Kompresi Medula Akut 1
Kompresi Medula Akut 1
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kompresi medula akut adalah penekanan pada medula spinalis karena trauma dan penyakit tertentu
yang dapat menekan medula spinalis dan mengganggu fungsi normalnya. Jika penekanannya sangat hebat,
maka sinyal saraf ke atas dan ke bawah medula spinalis akan terhambat total. Penekanan yang tidak terlalu
hebat hanya akan mengganggu beberapa sinyal. Jika penekanan telah ditemukan dan diobati sebelum terjadinya
kerusakan saraf, maka biasanya fungsi medula spinalis akan kembali seperti semula.1)
2.2 Epidemiologi
Kasus baru trauma medula spinalis akut diduga setiap tahun sekitar 15-50 per satu juta penduduk,
sementara angka prevelensi sekitar 900 per satu juta. Angka kejadian sebenarnya dipastikan lebih tinggi, karena
sekitar 50% kejadian tidak dilaporkan, seperti pasien yang meninggal di tempat kejadian atau trauma ringan
yang tidak ditangani institusi kesehatan. Trauma medula spinalis terutama mengenai orang muda , paling sering
usia 20-24 tahun, dan sekitar 65% kasus terjadi dibawah usia 35 tahun, sering terjadi pada pria daripada wanita
(3-4:1). Sekitar 50% akibat kecelakaan kendaraan bermotor, terutama sepeda motor , jatuh (20%), olahraga
(13%), kecelakaan kerja (12%), kekerasan luka tembak atau tusuk (15%), Lokasi paling sering adalah C5,
diikuti C4, C6, T12, C7 dan L1. Kepustakaan lain menyebutkan insiden sesuai lokasi lesi, yaitu, servikal 40%,
torakal 10%, lumbal 3%, dorsolumbal 35%, lain-lain 14%. Berdasarkan kecacatan, 52% pasien mengalami
paraplegia dan 47% pasien mengalami tetraplegia.2)
2.3 Etiologi
Kompresi epidural :
1) Tumor metastasis (terutama dari paru dan payudara) kompresi medula spinalis mungkin
merupakan gejala suatu keganasan.
2) Trauma
3) Limfoma
4) Mieloma multipel
5) Abses atau hematom epidural
6) Protrusio diskus intervertebralis servikal atau torakal
7) Spondilosis atau spondilolistesis
8) Subluksasio atlantoaksial (arthritis reumatika)
Kompresi intradural ekstramedular:
1) Meningioma
2) Neurofibroma
Ekspansi Intrameduler
1) Glioma
2) Ependimoma
3) Malformasi arteriovena. 3)
2.4 Patofisiologi
Kompresi medula spinalis oleh karena trauma tidak langsung dari tulang belakang berupa
hiperekstensi, hiperfleksi, tekanan vertikal (terutama pada T.12 sampai L.2), dan rotasi. Kerusakan yang
dialami medula spinalis dapat bersifat sementara atau menetap akibat trauma terhadap tulang belakang.
Medula spinalis dapat tidak berfungsi untuk sementara (komosio medula spinalis), tetapi dapat sembuh
kembali dalam beberapa hari. Gejala yang ditimbulkan adalah berupa oedema, perdarahan perivaskuler
dan infark di sekitar pembuluh darah. Pada kerusakan medula spinalis yang menetap, secara makroskopis,
kelainannya dapat terlihat dan terjadi lesi, contusio, laserasio dan pembengkakan daerah tertentu di
medula spinalis. 4)
Suatu segmen medula spinalis dapat tertekan oleh hematoma ekstra meduler traumatik dan dapat
juga tertekan oleh kepingan tulang yang patah yang terselip di antara duramater dan kolumna vertebralis.
