalu dikatakan kepadanya: Engkau berdusta, engkau lakukan ini agar
dikatakan sebagai dermawan dan itu telah dikatakan. Kemudian diperintahkan
agar orang itu diseret dengan posisi muka di bawah sehingga dilemparkan di
neraka” (HR Muslim).
Jika kita melakukan shalat, maka kita lakukan karena Allah. Jika kita
bersedekah, maka kita bersedekah karena Allah. Jika kita perindah akhlak, kita
lakukan itu karena Allah. Jika kita belajar ilmu agama, maka juga karena Allah.
Jika kita mengajarkan ilmu agama, maka kita mengajar karena Allah. Jika kita
menaati Allah, maka kita taat karena semata-mata ingin meraih ridla-Nya. Jika
kita melakukan itu semua bukan karena Allah melainkan karena tujuan-tujuan
lain, maka sia-sialah umur kita dan alangkah ruginya waktu kita.
Hadirin rahimakumullah,
َْ ْ ََ َ ْ َْ ْ َ
semua.
َِ ُُُإنَهُُه َُوُالْ َغف ْور،اس َت ْغ ِفر ْوه
ْالرحيم ْ َُف،يُ َولَك ْمْ َ
ُ اهللُ ِل
ُ ُُلُهُذاُوأستغ ِفر
ُ ِ أقولُُقو
ِ
5
Khutbah II
6