Gejala yang didapat sama dengan sindroma kompresi medula spinalis akibat tumor, kista dan abses di
dalam kanalis vertebralis. 4)
Akibat hiperekstensi, dislokasi, fraktur dan whislap radiks saraf spinalis dapat tertarik dan
mengalami jejas/ reksis.pada trauma whislap. Radiks columna 5-7 dapat mengalami hal demikian, dan
gejala yang terjadi adalah nyeri radikuler spontan yang bersifat hiperpatia, Gambaran tersebut disebut
hematorasis atau neuralgia radikularis traumatik yang reversibel. Jika radiks terputus akibat trauma tulang
belakang, maka gejala defisit sensorik dan motorik yang terlihat adalah radikuler dengan terputusnya
arteri radikuler terutama radiks T.8 atau T.9 yang akan menimbulkan defisit sensorik motorik pada
dermatoma dan miotoma yang bersangkutan dan sindroma sistema anastomosis arterial anterior spinal.5)
2.5 Klasifikasi 1)
Inkomplit
Fungsi motorik terganggu di
bawah level tapi otot- otot
motorik utama masih punya
C
kekuatan < 3
Inkomplit
Fungsi motorik terganggu
dibawah level , otot-otot
Normal
Fungsi motorik dan
E sensorik normal
bawah lesi
bawah lesi
Propioseptif (joint position, Menghilang di Sering (+)
(-) (+)
Sacral Sparing
Motorik
G angguan Sering komplit Kelemahan Gangguan
desenden (+)
bilateral
Protopatik
G angguan Sering hilang Sering hilang G angguan
Propioseptor
Jarang sekali Biasanya utuh Hilang total Terganggu
tract asenden
Perbaikan NA
Sering cepat & Paling buruk Fungsi buruk
kelemahan independensi
menetap
Lokasi dari kerusakan pada medula spinalis menentukan otot dan sensasI yang terkena.
Kelemahan atau kelumpuhan serta berkurangnya atau hilangnya rasa cenderung terjadi di bawah daerah yang
mengalami cedera. Tumor atau infeksi di dalam atau di sekitar medula spinalis bisa secara perlahan menekan
medula, sehingga timbul nyeri pada sisi yang tertekan disertai kelemahan dan perubahan rasa. Jika keadaan
semakin memburuk, nyeri dan kelemahan akan berkembang menjadi kelumpuhan dan hilangnya rasa, dalam
beberapa hari atau minggu. Jika aliran darah ke medula spinalis terputus, maka kelumpuhan dan hilangnya rasa
bisa terjadi dalam waktu hanya beberapa menit. Penekanan medula spinalis yang berjalan paling lambat
biasanya merupakan akibat dari kelainan pada tulang yang disebabkan oleh artritis degenerativa atau tumor yang
pertumbuhannya sangat lambat. Penderita tidak merasakan nyeri atau nyeri bersifat ringan, perubahan rasa
(misalnya kesemutan) dan kelemahan berkembang dalam beberapa bulan.8)
2.7 Pemeriksaan Fisik
Untuk semua pasien trauma, pemeriksaan awal dimulai dengan penilaian kondisi jalan napas
(airway), pernapasan (breathing) dan peredaran darah (circulation). Selain itu, adanya riwayat penyakit
kardiopulmonal harus diketahui melalui anamnesis, karena memengaruhi fungsi paru. Penemuan dari
pemeriksaan fisik biasanya terbatas pada kelainan pada sistem neurologis, yang terdiri atas gabungan lesi pada
upper motor neuron dan lower motor neuron yang mensuplai ekstremitas atas yang mengakibatkan paralisis
flaksid parsial, dan lesi yang lebih dominan pada upper motor neuron yang mensuplai ekstremitas bawah
yang mengakibatkan paralisis spastik.
- Kelainan pada ekstremitas atas biasanya akan lebih parah daripada kelainan pada ekstremitas bawah,
dan terutama terjadi pada otot-otot tangan bagian distal.
- Kehilangan kemampuan sensori hingga derajat tertentu, meskipun sensasi sakral biasanya masih
utuh. Kemampuan kontraksi anus dan tonus sfingter serta refleks babinsky harus diperiksa.
- Refleks regang otot biasanya hilang pada awalnya tapi dapat kembali muncul namun disertai oleh
spatisitas otot yang bersangkutan.4)
1. Pemerksaan Laboratorium
Tidak ada tes laboratorium spesifik yang diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis.
2. Pemeriksaan Radiologi
- X-ray cervical spine; menunjukkan gambaran fraktur maupun dislokasi dan derajat
spondilitik pada korpus vertebra cervikal. Foto pada posisi leher ekstensi dan fleksi dapat
membantu mengevaluasi stabilitas ligamentum flavum.
- CT Scan pada cervical spine; menunjukkan adanya gangguan pada kanalis spinalis dan
dapat memberikan informasi mengenai deajat penekanan yang terjadi pada medula spinalis.
- MRI; dapat menunjukkan secara langsung tekanan/jepitan pada medula spinalis oleh tulang,
vertebral disc atau hematoma.4)
2.9 Diagnosis
a) Radiologik
Foto polos posisi antero-posterior dan lateral pada daerah yang diperkirakan mengalami trauma akan
memperlihatkan adanya fraktur dan mungkin disertai dengan dislokasi. Pada ruang gawat darurat, foto lateral
daerah vertebra yang diperkirakan mendapat trauma harus dikerjakan segera, meskipun penderita telah
membawa foto dari rumah sakit sebelumnya ( khususnya pada trauma daerah servikal). Tujuan tindakan ini
adalah untuk memastikan bahwa tidak terjadi perubahan jajaran vertebra (alignment) sewaktu diangkat/
dipindahkan. Pada trauma daerah servikal foto dengan posisi mulut terbuka dapat membantu dalam memeriksa
adanya kemungkinan fraktur vertebra C1- C2.
b) Pungsi Lumbal
Berguna pada fase akut trauma medula spinalis. Sedikit peningkatan tekanan liquor serebrospinal dan
adanya blokade pada tindakan Queckenstedt menggambarkan beratnya derajat edema medula spinalis, tetapi
perlu diingat tindakan pungsi lumbal ini harus dilakukan dengan hati- hati, karena posisi fleksi tulang belakang
dapat memperberat dislokasi yuang telah terjadi. Dan antefleksi pada vertebra servikal harus dihindari bila
diperkirakan terjadi trauma pada daerah vertebra servikalis tersebut.
c) Mielografi
Mielografi tampaknya tidak mempunyai indikasi pada fase akut trauma medula spinalis. Tetapi
mielografi dianjurkan pada penderita yang telah sembuh dari trauma pada daerah lumbal, sebab sering terjadi
herniasi diskus intevertebralis.4)
- Mielitis tranversa ditandai dengan paraplegia atau tetraplegia akut atau sub akut, kadang asimetris disertai
nyeri punggung dan hilangnya sensasi sensoris. Infeksi virus sebelumnya (mononukleosis) kadang terjadi
kadang tidak. Cairan serebrospinalis menunjukkan pleositosis dengan meningkatnya protein dan glukosa
normal. Mielografi biasanya diperlukan untuk menyingkirkan lesi.
- Mielopati radiasi biasanya terjadi dalam 6 bulan sampai 1 tahun setelah radiasi medula spinalis daerah dada
(misalnya pada limfoma).
- Mielopati dapat terjadi sekunder terhadap toksin (heroin arsenin) berkaitan dengan keganasan pada tubuh lain
yang dikenal sebagai “remote effect” atau sekunder tahap inflamasi medula spinalis
- Mielopati transversa akut mungkin terjadi akibat sumbatan bagian arteri spinalis anterior. Biasanya terjadi
gangguan fungsi motorik dan sesuai nyeri serta suhu, sedang sensasi posisi dan getar tidak terganggu
sehubungan dengan struktur anatomi aliran pembuluh darah pada medula spinalis.6)
2.11 Komplikasi
- Lesi diatas C4 dapat terjadi depresi pernafasan, lesi di bawah C4 juga dapat menyebabkan gangguan
pernafasan (diaphragmatic breathing) jika n.frenicus terganggu akibat edema atau pendarahan medula
spinalis.
- Pada cedera servikal dan thorakal dapat terjadi paralisis otot interkostal dan otot adomen.
- Gangguan kardiovaskuler seperti bradikardia, vasodilatasi, penurunan tekanan darah terjadi pada Lesi di atas
T6 yang mempengaruhi sistem saraf simpatis.
- Retensi urine terjadi karena atoni kandung kencing yang menyebabkan overdistensi.
- Autonomik disrefleksia.2)
2.12 Terapi
Jika terdapat fraktur atau dislokasi kolumna vertebralis Servikal : pasang kerah fiksasi leher atau
collar, T h orakal : lakukan fiksasi (torakolumbal brace), Lumbal : lakukan fiksasi dengan korset lumbal.
Penggunaan kortikosteroid bila diagnosis ditegakkan < 3 jam pasca trauma metilprednisolon (MP) 30 mg/kg BB
iv bolus selama 15 mnt selanjutnya infus terus menerus MP selama 23 jam dengan dosis 5,4 mg/kgBB/jam. Bila
3-8 jam: terapi sama, hanya infus MP dilanjutkan untuk 47 jam .Bila >8 jam tidak dianjurkan untuk
pemberian MP. Terapi yang lainya dapat menggunakan antipiretik, analgetik, antibiotik bila ada infeksi, anti
spastisitas otot sesuai keadaan klinik, mencegah dekubitus, pemberian antioksidan untuk mencegah proses
sekunder, operatif bila ada fraktur atau herniasi diskus yg menekan MS.1)
2.13 Prognosis
Sebuah penelitian prospektif selama 27 tahun menunjukkan bahwa rata-rata harapan hidup pasien
cedera medula spinalis lebih rendah dibanding populasi normal. Penurunan rata-rata lama harapan hidup sesuai
dengan beratnya cedera. Penyebab kematian utama adalah komplikasi disabilitas neurologik yaitu : pneumonia,
emboli paru, septikemia, dan gagal ginjal. Penelitian Muslumanoglu dkk terhadap 55 pasien cedera medula
spinalis traumatik (37 pasien dengan lesi inkomplet) selama 12 bulan menunjukkan bahwa pasien dengan cedera
medula spinalis inkomplet akan mendapatkan perbaikan motorik, sensorik, dan fungsional yang bermakna
dalam 12 bulan pertama. Penelitian Bhatoe dilakukan terhadap 17 penderita medula spinalis tanpa kelainan
radiologik (5 menderita Central Cord Syndrome). Sebagian besar menunjukkan hipo/isointens pada T1 dan
hiperintens pada T2, mengindikasikan adanya edema. Seluruh pasien di kelola secara konservatif, dengan hasil:
1 orang meninggal dunia, 15 orang mengalami perbaikan,dan 1 orang tetap tetraplegia. Pemulihan fungsi
kandung kemih baru akan tampak pada 6 bulan pertama pasca trauma pada cedera medula spinalis traumatik.
Curt dkk mengevaluasi pemulihan fungsi kandung kemih 70 penderita cedera medula spinalis hasilnya
menunjukkan bahwa pemulihan fungsi kandung kemih terjadi pada 27% pasien pada 6 bulan pertama. Skor awal
ASIA berkorelasi dengan pemulihan fungsi kandung kemih.7)
2.14 Algoritme
2.15 Ringkasan
Kompresi medula akut adalah penekanan pada medula spinalis karena trauma dan penyakit tertentu
yang dapat menekan medula spinalis dan mengganggu fungsi normalnya. Jika penekanannya sangat hebat,
maka sinyal saraf ke atas dan ke bawah medula spinalis akan terhambat total. Penekanan yang tidak terlalu
hebat hanya akan mengganggu beberapa sinyal. Jika penekanan telah ditemukan dan diobati sebelum terjadinya
kerusakan saraf, maka biasanya fungsi medula spinalis akan kembali seperti semula.
Trauma medula spinalis terutama mengenai orang muda , paling sering usia 20-24 tahun, dan sekitar
65% kasus terjadi dibawah usia 35 tahun, sering terjadi pada pria daripada wanita (3-4:1). Sekitar 50% akibat
kecelakaan kendaraan bermotor, terutama sepeda motor , jatuh (20%), olahraga (13%), kecelakaan kerja (12%),
kekerasan luka tembak atau tusuk (15%), Lokasi paling sering adalah C5, diikuti C4, C6, T12, C7 dan L1.
Kepustakaan lain menyebutkan insiden sesuai lokasi lesi, yaitu, servikal 40%, torakal 10%, lumbal 3%,
dorsolumbal 35%, lain-lain 14%. Berdasarkan kecacatan, 52% pasien mengalami paraplegia dan 47% pasien
mengalami tetraplegia.
Penyebab dari kompresi medula spinlalis ada beberapa macam antara lain : Kompresi epidural :Tumor
metastasis (terutama dari paru dan payudara), kompresi medula spinalis mungkin merupakan gejala suatu
keganasan, trauma, limfoma, Mieloma multipel, abses atau hematom epidural ,protrusio diskus intervetebralis
servikal atau torakal, spondilosis atau spondilolistesis, subluksasio atlantoaksial (arthritis reumatika). Kompresi
intradural ekstramedular: Meningioma, Neurofibroma. Ekspansi Intrameduler :Glioma, ependimoma,
malformasi arteriovena.
Kompresi medula spinalis oleh karena trauma tidak langsung dari tulang belakang berupa
hiperekstensi, hiperfleksi, tekanan vertikal (terutama pada T.12 sampai L.2), rotasi. Suatu segmen medula
spinalis dapat tertekan oleh hematoma ekstra meduler traumatik dan dapat juga tertekan oleh kepingan tulang
yang patah yang terselip di antara duramater dan kolumna vertebralis. Gejala yang didapat sama dengan
sindroma kompresi medula spinalis akibat tumor, kista dan abses di dalam kanalis vertebralis. Akibat
hiperekstensi dislokasio, fraktur dan whislap radiks saraf spinalis dapat tertarik dan mengalami jejas/reksis. Pada
trauma whislap, radiks columna 5-7 dapat mengalami hal demikian, dan gejala yang terjadi adalah nyeri
radikuler spontan yang bersifat hiperpatia, gambaran tersebut disebut hematorasis atau neuralgia radikularis
traumatik yang reversibel.
Motorik
G angguan Sering komplet Kelemahan Gangguan
Protopatik
G angguan Sering hilang Sering hilang G angguan
Propioseptor
Jarang sekali Biasanya utuh Hilang total Terganggu
tract asenden
Perbaikan NA
Sering cepat & Paling buruk Fungsi buruk
kelemahan independensi
menetap
Lokasi dari kerusakan pada medula spinalis menentukan otot dan sensasi yang terkena.
Kelemahan atau kelumpuhan serta berkurangnya atau hilangnya rasa cenderung terjadi di bawah daerah yang
mengalami cedera. Tumor atau infeksi di dalam atau di sekitar medula spinalis bisa secara perlahan menekan
medula, sehingga timbul nyeri pada sisi yang tertekan disertai kelemahan dan perubahan rasa. Penekanan
medula spinalis yang berjalan paling lambat biasanya merupakan akibat dari kelainan pada tulang yang
disebabkan oleh artritis degenerativa atau tumor yang pertumbuhannya sangat lambat. Penderita tidak
merasakan nyeri atau nyeri bersifat ringan, perubahan rasa (misalnya kesemutan) dan kelemahan berkembang
dalam beberapa bulan.
Untuk semua pasien trauma, pemeriksaan awal dimulai dengan penilaian kondisi jalan napas
(airway), pernapasan (breathing) dan peredaran darah (circulation). Selain itu, adanya riwayat penyakit
kardiopulmonal harus diketahui melalui anamnesis, karena memengaruhi fungsi paru. Penemuan dari
pemeriksaan fisik biasanya terbatas pada kelainan pada sistem neurologis, yang terdiri atas gabungan lesi pada
upper motor neuron dan lower motor neuron yang mensuplai ekstremitas atas yang mengakibatkan paralisis
flaksid parsial, dan lesi yang lebih dominan pada upper motor neuron yang mensuplai ekstremitas bawah
yang mengakibatkan paralisis spastik.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antar lain : Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada tes laboratorium spesifik yang diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosa. Pemeriksaan
Radiologi : X-ray cervical spine; menunjukkan gambaran fraktur maupun dislokasi dan derajat spondilitik
pada korpus vertebrae cervikal. Foto pada posisi leher ekstensi dan fleksi dapat membantu mengevaluasi
stabilitas ligamentum flavum. CT Scan pada cervical spine; menunjukkan adanya gangguan pada kanalis
spinalis dan dapat memberikan informasi mengenai deajat penekanan yang terjadi pada medula spinalis. MRI;
dapat menunjukkan secara langsung tekanan/jepitan pada medula spinalis oleh tulang, vertebral disc atau
hematoma.
Untuk menegakkan diagnosa dapat dilakukan radiologi foto polos posisi antero- posterior dan lateral
pada daerah yang diperkirakan mengalami trauma akan memperlihatkan adanya fraktur dan mungkin disertai
dengan dislokasi. Pungsi Lumbal : Berguna pada fase akut trauma medula spinalis . Sedikit peningkatan tekanan
liquor serebrospinal dan adanya blokade pada tindakan Queckenstedt menggambarkan beratnya derajat edema
medula spinalis. Mielografi mielografi tampaknya tidak mempunyai indikasi pada fase akut trauma medula
spinalis. Tetapi mielografi dianjurkan pada
penderita yang telah sembuh dari trauma pada daerah lumbal, sebab sering terjadi herniasi diskus intevertebralis.
Diagnosis banding dari kompresi medula spinalis meliputi mielitis tranversa ditandai dengan paraplegia
atau tetraplegia akut atau sub akut, kadang asimetris disertai nyeri punggung dan hilangnya sensasi sensoris.
Infeksi virus sebelumnya (mononukleosis) kadang terjadi kadang tidak. Cairan serebrospinalis menunjukkan
pleositosis dengan meningkatnya protein dan glukosa normal. Mielografi biasanya diperlukan untuk
menyingkirkan lesi. Mielopati radiasi biasanya terjadi dalam 6 bulan sampai 1 tahun setelah radiasi medula
spinalis daerah dada (misalnya pada limfoma). Mielopati dapat terjadi sekunder terhadap toksin (heroin arsenin)
berkaitan dengan keganasan pada tubuh lain yang dikenal sebagai “remote effect” atau sekunder tahap inflamasi
medula spinalis. Mielopati transversa akut mungkin terjadi akibat sumbatan bagian arteri spinalis anterior.
Biasanya terjadi gangguan fungsi motorik dan sesuai nyeri serta suhu, sedang sensasi posisi dan getar tidak
terganggu sehubungan dengan struktur anatomi aliran pembuluh darah pada medula spinalis.
Komplikasi yang dapat terjadi adalah Lesi diatas C4 dapat terjadi depresi pernafasan, lesi di bawah C4
juga dapat menyebabkan gangguan pernafasan (diaphragmatic breathing). Pada cedera servikal dan thorakal
dapat terjadi paralisis otot interkostal dan otot abdomen. Gangguan kardiovaskuler seperti bradikardia,
vasodilatasi, penurunan tekanan darah terjadi pada Lesi di atas T6 yang mempengaruhi sistem saraf simpatis.
Retensi urine terjadi karena atoni kandung kencing yang menyebabkan overdistensi. Lesi diatas T5 dapat
menyebabkan hipomotilitas saluran pencernaan. Ganggunan BAB jika lesi dibawah T12. Potensi luka pada
kulit, dekubitus. Trombosis vena dalam, emboli paru. Autonomik disrefleksia.
Terapi yang digunakan adalah jika terdapat fraktur atau dislokasi kolumna vertebralis, Servikal :
pasang kerah fiksasi leher atau collar, T orakal : lakukan fiksasi (torakolumbal brace), Lumbal : lakukan fiksasi
dengan korset lumbal. Penggunaan kortikosteroid bila diagnosis ditegakkan < 3 jam pasca trauma
metilprednisolon (MP) 30 mg/kg BB iv bolus selama 15 mnt selanjutnya infus terus menerus MP selama 23
jam dengan dosis 5,4 mg/kg BB/jam. Bila 3-8 jam: sama dengan terapi di atas, hanya infus MP dilanjutkan
utk 47 jam .Bila >8 jam tidak dianjurkan untuk pemberian MP. Terapi yang lainya dapat menggunakan
antipiretik, analgetik, antibiotik bila ada infeksi, anti spastisitas otot sesuai keadaan klinik, mencegah
dekubitus, pemberian antioksidan untuk mencegah proses sekunder, operatif bila ada fraktur atau herniasi
diskus yang menekan MS.
Prognosis dari sebuah penelitian prospektif selama 27 tahun menunjukkan bahwa rata-rata harapan
hidup pasien cedera medula spinalis lebih rendah dibanding populasi normal. Penurunan rata-rata lama harapan
hidup sesuai dengan beratnya cedera. Penyebab kematian utama adalah komplikasi disabilitas neurologik yaitu :
pneumonia, emboli paru, septikemia, dan gagal ginjal.
2.15 Pertanyaan
2.16 Referensi
Spinalis,(online), http://bkp2011.blogspot.com/2011/03/sekilas-tentang-trauma-medula-
spinalis.html ,diakses tanggal 19 Juni 2011) patofisio
6)Markus,sujari.20011.(online),(http://books.google.co.id/books?id=Ju1qkucenEgC&pg=PA122&lpg=
PA122&dq=diagnosis+banding+kompresi+medula+spinalis&source=bl&ots=7_FG7FoU-
H&sig=oQCl5C-
Gp17Fw9PGeGjkD8Qwgvs&hl=id&ei=gxD_TfmMLYyevQOohv2jAw&sa=X&oi=book_res
ult&ct=result&resnum=2&ved=0CBwQ6AEwAQ#v=onepage&q=diagnosis%20banding%
20kompresi%20medula%20spinalis&f=false,diakses tanggal 20 Juni 2011) -dd
7) Pinzon, rizaldy.2011.Medula Spinalis, (online),
(http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/154_13_Mielopatiservikaltraumatika.pdf/154_13_Mi
elopatiservikaltraumatika.html-, diakses tanggal 20 Juni 2011) prognosis